• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBERIAN TANDA AIR PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE TANDA AIR DENGAN ANALISIS KOMPONEN INDEPENDEN PEMBALIKAN CITRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBERIAN TANDA AIR PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE TANDA AIR DENGAN ANALISIS KOMPONEN INDEPENDEN PEMBALIKAN CITRA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMBERIAN TANDA AIR PADA CITRA DIGITAL MENGGUNAKAN METODE TANDA AIR DENGAN ANALISIS KOMPONEN INDEPENDEN PEMBALIKAN CITRA

Nama Mahasiswa : Yunita Pranindya

NRP : 1206 100 023

Jurusan : Matematika FMIPA-ITS

Dosen Pembimbing : Drs. Soetrisno,MIKomp.

Abstrak

Pemberian tanda air (watermarking) merupakan salah satu teknik pengamanan citra digital. Watermarking terdiri dari dua proses utama, yaitu pelekatan dan ekstraksi. Pada umumnya proses ekstraksi pada watermarking menggunakan citra asli, ini tidak efektif dan efisien. Oleh karena itu, pada Tugas Akhir ini akan digunakan metode watermarking yang tidak menggunakan citra asli dalam proses ekstraksi yaitu metode tanda air dengan analisis komponen independen transpose citra (watermarking by independent component analysis image transpose), yang selanjutnya disebut WMicaT. Dalam metode ini digunakan signature sebagai citra pembentuk watermark yang dilekatkan pada citra asli.

Proses pelekatan pada metode WMicaT selain menghasilkan citra ter-watermark juga menghasilkan citra publik yang digunakan sebagai citra sumber dalam proses ekstraksi. Ekstraksi dalam metode ini menggunakan analisis komponen independen (Independent Component Analysis), dengan algoritma FastICA. Selain dilakukan pada citra ter-watermark yang normal, proses ekstraksi juga dilakukan pada citra ter-watermark yang mengalami gangguan berupa reduksi grayscale level 128, 64 dan 32.

Kata kunci: Watermarking, Citra Digital, Analisis Komponen Independen, FastICA

1. PENDAHULUAN

Perkembangan teknologi komputer digital dan perangkat-perangkat lainnya semakin cepat, hal ini membuat data digital banyak digunakan karena mudah diduplikasi, mudah diolah, serta mudah didistribusikan. Dengan berkembangnya internet, distribusi data digital, salah satunya berupa citra digital menjadi semakin mudah. Dalam beberapa kasus, membutuhkan keamanan agar tidak terjadi pelanggaran hak cipta dan kebocoran rahasia. Banyak metode dikembangkan untuk mengamankan dan melindungi citra digital, salah satunya adalah watermarking pada citra digital.

Metode watermarking pada citra digital yang telah digunakan, masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan. Beberapa metode yang digunakan, misalnya Sugihono Tjandra menggunakan Discrete Cosine Transform dengan algoritma Cox, R. Deny Budy menggunakan Transformasi Wavelet, Cahya Heru B menggunakan metode Shuffling membutuhkan citra asli untuk proses ekstraksi.Hal ini membuat proses watermarking menjadi tidak efektif, karena dalam prosesnya, kita dituntut untuk menjaga citra asli. Oleh karena itu dalam penelitian ini dikembangkan sebuah metode yang dapat mengatasi kelemahan tersebut. Metode ini disebut tanda air dengan analisis komponen independen pembalikan citra (watermaking by independent component analysis with image transpose), yang

untuk selanjutnya disebut WMicaT. Dengan menggunakan analisis komponen independen (Independent Component Analysis) dalam proses ekstraksi, maka masalah ekstraksi tanpa menggunakan citra asli dapat teratasi. Karena tidak membutuhkan citra asli metode ini termasuk blind watermarking.

Dalam metode WMicaT digunakan signature sebagai citra pembentuk watermark yang akan dilekatkan pada citra asli. Signature dapat berupa citra logo perusahaan, citra tanda tangan dan sebagainya. Selain menghasilkan citra ter-watermark, metode ini juga menghasilkan citra publik yang dapat dipublikasikan secara umum. Citra ini digunakan dalam proses ekstraksi, sehingga dalam proses ekstraksi tidak perlu menggunakan citra asli.

Tujuan dari penelitian ini adalah membuat sebuah program watermarking menggunakan metode WMicaT yang dapat melakukan proses ekstraksi tanpa menggunakan citra asli serta memiliki sifat robustness dan insibility. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaaat diantaranya memberikan informasi bagi pihak yang ingin mengembangkan teknik watermarking pada citra digital, dapat digunakan sebagai referensi untuk penelitian pada sistem keamanan data digital selanjutnya, Metode watermarking dalam tugas akhir

(2)

2

ini sebagai metode alternatif sistem pengamanan citra digital.

Pada penelitian ini diberikan batasan masalah dan asumsi sebagai berikut :

1. Signature S yang digunakan adalah citra biner BMP berukuran N x N.

2. Citra asli I yang akan diproses dalam adalah berupa citra gray scale BMP berukuran (m*N x m* N), dengan m adalah bilangan asli.

3. Gangguan (attack) yang akan diberikan pada citra ter-watermark adalah reduksi grayscale dengan level 128, 64 dan 32.

4. Software yang akan digunakan dalam membuat program watermarking adalah Matlab R2009a. 5. Algoritma yang digunakan dalam metode

Independent Component Analysis (ICA) yang digunakan dalam proses ekstraksi adalah FastICA.

2. DASAR TEORI 2.1 Citra Digital

Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi kontinu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi.

Citra dibentuk dari persegi empat yang teratur sehingga jarak horizontal dan vertikal antara piksel satu dengan yang lain adalah sama pada seluruh bagian citra. Indeks x bergerak ke bawah dan indeks y bergerak ke kanan. Untuk menunjukkan koordinat digunakan posisi kanan bawah dalam citra berukuran m x n piksel. Gambar 2.1 menunjukkan koordinat pada suatu citra digital.

