B
B
A
A
B
B
8
8
A
A
S
S
P
P
E
E
K
K
L
L
I
I
N
N
G
G
K
K
U
U
N
N
G
G
A
A
N
N
D
D
A
A
N
N
S
S
O
O
S
S
I
I
A
A
L
L
D
D
A
A
L
L
A
A
M
M
P
P
E
E
M
M
B
B
A
A
N
N
G
G
U
U
N
N
A
A
N
N
B
B
I
I
D
D
A
A
N
N
G
G
C
C
I
I
P
P
T
T
A
A
K
K
A
A
R
R
Y
Y
A
A
D
D
I
I
K
K
A
A
B
B
U
U
P
P
A
A
T
T
E
E
N
N
D
D
E
E
M
M
A
A
K
K
RPI2‐JM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal lingkungan dan sosial untuk meminimalkan pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang‐undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
8.1. ASPEK LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPI2‐JM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “
Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan‐Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL‐UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “
konsisten di segala bidang”
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010‐2014:
“
Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan
peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasiperubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis:
Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, K L H S digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan.
5. Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Penyusunan Dokumen Lingkungan. Sebagai persyaratan untuk mengajukan ijin lingkungan maka perlu disusun dokumen Amdal, UKL dan UPL, atau Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup atau disebut dengan dengan S P P L bagi kegiatan yang tidak membutuhkan Amdal atau UKL dan UPL.
Tugas dan wewenang pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu:
1. Pemerintah Pusat
a. Menetapkan kebijakan nasional.
b. Menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria. c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai K L H S .
e. Melaksanakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup.
f. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai pengendalian dampak perubahan iklim dan perlindungan lapisan ozon.
g. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan nasional, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah. h. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. i. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengaduan
masyarakat.
j. Menetapkan standar pelayanan minimal. 2. Pemerintah Provinsi
a. Menetapkan kebijakan tingkat provinsi.
b. Menetapkan dan melaksanakan K L H S tingkat provinsi.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL‐ UPL.
d. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, peraturan daerah, dan peraturan kepala daerah kabupaten/kota.
e. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. f. Melakukan pembinaan, bantuan teknis, dan pengawasan kepada
kabupaten/kota di bidang program dan kegiatan. g. Melaksanakan standar pelayanan minimal. 3. Pemerintah Kabupaten
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten.
b. Menetapkan dan melaksanakan K L H S tingkat kabupaten.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL‐ UPL.
d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup. e. Melaksanakan standar pelayanan minimal.
8.1.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat K L H S , adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
K L H S perlu diterapkan di dalam RPI2‐JM antara lain karena:
1. RPI2‐JM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPI2‐JM adalah karena RPI2‐JM bidang Cipta Karya berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, K L H S menerapkan prinsip‐ prinsip kehati‐hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
K L H S disusun oleh Tim Satgas RPI2‐JM Kabupaten dengan dibantu oleh Kantor Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kabupaten. Koordinasi penyusunan K L H S antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Gambar 8.1 Diagram Alir Pentahapan Pelaksanaan KLHS
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun tabel 8.1.
Tabel 8.1
Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan
Penilaian merupakan suatu upaya untuk mengantipasi dampak perubahan iklim, seperti kegiatan penyediaan air minum sebagai upaya memberikan pelayanan air minum pada daerah sulit air bersih, kemudian kegiatan pengembangan drainase sebagai upaya mengurangi dampak meluasnya genangan akibat curah hujan yang tinggi
Tidak Signifikan untuk pelaksanaan KLHS
2. Kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati
Usulan kegiatan RPI2JM tidak bersinggungan dengan kawasan lindung yang berkaitan dengan lingkungan hayati
Tidak Signifikan untuk pelaksanaan KLHS
3. Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan,
Usulan kegiatan RPI2JM khususnya Sektor
Pengembangan Permukiman salah satu kegiatannya bertujuan sebagai mitigasi bencana seperti pembuatan jalan dan drainase
Tidak Signifikan untuk pelaksanaan KLHS
4. Penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam
Usulan kegiatan RPI2JM harus menjaga kualitas dan
kelimpahan sumber daya alam, melalui kegiatan SPAM yang berorientasi pemanfaatan air permukaan bukan air tanah, serta pengembangan IPAL dan IPLT untuk menjaga k ualitas air dari pencemaran air limbah.
Tidak Signifikan untuk pelaksanaan KLHS
5. Peningkatan alih fungsi kawasan hutan an/atau lahan,
Usulan kegiatan RPIJM tidak menyebabkan alih fungsi kawasan hutan atau lahan produktif.
