TUTURAN YANG BERMAKSUD MERENDAHKAN PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN
JANGAN MAIN-MAIN ( DENGAN KELAMINMU ) KARYA DJENAR MAESA AYU
: BENTUK DAN REFEREN
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yohana Vica Raimandasari NIM : 054114016
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
TUTURAN YANG BERMAKSUD MERENDAHKAN PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN
JANGAN MAIN-MAIN ( DENGAN KELAMINMU ) KARYA DJENAR MAESA AYU
: BENTUK DAN REFEREN
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Sastra Indonesia
Oleh
Yohana Vica Raimandasari NIM : 054114016
PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 12 Juli 2011
Yohana Vica Raimandasari
v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIK
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:
Nama : Yohana Vica Raimandasari
Nomor Mahasiswa : 054114016
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan
Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
TUTURAN YANG BERMAKSUD MERENDAHKAN PEREMPUAN DALAM
KUMPULAN CERPEN
JANGAN MAIN-MAIN ( DENGAN KELAMINMU ) KARYA DJENAR MAESA AYU
: BENTUK DAN REFEREN
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan
kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan
dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data,
mendistribusikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa
perlu meminta ijin ataupun memberikan royalti kepada saya selama tetap
mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal: 12 September 2011
Yang menyatakan
vi
KATA PENGANTAR
Pertama-tama peneliti mengucapkan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
karena berkat kasih-Nya, tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas akhir
yang berjudul “Tuturan yang Bermaksud Merendahkan Perempuan dalam Kumpulan
Cerpen Jangan Main-main (Dengan Kelaminmu) Karya Djenar Maesa Ayu : Bentuk
dan Referen” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada
Prodi Sastra Indonesia Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Dengan segala hormat, peneliti hendak menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang terlibat. Untuk itu, peneliti mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Drs. Hery Antono, M.Hum., selaku pembimbing I yang dengan sabar menerima
keluh kesah peneliti dan menjadi pemberi solusi yang baik bagi peneliti.
2. Dr. I. Praptomo Brayadi, M.Hum., selaku pembimbing II yang dengan sabar
memberi masukan dan motivasi bagi peneliti.
3. Bapak dan Ibu dosen Prodi Sastra Indonesia, Drs. B. Rahmanto, M.Hum., S.E,
Peni Adji, S.S., Dra. F. Tjandrasih, M.Hum., Drs. P. Ari Subagyo, M.Hum., Drs.
FX. Santosa, M.S., dan Drs. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., yang telah memberikan
ilmu dan pengalamanya selama peneliti menjalani studi di Program Studi Sastra
Indonesia Universitas Sanata Dharma.
vii selalu membantu proses kelancaran perkuliahan.
5. Segenap karyawan perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah melayani
dengan ramah dan menyediakan buku yang diperlukan sebagian dari sumber
pustaka.
6. Keluarga tercinta, Bapak Yohanes Marsugi, Ibu Theresia Yuli Astuti, S.Pd., dan
Stefanus Kendra Dwi Nugraha, yang selalu memberi semangat peneliti dalam
menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Yohanes Didik Rudy Indratno, S.S, yang bersedia membagi ilmu dan
pengalamannya kepada peneliti.
8. FX. Tito Pratama, sahabat terbaik yang tak henti-hentinya membagi kasih dan
memotivasi peneliti dalam menyelesaikan tugas akhir ini
9. Teman-teman Prodi Sastra Indonesia angkatan 2005.
10. Semua pihak yang belum dapat disebutkan satu persatu.
Akhirnya dengan penuh kesadaran, peneliti menyadari segala kekurangan
yang ada dalam skripsi ini. Untuk itu, demi perbaikan tugas akhir ini, kritik dan saran
yang membangun akan peneliti tampung dengan senang hati.
viii
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan judul cerpen
JMDK : Jangan Main-main (dengan Kelaminmu)
PNN : Payudara Nai Nai
SDMSO : Saya di Mata Sebagian Orang
MA : Menyusu Ayah
ix ABSTRAK
Raimandasari, Yohana Vica, 2011. “Tuturan yang Bermaksud Merendahkan Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-main (Dengan Kelaminmu) Karya Djenar Maesa Ayu : Bentuk dan Referen”, Skripsi. Yogyakarta. Program Studi Sastra Indonesia. Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma.
Tugas akhir yang berjudul “Tuturan yang Bermaksud Merendahkan
Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Jangan Main-main (Dengan Kelaminmu) Karya
Djenar Maesa Ayu”, bertujuan mendeskripsikan bentuk dan referen tuturan yang
merendahkan perempuan. Penelitian ini mencakup dua hal, yakni bentuk-bentuk
tuturan yang merendahkan perempuan dan referennya.
Ada dua masalah yang dijawab dalam penelitian ini, (1) satuan lingual apa
sajakah yang digunakan untuk yang merendahkan perempuan dalam kumpulan
cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu), selanjutnya disingkat JMDK, (2)
apa saja referen tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen
JMDK?
Dalam penelitian ini, data diperoleh dari kumpulan cerpen JMDK karya
Djenar Maesa Ayu. Data diperoleh dengan metode simak dan teknik catat yang
mencakup penggunaan bahasa secara tertulis. Peneliti menyimak naskah JMDK agar
diperoleh tuturan-tuturan yang merendahkan perempuan. Selanjutnya dengan teknik
catat, peneliti mencatat hasil penyimakan pada kartu data.
Analisis dilakukan menggunakan dua metode, yakni metode padan referensial
dan metode agih. Metode padan yang digunakan adalah metode padan referensial
digunakan untuk menggolongkan referen dari tuturan yang merendahkan perempuan.
Penerapan metode agih dalam penelitian ini melalui teknik dasar dan teknik lanjutan.
Teknik dasar metode agih adalah teknik bagi unsur langsung (BUL), digunakan
untuk membagi satuan lingual menjadi beberapa unsur. Teknik lanjutan yang
x
imbuhan, kata depan, dan artikel yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi
kata.
Melalui penelitian ini diperoleh tuturan-tuturan yang merendahkan
perempuan. Berupa kata, frasa, kalimat, dan paragraf. Studi tentang referen,
memperoleh berbagai referen tuturan yang merendahkan perempuan, yakni sifat,
bosan, profesi, nilai, ukuran, pengandaian, keadaan, aktivitas, benda, binatang, dan
xi
ABSTRACT
Raimandasari, Yohana Vica, 2011. “The Speech That Was Demeaning of Women In A Collection of Short Stories Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu) Written by Djenar Maesa Ayu: Form and Reference”, A Thesis. Yogyakarta. Indonesian Literature Study Program. Faculty of Literature, Sanata Dharma University.
The thesis entitled “The Speech That Was Demeaning of Women In A Collection of Short Stories Jangan Main-Main (Dengan Kelaminmu) written by Djenar Maesa Ayu, is aimed to describe the form and reference of speech that demean of women. There were to problem examined in this research: the forms of speech that is demeaning of women and the reference”.
There were two problems answered in this research, (1) to describe the lingual measurement that was demeaning of women in a collection of short stories JMdK that showed the men’s domination, (2) to describe the speech reference that was demeaning of women in a collection of short stories JMdK.
In this research, the data were collected from the collection of short stories JMdK written by Djenar Maesa Ayu. The data were collected by reading and taking a note including the use of written language. The researcher read the book of JMdK so that the speech demeaning of women could be obtained. And then, the note taking method was used to record the result on the data card.
The data were analyzed using two methods, reference matching method and apportioning method. The reference matching method was used to classify the reference of the speech demeaning of women. The apportioning method was applied using basic technique and advanced technique. The basic technique of apportioning method was a technique for direct substance (BUL) used to divide the lingual measurement into several substances. While advanced technique used was punctuation reading technique, used to mark the connectors, suffixes, prefixes, and articles that showed the characteristics of grammar or the functions of words.