Gambar 2.1 Koordinat pada Citra Digital

Untuk menunjukkan tingkat intensitas cahaya suatu piksel, seringkali digunakan bilangan bulat dengan lebar selang antara 0-255, dimana 0 untuk warna hitam dan 255 untuk warna putih. Sistem visual manusia dapat membedakan ratusan ribu warna tetapi hanya dapat membedakan 100 shade keabuan.

2.2.1 Konsep Tetangga Piksel

Pada pengolahan citra digital dibutuhkan beberapa konsep dasar tentang citra, misalnya untuk mencari rata-rata piksel atau variansi lokal citra dibutuhkan konsep piksel tetangga. Salah satu konsep piksel tetangga yang digunakan adalah 8-tetangga, yang dinotasikan dengan N8(p). Agar piksel tepi dapat dioperasikan seperti piksel di bagian

dalam citra maka dilakukan penambahan satu piksel di sekeliling citra. Piksel tambahan dapat bernilai 0, 1 atau sama dengan piksel tepi dan pemilihannya disesuaikan dengan kebutuhan.

Hubungan piksel N8(p) direpresentasikan oleh Gambar 2. 2

f(x-1,y-1) f(x-1,y) f(x-1,y+1) f(x,y-1) f(x,y) f(x,y+1)

f(x+1,y-1) f(x+1,y) f(x+1,y+ 1)

Gambar 2.2 Hubungan Piksel N8(p)

2.2.2 Noise Visibility Function

Noise Visibility Function (NVF) merepresentasikan properti dari citra lokal, mengidentifikasi tekstur dari citra dan daerah batas (edges) dimana tanda (mark) seharusnya dilekatkan. Dalam menentukan NVF yang optimal, watermark diidentifikasi sebagai noise[8]. Berikut ini adalah rumusan yang digunakan untuk menghitung NVF :

𝑁𝑉𝐹 = 𝑤𝜎 𝐼2 𝑤

𝜎 𝐼2+𝜎𝐼2 𝑚,𝑛 (2.1)

Dengan 𝜎𝐼2(𝑚, 𝑛) adalah variansi lokal window dari citra yang berada pada pixel dengan koordinat (m,n), 1< m,n < N, dengan N sebagai ukuran dari citra I, N x N. Dan 𝑤𝜎

𝐼2 merupakan fungsi bobot dari

𝜎𝐼2 , dengan unit variansi N (0, 𝜎𝐼2), maka 𝑤𝜎𝐼2 = 𝜎𝐼2. Variansi lokal (𝜎𝐼2) merupakan indikator yang baik dari aktifitas lokal citra. Misalnya,ketika nilai dari variansi lokal kecil, maka dapat disimpulkan bahwa citra datar memiliki variansi lokal yang cukup besar mengindikasikan adanya batas (edges) atau area yang bertekstur tinggi.

2.3 Watermarking

Watermarking dapat diartikan sebagai suatu teknik penyembunyian data atau informasi rahasia kedalam suatu data lainnya untuk ditumpangi, tetapi orang lain tidak menyadari kehadiran adanya data tambahan pada data host-nya. Jadi seolah-olah tidak ada perbedaan antara data host sebelum dan sesudah prosesnya [2]. Secara umum proses watermarking dibagi menjadi dua yaitu pelekatan dan ekstrasi. Berikut ini adalah gambar dari proses tersebut :

(3)

3

2.4 Analisis Komponen Independen

(Independent Component Analysis)

Berdasarkan sumber yang independen satu sama lain, algoritma Independent Component Analysis (ICA) mencoba untuk menemukan sebuah transformasi dari campuran seperti perbaikan sinyal yang independen [5]. Seperti yang terlihat pada gambar 2.3, tahap pada ICA dapat dibagi menjadi dua sub model, mixing model dan demixing model. Mixing model dapat dirumuskan sebagai berikut :

x = As (2.2) dimana :

x = [ x1,…..,xN ]T, s = [ s1,……,sN ]T dan ANxN adalah matriks yang tidak diketahui

Persamaan dari model ICA dinotasikan dalam matriks, x menotasikan vektor acak dengan elemen , s dengan elemen dan A adalah matriks dengan elemen. A merupakan matriks n x n yang tidak diketahui, disebut juga dengan matriks pencampur.Kolomnya dinamakan basis vektor ICA atau basis fungsi ICA. Implementasi dari ICA adalah usntuk memperkirakan kembali matriks pencampur W, sehingga vektor x dapat ditransformasikan ke dalam bentuk :

y = Wx (2.3) dimana :

y = [ y1,….,yN ]T W = A-1

Gambar 2.3 ICA Mixing dan Demixing Model

2.4.1 Syarat Perhitungan ICA

1. Data bersifat Non-Gaussian 2. Data independen secara statistik.

3. Mixing matrix A berbentuk squarel persegi 4. Data tercampur secara linier.

2.4.2 FastICA

Fast ICA merupakan suatu algoritma yang ditujukan untuk melakukan proses ekstraksi berdasarkan algoritma ICA. Fast ICA terbagi menjadi 2 bagian ,yaitu pre-processing dan processing.

1. Preprocessing Fast ICA a. Remmean

Remmean (pemusatan) adalah tahapan yang dilakukan untuk membuang mean.

b. Whitenv

Setelah proses remmean, tahapan pre-process selanjutnya adalah whitenv. Pada tahapan ini data

yang ditransformasikan sehingga didapatkan vektor data baru dengan karakteristik :

 antara baris yang satu dan baris yang lainnya tidak saling berkorelasi

 memiliki variasi yang sama

 kovariansi matriks = matriks identitas [ I ]. 2. Processing Fast ICA

Pada ICA, setiap sinyal yang ditangkap/direkam merupakan hasil dari suatu fungsi linier, seperti persamaan diatas. Dengan menganggap bahwa Si bebas statistika, maka invers dari persamaan diatas dapat ditulis sbb :

S = Wx (2.4) Dimana W adalah matriks invers dari matriks pencampur A. Jika y dalah salah satu nilai komponen bebas dari mixed signal, atau y = WTx . Dan wi merupakan salah satu komponen baris dari matriks invers A maka y adalah salah satu komponen bebas dari X. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana cara untuk mendapatkan wi yang memiliki nilai yang sama dengan salah satu baris dari invers vektor A. Untuk melihat konsep dasar ICA, persamaan y = WTx = dituliskan kembali menjadi z = ATx, sehingga didapatkan y = WTx = WTAs = zTs. Nilai dari vector W dapat dicari dengan cara memaksimalkan gaussianity nilai WTx.

