• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau aktifitas (Herijulianti, Indriani, Artini, 2001).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. atau aktifitas (Herijulianti, Indriani, Artini, 2001)."

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Definisi Motivasi

Motivasi berasal dari kata motif yang berarti “dorongan” atau “daya penggerak” yang ada dalam diri seseorang yang menyebabkan seseorang melakukan suatu tindakan atau aktifitas (Herijulianti, Indriani, Artini, 2001).

Motivasi adalah daya pendorong yang mengakibatkan seseorang mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau keterampilan tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya dan menuaikan kewajibannya dalam rangka pencapaian tujuan dari berbagai sasaran yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1998).

Motivasi berasal dari bahasa latin “mevore” berarti “menggerakkan” yaitu kekuatan psikologis yang menggerakkan seseorang ke arah beberapa jenis tindakan dan sebagai suatu kesediaan untuk menerima pembelajaran dengan kesiapan sebagai bukti dari motivasi, dengan hasil faktor internal dan faktor eksternal dan bukan hasil manipulasi eksternal saja (Haggard, Redman, Kort, dalam Bastable, 2001).

2. Jenis-jenis Motivasi

Menurut Djamarah (2002), motivasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

(2)

a. Motivasi Intrinsik

Yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Motivasi intrinsik datang dari hati sanubari umumnya karena kesadaran, misalnya ibu mau melakukan mobilisasi dini karena ibu tersebut sadar bahwa dengan melakukan mobilisasi dini maka akan membantu mempercepat proses penyembuhan ibu pasca operasi.

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi intrinsik yaitu :

1) Kebutuhan (need)

Seseorang melakukan aktivitas (kegiatan) karena adanya faktor-faktor kebutuhan baik biologis maupun psikologis, misalnya ibu melakukan mobilisasi dini karena ibu ingin cepat sehat pasca operasi.

2) Harapan (expentancy)

Seseorang dimotivasi oleh karena keberhasilan dan adanya harapan keberhasilan bersifat pemuasan diri seseorang, keberhasilan dan harga diri meningkat dan menggerakkan seseorang ke arah pencapaian tujuan. 3) Minat

Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keinginan pada suatu hal tanpa ada yang menyuruh (tanpa adanya pengaruh dari orang lain).

b. Motivasi Ekstrinsik

Motivasi ekstrinsik adalah kebalikan dari motivasi intrinsik. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya

(3)

perangsang atau pengaruh dari orang lain sehingga seseorang berbuat sesuatu (Hamzah, 2009).

Menurut Taufik (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik adalah :

1) Dorongan keluarga

Ibu melakukan mobilisasi dini bukan kehendak sendiri tetapi karena dorongan dari keluarga seperti suami, orang tua, teman. Misalnya ibu melakukan mobilisasi dini karena adanya dorongan (dukungan) dari suami, orang tua ataupun anggota keluarga lainnya. Dukungan atau dorongan dari anggota keluarga semakin menguatkan motivasi ibu untuk memberikan yang terbaik bagi kesehatan ibu.

2) Lingkungan

Lingkungan adalah tempat di mana seseorang tinggal. Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang sehingga dapat termotivasi untuk melakukan sesuatu. Selain keluarga, lingkungan juga mempunyai peran yang besar dalam memotivasi seseorang dalam mengubah tingkah lakunya. Dalam sebuah lingkungan yang hangat dan terbuka, akan menimbulkan rasa kesetiakawanan yang tinggi. Dalam konteks pelaksanaan mobilisasi dini di rumah sakit, maka orang-orang di sekitar lingkungan ibu akan mengajak, mengingatkan ataupun memberikan informasi pada ibu tentang tujuan dan manfaat mobilisasi dini.

