ANALISIS PERENCANAAN OBAT GENERIK BERDASARKAN
METODE ABC INDEKS KRITIS DI APOTEK KOTA YOGYAKARTA
PADA TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Giovanni Angelina
NIM : 068114109
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ANALISIS PERENCANAAN OBAT GENERIK BERDASARKAN
METODE ABC INDEKS KRITIS DI APOTEK KOTA YOGYAKARTA
PADA TAHUN 2009
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Giovanni Angelina
NIM : 068114109
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan percayalah
kepadaNya, dan Ia akan bertindak; Ia akan
memunculkan kebenaranmu seperti terang, dan hakmu
seperti siang.
(Mazmur 37:5-6)
Karya ini aku persembahkan untuk :
Penolongku dan Rajaku Tuhan Yesus Kristus
Papa, mama serta omaku sebagai ucapan terima
kasihku atas doa, semangat dan cinta kasih yang
diberikan kepadaku selama menyelesaikan studi
Adikku tercinta Albert Kurniawan atas dukungan
doa dan semangat yang diberikan kepadaku
Dan untuk almamaterku tercinta
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis haturkan hanya kepada Tuhan Yesus
Kristus atas kasih, anugerah, bimbingan, kemampuan, dukungan dan segala hal
yang diberikanNya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Perencanaan Obat Generik
Berdasarkan Metode ABC Indeks Kritis di Apotek Kota Yogyakarta Pada
Tahun 2009”
ini sebagai salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Farmasi
(S. Farm) pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan baik berupa
doa atau semangat dan perhatian baik berupa saran maupun kritik yang diberikan
kepada penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada:
1.
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2.
Bapak Nunut Rubiyanto, Apt selaku ketua Ikatan Apoteker Indonesia Daerah
Istimewa Yogyakarta yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk
melakukan penelitian di apotek Kota Yogyakarta yang bergabung dalam
Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).
3.
Bapak Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan menjadi sumber inspirasi serta semangat karena ilmu yang
telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi.
4.
Ibu Bondan Ardiningtyas, M.Sc.,Apt selaku dosen pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan ilmu selama penyusunan skripsi sehingga
menjadi inspirasi dan semangat bagi penulis.
5.
Bapak Drs. Djaman Ginting Manik, Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran serta kritik kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.
6.
Ibu Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah
memberikan saran serta kritik kepada penulis dalm penulisan skripsi ini.
7.
Seluruh Apoteker Pengelola Apotek di apotek Kota Yogyakarta yang ikut
berpartisipasi dalam penelitian ini sebagai tempat penelitian.
8.
Papa, mama, oma serta adikku tercinta yang telah memberikan cinta kasih,
dukungan serta doa selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
9.
Om Kornelius, Tante Ninik, Vina dan Arnold atas dukungan dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini.
10.
Erwin Santoso atas doa, semangat dan bantuan memecahkan masalah dalam
mengelolah data untuk menyelesaikan skripsi serta terima kasih juga untuk
waktu yang telah disediakan untuk menjadi tempat keluh kesah penulis.
11.
Teman-teman kost Flaurent (Grace, Yustine, Dian, Fifi) atas semangat,
kecerian, dan kebersamaan kita selama ini.
12.
Kak Lidya, kak Erni, Grace, Indah, Jeni atas dukungan doa, semangat dan
kebersamaan kita.
13.
Atik, Nana, Juwita, Ester, Andry, Lilin terima kasih atas dukungannya
14.
Teman-teman kelas B dan C angkatan 2006 serta FKK angkatan 2006 terima
kasih atas kebersamaan kita selama ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat berguna bagi orang yang membacanya.
Walaupun demikian penulis juga menyadari bahwa saran dan kritik yang
membangun dapat bermanfaat bagi penulis untuk memperbaiki skripsi ini. Terima
kasih Tuhan Yesus memberkati.
Penulis
Intisari
Kebijaksanaan pemerintah mengenai obat generik merupakan salah satu
upaya mengatasi masalah harga obat yang relatif tidak terjangkau oleh sebagian
masyarakat terutama kelompok masyarakat menengah ke bawah. Mengingat
kebijaksaan pemerintah tersebut maka penggunaan obat generik perlu
dioptimalkan (khususnya bagi kelompok masyarakat menengah kebawah), hal ini
termasuk juga dalam proses perencanaan untuk menjamin ketersediaan,dan
keefektifannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses perencanaan dan
pengadaan obat generik di Apotek Kota Yogyakarta sehingga dapat dijadikan
dasar evaluasi demi meningkatkan perencanaan obat generik dan pengadaan obat
generik yang efektif dan efisiensi
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi kasus non eksperimental
dengan metode ABC Indeks Kritis. Pengambilan data dilakukan secara
retrospektif,data tersebut berupa jumlah penggunaan obat generik selama setahun.
Dari profil nilai pakai dan nilai investasi yang dihasilkan akan diketahui nilai
indeks kritis dari setiap jenis obat Generik tersebut.
Berdasarkan hasil analisis ABC Indeks Kritis di Apotek Kota Yogyakarta
pada Tahun 2009 menunjukkan bahwa persentase obat generik kelompok C
memiliki jumlah yang lebih besar dengan investasi yang rendah. Dari hasil
penelitian dapat diketahui jumlah investasi untuk pengadaan obat generik selama
tahun 2009 sebesar Rp 300.056.708,5, selain itu juga direkomendasikan empat
obat generik yang pengadaannya dilakukan bersama di Apotek Kota Yogyakarta
yaitu Amoxicillin 500 mg , Asam Mefenamat 500 mg, Allopurinol 100 mg dan
captopril 12,5 mg.
Kata kunci
: ABC Indeks Kritis, pengadaan, perencanaan
ABSTRACT
The government policy toward generic drugs is one effort to overcome
medicine price problem that cannot be reached by some people especially the
lower class society. To remember this government policy, the using of generic
drugs should be optimized (especially for lower class society); it is included with
the planning process to assure the availability, and its effectiveness. This research
has purpose to identify the planning process and to supply the generic drugs at
pharmacies in Yogyakarta, so that it can be a basic evaluation to improve the
planning and supplying of the generic drugs effectively and efficiently.
This research is a kind of non-experimental case of study by using ABC
method of Critical Index. The data collection has done by retrospectively, this
data talks about the number of using toward the generic drugs for a year. The
critical index value of each type of generic drugs can be found from the
used-value profile and investment used-value that is resulted.
Based on the result of ABC analysis in pharmacies Critical Value Index in
Yogyakarta on the Year 2009 has shown that the percentage of generic drugs in C
category has large number with low investment. From the research result can be
known the number of investment for supplying the generic drugs during 2009 is
Rp 300.056.708,5; beside that it is recommended for supplying four generic drugs
that should be done altogether in pharmacies in Yogyakarta such as Amoxicilin
500 mg, Mefenamat Acid 500 mg, Allopurinol 100 mg, and Captoril 12.5 mg..
Key words: ABC Critical Index, procurement, planning
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...
iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...
x
INTISARI ...
xi
ABSTRACT ...
xii
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I PENGANTAR ...
1
A.
Latar Belakang ...
1
1.
Perumusan masalah ...
4
2.
Keaslian penelitian ...
4
3.
Manfaat penelitian ...
5
B.
Tujuan Penelitian ...
6
1.
Tujuan umum ...
6
2.
Tujuan khusus ...
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ...
7
A.
Apotek ...
7
1.
Definisi apotek ...
7
2.
Tugas dan fungsi apotek ...
7
B.
Apoteker ...
8
C.
Manjemen Persediaan ...
9
D.
Perencanaan Obat ...
13
E.
Obat ...
16
F.
Obat Generik ...
17
G.
Analisis ABC ...
19
H.
Keterangan Empiris ...
23
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...
24
A.
Jenis dan Rancangan Penelitian ...
24
B.
Definisi Operasional ...
24
C.
Subyek Penelitian ...
25
D.
Materi Penelitian ...
26
E.
Alat penelitian ...
26
F.
Tempat Penelitian ...
26
G.
Jalan Penelitian ...
27
H.
Analisis Data ...
28
1.
Analisis nilai pakai ...
28
2.
