• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA REMAJA"

Copied!
140
0
0

Teks penuh

(1)

DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU

AGRESIF PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Menenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh :

Rafael Danur Sanjaya

NIM : 069114028

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Halaman Motto

(5)

v

Halaman Persembahan

K arya ini kupersembahkan untuk :

Allah Bapa Di Surga,

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DENGAN KECENDERUNGAN BERPERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

Rafael Danur Sanjaya

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif pada siswa laki-laki. Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif. Subyek dalam penelitian ini berjumlah 83 siswa laki-laki di SMA PL Van Lith. Metode pengumpulan data dilakukan dengan modeltry outterpakai. Skala kualitas tidur merupakan adaptasi dariPittsburgh Sleep Quality Index,sedangkan untuk mengukur kecenderungan berperilaku agresif menggunakan skala Likert yang disusun oleh peneliti. Koefisien reliabilitas dari skala kualitas tidur adalah 0.83, sedangkan untuk skala kecenderungan berperilaku agresif adalah 0.944. Hasil penelitian yang diperoleh menyatakan bahwa subjek memiliki kualitas tidur yang baik, begitu pula dengan kecenderungan berperilaku agresif yang rendah. Sedangkan dari hasil uji linearitas diketahui bahwa data penelitian tidak memenuhi asumsi linearitas, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif.

(8)

viii

BEHAVE AGGRESSIVELY IN ADOLESCENT

Rafael Danur Sanjaya

ABSTRACT

This study aimed to determine the relationship between sleep quality with a tendency to behave aggressively in male students. Initial assumption of this study, if the subject has a good quality of sleep, the tendency to behave aggressively will tend to be low. Hypothesis in this study was that there is a negative relationship between the quality of sleep and the tendency to behave aggressively, with aggressive behavior as an independent variable and the tendency to behave aggressively as the dependent variable. The subjects of the study amounted to 83 male students in dormitory schools (SMA PL Van Lith). A method of data collection has been done with the model try out unused. Sleep quality scale was an adaptation of Pittsburgh Sleep Quality Index, while to measure the tendency to behave aggressively using Likert scale developed by the researchers. Sleep quality scale reliability coefficient of 0.83, while for the scale of the tendency to behave aggressively was 0944. Results obtained by stating that the subject has a good sleep quality, and low tendency to behave aggressively. While the linearity of the test results has been known that the study data did not meet the assumptions of linearity, so it could be said that there was no relationship between qualities of sleep and the tendency to behave aggressively.

(9)
(10)

x

Pujian dan rasa syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yesus Kristus atas

penyertaan yang diberikan selama pengerjaan skripsi. Penulis menyadari banyak

orang telah menjadi inspirasi selama pengerjaan skripsi. Oleh karena itu, penulis

ingin mengucapkan terima kasih pada beberapa orang tersebut, yakni :

1. Ibu Dr. Ch. Siwi Handayani. S.Psi., M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma.

2. Bapak Prof. Dr. Augustinus Supratiknya selaku Dosen Pembimbing

Akademik semester I-VIII atas pendampingannya selama ini.

3. Henrietta PDADS, S.Psi, MA selaku Dosen Pembimbing Skripsi atas

pengertian, waktu, energi, pembelajaran, dan tentunya doa selama pengerjaan

skripsi.

4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi atas pendidikan dan bimbingan selama

penulis menjalankan masa studi.

5. Karyawan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Terima

kasih atas bantuan selama masa kuliah dan selama pengerjaan skripsi.

6. Angkatan 2006. Keberadaan kalian membuat masa-masa kuliah menjadi

indah dan selalu kompak.

7. Keluargaku tercinta, khususnya pada kedua orangtua, mbak nunun dan mas

andre.

(11)

xi

dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari keterbatasan dalam penelitian. Oleh karenanya, penulis

terbuka akan kritik, saran, dan informasi tambahan guna membuat penelitian ini

lebih baik.

Yogyakarta,18 Agustus 2011

(12)

xii

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN ……… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………... iii

HALAMAN MOTTO ……… iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ………. vi

ABSTRAK ……….. vii

ABSTRACT ……….. viii

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH …………. ix

KATA PENGANTAR ……….. x

DAFTAR ISI ……… xii

DAFTAR TABEL ……… xv

DAFTAR GAMBAR……….. xvi

DAFTAR LAMPIRAN ……… xvii

BAB I. PENDAHULUAN……… ………….. 1

A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan Penelitian ………... 6

D. Manfaat Penelitian ………. 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA………... 8

(13)

xiii

a. Pengertian tidur………... 8

b. Tahap siklus tidur……… 11

c. Mekanisme tidur……… 15

d. Pola tidur normal……… 15

2. Kualitas Tidur……… 18

3. Pengukuran Kualitas Tidur……… 24

B. Kecenderungan Berperilaku Agresif……….. 28

1. Definisi Perilaku Agresif……… 27

2. Teori-teori Agresi……….. 30

a. Teori bawaan... b. Teori lingkungan... c. Teori kognisi……….. 30 31 33 3. Jenis Perilaku Agresi……… 33

4. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif………... 38

C. Karakteristik Remaja ………. 41

D. Hubungan Antara Kualitas Tidur Dengan Kecenderungan Berperilaku Agresif……… 43

E. Hipotesis... 47

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………. 48

A. Jenis Penelitian ………... 48

B. Identifikasi Variabel Penelitian………. 48

(14)

xiv

E. Metode Pengumpulan Data ………... 51

F. Validitas dan Reliabilitas ……….. 56

G. Metode Analisis Data……… 61

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 62

A. Persiapan Penelitian………... 62

B. Pelaksanaan Penelitian………... 64

C. Deskripsi Data Subyek……… 65

D. Deskripsi Hasil Penelitian……….. 65

1. Skala Kualitas Tidur……… 65

2. Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif……….. 67

E. Analisis Data……….. 68

F. Pembahasan... 71

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN………. 79

A. Kesimpulan ………... 79

B. Keterbatasan Penelitian……… 79

C. Saran ………... 80

DAFTAR PUSTAKA ……… 82

(15)

xv

Tabel 3.1 Sebaran item skala kualitas tidur………... 52

Tabel 3.2 Blue PrintSkala Kecenderungan Berperilaku Agresif……….. 55

Tabel 3.3 Kisi- kisi Sebaran Item Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif. 56

Tabel 3.4 Hasil Seleksi Item………. 59

Tabel 4.1 Deskripsi Data Subyek……… 65

Tabel 4.2 DeskripsiGlobal ScoreKeseluruhan Subyek………... 66

Tabel 4.3 Deskripsi Data Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif……….. 67

Tabel 4.4 Uji Normalitas………... 68

Tabel 4.5 Uji Linearitas………. 69

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

(17)

xvii

Lampiran 1 Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif……….. 87

Lampiran 2 Skala Kualitas Tidur(Adaptasi)……… 87

Lampiran 3 Pittsburgh Sleep Quality Index... 98

Lampiran 4 Data Penelitian Skala Kualitas Tidur………... 103

Lampiran 5 Data Penelitian Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif…. 107 Lampiran 6 Hasil Analisis Statistik………... 128

Lampiran 7 Surat Keterangan Penelitian dari Sekolah……… 134

(18)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa remaja merupakan suatu masa transisi dari kehidupan kanak-kanak ke kehidupan orang dewasa yang sangat menentukan karena pada masa ini anak-anak banyak mengalami perubahan pada psikis dan fisiknya. Masa ini dirasakan sebagai suatu krisis karena belum adanya pegangan, sedangkan kepribadiannya sedang mengalami pembentukan (Soekanto, 2003), di sisi lain, remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun psikisnya (Monks, Knoers, & Haditono, 2001). Hal tersebut membawa dampak psikologis terutama berkaitan dengan adanya gejolak emosi dan tekanan jiwa sehingga mudah menyimpang dari aturan-aturan dan norma-norma sosial yang berlaku.

Data Kepolisian Polda DIY menunjukkan tindakan pelanggaran dan kekerasan yang dilakukan para remaja khususnya oleh pelajar setiap tahun mengalami peningkatan, baik secara kualitas maupun kuantitas (Candra, 2010). Hal itu tercermin dari banyaknya remaja yang terlibat tawuran, mencoret-coret tembok, pelecehan seksual sampai dengan penyalahgunaan narkoba.

(19)

Ketegangan-ketegangan yang dialami remaja kadang-kadang tidak terselesaikan dengan baik yang kemudian menjadi konflik berkepanjangan. Ketidakmampuan remaja dalam mengantisipasi konflik akan menyebabkan perasaan gagal yang mengarah pada frustasi. Bentuk reaksi yang terjadi akibat frustasi diantaranya perilaku kekerasan yang dilakukan untuk menyakiti diri atau orang lain, yang sering disebut agresi (Koeswara, 1988). Frustasi selalu dihubungkan dengan keadaan emosi yang tidak menyenangkan bagi remaja. Untuk mendapatkan kondisi emosional yang menyenangkan dan meraih tujuan yang ingin dicapainya, remaja kemudian melarikan diri dari masalah yang dihadapinya dengan cara menyalahkan orang lain dan memilih cara yang singkat untuk menyelesaikan masalah dan akibat yang lebih parah adalah remaja mengembangkan perilaku yang dapat merugikan orang lain seperti memfitnah, menyebar gosip, bolos sekolah, suka mencoret-coret dinding, berkelahi, suka memarahi orang dan lain sebagainya.

