BIROKRASI SANDRA APBD, MINIM KONTRIBUSI
Pemda Semakin Tidak Kreatif
Bergantung Dengan Dana Perimbangan
Inti dari otonomi keuangan daerah adalah bagaimana
mempunyai kemampuan managerial secara prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap meningkatnya pertumbuhan e
Memang perlu diapresiasi, tiga tahun terakhir peningkatan pendapatan yang menjadi intrumen pembangunan daerah terus mengalami peningkatan. Tahun 2012 peningkatan pertembuhan pendapatan secara u
Provinsi Riau mengalami pertumbuhan antara 10 sampai 30%. Namun, sayangnya pertumbuhan pendapatan daerah yang terjadi itu tidak merubah porsi pendapatan asli daerah (PAD) dalam komposisi penerimaan daerah.
Catatan Akhir Tahun Anggaran
Refleksi Penganggaran Daerah 2013 BIROKRASI SANDRA APBD, MINIM KONTRIBUSIOleh: Triono Hadi et. all
Pemda Semakin Tidak Kreatif
Bergantung Dengan Dana Perimbangan
Inti dari otonomi keuangan daerah adalah bagaimana
kemampuan managerial secara prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap meningkatnya pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah
Memang perlu diapresiasi, tiga tahun terakhir peningkatan pendapatan yang menjadi intrumen pembangunan daerah terus mengalami peningkatan. Tahun 2012 peningkatan pertembuhan pendapatan secara umum hampir terjadi semua daerah di Provinsi Riau mengalami pertumbuhan antara 10 sampai 30%. Namun, sayangnya pertumbuhan pendapatan daerah yang terjadi itu tidak merubah porsi pendapatan asli daerah (PAD) dalam komposisi penerimaan daerah.
Catatan Akhir Tahun Anggaran
Refleksi Penganggaran Daerah 2013 BIROKRASI SANDRA APBD, MINIM KONTRIBUSIInti dari otonomi keuangan daerah adalah bagaimana Pemerintah daerah kemampuan managerial secara prima dalam mengumpulkan pendapatan dan kemudian mengalokasikannya untuk belanja pemerintahan yang proporsional. Hal ini dimaksud agar pengelolaan anggaran daerah mampu memberikan efek positif terhadap
konomi, kesejahteraan masyarakat dan daya saing daerah. Memang perlu diapresiasi, tiga tahun terakhir peningkatan pendapatan yang menjadi intrumen pembangunan daerah terus mengalami peningkatan. Tahun 2012 -2013 mum hampir terjadi semua daerah di Provinsi Riau mengalami pertumbuhan antara 10 sampai 30%. Namun, sayangnya pertumbuhan pendapatan daerah yang terjadi itu tidak merubah porsi pendapatan asli
Komposisi penerimaan daerah kabupaten se Provinsi Riau, rata ketergantungan pendaptan daerah dari alokasi dana perimbangan pusat mencapai 85%. Bahkan kabupaten bengkalis sumbangan dana perimbangan pusat ke daerah mencapai 92%. Hal itu menunjukkan pemerintah daerah se
asli daerahnya sebagai upaya mewujudkan kemandirian keuangan daerah dari penggalian potensi daerahnya.
Tingginya tingkat ketergantungan kepada dana membuat pemerintah daerah
kemandirian keuangan daerah. Sementara kekuatan PAD untuk membiayai pembangunan daerah hanya berada dibawah angka 5
sudah mencapai lebih dari 10%. Bahka membiayai belanja daerah dibawah 5 %.
7,2% 4,0% 3,4% 5,9% 2,8% 4,9% 6,3% 3,4% 10,7% 13,0% 18,8% 2.8% 0,0% Kab. Bengkalis Kab. Indragiri Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kampar Kab. Kuantan Singingi Kab. Pelalawan Kab. Rokan Hilir Kab. Rokan Hulu Kab. Siak Kota Dumai Kota Pekanbaru Kab. Kepulauan Meranti
Komposisi Penerimaan Daerah Tahun 2013
PAD Dana Perimbangan
enerimaan daerah kabupaten se Provinsi Riau, rata ketergantungan pendaptan daerah dari alokasi dana perimbangan pusat mencapai 85%. Bahkan kabupaten bengkalis sumbangan dana perimbangan pusat ke daerah mencapai 92%. Hal itu menunjukkan pemerintah daerah semakin tidak kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya sebagai upaya mewujudkan kemandirian keuangan daerah dari penggalian ketergantungan kepada dana perimbangan pusat, tentu akan membuat pemerintah daerah semakin lalai dengan upaya-upaya starategis mewujudkan kemandirian keuangan daerah. Sementara kekuatan PAD untuk membiayai pembangunan ah hanya berada dibawah angka 5%. Kecuali Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak yang sudah mencapai lebih dari 10%. Bahkan terdapat tujuh kabupaten kekuatan PAD untuk membiayai belanja daerah dibawah 5 %.