Analisis nilai investasi ...
28
3.
Analisis nilai indeks kritis ...
29
I.
Kesulitan dan Kelemahan Penelitian ...
30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...
31
A.
Analisis Nilai Pakai dan Nilai Investasi ...
32
1.
Analisis nilai pakai ...
32
2.
Analisis nilai investasi ...
37
B.
Analisis Nilai Indeks Kritis ...
45
C.
Rekomendasi Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis ...
49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...
57
A.
Kesimpulan ...
57
B.
Saran ...
58
DAFTAR PUSTAKA ...
59
LAMPIRAN ...
63
BIOGRAFI PENULIS ... 211
DAFTAR TABEL
Tabel I.
Pengendalian persediaan masing-masing kelas dalam analisis
ABC ...
22
Tabel II.
Tabel hasil analisis ABC nilai pakai obat generik di apotek Kota
Yogyakarta Tahun 2009 ...
33
Tabel III. Tabel hasil analisis ABC nilai investasi obat generik di apotek
Kota Yogyakarta Tahun 2009 ...
38
Tabel IV. Tabel jumlah investasi total di apotek Kota Yogyakarta Pada
Tahun 2009 ...
44
.
Tabel V. Tabel Pengelompokkan Hasil Analisis ABC Indeks Kritis di
Apotek Kota Yogyakarta Pada Tahun 2009 ...
46
Tabel VI. Tabel Rekomendasi Obat Generik Kelompok AIK di Apotek Kota
Yogyakarta. ...
51
Tabel VII. Tabel Jumlah Pemakaian dan Investasi Pengadaan Empat Obat
Generik Yang Direkomendasikan ...
54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Analisis ABC ...
19
Gambar 2. Alur Penelitian ...
27
Gambar
3.
Diagram Batang Persentase Jumlah item Obat Generik
Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di apotek Kota Yogyakarta
35
Gambar 4. Diagram Batang Jumlah Pemakaian Obat Generik Per kelompok
di Apotek Kota Yogyakarta Tahun 2009 ...
36
Gambar
5.
Diagram Batang Persentase Jumlah item Obat Generik
Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009 di apotek Kota
Yogyakarta ...
41
Gambar 6. Diagram Batang Jumlah Investasi Obat Generik Per kelompok
di Apotek Kota Yogyakarta Tahun 2009 ...
43
Gambar
7.
Diagram Batang Persentase Jumlah item Obat Generik
Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun 2009 di apotek Kota
Yogyakarta ...
48
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Afina ...
63
Lampiran 2 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Afina ...
68
Lampiran 3 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Afina ...
73
Lampiran 4 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Demangan ...
77
Lampiran 5 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Demangan ...
80
Lampiran 6 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Demangan ...
84
Lampiran 7 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Garsen ...
88
Lampiran 8 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Garsen ...
93
Lampiran 9 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Garsen ...
97
Lampiran 10 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Dharma Husada ... 101
Lampiran 11 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Dharma Husada ... 105
Lampiran 12 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Dharma Husada ... 108
Lampiran 13 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Ratna ... 110
Lampiran 14 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Ratna ... 115
Lampiran 15 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Ratna ... 121
Lampiran 16 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Satriya ... 125
Lampiran 17 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Satriya ... 130
Lampiran 18 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Satriya ... 135
Lampiran 19 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Sutji ... 139
Lampiran 20 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Sutji ... 145
Lampiran 21 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Sutji ... 150
Lampiran 22 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek UAD ... 154
Lampiran 23 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek UAD... 159
Lampiran 24 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek UAD... 164
Lampiran 25 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek UGM ... 168
Lampiran 26 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek UGM ... 174
Lampiran 27 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek UGM ... 180
Lampiran 28 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di
Apotek Wipa ... 185
Lampiran 29 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009
di Apotek Wipa ... 191
Lampiran 30 Data Obat Generik Berdasarkan Nilai Indeks Kritis Tahun
2009 di Apotek Wipa ... 197
Lampiran 31 Obat Generik yang Direkomendasikan Berdasarkan Nilai
Indeks Kritis Kelompok ... 202
Lampiran 32 Daftar Harga Obat Generik Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan No. 146 Tahun 2010 ... 209
Lampiran 33 Data Jumlah Pemakaian dan Investasi untuk Obat Generik
yang Direkomendasikan ... 210
xxi
BAB I
PENGANTAR
A.
Latar Belakang
Dengan adanya Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun
2009 mengenai kesehatan yang dikeluarkan oleh pemerintah, kesehatan
merupakan hak asasi manusia tetapi dalam kenyataannya pemerataan
kesehatan masih saja terjadi di Indonesia. Adanya ketersediaan obat generik
dalam jumlah dan jenis yang cukup, terjangkau oleh masyarakat serta terjamin
mutu dan keamanannya merupakan salah satu cara agar masyarakat
mendapatkan kesehatan sebagai haknya, untuk itu perlu digerakkan dan
didorong penggunaan obat generik di fasilitas pelayanan kesehatan
pemerintah. Berkaitan dengan hal tersebut maka pemerintah mengeluarkan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
HK.02.02/Menkes/068/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah (Anonim, 2010a).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 085/Menkes/PER/1989
Apotek Berkewajiban Menyediakan Obat Esensial Dengan Nama Generik
(Depkes RI, 1996). Dengan adanya peraturan tersebut maka di setiap apotek
harus menjual dan menyediakan obat generik. Hal ini merupakan suatu usaha
yang mendukung adanya pemerataan kesehatan di Indonesia karena obat
generik terjangkau bagi semua tingkatan masyarakat.
Obat Generik berlogo (OGB) telah diluncurkan oleh pemerintah tahun
1991 yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat kelas menengah
ke bawah. Obat generik yang berlogo tersebut dibuat dengan mengacu pada
Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan harga obat generik ini pun
dikendalikan oleh pemerintah untuk menjamin akses masyarakat terhadap obat
tersebut. Sehingga dapat dikatakan dengan adanya obat generik yang diluncurkan
oleh pemerintah, pemerintah mencoba menanggulangi masalah pemeratan
kesehatan yang ada di Indonesia.
Faktanya tidak demikian, kurangnya informasi tentang obat generik di
masyarakat merupakan salah satu faktor penyebab obat generik dipandang
sebelah mata oleh masyarakat. Selain itu pengadaan obat generik di sarana
pelayanan kesehatan juga menjadi salah satu faktornya. Dengan adanya hal
demikian maka sarana pelayanan kesehatan perlu mengatur atau
merencanakan pengadaan obat generik sehingga efektfif dan efisien dalam
penggunaannya.
Aspek terpenting dari pelayanan farmasi adalah mengoptimalkan
penggunaan obat, hal ini juga termasuk perencanaan untuk menjamin
ketersediaan, keamanan dan keefektifan penggunaan obat (Suciati, 2006).
Proses perencanaan dan pengelolaan merupakan salah satu fungsi yang
penting dalam manajemen logistik. Manajemen logistik menawarkan banyak
cara untuk menjalankan pengelolaan dan perencanaan obat, sehingga dapat
efisien dan efektif.
perencanaan dan pengelolaan yang efektif dan efisien pada apotek yang ada di
Kota Yogyakarta.
Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah
dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran
untuk menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode yang dapat
dipertangungjawabkan (Winarni, 2006).
Karena itulah organisasi Apoteker di Indonesia, Ikatan Apoteker
Indonesia (IAI) merencanakan program-program kerja yang salah satunya
adalah pengadaan obat generik di apotek baik Kota Yogyakarta maupun di
Indonesia. Program IAI ini dilakukan dengan memperkuat networking apotek
dalam hal penggadaan, distribusi, permodalan, dan mekanisme kerja sama
khususnya pada obat generik di Indonesia guna meningkatkan kesehatan
masyarakat. Untuk melakukan suatu pengadaan terhadap obat generik perlu
dilakukan perencanaan yang efisien dan efektif guna meningkatkan pelayanan
farmasi.
apotek di Kota Yogyakarta dalam hal perencanaan dan pengadaan obat
generik. Terlebih dengan adanya Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. HK.02.02/Menkes/068/2010 tentang Kewajiban Menggunakan
Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah maka perlu adanya
perencanaan dan pengadaan yang efektif dan efisien di apotek-apotek Kota
Yogyakarta sehingga tidak menimbulkan kerugian bagi apotek tersebut.