3) Media

Media adalah faktor yang sangat berpengaruh bagi responden dalam memotivasi ibu untuk melakukan mobilisasi dini pasca seksio sesarea,

(4)

mungkin karena pada era globalisasi ini hampir dari waktu yang dihabiskan adalah berhadapan dengan media informasi, baik itu media cetak maupun elektronika (TV, radio, komputer/internet) sehingga sasaran dapat meningkatkan pengetahuannya yang akhirnya diharapkan dapat berubah perilakunya ke arah yang positif terhadap kesehatan.

3. Tujuan Motivasi

Secara umum tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan seseorang agar timbul keinginan dan kemauan untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil dan mencapai tujuan (Taufik, 2007).

Setiap tindakan motivasi seseorang mempunyai tujuan yang akan dicapai. Makin jelas tujuan yang diharapkan atau akan dicapai, maka semakin jelas pula bagaimana tindakan memotivasi itu dilakukan. Tindakan memotivasi akan lebih dapat berhasil apabila tujuannya jelas dan didasari oleh yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan memberikan motivasi pada seseorang harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan serta kepribadian orang yang akan dimotivasi (Taufik, 2007).

4. Fungsi Motivasi

Menurut Notoatmodjo (2007), motivasi mempunyai 3 (tiga) fungsi yaitu :

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi. Motivasi dalam hal ini merupakan motor penggerak dari setiap kegiatan yang akan dikerjakan.

(5)

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan yang sudah direncanakan sebelumnya.

c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan, dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut. Pilihan perbuatan yang sudah ditentukan atau dikerjakan akan memberikan kepercayaan diri yang tinggi karena sudah melakukan proses penyeleksian

B. Mobilisasi Dini

1. Pengertian Mobilisasi Dini

Mobilisasi dini adalah pergerakan yang dilakukan sedini mungkin di tempat tidur dengan melatih bagian–bagian tubuh untuk melakukan peregangan atau belajar berjalan (Soelaiman, 2000).

Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan. Menurut Carpenito (2000), mobilisasi dini merupakan suatu aspek yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan kemandirian. Dari Kedua definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mobilisasi dini adalah suatu upaya mempertahankan kemandirian sedini mungkin dengan cara membimbing penderita untuk mempertahankan fungsi fisiologis.

(6)

Mobilisasi menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam.

2. Konsep Mobilisasi

Mula–mula berasal dari ambulasi dini yang merupakan pengembalian secara berangsur–angsur ke tahap mobilisasi sebelumnya untuk mencegah komplikasi (Ancheta, 2005)

3. Tujuan Mobilisasi Pasca Bedah Seksio Sesarea

Tujuan mobilisasi dini yaitu membantu proses penyembuhan ibu yang telah melahirkan, untuk menghindari terjadinya infeksi pada bekas luka sayatan setelah operasi seksio sesarea, mengurangi resiko terjadinya konstipasi, mengurangi terjadinya dekubitus, kekakuan atau penegangan otot – otot di seluruh tubuh, mengatasi terjadinya gangguan sirkulasi darah, pernafasan, maupun berkemih (Carpenito, 2000).

4. Rentang Gerak dalam Mobilisasi

Dalam mobilisasi terdapat tiga rentang gerak yaitu : a. Rentang gerak pasif

Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.

(7)

b. Rentang gerak aktif

Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien menggerakkan kakinya.

c. Rentang gerak fungsional

Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan melakukan aktifitas yang diperlukan (Carpenito, 2000).

5. Manfaat Mobilisasi

Manfaat mobilisasi bagi ibu pasca seksio sesarea adalah :

a. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot–otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan. Faal usus dan kandung kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltik usus kembali normal. Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ-organ tubuh bekerja seperti semula.

b. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya. Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bisa merawat anaknya dengan cepat.

c. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli

(8)

6. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi

a. Peningkatan suhu tubuh karena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.

b. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

c. Involusi uterus yang tidak baik, Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan menghambat pengeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya kontraksi uterus (Fauzi, C.M, 2007)

7. Prosedur Mobilisasi a. Hari 1 – 4

1) Membentuk lingkaran dan meregangkan telapak kaki

Ibu berbaring di tempat tidur, kemudian bentuk gerak lingkaran dengan telapak kaki satu demi satu. Gerakan itu seperti sedang menggambar sebuah lingkaran dengan ibu jari kaki ibu ke satu arah, lalu ke arah lainnya. Kemudian regangkan masing – masing telapak kaki dengan cara menarik jari – jari kaki ibu ke arah betis, lalu balikkan ujung telapak kaki ke arah sebaliknya sehingga ibu merasakan otot betisnya berkontraksi. Lakukan gerakan ini dua atau tiga kali sehari.