xii Daftar Isi
Halaman
HALAMAN JUDUL ……… i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ……….. ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……… iii
PERNYTAAN KEASLIAN KARYA ……….. iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI………... v
KATA PENGANTAR…...……… vi
DAFTAR SINGKATAN……… viii
ABSTRAK ……….. ix
ABSTRACT ………. xi
DAFTAR ISI ……….. xii
HALAMAN PERSEMBAHAN……… xv
BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1
1.Latar Belakang ………. 5
2.Rumusan Masalah ……… 5
3.Tujuan Penelitian ………. 5
4.Manfaat Penelitian ………... 5
5.Tinjauan Pustaka ………. 6
6.Landasan Teori ………. 8
6.1 Tuturan……….. 8
6.2 Konteks……….. 10
6.3 Kontekstual……… 10
6.4 Kata, Frasa, Kalimat, dan Paragraf………... 11
6.5 Referen……….. 12
7.Metode Penelitian ……… 13
xiii
BAB 11 SATUAN LINGUAL YANG BERMAKSUD MERENDAHKAN
PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN JANGAN MAIN-MAIN
(DENGAN KELAMINMU) KARYA DJENAR MAESA AYU.. 16
2.1 Tuturan Berbentuk Kata ……… 16
2.2 Tuturan Berbentuk Frasa ………... 21
2.3 Tuturan Berbentuk Kalimat ………... 26
2.4 Tuturan Berbentuk Paragraf ………. 43
BAB 111 REFEREN TUTURAN YANG BERMAKSUD MERENDAHKAN PEREMPUAN DALAM KUMPULAN CERPEN JANGAN MAIN-MAIN (DENGAN KELAMINMU) KARYA DJENAR MAESA AYU ……… 49
3.1 Sifat Berbentuk Kata……….. 51
3.2 Nilai Berbentuk Kata……….. 51
3.3 Ukuran Berbentuk Kata………. 52
3.4 Sifat Berbentuk Frasa………. 52
3.5 Binatang Berbentuk Frasa………. 55
3.6 Keadaan Berbentuk Frasa……….. 56
3.7 Benda Berbentuk Frasa……….. 57
3.8 Keadaan Berbentuk Kalimat……….. 58
3.9 Aktivitas Berbentuk Kalimat………. 61
3.10 Bagian Tubuh Berbentuk Kalimat………... 63
3.11 Pengandaian Berbentuk Kalimat………. 64
3.12 Profesi Berbentuk Kalimat………... 64
3.13 Sifat Berbentuk Kalimat……… 65
3.14 Nilai Berbentuk Kalimat……… 67
3.15 Ukuran Berbentuk Kalimat……….. 71
3.16 Profesi Berbentuk Paragraf……….. 72
3.17 Bosan Berbentuk Paragraf……… 73
xiv
3.19 Keadaan Berbentuk Paragraf……… 77
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ……… 78
4.1 Kesimpulan ……… 78
4.2 Saran ……….. 78
xv
Tulisan ini kupersembahkan
kepada Ibuku Theresia Yuli Astusi, S.Pd,
Bapakku
Yohanes
Marsugi,
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kumpulan cerpen Jangan Main-main (dengan Kelaminmu) selanjutnya
disingkat JMDK karya Djenar Maesa Ayu terdiri atas sebelas cerpen, yaitu “Jangan
Main-main (dengan Kelaminmu)”,“Mandi sabun Mandi”, “Moral”, “Menyusu Ayah”,
“Cermin”, “Saya adalah seorang Alkhoholik”, “Staccato”, “Saya di Mata Sebagian
Orang”, “Ting!”, “Penthouse 2601” dan “Payudara Nai Nai”. Dalam kumpulan
cerpen JMDK, Djenar menggambarkan berbagai permasalahan sosial yang sering
terjadi dalam masyaraka, antara lain dari permasalahan perselingkuhan dalam cerpen
“Mandi Sabun Mandi” dan permasalahan moral manusia yang dianggap murah dalam
cerpen “Moral” hingga permasalahan mental seorang pelacur dalam cerpen “Ting!”.
Penulis tertarik meneliti kumpulan cerpen tersebut karena beberapa alasan.
Pertama dalam kumpulan cerpen JMDK terdapat tuturan-tuturan yang merendahkan
perempuan. Tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK
merupakan gambaran berbagai dinamika permasalahan sosial menyangkut perempuan
yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang ditampilkan melalui bahasa. Bahasa
adalah sarana verbal yang lazim digunakan untuk mengungkapkan emosi. Kedua,
peneliti memandang satuan lingual yang ditampilkan dalam kumpulan cerpen JMDK
digunakan untuk merendahkan perempuan. Tuturan yang merendahkan perempuan
yang dihadapi. Ketiga, peneliti menemukan beberapa tuturan tidak lazim yang
digunakan untuk merendahkan perempuan. Keempat, sepanjang pengamatan peneliti,
tuturan yang merendahkan perempuan digunakan penutur untuk mengekspresikan
rasa tidak senang serta untuk menyatakan rasa ketidakpuasan terhadap situasi yang
sedang dihadapi. Keempat alasan tersebut yang melatarbelakangi penulis untuk
meneliti tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK.
Tuturan-tuturan yang merendahkan perempuan dianalisis berdasarkan satuan
lingualnya. Contoh tuturan yang merendahkan perempuan yang berbentuk kata
adalah:
(1) Sebagian orang menganggap saya munafik. Sebagian lagi menganggap saya pembual. Sebagian lagi menganggap saya sok gagah. Menganggap saya sakit jiwa, sebagian lagi menganggap saya murahan!
Padahal saya tidak pernah merasa munafik. Tidak pernah merasa membual. Tidak pernah merasa sok gagah. Tidak pernah merasa sakit jiwa. Tidak pernah merasa murahan!
(“SDMSO” halaman 73)
Tututran pembual bermaksud merendahkan karena sebagian orang menilai
bahwa hubungan yang sedang dijalani tokoh saya bukanlah hubungan pertemanan
biasa, melainkan hubungan berpacaran. Sebagian orang menganggap tokoh saya
adalah pembual karena perkataanya bersifat omong kosong. Terbukti pada teks
bahwa yang dikatakan tokoh saya adalah omong kosong:
mobil jarang sekali saya gunakan. Kalau saya dapat undangan pesta dan perlu gaun malam lengkap dengan perhiasan, saya utarakan.”
(“SDMSO” halaman 76) “ Saya menikmati kebersamaan kami. Menikmati setiap detail manis yang kami alami. Makan malam dibawah kucuran sinar rembulan dan kerdap lilin di atas meja. Percakapan yang mengasyikkan penuh canda tawa. Sentuhan halus di rambut saya. Kecupan mesra di kedua mata, hidung, pipi, dan bibir yang berlanjut dengan ciuman panas membara lantas berakhir dengan rapat tubuh kamiyang basah berkeringat di atas tempat tidur kamar hotel, di taman hotel, di dalam mobil, di toilet umum, di dalam elevator, di atas meja kantor, atau di dalam kamar karaoke. Saat-saat yang begitu melelahkan sekaligus menyenangkan.” (“SDMSO” halaman 77)
Tokoh saya beranggapan, hubungan yang sedang ia jalani bersama teman
laki-lakinya hanyalah hubungan pertemanan biasa. Terbukti pada pernyataan tokoh
saya di bawah ini:
“Sebagian lagi menganggap saya pembual setiap kali mengatakan kalau saya bilang hubungan kami hanya sebatas pertemanan.”
(“SdMSO”halaman 78)
Contoh tuturan yang merendahkan perempuan yang berbentuk kalimat adalah:
(2)Saya heran. Bisa juga seonggok daging itu hamil. Padahal saya hanya menyentuhnya sekali dalam tiga sampai lima bulan. Itu pun karena
kasihan. Juga dengan ritual, terlebih dahulu minum ginseng supaya ereksi. Juga dengan catatan, lampu harus mati dan mata terpejam. Karena saya sudah terbiasa melihat dan menikmati keindahan. Tubuh tinggi semampai. Kaki belalang. Rambut panjang. Leher panjang. Pinggang bak gitar. Dan buah dada besar. Ah...seperti apakah bentuknya nanti setelah melahirkan?
(“JMDK” halaman 8)
Tuturan ini bernilai rasa merendahkan, dituturkan oleh tokoh suami yang
menganggap istrinya sebagai onggokan daging. Seonggok daging yang dimaksud
yang ditujukan pada seorang perempuan yang memiliki kondisi fisik buruk. Tuturan
tersebut muncul karena rasa tidak puas si suami terhadap kondisi fisik istrinya yang
semakin tua dan tidak menarik lagi, tetapi masih bisa hamil padahal ia merasa jarang
sekali berhubungan seks dengan istrinya. Tokoh suami menganggap istrinya sebagai
onggokan daging karena terbiasa melihat dan menikmati perempuan dengan kondisi
tubuh yang memuaskan dibandingkan dengan istrinya.
Contoh tuturan yang merendahkan perempuan dianalisis berdasarkan
referennya. Contoh tuturan yang merendahkan perempuan yang memiliki referen
binatang adalah:
(3)Anjing Kusta
”Mungkin jika bukan karena saya tergeletak tak berdaya dan diperlakukan bagai anjing kusta, saya hampir beralih dari apa yang selama ini saya percayai dan nikmati dengan hati lapang.”
( “Saya Di Mata Sebagian Orang” halaman 83 )
Tuturan di atas memiliki referen binatang yang dipandang tidak baik baik
fisik maupun sifatnya. Secara rinci yakni binatang yang dipandang najis, haram, dan
menjijikan yakni tuturan anjing kusta. Referen anjing kusta adalah seorang
perempuan yang sedang mengidap penyakit HIV.