Algoritma FastICA dasar yang bertujuan untuk mengestimasi komponen independen, didasarkan pada negative egentropy (negentropy), dimana dasar iterasi yang dipakai untuk mengestimasi satu komponen independen adalah sebagai berikut :

w(k)=E{xg(w(k-1)Tx)}-E{g’(w(k-1)Tx)}w(k-1) (2.5) Dimana g’(u) merupakan fungsi turunan dari g(u), g(u) adalah fungsi yang harus ditentukan dan diimplementasikan. Dalam Tugas Akhir ini g(u) yang akan kita pakai adalah fungsi tangen hiperbolik (tanh), dimana g(u) = tanh (u)[9]. Dengan k=1, berikut adalah algoritma FastICA satu unit yang menggunakan fungsi tanh :

1.Pilih secara random inisial vector w(0)

2.w(k) = E{x.tanh(w(k-1)Tx)} - E{(1-tanh2(w(k-1) T

x))} w(k-1)

3.Bagi w(k) dengan normnya

4.Jika |w(k)T-w(k-1)| belum cukup dekat dengan 1, maka k = k+1 dan diulangi dari langkah dua. Selain itu berarti output adalah w(k)

Hasil vektor w(k) yang di dapat merupakan satu kolom dari matrik bobot B. Untuk mendapatkan estimasi lebih dari satu komponen independen algoritma satu unit tersebut dijalankan hingga beberapa kali sejumlah komponen independen. Untuk menjaga agar tidak terjadi konvergensi pada satu vektor maka diterapkan metode Gram-Schmidt. Selanjutnya untuk mendapatkan matriks W dan A

(4)

4

digunakan whitening dan dewhitening matriks hasil dari proses whiten

2.5 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi 𝑟𝑋,𝑌 digunakan untuk menghitung kesamaan diantara dua citra, misalkan X dan Y. Ketika dua citra berbeda secara total nilai | rX,Y | ≈ 0, dan di sisi lain ketika X dan Y identik satu sama lain | rX,Y | ≈ 1. Berikut adalah bentuk umum untuk menghitung koefisien korelasi antara dua citra : 𝑟𝑋,𝑌 = 𝑠𝑥𝑦 𝑠𝑥𝑥𝑠𝑦𝑦 (2.6) dimana : 𝑠𝑥𝑦 = 𝑀𝑖=1 𝑁𝑗 =1 𝑋 𝑖,𝑗 − 𝑋 𝑌 𝑖,𝑗 − 𝑌 (2.7) 𝑠𝑥𝑥 = 𝑀𝑖=1 𝑁𝑗 =1(𝑋 𝑖,𝑗 − 𝑋 )2 (2.8) 𝑠𝑦𝑦 = 𝑀𝑖=1 𝑁𝑗 =1(𝑌 𝑖,𝑗 − 𝑌 )2 (2.9) 𝑋 = 1 𝑀𝑁 𝑋(𝑖,𝑗 ) 𝑁 𝑗 =1 𝑀 𝑖=1 , (2.10) 𝑌 = 1 𝑀𝑁 𝑌(𝑖,𝑗 ) 𝑁 𝑗 =1 𝑀 𝑖=1 , (2.11) Dalam metode WMicaT koefisien korelasi

digunakan untuk mengidentifikasi estimasi citra hasil dari teknik ICA, serta untuk mengukur keidentikan antara citra dan estimasinya.

2.6 Algoritma Watermarking by Independent Component Analysis (WMicaT)

Seperti metode watermarking pada umunya metode WMicaT pada citra digital dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu pelekatan dan ekstraksi.

2.6.1 Pelekatan

Pelekatan pada metode WMicaT terdiri dari proses pelekatan watermark W untuk membentuk citra ter-watermark I+ dan citra publik Kp. Pelekatan menggunakan metode WMicaT terdiri dari lima tahap, yaitu :

1. Menghasilkan watermark awal W0 yang tersusunn dari signature S.

2. Menghasilkan visual mask V dari citra asli I, yang digunakan untuk mengidentifikasi area dari host citra, yang dapat dilekati watermark dengan kuat. Visual mask dihasilkan dari noise visibility function dimana watermark diasumsikan sebagai noise yang terdistribusi sama independen dengan unit variansi N (0,1)[8]. 𝑉(𝑚 ,𝑛 )= 1 1+𝜎𝐼2(𝑚,𝑛) (2.12) 𝜎𝐼2 𝑚, 𝑛 = 1 2𝐿+1 (𝐼 𝑖+𝑚 ,𝑗 +𝑛 − 𝐿 𝑗 =−𝐿 𝐿 𝑖=−𝐿 𝐼 𝑚 ,𝑛 )2 (2.13)

I

m,n

=

1 (2L+1)2

I

(i+m,j+n) L j=−L L i=−L (2.14)

3. Menciptakan watermark W dari watermark awal W0 dan visual mask V yang diberikan oleh :

W=W0 – W0⋅V (2.15) dimana ⋅ adalah hasil dari perkalian elemen. Misal (m,n) adalah input dari hasil ini yang diberikan oleh (W0⋅V)(m,n) = W0(m,n)⋅V(m,n)

4. Menghasilkan citra ter-watermark I+. 5. Menghasilkan citra publik Kp. keterangan :

σI2 m, n : variansi lokal dari citra pada sebuah window

yang berpusat pada piksel I(m,n). L : penambahan piksel

2L+1 : jumlah window

I+ = I + αW + βWT (2.16) dimana :