10,7% 13,0% 18,8% 92% 89% 87% 86% 88% 84% 89% 86% 83% 77% 65% 86% 15,7% 20,0% 40,0% 60,0% 80,0%
Komposisi Penerimaan Daerah Tahun 2013
Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah
enerimaan daerah kabupaten se Provinsi Riau, rata ketergantungan pendaptan daerah dari alokasi dana perimbangan pusat mencapai 85%. Bahkan kabupaten bengkalis sumbangan dana perimbangan pusat ke daerah mencapai 92%. Hal itu makin tidak kreatif untuk meningkatkan pendapatan asli daerahnya sebagai upaya mewujudkan kemandirian keuangan daerah dari penggalian perimbangan pusat, tentu akan upaya starategis mewujudkan kemandirian keuangan daerah. Sementara kekuatan PAD untuk membiayai pembangunan %. Kecuali Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak yang n terdapat tujuh kabupaten kekuatan PAD untuk
1,3% 6,7% 9,5% 7,9% 9,5% 10,7% 4,6% 10,2% 6,3% 10,4% 15,7% 11,2% 100,0% 120,0%
Komposisi Penerimaan Daerah Tahun 2013
Masih rendahnya kemampuan daerah untuk mendanai secara mandiri berbagai kegiatan pembangunan menjadi tantangan bag
desentralisasi fiskal untuk dapat mendorong peningkatan kemampuan pendapatan daerah. Sebagai ukuran derajat desentralisasi, dengan meningkatnya kontribusi PAD
menunjukkan meningkatnya kemampuan penyelenggaraan desentralisasi Daerah Boros Belanja Aparatur
Pertumbuhan APBD Lebih Banyak
Genderang reformasi birokrasi pertama kali ditabuh pada tahun 2007 melalui pemberian remunerasi pada beberapa Kementerian/Lembaga. Dengan adanya reformasi birokrasi diharapkan birokrasi semakin efisien dari sisi
belanja pegawai terus mengalami peningkatan, pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati oleh alokasi pegawai. Struktur birokrasi juga semakin gemuk, dengan semakin banyaknya lembaga non struktural yang dibentuk. Hal ini ti
Pusat, namun juga di daerah, sebagin besar anggarannya dialokasikan untuk belanja pegawai. 4,9% -1.000.000 2.000.000 3.000.000 4.000.000 5.000.000 6.000.000 Kab.
Bengkalis Indragiri Kab. Hilir
Rasio PAD
Masih rendahnya kemampuan daerah untuk mendanai secara mandiri berbagai kegiatan pembangunan menjadi tantangan bagi pemerintah dalam pelaksanaan untuk dapat mendorong peningkatan kemampuan pendapatan daerah. Sebagai ukuran derajat desentralisasi, dengan meningkatnya kontribusi PAD
menunjukkan meningkatnya kemampuan penyelenggaraan desentralisasi Daerah Boros Belanja Aparatur
APBD Lebih Banyak Dinikmati Birokrasi
Genderang reformasi birokrasi pertama kali ditabuh pada tahun 2007 melalui pemberian remunerasi pada beberapa Kementerian/Lembaga. Dengan adanya reformasi birokrasi diharapkan birokrasi semakin efisien dari sisi struktur maupun biaya. Faktanya, belanja pegawai terus mengalami peningkatan, pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati oleh alokasi pegawai. Struktur birokrasi juga semakin gemuk, dengan semakin banyaknya lembaga non struktural yang dibentuk. Hal ini tidak hanya terjadi di Pemerintah Pusat, namun juga di daerah, sebagin besar anggarannya dialokasikan untuk belanja
3,7% 2,6% 2,5% 3,5% 3,2% Kab. Indragiri Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kuantan Singingi Kab.