Menurut Miller (1941), frustasi akan menyebabkan berbagai kecenderungan. Salah satu kecenderungan itu adalah kecenderungan untuk berperilaku agresif. Miller juga menambahkan, walaupun kecenderungan itu adalah sebuah perilaku non-agresif namun jika keadaan frustasi yang dialami oleh seseorang meningkat dan kecenderungan akan alternatif lain melemah, maka kecenderungan untuk berperilaku agresif akan meningkat.

(20)

lain atau objek-objek lain. Secara garis besar, para pakar psikologi sosial menyatakan bahwa perilaku agresif merupakan perilaku yang menyakiti orang lain (Sears, Freedman, & Peplau, 1991). Terjadinya perilaku agresif dapat dipicu oleh keinginan untuk mencapai tujuan tertentu ataupun distimulasi oleh kondisi yang memancing respon emosi yang tidak menyenangkan. Menurut Stuart & Sundeen (dalam Nashori, 2004 ), faktor penyebab remaja berperilaku agresif terdiri dari faktor predisposisi (biologis, psikologis, sosial budaya, situasional dan spiritual), sedangkan faktor presipitasi perilaku agresif adalah faktor yang berasal dari diri individu sendiri (internal) dan faktor yang berasal dari lingkungan (eksternal).

Tinjauan secara mendalam terhadap perilaku agresif menunjukkan bahwa kecenderungan berperilaku agresif dapat dipengaruhi oleh kondisi biologis dan psikologis. Salah satu hal yang paling berpengaruh dialami setiap hari adalah adalah kualitas tidur seseorang. Kualitas tidur yang buruk akan sangat mengganggu kinerja tubuh, terutama fungsi tubuh. Maas (2002) mengatakan bahwa tidur yang tidak memadai dengan kualitas tidur yang tidak baik dapat mengakibatkan stress, meningkatkan kecemasaan, kesulitan berkonsentrasi, depresi menurunnya kemampuan menangani tugas kompleks, menurunnya poduktivitas, dan kehilangan kemampuan memecahkan masalah serta sangat rentan berpengaruh terhadap kestabilan emosi.

(21)

biasa dalam mengatur fungsi pencernaan, aktivitas jantung dan pembuluh darah, serta fungsi kekebalan, dalam memberikan energi pada tubuh dan dalam pemrosesan kognitif termasuk dalam penyimpanan, penataan, dan pembacaan informasi yang disimpan dalam otak, serta perolehan informasi saat terjaga (Maas, 2002). Tidur yang cukup diidentifikasikan sebagai jumlah waktu yang penting agar tubuh dapat berfungsi dengan baik sepanjang hari. Banyak remaja ataupun orang dewasa tidak mendapat waktu tidur yang cukup. Jika dibiarkan terjadi secara terus-menerus, keadaan ini akan berdampak pada terganggunya pembentukan memori, hilangnya perhatian dan konsentrasi serta tidak stabilnya emosi (Wolfson & Carskadon, 1998). Bahkan kurang tidur membuat seseorang lesu, mudah marah hingga tertekan (Chaplin, 2002).

(22)

ekses negatif dari proses penanaman karakter dan pembentukan identitas kolektif yang eksklusif–yang nantinya membedakan lulusannya dengan lulusan institusi pendidikan umum lainnya, di mana selama menempuh pendidikan, siswanya diharuskan tinggal di asrama, dengan aturan-aturan yang sedemikian ketat. Demikian halnya dengan kehidupan atau hubungan antara siswa senior dan yunior. Dengan kondisi kehidupan di asrama maka posisi siswa senior menjadi semakin penting dalam kehidupan para siswa junior. Kondisi yang demikian membuat penyelewengan kekuasaan oleh para siswa senior semakin besar (resiko/bahaya menjadi sasaran sesama siswa memang kurang mendapat perhatian). Hal ini, tanpa disengaja akan menciptakan “kebrutalan” dalam kehidupan dalam asrama sangat rawan dengan tindak kekerasan siswa senior terhadap siswa yunior. Sisi lain dari kehidupan asrama tersebut memunculkan ide untuk melakukan penelitian dalam lingkup asrama, yakni secara khusus SMA Van Lith, yang merupakan sekolah berasrama.

(23)

Berdasarkan uraian tersebut, diketahui bahwa kualitas tidur yang buruk akan berdampak pada banyak hal, terutama menjadi stimulus pemicu kecenderungan berperilaku agresif. Oleh karena itu, penulis memiliki ketertarikan untuk mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif pada remaja dalam lingkup asrama.

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah ada hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif pada remaja dalam lingkup asrama?

C. TUJUAN PENELITIAN

Mengetahui hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif pada remaja dalam lingkup asrama.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat teoritis

(24)

2. Manfaat Praktis

(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kualitas Tidur

1. Tidur

a. Pengertian tidur

Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia yang bersifat fisiologis. Tidur adalah suatu kegiatan relativif tanpa sadar yang penuh, yang merupakan kegiatan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan jasmaniah. Beberapa ahli berpendapat bahwa tidur dinyakini dapat memulihkan tenaga karena tidur memberikan waktu untuk perbaikan dan penyembuhan system tubuh untuk periode keterjagaan berikutnya (Jenni & Dahl, 2008).

Tidur berasal dari bahasa latin "somnus" yang berarti alami periode pemulihan, keadaan fisiologi dari istirahat untuk tubuh dan pikiran (Erfandi, 2008). Beberapa teori-teori sirkadian tentang tidur (circadian theories of sleep) menyebutkan bahwa tidur bukan reaksi terhadap efek-efek disruptif bangun, tetapi sebagai akibat mekanisme timing internal 24-jam (circadian berarti “berlangsungnya kira-kira 1 hari”)─artinya, manusia semuanya terprogram untuk tidur dimalam hari terlepas dari apa pun yang terjadi pada diri kita di siang

(26)

hari. Menurut teori ini, individun telah berevolusi untuk tidur dimalam hari, karena tidur melindungi kita dari kecelakaan dan predator di malam hari. Teori-teori sirkadian tentang tidur lebih difokuskan pada kapan kita tidur daripada fungsi tidur. Akan tetapi, salah satu versi ekstrem teori sirkadian mengatakan bahwa tidur tidak berperan dalam fungsi fisiologis tubuh yang efisien. Menurut teori ini, manusia zaman dahulu memiliki waktu yang cukup untuk mendapatkan makanan, minum, dan berproduksi selama siang hari, dan motivasi kuat mereka untuk tidur di malam hari berevolusi untuk menghemat sumber energi dan untuk membuat mereka terhindar terhadap kecelakaan (misalnya, predator) di kegelapan. Teori ini mengatakan bahwa tidur seperti perilaku reproduktif, dalam arti bahwa kita sangat termotivasi untuk melakukannya, tetapi kita tidak membutuhkannya agar tetap sehat (Pinel, 2009).

(27)

pengalaman. Tidur, terutama tidur REM, adalah saat dimana otak menjadi off-line, mengisolasi dirinya sendiri dari jalur sensorik dan motorik. Dalam periode off-line tersebut berbagai bank memori dan file program dibuka dan dapat dimodifikasi serta direorganisasi berdasarkan pengalaman.

Crick dan Mitchison dalam pendekatan neurobiologist memandang tidur REM sebagai waktu dimana informasi yang palsu dan tidak berguna dikeluarkan dari memori (Atkinson, Smith, & Bem 2006). Menurut Prasadja (2009), tidur adalah sumber energi bagi otak. Kantuk ringan pun sudah dapat mengganggu performa akademis maupun olahraga. Kurang tidur membuat seseorang lesu, mudah marah hingga tertekan. Tidur merupakan satu kondisi organisme ditandai dengan berkurangnya kesadaran yang jelas kelihatan, ketidakaktifan, proses-proses metabolik yang tertekan, dan ketidakpekaan relatif terhadap rangsangan (Chaplin, 2002).

(28)

Kurang tidur dalam jangka waktu yang panjang dapat menyebabkan kerusakan otak, bahkan kematian. Beberapa peneliti meyakini bahwa tidur REM menjalankan fungsi restoratif untuk otak, sedangkan tidur non-REM menjalankan fungsi restoratif untuk tubuh (Prasadja, 2004).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tidur adalah suatu periode seseorang untuk pemulihan, mengistirahatkan tubuh dan pikiran serta merupakan satu kondisi organisme ditandai dengan berkurangnya kesadaran yang jelas, ketidakaktifan, proses proses metabolik yang tertekan, dan ketidakpekaan relatif terhadap rangsangan.

b. Tahap siklus tidur

Tidur merupakan aktivitas yang melibatkan susunan syaraf pusat, syaraf perifer, endokrin kardiovaskuler, respirasi dan muskuloskeleta. Pengaturan dan kontrol tidur tergantung dari hubungan antara dua mekanisme serebral yang secara bergantian mengaktifkan dan menekan pusat otak untuk tidur atau bangun.