Tidak Signifikan untuk pelaksanaan KLHS
6. Peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat
Usulan kegiatan RPIJM justru sebagai upaya penanggulangan kemiskinan melalui program‐ program peningkatan swadaya
masyarakat seperti kegiatan PNPM dan kegiatan‐kegiatan penyediaan infrastruktur dasar pada kawasan kumuh dan masyarakat miskin. 7. Peningkatan risiko terhadap
kesehatan dan keselamatan manusia
Usulan kegiatan RPIJM justru berupaya meningkatkan kualitas lingkungan permukiman menjadi lebih layak huni bagi masyarakat
Tidak Signifikan untuk pelaksanaan KLHS
*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup
Tahap ke‐2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2‐JM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPI2‐JM Kabupaten dapat menyertakan Surat Pernyataan bahwa K L H S tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPI2‐JM dengan persetujuan Instansi Lingkungan Hidup Daerah, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPI2‐JM.
Namun, jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPI2‐JM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPI2‐JM didukung Instansi Lingkungan Hidup Daerah dapat menyusun K L H S dengan tahapan sebagai berikut:
1. Pengkajian Pengaruh K R P terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak‐pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan K L HS ;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; 3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana
publik;
4) Agar masyarakat dan pemangku kepentingan mendapatkan akses untuk menyampaikan informasi, saran, pendapat, dan pertimbangan tentang pembangunan berkelanjutan melalui proses penyelenggaraan K L H S .
K L H S merupakan instrumen lingkungan yang diterapkan pada tataran rencana‐ program. Sedangkan pada tataran kegiatan atau keproyekan, instrumen yang lebih tepat diterapkan adalah Amdal, UKL‐UPL. Dan S P P L H . Tabel 10.8 menjelaskan beberapa perbedaan antara K L H S dan AMDAL.
8 . 1 . 2 . Amdal, U K L‐U P L , d a n S P P L H
Pengelompokan atau kategorisasi proyek mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 5 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan Wajib AMDAL dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 10 Tahun 2008 Tentang Penetapan Jenis Rencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Bidang Pekerjaan Umum yang Wajib Dilengkapi dengan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup, yaitu:
1. Proyek wajib AMDAL
Tabel 8.2
Perbedaan Instrumen KLHS dan AMDAL
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
a) Rujukan
Peraturan
Perundangan
i. UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen LH 09/2011 tentang Pedoman umum KLHS
i. UU 32 tahun 2009 tentan Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
ii. Permen PPU 10/PRT/M/2008 tentang jenis kegiatan
bidang PU wajib UKL UPL
iii. Permen LH 5/2012 tentang jenis rencana usaha
dan/atau kegiatan Wajib AMDAL
b) Pengertian
Umum
Rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan
partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan
berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam
pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana,
dan/atau program.
Kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang
diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan atau kegiatan. Usaha dan/atau
Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat
menimbulkan perubahan terhadap rona lingkungan hidup
serta menyebabkan dampak terhadap lingkungan.
c) Kewajiban
pelaksanaan
Pemerintah dan Pemerintah Daerah Pemrakarsa rencana usaha dan/atau kegiatan yang
masuk kriteria sebagai wajib AMDAL(Pemerintah/swasta)
d) Keterkaitan Studi
lingkungan
dengan:
i. Penyusunan atau evaluasi RTRW, RPJP dan RPJM
ii. Kebijakan, rencana dan/atau program yang berpotensi
menimbulkan dampak dan/atau resiko lingkungan
Tahap perencanaan suatu usaha dan atau kegiatan
e) Mekanisme
pelaksanaan
i. pengkajian pengaruh kebijakan, rencana, dan/ atau
program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu
wilayah;
ii. perumusan alternatif penyempurnaan
kebijakan, rencana, dan/atau program; dan rekomendasi
perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan,
rencana, dan/atau program yang mengintegrasikan
prinsip pembangunan berkelanjutan.
i. Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang
dibentuk oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota
sesuai kewenangannya dan dibantu oleh Tim Teknis.
ii. Komisi penilai AMDAL menyampaikan rekomendasi
berupakelayakan atau ketidaklayakan lingkungan kepada
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai dengan
kewenangannya.
iii. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
menerbitkan Keputusan Kelayakan atau Ketidaklayakan
lingkungan
f) Muatan Studi
Lingkungan
i. Isu Strategis terkait Pembangunan Berkelanjutan
ii. Kajian pengaruh rencana/program denganisu‐isu
strategis terkait pembangunan berkelanjutan
iii. Alternatif rekomendasi untuk rencana/program
i. Kerangka acuan;
ii. Andal; dan
iii. RKL‐RPL.