Masyarakat mempunyai peranan dalam membentuk pandangan bahwa dalam
keluarga suami atau laki-laki kedudukannya selalu di atas. Apabila terjadi
kesalahan-kesalahan tertentu, pihak perempuan patut disalahkan. Peranan masyarakat tersebut
nampak jelas pada tuturan-tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan
pergi. Kalau tidak, aura mesum ibumu bisa mempengaruhimu.” Kutipan cerpen
“Menyusu Ayah” tersebut menggambarkan posisi laki-laki yang dominan dalam
keluarga, akibatnya selalu perempuan yang menjadi korban. Tuturan tersebut
menyudutkan perempuan karena memposisikan perempuan (Ibu) sebagai pembawa
pengaruh buruk bagi anak walaupun tuduhan tersebut belum tentu benar. Tuturan
tersebut memiliki referen profesi yang mengacu pada jasa pelayanan seksual yang
dapat dijadikan sebagai tuturan yang merendahkan perempuan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan rumusan masalah
sebagai berikut :
1.2.1 Satuan lingual apa sajakah yang digunakan untuk merendahkan perempuan
dalam kumpulan cerpen JMDK ?
1.2.2 Apa saja referen tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan
cerpen JMDK ?
1.3 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah untuk
1.3.1 Mendeskripsikan satuan lingual yang merendahkan perempuan dalam
kumpulan cerpen JMDK.
1.3.2 Mendeskripsikan referen tuturan yang merendahkan perempuan dalam
1.4Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini berupa deskripsi tentang bentuk-bentuk tuturan dan referen
tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK. Dalam skripsi
ini, dikemukakan, (1) empat bentuk satuan lingual, yakni tuturan yang merendahkan
permpuan berbentuk kata, tuturan yang merendahkan perempuan berbentuk frasa,
tuturan yang merendahkan permpuan berbentuk kalimat, tuturan yang merendahkan
perempuan berbentuk paragraf, (2) ditemukan sebelas referen tuturan yang
merendahkan perempuan, yakni sifat, bosan, profesi, nilai, benda, binatang, ukuran,
pengandaian, keadaan, aktivitas, bagian tubuh.
Dari uraian hasil penelitian di atas, bentuk tuturan yang merendahkan perempuan
dan referennya saling berhubungan dalam menentukan makna tuturan yang
merendahkan perempuan. Penelitian ini memberi tiga manfaat teoritis bagi
perkembangan kajian sosiolinguistik, pragmatik, dan studi gaya bahasa. Bagi
perkembangan kajian sosiolinguistik, dalam masyarakat ada tuturan-tuturan yang
merendahkan perempuan yang berbentuk kata, farsa, kalimat, dan paragraf. Bagi
perkembangan kajian pragmatik, dalam masyarakat disetiap tuturan yang ada dalam
kumpulan cerpen JMDK mempunyai maksud-maksud yang merendahkan perempuan.
Bagi perkembangan gaya bahasa, penelitian ini memperluas khazanah gaya bahasa
yang dapat digunakan untuk merendahkan perempuan. Manfaat praktis yang ada
khususnya secara psikologis orang menjadi takut, tertekan, merasa tidak percaya diri
karena tuturan-tuturan tertentu yang dirasa merendahkan.
1.5Tinjauan Pustaka
Laporan penelitiannya yang berjudul “Deferensiasi Linguistik Berdasarkan
Gender dalam Teks Sastra Inggris”, karya Sunardi (2007)membahas dua teks cerpen,
“ The Yellow Wallpaper” dan “ Rose For Emily” mengungkapkan bahwa dalam
keseluruhan karya sastra yang diteliti mengangkat persoalan-persoalan gender baik
berupa kekerasan, dominasi, kontrol, subordinasi, diskriminasi dan represi ataupun
kesenjangan peran yang dialami oleh tokoh wanita. Dalam artikelnya Sunardi
membahas tiga hal, yaitu (1) representasi gender dalam cerpen, (2) pola-pola
penggunaan bahasa laki-laki dan perempuan, dan (3) perbedaan bahasa laki-laki dan
perempuan.
Skripsi yang berjudul “ Makian dalam Bahasa Melayu Palembang : Studi
tentang Bentuk, Referen, dan Konteks Sosiokulturalnya” , karya Purnama (2008)
membahas bentuk-bentuk makian, referen makian, dan konteks sosiokultural makian.
Dalam skripsinya Purnama berhasil mengumpulkan (1) empat bentuk makian, yakni
makian bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat minor, (2) sembilan makian referen
yakni keadaan, sifat, etnis, binatang, makhluk halus, benda, bagian tubuh, aktifitas,
dan profesi, dan (3) konteks sosio kultural, yakni agama, adat, staus sosial, dan
Prianto (1999), dalam skripsinya yang berjudul “ Jenis-jenis Kalimat dalam
Tuturan Langsung Cerita Pendek Lebih Hitam dari Hitam karya Iwan Simatupang”
mendeskripsikan (1) tuturan langsung dalam cerita pendek Lebih Hitam dari Hitam
karya Iwan Simatupang dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu tuturan langsung
yang terdiri dari satu kalimat, tuturan langsung yang terdiri dari dua kalimat, tuturan
langsung yang terdiri dari tiga kalimat, dan tuturan langsung yang terdiri dari empat
kalimat, (2) penggolongan tuturan langsung dalam cerita pendek Lebih Hitam dari
Hitam karya Iwan Simatupang.
Sejauh yang peneliti cermati, topik tuturan yang merendahkan perempuan
dalam kumpulan cerpen JMDK karya Djenar Maesa Ayu belum pernah diteliti,
khususnya yang mengkaji deskripsi satuan lingual yang merendahkan perempuan
dalam kumpulan cerpen JMDK yang menunjukan dominasi laki-laki dan deskripsi
makna satuan lingual yang digunakan untuk merendahkan perempuan dalam
kumpulan cerpen JMDK. Penelitian ini juga berkaitan dengan, nilai rasa tuturan yang
berupa satuan lingual tertentu. Di samping itu, penelitian ini juga mengungkap
referen yang diacu oleh tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulan
cerpen JMDK. Sejauh pengamatan peneliti, publikasi penelitian tuturan yang
merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK belum pernah dijumpai dan
1.6 Landasan Teori
1.6.1 Tuturan
Tuturan adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam satu
ujaran atau lebih, yang melibatkan dua pihak, yakni penutur dan mitra tutur
(pembicara dan pendengar) dengan satu pokok tuturan dalam waktu, tempat, dan
situasi tertentu (Chaer, 1995:61). Tuturan adalah wacana yang menonjolkan
rangkaian peristiwa dalam serentetan waktu tertentu, bersama dengan partisipan dan
keadaan tertentu (Kridalaksana,2009:248).
Tuturan yang bermaksud merendahkan perempuan biasanya muncul akibat
manusia tidak mau berterus terang terhadap situasi yang sedang dihadapinya. Dalam
situasi inilah para pemakai bahasa memakai barbagai tuturan-tuturan berupa
kata-kata kasar atau sindiran halus, untuk mengekspresikan berbagai bentuk
ketidaksenangan, kebencian, ketidakpuasan terhadap situasi yang tengah dihadapinya.
Bagi orang yang mengucapkannya hal ini merupakan bentuk ekspresi alat
pembebasan dari segala bentuk situasi yang tidak mengenakkan tersebut, tetapi bagi
orang yang terkena ucapan-ucapan tersebuthal itu dirasakan menyerang.
Studi tentang tuturan yang merendahkan perempuan dalam kumpulam cerpen
JMdK dalam ilmu makna erat kaitannya dengan masalah tabu. Kata ini memiliki
makna ‘sesuatu yang dilarang’. Kata-kata tabu muncul sekurang-kurangnnya karena
tiga hal, yakni adanya sesuatu yang menakutkan (taboo of fear), sesuatu yang tidak
mengenakkan perasaan (taboo of delicacy), sesuatu yang tidak santun dan tidak
Kutipan di atas menjadi landasan penulis dalam memahami tuturan yang
merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK. Esensinya, peneliti
memperoleh informasi perihal suatu maksud yang sebenarnya dibalik arti kiasan,
misalnya tuturan anjing kusta memilki arti seorang perempuan yang mengidap
penyakit HIV.
Wijana dan Rohmadi (2006 : 9) mengutarakan, sehubungan dengan peristiwa
tutur dan tindak tutur dalam sebuah wacana, maka penutur akan dipengaruhi oleh
faktor-faktor di luar bahasa, sebagaimana Dell Hymnes (1968) menandai terjadinya
peristiwa tutur antara penutur dangan mitra tutur dipengaruhu oleh faktor-faktor
berikut atau terkenal dengan SPEAKING. Kedelapan unsur tersebut antara lain, yaitu
S (setting/scane) yaitu tempat bicara dan suasana pembicaraan, P (participant) yaitu
pembicara, mitra bicara, dan pendengar, E (end) yaitu tujuan atau maksud
pembicaraan, A (act) yaitu suatu peristiwa seorang penutur sedang melakukan
pembicaraan (action), K (key) yaitu nada suara atau ragam bahasa yang dipergunakan
untuk menyampaikan tuturannya, I (instrument) yaitu alat yang digunakan untuk
menyampaikan tuturannya, dan G (genre) yaitu jenis kegiatan dalam bentuk apa atau
bagaimana.
