i
PENDINGIN ABSORBSI AMONIA-AIR KAPASITAS 900 cc
MENGGUNAKAN PIPA CELUP 17 cm
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik
Program Studi Teknik Mesin
Diajukan Oleh:
NIM : 085214007
ABIMAEL SONY YUDHOKUSUMO
PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
ii
AMMONIA-WATER ABSORPTION REFRIGERATION
WITH 900 cc CAPACITY USING 17 cm IMMERSE PIPE
FINAL PROJECT
Presented as partitial fulfilment of the requirement as to obtain the Sarjana Teknik degree
in Mechanical Engineering
By:
Student Number : 085214007 ABIMAEL SONY YUDHOKUSUMO
MECHANICAL ENGINEERING STUDY PROGRAM
SCIENCE AND TECHNOLOGY FACULTY
SANATA DHARMA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
vi
ABSTRAK
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia kebutuhan akan sistem pendingin semakin meningkat. Sistem pendingin pada umumnya digunakan untuk mengawetkan makanan, hasil pertanian, obat-obatan, vaksin, dan sebagainya. Sistem pendingin yang ada pada saat ini umumnya menggunakan sistem kompresi uap dengan berbagai macam tipe refrijeran sintetik misalnya R-134a, R22, R11, dan sebagainya. Selain membutuhkan energi listrik pada sistem kompresi uap ini, kebocoran akan refrijeran yang digunakan akan menimbulkan kerusakan lapisan ozon, sehingga untuk mengatasi permasalahan ini dibutuhkan sistem pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa menggunakan energi listrik. Salah satu sistem pendingin tersebut adalah sistem pendingin absorbsi amonia-air. Sistem pendingin absorbsi amonia-air hanya memerlukan energi panas untuk dapat bekerja selain itu amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik sehingga dampak negatif kerusakan pada lapisan ozon tidak terjadi. Tujuan penelitian ini adalah membuat model pendingin absorbsi amonia-air dengan amonia sebagai refrijeran dan mengetahui unjuk kerja dan temperatur pendinginan yang dapat dihasilkan.
Alat penelitian terdiri dari generator, katup fluida satu arah dan evaporator. Generator mempunyai tinggi 20 cm dengan diameter 10 cm, katup fluida satu arah mempunyai tinggi 10 cm dengan diameter 10 cm, dan evaporator mempunyai lebar 6 cm dengan diameter 10 cm. Di dalam generator terdapat 2 (dua) komponen yaitu pipa celup sepanjang 20 cm dan pipa uap setinggi 20 cm. Pipa celup tersebut berada di antara katup fluida satu arah sepanjang 3 cm dan berada di dalam generator sepanjang 17 cm. Pipa celup berfungsi sebagai jalan masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dengan cepat bercampur dan terserap oleh air sedangkan pipa uap berfungsi untuk jalan mengalirnya uap amonia ke evaporator saat proses desorbsi. Dalam penelitian ini generator berfungsi juga sebagai absorber dan evaporator berfungsi juga sebagai kondensor. Bahan yang digunakan dalam pembuatan alat adalah stainless steel. Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah temperatur generator bagian bawah (T1), katup fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin (T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5), temperatur di dalam kotak pendingin (T6), tekanan evaporator (P) dan waktu pencatatan data (t). Untuk pengukuran temperatur digunakan termokopel dan untuk tekanan digunakan manometer. Variabel yang divariasikan adalah volume amonia-air pada generator dan bukaan keran saat proses absorbsi dan pendinginan generator.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa temperatur terendah yang dapat dicapai evaporator adalah -5℃ dan dapat bertahan selama 80 menit pada variasi 900 cc amonia 30% dan COP tertinggi dalam penelitian adalah 0,91 pada variasi 1300 cc amonia 30%.
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan atas segala berkah dan anugerah-Nya, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan. Tugas akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk mencapai derajat sarjana S-1 program studi Teknik Mesin, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma.
Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “ Pendingin Absorbsi Amonia-Air Kapasitas 900 cc Menggunakan Pipa Celup 17 cm ” ini karena adanya bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Yosef Agung Cahyanta, S.T., M.T. selaku Dekan dan Dosen Pembimbing Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma. 2. Bapak Ir. P.K. Purwadi, M.T. selaku Ketua Program studi Teknik Mesin. 3. Bapak Ir. FA. Rusdi Sambada, M.T. selaku dosen pembimbing tugas akhir
yang telah mendampingi dan memberikan bimbingan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Seluruh staf pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah memberikan materi selama kuliah di Universitas Sanata Dharma.
5. Laboran ( Ag. Rony Windaryawan ) yang telah membantu memberikan ijin dalam penggunakan fasilitas yang diperlukan dalam penelitian ini. 6. Rekan kerja Paul Alexander Budi Gunawan, Heribertus Haribekti Pratama
ix
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan laporan ini karena keterbatasan pengetahuan yang belum diperoleh, oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran dari berbagai pihak yang bersifat membangun dalam penyempurnaan tugas ini. Semoga karya ini berguna bagi mahasiswa Teknik Mesin dan pembaca lainnya. Terima kasih.