I+ : citra ter-watermark I : citra asli

W : watermark

WT : transpose dari watermark α : koefisien pelekatan pada W β : koefisien pelekatan pada WT

Gambar 2.6 Skema Pelekatan dengan metode WMicaT

𝛼 dan 𝛽 bernilai (0,0.1], citra publik Kp juga dihasilkan dalam proses ini, kunci dari citra K didapatkan dengan menghasilkan sebuah pseudo random dimana K = KT. Sebuah kunci rahasia ks, digunakan sebagai bilangan seed untuk penghasil pseudo random number. Citra publik dapat dihitung dengan :

Kp = γI + δIT + λK (2.17) dimana :

Kp : citra publik I : citra asli

IT : transpose citra asli K : kunci citra

γ : koefisien pelekatan dari I δ : koefisien pelekatan dari IT λ : koefisien pelekatan dari K

γ,δ,λ bernilai antara (0,1]. Tanpa mengetahu kunci rahasia ks, seseorang tidak akan dapat mengekstraksi citra ter-watermark menggunakan citra publik Kp. Oleh karena itu citra publik Kp dapat disediakan secara umum.

(5)

5

2.6.2 Ekstraksi

Proses ekstraksi bertujuan untuk mengekstrak signature S dari citra yang tersedia. Disamping citra ter-watermark I+, informasi lain yang tersedia adalah citra publik Kp dan kunci rahasia ks. Proses ekstraksi dapat dibagi menjadi tiga tahap,yaitu :

1. Tahap pertama, mengekstraksi citra asli I dari K dan Kp dengan memakai teknik ICA.

Pada tahap ini kita membangun kembali kunci citra K dengan menggunakan seed k. Tiga citra K, Kp dan KpT diubah dengan operator 𝐶2→1 2D ke 1D ke sinyal satu dimensi (1D) , 𝑡𝐾, 𝑡𝐾𝑝dan 𝑡𝐾𝑝𝑇, secara

berurutan.Dengan mengaplikasikan persamaan (2.14) dan catatan bahwa K=KT, input pada ICA yang pertama dapat ditulis :

𝑡𝐾𝑝 = 𝐶2→1𝐾𝑝 = 𝐶2→1 𝛾𝐼 + 𝛿𝐼

𝑇+ 𝜆𝐾 , 𝑡𝐾𝑝𝑇 = 𝐶2→1𝐾𝑝𝑇 = 𝐶2→1 𝛾𝐼𝑇+ 𝛿𝐼 + 𝜆𝐾 ,

𝑡𝐾 = 𝐶2→1 𝐾 . (2.18)

Dengan menunjuk sinyal 1D dari I dan IT dengan 𝑡𝐼 dan 𝑡𝐼𝑇,secara berurutan.Persamaan (2.16) dapat ditulis dalam bentuk matriks, seperti berikut :

𝑡𝐾𝑝 𝑡𝐾 𝑝𝑇 𝑡𝐾 = 𝛾 𝛿 𝜆 𝛿 𝛾 𝜆 0 0 1 𝑡𝐼 𝑡𝐼𝑇 𝑡𝐾 (2.19) Persamaan (2.19) menunjukkan model ICA.Kita dapat mengestimasi sinyal 1D, yaitu 𝑡𝐼 dan 𝑡 𝐼𝑇 dengan mengaplikasikan teknik ICA pada sinyal

yang diketahui [𝑡𝐾𝑝, 𝑡𝐾𝑝𝑇, 𝑡𝐾]

𝑇 dan persamaan koefisien korelasi yang ada pada persamaan (2.6). 2. Tahap kedua, mengaplikasikan ICA pada estimasi citra asli dan citra ter-watermark untuk mengekstrak watermark W.

Tahap ini merupakan langkah utama dari ekstraksi watermark. Dengan empat sinyal 1 dimensi yaitu 𝑡𝐼, 𝑡𝐼𝑇, 𝑡𝐼, dan 𝑡𝐼𝑇.Menggunakan (2.13), empat

sinyal campuran dapat ditulis :

𝑡𝐼+= 𝐶2→1( 𝐼 + 𝛼𝑊 + 𝛽𝑊𝑇 )

𝑡𝐼+𝑇 = 𝐶2→1 𝐼𝑇+ 𝛼𝑊𝑇 + 𝛽𝑊

𝑡 = 𝐶𝐼 2→1( 𝐼 )

𝑡 = 𝐶𝐼𝑇 2→1( 𝐼𝑇 ) (2.20)

atau dalam bentuk matriks :

(2. 21) dimana 𝑡𝑊 dan 𝑡𝑊𝑇 mewakili sinyal 1D dari watermark W dan transpose-nya WT, secara berurutan.

Persamaan (12) sama sengan mixing model ICA, x=As. Dari sini, kita akan mendapatkan empat output yaitu y1, y2, y3 dan y4 yang merupakan bentuk 1D dari estimasi dari citra asli I, watermark W dan

transpose-nya yaitu IT dan WT. Untuk sinyal 1D ini kita menggunakan operator 1D ke 2D untuk menghasilkan empat estimasi citra Y1, Y2, Y3 dan Y4. 3.Tahap ketiga post processing digunakan untuk mendapatkan signature S dari estimasi watermark.

Pada tahap ini, sebuah algoritma post processing akan dibangun untuk mendapatkan signature S dari citra Y1, Y2, Y3 dan Y4. Akan diaplikasikan koefisien korelasi pada tahap post processing untuk mengidentifikasi output Yi sesuai dengan sumber sinyal I, W, IT atau WT. Rincian tahap post processing meliputi dua langkah yaitu :

a.Identifikasi.

Identifikasi merupakan penyaringan watermark dari keempat output Y1, Y2, Y3 dan Y4 yang belum diketahui mana merupakan watermark dan transpose-nya. Citra ter-watermark dan estimasi citra asli merupakan citra yang identik, sehingga citra ter-watermark sebagai citra yang diketahui dapat digunakan untuk mengidentifikasi output yang merupakan estimasi dari watermark dan transpose-nya.

b.Refining.