1.6.2 Konteks
Konteks adalah, (1) aspek-aspek lingkungan fisik atau sosial yang
pembicaran dan pendengar sehingga pendengar paham akan apa saja yang dimaksud
pembicara (Kridalaksana, 2008:134).
1.6.3 Kontekstual
Makna konteksual (= contextual meaning, situational meaning) muncul
sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi. Misalnya pada situasi kedukaan
akan digunakan leksem-leksem yang bermaksun ikut berdukacita, leksem-leksem
yang menggambarkan rasa ikut belasungkawa. Makna leksem /lapar/ dalam kalimat,
/waktu itu saya lapar/ , akan berbeda dengan makna leksem /lapar/ dalam kalimat /
saya lapar bu, minta nasi /. Pada kalimat kedua, leksem /lapar/ ditambah dengan
situasi yakni betul-betul lapar dan menginginkan nasi (Pateda, 1986:64).
Wijana dan Rohmadi meyatakan, kontekstual dalam sosioslinguistik adalah
sosiolingiustik sebagai cabang linguistik memandang atau menempatkan kedudukan
bahasa dalam hubungnnya dengan pemakaian bahasa di dalam masyarakat, karena di
dalam kehidupan bermasyarakat manusia tidak lagi sebagai individu, akan tetapi
sebagai masyarakat sosial. Oleh kerena itu, segala sesuatu yang dilakukan oleh
manusia dalam bertutur akan selalu dipenaruhi oleh situasi dan kondisi di sekitarnya.
1.6.4 Kata, Frasa, Kalimat dan Paragraf
Kata adalah , (1) morfem atau kombinasi morfem yang oleh bahasawan
dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk yang bebas, (2)
rumah, datang, dsb.) atau gabungan morfem (mis. Pejuang, mengikuti, mahakuasa,
dsb.) Dalam beberapa bahasa, a.l dalam B.Inggris, pola tekanan juga menandai kata,
(3) satuan terkecil dalam sitaksis yang berasal dari leksem yang telah mengalami
proses morfologis. Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang sifatnya tidak
predikatif; gabungan itu dapat rapat dapat renggang; mis. gunung tinggi adalah frase
karena merupakan konstruksi nonpredikatif; konstruksi ini berbeda dengan gunung
itu tinggi yang bukan frase karena bersifat predikatif. Kalimat adalah, 1. satuan
bahasa yang secara relatif berdiri sendiri, mempunyai pola intonasi finaldan secara
aktual maupun potensial terdiri dari klausa, 2. klausa bebas yang menjadi bagian
kongnitif percakapan; satuan proposisi yang merupakan satu klausa atau merupakan
gabungan klausa, yang membentuk satuan yang bebas; jawaban minimal, seruan
salam, dsb., 3. Sedangkan paragraf adalah, 1. satuan bahasa yang mengandung satu
tema dan perkembangannya, 2. bagian wacana yang mengungkapkan pikiran atau hal
tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan dangan isi seluruh wacana; dapat terjadi
dari satu kalimat atau sekelompok kalimat yang berkaitan (Kamus Linguistik Edisi
Keempat).
1.6.5 Referen
Referen berarti unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa (misalnya
benda yang kita sebut ’rumah’ adalah referen dari kata rumah).
(Kridalaksana,2009:208). Dijelaskan oleh Chaer (1990:31), ”...dalam pembicaraan
makna dari kata tersebut, serta benda atau hal yang dirujuk oleh makna yang berada
di luar bahasa. Hubungan ketiganya tersebut disebut hubungan referensial.” Untuk
memberi kejelasan tentang hubungan antara kata dengan konsep atau maknanya dan
hal yang dirujuk, digambarkan pula oleh Chaer dalam bagan berikut.
(b) konsep/ makna (referens)
(a) kata/ leksem - - - (c) sesuatu yang dirujuk ( referen )
Bardasarkan kutipan di atas, penelitian ini juga akan membahas referen
tuturan yang terdapat dalam kumpulan cerpen JMDK karya Djenar Maesa Ayu.
Dalam konteks ini, penulis akan menggolongkan tuturan yang merendahkan
perempuan berdasarakan satuan lingualnya – sesuatu yang berada di luar bahasa.
1.7 Metode Penelitian
Data dikumpulkan lewat penyimakan naskah kumpulan cerpen JMDK karya
Djenar Maesa Ayu tahun 2004, yang merupakan terbitan Gramedia pustaka Utama.
Data yang diperoleh dari kumpulan cerpen tersebut berupa tuturan yang bermaksud
merendahkan perempuan yang tidak lazim digunakan.
Pada tahap pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik catat. Teknik
catat adalah teknik menjaring data dengan mencatat hasil penyimakan data pada kartu
mempelajari kumpulan cerpen JMDK. Data-data yang diperoleh dituliskan dalam
kartu data yang kemudian diklasifikasikan menurut satuan lingual dan referennya.
Data yang dicatat dalam kartu data adalah berbagai macam bentuk tuturan yang
merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
padan. Menurut Sudaryanto (1993:13), metode padan adalah metode yang alat
penentunya berada di luar, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang
bersangkutan. Metode padan yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
padan referensial. Metode padan referensial digunakan untuk mendeskripsikan
penggunaan tuturan-tuturan yang bermaksud merendahkan perempuan dalam
kumpulan cerpen JMDK. Metode padan referensial dilaksanakan dengan alat
penentunya berupa referen. Referen bahasa adalah segala sesuatu di luar bahasa,
seperti tindakan, peristiwa dan keadaan di luar bahasa. Penerapan metode padan
referensial ada pada bab III, berisi tentang penggolongan tuturan sesuai referennya,
yakni: sifat, bosan, profesi, nilai, ukuran, pengandaian, keadaan, aktivitas, benda,
binatang, dan bagian tubuh. Selain itu, penulis juga melakukan analisis data dengan
metode agih, yaitu metode penelitian yang menggunakan bahasa itu sendiri sebagai
alat penentunya (Sudaryanto,1993;15). Teknik yang digunakan dari metode agih ini
adalah teknik bagi unsur langsung atau yang sering disebut dengan teknik BUL.
Teknik BUL adalah teknik dasar metode agih yang membagi satuan lingual datanya
menjadi beberapa bagian atau unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian
Penerapan teknik BUL ada dalam bab II membagi satuan lingual tuturan yang
merendahkan perempuan menjadi empat yakni, tuturan berbentuk kata, tuturan yang
berbebtuk frasa, tuturan yang berbentuk kalimat, dan tuturan yang berbentuk
paragraf. Teknik lanjutan dari penelitian ini menggunakan teknik baca markah yakni
teknik analisis dengan cara ”membaca pemarkah” dalam suatu konstruksi. Istilah lain
pemarkahan adalah penanda. Pemarkahan itu adalah alat seperti imbuhan, kata
penghubung, kata depan, dan artikel yang menyatakan ciri ketatabahasaan atau fungsi
kata atau konstruksi (lih. Kridalaksana, 2001:161).
Hasil penelitian akan disajikan dengan metode penyajian informal. Metode
penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa (Sudaryanto, 1993 :
145). Dalam penyajian ini, kaidah-kaidah yang disampaikan menggunakan kata-kata
biasa sehingga dengan serta merta langsung dapat dipahami.
1.8 Sistematika Penyajian
Hasil penelitian ini terdiri dari empat bab. Bab I adalah bab yang berisi
pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika
penyajian.
Bab dua berisi tentang uraian satuan lingual tuturan yang merendahkan
perempuan berbentuk satuan lingual dalam kumpulan cerpen JMDK karya Djenar
Bab tiga berisi uraian referen tuturan yang merendahkan perempuan dalam
kumpulan cerpen JMDK karya Djenar Maesa Ayu. Pada bab ini ditemukan sebelas
referen tuturan yang merendahkan perempuan, yakni sifat, bosan, profesi, benda,
binatang,ss nilai, ukuran, pengandaian, keadaan, aktivitas, dan bagian tubuh
Bab empat berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan mengenai tuturan yang
bermaksud merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK : mencakup
studi bentuk dan referen. Dalam tahap bab ini, apa yang telah dideskripsikan pada
bab-bab sebelumnya akan disimpulkan. Tujuannya agar terbentuk suatu kesimpulan
yang mewakili seluruh isi penelitian. Saran berisi permasalahan sekitar tuturan yang
bermaksud merendahkan perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK yang belum
17 BAB II
SATUAN LINGUAL TUTURAN YANG BERMAKSUD MERENDAHKAN
PEREMPUAN DALAM KUMPULAN
CERPEN JANGAN MAIN-MAIN (DENGAN KELAMINMU)
KARYA DJENAR MAESA AYU
Pada bab ini dibahas bentuk satuan lingual tuturan yang merendahkan
perempuan dalam kumpulan cerpen JMDK. Tuturan , dalam kumpulan cerpen JMDK
dibedakan menjadi empat satuan lingual, yaitu tuturan yang merendahkan perempuan
berbentuk kata, tuturan yang merendahkan perempuan berbentuk frasa, tuturan yang
merendahkan perempuan berbentuk kalimat, dan tuturan yang merendahkan
perempuan berbentuk pragraf.