Kerangka acuan menjadi dasar penyusunan Andal dan
RKL‐RPL. Kerangka acuan wajib sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.
g) Output Dasar bagi kebijakan, rencana, dan/atau program
pembangunan dalam suatu wilayah.
Keputusan Menteri, gubernur dan bupati/walikota sesuai
tentang kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan.
h) Outcome i. Rekomendasi KLHS digunakan sebagai alat untuk
melakukan perbaikan kebijakan, rencana, dan/atau
programpembangunan yang melampaui daya dukung
dan daya tampung lingkungan.
ii. segala usaha dan/atau kegiatan yang telah melampaui
daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sesuai
hasil KLHS tidak diperbolehkan lagi.
i. Dasar pertimbangan penetapan kelayakan atau ketidak
layakan lingkungan
ii. Jumlah dan jenis izin perlindungan hidup yang diwajibkan
iii. Persyaratan dan kewajiban pemrakarsa sesuai yang
tercantum dalam RKL RPL.
i) Pendanaan APBD Kabupaten/Kota
didanai oleh pemrakarsa,
ii. Kegiatan Komisi Penilai AMDAL, Tim Teknis dan
sekretariat Penilai AMDAL dibebankan pada
APBN/APBD
iii. Jasa penilaian KA, ANDAL dan RKL‐RPL oleh komisi
AMDAL dan tim teknis dibiayai oleh pemrakarsa.
iv. Dana pembinaan dan pengawasan dibebankan pada
anggaran instansi lingkungan hidup pusat, provinsi dan
kabupaten/kota
j) Partisipasi
masyarakat
Masyarakat adalah salah satu komponen dalam
kabupaten/kota yang dapat mengakses dokumen
Masyarakat yang dilibatkan adalah:
Deskripsi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
pelaksanaan KLHS ii. Pemerhati lingkungan hidup; dan/atau
iii. Yang terpengaruh atas
segala bentuk keputusan
dalam proses AMDAL
k) Atribut Lainnya:
a. Posisi
j. Institusi Penilai
Hulu siklus pengambilan keputusan
Cenderung pro aktif
Evaluasi implikasi lingkungan dan pembangunan
berkelanjutan
Peringatan dini atas adanya dampak komulatif
Memelihara keseimbangan alam, pembangunan
berkelanjutan
Banyak alternatif
Luas dan tidak rinci sebagai landasan untuk
mengarahkan visi dan kerangka umum
Proses multi pihak, tumpang tindih komponen,
KRP merupakan proses iteratif dan kontinu
Fokus pada agenda pembangunan berkelanjutan
Tidak diperlukan institusi yang berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan KLHS
Akhir sklus pengambilan keputusan
Cenderung bersifat reaktif
Identifikasi, prakiraan dan evaluasi dampak lingkungan
Amat terbatas
Mengendalikan dan meminimalkan dampak negative
Alternatif terbatas jumlahnya
Sempit, dalam dan rinci
Proses dideskripsikan dengan jelas, mempunyai awal dan
akhir
Menangani gejala kerusakan lingkungan
Diperlukan institusi yang berwenang
memberikan penilaian dan persetujuan AMDAL
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen AMDAL adalah sebagai berikut:
Tabel 8.3
Penapisan Rencana Kegiatan Wajib AMDAL
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
A.
Persampahan:
a. Pembangunan TPA Sampah Domestik dengan
sistem Control landfill/sanitary landfill:
‐ luas kawasan TPA, atau
‐ Kapasitas Total
b. TPA di daerah pasang surut:
‐ luas landfill, atau
‐ Kapasitas Total
c. Pembangunan transfer station:
‐ Kapasitas
d. Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah
terpadu:
‐ Kapasitas
e. Pengolahan dengan insinerator:
‐ Kapasitas
B. Pembangunan Perumahan/Permukiman:
a. Kota metropolitan, luas
b. Kota besar, luas
c. Kota sedang dan kecil, luas
d. keperluan settlement transmigrasi
> 25 ha > 50 ha > 100 ha > 2.000 ha
C. Air Limbah Domestik
a. Pembangunan IPLT, termasuk fasilitas
penunjang:
‐ Luas, atau
‐ Kapasitasnya
b. Pembangunan IPAL limbah domestik, termasuk
fasilitas penunjangnya:
‐ Luas, atau
‐ Kapasitasnya
c. Pembangunan sistem perpipaan air limbah:
‐ Luas layanan, atau
D. Pembangunan Saluran Drainase (Primer dan/atau
sekunder) di permukiman
a. Kota besar/metropolitan, panjang:
b. Kota sedang, panjang:
> 5 km > 10 km
E. Jaringan Air Bersih Di Kota Besar/Metropolitan
No. Jenis Kegiatan Skala/Besaran
‐ Luas layanan
b. Pembangunan jaringan transmisi
‐ panjang menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen AMDAL tetapi wajib dilengkapi dengan dokumen UKL‐UPL. Jenis kegiatan bidang Cipta karya dan batasan kapasitasnya yang wajib dilengkapi dokumen UKL‐UPL tercermin dalam tabel berikut.