(29)

1) Tidur REM (rapid eye movement)

Tidur REM merupakan tidur dalam kondisi aktif atau tidur paradoksial yang ditandai dengan mimpi yang bermacam-macam, otot-otot yang merengang, kecepatan jantung dan pernafasan tidak teratur (sering lebih cepat), perubahan tekanan darah, gerakan otot tidak teratur, gerakan mata cepat, pembebasan steroid, sekresi lambung meningkat dan ereksi penis pada pria. Saraf-saraf simpatetik bekerja selama tidur REM, diperkirakan terjadi proses penyimpanan secara mental yang digunakan sebagai pelajaran, adaptasi psikologis dan memori (Jenni & Dahl, 2008)). Pada tidur REM, otak bekerja sangat aktif dan metabolisme otak meningkat 20 %. Pada fase ini orang yang tidur agak susah dibangunkan atau spontan terbangun (Prasadja, 2004).

2) Tidur NREM

(30)

memulihkan kembali fungsi fisiologis. Pada umumnya, semua proses metabolisme mengacu pada tanda-tanda vital, metabolisme turun dan aktivitas otot menurun (Prasadja, 2004).

(31)

dibangunkan dan mengalami 4 sampai 6 kali siklus tidur dalam waktu 7-8 jam (Prasadja, 2004).

(32)

c. Mekanisme tidur

Tidur merupakan suatu urutan keadaan fisiologis yang dipertahankan oleh integrasi tinggi aktivitas sistem saraf pusat yang berhubungan dengan perubahan pada sistem saraf peripheral, endokrin, kardiovaskular, pernafasan dan muscular. Mekanisme tidur tergantung pada hubungan antara dua mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermiten dan menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur dan terjaga. Sebuah mekanisme menyebabkan terjaga, dan yang lain menyebabkan tidur (Jenni & Dahl, 2008).

Waktu tidur yang paling tepat adalah pada malam hari karena siang hari secara ilmiah digunakan untuk bekerja dan aktivitas. Tidur sangat berpengaruh terhadap metabolisme tubuh seseorang. Selain itu, juga bisa merangsang daya asimilasi karena tidur terlalu lama akan menimbulkan tubuh menjadi loyo dan tidak bersemangat (Jenni & Dahl, 2008).

d. Pola tidur normal

(33)

1) Bayi

Pada bayi yang baru lahir membutuhkan tidur selama 14-18 jam sehari, pernafasan teratur, gerak tubuh sedikit, 50% tidur NREM yang terbagi dalam 7 periode.

2) Toddler

Kebutuhan tidur pada toddler menurun menjadi 10-12 jam sehari. Sekitar 20-30 % adalah tidur REM,

3) Preschool

Pada usia preschool biasanya memerlukan waktu tidur 11-12 jam semalam. Kenbanyakan pada usia ini tidak menyukai tidur, sehingga pada usia sekitar 4-5 tahun mengalami kekurangan tidur dan akan sakit jika kebutuhan tidurnya tidak terpenuhi. Sekitar 20% tidurnya adalah tidur REM.

4) Anak usia sekolah

Pada anak usia sekolah tidur antara 8-12 jam semalam tanpa tidur siang. Anak usia 8 tahun membutuhkan waktu kurang lebih 10 jam setiap malam. Tidur REM pada anak usia ini berkurang sekitar 20 %.

5) Adolesen

(34)

REM. Pada remaja laki-laki akan mengalami Nocturnal Emission (orgasme dan mengeluarkan cairan semen pada tidur malam hari)yang biasanya kita kenal dengan istilah mimpi basah.

6) Dewasa muda

Pada masa ini umumnya mereka sangat aktif dan membutuhkan waktu tidur antara 7-8 jam salam semalam. Kurang lebih 20% tidur mereka adalah tidur REM. Dewaswa muda yang sehat membutuhkan cukup tidur untuk berpartisipasi dalam kesibukan aktifitas karena jarang sekali mereka tidur siang.

7) Dewasa tengah

Pada masa ini mungkin akan mengalami insomnia atau sulit tidur, mungkin disebabkan oleh perubahan atau stress usia menengah. Mereka biasanya tidur selama 6 -8 jam semalam.

8) Dewasa akhir

(35)

2. Kualitas Tidur

a. Definisi Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Hidayat, 2006). Kualitas tidur, menurut American Psychiatric Association (Wavy, 2008), didefinisikan sebagai suatu fenomena kompleks yang melibatkan beberapa dimensi. Buysse, Reynolds, Monk, et al (1989) berpendapat bahwa kualitas tidur merupakan sebuah fenomena yang kompleks, yang mempunyai beberapa dimensi. Beberapa dimensi tersebut adalah :

1) Kualitas tidur subjektif

(36)

2) Masa laten tidur

Merupakan waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur atau tertidur. Masa latensi tidur yang normal biasanya kurang dari 15 menit (Bussye,et al.,1989).

3) Durasi tidur

Durasi tidur adalah lamanya tidur yang didapat pada malam hari. Durasi tidur akan sangat dipengaruhi oleh masa perkembangan seseorang (Kozier & Barbara., 2008).

4) Kebiasaan efisiensi tidur

Merupakan rasio antara waktu sebenarnya yang digunakan untuk tidur dengan waktu yang dihabiskan di tempat tidur.

5) Gangguan tidur

(37)

6) Penggunaan obat-obat tidur

Penggunaan obat tidur memiliki fungsi untuk membantu seseorang agar mudah untuk tertidur. Namun penggunaan obat-obatan tidur tidak sekedar membuat tidur nyenyak, tetapi juga memiliki efek samping diantaranya gangguan kesehatan kronis, depresi hingga kematian. Obat tidur akan menekan sistem pernafasan yang akan memperburuk masalah pernafasan saat tidur. Selain itu, obat-obatan tersebut juga bekerja pada sistem syaraf pusat sehingga mempengaruhi penilaian dan suasana hati serta meningkatkan resiko bunuh diri.

7) Disfungsi di siang hari

Disfungsi di siang hari merupakan sebagian masalah yang ditimbulkan akibat tidur yang kurang maupun tidak baik. Sebagai contoh mengalami masalah saat berkendara di siang hari.

(38)

tidur, dan kemudahan untuk tertidur tanpa bantuan medis (Wavy, 2008).

Kualitas tidur yang baik dapat memberikan perasaan tenang di pagi hari, perasaan energik, dan tidak mengeluh gangguan tidur. Hal tersebut dapat juga dikatakan bahwa memiliki kualitas tidur baik sangat penting dan vital untuk hidup sehat semua orang. Kualitas tidur seseorang dapat dianalisa melalui pemerikasan laboraorium yaitu EEG yang merupakan rekaman arus listrik dari otak. Perekaman listrik dari permukaan otak atau permukaan luar kepala dapat menunjukkan adanya aktivitas listrik yang terus menerus timbul dalam otak. Ini sangat dipengaruhi oleh derajat eksitasi otak sebagai akibat dari keadaan tidur, keadaan siaga atau karena penyakit lain yang diderita. Tipe gelombang EEG diklasifikasikan sebagai gelombang alfa, beta, teta dan delta (Guyton & Hall, 1997).

Nashori (2004) mendefinisikan kualitas tidur sebagai suatu tingkatan keadaan, dimana tidur yang berkualitas dapat menghasilkan kebugaran dan kesegaran pada saat bangun. Kekurangan kuantitas dan kualitas tidur dapat menurunkan atau merusak performansi seseorang secara umum dan keterjagaannya (Sawyer, 2004).

(39)

mudah berubah. Selain itu, irama sikardian akan berpengaruh pada kualitas tidur, dimana irama sikardian yang terganggu akan berdapak besar pada terganggunya kualitas tidur. Demikian pula penggunaan obat secara negatif akan mempengaruhi pola tidur. Oleh karena itu, kualitas tidur merupaka sebuah fenomena yang kompleks, yang mempunyai beberapa dimensi. Beberapa dimensi tersebut adalah kualitas tidur subjektif, masa laten tidur, durasi tidur, kebiasaan efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat tidur, dan disfungsi di siang hari (Buysse, Reynolds, Monk,et al1989).

(40)

b. Dampak Kualitas Tidur

Setiap orang memiliki jumlah tidur yang berbeda-beda. Banyak yang menyatakan bahwa kualitas tidur jauh lebih penting dari pada jumlah waktu tidur. Beberapa orang bahkan mengabaikan waktu tidur dengan berbagai alasan. Namun beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa jumlah tidur yang optimal yang dibutuhkan seseorang adalah berkisar tujuh setengah sampai dengan sembilan jam sehari. Selain karena sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik, tidur juga mempengaruhi kondisi mental seseorang, tidur yang kurang dapat mempengaruhi suasana hati seseorang (Webb, 2001).

Tidur yang baik merupakan kunci untuk merasa nyaman dan bahagia. Tidur yang buruk, dapat mengakibatkan kelelahan, mudah tersinggung, mudah marah dan depresi klinis (Khaviri, 1999). Periode kekurangan tidur yang panjang, terkadang menyebabkan disorganisasi ego, halusinasi dan waham selain itu orang yang kekurangan tidur REM mungkin menunjukan sikap mudah tersinggung dan merasa kehilangan energi dan antusiasme (Kaplan & Sadock, 1997).