Yogyakarta, 20 Desember 2011
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
TITLE PAGE ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN... .iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii
KATA PENGANTAR ... viii
1.2 Batasan Masalah... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1 Penelitian yang Pernah Dilakukan ... 4
xi
BAB III. METODE PENELITIAN ... ..8
3.l Latar Belakang ... ..8
3.2 Variabel yang Divariasikan ... 12
3.3 Variabel yang Diukur ... 14
3.4 Langkah Penelitian ... 15
3.5 Peralatan Pendukung ... 16
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 17
BAB V. PENUTUP ... 44
5.1Kesimpulan ... 44
5.2Saran ... 44
DAFTAR PUSTAKA ... 46
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Percobaan ke-1 Variasi 900 cc Amonia 30%...19
Tabel 4.2. Percobaan ke-2 Variasi 1300 cc Amonia
30%...21
Tabel 4.3. Percobaan ke-3 Variasi Bukaan Keran 30°, 60°, dan 90° saat
Proses Absorbsi dengan 900 cc Amonia 30%...22
Tabel 4.4. Percobaan ke-4 Variasi Keran Terbuka Penuh saat Proses
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Siklus Pendinginan Absorbsi... ... ... 5
Gambar 2.2. Skema Alat Pendingin Absorbsi Generator Horisontal... ... 5
Gambar 3.1. Skema Alat Pendingin Absorbsi dengan Kotak Pendingin ... ... 8
Gambar 3.2. Skema Alat Pendingin Absorbsi ... ... 9
Gambar 3.3. Dimensi Generator ... ... 10
Gambar 3.4. Dimensi Pipa Celup ... ... 11
Gambar 3.5. (a) Variasi 900 cc Amonia 30% ... ... 12
Gambar 3.5. (b) Variasi 1300 cc Amonia 30% ... ... 12
Gambar 3.6. Variasi Keran Terbuka 30° saat Proses Absorbsi... ... 13
Gambar 3.7. Variasi Keran Terbuka 60° saat Proses Absorbsi... ... 13
Gambar 3.8. Variasi Keran Terbuka Penuh saat Proses Pendinginan... ... 14
Gambar 3.9. Stopwatch ... ... 16
Gambar 4.1. Grafik Perbandingan Temperatur Variasi 900 cc Amonia 30% ... 27
Gambar 4.2. Grafik Perbandingan Temperatur di Dalam Kotak Pendingin Variasi 900 cc Amonia 30%... 29
Gambar 4.3. Grafik Perbandingan Temperatur Variasi 1300 cc Amonia 30% ... 31
Gambar 4.4. Grafik Perbandingan Temperatur di Dalam Kotak Pendingin Variasi 1300 cc Amonia 30% ... 33
Gambar 4.5. Grafik Perbandingan Temperatur 900 cc Amonia 30% Variasi Bukaan Keran 30°, 60°, 90° saat Proses Absorbsi... 34
xiv
Gambar 4.7. Grafik Perbandingan Temperatur 900 cc Amonia 30% Variasi Keran
Terbuka Penuh saat Proses Pendinginan ... 38
Gambar 4.8. Grafik Perbandingan Temperatur di Dalam Kotak Pendingin dengan
Volume 900 cc Amonia 30% Variasi Keran Terbuka Penuh saat
Proses Pendinginan... 39
Gambar 4.9. Grafik Perbandingan Temperatur Evaporator Variasi Volume
Campuran Amonia-Air dan Bukaan Keran saat Proses Absorbsi
dan Pendinginan Generator ... 41
Gambar 4.10.Grafik Perbandingan COP... 42
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, khususnya di daerah
pedesaan dan di daerah terpencil, kebutuhan akan sistem pendingin untuk
pengawetan bahan makanan, hasil panen, hasil perikanan dan obat-obatan
dan sebagainya dirasakan semakin meningkat. Sistem pendingin yang ada
saat ini pada umumnya bekerja dengan sistem kompresi uap menggunakan
energi listrik dan refrijeran sintetik seperti R-11, R-12, R134a, R-502.
Masalah yang ada dengan sistem pendingin kompresi uap adalah belum
semua desa dan daerah terpencil memiliki jaringan listrik sehingga sistem
pendingin sederhana yang dapat bekerja tanpa adanya energi listrik
merupakan alternatif pemecahan permasalahan masalah tersebut. Selain itu
kebocoran akan refrijeran sintetik mempunyai dampak negatif pada
lingkungan yaitu merusak lapisan ozon dan menimbulkan pemanasan global.
Salah satu sistem pendingin sederhana yang tidak memerlukan energi
listrik adalah sistem pendingin absorbsi amonia-air. Pada sistem pendingin
absorbsi amonia-air ini digunakan pipa celup yang berfungsi untuk
masuknya uap amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat terserap
dengan cepat oleh absorber. Sistem pendingin absorbsi amonia-air hanya
dari pembakaran kayu, bahan bakar minyak, batubara, gas bumi dan
sebagainya. Tetapi energi panas juga dapat berasal dari buangan proses
industri, biomassa, biogas atau energi dari alam seperti panas bumi dan
energi surya, selain itu amonia dan air bukan merupakan refrijeran sintetik
sehingga resiko kerusakan alam tidak terjadi.
Desain pendingin dengan energi panas untuk negara-negara
berkembang haruslah sederhana dan mudah perawatannya dengan kata lain
harus dapat dibuat dan diperbaiki oleh industri lokal.