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
a. Persampahan
i. Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) dengan sistem controlled
landfill atau sanitary landfill termasuk instansi penunjang:
Luas kawasan, atau < 10 Ha Kapasitas total < 10.000 ton
ii. TPA daerah pasang surut
Luas landfill, atau < 5 Ha Kapasitas total < 5.000 ton
iii. Pembangunan Transfer Station
Kapasitas < 1.000 ton/hari
iv. Pembangunan Instalasi/Pengolahan Sampah Terpadu
Kapasitas < 500 ton
v. Pembangunan Incenerator
Kapasitas < 500 ton/hari
vi. Pembangunan Instansi Pembuatan Kompos
Kapasitas > 50 s.d. < 100 ton/ha
i. Pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)
termasuk fasilitas penunjang
Luas < 2 ha
Atau kapasitas < 11 m3/hari
ii. Pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah
Luas < 3 ha
Atau bahan organik < 2,4 ton/hari
iii. Pembangunan sistem perpipaan air limbah (sewerage/off‐
site sanitation system) diperkotaan/permukiman
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
Atau debit air limbah < 16.000 m3/hari
c. Drainase Permukaan
Perkotaan
i. Pembangunan saluran primer dan sekunder
Panjang < 5 km
ii. Pembangunan kolam retensi/polder di
area/kawasan pemukiman
iii. Luas kolam retensi/polder (1 – 5) ha
i. Pembangunan jaringan distribusi:
luas layanan : 100 ha s.d. < 500 ha
ii. Pembangunan jaringan pipa transmisi
Metropolitan/besar, Panjang: 5 s.d <10 km
Sedang/kecil, Panjang: 8 s.d. M 10 km
Pedesaan, Panjang : ‐
iii. Pengambilan air baku dari sungai, danau sumber air
permukaan lainnya (debit)
Sungai danau : 50 lps s.d. < 250 lps Mata air : 2,5 lps s.d. < 250 lps
iv. Pembangunan Instalasi Pengolahan air lengkap
Debit : > 50 lps s.d. < 100 lps
v. Pengambilan air tanah dalam untuk kebutuhan:
Pelayanan masyarakat oleh penyelenggara SPAM : 2,5
i. Pembangunan bangunan gedung di atas/bawah tanah:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng : 5000
m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan gedung
pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan, kebudayaan,
laboratorium, dan bangunangedung pelayanan umum :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi pertahanan
dan keamanan dan bangunan sejenis yang ditetapkan oleh
menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
ii. Pembangunan bangunan gedung di bawah tanah yang
melintasi prasarana dan atau sarana umum:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid
3) termasuk mushola, bangunan gereja termasuk
4) kapel, bangunan pura, bangunan vihara, dan bangunan
kelenteng : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
5) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
6) Gedung pelayanan pendidikan, pelayanan
kesehatan, keudayaan, laboratorium, dan
bangunangedung pelayanan umum : 5000 m2 s.d.