(41)

1) Tanda fisik

Ekspresi wajah (area gelap di sekitar mata, bengkak di kelopak mata, konjungtiva kemerahan dan mata terlihat cekung), kantuk yang berlebihan (sering menguap), tidak mampu untuk berkonsentrasi (kurang perhatian), terlihat tanda-tanda keletihan seperti penglihatan kabur, mual dan pusing.

2) Tanda psikologis

Menarik diri, apatis dan respon menurun, merasa tidak enak badan, malas berbicara, daya ingat berkurang, bingung, timbul halusinasi, dan ilusi penglihatan atau pendengaran, kemampuan memberikan pertimbangan atau keputusan menurun.

3. Pengukuran Kualitas Tidur

Dalam penelitian ini, untuk mengukur kualitas tidur akan menggunakan skala adaptasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Buysse et al. mendesain suatu pengukuran kualitas tidur yang dikenal sebagai Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). PSQI ini kemudian dikembangkan oleh University of Pittsburgh untuk digunakan dalam berbagai penelitian.

(42)

memiliki beberapa perbedaan. Pertama adalah jangka waktu asesmen. Kebanyakan kuesioner kebiasaan tidur tidak menyebutkan jarak waktu yang jelas, sehingga membuat kesulitan dalam menentukan genaralisasi. PSQI mengukur kualitas tidur selama sebulan yang telah lalu dari seseorang, sehingga secara berguna secara klinis dan informasi penelitian. Kedua, tipe pertanyaan hampir sama dengan kebanyakan kuesioner lain, namun secara khusus ada perbedaan mendasar. PSQI sama sekali tidak membahas proses mental sebelum dan selama tidur dan juga komponen dalam PSQI lebih menampilkan data empiris dan klinis, dari pada perhitungan statistik (Buysseet al., 1989).

(43)

Dalam skala ini, terdapat 7 komponen atau aspek dari kualitas tidur. 7 komponen itu adalah kualitas tidur subjektif, masa laten tidur, durasi tidur, kebiasaan efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat tidur, dan disfungsi di siang hari. PSQI memiliki koefisien reliabilitas 0.83, yang mengindikasikan bahwa alat ini memiliki tingkat konsistensi internal yang tinggi (Buysse et al., 1989). Atau dengan kata lain, setiap komponen dalam PSQI mengukur secara khusus aspek-aspek yang ada dalam skala ini.

PSQI itu sendiri didesain dengan beberapa tujuan, yaitu untuk menyediakan pengukuran kualitas tidur yang reliabel, valid, dan terstandardisasi; untuk memperoleh gambaran antara kualitas tidur yang baik dan kualitas tidur yang buruk; untuk menyediakan sebuah skala yang mudah digunakan, baik untuk pengisian oleh subjek penelitian ataupun klinisi dan peneliti untuk menginterpretasinya; untuk memperoleh gambaran terhadap macam-macam gangguan tidur yang berpengaruh bagi kualitas tidur. Tujuan PSQI yang mendasar adalah mengukur kualitas tidur selama sebulan terakhir dan mengklasifikasikan sebagai kualitas tidur yang baik atau buruk.

(44)

1989). PSQI mengukur kualitas tidur selama sebulan terakhir, yang terdiri dari postsleep inventories (yang hanya mengukur tidur pada malam sebelumnya) dan survey type questionnaires (yang mengukur kesulitan tidur dalam jangka waktu satu tahun sebelumnya dan bahkan bisa lebih).

PSQI terdiri dari 19 pertanyaan untuk diri sendiri dan 5 pertanyaan yang ditanyakan pada teman sekamar atau teman seranjang. 5 pertanyaan terakhir digunakan hanya untuk kepentingan klinis sehingga tidak masuk dalam skoring secara keseluruhan dari PSQI. 19 pertanyaan untuk diri sendiri dapat mengukur berbagai macam faktor yang mempengaruhi kualitas tidur itu sendiri, termasuk estimasi durasi tidur, latensi, frekuensi tidur dan gangguan tidur. 19 aitem pertanyaan tersebut dikelompokkan dalam 7 komponen, yang setiap komponennya memiliki bobot skala 0-3. Kesemua komponen tersebut dijumlahkan menjadi skor global yang memiliki range 0-21, apabila semakin tinggi skor global mengindikasikan kualitas tidur yang buruk (Bussyeet al, 1989).

B. Kecenderungan Berperilaku Agresif

1. Definisi perilaku agresif

(45)

bersifat alami. Oleh karena itu, banyak ahli psikologi sosial yang tertarik untuk meneliti perilaku ini yang disebabkan pengaruhnya yang sangat besar, baik terhadap individu maupun kelompok. Selain itu, dengan mempelajari perilaku ini, diharapkan kita dapat mengenal lebih jauh tentang perilaku agresif serta dapat mengendalikan perilaku tersebut sehingga efek berbahaya yang ditimbulkan perilaku agresif ini dapat diminimalisasikan.

Chaplin (1997) dalam Kamus Lengkap Psikiologi membedakan kata aggresivitas dengan kata agresi. Agresivitas itu sendiri merupakan kata benda yang berasal dari kata kerja agresi. Selanjutnya, agresivitas didefinisikan sebagai berikut:

a. Kecenderungan perilaku yang menunjukkan permusuhan

b. Asertivitas diri dalam bentuk usaha yagn giat dalam mencapai tujuan

c. Dominasi sosial, terutama yang mengarah ke ekstrim

Sedangkan agresi itu sendiri didefinisikan sebagai suatu bentuk penyerangan, tindakan permusuhan yang ditujukan kepada orang lain atau benda (Chaplin, 1997).

(46)

melukai atau menyerang orang lain baik secara fisik atau verbal ataupunmerusak harta benda. Ekspresi agresi yang dilakukan secara fisik dapat berupa memukul, menendang, menampar serta membunuh; sedangkan ekspresi verbal seperti menghina, mengumpat, mencaci maki dan marah. Meningkatnya kecenderungan perilaku agresif menurut ahli ilmu sosial disebabkan karena banyak orang merasa berhak membalas dendam kepada orang lain yang mereka nilai telah menyakiti atau berbuat salah kepada mereka.

Perilaku agresi menurut Baron dan Byrne (1984) adalah suatu bentuk perilaku individu yang ditujukan untuk mencelakakan atau melukai orang lain dimana orang tersebut (korban) tidak menginginkan datangnya perilaku tersebut. Dari definisi yang dikemukakan oleh Baron dan Byrne tersebut, mengandung empat aspek, yaitu:

a. Agersi merupakan sebuah bentuk perilaku yang dapat diamati dan bukan merupakan suatu bentuk emosi.

b. Dilakukan dengan tujuan untuk melukai atau mencelakakan orang lain

c. Yang menjadi sasaran (korban) pada umumnya makluk hidup, yaitu manusia

(47)

Dollard, Doob, Miller, dkk (1939) mendefinisikan agresi sebagai suatu rangkaian perilaku yang bertujuan untuk melukai orang lain yang menjadi sasarannya.

Dari beberapa definisi yang dikemukakan para ahli, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa perilaku agresi merupakan suatu bentuk perilaku yang disengaja terhadap orang lain maupun objek lain dengan tujuan untuk merugikan, mengganggu, melukai ataupun mencelakakan korban baik secara fisik maupun psikis, langsung ataupun tidak langsung.

2. Teori-teori Agresi

a. Teori bawaan

1) Teori Naluri (Instinktual)

Teori ini masih terbagi menjadi dua teori, yaitu pertama adalah Freud dalam teori Psikoanalisa Klasik yang mengemukakan bahwa agresi merupakan satu dari dua naluri dasar manusia, yaitu naluri agresi atau thanatos (insting mati) untuk mempertahankan jenis dan naluri seksual atau eros (insting hidup) untuk melanjutkan keturunan. Kemudian yang kedua adalah teori Ethologi yagn dikemukakan oleh Lorenz (Sarwono, 1999) bahwa agresi merupakan bagian dari naluri hewan yang diperlukan untuk

(48)

adaptif (menyesuaikan diri terhadap lingkungan), dan bukan

destruktif(merusak lingkungan). 2) Teori biologi

Teori ini menjelaskan perilaku agresif ditinjau dari proses faal dan teori genetika (ilmu keturunan). Proses faal ini dikemukakan oleh Moyer, bahwa perilaku agresi ditentukan oleh proses tertentu yang terjadi di otak dan susunan syaraf pusat. Disamping itu, hormon laki-laki (testoteron) juga dipandang sebagai pembawa sikap agresif. Hal ini didukung oleh pernyataan Olweus (dalam Hetherington, 1986) bahwa perilaku agresi laki-laki lebih tinggi karena bersumber pada testoteron, hormon seksual yang lebih dominan pada laki-laki, dimana testoteron mempengaruhi perilaku spesies dengan karakter maskulin, antara lain dalam memperlakukan sesuatu cenderung kasar dan kacau. Hormon testoteron yang lebih banyak dimiliki oleh laki-laki merupakan predisposisi dari agresi dan mengurangi empati (Koeswara, 1988). Sedangkan menurut Whiting dan Pope, laki-laki lebih agresif dibandingkan wanita adalah realistis universal (Koeswara, 1988).

b. Teori Lingkungan

(49)

1) Teori Frustasi-Agresi Klasik

Teori ini dikemukakan oleh Dollard dan Miller yang menyatakan bahwa agresi dipicu oleh frustasi (Baron dan Byrne, 1974). Dimana frustasi itu sendiri merupakan hambatan terhadap pencapaian tujuan. Dengan demikian, agresi merupakan pelampiasan dari perasaan frustasi.