Dengan menggunakan dua estimasi watermark untuk mendapatkan signature, maka diaplikasikan proses reserve, membagi estimasi watermark menjadi sub-gambar kemudian menghitung rata-rata untuk mendapatkan lagi signature. Pertama, anggap Z1 dan Z2 adalah dua output yang merupakan estimasi watermark dan transpose-nya. Kemudian menghitung rata-rata dari watermark𝑊, dengan :

𝑊 = (𝑍1+ 𝑍2)/2 (2.22) Kemudian yang kedua membagi citra 𝑊 ke l subcitra, 𝑊 , 𝑊𝑠1 , … , 𝑊𝑠2 𝑠𝑙,dengan ukuran Ms x Ms, dimana Ms x Ms adalah ukuran dari S. Yang ketiga, menghitung estimasi dari Ssebagai rata-rata dari sub citra tersebut :

𝑆 = 𝑊 + 𝑊𝑠1 + ⋯ + 𝑊𝑠2 𝑠𝑙 (2.23) Selanjutnya estimasi signature 𝑆 akan dibandingkan dengan signature S menggunakan koefisien korelasi | 𝑟𝑆𝑆 |. Proses ekstraksi secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar 4, seperti yang ada di bawah ini :

(6)

6

dimana : 𝐶2→1 : operator 2D ke 1D 𝐶2→1 : operator 1D ke 2D 𝑡𝐼+𝑇 : 1D dari I+T 𝑡𝐼+ : 1D dari I+ 𝑡 𝐼 : 1D dari I 𝑡 𝐼𝑇 : 1D dari IT

y1,y2,y3 dan y4 : estimasi 1D dari W, WT, I dan IT Y1,Y2,Y3 dan Y4 : estimasi 2D dari W, WT, I dan I

2.6 PNSR

MSE atau Mean Square Error merupakan suatu metode pengukuran kontrol dan kualitas yang sudah dapat diterima luas (Wikipedia, 2009). MSE dihitung dari sebuah contoh obyek yang kemudian dibandingkan dengan obyek aslinya sehingga dapat diketahui tingkat ketidaksesuaian antara obyek contoh dengan aslinya. Persamaan MSE terhadap deviasi dari target adalah sebagai berikut:

MSE = 1 MN I x, y n y=1 m x=1 − I′(x, y) 2 (2.25) I(x,y) adalah nilai piksel di citra asli, I’(x,y) adalah nilai piksel pada citra hasil modofikasi, dalam hal insi adalah citra ter-watermark dan x, y adalah dimensi citra.

3. PERANCANGAN SISTEM

Pada bagian ini akan dibahas bagaimana sistem program akan berinteraksi dengan pengguna mulai dari memasukkan input data sampai menghasilkan keluaran. Pembahasan mengenai sistem program meliputi langkah-langkah penyelesaian teknik pelekatan watermark, langkah-langkah teknik ekstraksi watermark, langkah-langkah citra ter-watermark reduksi grayscale dan langkah-langkah pengujian hasil menggunakan MSE dan koefisien korelasi.

3.2 Langkah-Langkah Program Watermarking

pada Citra Digital Menggunakan Metode WMicaT (Proses Pelekatan)

Program watermarking pada citra digital menggunakan metode WMicaT merupakan program utama yang berfungsi membuat citra ter-watermark dan membuat citra publik yang digunakan dalam proses ekstraksi. Proses pelaksanaan sistem dalam program ini ditunjukkan oleh Gambar 3.1 dan penjelasannya adalah sebagai berikut:

1.Ketika program dimulai, pengguna mendapat pilihan untuk memasukkan citra input langsung dari file citra yang sudah ada. Untuk citra asli pengguna memilih citra gray scale berukuran m*N x m*N,

untuk signature user memilih file citra biner berukuran N x N yang telah disediakan.

2.Program pembuatan watermark, pengguna mengisi panjang window (L) yang diinginkan. Setelah tombol Membuat Watermark ditekan, sistem akan membuat watermark dan pengguna dapat menyimpan watermark yang dihasilkan ke folder yang telah dipilih.

3. Program pembuatan citra ter-watermark. Pengguna diharuskan mengisi nilai alfa (𝛼) dan beta (𝛽) yang bernilai anatara (0,0.01]sebagai koefisien pelekatan watermark pada citra asli. Setelah tombol

Citra Terwatermark ditekan, sistem melakukan pembuatan citra ter-watermark dengan menggunakan metode WMicaT.

4.Program pembuatan citra publik. Pengguna diharuskan mengisi seed (k), nilai gamma (𝛾), delta(𝛿) dan lamda (𝜆) yang bernilai antara (0,1] sebagai koefisien pelekatan pembentuk citra publik. Tekan tombol Citra Publik maka akan terbentuk citra publik. Pengguna dapat menyimpan citra publik ini sebagai file.

Gambar 3.1 Diagram alur Sistem Pelekatan dengan Metode WMicaT

3.1 Sistem Reduksi Grayscale

Program ini bertujuan untuk mengurangi level piksel citra ter-watermark. Setelah mengalami pengurangan level piksel, citra ter-watermark akan di uji coba dalam proses ekstraksi. Berikut adalah penjelasan proses reduksi grayscale :

1. Pengguna mendapat pilihan untuk mengambil citra ter-watermark yang akan diproses dengan reduksi grayscale dengan menekan tombol

Ambil Citra Terwatermark.

2. Pengguna dapat memilih level reduksi grayscale yang diinginkan dengan menekan tombol 128 Grayscale atau 64 Grayscale atau 32 Grayscale.

(7)

7

3. Kemudian pengguna dapat menyimpan hasil

citra pada folder dan memilih nama yang diinginkan dengan menekan tombol Simpan.