1.2. Batasan Masalah
Temperatur terendah yang dapat dicapai tergantung tekanan pada
evaporator, temperatur fluida pendingin kondensor, dan volume amonia-air
pada generator. Unjuk kerja alat pendingin tergantung pada unjuk kerja
generator dan evaporator. Unjuk kerja generator selain ditentukan oleh
kemampuan generator dalam menghasilkan uap pada proses pemanasan juga
tergantung pada kemampuan generator menyerap amonia dalam air pada
proses absorbsi. Tekanan yang diperlihatkan pada grafik-grafik hasil
pengolahan data adalah tekanan pengukuran. Pada penelitian ini generator
juga berfungsi sebagai absorber dan evaporator juga berfungsi sebagai
kondensor serta logger yang digunakan hanya mampu menampilkan
dimasukkan dan bukaan keran ketika proses absorbsi dan pendinginan
generator akan divariasikan dan diamati pengaruhnya terhadap temperatur
pendinginan dan unjuk kerja yang dihasilkan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti yaitu :
1. Membuat model pendingin absorbsi sederhana dengan bahan yang ada di
pasar lokal dan teknologi yang didukung kemampuan indusri lokal.
2. Mengetahui koefisien prestasi dan temperatur pendinginan yang dapat
dihasilkan.
3. Membandingkan hasil penelitian ini dengan hasil penelitian yang pernah
ada.
1.4. ManfaatPenelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini :
1. Menambah kepustakaan teknologi pendingin sistem absorbsi.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan untuk membuat
prototipe dan produk teknologi pendingin absorbsi yang dapat diterima
masyarakat dan industri sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian yang Pernah Dilakukan
Beberapa penelitian pendingin adsorbsi menggunakan zeolit-air
dengan energi surya yang pernah dilakukan diantaranya oleh Hinotani
(1983) mendapatkan bahwa harga COP sistem pendingin adsorbsi surya
menggunakan zeolit-air akan mendekati konstan pada temperatur
pemanasan 160℃. Grenier (1983) melakukan eksperimen sistem
pendingin adsorbsi surya menggunakan zeolit-air dan mendapatkan harga
COP sebesar 0,12. Pons (1986) meneliti pendingin adsorbsi surya
zeolit-air namun COP nya hanya 0,1. Zhu Zepei (1987) melakukan penelitian
pada sistem pendingin adsorbsi surya zeolit-air dengan kolektor plat datar
dan kondensor berpendingin udara mendapatkan COP sebesar 0,054.
Kreussler (1999) melakukan penelitian dan hasilnya adalah dengan
pemanasan 150℃ didapatkan energi pendinginan sebesar 250 kJ per
kilogram zeolit. Ramos (2003) mendapatkan COP sebesar 0,25 dengan
pemanasan menggunakan kolektor parabola. Penelitian-penelitian tersebut
menggunakan zeolit yang diproduksi di Jerman, Slovnaft-Czech, dan
Prancis. Songko Probo (2010) melakukan penelitian sistem pendingin
absorbsi amonia air menggunakan generator horizontal dengan variasi
kadar amonia dan tekanan saat proses desorbsi mendapatkan COP sebesar
Gambar 2.2. Skema alat pendingin absorbsi generator horizontal
(Songko Probo, 2010)
2.2 Dasar Teori
Pendingin absorbsi umumnya terdiri dari 4 (empat) komponen utama
yaitu : (1) absorber, (2) generator, (3) kondensor, (4) evaporator. Pada
penelitian ini model pendingin absorbsi yang dibuat terdiri dari dua komponen
karena komponen absorber dan generator disatukan, dan komponen kondensor
dan evaporator disatukan.
Gambar 2.3. Siklus pendinginan absorbsi 2. Membebaskan uap
menggunakan kalor
Amonia merupakan salah satu refrijeran dalam suatu sistem
pendingin. Amonia murni mempunyai titik didih -33℃ pada tekanan 1 atm dan
bersifat sangat korosif terhadap tembaga dan kuningan sehingga dalam pembuatan
alat penelitian semua bahan menggunakan stainless steel. Dalam penelitian ini
digunakan campuran amonia air karena amonia merupakan refrijeran yang dapat
melarutkan air dengan baik sehingga air dapat menyerap uap amonia saat proses
absorbsi.
Siklus pendinginan absorbsi terdiri dari proses absorbsi (penyerapan)
refrijeran (amonia) ke dalam absorber (air) dan proses pelepasan refrijeran dari
absorber (proses desorbsi). Proses ini dapat dilihat pada Gambar 2.3. Proses
desorbsi dan absorbsi terjadi pada absorber (pada generator). Pada proses desorbsi
generator memerlukan energi panas untuk dapat menguapkan amonia. Energi
panas dapat berasal dari pembakaran kayu, batubara, minyak bumi, gas alam,
panas bumi, biogas, dan sebagainya
Energi panas dari kompor listrik menaikkan temperatur campuran
ammonia-air yang ada dalam tabung generator. Karena amonia mempunyai titik
didih lebih rendah dibanding air maka amonia menguap terlebih dahulu. Uap
amonia ini mengalir dari generator menuju ke evaporator melalui kondensor. Di
dalam kondensor uap amonia mengalami pendinginan dan mengembun. Cairan
amonia di dalam kondensor (juga berfungsi sebagai evaporator) mengalami
ekspansi sehingga tekanannya turun. Karena tekanan amonia di dalam evaporator
turun maka temperaturnya pun turun hingga di bawah 0℃. Evaporator umumnya
yang ingin didinginkan. Karena mendinginkan bahan-bahan tersebut maka cairan
amonia di dalam evaporator akan menguap dan mengalir kembali ke dalam
generator. Di dalam generator uap amonia tersebut diserap oleh air, proses ini
disebut absorbsi. Siklus tersebut akan berlangsung terus-menerus jika ada sumber
panas. Selama proses desorbsi pendinginan di dalam evaporator tidak dapat terjadi
karena amonia masih bercampur dengan air di dalam generator.