2.1 Tuturan yang Merendahkan Perempuan Berbentuk Kata
1. Tuturan Berbentuk Kata, “Munafik”
“ Sebagian orang menganggap saya munafik.”
(“SDMSO” halaman 73) Terdapat pula tuturan seperti berikut dalam cerpen (SMSO:78),
“Sebagian orang menganggap saya munafik karena tidak mengakui kalau saya tidak punya pacar.”
Kata munafik merupakan tuturan yang bermaksud merendahkan perempuan
dapat dibuktikan melalui pernyataan-pernyataan yang diutarakan oleh tokoh saya.
Seperti pernyataan tokoh saya dalam cerpen (SDMSO:74),
“Saya katakan ke banyak orang kalau saya tidak punya pacar.”
Pernyataan tokoh saya di atas sangat bertolak belakang dengan pernyataan yang
kembali dilontarkan oleh tokoh saya sendiri dalam kutipan cerpen SDMSO halaman
“ Kepada merekalah saya sering menumpahkan apa yang saya rasakan. Kepada merekalah saya meminta bantuan. Tidak hanya sebatas perhatian dan waktu tapi juga dari segi financial. Kalau saya butuh uang, saya bilang. Kalau saya mau ganti ponsel model terbaru, saya beritahu. Kalau saya bosan mobil van dan ingin ganti sedan, saya pesan. Padahal karena banyak yang setia menjemput dan mengantar, mobil jarang sekali saya gunakan. Kalau saya dapat undangan pesta dan perlu gaun malam lengkap dengan perhiasan, saya utarakan.”
(“SDMSO” halaman 76) “ Saya menikmati kebersamaan kami. Menikmati setiap detail manis yang kami alami. Makan malam dibawah kucuran sinar rembulan dan kerdap lilin di atas meja. Percakapan yang mengasyikkan penuh canda tawa. Sentuhan halus di rambut saya. Kecupan mesra di kedua mata, hidung, pipi, dan bibir yang berlanjut dengan ciuman panas membara lantas berakhir dengan rapat tubuh kamiyang basah berkeringat di atas tempat tidur kamar hotel, di taman hotel, di dalam mobil, di toilet umum, di dalam elevator, di atas meja kantor, atau di dalam kamar karaoke. Saat-saat yang begitu melelahkan sekaligus menyenangkan.” (“SDMSO” halaman 77) Dari data-data yang diperoleh terlihat bahwa tuturan munafik bermaksud
merendahkan perempuan yaitu tokoh saya. Kata munafik dipakai oleh sebagian
orang untuk mengungkapkan rasa tidak percaya mereka kepada tokoh saya karena
perbuatan dan perkataanya bertolak belakang. Kata munafik digunakan oleh sebagian
orang untuk merendahkan tokoh saya yang selalu menyangkal anggapan sebagian
orang, bahwa tokoh saya tidak mempunyai pacar. Padahal, dalam kenyataannya
tokoh saya adalah seorang perempuan yang memiliki banyak teman laki-laki. Tokoh
saya bersama teman laki-lakinya sering melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa
dilakukan oleh orang yang sedang berpacaran. Aktivitas-aktivitas tersebut di mata
sebagian orang merupakan hubungan yang bersifat pribadi, atau biasa disebut
pacaran.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2004) kata munafik mempunyai dua
arti. Pertama, berpura-pura percaya atau setia pada agama, padahal sebenarnya dalam
hatinya tidak. Kedua, suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan
perbuatannya. Jika dikaitkan dengan cerpan SDMSO perbuatan yang dilakukan oleh
tuturan munafik dalam contoh (1) memang merupakan penilaian orang terhadap tokoh
saya, penilaian di situ merupakan hal yang merendahkan.
2. Tuturan Berbentuk Kata, “Pembual”
“Sebagian lagi menganggap saya pembual.”
(“SDMSO”halaman 73)
Tututran pembual bermaksud merendahkan karena sebagian orang menilai
bahwa hubungan yang sedang dijalani tokoh saya bukanlah hubungan pertemanan
biasa, melainkan hubungan berpacaran. Sebagian orang menganggap tokoh saya
adalah pembual karena perkataanya bersifat omong kosong. Terbukti pada teks
bahwa yang dikatakan tokoh saya adalah omong kosong:
“ Kepada merekalah saya sering menumpahkan apa yang saya rasakan. Kepada merekalah saya meminta bantuan. Tidak hanya sebatas perhatian dan waktu tapi juga dari segi financial. Kalau saya butuh uang, saya bilang. Kalau saya mau ganti ponsel model terbaru, saya beritahu. Kalau saya bosan mobil van dan ingin ganti sedan, saya pesan. Padahal karena banyak yang setia menjemput dan mengantar, mobil jarang sekali saya gunakan. Kalau saya dapat undangan pesta dan perlu gaun malam lengkap dengan perhiasan, saya utarakan.”
Sedangkan tokoh saya beranggapan, hubungan yang sedang ia jalani bersama
teman laki-lakinya hanyalah hubungan pertemanan biasa. Terbukti pada pernyataan
tokoh saya di bawah ini:
“Sebagian lagi menganggap saya pembual setiap kali mengatakan kalau saya bilang hubungan kami hanya sebatas pertemanan.”
(“SDMSO”halaman 78)
3. Tuturan Berbentuk Kata, “Murahan”
“Sebagian orag menganggap saya murahan.”
(“SDMSO”halaman 73)
Tuturan murahan dalam contoh (3) memang merupakan penilaian sebagian
orang terhadap tokoh saya bersifat merendahkan. Sebagian orang menganggap tokoh
saya murahan karena dinilai harga diri tokoh saya rendah. Tokoh saya merupakan
seorang perempuan yang mempunyai banyak teman laki-laki, serta dengan mudah
tokoh saya memberikan segala sesuatu kepada orang lain. Dalam hal ini bukan
barang atau jasa, melainkan kehormatanya, seperti layaknya pelacur. Terbukti pada
ucapan tokoh saya berikut ini:
“Sebagian lagi menganggap saya murahan karena saya bisa tidur dalam satu hari dengan orang yang berlainan.”
(“SDMSO”halaman 78-79)
4. Tuturan Berbentuk Kata, “Kecil”
“Tanpa tenggang rasa sedikitpun, sesaat setelah mengerling kea rah
payudaranya, Yongki mengatakan nama Nai kurang pas kalau tidak
dtambahkan dengan kata “kecil”.
Tuturan kecil ditambahkan oleh Yongki dibelakang nama Nai menjadi Nai
kecil. Nama Nai berasal dari bahasa Mandharin yang artinya payudara. Maka bila
nama Nai ditambahkan kata kecil artinya payudara kecil. Tuturan kecil yang
dilontarkan oleh Yongki bemaksud merendahkan Nai karena ukuran payudara Nai
kecil. Sedangkan bagi sebagian perempuan yang memiliki ukuran payudara kecil, hal
tersebut dapat mengurangi rasa percaya dirinya. Tuturan tersebut sering dilontarkan
Yongki di depan teman-temannya, padahal sebenarnya Nai menyukai yongki. Dapat
dibuktikan melalui teks di bawah ini:
“sedangkan laki-laki di dalam imajinasinya adalah Yongki. Teman laki-laki yang pertama kali menambahkan kata ‘kecil’ di belakang namanya dan seterusnya diikuti oleh anak-anak yang lain.
Membuatnya tak betah berada di sekolahan, membuat perasaan tidak percaya dirinya bertambah, membuatnya sangat marah, membuatnya lemah.”
(“PNN”halaman 112)
5. Tuturan Berbentuk Kata, “Sundal”
“Saya sudah tidak perlu lagi mendengar kalimat sundal dari mulut mereka seperti yang dikatakan ayah tentang ibu.”
(“MA”halaman 39-40)
Tuturan sundal bermaksud merendahkan tokoh Ibu karena tokoh Ayah dalam
cerpen “Menyusu Ayah” beranggapan bahwa janin yang ada di rahim istrinya bukan
miliknya. Janin tersebut menurut tokoh ayah merupakan janin hasil hubungan
perselingkuhan tokoh ibu, sehingga sifat buruk ibunya dianggap ayah menurun pada
tokoh Nayla. Dapat dibuktikan pada teks halaman 35 dan 37-38 di bawah ini:
“Saya masih ingat pertengkaran antara ibu dan ayah. Ayah menuduh bahwa janin dalam kandungan ibu bukanlah miliknya.”
“Kata Ayah, saya mewarisi pikiran-pikiran kotor almarhumah Ibu, salah satu sifat yang dibenci Ayah atas Ibu.”