1 Perumusan masalah
Beberapa masalah yang mucul dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagaimana profil nilai pakai dan profil nilai investasi obat generik apotek
di Kota Yogyakarta pada tahun 2009?
b. Berapa investasi total yang dikeluarkan oleh apotek di Kota Yogyakarta
untuk mengadakan obat generik berdasarkan analisis ABC Indeks Kritis
pada tahun 2009?
c. Apa saja obat generik yang dapat direkomendasikan untuk pengadaannya
dilakukan bersama-sama di apotek Kota Yogyakarta berdasarkan nilai
indeks kritis ?
2. Keaslian penelitian
penelitian ini tidak dilakukan analisis VEN karena setiap Apoteker memiliki
persepsi yang berbeda untuk mengelompokkan obat generik dalam golongan
vital, esensial dan non esensial selain itu penelitian ini hanya meneliti obat
generik berlogo saja.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang tata cara
perencanaan dan pengadaan obat generik di apotek sehingga dapat
dilakukan secara efektif dan efisien.
b
.
Manfaat praktis
Penelitian ini bermanfaat sebagai berikut:
1.
Dapat memberikan profil perencanaan obat generik berdasarkan nilai
pakai dan nilai investasi yang efektif dan efisien di Apotek Kota
Yogyakarta.
2.
Dapat memberikan gambaran tentang investasi total pembelian obat
generik di Apotek Kota Yogyakarta sehingga dapat digunakan dalam
perencanaan obat generik tahun berikutnya.
B. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini ialah sebagai upaya pengembangan Apotek
Kota Yogyakarta berdasarkan manjemen logistik yang terkait dengan
parameter analisis ABC.
2. Tujuan
khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah :
a.
Untuk mengetahui profil perencanaan obat generik berdasarkan nilai pakai
dan nilai investasi di Apotek Kota Yogyakarta
b.
Dapat memberikan gambaran investasi secara total pembelian obat generik
di Apotek Kota Yogyakarta
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A.
Apotek
1. Definisi Apotek
Menurut PP No. 51 tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian
menyebutkan bahwa definsi Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat
dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (Anonim, 2009a). Permenkes No.
922 tahun 1993 menyebutkan bahwa Apotik adalah tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (Anonim,
1993). Keputusan Menteri Kesehatan No.1332 tahun 2002 maupun Kepmenkes
No.1027 tahun 2004 sedikit mengubah definisi di atas menjadi Apotek adalah
tempat tertentu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan
farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Anonim, 2004).
Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa apotek merupakan salah satu
sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat, selain itu juga sebagai salah satu tempat
pengabdian dan praktek profesi Apoteker dalam melakukan pekerjaan
kefarmasian (Hartini dan Sulasmono, 2008).
2. Tugas dan fungsi Apotek
Menurut PP No.25 tahun 1980 tugas dan fungsi apotek adalah:
a.
Tempat pengabdian profesi seorang Apoteker yang telah mengucapkan
sumpah jabatan
b.
Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk,
pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. Sarana penyalur
perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan
masyarakat secara meluas dan merata (Anonim,1980)
B.
Apoteker
Menurut PP No. 51 tahun 2009 Pekerjaan Kefarmasian adalah pembuatan
termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan
obat, bahan obat dan obat tradisional (Anonim, 2009a).
secara terus menerus, telah memiliki surat izin kerja dan tidak bertindak sebagai
apoteker pengelola apotik di apotik lain (Anonim, 2002).
Apoteker berurusan dengan terapi, dengan menyediakan produk obat yang
perlu untuk pengobatan kondisi yang didiagnosis oleh dokter, dan memastikan
penggunaan obat yang tepat. Farmasi adalah profesi yang harus selalu berinteraksi
dengan profesional kesehatan lainnya, dan penderita untuk pemberian konsultasi
serta informasi, disamping mengendalikan mutu penggunaan terapi obat dalam
bentuk pengecekan atau interpretasi pada resep atau order dokter (Siregar dan
Amalia, 2004).
C.
Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan merupakan hal yang mendasar dalam penetapan
keunggulan kompetatif jangka panjang. Mutu, rekayasa, produk, harga, lembur,
kapasitas berlebih, kemampuan merespon pelanggan akibat kinerja kurang baik,
waktu tenggang (lead time) dan profitabilitas keseluruhan adalah hal-hal yang
dipengaruhi oleh tingkat persediaan (Erlina, 2002).
Manajemen persediaan (inventory control) atau disebut juga inventory
management
atau pengendalian tingkat persediaan adalah kegiatan yang
berhubungan dengan perencanaan, pelaksanaan,dan pengawasan penentuan
kebutuhan material sedemikian rupa sehingga di satu pihak kebutuhan operasional
dapat dipenuhi pada waktunya dan dilain pihak kebutuhan investasi persediaan
barang dapat ditekan secara optimal. Pengendalian tingkat persediaan bertujuan
mencapai efisiensi dan efektivitas optimal dalam penyediaan barang. Usaha yang
perlu dilakukan dalam manajemen persediaan secara garis besar dapat dirinci
sebagai berikut :
1.
Menjamin terpenuhinya kebutuhan
2.
Membatasi nilai seluruh investasi
3.
Membatasi jenis dan jumlah barang
4.
Memanfaatkan seoptimal mungkin barang yang ada (Ucu, 2009).
terpenting dalam banyak perusahaan karena nilai persediaan mencapai 40% dari
seluruh investasi modal. Di satu sisi, perusahaan (Apotik) selalu berusaha
mengurangi biaya dengan mengurangi tingkat persediaan di tangan (on-hand),
sementara itu di sisi lain pelanggan menjadi sangat tidak puas ketika jumlah
persediaan mengalami kehabisan (stockout). Oleh karena itu perusahaan (Apotik)
harus mengusahakan terjadinya keseimbangan antara investasi persediaan dan
tingkat pelanggan dan minimisasi biaya merupakan faktor penting dalam
membuat keseimbangan ini (Zulfikarijah, 2005).
Istilah persediaan (inventory) adalah suatu istilah umum yang menunjukkan
segala sesuatu atau sumber daya organisasi yang disimpan dalam antisipasinya
terhadap pemenuhan permintaan (Handoko, 1993). Tujuan manajemen persediaan
adalah untuk menyediakan jumlah material yang tepat, lead time yang tepat dan
biaya rendah (Yamit, 2005).
Persediaan timbul disebabakan oleh tidak sinkronnya permintaan dengan
penyediaan dan waktu yang digunakan untuk memproses bahan baku. Untuk
menjaga keseimbangan permintaan dengan penyediaan bahan baku dan waktu
proses diperlukan persediaan. Oleh karena itu, terdapat empat faktor yang
dijadikan sebagai fungsi perlunya persediaan, yaitu :
2.
Faktor ketidakpastian waktu datang dari suplier menyebabkan perusahaan
memerlukan persediaan, agar tidak menghambat proses produksi maupun
keterlambatan pengiriman kepada konsumen
3.
Faktor ketidakpastian penggunaan dari dalam perusahaan disebabkan oleh
kesalahan dalam peramalan permintaan, kerusakan mesin, keterlambatan
operasi, bahan cacat, dan berbagai kondisi lainnya. Persediaan dilakukan
untuk mengantisipasi ketidaktepatan peramalan maupun akibat lainnya
tersebut.
4.
Faktor ekonomis, adalah adanya keinginan perusahaan untuk mendapatkan
alternatif biaya rendah dalam memproduksi atau membeli item dengan
menentukan jumlah yang paling ekonomis (Yamit, 2005).
Persediaan obat merupakan harta paling besar dari sebuah apotek. Karena
begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan, pengendalian
persediaan obat yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap
perolehan kembali atas investasi apotek (Seto, 2004).
Hal-hal yang perlu diperhatikan di dalam fungsi pengadaan adalah pengadaan
tersebut harus memenuhi syarat yaitu :
1.
Doelmatig, artinya sesuai tujuan/ sesuai rencana
Haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya
2.