Unjuk kerja pendingin absorbsi umumnya dinyatakan dengan
koefisien prestasi absorbsi (COPAbsorbsi) dan dapat dihitung dengan persamaan :
8
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Deskripsi Alat
Skema alat pendingin absorbsi amonia-air dengan kotak pendingin yang
dirancang ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Skema alat pendingin absorbsi dengan kotak
pendingin
Keterangan :
1. Generator
2. Katup fluida satu arah
3. Evaporator
4. Kotak pendingin
1 2
3
Skema alat pendingin absorbsi amonia-air tanpa kotak pendingin
ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2. Skema alat pendingin absorbsi
Keterangan :
1. Saluran untuk menampung amonia yang akan dimasukkan ke alat.
Bagian ini bisa diganti dengan pentil saat alat akan divakum.
2. Keran ball valve ¾ inci
3. Pipa ¾ inci
4. Penguat katup fluida satu arah
5. Generator yang juga sekaligus sebagai absorber
8. Kondensor sekaligus evaporator
Berikut adalah gambar dimensi generator. Pada Gambar 3.3. dapat dilihat
ukuran generator dan ukuran katup fluida satu arah. Generator ini mempunyai
tinggi 20 cm dan berdiameter 10 cm sedangkan katup fluida satu arah
mempunyai tinggi 10 cm dan berdiameter 10 cm. Di dalam generator ini terdapat
pipa celup dan pipa uap. Pipa celup berfungsi sebagai tempat masuknya
campuran amonia-air ke dalam generator sekaligus sebagai jalan masuknya uap
amonia saat proses absorbsi agar uap amonia dapat bercampur dan terserap
langsung oleh air sedangkan pipa uap berfungsi sebagai jalan masuknya uap
amonia yang kemudian menuju ke evaporator saat proses desorbsi.
Gambar 3.3. Dimensi generator 30 cm
20 cm
Dimensi pipa celup ditunjukkan pada Gambar 3.4. Pipa celup sepanjang 20
cm terletak di antara generator dan katup fluida satu arah. Pipa celup ini
menggantung sepanjang 17 cm dalam generator dan 3 cm menonjol dalam
katup fluida satu arah.
Gambar 3.4. Dimensi pipa celup
Bagian dalam generator dan katup fluida satu arah pada penelitian ini terdiri dari
3 komponen yaitu:
1. Pipa diameter ½ inci panjang 20 cm sebagai tempat masuknya
campuran amonia-air.
2. Pipa diameter ¼ inci panjang 20 cm untuk jalan uap amonia.
3. Pipa diameter 1 cm panjang 20 cm yang bagian atasnya tertutup. 3 cm
20 cm
14 cm
14 cm
20 cm
3.2. Variabel Yang Divariasikan
Variabel yang divariasikan dalam penelitian yaitu:
1. Variasi volume campuran amonia-air 900 cc
2. Variasi bukaan keran saat proses absorbsi sebesar 30°, 60°, dan 90°
dengan volume campuran amonia-air 900 cc. (Lihat Gambar 3.6 dan
Gambar 3.7)
dan 1300 cc. (Lihat
Gambar 3.5 (a) dan Gambar 3.5 (b))
3. Variasi keran terbuka penuh saat proses pendinginan dengan volume
campuran amonia-air 900 cc. (Lihat Gambar 3.8)
Variasi volume campuran amonia-air 900 cc dan 1300 cc ditunjukkan pada
Gambar 3.5.(a) dan Gambar 3.5.(b)
(a) (b)
Variasi keran terbuka 30°, 60° dan 90° saat proses absorbsi dengan volume
campuran amonia-air 900 cc ditunjukkan pada Gambar 3.6. dan Gambar 3.7.
Gambar 3.6. Variasi keran terbuka 30° saat proses absorbsi
Variasi keran terbuka penuh saat proses pendinginan generator dengan
volume campuran amonia-air 900 cc ditunjukkan pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8. Variasi keran terbuka penuh saat proses pendinginan
3.3. Variabel yang Diukur
Dalam penelitian ini variabel-variabel yang diukur antara lain :
1. Temperatur generator (T1)
2. Temperatur katup fluida satu arah (T2)
3. Temperatur evaporator (T3)
4. Temperatur air pendingin (T4)
5. Temperatur dinding kotak pendingin (T5)
6. Temperatur di dalam kotak pendingin (T6)
7. Tekanan evaporator (P)
3.4. Langkah Penelitian
Pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode langsung
yaitu penulis mengumpulkan data dengan menguji langsung alat yang telah
dibuat. Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Penelitian diawali dengan penyiapan alat seperti Gambar 3.1
2. Alat dipasang termokopel pada tempat yang akan diukur suhunya
3. Alat divakumkan menggunakan pompa vakum
4. Alat diisi dengan campuran amonia-air dengan kadar konsentrasi 30%
5. Pengambilan data dilakukan dengan memvariasikan volume campuran
amonia-air, bukaan keran saat proses absorbsi, dan keran terbuka penuh
saat proses pendinginan.
6. Pengambilan data dilakukan setiap 5 menit dengan mencatat suhu di setiap
titik.