(“MA”halaman 37-38)
2.2. Tuturan yang Merendahkan Perempuan Berbentuk Frasa
2.2.1 Tuturan Berbentuk Frasa, “Gadis Perkasa, Gadis Jahat, Gadis
Sundal, dan Anak gadis yang baik.”
6. “Tidak seperti teman sebaya saya yang menjuluki saya gadis perkasa, gadis jahat, atau gadis sundal.”
(“MA”halaman 39)
7. “Tidak seperti teman sebaya saya yang menjuluki saya gadis perkasa, gadis jahat, atau gadis sundal.”
(“MA”halaman 39)
8. “Tidak seperti teman sebaya saya yang menjuluki saya gadis perkasa, gadis jahat, atau gadis sundal.”
(“MA”halaman 39)
Tuturan gadis perkasa pada contoh (6) timbul akibat tingkah laku
Nayla menyerupai tingkah laku laki-laki yang kuat dalam kehidupan
sehari-harinya. Tuturan gadis perkasa tidak lazim dilontarkan kepada seorang
perempuan, hal ini jelas bersifat merendahkan karena dapat mengurangi rasa
percaya diri Nayla, dan mengarah pada suatu keadaan yang tidak
menyenangkan.
Tuturan gadis jahat pada contoh (7) dinilai merendahkan, hal muncul
akibat kebiasaan Nayla yang suka menyusu (mengulum) penis Ayah. Nayla
pun tidak sungkan mengulum penis teman laki ayahnya dan teman
melanggar norma kesusilaan. Hal tersebut mengakibatkan teman laki-lakinya
menyebutn Nayla gadis jahat.
Tuturan yang bersifat merendahkan perempuan pada contoh (8), yaitu
tuturan gadis sundal juga muncul akibat kebiasaan Nayla yang tak liar yang
gemar mengulum penis teman Ayahnya dan juga penis teman laki-laki
sebayanya. Kebiasaan seperti yang dilakukan Nayla dianggap tidak wajar oleh
teman-teman sebayanya.
Untuk membuktikan bahwa tuturan pada contoh (6,7,dan 8) bersifat
merendahkan, kita buktikan dalam kutipa-kutipan teks di bawah ini:
“ Saya mengenakan celana pendek atau celana panjang. Saya bermain kelereng dan mobil-mobilan. Saya memanjat pohon dan berkelahi. Saya kencing berdiri. Dan saya melakukan hal yang dilakukan laki-laki.
Potongan rambut saya pendek. Kulit saya hitam. Wajah saya tidak cantik. Tubuh saya kurus kering tidak menari. Payudara saya rata.”
(“MA”halaman 37) “Sejak ayah tidak sudi lagi menyusui, saya berpaling ke teman-teman Ayah. Saya tidak ingin mencicipi lagi susu teman-teman-teman-teman laki saya yang sebaya. Susu mereka belum berproduksi banyak. Mereka terlalu cepat kehabisan susu. Dan biasanya mereka tidak mau bergaul dengan saya lagi. Setiap kali saya mendekati mereka yang sedang asyik bermain kelereng, lantas satu persatu meninggalkan saya pergi. Bahkan ada yang jelas-jelas melarikan diri ketika melihat saya dating mendekat. Mereka tidak seperti teman-teman Ayah.”
(“MA”halaman 39)
9. Tuturan Berbentuk Frasa, “Anak gadis yang baik.”
rambut saya. Saya merasa dimanjakan karena mereka mau menunggu sampai saya puas menyusu. Saya menyukai air susu mereka yang menderas ke dalam mulut saya. Karena saya sangat haus. Saya sangat rindu menyusu Ayah. Mereka tidak pernah pergi meninggalkan saya sendiri, sepertki Ayah dan
teman-teman. Mereka datang pada saat-saat yang dibutuhkan. Hati saya tidak lagi gundah kehilangan teman-teman. Saya sudah tidak perlu lagi mengintip diam-diam dari kejauhan ketika mereka bermain kelereng atau memanjat pohon dengan hati hancur berantakan. Saya sudah tidak perlu lagi mendengar kalimat sundal dari mulut mereka sepereti yang dikatakan Ayah tentang Ibu. Dan lebih dari semua itu, saya tidak perlu memohon Ayah. Tidak perlu lagi kecewa dan ketakutan di bawah ancaman sabuk dalam genggaman tangan Ayah. Ya, Ibu benar. Saya adalah anak yang kuat, dengan atau tanpa figur Ayah.”
( “MA” halaman 39-40 )
Tuturan tersebut ditujukan kepada Nayla yang mudah dimanfaatkan oleh
teman laki-laki Ayah. Nayla dimanfaatkan oleh teman laki-laki Ayah untuk
memuaskan nafsu seks, mulai dari oral seks hingga akhirnya Nayla diperkosa oleh
teman laki-laki Ayah. Yang dimaksud anak gadis yang baik disini adalah Nayla.
Tuturan tersebut bernada pujian, tetapi digunakan untuk merendahkan perempuan
sebagai orang yang dapat dimanfaatkan. Tuturan anak gadis yang baik merujuk pada
perempuan yang dimanfaatkan sebagai ”alat” atau ”budak” oleh laki-laki untuk
memuaskan nafsu mereka.
Nayla yang tidak dapat menyusu penis Ayah, menjadikan teman-temanAyah
sebagai pelarian. Teman-teman Ayah juga menjadikan Nayla sebagai alat pemuas
kebutuhan seks. Nayla yang rindu menyusu Ayah, menurut saja saat diarahkan
kepalanya ke bagian bawah laki-laki untuk berlama-lama menyusu. Oleh karena itu
10.Tuturan Berbentuk Frasa, “Anjing Kusta”
“Mungkin jika bukan karena saya tergeletak tak berdaya dan diperlakukan bagai anjing kusta, saya hampir beralih dariapa yang selama ini saya percayai dan nikmati dengan hati lapang.”
(“SDMSO”halaman 8)
Tuturan anjing kusta bernilai rasa merendahkan, tuturan ini ditujukan
kepada tokoh saya dalam cerpen SdMSO yang akhirnya tergeletak tak
berdaya akibat terkena penyakit HIV seperti layaknya anjing yang sedang
mengidap penyakit kusta. Oleh sebagian orang, tokoh saya dianggap pantas
mendapat julukan anjing kusta sebagai buah dari perbuatan dan pergaulan
bebasnya.
Tuturan pada contoh (9) ini dapat dibuktikan pada teks
(SDMSO:82-83) di bawah ini:
“Mungkin jika bukan karena penyakit yang datang tanpa bisa saya larang tidak saya idap sekarang, saya hamper percaya pada pendapat sebagian orang yang akhirnya menytu menjadi satu pendapat utuh bahwa tindakan saya menyimpang. Mungkin jika bukan karena saya tergeletak bagai anjing kusta, saya hamper beralih dari apa yang selama ini saya percayai dan nikmati dengan hati lapang. Karena ketika saya positif mengidap HIV ternyata masih ada yang setia menyiapkan air hangat untuk bilas badan. Mengirim makan siang. Menemani makan malam. Mendongeng tentang sebuah peristiwa lucu di satu kafe. Bercerita tentang film yang baru saja diputar, ketika sebagian orang sibuk bergunjing atas akibat yang saya terima karena saya munafik. Pembual. Sok gagah. Sakit jiwa. Murahan!”
11. Tuturan Berbentuk Frasa, “Boneka Barbie”
“Wanita itu, mengingatkannya pada boneka Barbie yang
mengenakan baju-baju indah, ditiduri di atas ranjang dalam rumah mewah.”
Frasa boneka barbie merupakan tuturan yang dipakai oleh suami
berhidung belang, yang bermaksud merendahkan seorang perempuan.
Perempuan yang dimaksud adalah seorang perempuan yang berprofesi
sebagai pekerja seks komersial yang cantik, tetapi mudah dikendalikan oleh
kekayaan laki-laki, seperti layaknya boneka. Dari data berikut terlihat bahwa
tuturan boneka Barbie bernilai rasa merendahkan perempuan:
“Laki-laki yang merasa kapan saja dapat membeli segalanya dengan isi kantung mereka yang tebal. Laki-laki yang merasa kapan saja dapat membeli kenikmatan tubuh perempuan-perempuan seperti dirinya, juga perempuan muda yang dulu keluar elevator tadi dengan harga relative murahdibandingkan kekayaan yang melimpah. Laki-laki yang merasa kapan saja dapat membeli istrinya sendiri. Lihatlah wanita bergaun anggun dengan perhiasan lengkap nan tak kalah anggun itu hanya bisa menelan kejengkelan tanpa dapat memuntahkanya. Wanita itu, mengingatkanya pada boneka Barbie yang mengenakan baju-baju indah, ditiduri di atas ranjang dalam rumah mewah. Namun sepenuhnya menyerahkan diri ke tangan anak-anak yang memainkannya dengan pasrah.”