Rechmatig, artinya sesuai hak / sesuai kemampuan
skala prioritas atas dasar manfaat. Untuk pengadaan obat, WHO
memperkenalkan system VEN (Vital, Esensial, Non-esensial), dengan
mengatur pengadaan dari hanya item-item “V”, kemudian item-item “E” ,
yang apabila diperlukan, tentukan dengan tepat prioritas diantara item-item
tersebut dan akhirnya apabila dana tidak dialokasikan tersisa/tersedia, diatur
untuk pengadaan item-item “N”.
3.
Wetmatig, artinya system/cara pengadaannya haruslah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang berlaku.
Jadi dalam pengadaan perlu diperhatikan mengenai kebutuhan kemampuan
dan ketentuan (3K) (Seto, 2004)
D.
Perencanaan Obat
Siklus manajemen menurut Quick et al. (1997), meliputi empat tahap yaitu
seleksi (selection), perencanaan dan pengadaan (procurement), distribusi
(distribution) dan penggunaan (use). Adapun sistem yang mendukung manajemen
tersebut adalah organisasi, keuangan, informasi manajemen dan sumber daya
manusia.
keterbatasan organisasi. Penentuan kebutuhan menyangkut proses memilih jenis
dan menetapkan dengan prediksi jumlah kebutuhan persediaan barang / obat
perjenis di apotek ataupun rumah sakit. Penentuan kebutuhan dapat dikatakan
adalah merupakan perincian yang kongkrit dan detail dari perencanaan logistik
(Seto, 2004)
Perencanaan obat adalah proses sejak dari pemilihan jenis obat, jumlah obat
sampai membuat daftar kebutuhan. Dalam perencanaan perlu diperhatikan
kebutuhan dari pemakaian riil masing-masing barang (Quick, Hume,Rankin,
O’Connor, 1997).
Tujuan perencanaan obat adalah untuk mendapatkan :
1.
Jenis dan jumlah obat yang tepat sesuai kebutuhan
2.
Menghindari kekosongan obat
3.
Meningkatkan penggunaan obat secara rasional
4.
Meningkatkan efisiensi penggunaan obat (Quick et al., 1997).
Sedangkan kegiatan pokok dalam perencanaan obat adalah
b.
Seleksi/perkiraan kebutuhan (memilih obat yg akan diadakan)
c.
Menyesuaikan jumlah kebutuhan obat dengan alokasi anggaran (Quick et
al., 1997).
1.
Evaluasi pilihan obat dan menentukan jumlah kebutuhan
2.
Menyeimbangkan kebutuhan dana
3.
Memilih metode pengadaan
4.
Memilih pemasok dan menentukan batas kontrak
5.
Monitoring status pesanan
6.
Menerima dan memeriksa obat
7.
Melakukan pembayaran
8.
Distribusi obat
9.
Mengumpulkan informasi konsumsi (Quick et al., 1997).
Fungsi pengadaan adalah merupakan usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di dalam fungsi
perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan peramalan yang baik), maupun
penganggaran. Di dalam pengadaan dilakukan proses pelaksanaan rencana
pengadaan dari fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan, serta rencana
pembiayaan dari fungsi penganggaran. Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat
dilakukan dengan pembelian, pembuatan, penukaran, ataupun penerimaan
sumbangan (hibah, missal untuk rumah sakit umum) (Seto, 2004).
Sistem pengelolaan obat mempunyai empat fungsi dasar yaitu untuk
meningkatkan secara rasional dan efisien dari (1) Seleksi dan perencanaan
kebutuhan obat; (2) Pengadaan obat yang ekonomis; (3) Distribusi obat yang
efisien; (4) Penggunaan obat yang rasional (Quick et al., 1997).
cakupannya. Salah satu tolok ukur dari efektifitas adalah kecukupan jumlah obat
di suatu unit pelayanan kesehatan dalam kurun waktu tertentu. Berarti bahwa obat
yang disediakan secara kuantitatif maupun kualitatif dapat memenuhi kebutuhan
dari sebagian besar populasi yang dilayani di unit pelayanan kesehatan terkait.
Sebaliknya, sistem pengelolaan dikatakan tidak efektif apabila sering mengalami
stockout obat. Makin sering dan makin lama suatu unit pelayanan mengalami
stockout, maka semakin tidak efektif pengelolaannya (Khotimah, 2009)
Berbeda halnya dengan efektifitas, efesiensi digunakan untuk menyatakan
bahwa suatu sistem pengelolaan obat di samping efektif juga diselenggarakan
dengan biaya yang dapat ditekan. Dengan kata lain sistem pengelolaan obat
dikatakan efisien jika efektif dan murah. Pengukuran efisiensi secara kuantitatif
memang sulit dilakukan, oleh Karena tidak saja melibatkan segi kecukupan obat,
tetapi juga mencakup komponen biaya yang murah untuk pengadaan hingga
penggunaannya (Khotimah, 2009).
E.
Obat
suatu sistem, atau tidak berinterkasi secara langsung dengan suatu sistem tetapi
dapat memodulasi efek dari obat lain (Ikawati, 2008).
Obat merupakan unsur yang sangat penting dalam upaya penyelenggaraan
kesehatan. Sebagian besar investasi medik menggunakan obat, oleh karena itu
obat tersedia pada saat diperlukan dalam jenis dan jumlah yang cukup, berkhasiat
nyata dan berkualitas baik (BPOM, 2002).
Obat merupakan salah satu unsur terpenting dalam pelayanan kesehatan
kepada masyarakat. Di antara berbagai alternatif teknlogi medis yang ada,
intervensi dengan obat merupakan intervensi yang paling banyak digunakan
(Sirait, 2001). Obat dapat digolongkan menjadi 5 yaitu obat bebas, obat bebas
terbatas, obat keras, psikotropika dan narkotika (Anonim, 2010b).
F.
Obat Generik
Dalam Permenkes No.HK.02.02/Menkes/068/2010 menyebutkan bahwa
obat Generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary Names
(INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar lainnya
untuk zat berkhasiat yang dikandungnya (Anonim, 2010a).
Ataupun juga dalam kemasan dari BUMN (perusahaan ini juga bisa memproduksi
merk dagang) (Ardyanto, 2006b).
Obat Generik ditargetkan sebagai program pemerintah untuk meningkatkan
keterjangkauan pelayanan kesehatan bagi masyarakat luas khususnya dalam hal
daya beli obat. Oleh karena pemasaran obat generik tidak memerlukan biaya
promosi (iklan, seminar, perlombaan) maka harga dapat ditekan sehingga
produsen (pabrik obat) tetap mendapat keuntungan, begitu pula konsumen mampu
membeli dengan harga terjangkau (Anonim, 2010b).
Obat Generik dibagi lagi menjadi 2 yaitu Generik berlogo dan Generik
bermerk ( branded generic ) : Obat generik berlogo yang lebih umum disebut obat
generik saja adalah obat yang menggunakan nama zat berkhasiatnya dan
mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya pada kemasan
obat. Sedangkan Obat Generik bermerek yang lebih umum disebut obat bermerek
adalah obat yang diberi merek dagang oleh perusahaan farmasi yang
memproduksinya (Anonim, 2010b).
32,938 triliun tahun 2009. Ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan
kesehatan juga baru mencapai 69,74% dari target 95%. Meski tingkat peresepan
obat generik di Puskesmas sudah mencapai 90%, namun tingkat peresepan obat
generik di rumah sakit umum masih 66% sementara di rumah sakit swasta dan
apotek hanya 49% (Mufid, 2010c).
G.
Analisis ABC
Analisis ABC adalah metode yang sangat berguna untuk melakukan
pemilihan, penyediaan, manajemen distribusi, dan promosi penggunaan obat yang
rasional. Terkait dengan pemilihan obat, evaluasi obat kelompok A menjelaskan
tentang item obat yang paling banyak digunakan (Quick et al., 1997).
Klasifikasi ABC adalah metode pembuatan grup atau penggolongan
berdasarkan peringkat nilai dari nilai tertinggi hingga terendah, dan dibagi
menjadi 3 kelompok besar yang disebut kelompok A, B dan C (Anonim, 2006)
.