2) Teori Frustasi-Agresi Baru

Berkowitz mengatakan bahwa frustasi menimbulkan kemarahan dan emosi marah. Hal inilah yang memicu terjadinya agresi. Marah itu sendiri baru timbul jika sumber frustasi dinilai mempunyai alternatif perilaku lain daripada perilaku yang menimbulkan frustasi itu (Sarwono, 1999). Frustasi yang disebabkan oleh adanya deprivasi relatif (merasa kebingungan karena membandingkan dengan orang lain atau dengan harapan sendiri) cenderung memicu terjadinya perilaku agresi.

3) Teori Belajar Sosial

(50)

lingkungan kebudayaan setempat atau melalui media massa (Sears, dkk, 1994). Selain itu, faktor lingkungan seperti status ekonomi sosial yang rendah dan golongan minoritas juga memegang peranan yang besar guna memunculkan perilaku agresif (Sarwono, 1999; Rahayu, 1998).

c. Teori Kognisi

Teori ini memiliki pemahaman pada proses yang terjadi pada kesadaran dalam membuat penggolongan (kategorisasi), pemberian sifat-sifat (atribusi), penilaian, dan pembuatan keputusan. Kategorisasi diri (self categorization) dan identitas sosial (sosial identity) dalam hubungannya dengan agresivitas adalah mempengaruhi terjadinya deprivas relative yaitu deprivasi yang memicu timbulnya rasa frustasi karena membandingkan dengan harapan sendiri.

3. Jenis Perilaku Agresi

Secara umum Myers (Sarwono, 1999), membagi agresi dalam dua jenis agresi, yaitu:

a. Agresi rasa benci atau agresi emosi (hostile aggression)

(51)

karena disini agresi sebagai agresi itu sendiri; dimana akibat yang ditimbulkannya tidak dipikirkan oleh pelaku dan pelaku memang tidak peduli jika akibat perbuatannya lebih banyak menimbulkan kerugian dari pada manfaat. Contoh agresi jenis ini adalah pelajar yang berkelahi massal karena ada temannya yang dikeroyok oleh pelajar lain.

b. Agresi sebagai sarana untuk mencapai tujuan lain (instrumental aggression)

Jenis ini pada umumnya tidak disertai emosi, bahakan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan pribadi. Agresi di sini hanya untuk mencapai tujuan lain.

Hal berbeda diungkapkan oleh Sears et al (Sarwono, 1999) yang membagi agresi secara lebih terperinci, antara lain sebagai berikut:

a. Perilaku melukai dan maksud melukai

(52)

b. Perilaku agresif yang antisosial dan yang prososial

Perilaku agresif yang prososial adalah tindakan agresi yang disetujui oleh masyarakat, sedangkan perilaku agresif yang antisosial tidak akan mendapat persetujuan masyarakat. Akan tetapi, untuk membedaka antara keduanya tidaklah mudah karena ukurannya realtif , tergantung norma sosial yang digunakan.

c. Perilaku dan perasaan agresif

(53)

tersebut dilakukan tanpa didahului stimulus tertentu/tanpa perantara dan pasif adalah perilaku agresif yang muncul setelah didahului stimulus yang signifikan/melalui perantara.

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan bentuk perilaku yang dikemukakan oleh Buss untuk mengungkap kecenderungan berperilaku agresif. Hal ini dikarenakan aspek-aspek/ bentuk perilaku yang dikemukakan oleh Buss mampu mencakup seluruh pengertian perilaku agresi sehingga menjadi lebih mudah untuk diterapkan. Dari tiga dimensi yang saling berinteraksi tersebut, diperoleh delapan bentuk agresi. Diantaranya:

a. Agresi fisik aktif langsung

Merupakan bentuk agresi yang dimaksudkan untuk menyakiti dengan menggunakan fisik dimana pelaku aktif dan secara langsung melakukan agresi terhadap korban. Misalnya mencubit, menampar, memukul, menendang, dll.

b. Agresi fisik aktif tidak langsung

(54)

c. Agresi verbal aktif langsung

Merupakan bentuk agresi yang ditujukan secara langsung untuk melukai atau menyakiti orang lain dengan menggunakan kekerasan verbal, seperti membentak, mencaci maki, memarahai, dll.

d. Agresi verbal aktif tidak langsung

Merupakan bentuk perilaku dimana pelaku tidak secara langsung menggunakan kekerasan verbal untuk melukai korban. Pelaku menghindari kontak langsung dengna korban, misalnya menyebarkan gossip tidak baik/fitnah tentang korban.

e. Agresi fisik pasif langsung

Merupakan bentuk perilaku yang secara langsung ditujukan untuk mencelakakan orang lain. Dimana secara fisik, pelaku berusaha menghalangi korban untuk mencapai tujuannya dengan harapan korban akan terluka serta mengalami kecelakaan. Misal tidak mau memberi jalan atau menghalang-halangi.

f. Agresi fisik pasif tidak langsung

Merupakan bentuk perilaku agresi secara fisik yang tidak terang-terangan diperlihatkan pelaku terhadap korban. Misalnya, menolak melakukan sesuatu, memboikot, tidak mau bekerja sama, dll.

g. Agresi verbal pasif langsung

(55)

dengan cara menolak berbicara atau menghindari setiap pembicaraan dengan korban.

h. Agresi verbal pasif tidak langsung

Merupakan bentuk perilaku agresi yang secara tidak langsung utnuk mencelakai korban dengan cara verbal. Misalnya, pelaku diam saja meskipun tidak setuju, tidak mendukung atau menolak pendapat korban.

4. Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Agresif

Menurut konsep motivasi, agresi merupakan variabel yang muncul karena terdapat kondisi atau faktor tertentu yang mengarah atau mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut dibedakan dalam dua jenis faktor, yaitu faktor yang berasal dari dalam individu (internal) dan faktor yang berasal dari luar individu (eksternal).

Faktor-faktor mempengaruhi perilaku agresi adalah sebagai berikut (Koeswara, 1988; Sarwono, 1999):

a. Frustasi

(56)

b. Stress

Yaitu seluruh proses baik yang bersumber pada kondisi-kondisi internal maupun lingkungan eksternal yang menuntut penyesuaian atas organism.

c. Pengaruh kelompok dan deindividuasi

Dalam kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi, individu-individulah yang melakukan kekerasan atau menjadikan agresi menonjol, tetapi pola dasar tanggung jawabnya berbeda. Tanggung jawab yang ada disebar merata di antara para anggotanya (Breakwell, 2002). Mereka merasa anonim dalam kelompoknya dan terbebas dari konsekuensi-konsekuensinya baik secara meteforis maupun harafiah, karena mereka adalah salah satu bagian dari massa yang tidak dapat diidentifikasi (Breakwell, 2002). Proses penghilangan identitas ini dinamakan deindividuasi.

Pengaruh kelompok terhadap perilaku agresif antara lain adalah menurunkan hambatan dari kendali moral sehingga menjadi ikut terpengaruh, ada perancuan tanggung jawab (tidak merasa bertanggung jawab karena dilakukan secara beramai-ramai), serta ada desakan kelompok dan identitas kelompok.

d. Kekuasaan dan kepatuhan

(57)

tidak langsung terhadap kemunculan perilaku agresi. Peranan kekuasaan sebagai penggerak kemunculan perilaku agresi tidak dapat dipisahkan dari salah satu aspek penunjang kekuasaan yaitu kepatuhan. Kepatuhan memiliki pengaruh yang kuat terhadap kecenderungan dari intensitas perilaku agresif individu.

e. Pengaruh senjata

Senjata memainkan peranan dalam perilaku agresi tidak saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefesienkan pelaksanaan agresi, tetapi juga karena pengaruh kehadirannya.

f. Provokasi

Provokasi dapat mencetuskan perilaku agresi karena provokasi oleh perilaku agresi dilihat sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresi untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan oleh ancaman itu.

g. Alcohol dan obat-obatan

Percobaan di laboratorium membuktikan bahwa alcohol merangsang agresivitas dan orang yang sedang di bawah pengaruh alcohol mudah diprovokasi untuk agresif (Gustavon et al dalam Baron & Byrne, 1974). Selain itu, penelitian oleh Barnard membuktikan bahwa pelaku

(58)

h. Jenis kelamin

Laki-laki yang maskulin pada umumnya lebih agresif daripada wanita yang feminin. Gejala ini berhubungan dengan faktor kebudayaan, yaitu pada ummnya wanita diharapkan oleh norma masyarakat untuk lebih mengekang agresivitasnya. Di samping itu, dipengaruhi juga oleh perlakuan yang diterima anak dari orang tua, dimana dalam menghadapi kesalahan anak laki-laki biasanya memakai hukuman fisik sedangkan wanita ditunjukkan ekspresi tidak suka atau ditegur secara verbal serta adanya perbedaan sosialisasi laki-laki dan wanita yang dapat dilihat pada bentuk permainan ketika masa kanak-kanak (Berry, 1984)

C. Karakteristik Remaja

(59)

sampai dengan 21 tahun dengan pembagian 12-15 tahun: masa remaja awal, 15-18 tahun : masa remaja pertengahan, 18-21 tahun : masa remaja akhir.