7. Data yang dicatat saat proses desorbsi adalah waktu (t), tekanan (P),
temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah (T2),
temperatur evaporator (T3), dan temperatur air pendingin (T4) sedangkan
data yang dicatat saat proses absorbsi adalah waktu (t), tekanan (P),
temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah (T2),
temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin (T4), temperatur
dinding kotak pendingin (T5), dan temperatur di dalam kotak pendingin
(T6).
Pengolahan dan analisa data diawali dengan melakukan perhitungan
persamaan (1). Analisa akan lebih mudah dilakukan dengan membuat
grafik hubungan :
1. Hubungan temperatur di bagian-bagian pendingin dengan waktu
pencatatan data untuk variasi volume amonia-air 900 cc.
2. Hubungan temperatur di bagian-bagian pendingin dengan waktu
pencatatan data untuk variasi volume amonia-air 1300 cc.
3. Hubungan temperatur di bagian-bagian pendingin dengan waktu
pencatatan data untuk variasi bukaan keran sebesar 30°, 60°, dan 90° saat
proses absorbsi.
4. Hubungan temperatur di bagian-bagian pendingin dengan waktu
pencatatan data untuk variasi keran terbuka penuh saat proses
pendinginan,
3.5. Peralatan Pendukung
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah :
a. Stopwatch
Alat ini digunakan untuk mengukur waktu pencatatan tekanan dan
temperatur.
b. Kompor Listrik
Kompor listrik yang dapat diatur dayanya digunakan untuk
memanaskan generator saat proses desorbsi.
Gambar 3.10. Kompor listrik
c. Pencatat (Logger)
Logger digunakan untuk mencatat dan menampilkan temperatur di
setiap titik dari termokopel.
Gambar 3.11. Logger
d. Termokopel
Termokopel digunakan untuk mengukur temperatur yang
Gambar 3.12. Termokopel
e. Ember
Ember digunakan untuk merendam evaporator saat proses desorbsi
dan merendam generator saat proses absorbsi.
Gambar 3.13. Ember
f. Manometer
Manometer digunakan untuk mengukur tekanan evaporator.
19
BAB IV
DATA DAN PEMBAHASAN
Pengambilan data pada penelitian alat pendingin absorbsi amonia-air
menggunakan pipa celup 17 cm dengan variasi volume amonia-air dan
bukaan keran diperoleh data-data seperti Tabel 4.1 sampai dengan Tabel
Tabel 4.2. Variasi 1300 cc Amonia 30% (lanjutan)
COP rata-rata 0,91
Tabel 4.3. Variasi Bukaan Keran 30°, 60°,dan 90° saat Proses Absorbsi dengan Volume 900 cc Amonia 30%
Tabel 4.3. Variasi Bukaan Keran 30°, 60°, dan 90° saat Proses Absorbsi dengan Volume 900 cc Amonia 30% (lanjutan)
COP rata-rata 0,89
Tabel 4.4. Variasi Keran Terbuka Penuh saat Proses Pendinginan Generator dengan Volume 900 cc Amonia 30% (lanjutan)
Pencatatan data saat proses desorbsi dilakukan setiap 5 menit.
Variabel-variabel yang dicatat saat proses desorbsi adalah waktu (t),
tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup fluida satu arah
(T2), temperatur evaporator (T3), dan temperatur air pendingin (T4).
Pecatatan data saat proses pendinginan generator dilakukan setiap 10
menit. Variabel-variabel yang dicatat saat proses pendinginan generator
adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup
fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), dan temperatur air
pendingin (T4).
Pencatatan data saat proses absorbsi dilakukan setiap 5 menit karena
terjadi penurunan suhu yang sangat cepat. Variabel-variabel yang dicatat
adalah waktu (t), tekanan (P), temperatur generator (T1), temperatur katup
fluida satu arah (T2), temperatur evaporator (T3), temperatur air pendingin
(T4), temperatur dinding kotak pendingin (T5) dan temperatur di dalam
T3 : Temperatur evaporator (℃)
T4 : Temperatur air pendingin (℃)
T5 : Temperatur dinding kotak pendingin (℃)
T6 : Temperatur di dalam kotak pendingin (℃)
Pada Gambar 4.1. dapat dilihat bahwa temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan tekanan naik
perlahan-lahan pada proses desorbsi. Energi panas dari kompor listrik
menaikkan temperatur generator, karena titik didih amonia lebih rendah
dari air maka amonia akan menguap terlebih dahulu dan mengalir menuju
ke evaporator. Uap amonia yang mengalir menuju ke evaporator ini
menyebabkan tekanan di dalam evaporator naik. Ketika tekanan sudah
mencapai konstan, maka proses desorbsi dihentikan dan dilanjutkan
dengan proses pendinginan ditunjukkan dengan turunnya temperatur
generator, temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan
temperatur air pendingin. Setelah temperatur generator dan temperatur
katup fluida satu arah mencapai suhu lingkungan, dilakukan proses
absorbsi (keran dibuka) dan evaporator dimasukkan ke dalam kotak
pendingin. Pada proses absorbsi terjadi penurunan tekanan yang sangat
cepat dan diikuti turunnya temperatur evaporator.
Pada variasi 900 cc amonia 30% ini proses pendinginan telah
berlangsung ditandai turunnya temperatur evaporator. Dari Gambar 4.1.
dapat dilihat bahwa temperatur terendah yang dapat dicapai evaporator
adalah -5℃ dan dapat bertahan dalam waktu yang relatif lama. Temperatur
yang dicapai evaporator ini dipengaruhi oleh kecepatan absorbsi uap amonia
oleh absorber (air). Semakin cepat uap amonia diserap oleh absorber, maka
Pada Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa saat proses absorbsi tekanan
evaporator turun dan temperatur mencapai -5℃. Pada proses absorbsi ini
kalor di dalam kotak pendingin terserap oleh evaporator sehingga
temperatur dinding kotak pendingin dan temperatur di dalam kotak
pendingin perlahan mengalami penurunan. Temperatur terendah dinding
kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 10℃ dan temperatur terendah
di dalam kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 13℃.