(9)

2) Bernafas dalam – dalam

Berbaring dan tekukkan kaki sedikit. Tempatkan kedua tangan ibu di bagian dada atas dan tarik nafas. Arahkan nafas itu ke arah tangan ibu, lalu tekanlah dada saat ibu menghembuskan nafas. Kemudian tarik nafas sedikit lebih dalam. Tempatkan kedua tangan di atas tulang rusuk, sehingga ibu dapat merasakan paru – paru mengembang, lalu hembuskan nafas seperti sebelumnya. Cobalah untuk bernafas lebih dalam sehingga mencapai perut. Hal ini akan merangsang jaringan – jaringan di sekitar bekas luka. Sangga insisi ibu dengan cara menempatkan kedua tangan secara lembut di atas daerah tersebut. Kemudian, tarik dan hembuskan nafas yang lebih dalam lagi beberapa kali. Ulangi sebanyak tiga atau empat kali.

3) Duduk tegak

Tekuk lutut dan miring ke samping. Putar kapala ibu dan gunakan tangan – tangan ibu untuk membantu dirinya ke posisi duduk. Saat melakukan gerakan yang pertama, luka akan tertarik dan terasa sangat tidak nyaman, namun teruslah berusaha dengan bantuan lengan sampai ibu berhasil duduk. Pertahankan posisi itu selama beberapa saat. Kemudian, mulailah memeindahkan berat tubuh ke tangan, sehingga ibu dapat menggoyangkan pinggul ke arah belakang. Duduk setegak mungkin dan tarik nafas dalam-dalam beberapa kali, luruskan tulang punggung dengan cara mengangkat tulang-tulang rusuk. Gunakan tangan ibu untuk menyangga insisi. Cobalah batuk 2 atau 3 kali.

4) Bangkit dari tempat tidur

Gerakkan tubuh ke posisi duduk. Kemudian gerakkan kaki pelan – pelan ke sisi tempat tidur. Gunakan tangan ibu untuk mendorong ke depan dan perlahan

(10)

turunkan telapak – telapak kaki ibu ke lantai. Tekanlah sebuah bantal dengan ketat di atas bekas luka ibu untuk menyangga. Kemudian, cobalah bagian atas tubuh ibu. Cobalah meluruskan seluruh tubuh lalu luruskan kaki – kaki ibu. 5) Berjalan

Dengan bantal tetap tertekan di atas bekas luka, berjalanlah ke depan. Saat berjalan usahakan kepala tetap tegak, bernafas lewat mulut. Teruslah berjalan selama beberapa menit sebelum kembali ke tempat tidur.

6) Berdiri dan meraih

Duduklah di bagian tepi tempat tidur, angkat tubuh hingga berdiri. Pertimbangkanlah untuk mengontraksikan otot – otot punggung agar dada mengembang dang meregang. Cobalah untuk mengangkat tubuh, mulai dari pinggang perlahan – lahan, melawan dorongan alamiah untuk membungkuk, lemaskan tubuh ke depan selama satu menit.

7) Menarik perut

Berbaringlah di tempat tidur dan kontraksikan otot – otot dasar pelvis, dan cobalah untuk menarik perut. Perlahan – lahan letakkan kedua tangan di atas bekas luka dan berkontraksilah untuk menarik perut menjauhi tangan ibu. Lakukan 5 kali tarikan, dan lakukan 2 kali sehari.