Pelalawan Kab. Rokan Hulu
Rasio PAD - Belanja Daerah
Belanja Daerah Rasio PAD
Masih rendahnya kemampuan daerah untuk mendanai secara mandiri berbagai pemerintah dalam pelaksanaan untuk dapat mendorong peningkatan kemampuan pendapatan daerah. Sebagai ukuran derajat desentralisasi, dengan meningkatnya kontribusi PAD maka menunjukkan meningkatnya kemampuan penyelenggaraan desentralisasi.
Genderang reformasi birokrasi pertama kali ditabuh pada tahun 2007 melalui pemberian remunerasi pada beberapa Kementerian/Lembaga. Dengan adanya reformasi struktur maupun biaya. Faktanya, belanja pegawai terus mengalami peningkatan, pertumbuhan belanja lebih banyak dinikmati oleh alokasi pegawai. Struktur birokrasi juga semakin gemuk, dengan semakin dak hanya terjadi di Pemerintah Pusat, namun juga di daerah, sebagin besar anggarannya dialokasikan untuk belanja
3,2% 2,2% 0,0% 1,0% 2,0% 3,0% 4,0% 5,0% 6,0%
Kab. Rokan Kab. Kepulauan
Pemerintah mulai menyadari semakin beratnya beban belanja pegawai seiring dengan reformasi birokrasi. Tepat tanggal 1 September 2011
kebijakan moratorium Pegawai Negeri Sipil (PNS) resmi diberlakukan selama 16 bulan. Kebijakan yang berlaku sampai 31 Desember 2012 ini, ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani tiga menteri; Menteri Keu
Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri. Lagi
ini, sekedar “pepesan kosong” dan “menelan ludah” sendiri. Mulai bulan Juli 2012, Pemerintah kembali membuka lowongan CPNS.
Antara tahun 2012
birokrasi. Bahkan pertumban belanja daerah di enam daerah termasuk Provinsi Riau pertumbuhan belanja birokrasi (gaji pegawai) lebih besar dari pertumbuhan belanja daerah. Seperti Provinsi Riau pertum
%, sementara pertumbuhan belanja pegawai (langsung dan tidak langsung) tumbuh mencapai 20,3%. Begitu juga di empat daerah lainnya yang cendrung pertumbuhan belanja pegawai jauh lebih besar dibandingkan per
Meskipun demikian besarnya porsi APBD yang diperuntukkan untuk belanja pegawai namun tidak dibarengi semakin membaiknya pelayanan publik. Dengan demikian jelas
20,2% 20,3% 0,0% 5,0% 10,0% 15,0% 20,0% 25,0% 30,0% 35,0% 40,0% 45,0% Prov. Riau
Pertumbuhan Belanja vs Pertumbuhan Belanja Pegawai
Pertumbuhan Belanja
Pemerintah mulai menyadari semakin beratnya beban belanja pegawai seiring dengan reformasi birokrasi. Tepat tanggal 1 September 2011, Pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium Pegawai Negeri Sipil (PNS) resmi diberlakukan selama 16 bulan. Kebijakan yang berlaku sampai 31 Desember 2012 ini, ditetapkan melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditandatangani tiga menteri; Menteri Keuangan, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri. Lagi
ini, sekedar “pepesan kosong” dan “menelan ludah” sendiri. Mulai bulan Juli 2012, Pemerintah kembali membuka lowongan CPNS.