Berdasarkan Gambar 4.2. dapat diketahui bahwa terdapat beda
temperatur yang cukup besar antara temperatur evaporator sebesar -5℃
dengan temperatur dinding sebesar 10℃ dan temperatur di dalam kotak
pendingin sebesar 13℃. Perbedaan temperatur evaporator dengan
temperatur dinding dan temperatur di dalam kotak pendingin disebabkan
karena isolasi yang kurang baik pada bagian dalam kotak pendingin
sehingga terjadi konveksi antara kotak pendingin dengan udara sekitar,
selain itu karena hasil pengelasan kurang presisi maka evaporator
menempel kurang maksimal pada dinding kotak pendingin.
Pada Gambar 4.3. dapat dilihat bahwa temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan tekanan naik
perlahan-lahan pada proses desorbsi. Energi panas dari kompor listrik
menaikkan temperatur generator, karena titik didih amonia lebih rendah dari
air maka amonia akan menguap terlebih dahulu dan mengalir menuju ke
evaporator. Uap amonia yang mengalir menuju ke evaporator ini
menyebabkan tekanan di dalam evaporator naik. Ketika tekanan sudah
mencapai konstan, maka proses desorbsi dihentikan dan dilanjutkan dengan
proses pendinginan ditunjukkan dengan turunnya temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan temperatur air
pendingin. Setelah temperatur generator dan temperatur katup fluida satu
arah mencapai suhu lingkungan, dilakukan proses absorbsi (keran dibuka)
terjadi penurunan tekanan yang sangat cepat dan diikuti turunnya temperatur
evaporator.
Gambar 4.3. Grafik perbandingan temperatur variasi 1300 cc amonia 30%
Pada variasi 1300 cc amonia 30% ini proses pendinginan telah
berlangsung ditandai turunnya temperatur evaporator. Dari Gambar 4.3.
dapat dilihat bahwa temperatur terendah yang dapat dicapai evaporator Absorbsi
adalah 11℃. Dengan volume 1300 cc amonia 30% ini maka amonia cair
yang ditampung evaporator akan lebih banyak. Semakin banyak amonia cair
yang ditampung evaporator maka semakin banyak pula kalor yang diserap
evaporator selama proses absorbsi berlangsung, namun pada variasi ini
proses absorbsi berjalan kurang maksimal. Hal ini disebabkan karena jika
volume amonia-air di dalam generator terlalu banyak maka tekanan uap
amonia dari evaporator tidak cukup kuat untuk menekan air yang ada di
dalam pipa celup pada generator, sehingga uap amonia yang seharusnya
masuk melalui pipa celup akan mendesak masuk melalui pipa uap. Hal ini
akan menyebabkan proses absorbsi berjalan sangat lambat. Pada variasi ini
tekanan sistem kembali vakum setelah 3 hari. Hal ini membuktikan bahwa
proses absorbsi pada percobaan ke 2 (dua) ini berjalan jauh lebih lambat
dibandingkan dengan variasi lainnya.
Pada Gambar 4.4. dapat dilihat bahwa saat proses absorbsi tekanan
evaporator turun dan temperatur mencapai mencapai 11℃. Pada proses
absorbsi ini kalor di dalam kotak pendingin terserap oleh evaporator
sehingga temperatur dinding kotak pendingin dan temperatur di dalam kotak
pendingin perlahan mengalami penurunan. Temperatur terendah dinding
kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 18℃ dan temperatur terendah di
dalam kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 26℃.
Berdasarkan Gambar 4.4. dapat diketahui bahwa terdapat beda
dengan temperatur dinding sebesar 18℃ dan temperatur di dalam kotak
pendingin sebesar 26℃. Perbedaan temperatur evaporator dengan
temperatur dinding dan temperatur di dalam kotak pendingin disebabkan
Gambar 4.4. Grafik perbandingan temperatur di dalam kotak pendingin variasi 1300 cc amonia 30%
karena isolasi yang kurang baik pada bagian dalam kotak pendingin sehingga
terjadi konveksi antara kotak pendingin dengan udara sekitar, selain itu karena
hasil pengelasan kurang presisi maka evaporator menempel kurang maksimal
Gambar 4.5. Grafik perbandingan temperatur 900 cc amonia 30% variasi bukaan keran 30°, 60°, dan 90° saat proses absorbsi
Pada Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan tekanan naik
perlahan-lahan pada proses desorbsi. Energi panas dari kompor listrik
menaikkan temperatur generator, karena titik didih amonia lebih rendah dari
air maka amonia akan menguap terlebih dahulu dan mengalir menuju ke
evaporator. Uap amonia yang mengalir menuju ke evaporator ini
menyebabkan tekanan di dalam evaporator naik. Ketika tekanan sudah Absorbsi
Pendinginan Desorbsi
60° 30°
mencapai konstan, maka proses desorbsi dihentikan dan dilanjutkan dengan
proses pendinginan ditunjukkan dengan turunnya temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan temperatur air
pendingin. Setelah temperatur generator dan temperatur katup fluida satu
arah mencapai suhu lingkungan, dilakukan proses absorbsi (keran dibuka)
dan evaporator dimasukkan ke dalam kotak pendingin. Pada proses absorbsi
terjadi penurunan tekanan yang sangat cepat dan diikuti turunnya temperatur
evaporator.