Gambar 3.2 Diagram Alur Sistem Reduksi Grayscale

3.2 Sistem Ekstraksi dengan Metode WMicaT

Program ini bertujuan untuk mengekstraksi estimasi dari signature S. Input dalam program ini berupa citra ter-watermark, citra publik dan seed k yang digunakan untuk membangkitkan citra kunci K untuk mengekstraksi signature menggunakan metode WMicaT. Pada Gambar 3.3 akan ditunjukkan proses pelaksanaan sistem program ekstraksi estimasi signature.

Berikut ini adalah penjelasan proses dari program ekstraksi dengan metode WMicaT:

1. Ketika program dimulai, pengguna mendapat pilihan untuk memasukkan citra ter-watermark dan citra publik.

2. Setelah memilih citra input, selanjutnya pengguna mengisi nilai seed k sebagai kunci yang telah dipakai dalam proses pelekatan. 3. Selanjutnya pengguna dapat menekan tombol

Ekstraksi untuk mendapatkan estimasi yang diinginkan

Gambar 3.3 Diagram Alur Sistem Ekstraksi Watermark

3.3 Sistem Pengujian Hasil Menggunakan MSE

Proses pengujian citra hasil watermarking menggunakan metode WMicaT dengan perhitungan PNSR digambarkan pada gambar 3.4.

Gambar 3.4 DiagramAlur Program Penghitung MSE

Penjelasan :

1.Pertama, tekan tombol Ambil Citra Asli dan pilih citra asli.

2. Kedua, Tekan tombol Ambil Citra Terwatermark dan pilih file citra yang telah di-watermark.

3. Setelah memasukkan citra input yang dimaksud. Maka pengguna menekan tombol Hitung MSE

sehingga didapat nilai MSE sebagai parameter kualitas citra ter-watermark.

3.4 Sistem untuk Perhitungan Nilai Koefisien Korelasi

Program ini ditujukan untuk membandingkan antara signature dengan estimasi dari signature yang dihasilkan pada proses ekstraksi.

Proses pembuatan sistem pada program ini ditunjukkan oleh gambar 3.5. Sedangkan untuk penjelasannya adalah sebagai berikut :

1. Pengguna memberi input citra dengan menekan tombol Ambil Citra 1 kemudian memilih file yang merupakan citra yang menjadi sumber dari proses ekstraksi.

2. Pengguna memberi input citra dengan menekan tombol Ambil Citra 1 kemudian memilih file yang merupakan citra yang menjadi citra estimasi dari proses ICA

3. Selanjutnya pengguna menekan tombol Hitung Rxy, kemudian sistem akan menghitung nilai dari koefisien korelasi sehingga akan diketahui hubungan dua citra yang telah diinputkan.

(8)

8

Gambar 3.5Diagram Alur Program Koefisien Korelasi

4. IMPLEMENTASI SISTEM DAN

PENGUJIAN PROGRAM 4.1 Lingkungan Implementasi

Lingkungan implementasi perangkat lunak yang dibangun dalam Tugas Akhir ini meliputi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan.

4.1.1 Perangkat Keras ( Hardware ).

Perangkat keras yang digunakan dalam implementasi sistem adalah sebagai berikut :

1. Processor Intel Pentium Dual Core 2. Memory 2,16GHz, RAM 1.00 GB 3. Harddisk 160 GB.

4.1.2 Perangkat Lunak ( Software ).

Perangkat lunak yang digunakan dalam implementasi adalah:

1. Sistem operasi Microsoft Windows 7 2. Bahasa pemrograman Matlab R2009a

4.2 Pengujian Program

Pada uji coba program akan digunakan citra asli Lena.bmp dan Baboon.bmp, berukuran 512 x 512 piksel. Sedangkan signature akan menggunakan Signature1.bmp dan Signature2.bmp citra biner berupa logo ITS dan tulisan ITS, berukuran 128 x 128 dan 64 x 64 piksel. Gambar 4.1 (a)Lena.bmp (b)Baboon.bmp (c)Signature1.bmp (d)Signature2.bmp

Pada percobaan secara kasat mata citra ter-watermark dan citra asli tidak memiliki perbedaan yang berarti. Selanjutnya akan dibahas hasil numerik dari kualitas watermarking menggunakan Nilai MSE dan koefisien korelasi.

1) Nilai Peak Signal to Noise Ratio (MSE) antara Citra Asli dan Citra Ter-watermark

Kualitas citra ter-watermark dapat diukur dengan Peak Signal Noise to Ratio (MSE). Citra ter-watermark dianggap memiliki kualitas yang baik apabila MSE-nya bernilai lebih besar dari 40dB[1].

Berdasarkan percobaan diperoleh hasil sebagai

berikut :

Tabel 4.1 Nilai MSE pada Koefisien Pelekatan Citra Ter-watermark yang Berbeda

Nilai Koefisien Pelekatan

Nilai MSE

𝛼 = 0.1, 𝛽 = 0.01 6.28905

𝛼 = 0.075,𝛽 = 0.0075 3.52561

𝛼 = 0.05,𝛽 = 0.005 1.58233

Tabel 4.2 Nilai MSE pada Koefisien Pelekatan Citra Publik yang Berbeda

Nilai Koefisien Pelekatan

Nilai MSE

𝛾 = 0.1 𝛿 = 0.2, 𝜆 = 0.4

5.4246

𝛾 = 0.2 𝛿 = 0.3, 𝜆 = 0.5

5.4246

𝛾 = 0.3 𝛿 = 0.4, 𝜆 = 0.6

5.4246

Apabila kita perhatikan tabel diatas nilai

MSE dipengaruhi oleh kofisien pelekatan pada

citra

ter-

watermark

,

semakian

besar

koefisiennya semakin besar nilai MSE. Artinya

semakin besar koefisien pelekatan maka

error

-nya semakin besar atau kualitas citra

ter-watermark

menurun.

2) Nilai Koefisien Korelasi untuk Melihat Perbandingan Signature dan Estimasinya.