10.000 m2
7) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan sejenis yang
ditetapkan oleh menteri
8) Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
iii. Pembangunan bangunan gedung di bawah atau di
atas air:
1) Fungsi usaha meliputi bangunan gedung perkantoran,
perdagangan, perindustrian, perhotelan, wisata dan
rekreasi, terminal dan bangunan gedung tempat
penyimpanan: 5000 m2 s.d. 10.000 m2
2) Fungsi keagamaan, meliputi bangunan masjid termasuk
mushola, bangunan gereja termasuk kapel, bangunan
pura, bangunan vihara, dan bangunan kelenteng :
5000 m2 s.d. 10.000 m2
3) Fungsi sosial dan budaya, meliputi bangunan
gedung pelayanan pendidikan, pelayanan kesehatan,
kebudayaan, laboratorium, dan bangunangedung
pelayanan umum : 5000 m2 s.d. 10.000 m2
4) Fungsi khusus, seperti reaktor nuklir, instalasi
pertahanan dan keamanan dan bangunan
sejenis yang ditetapkan oleh menteri
Semua bangunan yang tidak dipersyaratkan untuk Amdal
maka wajib dilengkapi UKL dan UPL
i. Kawasan Permukiman Sederhana untuk masyarakat
berpenghasilan rendah (MBR), misalnya PNS, TNI/POLRI,
buruh/pekerja;
Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru sebagai pusat
kegiatan sosial ekonomi lokal pedesaan (Kota Terpadu
Sektor Teknis CK Kegiatan dan Batasan Kapasitasnya
perbatasan);
Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha
ii. Pengembangan kawasan permukiman baru
dengan pendekatan Kasiba/Lisiba (Kawasan Siap Bangun/
Lingkungan Siap Bangun)
Jumlah hunian: < 500 unit rumah;
Luas kawasan: < 10 ha
v. Penanganan kawasan kumuh di perkotaan dengan
pendekatan pemenuhan kebutuhan dasar (basic
need) pelayanan infrastruktur, tanpa pemindahan
penduduk;
Luas kawasan: < 10 ha
v. Pembangunan kawasan tertinggal, terpencil, kawasan
perbatasan, dan pulau‐pulau kecil;
Luas kawasan: < 10 ha
vi. Pengembangan kawasan perdesaan untuk
meningkatkan ekonomi lokal (penanganan kawasan
agropolitan, kawasan terpilih pusat
g. Peningkatan Kualitas
Permukiman
Pertumbuhan desa KTP2D, desa pusat pertumbuhan DPP)
Luas kawasan: < 10 ha
h. Penanganan Kawasan
Kumuh Perkotaan
Penanganan menyeluruh terhadap kawasan kumuh berat di
perkotaan metropolitan yang dilakukan dengan pendekatan
peremajaan kota (urban renewal), disertai dengan
pemindahan penduduk, dan dapat dikombinasikan dengan
penyediaan bangunan rumah susun
Luas kawasan: < 5 ha
Jenis Kegiatan Bidang Cipta Karya yang kapasitasnya masih di bawah batas wajib dilengkapi dokumen UKL‐UPL menjadikannya tidak wajib dilengkapi dokumen UKL‐UPL tetapi wajib dilengkapi dengan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup ( S P PLH) .
Tabel 8.5
Checklist Kebutuhan Analisis Perlindungan Lingkungan pada Program Cipta Karya
No. Komponen Kegiatan Lokasi Amdal UKL/UPL SPPLH
( 1 ) ( 2 ) ( 3 ) ( 4 ) ( 5 ) ( 6 )
1. Pengembangan Permukiman
1). 2).
Dst
2. Penataan Bangunan dan Lingkungan 1).
2).
Dst
3. Pengembangan Air minum
1). 2).
4. Pengembangan Penyehatan
Lingkungan Permukiman
1) 2)
8.2. ASPEK SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pem bangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek‐aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu‐isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan serta pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitarnya. Dasar peraturan perundang‐undangan yang menyatakan perlunya
memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.
Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender.
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
Berhak.
3. Peraturan Presiden No. 5/2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010‐2014:
Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan.
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing‐ masing.
T u g a s d a n w e w e n a n g pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota terkait aspek sosial bidang Cipta Karya adalah: 1. Pemerintah Pusat:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yangbersifat strategis nasional ataupun bersifat lintas provinsi.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat pusat.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
2. Pemerintah Provinsi:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum yang bersifat regional ataupun bersifat lintas kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi di tingkat provinsi.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat provinsi berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
3. Pemerintah Kabupaten/Kota:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten/kota.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten/kota.
d. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten/kota berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya.
8.2.1. Aspek Sosial pada Perencanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Kemiskinan
Aspek sosial pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak‐lanjuti adalah isu kemiskinan sesuai dengan kebijakan internasional MDGs dan Agenda Pasca 2015, serta arahan kebijakan pro rakyat sesuai direktif presiden.
Tabel 8.6
4. Sayung menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan. 3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas
rendah/tembok tanpa diplester.
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama‐sama dengan rumah tangga lain.
5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
7. Bahan bakar untuk memasak sehari‐hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,‐ per bulan. 13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat
SD/hanya SD.
14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,‐ seperti sepeda motor kredit/non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi maka suatu rumah tangga dikategorikan sebagai rumah tangga miskin.
8.2.2. Aspek Sosial pada Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
2.Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai persyaratan.
8.2.3. Aspek Sosial pada Pasca Pelaksanaan Pembangunan Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi
manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.