Prinsip ABC ini bisa digunakan dalam pengelolaan pembelian, inventori,
penjualan, dan sebagainya. Prinsip ini juga dikenal dengan nama Analisa ABC
(ABC analysis), dan dibuat berdasarkan sebuah konsep yang dikenal dengan nama
Hukum Pareto (Pareto’s Law), dari nama ekonom Itali, Vilfredo Pareto. Hukum
Pareto menyatakan bahwa sebuah grup selalu memiliki persentase terkecil (20%)
yang bernilai atau memiliki dampak terbesar (80%). Sebagai contoh, 20% dari
total barang biasanya bernilai 80% dari total nilai inventori (Anonim, 2006).
Selain itu analisis ABC juga membantu untuk mengidentifikasi biaya
yang dihabiskan untuk setiap item obat yang tidak terdapat dalam daftar obat
esensial atau jarang digunakan. Terkait dengan pendapatan dari penyediaan obat,
analisis dapat ABC digunakan untuk :
1.
Menentukan frekuensi permintaan item obat
Memesan item obat kelompok A lebih sering dan dalam jumlah yang lebih
kecil akan mengurangi biaya inventoris
2.
Mencari sumber item kelompok A dengan harga yang lebih murah
Dilakukan dengan mencari item kelompok A dalam bentuk sediaan yang
paling murah atau supplier yang paling murah
3.
Memonitor status permintaan item
Hal ini untuk mencegah terjadinya kekurangan item yang mendadak dan
keharusan untuk melakukan pembayaran darurat yang biasanya mahal
4.
Memonitor prioritas penyediaan
5.
Membandingkan biaya aktual dan terencana
Membandingkan biaya aktual dan terencana dengan sistem penyediaan obat di
sektor publik negara yang bersangkutan (Quick et al., 1997).
Sedangkan terkait dengan manajemen distribusi dan inventoris, analisis
ABC bisa digunakan untuk :
1.
Memonitor waktu paruh dengan menitik beratkan pada kelas A untuk
meminimalisasi jumlah obat yang dibuang.
2.
Menjadwal pengiriman
3.
Menghitung jumlah stok secara berkala, terutama untuk penghitungan item
kelompok A
4.
Memonitor penyimpanan (Quick et al., 1997).
Terkait dengan segi manfaat, analisis ABC digunakan untuk mengevaluasi
item dengan tingkat penggunaan terbanyak bersama-sama pejabat kesehatan,
dokter, dan tenaga medis lain untuk memberikan gambaran mengenai obat yang
jarang dan sering digunakan (Quick et al., 1997).
Analisis ABC dapat diterapkan pada suatu periode tahunan atau periode
yang lebih singkat. Langkah-langkah analisis ABC yaitu :
1.
Mendata semua item yang dibeli atau dikonsumsi dan memasukkannya
kedalam unit biaya
2.
Memasukkan kuantitas konsumsi selama suatu periode
3.
Menghitung nilai konsumsi
4.
Menghitung persentase nilai total setiap item
6.
Menghitung persentase kumulatif nilai total untuk setiap item
7.
Memilih poin cut-off
atau batasan (range persentase) untuk obat kelompok
A,B,dan C
8.
Menyajikan data dalam bentuk grafik (Quick et al., 1997).
Menurut Handoko (1999) Hukum Pareto berguna dalam pengalokasian
sumber daya – sumber daya pengawasan, dan telah dioperasionalisasikan sebagai
cara mengklasifikasikan persediaan menjadi kelompok A, B, dan C. Pengendalian
dari masing-masing kelompok secara ringkas adalah
Tabel I. Pengendalian persediaan masing-masing kelas dalam analisis ABC
(Handoko, 1999)
Kelompok A
Kelompok B
Kelompok C
Pengendalian ketat
Pengendalian moderat
Pengendalian longgar
Penyimpanan secara
baik
laporan-laporan penerimaan
dan pengunaan
barang
Penyimpanan secara baik
laporan-laporan
penerimaan dan
penggunaan barang
Bila suplai mencapai titik
pemesanan kembali,
pesanan segera dilakukan
Berdasarkan pada
perhitungan
kebutuhan
Berdasarkan perhitungan
pemakaian di waktu yang
lalu atau daftar permintaan
Pengecekan sedikit
dilakukan, dengan
membandingkan terhadap
kebutuhan
Pengecekan secara
ketat revisi skedul
Serangkaian pengecekan
perubahan-perubahan
kebutuhan
Monitoring tidak perlu
atau sedikit dilakukan
Monitoring terus
menerus
Monitoring untuk
kemungkinan kekurangan
persediaan
H. Keterangan Empiris
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang Analisis Perencanaan Obat generik Berdasarkan Metode
ABC Indeks Kritis di apotek Kota Yogyakarta Pada Tahun 2009 merupakan jenis
penelitian non eksperimental dengan rancangan penelitian bersifat retrospektif.
B. Definisi Operasional
1.
Analisis perencanaan berdasarkan penggunaan obat generik selama 1 tahun
yaitu tahun 2009 di apotek Kota Yogyakarta
.
2.
Apotek Kota Yogyakarta adalah apotek yang berada atau terletak di Kota
Yogyakarta. Apotek tersebut merupakan apotek yang masuk dalam kriteria
inklusi. Berikut merupakan nama apotek-apotek yang dilakukan penelitian
yaitu Apotek Afina, Demangan, Garsen, Dharma Husada, Ratna, Satriya, Sutji,
UAD, UGM dan Wipa.
3.
Obat generik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah obat generik yang
berlogo.
4.
Metode ABC Indeks Kritis adalah metode yang menggabungkan nilai pakai
dan nilai investasi dengan menggunakan sistem skoring.
5.
Harga obat generik yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga obat
generik yang tercantum dalam daftar harga obat generik berdasarkan
KepMenKes No. HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik.
6.
Harga obat generik yang digunakan adalah harga pokok obat generik (harga
pembelian suatu apotek dari distributor) + PPN di luar diskon yang diberikan
distributor tersebut pada tahun 2009 tersebut.
7.
Nilai pakai merupakan nilai jumlah penggunaan obat generik dalam waktu
satu tahun (2009).
8.
Nilai investasi merupakan jumlah pemakaian obat generik selama tahun 2009
dikalikan dengan harga satuan obat generik + PPN.
9.
Nilai indeks kritis merupakan penggabungan antara hasil analisis nilai pakai
dan analisis nilai investasi pada tahun 2009
C. Subyek Penelitian
Subyek yang dipakai dalam penelitian ini adalah apotek yang
direkomendasikan oleh IAI. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah apotek
yang dimiliki dan atau dikelola penuh oleh Apoteker Pengelola Apotek (APA
bertanggung jawab penuh), Apoteker Pengelola Apotek bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini, apotek yang berada di Kota Yogyakarta,
apotek yang mencatat dan menyimpan data penggunaan obat generik (baik
penggunaan dengan resep maupun non resep) selama tahun 2009 dengan
ditunjukkan adanya kartu stelling
atau dengan adanya data penjualan/
pengeluaran obat generik yang tersimpan di komputer apotek tersebut.
terekomendasikan oleh IAI dilakukan observasi awal kemudian didapatkan 10
apotek di Kota Yogyakarta yang masuk dalam kriteria inklusi.
D. Materi Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Data pemakaian obat generik di apotek Kota Yogyakarta tahun 2009
2.
Daftar Harga Obat generik berdasarkan KepMenKes No.
HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik.
E. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.
Kartu stok (baik secara manual atau komputerisasi)
2.
Buku untuk mencatat langsung
3.
Kalkulator untuk menghitung
4.