Gambar 4.2

(a) (b)

(a)citra publik lena, (b)citra publik baboon

a.

Nilai koefisien korelasi pada citra

(9)

9

proses reduksi

grayscale

𝛼 = 0.05,𝛽 = 0.005 dan 𝛾 = 0.2 𝛿 = 0.3, 𝜆 = 0.5.

 Citra Asli Lena.bmp dengan Signature1.bmp Nilai koefisien korelasi pada citra ter-watermark dengan Citra Asli Lena.bmp dengan Signature1.bmp. Dapat dilihat pada tabel 4.3

Tabel 4.3 Nilai Koefisien Korelasi Pada Citra Ter-watermark

Gambar 4.3

(a) (b)

(c) (d) (e) (f)

 Citra Asli Lena.bmp dengan Signature2.bmp

Pada uji coba ini Signature2.bmp lebih kecil dibandingkan signature1.bmp serta bentuknya lebih sederhana. Hasil percobaan pada tabel 4.4

Tabel 4.4 Nilai Koefisien Korelasi Pada Citra Ter-watermark

No

Jenis Citra Ter-watermark 𝑟𝑋,𝑌

1. Tanpa Reduksi Grayscale 0.926834

2. Reduksi Grayscale Level 128 0.867816 3. Reduksi Grayscale Level 64 0.82883 4. Reduksi Grayscale Level 32 0.631647

Gambar 4.4

(a) (b)

(c) (d) (e) (f)

 Citra Asli Baboon.bmp dengan Signature1.bmp Nilai koefisien korelasi pada citra ter-watermark dengan Citra Asli Baboon.bmp dengan Signature1.bmp. Dapat dilihat pada tabel 4.5

Tabel 4.5 Nilai Koefisien Korelasi Pada Citra Ter-watermark

No

Jenis Citra Ter-watermark 𝑟𝑋,𝑌

1. Tanpa Reduksi Grayscale 0.929718

2. Reduksi Grayscale Level 128 0.913991

3. Reduksi Grayscale Level 64 0.868336

4. Reduksi Grayscale Level 32 0.667107

Gambar 4.5

(a) (b)

(c) (d) (e) (f)

 Citra Asli Baboon.bmp dengan Signature2.bmp Nilai koefisien korelasi pada citra ter-watermark dengan Citra Asli Baboon.bmp dengan Signature2.bmp. Dapat dilihat pada tabel 4.6

Tabel 4.6 Nilai Koefisien Korelasi Pada Citra Ter-watermark

No Jenis Citra Ter-watermark 𝑟𝑋,𝑌

1. Tanpa Reduksi Grayscale 0.967392 2. Reduksi Grayscale Level 128 0.98108 3. Reduksi Grayscale Level 64 0.990238 4. Reduksi Grayscale Level 32 0.971206 No

Jenis Citra Ter-watermark 𝑟𝑋,𝑌

1. Tanpa Reduksi Grayscale 0.738302

2. Reduksi Grayscale Level 128 0.727857 3. Reduksi Grayscale Level 64 0.766537 4. Reduksi Grayscale Level 32 0.594552

(10)

10

Gambar 4.6

(a) (b)

(c) (d) (e) (f)

Pada gambar 4.3, 4.4, 4.5 dan 4.6 (a)

menyatakan

watermark

, (b) citra ter-

watermark

,

(c)estimasi

signature

tanpa reduksi

grayscale

,

(d) estimasi signature level reduksi

grayscale

128, (e) estimasi signature level reduksi

grayscale

64, (f) estimasi signature level reduksi

grayscale

32.

Jika melihat nilai koefisien korelasi masing-masing percobaan, dapat kita simpulkan beberapa hal, yaitu :

1.Citra ter-watermark dapat diekstraksi dengan baik baik dengan dan tanpa gangguan berupa reduksi grayscale. Meskipun pada beberapa level reduksi grayscale estimasi citra memiliki koefisien korelasi yang relatif kecil

2. Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.3 dengan 4.4 dan 4.5 dan 4.6 dengan citra asli yang sama, signature yang berbeda koefisien korelasi mengalami perbedaan yang signifikan. Terlihat bahwa Signature2.bmp memiliki koefisien korelasi yang lebih baik dari signature1.bmp. Hal ini dikarenakan, kerumitan citra signature2.bmp yang lebih sederhana, serta ukurannya yang lebih kecil

3.Dengan menggunakan citra asli yang berbeda, nilai dari koefisien korelasi juga mengalami perbedaan. Citra asli Baboon.bmp memiliki koefisien korelasi yang lebih baik dibanding Lena.bmp.

b.Nilai koefisien korelasi berdasarkan koefisien pelekatan pembuatan citra ter-watermark yang berbeda.

Pada tabel dibawah ini terlihat bahwa penggunaan koefisien pelekatan pembuatan citra ter-watermark yang berbeda memiliki pengaruh pada kualitas watermarking dalam hal ini nilai koefisien korelasi signature dan estimasinya. Semakin kecil koefisien pelekatannya, semakin kecil koefisien korelasinya.

Tabel 4.7 Nilai Koefisien Korelasi dengan Koefisien Pelekatan Pembuatan Citra Ter-watermark

yang Berbeda

Nilai Koefisien Pelekatan 𝑟𝑋,𝑌

𝛼 = 0.1, 𝛽 = 0.01 0.807997

𝛼 = 0.075 𝛽 = 0.0075 0.744304

𝛼 = 0.05 𝛽 = 0.005 0.667483

c.Nilai koefisien korelasi berdasarkan koefisien pelekatan pembuatan citra publik yang berbeda.