8) Saat menyusui

Tarik perut semabari menyusui. Kontraksikan otot – otot perut selama beberapa detik lalu lemaskan, lakukan 5 sampai 10 kali setiap kali ibu menyusui.

(11)

b. Hari 4 – 7

1) Menekuk pelvis

Kontraksikan abdomen dan tekan punggung bagian bawah ke tempat tidur. Jika dilakukan dengan benar pelvis akan menekuk. Lakukan 4 hingga 8 tekukan selama 2 detik.

2) Meluncurkan kaki

Berbaring dengan lutut tertekuk dan bernafaslah secara normal, lalu luncurkan kaki di atas tempat tidur, menjauhi tubuh. Seraya mendorong tumit, ulurkan kaki, sehingga ibu akan merasakan sedikit denyutan di sekitar insisi. Lakukan 4 kali dorongan untuk satu kaki.

3) Sentakan pinggul

Berbaringlah di atas tempat tidur, tekukkan kaki ke atas dan remtangkan kaki yang satu lagi. Lakukan gerakan menunjuk ke arah jari – jari kaki. Dorong pinggul pada sisi yang sama dengan kaki yang tertekuk ke arah bahu, lalu lemaskan. Dorong kaki menjauhi tubuh dengan lurus. Lakukan 6 hingga 8 pengulangan untuk masing – masing tubuh.

4) Menggulingkan lutut

Berbaring di tempat tidur, kemudian letakkan tangan di samping tubuh untuk menjaga keseimbangan. Perlahan-lahan gerakkan kedua lutut ke satu sisi. Gerakkan lutut hingga bisa merasakan tubuh ikut berputar. Lakukan 3 kali ayunan lutut ke masing – masing sisi. Akhiri dengan meluruskan kaki.

5) Posisi jembatan

Berbaringlah di atas tempat tidur dengan kedua lutut tertekuk. Bentangkan kedua tangan ke bagian samping untuk keseimbangan. Tekan telapak kaki ke bawah

(12)

dan perlahan – lahan angkat pinggul dari tempat tidur. Rasakan tulang tungging terangkat. Lakukan gerakan ini 5 kali sehari.

6) Posisi merangkak

Perlahan – lahan angkat tubuh dengan bertopang kedua tangan dan kaki di atas tempat tidur. Saat ibu dapat mempertahankan posisi merangkak tanpa merasa tak nyaman sedikitpun, ibu dapat menambah beberapa gerakan dalam rangkaian ini. Tekan tangan dan kaki di tempat tidur, dan cobalah untuk melakukan gerakan yang sama dengan sentakan pinggul, sehingga pinggul terdorong ke arah bahu. Jika melakukan gerakan ini dengan benar, ibu akan merasa seolah-olah menggoyang- goyangkan ekor. Lakukan gerakan ini 5 kali sehari. Tekan bagian tengah punggung ke arah bawah, saat melengkung tubuh ke bawa, ibu bisa merasakan perut meregang. Kemudian, saat meluruskan punggung, berkonsentrasilah menarik abdomen (Gallagher, C.M, 2004).

8. Indikator Pemulihan Pasca Seksio Sesarea dengan Mobilisasi

Pada hari ketiga sampai kelima setelah operasi ibu diperbolehkan pulang ke rumah apabila tidak terjadi komplikasi. Perkembangan kesembuhan ibu pasca seksio sesarea dapat dilihat dari hari kehari. Hari kedua setelah operasi ibu berusaha buang air kecil sendiri tanpa bantuan kateter, dan melakukannya di kamar mandi dengan dibantu suami atau keluarga. Hari ketiga umumnya ibu baru akan buang air besar, dimana saat awal setelah persalinan ibu mengalami sembelit. Pada hari keempat lokia pada ibu pasca seksio sesarea normalnya 2 x ganti doek/ hari, perubahan ini menunjukkan bahwa rahim berkontraksi yaitu mengalami proses untuk kembali ke kondisi dan ukuran yang normal.

(13)

Pada hari kelima fundus uteri berada pada pertengahan pusat simfisis dan hari ketujuh setelah operasi luka bekas sayatan mengering (Kasdu, 2003).