12 – 2013 ini, prtumbuhan belanja lebih banyak dinikmati birokrasi. Bahkan pertumban belanja daerah di enam daerah termasuk Provinsi Riau pertumbuhan belanja birokrasi (gaji pegawai) lebih besar dari pertumbuhan belanja daerah. Seperti Provinsi Riau pertumbuhan belanja antara tahun 2012
%, sementara pertumbuhan belanja pegawai (langsung dan tidak langsung) tumbuh mencapai 20,3%. Begitu juga di empat daerah lainnya yang cendrung pertumbuhan belanja pegawai jauh lebih besar dibandingkan pertumbuhan belanja daerah. (lihat grafik diatas). Meskipun demikian besarnya porsi APBD yang diperuntukkan untuk belanja pegawai namun tidak dibarengi semakin membaiknya pelayanan publik. Dengan demikian jelas
20,2% 11,5% 16,8% 14,0% 20,3% 15,6% 15,2% 26,9%
Prov. Riau Kab. Indragiri
Hilir Kab. Indragiri Hulu Kab. Kuantan Singingi Pelalawan Pertumbuhan Belanja vs Pertumbuhan Belanja Pegawai
Pertumbuhan Belanja Pertumbuhan Belanja Pegawai
Pemerintah mulai menyadari semakin beratnya beban belanja pegawai seiring , Pemerintah mengeluarkan kebijakan moratorium Pegawai Negeri Sipil (PNS) resmi diberlakukan selama 16 bulan. Kebijakan yang berlaku sampai 31 Desember 2012 ini, ditetapkan melalui Surat Keputusan angan, Menteri Pendayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, dan Menteri Dalam Negeri. Lagi-lagi kebijakan ini, sekedar “pepesan kosong” dan “menelan ludah” sendiri. Mulai bulan Juli 2012,
2013 ini, prtumbuhan belanja lebih banyak dinikmati birokrasi. Bahkan pertumban belanja daerah di enam daerah termasuk Provinsi Riau pertumbuhan belanja birokrasi (gaji pegawai) lebih besar dari pertumbuhan belanja buhan belanja antara tahun 2012-2013 mencapai 20,2 %, sementara pertumbuhan belanja pegawai (langsung dan tidak langsung) tumbuh mencapai 20,3%. Begitu juga di empat daerah lainnya yang cendrung pertumbuhan belanja tumbuhan belanja daerah. (lihat grafik diatas). Meskipun demikian besarnya porsi APBD yang diperuntukkan untuk belanja pegawai namun tidak dibarengi semakin membaiknya pelayanan publik. Dengan demikian jelas
15,4% 23,0%
Kab. Pelalawan Pertumbuhan Belanja vs Pertumbuhan Belanja Pegawai
daerah hanya buang-buang duit untuk membiayai be tidak produktif.
Lima Daerah Tertinggi Porsi Belanja
Terdapat lima daerah yang mengalokasikan porsi belanja pegawai tahun 2013 antara 46-53% dari total belanja daerahnya.
dialokasikan untuk belanja pegawai, kemudian Kabupaten Kampar 51% anggaran APBD dialokasikan untuk belanja pegawai. Kemudian kabupate Indragiri Hilir yang anggaran belanja daerahnya sedikit justru mengalokasikan anggaran 49% untuk gaji birokrasinya. Diurutan nomor empat kabupaten Kuantan sengingi yang juga sedikit APBD nya juga mengalokasikan 48% anggaran untuk kebutuhan belanja pegawai. Dan yang terakhir adalah Kota Dumai mengalokasikan anggaran APBD sebesar 46% untuk belanja begawai.
Hal ini sangat meng
kesejahteraan rakyat daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan sulit dicapai, dengan postur penganggaran seperti ini. Hal ini terlihat dari semakin tingginya belanja pegawai, menggerus belanja modal.
memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi
53% 42% 44% 46% 48% 50% 52% 54% Kota Pekanbaru
buang duit untuk membiayai belanja aparatur untuk birokrasi yang
Tertinggi Porsi Belanja Pegawai 2013
lima daerah yang mengalokasikan porsi belanja pegawai tahun 2013 53% dari total belanja daerahnya. Kota Pekanbaru 53% belanja APBD dialokasikan untuk belanja pegawai, kemudian Kabupaten Kampar 51% anggaran APBD dialokasikan untuk belanja pegawai. Kemudian kabupate Indragiri Hilir yang anggaran belanja daerahnya sedikit justru mengalokasikan anggaran 49% untuk gaji birokrasinya. an nomor empat kabupaten Kuantan sengingi yang juga sedikit APBD nya juga mengalokasikan 48% anggaran untuk kebutuhan belanja pegawai. Dan yang terakhir adalah Kota Dumai mengalokasikan anggaran APBD sebesar 46% untuk belanja begawai.
Hal ini sangat mengejutkan, tujuan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan sulit dicapai, dengan postur penganggaran seperti ini. Hal ini terlihat dari semakin tingginya belanja pegawai, menggerus belanja modal. Padahal belanja modal adalah salah satu yang memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi.