Pada percobaan yang ke 3 (tiga) ini dilakukan variasi bukaan keran
sebesar 30°, 60°, dan 90° dalam 1 (satu) kali pengambilan data dengan 900
cc amonia 30%. Jangka waktu variasi bukaan keran adalah 20 menit setiap
30° bukaan keran. Dari Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa temperatur
terendah yang dapat dicapai evaporator adalah -5℃ namun hanya bertahan
dalam waktu yang singkat. Hal ini terjadi karena pengaruh bukaan keran 30°
saat proses absorbsi. Bukaan keran sebesar 30° ini memperlambat proses
penyerapan uap amonia oleh absorber (air) sehingga temperatur evaporator
terendah sebesar -5℃ ini hanya bertahan dalam waktu yang singkat. Setelah
keran dibuka sebesar 30° dilanjutkan dengan pembukaan keran sebesar 60°
dan 90°. Dari Gambar 4.5. dapat dilihat bahwa bukaan keran sebesar 60°
dan 90° tidak berpengaruh terhadap proses absorbsi. Hal ini disebabkan
karena tekanan dari evaporator hampir sama dengan tekanan semua sistem.
Dari hasil percobaan variasi bukaan keran ini dapat diketahui bahwa proses
Gambar 4.6. Grafik perbandingan temperatur 900 cc amonia 30% di dalam kotak pendingin variasi bukaan keran 30°, 60°, dan 90° saat proses absorbsi
Pada Gambar 4.6. dapat dilihat bahwa saat proses absorbsi tekanan
evaporator turun dan temperatur mencapai mencapai -5℃. Pada proses
absorbsi ini kalor di dalam kotak pendingin terserap oleh evaporator
sehingga temperatur dinding kotak pendingin dan temperatur di dalam
kotak pendingin perlahan mengalami penurunan. Temperatur terendah
dinding kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 11℃ dan temperatur
Berdasarkan Gambar 4.6. dapat diketahui bahwa terdapat beda
temperatur yang cukup besar antara temperatur evaporator sebesar -5℃
dengan temperatur dinding sebesar 11℃ dan temperatur di dalam kotak
pendingin sebesar 14℃. Perbedaan temperatur evaporator dengan
temperatur dinding dan temperatur di dalam kotak pendingin disebabkan
karena isolasi yang kurang baik pada bagian dalam kotak pendingin
sehingga terjadi konveksi antara kotak pendingin dengan udara sekitar dan
permukaan, selain itu karena hasil pengelasan kurang presisi maka
evaporator menempel kurang maksimal pada dinding kotak pendingin.
Pada Gambar 4.7. dapat dilihat bahwa temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan tekanan naik
perlahan-lahan pada proses desorbsi. Energi panas dari kompor listrik
menaikkan temperatur generator, karena titik didih amonia lebih rendah dari
air maka amonia akan menguap terlebih dahulu dan mengalir menuju ke
evaporator. Uap amonia yang mengalir menuju ke evaporator ini
menyebabkan tekanan di dalam evaporator naik. Ketika tekanan sudah
mencapai konstan, maka proses desorbsi dihentikan dan dilanjutkan dengan
proses pendinginan ditunjukkan dengan turunnya temperatur generator,
temperatur katup fluida satu arah, temperatur evaporator, dan temperatur air
pendingin, karena pada variasi ini keran terbuka penuh saat proses
pendinginan generator maka saat dilakukan proses pendinginan generator
Gambar 4.7. Grafik perbandingan temperatur 900 cc amonia 30% variasi keran terbuka penuh saat proses pendinginan generator
penurunan tekanan yang sangat cepat dan diikuti turunnya temperatur
evaporator. Variasi yang dilakukan pada percobaan ke 4 (empat) ini adalah
keran terbuka penuh saat proses pendinginan generator (setelah proses
desorbsi dihentikan). Variasi ini menggunakan generator berkapasitas 900
cc amonia 30%. Dari Gambar 4.7. dapat dilihat bahwa temperatur terendah Pendinginan dan Absorbsi
yang dapat dicapai evaporator adalah -5℃ namun temperatur ini hanya
bertahan dalam waktu yang singkat.
Gambar 4.8. Grafik perbandingan temperatur 900 cc amonia 30% di dalam kotak pendingin variasi keran terbuka penuh saat proses pendinginan generator
Pada Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa saat proses absorbsi tekanan
evaporator turun dan temperatur mencapai mencapai -5℃. Pada proses
absorbsi ini kalor di dalam kotak pendingin terserap oleh evaporator
sehingga temperatur dinding kotak pendingin dan temperatur di dalam
dinding kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 16℃ dan temperatur
terendah di dalam kotak pendingin yang dapat dicapai adalah 17℃.
Berdasarkan Gambar 4.8. dapat diketahui bahwa terdapat beda
temperatur yang cukup besar antara temperatur evaporator sebesar -5℃
dengan temperatur dinding sebesar 16℃ dan temperatur di dalam kotak
pendingin sebesar 17℃. Perbedaan temperatur evaporator dengan
temperatur dinding dan temperatur di dalam kotak pendingin disebabkan
karena isolasi yang kurang baik pada bagian dalam kotak pendingin
sehingga terjadi konveksi antara kotak pendingin dengan udara sekitar dan
permukaan, selain itu karena hasil pengelasan kurang presisi maka
evaporator menempel kurang maksimal pada dinding kotak pendingin.