Komputer dengan program Microsoft Office Excel 2007
F. Tempat Penelitian
G. Jalan Penelitian
Penentuan lokasi penelitian
Perumusan masalah
Penelusuran literatur
Observasi awal (sesuai
dengan kriteria inklusi)
Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan saran
Pengelolaan dan analisis data
Pengumpulan data dengan
melihat kartu stok baik secara
manual maupun
komputerisasi dan daftar
harga obat Generik
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Analisis nilai pakai
Analisis nilai pakai diawali dengan menghitung jumlah pemakaian obat
generik selama tahun 2009 di apotek Kota Yogyakarta. Setelah diketahui nilai
pakai selama setahun kemudian jumlah pemakaian diurutkan dari data obat
generik dengan pemakaian yang tertinggi sampai yang terendah kemudian
dihitung persentase pemakaiannya dengan perhitungan berikut:
Keterangan :
∑
x = Jumlah pemakaian obat seluruhnya yang ada di Apotek
x = Jumlah pemakaian obat generik (per item / tahun)
Kemudian dari hasil persentase pemakaian dihitung persentase kumulatif
semua obat generik yang ada di apotek. Dari perhitungan persentase obat generik
yang ada dapat dikelompokkan dalam A
NP, B
NP, dan C
NP. Kelompok A
NPmerupakan obat generik yang memiliki persentase kumulatif 80%; kelompok B
NPmerupakan obat generik yang memiliki persentase kumulatif 15% sedangkan
kelompok C
NPmerupakan obat generik yang memiliki persentase kumulatif 5%
Persentase Pemakaian =
Σ
x 100%
2.
Analisis nilai investasi
Keterangan : x = Jumlah investasi per item obat generik selama setahun
n = Jumlah item obat generik selama setahun
hi = Harga beli satuan obat generik + PPN
Setelah itu didapat jumlah investasi per item obat generik selama setahun
kemudian di urutkan dari data tertinggi hingga data terendah. Dihitung pula
persentase investasi per item obat generik dengan perhitungan sebagai berikut:
Keterangan :
∑
x = Jumlah investasi seluruh obat generik
x = Jumlah investasi per obat generik
Dari persentase investasi yang didapat dapat dihitung persentase kumulatif
kemudian dikelompokkan dalam A
NI, B
NI, dan C
NI. Kelompok A
NImerupakan
obat generik yang memiliki persentase kumulatif 80%; kelompok B
NImerupakan
obat generik yang memiliki persentase kumulatif 15% sedangkan kelompok C
NImerupakan obat generik yang memiliki persentase kumulatif 5%.
x = n x hi
Persentase Investasi =
Σ
x 100%
NIK = Nilai Pakai + Nilai Investasi
3.
Analisis nilai indeks kritis
Analisis ini dilakukan dengan menggabungkan hasil analisis nilai pakai dan
nilai investasi. Hasil analisis nilai pakai dan nilai investasi yang telah
dikelompokkan menjadi A
NP, B
NP, C
NP, A
NI, B
NI, dan C
NIdiberi skor
masing-masing. Skor 3 untuk kelompok A
NPdan A
NI, skor 2 untuk kelompok B
NPdan B
NIdan skor 1 untuk kelompok C
NPdan C
NI.
Hasil NIK dikelompokkan ke dalam kelompok A, B dan C dengan kriteria :
Kelompok A dengan NIK 4,67
≤
A
≤
6,00
Kelompok B dengan NIK 3,33
≤
B < 4,67
Kelompok C dengan NIK 2
≤
C < 3,33
I.
Kesulitan dan Kelemahan Penelitian
1.
Kesulitan penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menemui beberapa kesulitan dalam tahap
pengambilan data karena stok yang ada di apotek Kota Yogyakarta tidak
semuanya telah terkomputerisasi dan terdokumentasi berdasarkan golongannya
(obat paten dan obat generik). Tetapi dengan kecermatan dan ketekunan maka
kesulitan tersebut dapat teratasi.
2.
Kelemahan penelitian
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian Analisis Perencanaan Obat Generik Berdasarkan Metode ABC
Indeks Kritis di apotek Kota Yogyakarta Pada Tahun 2009 bertujuan untuk
mengetahui profil perencanaan obat generik berdasarkan nilai pakai dan nilai
investasi di apotek Kota Yogyakarta sehingga dapat diketahui investasi total
pembelian obat generik di apotek Kota Yogyakarta serta dapat memberikan
informasi dan rekomendasi perencanaan obat generik yang efektif dan efisien
sehubungan dengan adanya PerMenKes RI No. HK. 02.02/ Menkes/068/2010
tentang Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah.
Penelitian ini merupakan penelitian non ekspiremental dengan rancangan
penelitian bersifat retrospektif. Dalam penelitian ini data diambil dengan melihat
kartu stelling atau kartu stok tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 sehingga
rancangan penelitian ini dikatakan bersifat retrospektif. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data jumlah penggunaan obat generik
yang didapat
dari kartu stock atau kartu stelling baik secara manual maupun terkomputerisasi
selama tahun 2009
pada apotek di Kota Yogyakarta. Kemudian data tersebut
dianalisis menggunakan metode ABC Indeks Kritis.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Daerah
Istimewa Yogyakarta tanggal 18 Maret 2010 terdapat 26 apotek yang dikelola
penuh oleh Apoteker Pengelola Apotek yang terletak di Kota Yogyakarta.
Langkah awal adalah melakukan observasi tentang ada tidaknya dokumentasi atau
pencatatan penggunaan obat generik selama tahun 2009, baik secara manual
maupun terkomputerisasi dan kesediaan Apoteker Pengelola Apotek untuk
berpartisipasi dalam penelitian ini. Setelah dilakukan observasi awal didapatkan
10 apotek yang memenuhi kriteria dan bersedia untuk dilakukan penelitian,maka
10 apotek tersebut yang digunakan sebagai tempat penelitian tentang profil nilai
pakai dan nilai investasi obat generik di Kota Yogyakarta.
Dari data yang diperoleh dari 10 apotek di Kota Yogyakarta kemudian
dianalisis menggunakan ABC Indeks Kritis yang diawali dengan analisis ABC
nilai pakai kemudian analisis ABC nilai investasi. Penggabungan antara keduanya
(penggabungan nilai pakai dan nilai investasi) menghasilkan nilai indeks kritis.
A.
Analisis Nilai Pakai, dan Nilai Investasi
1.
Analisis ABC Nilai Pakai
yang nantinya akan digunakan untuk mengelompokkan obat-obat generik tersebut
menjadi kelompok A, B dan C. Obat generik yang memiliki persentase pemakaian
80% dari jumlah pemakaian obat generik seluruhnya dapat dikelompokkan
menjadi kelompok A dan diberi skor 3, pada obat generik yang memiliki
persentase pemakaian 15% dari jumlah pemakaian obat generik seluruhnya
dikelompokkan dalam kelompok B dan diberi skor 2. Sedangkan obat generik
yang memiliki persentase pemakaian 5% dari jumlah pemakaian obat generik
seluruhnya dikelompokkan dalam kelompok C dan diberi skor 1.
Pengelompokkan hasil analisis data jumlah pemakaian yang dilakukan
di Apotek Kota Yogyakata dapatkan dilihat pada tabel II.
Tabel II. Tabel hasil analisis ABC nilai pakai obat generik di apotek
Kota Yogyakarta Tahun 2009
Nama Apotek Kelompok Hasil Analisis
Jumlah item Obat
Generik
Persentase jumlah Obat Generik (%)
Jumlah pemakaian
(tablet, kaplet, kapsul,dan
botol)
Persentase Jumlah Pemakaian
A 31 item 25,83 119.038,52 80,27
Afina B 27 item 22,50 22.228,50 14,99
C 62 item 51,67 7.018,72 4,73
A 49 item 42,98 30.881 79,76
Demangan B 29 item 25,44 5.948 15,36
C 36 item 31,58 1.888 4,88
A 25 item 22,94 246.933,2 79,57
Garsen B 29 item 26,6 48.673,5 15,68
C 55 item 50,46 14.727,5 4,75
Dharma husada
A 20 item 30,3 7.960 79,41
B 18 item 27,27 1.575 15,71
C 28 item 42,43 489 4,88
A 40 item 32,26 76.694,85 79,86
Ratna B 36 item 29,03 14.807,75 15,42
C 48 item 38,71 4.534,5 4,72
Satriya B 30 item 23,81 18.487,54 15,87
C 68 item 53,97 5.358,09 4,6
Sutji
A 29 item 21,81 247.017,52 80,02
B 37 item 27,82 47.176,98 15,29
C 67 item 50,37 14.463,7 4,69
A 28 item 24,14 49.505,5 79,48
UAD B 25 item 21,55 9.816 15,76
C 63 item 54,31 2.968 4,76
A 44 item 27,67 149.862,13 80,37
UGM B 38 item 23,9 27.970,73 15
C 77 item 48,43 8.636,86 4,63
A 34 item 21,52 161.563 80,02
Wipa B 45 item 28,48 30.863 15,29
C 79 item 50 9.481 4,69
Berdasarkan tabel II dapat dikatakan bahwa di setiap apotek yang ada
di Kota Yogyakarta memiliki variasi dalam pemakaian atau penjualan obat
generik. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan jumlah item obat
generik yang tersedia dan jumlah
nilai pakai pada item obat generik baik
dikelompok A,B dan C. Misalnya nilai pakai Amlodipin 5 mg di Apotek Ratna
dikelompokkan dalam kelompok A tetapi di Apotek Garsen, Satriya UAD, Afina
dan Dharma Husada dikelompokkan dalam kelompok B dan C maka dapat
dikatakan jumlah pemakaian di apotek Kota Yogyakarta bervariasi.
sedangkan pada obat generik yang tersedia di Apotek Demangan sebanyak 49
item dan memiliki jumlah pemakaian sebanyak 30.881.