Ada beberapa pandangan yang mengemukakan tentang masa remaja. Salah satu di antaranya dikemukakan oleh Fishbein (1978), bahwa remaja itu ditandai dengan datangnya masa pubertas dan bersamaan dengan itu terjadi pula pertumbuhan fisik, tetapi juga timbul gejolak-gejolak dalam dirinya (Syamsu, 2004).

Timbulnya gejolak pada masa remaja disebabkan remaja sedang berada pada masa transisi, masa dimana periode anak-anak sudah dilewati dan remaja belum diterima sebagai manusia dewasa (Syamsu, 2004). Ditinjau dari segi fisiknya, mereka sudah bukan anak-anak lagi melainkan sudah seperti orang dewasa, tetapi jika mereka diperlakukan sebagai orang dewasa, ternyata belum dapat menunjukkan sikap dewasa. Oleh karena itu, ada sejumlah sikap yang sering ditunjukkan oleh remaja seperti kegelisahan, kebingungan karena terjadi suatu pertentangan, keinginan untuk mengkhayal, dan aktivitas berkelompok.

(60)

menguasai dan memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya (Monk, 2001).

Sebagai individu yang sedang mencari jati diri, remaja berada pada situasi psikologis antara melepaskan diri dari orang tua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Oleh karena itu, pada umumnya sering terjadi pertentangan pendapat antara mereka dengan orang tua. Pertentangan yang sering terjadi menimbulkan keinginan remaja untuk melepaskan diri dari orang tua (Ali & Asrori, 2009). Hal tersebut bahkan sering menimbulkan kegagalan pada remaja dan mengakibatkan frustasi atau konflik-konflik.

Pada masa ini selain perkembangan fisik terjadi juga perkembangan fungsi-fungsi psikologis yang menyangkut aspek kepribadian dan sosial. Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri, yakni proses menjadi seorang yang unik dengan peran yan gpenting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001). Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding orang tua

D. Hubungan Antara Kualitas Tidur dan Kecenderungan Berperilaku

Agresif

(61)

mempunyai fungsi restorative yaitu fungsi pemulihan kembali bagian-bagian tubuh yang lelah, merangsang pertumbuhan, serta pemeliharaan kesetahan tubuh. Tidur juga dapat memulihkan, meremajakan, dan memberikan energi bagi tubuh dan otak. Selain itu, tidur yang baik dapat meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Kekurangan tidur dapat mempengaruhi susasana hati, membuat emosi tidak stabil, perilaku yang kurang bagus dan berpengaruh juga terhadap relasi. Kekurangan kuantitas dan kualitas tidur dapat menurunkan atau merusak performansi seseorang secara umum dan keterjagaannya (Sawyer, 2004). Tidur yang baik dilihat dari kualitas tidur yang baik bukan dari kuantitas tidur. Kualitas tidur itu sendiri merupakan keadaan dimana seseorang saat dia terbangun dari tidurya dan merasakan suatu kesegaran, merasa nyaman dan bahagia sehingga dapat memberikan energi yang meningkat bagi otak dan tubuhnya. Tidur yang tidak memadai dengan kualitas tidur yang tidak baik dapat mengakibatkan stress, meningkatkan kecemasaan, kesulitan berkonsentrasi, depresi menurunnya menangani tugas kompleks, menurunnya poduktivitas, dan kehilangan kemampuan memecahkan masalah serta sangat rentan berpengaruh terhadap kestabilan emosi (Maas, 2002).

(62)

kemampuan motorik dan stabilitas emosi. Selain itu, kekurangan tidur akan selalu disertai dengan penurunan fungsi kognitif, sedangkan pada jangka panjang akan mempengaruhi suasana hati (Lowry, 2009). Selain itu, depresi yang terjadi pada remaja akan sangat dipengaruhi oleh tidur yang buruk serta gangguan tidur yang dialami oleh remaja tersebut yang berakibat pada kecenderungan untuk melakukan agresi baik fisik maupun verbal.

(63)

tidur yang teratur seperti disebutkan Wolfson & Carskadon (1998), bahwa pola tidur-bangun pada remaja berpengaruh terhadap ritme harian. Siswa SMA Van Lith memiliki karakteristik tersendiri yaitu mewajibkan semua siswanya tinggal di asrama. Karakteristik tersebut menjadikan siswa memiliki ritme hidup yang teratur, termasuk dalam jam tidur-bangun (pola tidur).

Gambar 2.1Dinamika hubungan kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif.

Tidur

Kualitas Tidur Baik

Kualitas Tidur Buruk

Konflik, kecemasan, frustasi dan depresi serta penurunan fungsi kognitif

Ketidakstabilan Emosi

(64)

E. Hipotesis

(65)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian korelasional. Jenis penelitian korelasional merupakan jenis penelitian yang berbentuk hubungan antara dua variabel. Penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki variasi pada suatu variabel lain, berdasarkan korelasi (Azwar, 2009). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu hubungan antara kualitas tidur dengan kecenderungan berperilaku agresif.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL PENELITIAN

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah: 1. Variabel 1 : kualitas tidur

2. Variabel 2 : kecenderungan berperilaku agresif

C. DEFINISI OPERASIONAL

Variabel-variabel dalam penelitian perlu dirumuskan ke dalam suatu definisi operasional supaya tidak memiliki makna yang ambigu. Definisi operasional ialah suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan sesuai karakteristik variabel (Azwar, 2009). Definisi operasional variabel-variabel yang akan diteliti adalah sebagai berikut:

(66)

1. Kualitas Tidur

Kualitas tidur adalah kualitas tidur sebagai suatu tingkatan keadaan, dimana tidur yang berkualitas dapat menghasilkan kebugaran dan kesegaran pada saat bangun. Kualitas tidur itu sendiri merupakan sebuah fenomena yang kompleks yang mencakup beberapa dimensi yaitu kualitas tidur subjektif, masa laten tidur, durasi tidur, kebiasaan efisiensi tidur, gangguan tidur, penggunaan obat-obat tidur, dan disfungsi di siang hari. Pengukuran kualitas tidur itu sendiri akan menggunakan skala kualitas tidur yang diadaptasi dari Pittsburgh Sleep Quality Index(PSQI). Dalam skala ini terdapat 7 komponen pertanyaan yang mengungkap dimensi-dimensi dari kualitas tidur. Skor dari ke-7 komponen tersebut dijumlahkan sehingga akan mendapatkan skor global. Semakin tinggi skor global maka semakin rendah kualitas tidurnya, demikian pula sebaliknya, semakin rendah skor global maka akan semakin tinggi atau baik kualitas tidurnya.

2. Kecenderungan Berperilaku Agresif

(67)

kecenderungan berperilaku agresif yang disusun berdasarkan jenis-jenis perilaku agresif yang dikemukakan oleh Buss:

Jenis-jenis perilaku agresif adalah: a. Agresi fisik aktif langsung b. Agresi fisik aktif tidak langsung c. Agresi verbal aktif langsung d. Agresi verbal aktif tidak langsung e. Agresi fisik pasif langusng f. Agresi fisik pasif tidak langsung g. Agresi verbal pasif langsung h. Agresi verbal pasif tidak langsung

(68)

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian dipilih melalui puprosive sampling atau sample bertujuan yaitu pengambilan subjek yang didasarkan atas adanya tujuan tertentu dalam hal ini didasarkan atas ciri-ciri, sifat, sifat atau karakteristik tertentu yang telah diketahui sebelumnya (Hadi, 1996). Karakteristik subjek yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Remaja laki-laki usia 12 sampai dengan 18 tahun.

2. Siswa dalam lingkup asrama (SMA Van Lith), yang diasumsikan memiliki kesamaan dalam orientasi pembinaaan. Selain itu, sekolah ini memiliki kesamaan status sosial ekonomi, kepatuhan dan ketaatan, kebudayaan serta bebas dari alkohol dan obat-obatan. Hal ini merupakan pengontrolan terhadap faktor tersebut.

E. METODE PENGUMPULAN DATA

1. Skala kualitas tidur

Skala kualitas tidur yang akan digunakan adalah Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI). Skala ini digunakan atas izin pencipta dan dialih bahasa ke dalam bahasa Indonesia sebelum digunakan dalam penelitian.