Pada Gambar 4.9. dapat dilihat bahwa pada variasi 900 cc amonia
30% temperatur evaporator terendah yang dicapai sebesar -5℃ dan dapat
bertahan selama 80 menit, variasi 1300 cc amonia 30% menghasilkan
temperatur evaporator terendah sebesar 11℃ dan dapat bertahan selama 75
menit, variasi bukaan keran 30°, 60°, dan 90° saat proses absorbsi
menghasilkan temperatur evaporator terendah sebesar -5℃ yang dapat
bertahan selama 5 menit, dan untuk variasi keran terbuka penuh saat proses
pendinginan generator menghasilkan temperatur evaporator terendah
Gambar 4.9. Grafik perbandingan temperatur evaporator variasi volume campuran amonia-air dan bukaan keran saat proses absorbsi dan pendinginan generator
Pada Gambar 4.10. dapat dilihat COP yang dihasilkan selama
penelitian dilakukan. COP pada penelitian ini dihitung menggunakan
persamaan (1). COP yang dihasilkan dari semua penelitian memiliki
selisih yang kecil. Dari ke 4 (empat) variasi yang dilakukan, COP tertinggi
dihasilkan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian
yang pernah dilakukan Anthiocus Songko (COP: 0,98) dan Budi Harianto
(COP:0,92).
Gambar 4.10. Grafik perbandingan COP
Pada Gambar 4.11. dapat dilihat temperatur terendah dan temperatur
rata-rata di dalam kotak pendingin yang dihasilkan selama penelitian
dilakukan. Temperatur terendah sebesar 12℃ dan temperatur rata-rata
sebesar 13,4℃ tercapai pada variasi 900 cc amonia 30%.
Berdasarkan data yang dihasilkan, dapat diketahui bahwa proses
pendinginan telah berlangsung ditandai turunnya temperatur evaporator
saat proses absorbsi. Pendinginan dengan menggunakan siklus absorbsi
berlangsung dalam beberapa proses yaitu :
1. Proses desorbsi yaitu proses pelepasan amonia dari absorber (air) saat
generator dipanaskan.
2. Proses kondensasi yaitu proses pendinginan dan pengembunan uap
amonia yang terdesorbsi menjadi amonia cair. Amonia cair yang
dihasilkan ditampung di evaporator.
3. Proses absorbsi yaitu proses penyerapan amonia oleh absorber (air). Saat
proses absorbsi berlangsung, kalor di sekitar evaporator akan terserap.
Proses penyerapan kalor ini akan menyebabkan temperatur evaporator
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan beberapa
hal :
1. Telah berhasil dibuat alat pendingin absorbsi amonia-air sederhana yang
mudah dibuat dengan kemampuan industri lokal.
2. Temperatur evaporator terendah yang dihasilkan adalah -5℃ yang dapat
bertahan selama 80 menit pada variasi 900 cc amonia 30%.
3. COP yang dihasilkan pada penelitian ini sebesar 0,91 lebih rendah jika
dibandingkan dengan COP peneliti yang lain. (Songko Probo : COP 0,98
dan Budi Harianto: COP 0,92)
5.2 Saran
1. Proses pendinginan sistem absorbsi membutuhkan tekanan yang tinggi
(20 bar). Untuk itu dapat dibuat alat pendingin absorbsi yang tahan
tekanan tinggi.
2. Perancangan pipa celup dan pipa uap yang tepat untuk volume campuran
amonia-air yang lebih banyak sehingga dapat menyerap kalor lebih
3. Bagi peneliti lain yang akan meneliti siklus pendingin absorbsi. Penelitian
pendingin absorbsi bisa juga diteliti dengan memvariasikan laju
pemanasan pada generator.
4. Sebaiknya digunakan keran needle valve karena keran jenis ini mempunyai
DAFTAR PUSTAKA
Grenier, Ph. (1983), Experimental Result on a 12 m3 Solar Powered Cold Store
Using the Intermittent Zeolite 13x-Water Cycle. Solar World Congress
Harianto, Budi. (2010). Pengaruh Kadar Amonia Pada Unjuk Kerja Alat
Pendingin Absorbsi Amonia-Air, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma ,
Pergamon Press, pp. 353-358, 1984.
Hinotani, K, (1983), Development of Solar Actuated Zeolite Refrigeration
System. Solar World Congress
Kreussler, S (1999),
, Vol.1, Pergamon Press, pp. 527-531.
Experiments on Solar adsorption refrigeration Using Zeolite
and Water
Pons, M. (1986), Design of solar powered solid adsorption ice-maker.
. Laboratory for Solar Energy, University of Applied Sciences
Germany.
ASME J. of
Solar Engineering
Ramos, Miguel (2003), Evaluation Of A Zeolite-Water Solar Adsorption
Refrigerator.
, 108, 327-337, 1986.
ISES Solar World Congress (june, 14-19, 2003)
Songko Probo, P. A. (2010). Pendingin Absorbsi Amonia-Air Generator
Horisontal Tercelup, Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
, Goteborg,
Sweden.
Zhu, Z. (1987), Testing of a Solar Powered Zeolite-Water Refrigeration. M. Eng.
47
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA
Proses Desorbsi
Proses Pendinginan Generator
Bunga es pada Evaporator Selama Proses Absorbsi