B.Seksio Sesarea 1. Pengertian

Seksio sesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh (Sarwono, 2002).

Seksio sesarea adalah sebuah bentuk melahirkan anak dengan melakukan sebuah irisan pembedahan yang menembus abdomen seorang ibu dan uterus untuk mengeluarkan satu bayi atau lebih. Cara ini biasanya dilakukan ketika kelahiran melalui

vagina akan mengarah pada komplikasi-komplikasi media, kendati cara ini semakin umum sebagai pengganti kelahiran umum (Dewi, 2007).

2. Istilah Seksio Sesarea a. Seksio sesarea primer

Dari semula telah direncanakan bahwa janin akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit. b. Seksio sesarea sekunder

Dalam hal ini kita bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus gagal, baru dilakukan seksio sesarea. c. Seksio sesarea ulang

Ibu pada kehamilan yang lalu menggalami seksio sesarea dan pada kehamilan selanjutnya dilakukan seksio sesarea ulang.

(14)

Adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea,

langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu indikasi. e. Operasi poro

Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (janin sudah mati) dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat (Mochtar, 2000)

3. Indikasi

a. Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan suatu persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power (kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada salah satu faktor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan dengan lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut (Manuaba, 1999).

b. Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau bahkan keduanya, atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat dilakukan dengan aman. Berdasarkan laporan mengenai indikasi terbanyak di negara-negara maju seperti yang diperlihatkan pada tabel 2.1 di Norwegia diperoleh hasil bahwa indikasi terbanyak untuk seksio sesarea adalah distosia 3,6% diikuti oleh presentasi bokong 2,1%, gawat janin 2,0%, riwayat seksio sesarea sebelumnya 1,4% dan lain-lain 3,7% dari 12,8% kasus seksio sesarea yang terjadi (Cunningham dkk, 2005).

c. Di Skotlandia diperoleh bahwa distosia sebagai indikasi seksio sesarea terbanyak yaitu 4,0% sedangkan riwayat seksio sesarea sebelumnya 3,1%, gawat

(15)

janin 2,4%, presentasi bokong 2,0% dan lain-lain 2,7% dalam 14,2% kasus seksio sesarea. Riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 10,7% kasus seksio sesarea yang terjadi di Swedia yaitu 3,1% diikuti oleh distosia dan presentasi bokong yang masing-masing berkisar 1,8% sedangkan gawat janin hanya 1,6% dan lain-lain 2,4%. Di USA, riwayat seksio sesarea sebelumnya merupakan indikasi terbanyak dari 23,6% kasus seksio sesarea yang terjadi yaitu 8,5%, dan distosia berperan dalam 7,1%, presentasi bokong 2,6%, gawat janin 2,2% dan lain-lain 3,2% (Cunningham dkk, 2005). d. Macam-macam indikasi dilakukannya seksio sesarea

1) Placenta previa sentralis dan lateralis

2) Panggul sempit

3) Disproporsi sefalo pelvic

4) Rupture uteri mengancam 5) Partus lama

6) Partus tak maju 7) Distosia serviks

8) Preeklampsi dan Hipertensi

9) Malpresentasi janin 10) Gamelli

4. Jenis-jenis Operasi Seksio sesarea Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:

a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus (Prawiroharjo, 2002). Hampir 99%

(16)

dari seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan menggunakan teknik ini karena memiliki beberapa keunggulan seperti kesembuhan lebih baik dan tidak banyak menimbulkan perlekatan. Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat menimbulkan perdarahan (Manuaba, 1999).

b. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat dicapai dengan aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada segmen bawah uterus atau

karsinoma serviks invasif, bayi besar dengan kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Charles, 2005). Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi relatif sulit, kemungkinan terjadinya

ruptur uteri pada kehamilan berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding abdomen lebih besar.

c. Seksio sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan lain, pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada ruptur uteri

yang tidak dapat diatasi dengan jahitan.

d. Seksio sesarea vaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior ke dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam praktek

obstetri.

e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung kemih

(17)

ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan insisi di segmen bawah.