53%
51%
49% 48%
Pekanbaru Kab. Kampar Kab. Indragiri Hilir Kab. Kuantan Singingi Kota Dumai Porsi Belanja Pegawai tahun 2013
lanja aparatur untuk birokrasi yang
lima daerah yang mengalokasikan porsi belanja pegawai tahun 2013 Kota Pekanbaru 53% belanja APBD dialokasikan untuk belanja pegawai, kemudian Kabupaten Kampar 51% anggaran APBD dialokasikan untuk belanja pegawai. Kemudian kabupate Indragiri Hilir yang anggaran belanja daerahnya sedikit justru mengalokasikan anggaran 49% untuk gaji birokrasinya. an nomor empat kabupaten Kuantan sengingi yang juga sedikit APBD nya juga mengalokasikan 48% anggaran untuk kebutuhan belanja pegawai. Dan yang terakhir adalah Kota Dumai mengalokasikan anggaran APBD sebesar 46% untuk belanja begawai.
ejutkan, tujuan otonomi daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat daerah dengan mendekatkan pelayanan publik akan sulit dicapai, dengan postur penganggaran seperti ini. Hal ini terlihat dari semakin tingginya belanja Padahal belanja modal adalah salah satu yang
46%
Sangat mengejutkan lagi, Kota Pekanbaru yang merupakan tertinggi alokasi belanja pegawainya secara persentase dari total belanja daerahnya, namun Indek Integritas Pemerintah daerah berdasarkan survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilansir pada 16 desember 2013 di gedung KPK Ri, menunjukkan Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah yang menempati posisi terburuk ke empat ditinjau dari sector pelayanan publiknya.
Lagu Lama Lambannya Penyerapan Anggaran Birokrasi “Bebal” Penyandra
Waktu Tersisa 45 Hari, Anggaran harus terserap Rp. 79,2 Miliyar /Hari
Menjelang akhir tahun, persoalan lambannya penyerapan anggaran kembali muncul. Seolah birokrasi ini “bebal” selalu mengulangi kesalahan yang sama setiap tahunnya. Menjadi pertanyaan, mengapa persoalan ini terus muncul?
Sejak Indonesia memiliki UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seharusnya soal lambannya penyerapan anggaran ini sudah selesai. Aturan ini, merupakan tonggak reformasi utama keuangan negara
berimbang dinamis, dimana pendapatan dan belanja harus berimbang. Format yang dipergunakan “T account”
Kementerian/Lembaga diukur dari habis atau tidaknya anggaran
Saat ini, anggaran kita menggunakan azas surplus defisit, dimana pendapatan dan belanja tidak harus berimbang, bisa mengalami surplus (pendapatan lebih besar dari belanja), atau sebaliknya defisit. Format yang digunakan
yang lebih berorientasi pada
habis atau tidaknya anggaran Kementerian/Lembaga bukanlah suatu ukuran, melainkan pada kinerja yang dicapai. Dimana setiap rupiah yang dikeluarkan, harus
keluaran dan kinerja yang dihasilkan.
Lalu kenapa soal penyerapan anggaran ini masih diributkan. Tidak akan jadi soal, kalau anggaran yang tidak terserap, lebih karena efisiensi dengan capaian kinerja yang Sangat mengejutkan lagi, Kota Pekanbaru yang merupakan tertinggi alokasi belanja pegawainya secara persentase dari total belanja daerahnya, namun Indek Integritas Pemerintah daerah berdasarkan survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang desember 2013 di gedung KPK Ri, menunjukkan Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah yang menempati posisi terburuk ke empat ditinjau dari sector pelayanan
Lagu Lama Lambannya Penyerapan Anggaran Birokrasi “Bebal” Penyandra Penyerapan Anggaran
ggaran harus terserap Rp. 79,2 Miliyar /Hari
Menjelang akhir tahun, persoalan lambannya penyerapan anggaran kembali muncul. Seolah birokrasi ini “bebal” selalu mengulangi kesalahan yang sama setiap
njadi pertanyaan, mengapa persoalan ini terus muncul?.
Sejak Indonesia memiliki UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seharusnya soal lambannya penyerapan anggaran ini sudah selesai. Aturan ini, merupakan tonggak reformasi utama keuangan negara kita. Azas keuangan negara, tidak lagi berimbang dinamis, dimana pendapatan dan belanja harus berimbang. Format yang
account” yang lebih berorientasi pada input
Kementerian/Lembaga diukur dari habis atau tidaknya anggaran yang dialokasikan.