(69)

diri sendiri terdiri 15 pertanyaan pilihan ganda yang menanyakan tentang frekuensi gangguan tidur dan kualitas tidur subjektif serta 4 pertanyaan uraian yang menanyakan tentang jam tidur, jam bangun, masa laten tidur, dan durasi tidur. Lima pertanyaan untuk pasangan tidur berupa soal pilihan ganda yang menilai gangguan tidur. Berikut sebaran item pada skala kualita tidur:

Tabel 3.1Sebaran item skala kualitas tidur

No. Dimensi Nomor Item

a. Kualitas tidur subjektif 6

b. Masa laten tidur 2, 5a

c. Durasi tidur 4

d. Kebiasaan efisiensi tidur 4, 3, 1

e. Gangguan tidur 5b, 5c, 5d, 5e, 5f, 5g, 5h, 5i, 5j.

f. Penggunaan obat-obat tidur 7

g. Disfungsi di siang hari 8, 9

(70)

Total nilai PSQI >5 menunjukkan kualitas tidur buruk yang signifikan dengan sensitivitas diagnostic 89.6% dan spesifitas 86.55 (kappa = 0.75, p kurang dari 0.001) (Backhauset al., 2002).

2. Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif

Adapun skala ini disusun mengacu pada model skala Likert, dimana masing-masing aitem berbentuk favorable dan unfavorable. Skala ini dimodifikasi dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala ini disusun oleh peneliti sendiri dengan mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Buss bahwa perilaku agresif dapat dibagi dalam 8 jenis, yaitu:

a. Agresi fisik aktif langsung

Merupakan bentuk agresi yang dimaksudkan untuk menyakiti dengan menggunakan fisik dimana pelaku aktif dan secara langsung melakukan agresi terhadap korban.

b. Agresi fisik aktif tidak langsung

(71)

c. Agresi verbal aktif langsung

Merupakan bentuk agresi yang ditujukan secara langsung untuk melukai atau menyakiti orang lain dengan menggunakan kekerasan verbal.

d. Agresi verbal aktif tidak langsung

Merupakan bentuk perilaku dimana pelaku tidak secara langsung menggunakan kekerasan verbal untuk melukai korban. Pelaku menghindari kontak langsung dengan korban, e. Agresi fisik pasif langsung

Merupakan bentuk perilaku yang secara langsung ditujukan untuk mencelakakan orang lain. Dimana secara fisik, pelaku berusaha menghalangi korban untuk mencapai tujuannya dengan harapan korban akan terluka serta mengalami kecelakaan.

f. Agresi fisik pasif tidak langsung

Merupakan bentuk perilaku agresi secara fisik yang tidak terang-terangan diperlihatkan pelaku terhadap korban. Misalnya, menolak melakukan sesuatu, memboikot, tidak mau bekerja sama, dll.

g. Agresi verbal pasif langsung

(72)

mencapai tujuannya dengan cara menolak berbicara atau menghindari setiap pembicaraan dengan korban.

h. Agresi verbal pasif tidak langsung

Merupakan bentuk perilaku agresi yang secara tidak langsung untuk mencelakai korban dengan cara verbal. Misalnya, pelaku diam saja meskipun tidak setuju, tidak mendukung atau menolak pendapat korban.

Tabel 3.2Blue PrintSkala Kecenderungan Berperilaku Agresif

No Aspek Jumlah Bobot (%)

1. Agresi fisik aktif langsung 10 12.5 2. Agresi fisik aktif tidak

langsung

10 12.5

3. Agresi verbal aktif langsung 10 12.5 4. Agresi verbal aktif tidak

langsung

10 12.5

5. Agresi fisik pasif langusng 10 12.5 6. Agresi fisik pasif tidak

langsung

10 12.5

7. Agresi verbal pasif langsung 10 12.5 8. Agresi verbal pasif tidak

langsung

10 12.5

(73)

Tabel 3.3Kisi- kisi Sebaran Item Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Agresi fisik aktif langsung 1, 11, 21, 31, 41

7, 51, 61, 65, 71

10 2. Agresi fisik aktif tidak langsung 2, 12, 22, 32,

42

3, 52, 62, 72, 80

10 3. Agresi verbal aktif langsung 4, 13, 23, 33,

63

14, 24, 34, 43, 56

10 4. Agresi verbal aktif tidak

langsung 5. Agresi fisik pasif langusng 36, 47, 55, 64,

74

17, 27, 38, 45, 68

10 6. Agresi fisik pasif tidak

langsung 7. Agresi verbal pasif langsung 8, 16, 29,

37,53

19, 25, 46, 59,77

10 8. Agresi verbal pasif tidak

langsung

6, 9, 28, 76, 78 49, 54, 67, 69, 73

10

Jumlah 80

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS

Untuk mengungkap aspek-aspek atau variabel-variabel yang ingin diteliti diperlukan alat ukur atau skala yang reliabel dan valid, supaya kesimpulan penelitian tidak keliru dan tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu validitas dan reliabilitas pengukuran sangat penting.

1. Validitas

(74)

suatu pengujian validitas. Validitas berasal dari katavalidity. Oleh Azwar (1996) validitas didefinisikan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam menjalankan fungsi ukurnya. Artinya adalah sejauh mana skala itu mampu mengukur atribut yang dirancang untuk mengukurnya. Validitas adalah karakteristik utama yang harus dimiliki oleh setiap skala. Apakah suatu skala berguna atau tidak sangat ditentukan oleh tingkat validitasnya. Suatu tes atau instrument pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila instrument

tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut.

Pada penelitian ini, untuk mengukur validitas pada alat tes dipilih metode validitas isi. Pengujian validitas isi ini tidak melalui analisis statistika, melainkan menggunakan analisis rasional atau

Professional Judgement (Azwar, 2003). Dalam hal ini, peneliti melakukan analisis rasional terhadap aitem-aitem yang telah disusun untuk melihat kesesuaian antar aitem dengan blueprint-nya. Blueprint

(75)

kualitas tidur (PSQI), proses penterjemahan disunting oleh penerjemah yang berpengalaman.

2. Seleksi Aitem

Seleksi aitem digunakan untuk menentukan aitem mana yang baik dan layak digunakan dalam penelititan. Pengambilan aitem ditentukan dengan melihat koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya lebih dari 0.30, berdasarkan asumsi bahwa aitem yang memiliki daya diskriminasi lebih dari 0.30 adalah baik dan layak digunakan dalam sebuah penelitian (Azwar, 1999).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan kriteria pemilihan aitem berdasarkan korelasi aitem total dengan batasa rix ≥ 0.25, dengan

kata lain bahwa koefisien korelasi aitem total tiap aitem yang nilainya ≥ 0.25 adalah yang digunakan atau baik dan layak digunakan. Jika ada aitem yang memiliki koefisien korelasi aitem total ≤ 0.25 maka aitem tersebut dinyatakan gugur karena dinilai memiliki daya diskriminasi rendah.

(76)

Tabel 3.4Hasil Seleksi Item

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1. Agresi fisik aktif langsung (1), 11, 21, 31,

41 7,65,(51)(71)

,

61,

7

2. Agresi fisik aktif tidak

langsung (2)

,

12, 22, 32,42 (3)72,

,

52, 62,(80)

7

3. Agresi verbal aktif langsung

4,(13), 23, 33,

63 14, 24,43,(56)(34)

,

7

4. Agresi verbal aktif tidak

langsung (40)70,

,

50, 60,(79)

10, 20, 30,

(39), 75

7

5. Agresi fisik pasif langusng 6. Agresi fisik pasif tidak

langsung 7. Agresi verbal pasif

langsung 8. Agresi verbal pasif tidak

langsung

( ) :item yang digugurkan

3. Reliabilitas

(77)

Cronbach. Kriteria yang digunakan untuk mengetahui reliabel tidaknya suatu alat ukur adalah dengan membandingkan nilai koefisien alpha. Suatu alat ukur dikatakan memiliki reliabilitas yang baik apabila nilai koefisien reliabilitasnya sebesar 0,90 (Azwar, 2000). Tepatnya suatu alat ukur dikatakan reliabel apabila memiliki koefisien reliabilitas yang berkisar antara 0,60 hingga 0,90 (Azwar,2000).

Dalam penelitian ini, alat ukur untuk kecenderungan berperilaku agresif memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0.944. Hal ini berarti bahwa alat ukur kecenderungan berperilaku agresif memiliki reliabilitas yang baik. Sedangkan alat ukur kualitas tidur, dalam hal ini PSQI memiliki koefisien reliabilitas sebesar 0.83, yang berarti alat ukur ini memiliki reliabilitas yang baik. Knutson, Rathouz, Yan, Liu, & Lauderdale (2006) mengungkapkan bahwa estimasi reliabilitas dari PSQI cukup stabil untuk mengukur kualitas tidur selama periode kurang lebih 1 tahun.

Perhitungan reliabilitas alat ukur ini dilakukan dengan menggunakan teknik komputasi SPSSfor Windowversi 16.

G. METODE ANALISIS DATA

1. Uji asumsi

(78)

model (Algifari, 2000). Uji persyaratan analisis korelasi yang dilakukan adalah uji normalitas dan uji linearitas.

a. Uji normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran atau distribusi data yang diperoleh. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik one sample Kolmogorov-Smirnov test. Kenormalan distribusi data dapat dinilai dari KS-Z dengan asymp.sig lebih besar dari 0,05 (p>0,05).

b. Uji linearitas

Uji linearitas berujuan untuk mengetahui pola hubungan linear atau tidak antara variabel bebas dengan variabel tergantungnya. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan test of linearity. Linear tidaknya variabel-variabel penelitian dapat dilihat dari nilai F hitung dan nilai signifikansi (p<0,05).