Tabel 4.8 Nilai Koefisien Korelasi dengan Koefisien Pelekatan Pada Citra Publik yang berbeda

Nilai Koefisien Pelekatan

𝑟

𝑋,𝑌

𝛾 = 0.1 𝛿 = 0.2, 𝜆 = 0.4 0.971864

𝛾 = 0.2 𝛿 = 0.3, 𝜆 = 0.5 0.973012

𝛾 = 0.3 𝛿 = 0.4, 𝜆 = 0.6 0.631377

Pada tabel diatas terlihat bahwa penggunaan koefisien pelekatan pembuatan citra publik yang berbeda memiliki pengaruh pada kualitas watermarking dalam hal ini nilai koefisien korelasi signature dan estimasinya.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil pengujian program pada Bab V, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Program watermarking menggunakan metode WMicaT dapat mengekstraksi signature tanpa menggunakan citra asli dengan baik, bersifat invisible dan tahan terhadap gangguan berupa reduksi grayscale hingga level 32.

b. Penggunaan signature mulai dari perbedaan ukuran, bentuk kerumitan signature yang digunakan mempengaruhi hasil kualitas ekstraksi. Ukuran yang relatif kecil dan bentuk signature yang sederhana memiliki kualitas yang lebih baik.

Nilai Mean Square Error (MSE) dari citra ter-watermark dan koefisien korelasi signature dengan estimasinya dapat ditentukan dengan mengatur koefisien pelekatan pembuatan citra ter-watermark dan koefisien pelekataan pembuatan

citra publik

sesuai keinginan pengguna

5.2 Saran

Saran yang dapat diberikan dalam pengembangan tugas akhir ini antara lain adalah: 1. Citra asli yang menjadi input dalam program ini

adalah citra grayscale, dalam penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan citra warna.

2. Pada Tugas Akhir ini, watermarking dilakukan pada domain spasial dari citra, pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dicoba pada domain lain, misalnya domain frekuensi. Selain

(11)

11

itu, gangguan yang dilakukan terhadap citra ter-watermark masih berupa reduksi grayscale maka pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan gangguan yang lain.

3. Algoritma ICA yang digunakan dalam Tugas Akhir ini adalah Fast ICA, dalam penelitian selanjutnya mungkin dapat dicoba algoritma ICA yang lain.

4. Sebagai pengembangan program, dapat dibuat program watermarking pada data digital lainnya misalkan video, suara dan sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Nguyen, T.V & Patra, J.C (2008). “A simple ICA-based digital image watermarking scheme. School of Computer Engineering”, Digital Signal Processing, Nanyang Technological University (NTU), Singapura.

[2] Sirait, Rummi (2006). Teknologi Watermaking Pada Citra Digital.From http://jurnal.bl.ac.id, 18 Maret 2010.

[3] Tjandra, Sugihono (2005). Perancangan dan

Pembuatan Program Digital Image

Watermarking dengan Discrete Cosine Tramsform Menggunakan Algoritma Cox. Skripsi Jurusan Teknik Informatika Universitas Kristen Petra, Surabaya.

[4] Budy, R. Deny (2007). Implementasi Watermarking untuk Pelabelan Hak Cipta Citra Digital Menggunakan Transformasi Wavelet. Tugas Akhir Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [5] Atmaja, Bagus Tri (2009). Pemisahan Banyak

Sumber Suara Mesin dari Microphone Array dengan metode Independent Component Analysis (ICA) untuk Deteksi Kerusakan. Tugas Akhir Teknik Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. [6] Heru B., Cahya (2005). Watermarking Citra

Digital dengan Menggunakan Metode

Shuffling. Tugas Akhir Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya [7] Sviastoslav, S., Herrige, Alexander.

Baumgaertner, N. , Pun, Thierry (1999). “A Stocahastic Approach to Content Adaptive Digital Image Watermarking”. Workshop on Information hiding, Dresden, Germany.

[8] Hyvarinen, Aapo & Erkki Oja (2000). “Independent Component Analysis (Algorithms and Aplications), Helsinki University of Technology, Finland

[9] Qohar, Abdul (2001). Analisis Komponen Independen dengan Algoritma FastICA untuk Pengenalan Wajah. Tesis Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[10] Solichah, Adhatus (2009). Implementasi Segmentasi Citra Bibir Berwarna Menggunakan Spatial Fuzzy Clustering. Tugas Akhir Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.

[11] Works, The Math. Image Processing Toolbox For Use with MATLAB. The Math Works Inc, 1994-2005

Gambar

Gambar 2.6 Skema Pelekatan dengan metode WMicaT
Gambar 3.1 Diagram alur Sistem Pelekatan dengan
Gambar 3.2 Diagram Alur Sistem Reduksi Grayscale  3.2  Sistem Ekstraksi dengan Metode WMicaT
Tabel 4.2 Nilai MSE pada Koefisien Pelekatan Citra
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian Manajemen Keuangan merupakan suatu proses dalam kegiatan keuangan perusahaan yang berhubungan dengan upaya untuk mendapatkan dana perusahaan

Bidang Cipta Karya yang terintegrasi berupa Rencana Program Investasi Infrastruktur Jangka Menengah (RPIJM) Bidang Cipta Karya , sebagai upaya mewujudkan keterpaduan

Dengan mengacu pada indikator yang telah ditetapkan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran Inkuiri Terbimbing pada pokok bahasan kalor dapat

Berdasarkan kepada skop kajian ini, populasi kajian yang digunakan oleh penyelidik adalah terdiri daripada pelajar tahun akhir (Perdana) Program Kemahiran Hidup (SPH), dari

Pengaplikasian patah kata yang mampu mendukung kepelbagaian makna dalam puisi-puisi Usman Awang, menjadikan puisi beliau bukan sahaja indah pada indera dengar pembaca tetapi

Lebih lanjut, hasil regresi menggunakan variabel kontrol berupa DAR dan LnTA menunjukkan bahwa hanya partisipasi dewan direksi pada rapat gabungan dengan komisaris

Jika hanya diandalkan pada 1 orang tuo tari dan 4 orang penari yang mampu menarikan tarian tersebut dan tidak diturunkan kepada generasi berikutnya maka adalah

masjid tidak hanya berfungsi sebatas tempat ibadah seputar shalat saja, akan tetapi, masjid juga digunakan sebagai tempat edukasi terutama di pondok-pondok pesantren. Pada zaman