(“TING!”halaman 88-89)
12. Tuturan Berbentuk Frasa, “Tidak ngerti dengan model saat ini.” Bosan dengar komentar kanan kiri. Bosan dengar complain suami. Jadi mau kasih kejutan? Ya, sekali-sekali. Siang hari. Dapat telepon dari Presdir Plaza Senayan Mr. Takashi Ichiki. Sale...sale...sale! Kebetulam sekali! Langsung Pergi. Pilih sana pilih sini. Tak ada yang disukai. Tapi ada party malam nanti. Tak punya baju seksi seperti yang dipakai Jennifer Lopez pujuaan suami. Padahal suami janji ikut ke party. Jarang-jarang dia mau temani. Dan pasti banyak perempuan-perempuan a la J-Lo di party. Perempuan-perempuan yang akan main mata dengan suami. Muda, ganteng, kaya lagi! Sementara istrinya tak bisa menyesuaikan diri. Tidak ngerti dengan model saat ini. Bosan dengan komentar kanan kiri. Bosan dengar komplain suami. Untung ada baju yang dicari. Tapi tidak sale dan mahal sekali. Tak peduli. Saya beli. Karena malam nanti ke party. Dengan suami.
Tuturan ini diungkapkan oleh seorang suami yang berusaha merendahkan
istrinya dengan cara mengomentari penampilan istrinya karena tidak tahu model
(gaya berpakaian) yang sedang trend. Tuturan tersebut menggambarkan bahwa suami
dari istri tersebut menganggap bahwa istrinya tidak fhasionable dengan kata lain
ketinggalan jaman atau kuno. Oleh karena itu, saat suami mau ikut ke datang ke
pesta, istri berusaha berdandan semaksimal mungkin supaya tidak lagi dijuluki
sebagai perempuan kuno.
2.3 Tuturan yang Merendahkan Perempuan Berbentuk Kalimat
13.Tuturan Berbentuk Kalimat, “Entah sudah berapa laki-laki ditemuinya
dalam kamar.”
Masih kurang lima lantai harus dilewati. Berarti ia akan mendengar lima kali suara ting lagi. Karena ia tidak sedang beruntung kali ini. Ada lima orang lain bersamanya dalam elevator, dan masing-masing mereka memencet tombol yang berbeda. Berarti ia terpaksa harus berhenti pada tiap lantai menunggu mereka keluar satu persatu sebelum ia mencapai lantai yang dituju. Tapi ia akan sabar menunggu. Apalah menunggu lima ting dibanding penantiannya selama hampir sepanjang hari. Ya, sudah dua belas jam ia berada di hotel ini dan entah sudah berapa ting yang ia dengar. Entah sudah berapa laki-laki ditemuinya dalam kamar. Entah sudah berapa orang bersamanya dalam satu elevator.
( “Ting !” halaman 86 )
Tuturan “Entah sudah berapa laki-laki ditemuinya dalam kamar”, ini
bermaksud merendahkan perempuan karena profesi yang disandangnya dan cibiran
yang ia terima dari orang-orang disekitarnya. Tokoh ia adalah seorang perempuan
berada di tengah-tengah banyak orang. Tokoh ia merasa keberadaannya dalam
elevator adalah sebuah keterpaksaan.
Terbukti pada teks di bawah ini :
Ting!
Pintu elevator terbuka. Ia masuk dan langsung memencet sebuah tombol. Elevator segera meluncur ke bawah. Suara ting secara otomatis berbunyi disetiap pergantian latai. Suara ting yang begitu akrab dipendengarannya selama lima tahun ini. Suara ting yang sering membuat perasaannya nyeri. Tetapi, selalu akan ada suara ting yang bisa membuat perasaannya hangat dan bergetar, seperti saat ini.
Ting!
Masih kurang lima lantai harus dilewati. Berarti ia akan mendengar lima kali suara ting lagi. Karena ia tidak sedang beruntung kali ini. Ada lima orang lain bersamanya dalam elevator, dan masing-masing mereka memencet tombol yang berbeda. Berarti ia terpaksa harus berhenti pada tiap lantai menunggu mereka keluar satu persatu sebelum ia mencapai lantai yang dituju. Tapi ia akan sabar menunggu. Apalah menunggu lima ting dibanding penantiannya selama hampir sepanjang hari. Ya, sudah dua belas jam ia berada di hotel ini dan entah sudah berapa ting yang ia dengar. Entah sudah berapa laki-laki ditemuinya dalam kamar. Entah sudah berapa orang bersamanya dalam satu elevator. Orang-orang dengan pandangan menyelidik, curiga, dan menghina. Namun kadang ada juga orang-orang yang memandang dengan tatapan mata seolah paham benar apa yang sedang ia rasakan. Sebenarnya ia tidak terlalu suka dengan ppandangan mata seperti itu.
( “Ting !” halaman 85-86 )
14. Tuturan Berbentuk Kalimat, “Jika ia berpikir, ia tak ingin hampir tiap hari menghabiskan waktu berpindah dari satu kamar ke kamar dalam hotel seperti ini.”
( “Ting !” halaman 87 )
Tuturan di atas bernilai rasa merendahkan perempuan karena tokoh ia seorang
perempuan yang sebenarnya enggan untuk menjalani rutinitasnya sebagai pelacur
yang keluar masuk kamar untuk melayani nafsu seks laki-laki yang membayarnya.
Tetapi karena tuntutan mencari nafkah membuat tokoh ia harus menjalani profesinya
tersebut. Saat tokoh ia melihat seorang perempuan yang dianggapnya memiliki
penampilan yang sama dengan dirinya, tokoh ia semakin merasa enggan untuk
menjalani profesinya tersebut dikarenakan ia seperti melihat dirinya sendiri yang
menjadi seorang pelacur.
Tuturan nomer 12 dapat kita buktikan melalui teks berikut:
Ting!
di bibir perempuan muda itu.Ia tidak suka melihat penampilan dirinya sendiri pada perempuan muda itu.
Ting!
Astaga, masih sempat-sempatnya perempuan muda itu mengerling ke arahnya sebelum keluar dari elevator. Bahkan masiah ada senyum di bibirnya yang dipoles gincu merah menyala. Padahal, perempuan muda itu tidak mengerling, juga tidak tersenyum. Perempuan muda itu memejamkan mata sejenak dan bibirnya bergerak-gerak seperti sedang melantunkan doa, sama seperti yang kerap dilakukannya sebelum keluar elevator. Lantas, kenapa pula ia masih merasa perempuan muda itu tersenyum dan mengerling kepadanya? Ia segera mengalihkan pikirannya dari senyum perempuan muda yang mengganggunya itu. Ia ingin kembali kepada debaran di dadanya menunggu empat ting. Jika ia berpikir, ia tak ingin hampir tiap hari menghabiskan waktu berpindah dari satu kamar ke kamar dalam hotel seperti ini. Jika ia berpikir, tak mungkin ia menyangkal penampilan dirinya sendiri. Jika ia bepikir...ah...apakah hidup selalu bisa terjawab dengan berpikir ? Ia memang tak mau berpikir, bahkan ia tak ingin merasa. Tak ada ruang baginya untuk berpikir dan merasa.
( “Ting !” halaman 85-87)
15.Tuturan Berbentuk Kalimat, “Bayangkan ! Berapa banyak main- main yang bisa saya lakukan dalam 5 tahun ?”
“Saya heran, selama lima tahun kami menjalin hubungan, tidak sekalipun terlintas di kepala saya tentang pernikahan. Tapi jika dikatakan hubungan kami ini hanya main-main, apalagi hanya sebatas hasrat seksual, dengan tegas saya akan menolak. Saya sangat tahu aturan main. Bagi pria semapan saya, hanya dibutuhkan beberap jam untuk main-main, mulai main mata hingga main kelamin. Bayangkan ! Berapa banyak main-main yang bisa saya lakukan dalam 5 tahun ? ”
( JMDK, halaman 1 )
Tuturan di atas memiliki maksud merendahkan perempuan. Terbukati dalam
tuturan yang ia sampaikan kepada temannya tentang hubungannya dengan
selingkuhannya. Tuturan tersebut menyiratkan bahwa jika suami istri tersebut sedang
seksual yang tidak terpuaskan oleh istri. Saat itu juga sang suami merasa bahwa
perselingkuhan adalah jalan satu-satunya untuk mempermainkan istrinya . Sehingga
pihak suami merasa boleh melakukan perselingkuhan karena masalah yang tengah
mereka hadapi asalkan tahu aturan-aturannya. Yang dimaksud main-main adalah
hubungan persetubuhannya dengan selingkuhannya dalam jangka waktu lima tahun.