Gambaran profil nilai pakai obat generik di apotek Kota Yogyakarta
dapat dilihat sebagai berikut:
Afina Dema
ngan Garsen Dharm
a Husad
a
Ratna Satriya Sutji UAD UGM Wipa
A 25,83 42,98 22,94 30,3 32,26 22,22 21,81 24,14 27,67 21,52 B 22,5 25,44 26,6 27,27 27,42 23,81 27,82 21,55 23,9 28,48 C 51,67 31,58 50,46 42,43 40,32 53,97 50,37 54,31 48,43 50 10
20 30 40 50 60
Persentase
Pemakaian
(%)
0
Grafik
Nilai
Pakai
Tahun
2009
di
Apotek
Kota
Yogyakarta
Gambar 3. Diagram Batang Persentase Jumlah item Obat Generik
Berdasarkan Nilai Pakai Tahun 2009 di apotek Kota
Yogyakarta
adanya hal tersebut maka apotek tidak mengalami kerugian karena adanya
obat-obat generik yang tidak laku atau nilai penjualannya rendah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa besarnya persentase pada kelompok C daripada kelompok A dan
B disebabkan banyaknya obat generik yang ada di apotek Kota Yogyakarta yang
mempunyai nilai pakai sedikit atau obat generik yang slow moving
Gambaran profil jumlah pemakaian obat generik per kelompok di
apotek Kota Yogyakarta tahun 2009 dapat dilihat pada gambar 4.
Afina Deman
gan Garsen
Dharm a Husada
Ratna Satriya Sutji UAD UGM Wipa
A 80,27 79,76 79,57 79,41 79,86 79,53 80,02 79,48 80,37 80,02 B 14,99 15,36 15,68 15,71 15,42 15,87 15,29 15,76 15 15,29 C 4,73 4,88 4,75 4,88 4,72 4,6 4,69 4,76 4,63 4,69 0
10 20 30 40 50 60 70 80 90
Persentase
jumlah
pema
ka
ia
n
(%)
Grafik Jumlah Pemakaian Obat Generik
di Apotek Kota Yogyakarta Tahun 2009
Gambar 4. Diagram Batang Jumlah Pemakaian Obat Generik Per
kelompok di Apotek Kota Yogyakarta Tahun 2009
Adanya jumlah item obat generik pada setiap kelompok (baik
kelompok A, B dan C) yang berbeda antara apotek satu dengan apotek lain juga
menjadi bukti adanya perbedaan jumlah pemakaian di setiap apotek Kota
Yogyakarta. Perbedaan dalam jumlah pemakaian di setiap apotek dipengaruhi
oleh dua faktor yaitu geografi (letak apotek yang satu dengan yang lain berbeda )
dan demografi (perbedaan jumlah penduduk, usia dan status sosial yang berbeda
di apotek Kota Yogyakarta). Adanya kekosongan obat generik di apotek atau di
distributor juga dapat menjadi faktor yang mendukung jumlah nilai pakai
berkurang di suatu apotek.
Dari hasil analisis nilai pakai yang dilakukan di apotek Kota
Yogyakarta maka dapat disimpulkan bahwa pengadaan dan nilai pakai obat
generik di apotek Kota Yogyakarta bervariasi atau berbeda. Setelah dilakukan
analisis nilai pakai kemudian dilakukan analisis nilai investasi untuk melihat
pengelompokkan obat generik dari sisi investasi.
2.
Analisis ABC Nilai Investasi
nantinya akan dikelompokkan benar-benar item obat generik yang memiliki
pengaruh terhadap investasi di apotek. Pengelompokkan item obat generik pada
analisis ABC nilai investasi ini prosesnya sama dengan analisis ABC nilai pakai,
yaitu dengan melihat persentase kumulatif nilai investasi yang dihasilkan
kemudian dapat dikelompokkan menjadi kelompok A,B dan C.
Kelompok A merupakan kelompok obat generik yang mempunyai
persentase nilai investasi 80% terhadap investasi seluruhnya di apotek dan diberi
skor 3, kelompok B merupakan kelompok obat generik yang mempunyai
persentase nilai investasi 15% terhadap investasi seluruhnya dan diberi skor 2.
Sedangkan kelompok C merupakan kelompok obat generik yang mempunyai nilai
investasi 5% dari investasi seluruhnya dan diberi skor 3. Kelompok obat generik
yang masuk dalam kelompok A memberikan dampak 80% terhadap investasi
keseluruhan. Hukum Pareto menyatakan bahwa dengan adanya 20 item yang
tersedia di apotek dapat menghasilkan investasi sebanyak 80% (Quick et al.,
1997).
Pengelompokkan hasil analisis data jumlah pemakaian yang dilakukan
di apotek Kota Yogyakata dapatkan dilihat pada tabel V.
Tabel III. Tabel hasil analisis ABC nilai investasi obat generik di
apotek Kota Yogyakarta Tahun 2009
Nama Apotek Kelompok Jumlah item obat generik
Persentase Jumlah obat generik (%)
Jumlah investasi (Rp)
Persentase jumlah investasi Hasil
Analisis
A 29 item 24,17 26.866.329,61 80,36 Afina B 31 item 25,83 5.025.909,10 15,03
C 60 item 50 1.538.101,11 4,6
Total item dan total investasi
120 item 33.430.339,82
Demangan B 34 item 29,83 1.461.140,2 15,2
C 31 item 28,95 484.610,78 5,04
Total item dan total investasi
114 item 9.615.259.13
A 38 item 34,86 35.201.387,3 79,69 Garsen B 33 item 30,28 6.875.823,69 15,57
C 38 item 34,86 2.095.275,91 4,74
Total item dan total investasi
109 item 44.172.486.9
A 16 item 24,24 2.902.181,94 79,7
Dharma husada
B 20 item 30,3 563.058,97 15,46
C 30 item 45,46 176.373,48 4,84
Total item dan total investasi
66 item 3.641.614.39
A 31 item 25 34.556.947,38 79,78
Ratna B 43 item 34,68 6.711.422,76 15,49
C 50 item 40,32 2.049.204,05 4,73
Total item dan total investasi
124 item 43.317.574.18
A 36 item 28,57 18.132.371,03 80,19 Satriya B 35 item 27,78 3.403.914,6 15,05
C 55 item 43,65 1.075.452,46 4,76
Total item dan total investasi
126 item 22.611.738.09
A 44 item 33,08 37.751.039,01 79,85 Sutji B 41 item 30,83 7.275.612,88 15,39
C 48 item 36,09 2.250.452,06 4,76
Total item dan total investasi
133 item 47.277.103.95
UAD
C 52 item 44,82 564.909,42 4,78 Total item dan
total investasi
116 item 11.809.881.24
A 42 item 26,42 34.843.633,99 79,97 UGM B 47 item 29,56 6.665.201,44 15,3
C 70 item 44,02 2.060.394,87 4,73
Total item dan total investasi
159 item 43.569.230,3
Wipa
A 38 item 24,05 32.510.586,02 80,05
B 47 item 29,75 6.139.831,66 15,12
C 73 item 46,2 1.961.062,81 4,83
Total item dan total investasi
158 item 40.611.480.49
Dari tabel III diatas dapat dikatakan bahwa setiap apotek di Kota
Yogyakarta memiliki jumlah investasi yang berbeda untuk melakukan persediaan
obat generik di apoteknya. Hal ini dimungkinkan karena jumlah pemakaian setiap
apotek di Kota Yogyakarta juga bervariasi (mengingat harga satuan yang
digunakan di setiap apotek mengacu pada KepMenKes No.