5. Komplikasi

a. Infeksi puerperal (nifas)

1) Ringan : dengan kenaikan suhu beberapa hari saja

2) Sedang : dengan kenaikan suhu tubuh yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perlu sedikit kembung

3) Berat : dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, di mana sebelumnya telah terjadi infeksi intrapartal

karena ketuban yang telah pecah terlalu lama b. Perdarahan, disebabkan karena:

1) Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka

2) Atonia uteri

3) Perdarahan pada placental bed

c. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi

terlalu tinggi

d. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan sekarang.

6. Anestesia pada Seksio Sesarea

Ada beberapa anestesi atau penghilang rasa sakit yang bisa dipilih untuk operasi caesar, baik spinal maupun general. Pada anestesi spinal atau epidural yang lebih umum digunakan, sang ibu tetap sadar kala operasi. Anestesi general bekerja secara

(18)

jauh lebih cepat, dan mungkin diberikan jika diperlukan proses persalinan yang cepat (Gallagher, C.M, 2004).

a. Anestesi general

Anestesi general biasanya diberikan jika anestesi spinal atau epidural tidak mungkin diberikan, baik karena alasan tekis maupun karena dianggap tidak aman. Pada prosedur pemberian anestesi ini akan menghirup oksigen melalui masker wajah selama tiga sampai empat menit sebelum obat diberikan melalui penetesan intravena. Dalam waktu 20 sampai 30 detik, maka pasien akan terlelap. Saat pasien tidak sadar, akan disisipkan sebuah selang ke dalam tenggorokkan pasien untuk membantu pasien bernafas dan mencegah muntah. Jika digunakan anestesi total, pasien akan dimonitor secara konstan oleh seorang ahli anestesi. Dan biasanya pasangan tidak boleh mendampingi pasien kala persalinan dengan anestesi general.

b. Anestesi spinal

Dalam operasi caesar elektif, pasien diberi penawaran untuk menggunakan spinal

anestesi. Kedua pilihan itu dapat membuat pertengahan ke bawah tubuh pasien mati rasa, tetapi pasien akan tetap terjaga dan menyadari apa yang sedang terjadi. Hal ini berarti pasien bisa merasakan kelahiran bayi tanpa merasakan sakit, dan pasangan juga bisa mendampingi untuk memberikan dorongan dan semangat.

c. Anastesi epidural

Mengurangi rasa sakit selama stadium I dan II dari proses persalinan atau selama seksio sesarea. Kontra indikasi : Ditolak oleh pasien, adanya infeksi pada tempat penyuntikan, perdarahan uterus, pengobatan anticoagulant, kegemukan, hypovolemi,

Referensi

Dokumen terkait

PEMBINAAN SIKAP PATRIOTISME PADA GENERASI MUDA MELALUI SENI MUSIK Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

[r]

Sinisme organisasi adalah pandangan negatif terhadap organisasi, lebih khusus terkait harapan moralitas, keadailan, kejujuran, serta aturan yang dilanggar.Sinisme juga

Universitas dengan rating Bintang Satu menunjukkan bahwa suatu universitas telah membentuk semua komponen kunci yang diperlukan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas kepada

Persepsi Kader Pkk Tentang Daur Ulang Limbah Plastik Berbasis Home Industry di Desa Cilame Kabupaten Bandung Barat.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

 Fungsi f dikatakan berkoresponden satu-ke-satu atau bijeksi ( bijection ) jika ia fungsi satu-ke-satu dan juga fungsi pada...  Sebuah fungsi dikatakan invertible

Masih banyak siswa yang belum aktif dalam kegiatan pembelajaran, hal ini dilihat dari sedikitnya jumlah siswa yang bertanya maupun menjawab pertanyaan dari

Ease of communication due to the development of information technology and the Internet, must be accompanied by the development of information security. One of the