Terbukti pada data di bawah ini:
Awalnya memang urusan keamin. Ketika pada suatu hari saya terbangun dan terperanjat disisi seonggok daging tak segar dipenuhi gajih yang tak akan mudah hilang dengan latihan senam maupun fitness setiap hari sekalipun. Hanya sedot lemak yang dapat menyelamatkan onggokan daging itu dari lemak-lemaknya. Setelah itu pun harus pandai-pandai marawatnya. Dan kerut-merut disekitar mata, kening, dan lehernya, hanya dapat tertolong oleh bedah plastik. Kalau hanya akupuntur entah berapa juta jarum yang harus ditusukan supaya dapat mangembalikan ke kencangan semula. Lantas apakah ada teknologi pengubah pita suara? ketika onggokan daging itu bernyawa, ia benar-benar bagai robot dengan rekaman suara. Celakanya rekaman suaranya cempreng seperti kaleng rombeng. Astaga... pusing saya mendengarnya. Pagi-pagi sebelum berangkat kerja saya mau tenang. Sebentar kemudian saya akan terjebak kemacetan,bertemu klien yang menyebalkan,dan karyawan yang tak berhenti meminta tanda tangan, rutinitas yang membosankan. Anehnya,sejak hari itu, saya lebih memilih lekas-lekas berada di tengah kemacetan dan segudang rutinitas yang membosankan itu ketimbang lebih lama di rumah melihat seonggok daging yang tak sedap di pandang dan suara yang tak sedap di dengar. Kalau saya saja sudah jengah bertemu, apalagi kelamin saya?
(JMDK, halaman 3-4)
16.Tuturan Berbentuk Kalimat, “Bisa juga seonggok daging itu hamil.”
( JMDK, halaman 8 )
Tuturan ini bernilai rasa merendahkan, dituturkan oleh tokoh suami yang
menganggap istrinya sebagai onggokan daging. Seonggok daging yang dimaksud
dalam tuturan di atas bukanlah daging binatang melainkan tuturan onggokan daging
yang ditujukan pada seorang perempuan yang memiliki kondisi fisik buruk. Tuturan
tersebut muncul karena rasa tidak puas si suami terhadap kondisi fisik istrinya yang
semakin tua dan tidak menarik lagi, tetapi masih bisa hamil padahal ia merasa jarang
sekali berhubungan seks dengan istrinya. Tokoh suami menganggap istrinya sebagai
onggokan daging karena terbiasa melihat dan menikmati perempuan dengan kondisi
tubuh yang memuaskan dibandingkan dengan istrinya.
17.Tuturan Berbentuk Kalimat, “Apakah saya ditakdirkan untuk
selamanya terperangkap dengan onggokan daging tak segar, gelayut lemak, dan bunyi kaleng rombeng, hanya karena saya terlanjur dikaruniai anak ?”
Saya heran. Kehamilan ini tidak membuat hati saya bahagia. Kehamilan ini membuat saya bingung. Apakah saya ditakdirkan untuk selamanya terperangkap dengan onggokan daging tak segar, gelayut lemak, dan bunyi kaleng rombeng, hanya karena saya terlanjur dikaruniai anak ? sahabat saya bilang, saharusnya saya bersyukur. Sebentar lagi saya akan diberi karunia dan diberi jalan untuk menata kembali rumah tangga saya. Apakah saya tidak berhak menentukan dan memilih kebahagiaan saya sendiri ?
( JMDK, halaman 10 )
Tuturan yang merendahkan perempuan ini muncul karena rasa tidak puas si
suami terhadap keadaan fisik istrinya yang gendut dan penuh lemak serta suara
yang tidak segar yang penuh dengan lemak, serta memiliki suara yang cempreng
sama seperti dengan bunyi kaleng rombeng. Sang suami merasa akan selamanya
terjebak dalam keadaan fisik sang istri yang tidak memuaskan karena istrinya
sekarang hamil.
18.Tuturan Berbentuk Kalimat,”Sudahlah sayang, jangan kekanak- kanakan
begitu...”
Perempuan muda berparas indo, berkulit putih dengan kaki belalang itu tengah berkaca di depan wastafel. Ia menyapu bibirnya tipis-tipis dengan pewarna. Laki-laki setengah baya, berperut tambun, sedang mencuci diri di bawah siraman air hangat shower . perempuan indo membuka pembungkus sabun lalu menyerahkan kepada lelaki itu yang langsung ditoloak mentah-mentah.
“Kenapa Mas, takut ketahuan istri kalau bau sabunnya beda ?” mimik muka perempuan indo cemberut.
“Bukannya begitu, aku alergi kalau sembarang pakai sabun.” “Kamu memang paling pintar cari alasan, Mas.”
“Aku bukannya banyak alasan, memang alasannya cuma satu, aku alergi sabun murahan!” tukasnya sambul mematikan keran shower lantas mengeringkan badannya dengan handuk.
“Coba buktikan kalau berani. Aku mau lihat apa Mas benar-benar alergi.”
“Kamu ini memang tak masuk akal. Aku sudah selesai kok disuruh mandi lagi?”
“Cinta memang tak masuk akal, Mas. Tak pakai rasio. Ayo buktikan atas nama cinta!”
“Sudahlah sayang, jangan kekanak-kanakan begitu...” Si Mas buru-buru keluar kamar mandi menghindari pertengkaran dan resiko tertangkap basah oleh kekasih indonya. Perempuan indo mengikuti dari belakang dengan tubuh masih telanjang. Si Mas acuh tak acuh mengenakan pakaian.
( “MSM” halaman 18-19 )
Tuturan yang merendahkan perempuan dilontarkan oleh tokoh mas kepada
Sophie yang memiliki sifat manja atau kolokan. Sifat manja tersebut tampak pada
kelakuan Sophie yang memaksa si mas mandi dengan sabun mandi yang Sophie
berikan untuk mempertanyakan cinta mas kepada Sophie. Tetapi simas menolaknya
karena takut ketahuan istrinya jika ia berselingkuh.
19.Tuturan Berbentuk Kalimat, “Memang betinanya tak seperti anak sini, ya?”
“Kau ini sudah tahu mobil semewah itu masih juga kau beri kamar standar!” seru rekan lelaki berseragam sesaat setelah ia keluar dari pintu kamar sambil memasukkan tip puluhan ribu ke dalam saku.
“Mana aku tahu. Tak semua mobil mewah mau kamar VIP. Apalagi kalau ambil perempuan dari sini, biasanya mereka sewa kamar standar.”
“Memang betinanya tak seperti anak sini, ya? Kau sempat lihat? Bagaimana, aduhai?”
“Bukan aduhai lagi...seperti bidadari. Seperti bintang pilem!” “memang bintang pilem kali...”
“Benar juga kamu, mungkin bintang pilem. Kalau anak sini ada yang secantik itu, aku rela gaji sebulan amblas untuk nyicipi.”
Mereka berderai tawa, lantas serta merta berlari ketika melihat dua mobil lain yang tengah antri di depan kantor.
( “MSM” halaman 16 )
Tuturan di atas bermaksud merendahkan perempuan karena tuturan di atas
adalah percakapan dua orang satpam di suatu hotel yang membicarakan seorang
perempuan cantik yang hendak melayani tamunya. Kedua satpam itu menganggap
setiap perempuan yang dibawa tamu hotel sebagai pemuas nafsu belaka. Kata betina
dalam ungkapan diatas merupakan kata ganti seorang permpuan bukan binatang.
tersebut menyamakan perempuan dengan seekor binatang yang tunduk pada
keinginan tuannya dalam hal ini adalah laki-laki.
20.Tuturan Berbentuk Kalimat, “ Kalau anak sini ada yang secantik itu, aku rela gaji sebulan amblas untuk nyicipi.”
“Kau ini sudah tahu mobil semewah itu masih juga kau beri kamar standar!” seru rekan lelaki berseragam sesaat setelah ia keluar dari pintu kamar sambil memasukkan tip puluhan ribu ke dalam saku. “Mana aku tahu. Tak semua mobil mewah mau kamar VIP. Apalagi kalau ambil perempuan dari sini, biasanya mereka sewa kamar standar.”
“Memang betinanya tak seperti anak sini, ya? Kau sempat lihat? Bagaimana, aduhai?”
“Bukan aduhai lagi...seperti bidadari. Seperti bintang pilem!” “memang bintang pilem kali...”
“Benar juga kamu, mungkin bintang pilem. Kalau anak sini ada yang secantik itu, aku rela gaji sebulan amblas untuk nyicipi.”
Mereka berderai tawa, lantas serta merta berlari ketika melihat dua mobil lain yang tengah antri di depan kantor.
( “MSM” halaman 16 )
Tuturan di atas memadankan perempuan sebagai benda atau makanan yang
dapat dengan mudah dinikmati laki-laki dengan harta dan kekayaan yang mereka
miliki. Keadaan tersebut bisa dibuktikan dengan adanya kata nyicipi. Tuturan tersebut
dilontarkan oleh seorang satpam ketika melihat seorang wanita cantik di hotel
tempatnya bekerja. Tuturan tersebut muncul karena losmen tempat terjadinya
percakapan tersebut adalah losmen tempat para lelaki untuk “menyewa” seorang
perempuan untuk memuaskan nafsu seksual. Keadaan tersebut digambarkan dengan