Saat ini, anggaran kita menggunakan azas surplus defisit, dimana pendapatan dan belanja tidak harus berimbang, bisa mengalami surplus (pendapatan lebih besar dari belanja), atau sebaliknya defisit. Format yang digunakan-pun berubah men
yang lebih berorientasi pada outputatau dengan pendekatan berbasis kinerja. Artinya, habis atau tidaknya anggaran Kementerian/Lembaga bukanlah suatu ukuran, melainkan pada kinerja yang dicapai. Dimana setiap rupiah yang dikeluarkan, harus
keluaran dan kinerja yang dihasilkan.
Lalu kenapa soal penyerapan anggaran ini masih diributkan. Tidak akan jadi soal, kalau anggaran yang tidak terserap, lebih karena efisiensi dengan capaian kinerja yang Sangat mengejutkan lagi, Kota Pekanbaru yang merupakan tertinggi alokasi belanja pegawainya secara persentase dari total belanja daerahnya, namun Indek Integritas Pemerintah daerah berdasarkan survey Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang desember 2013 di gedung KPK Ri, menunjukkan Kota Pekanbaru adalah salah satu daerah yang menempati posisi terburuk ke empat ditinjau dari sector pelayanan
Menjelang akhir tahun, persoalan lambannya penyerapan anggaran kembali muncul. Seolah birokrasi ini “bebal” selalu mengulangi kesalahan yang sama setiap Sejak Indonesia memiliki UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, seharusnya soal lambannya penyerapan anggaran ini sudah selesai. Aturan ini, merupakan kita. Azas keuangan negara, tidak lagi berimbang dinamis, dimana pendapatan dan belanja harus berimbang. Format yang input, dimana kinerja yang dialokasikan.
Saat ini, anggaran kita menggunakan azas surplus defisit, dimana pendapatan dan belanja tidak harus berimbang, bisa mengalami surplus (pendapatan lebih besar dari pun berubah menjadi “I account” atau dengan pendekatan berbasis kinerja. Artinya, habis atau tidaknya anggaran Kementerian/Lembaga bukanlah suatu ukuran, melainkan pada kinerja yang dicapai. Dimana setiap rupiah yang dikeluarkan, harus bisa diukur Lalu kenapa soal penyerapan anggaran ini masih diributkan. Tidak akan jadi soal, kalau anggaran yang tidak terserap, lebih karena efisiensi dengan capaian kinerja yang
sama atau terlampauinya target penda
kegiatan yang tidak terlaksana dan kinerja tidak tercapai.
Alasan utama birokrasi Kementerian/Lembaga adalah prosedur pengadaan barang jasa yang terlalu lama menjadi penghambat rendahnya realisasi anggara
sepenuhnya dapat di “amini”, pasalnya aturan ini sudah berganti. Keppres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa, sudah berganti menjadi Perpres 54 tahun 2010, bahkan kembali dirubah menjadi Perpres No 70 tahun 2012. Pada perpres terbaru ini,
dan waktu tender dipangkas hampir setengahnya. Bahkan pengadaan kendaraan dinas, tidak perlu melalui tender. Metode tender pun diwajibkan dengan sistem elektronik. Seharusnya, sudah tidak ada alasan lagi, realisasi anggaran tahun 201
Faktanya, persoalan lambannya penyerapan anggaran masih terus terjadi dan seakan menjadi tradisi karena hampir terjadi setiap tahunnya. Provinsi Riau APBD tahun 2013 mencapai Rp. 8,9 Triliun lebih, sampai pertengahan November 2013 penyerapan anggaran masih berkisar antara 60%. Dengan demikian pemerintah daerah harus menghabiskan lebih dari Rp. 3,564 Triliun dengan waktu yang tersisa 45 hari. Tentu bagaimana anggaran dapat dilaksanakan dengan baik jika pemerintah harus menghabiskan anggaran Rp. 79,2 Miliyar pe
Realisasi anggaran yang menumpuk di akhir tahun, menyebabkan kualitas belanja menjadi buruk. K/L hanya berorientasi menghabiskan anggaran tanpa melihat capaian kinerjanya. Tidak mengherankan menjelang akhir tahun, perjalan
hotel-hotel penuh dengan pertemuan, dan Iklan di media elektronik melonjak. Jelas sekali bahwa kegiatan diakhir tahun adalah kegiatan yang mengada
masyarakat lebih banyak menampilkan prestasi pejabatnya “I Love Me”
sosialisasi program tidak akan efektif, karena realisasi program tidak mungkin dilakukan dipenghujung tahun, disaat program tersebut akan berakhir.
sama atau terlampauinya target pendapatan. Masalahnya, anggaran tidak terserap karena kegiatan yang tidak terlaksana dan kinerja tidak tercapai.