2. Uji hipotesis

(79)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Persiapan Penelitian

1. Orientasi Kancah

Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Pangudi Luhur van Lith, khususnya siswa laki-laki. Pemilihan subyek dikarenakan atas dasar beberapa pertimbangan atau alasan, yaitu pertama menyangkut tujuan awal penelitian ini, yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan kualitas tidur dengan perilaku agresif pada remaja pada sekolah dengan sistem asrama; kedua, siswa laki-laki SMA Pangudi Luhur van Lith memenuhi kriteria sampel dalam penelitian ini dan jumlahnya memadai.

SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan adalah salah satu sekolah menengah atas di bawah pembinaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Kampus SMA Pangudi Luhur van Lith Muntilan sebelumnya pernah digunakan untuk mendidik calon guru SD dengan sistem asrama yang didirikan oleh Pastor Fransiskus Gregorius Yosephus van Lith, SJ pada tahun 1904. Pada tahun 1952 sekolah tersebut diserahkan kepada Kongregasi Bruder FIC, yang dalam perkembangannya menjadi SGB, SMP, dan kemudian SGA Xaverius. Pada tahun 1966 SGA Xaverius berganti nama menjadi SPG van Lith. Tahun 1991 Pemerintah menutup semua SPG di seluruh Indonesia dan SPG van Lith berubah

(80)

fungsi menjadi SMA Pangudi Luhur van Lith Berasrama dengan status disamakan berdasarkan Keputusan Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah No.488/ C/ Kep/ I/ 92 tanggal 31 Desember 1992.

Visi SMA Pangudi Luhur van Lith adalah semangat yang berintikan keselamatan bagi semua orang "terutama yang menderita dan terlupakan", yang diharapkan menjadi kenyataan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Semangat tersebut diharapkan merasuki seluruh dimensi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan usaha mewujudkannya terbuka untuk bekerjasama dengan semua saudara yang berkehendak baik. Misi SMA Pangudi Luhur van Lith adalah mendampingi kaum muda dengan mendahulukan yang miskin, melalui pendidikan sekolah berasrama. Proses pendidikan tersebut memadukan unsur-unsur pendidikan formal, informal dan non formal yang mencakup segi-segi religiusitas, humanitas, sosialitas, dan intelektualitas. Pencapaiannya dilakukan dengan cara yang luwes dalam suasana persaudaraan sejati yang saling asih, asah dan asuh.

2. Administrasi dan Perizinan

(81)

18b/D/KP/Psi/USD/III/2011, tanggal 29 Maret 2011. Dikarenakan subyek penelitian hanya siswa laki-laki, maka pelaksanaan penelitian dilakukan di dalam lingkup asrama putra. Kemudian bersama pihak SMA Pangudi Luhur van Lith, dalam hal ini kepala asrama putra menentukan waktu penelitian.

B. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan dengan metode try out

(82)

C. Deskripsi Data Subyek

Pada dasarnya kriteria subyek sudah ditentukan sebelumnya sesuai dengan tujuan dari penelitian ini. Oleh karena itu, subyek yang tidak memenuhi kriteria tidak akan diikutsertakan dalam analisis data. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa laki-laki SMA Pangudi Luhur van Lith dengan jumlah 91, namun 8 diantaranya tidak memenuhi kriteria sehingga harus digugurkan. Berikut deskripsi usia subyek penelitian.

Tabel 4.1Deskripsi Data Subyek Usia Subyek Jumlah

14 tahun 2

15 tahun 49

16 tahun 28

17 tahun 4

Total 83

D. Deskripsi Data Penelitian

1. Skala Kualitas Tidur

(83)

penelitian. Selain itu, masing-masing komponen dalam kualitas tidur itu sendiri juga dapat diketahui.

Dalam PSQI, perolehan skor (Global Score) akan berada dalamrange

0 sampai dengan 21. Dengan interpretasi, semakin tinggi skor globalnya maka akan semakin buruk kualitas tidurnya. Kualitas tidur dinilai baik jika total nilai (global score) ≤ 5 sedangkan kualitas tidur dinilai buruk jika total nilai (global score) > 5 (Backhaus et al., 2002). Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar subyek memiliki skor global < 5, dan hanya 2 orang yang memiliki skor global≥5.

Berikut ini adalah tabel perolehan global score dari variabel kualitas tidur prosentase global score subyek secara keseluruhan yang disajikan dalam bentuk diagram.

Tabel 4.2DeskripsiGlobal ScoreKeseluruhan Subyek

Global Score Jumlah Subyek

0 3

1 12

2 28

3 27

4 7

5 4

6 2

(84)

2. Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif

Deskripsi hasil penelitian dari skala berperilaku agresif dapat dilihat dalam tabel dibawah ini.

Tabel 4.3Deskripsi Data Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif

Variabel Skor Teoritik Skor Empirik

Mean SD Xmin Xmax Mean SD Xmin Xmax

Kecenderungan Berperilaku Agresif

200 40 80 320 112.47 20.084 65 192 Mean teoritik adalah rata-rata skor dari alat penelitian yang diperoleh dari angka yang menjadi titik tengah alat ukur penelitian. Sedangkan mean empirik merupakan rata-rata skor dari data penelitian yang diperoleh dari angka yang merupakan rata-rata data hasil penelitian.

(85)

E. Analisis Data

1. Uji Asumsi

Sebelum melakukan uji hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi untuk melihat apakah data yang diperoleh memenuhi syarat untuk dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi. Uji asumsi meliputi uji normalitas dan uji linearitas.

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran variabel tergantung (kecenderungan berperilaku agresif) normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan dengan menggunakan tehnik

Sample Kolmogorov-Smirnov Test, dimana nilai p > 0.05 maka data terdistribusi normal, sebaliknya jika nilai p < 0.05 maka data tidak terdistribusi dengan normal (Hadi, 2001). Uji normalitas akan dilakukan dengan programSPSS for Windows versi 13. Hasilnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel 4.4Uji Normalitas

Berdasarkan hasil uji normalitas, didapatkan bahwa distribusi sebaran TOTAL

(86)

variabel kecenderungan berperilaku agresif bersifat normal karena signifikansi variabel lebih besar daripada 0.05 (p>0.05), yaitu 0.460.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah hubungan antara variabel kualitas tidur dan skor variabel kecenderungan berperilaku agresif merupakan garis lurus atau tidak. Pengujian ini dilakukan dengan menggunakan test for linearity dari program SPSS for Windows versi 13, hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.5Uji Linearitas

F Sig

Perilakuagresi f*kualitas tidur

(Combined) .727 .847

Linearity .485 .491

Deviation from

Linearity .732 .840

(87)

atau penurunan kuantitas di variabel lainnya. Korelasiproduct moment

dan turunannya, mengasumsikan hubungan antar variabelnya bersifat linear. Jika ternyata pola hubungannya tidak linear, maka teknik korelasi product moment akan cenderung melakukan underestimasi kekuatan hubungan antara dua variabel. Jadi sangat mungkin sebenarnya kedua variabel memiliki hubungan yang kuat tetapi diestimasi oleh product moment sebagai tidak ada hubungan atau memiliki hubungan yang lemah, hanya karena pola hubungannya tidak linear.

Gambar 4.1Scatter Plot

Gambar

Gambar 2.1Dinamika
Gambar 2.1 Dinamika hubungan kualitas tidur dengan kecenderungan
Tabel 3.1 Sebaran item skala kualitas tidur
Tabel 3.2 Blue Print Skala Kecenderungan Berperilaku Agresif
+7

Referensi

Dokumen terkait

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS TIDUR DAN LAMA KERJA DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PASA USIA DEWASA MUDA DI DESA PONDOK KECAMATAN NGUTER KABUPATEN SUKOHARJO.. Disusun Oleh :

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara kualitas tidur dan lama kerja dengan kejadian hipertensi pada usia dewasa muda di Desa Pondok

dari hasil penelitian responden yang memiliki kualitas tidur baik adalah sebanyak 27 orang (67,5%) degan rincian 21 orang menderita hipertensi derajat 1 (77,8%) dan 6 orang

Hasil penelitian tentang hubungan kualitas tidur dan kuantitas tidur dengan prestasi belajar mahasiswa, diketahui bahwa responden memiliki kualitas tidur yang baik

Penggunaan cahaya lampu dengan kualitas tidur remaja Hasil yang didapatkan pada tabel 2.1 menunjukkan bahwa penggunaan cahaya lampu pada saat tidur dan kualitas tidur remaja pada

Menurut pendapat peneliti adanya hubungan smartphone addiction dengan kualitas tidur pada remaja disebabkan karena penggunaan smartphone terlebih saat malam hari akan mengganggu jadwal

Menurut National sleep foundation NSF memberitahukan waktu tidur yang benar pada usia 14-17 tahun ialah selama 8-10 jam dan untuk pada usia 18-64 tahun waku tidur yang baik ialah 7-9

Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah PSQI untuk menilai kualitas tidur dan IPAQ-SF untuk menilai tingkat aktivitas fisik.. Hasil: Berdasarkan hasil pengolahan data dengan