HK.03.01/Menkes/146/I/2010 tentang Harga Obat Generik). Selain itu juga omset
untuk menyediakan obat generik di setiap apotek juga berbeda. Misalnya Apotek
UGM untuk menyediakan obat generik sebanyak 159 item memerlukan investasi
sebesar Rp. 43.569.230,3 sedangkan Apotek Wipa untuk menyediakan obat
generik sebanyak 158 item memerlukan investasi sebesar Rp. 40.611.480.49.
Gambaran profil nilai investasi obat generik di apotek Kota
Yogyakarta dapat dilihat pada gambar 6:
Afina Deman gan Garsen
Dharm a Husad
a
Ratna Satriya Sutji UAD UGM Wipa
A 24,17 42,98 34,86 24,24 25 28,57 33,08 27,59 26,42 24,05 B 25,83 29,83 30,28 30,3 34,68 27,78 30,83 27,59 29,56 29,75 C 50 28,95 34,86 45,46 40,32 43,65 36,09 44,82 44,02 46,2 0
10 20 30 40 50 60
Persentase
jumlah
obat
generik
(%)
Grafik
Nilai
Investasi
Tahun
2009
di
Apotek
Kota
Yogyakarta
Gambar 5. Diagram Batang Persentase Jumlah item Obat Generik
Berdasarkan Nilai Investasi Tahun 2009 di apotek Kota
Yogyakarta
Dilihat dari gambar 6 obat generik yang tergolong dalam kelompok C
di apotek Kota Yogyakarta hampir semuanya memiliki presentase yang lebih
tinggi dari pada kelompok A dan B kecuali pada Apotek Demangan. Adanya
persentase kelompok C yang lebih tinggi atau yang lebih dominan maka dapat
disimpulkan bahwa item obat generik di sebagian besar apotek Kota Yogyakarta
kurang efisien karena investasi yang dikeluarkan oleh apotek untuk pengadaan
obat generik tetapi sebagian besar investasi termasuk dalam kelompok C. Oleh
sebab itu, perlu adanya perhatian khusus untuk menangani hal ini supaya apotek
tidak mengalami kerugian dalam jumlah yang besar.
satuan yang tinggi tidak menjamin memiliki nilai investasi yang tinggi pula jika
nilai pakai obat tersebut tidak tinggi. Sebaliknya jika suatu obat generik memiliki
harga satuan yang rendah tetapi memiliki nilai pakai yang tinggi maka tidak
menutup kemungkinan obat tersebut memiliki nilai investasi yang tinggi.
Sebagai contoh Prednison 5 mg di Apotek Wipa memiliki harga satuan
Rp 40 dan memiliki jumlah pemakaian selama setahun sebanyak 9835 maka
prednisone di Apotek Wipa memiliki nilai investasi yang tinggi (tergolong dalam
kelompok A). Tetapi di Apotek Dharma Husada Prednison memiliki nilai
investasi yang rendah (tergolong dalam kelompok C). Hal ini dikarenakan jumlah
pemakaian Prednison di Apotek Dharma Husada rendah. Lain halnya dengan
Cefixim sirup di Apotek Wipa walaupun memiliki harga satuan yang tinggi tetapi
memiliki jumlah pemakaian yang rendah maka Cefixim sirup di Apotek Wipa
memiliki nilai investasi yang rendah (tergolong dalam kelompok C).
Grafik
Jumlah
Investasi
di
Apotek
Kota
Yogyakarta
Tahun
2009
0 5000000 10000000 15000000 20000000 25000000 30000000 35000000 40000000
ANI (Rp) BNI (Rp) C NI (Rp)
Gambar 6. Diagram Batang Jumlah Investasi Obat Generik Per
kelompok di Apotek Kota Yogyakarta Tahun 2009
Dari gambar 7 dapat dilihat bahwa semua apotek di Kota Yogyakarta
memiliki investasi yang berbeda untuk mengadakan obat generik. Misalnya
Apotek Sutji membutuhkan investasi yang besar untuk menyediakan obat generik
yang masuk dalam kelompok A, lain halnya dengan Apotek Dharma Husada
membutuhkan investasi untuk mengadakan obat generik kelompok A hanya
sedikit. Adanya perbedaan investasi pada apotek Kota Yogyakarta disebabkan
adanya kebutuhan yang berbeda.
Tabel IV. Tabel jumlah investasi total di apotek Kota Yogyakarta Pada
Tahun 2009
No Nama Apotek AIK (Rp) BIK (Rp) C IK (Rp) Total (Rp)
1 Afina 26.866.329,61 5.025.909,1 1.538.101,11 33.430.339,82 2 Demangan 76.695.08,15 1.461.140,2 484610.78 9.615.259,13 3 Garsen 35.201.387,3 6.875.823,69 2.095.275,91 44.172.486,9 4 Dharma
husada
2.902.181,94 563.058,97 176.373,48 3.641.614,39
5 Ratna 34.556.947,38 6.711.422,76 2.049.204,05 43.317.574,18 6 Satriya 18.132.371,03 3.403.914,6 1.075.452,46 22.611.738,09 7 Sutji 37.751.039,01 7.275.612,88 2.250.452,06 47.277.103,95 8 UAD 9.419.780,27 1.825.191,55 564.909,42 11.809.881,24 9 UGM 34.843.633,99 6.665.201,44 2.060.394,87 43.569.230,3 10 Wipa 32.510.586,02 6.139.831,66 1.961.062,81 40.611.480,49
Total 239.853.764,7 45.947.106,85 14.255.836,95 300.056.708,5
Berdasarkan tabel IV diketahui jumlah investasi dari 10 apotek yang
ada di Kota Yogyakarta untuk mengadakan obat generik selama tahun 2009
adalah Rp 300.056.708,5. Jumlah yang didapatkan pada tabel VI diatas belum
mencakup semua jumlah investasi apotek yang ada di seluruh Daerah Istimewa
Yogyakarta. Dengan diketahuinya jumlah investasi tersebut maka perlu adanya
efisiensi dalam pengadaan obat generik di apotek Kota Yogyakarta karena jumlah
investasi yang didapat tersebut termasuk obat-obat generik yang memiliki nilai
investasi yang rendah (yang tergolong dalam kelompok C) dan juga jumlah
investasi ini belum termasuk semua apotek di seluruh Daerah Istimewa
Yogyakarta .
Yogyakarta, mengingat analisis nilai investasi juga dipengaruhi besarnya jumlah
pemakaian. Selain itu juga adanya investasi total yang didapat yaitu sebesar Rp
300.056.708,5 maka perlu dilakukan untuk perencanaan dan pengadaan obat
generik di apotek Kota Yogyakarta.
Setelah dilakukan analisis ABC nilai investasi maka perlu dilakukan
analisis ABC Indeks Kritis untuk melihat item obat generik baik dari segi jumlah
pemakaian maupun dari segi investasi dapat berdampak pada apotek di Kota
Yogyakarta.
B.
Analisis ABC Indeks Kritis
Analisis ABC Indeks Kritis bertujuan untuk mengelompokkan obat
generik yang ada di apotek menjadi kelompok A, B dan C dengan
menggabungkan antara nilai pakai dan nilai investasi dari obat generik tersebut.
Hasil nilai indeks kritis dapat digunakan untuk merekomendasikan obat generik
yang memiliki nilai pakai dan nilai investasi yang tinggi.
Analisis ABC indeks kritis ini seharusnya merupakan penggabungan
antara nilai pakai, nilai investasi dan VEN. Tetapi dalam penelitian ini analisis
VEN tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan sistem pengadaan,
waktu pengadaan dan dana