Alasan utama birokrasi Kementerian/Lembaga adalah prosedur pengadaan barang jasa yang terlalu lama menjadi penghambat rendahnya realisasi anggara
sepenuhnya dapat di “amini”, pasalnya aturan ini sudah berganti. Keppres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa, sudah berganti menjadi Perpres 54 tahun 2010, bahkan kembali dirubah menjadi Perpres No 70 tahun 2012. Pada perpres terbaru ini,
dan waktu tender dipangkas hampir setengahnya. Bahkan pengadaan kendaraan dinas, tidak perlu melalui tender. Metode tender pun diwajibkan dengan sistem elektronik. Seharusnya, sudah tidak ada alasan lagi, realisasi anggaran tahun 2013
ktanya, persoalan lambannya penyerapan anggaran masih terus terjadi dan seakan menjadi tradisi karena hampir terjadi setiap tahunnya. Provinsi Riau APBD tahun 2013 mencapai Rp. 8,9 Triliun lebih, sampai pertengahan November 2013 penyerapan erkisar antara 60%. Dengan demikian pemerintah daerah harus menghabiskan lebih dari Rp. 3,564 Triliun dengan waktu yang tersisa 45 hari. Tentu bagaimana anggaran dapat dilaksanakan dengan baik jika pemerintah harus menghabiskan anggaran Rp. 79,2 Miliyar per hari sampai 31 Desember 2013.
Realisasi anggaran yang menumpuk di akhir tahun, menyebabkan kualitas belanja menjadi buruk. K/L hanya berorientasi menghabiskan anggaran tanpa melihat capaian kinerjanya. Tidak mengherankan menjelang akhir tahun, perjalan dinas melonjak tajam, hotel penuh dengan pertemuan, dan Iklan di media elektronik melonjak. Jelas sekali bahwa kegiatan diakhir tahun adalah kegiatan yang mengada
masyarakat lebih banyak menampilkan prestasi pejabatnya “I Love Me”
sosialisasi program tidak akan efektif, karena realisasi program tidak mungkin dilakukan dipenghujung tahun, disaat program tersebut akan berakhir.
patan. Masalahnya, anggaran tidak terserap karena Alasan utama birokrasi Kementerian/Lembaga adalah prosedur pengadaan barang jasa yang terlalu lama menjadi penghambat rendahnya realisasi anggaran. Tidak sepenuhnya dapat di “amini”, pasalnya aturan ini sudah berganti. Keppres 80 tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa, sudah berganti menjadi Perpres 54 tahun 2010, bahkan kembali dirubah menjadi Perpres No 70 tahun 2012. Pada perpres terbaru ini, prosedur dan waktu tender dipangkas hampir setengahnya. Bahkan pengadaan kendaraan dinas, tidak perlu melalui tender. Metode tender pun diwajibkan dengan sistem elektronik.
3 rendah.
ktanya, persoalan lambannya penyerapan anggaran masih terus terjadi dan seakan menjadi tradisi karena hampir terjadi setiap tahunnya. Provinsi Riau APBD tahun 2013 mencapai Rp. 8,9 Triliun lebih, sampai pertengahan November 2013 penyerapan erkisar antara 60%. Dengan demikian pemerintah daerah harus menghabiskan lebih dari Rp. 3,564 Triliun dengan waktu yang tersisa 45 hari. Tentu bagaimana anggaran dapat dilaksanakan dengan baik jika pemerintah harus menghabiskan Realisasi anggaran yang menumpuk di akhir tahun, menyebabkan kualitas belanja menjadi buruk. K/L hanya berorientasi menghabiskan anggaran tanpa melihat capaian dinas melonjak tajam, hotel penuh dengan pertemuan, dan Iklan di media elektronik melonjak. Jelas sekali bahwa kegiatan diakhir tahun adalah kegiatan yang mengada-ada. Iklan layanan masyarakat lebih banyak menampilkan prestasi pejabatnya “I Love Me”, sekalipun berisi sosialisasi program tidak akan efektif, karena realisasi program tidak mungkin dilakukan