SKRIPSI
Diajukan oleh:
ELSA WELMANORA NIM. 140209083
Mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
DARUSSALAM - BANDA ACEH 2019 M
v
NIM : 140209083
Fakultas/Prodi : Tarbiyah dan Keguruan/PGMI Hari/Tanggal Sidang : Jumat, 04 Januari 2019
Tebal Skripsi : 84 Lembar Pembimbing I : Dr. Azhar, M.Pd Pembimbing II : Sri Mutia, M.Pd
Kata Kunci : Model Role Playing (Bermain Peran), Hasil Belajar Siswa
Salah satu upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa adalah dengan memilih model pembelajaran yang sesuai dan menarik perhatian siswa. Siswa akan merasa jenuh dalam menerima sebuah materi apabila hanya memperhatikan penjelasan dari guru tanpa adanya sebuah model pembelajaran. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Role Playing yaitu bermain peran yang dapat dirancang oleh guru agar siswa dapat memainkan peran yang berkaitan dengan materi pembelajaran. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa. Berdasarkan hal tersebut penulis melakukan penelitian ini dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Mata Pelajaran IPS Kelas V MIN 3 Aceh Besar”. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Data diperoleh dari observasi dan post test (LKPD). Adapun prosedur pengumpulan data adalah melalui observasi aktivitas guru, aktivitas siswa dan post test. Sedangkan teknik analisis data, peneliti menggunakan nilai rata-rata sesuai dengan kriteria keberhasilan yang telah ditentukan. Penelitian ini terdiri dari dua siklus. Hasil penelitian dari lembar observasi guru pada siklus I (3.30) dengan kategori (baik), sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu (3,54) dengan kategori (baik sekali). Hasil observasi aktivitas siswa pada siklus I (3,04) dengan kategori (baik), sedangkan pada siklus II mengalami peningkatan yaitu (3,83) dengan kategori (baik sekali). Hasil belajar siswa pada siklus I jumlah nilai diperoleh sebanyak 6,43 dengan jumlah 12 orang siswa yang tuntas dan 16 orang siswa yang tidak tuntas. Sedangkan pada siklus II jumlah nilai sudah mengalami peningkatan menjadi 8,53 dengan jumlah 26 orang siswa yang tuntas dan 4 orang siswa yang tidak tuntas. Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa dengan melakukan penerapan model pembelajaran
Role Playing mata pelajaran IPS kelas V MIN 3 Aceh Besar menjadi lebih aktif,
kreatif dan termotivasi dalam belajar, aktivitas guru menjadi lebih terarah dan meningkat serta hasil belajar siswa juga semakin meningkat.
vi
melimpahkan rahmat beserta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas akhir (Skripsi) ini. Shalawat dan salam keharibaan Nabi Besar Muhammad Saw yang telah menuntun umat manusia dari alam kebodohan ke alam yang berilmu pengetahuan. Skripsi ini berjudul “Meningkatkan Hasil
Belajar Siswa Melalui Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Mata Pelajaran IPS Kelas V MIN 3 Aceh Besar”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melengkapi salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi dan sebagai syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa syukur dan mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Kedua orang tua yang paling teristimewa, Ayahanda tercinta Aliakim dan Ibunda tercinta Neli Andriani beserta adik-adik tersayang saudari Abel Araskinta dan saudara Anelka Alfatan yang tak henti-hentinya mengiringi langkah penulis dengan berdoa serta selalu memberi dorongan dan dukungan atas kesuksesan penulis. Terima kasih juga atas cinta dan kasih sayang yang tak pernah hilang kepada ananda.
vii
telah membantu penulis untuk mengadakan penelitian yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Ridhwan, M.Daud, M.Ed selaku Penasehat Akademik yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam masalah perkuliahan 4. Bapak Dr. Azhar, M.Pd sebagai pembimbing I dan Ibu Sri Mutia, M.Pd
sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, sejak awal penulisan.
5. Bapak Irwandi, M.A selaku Ketua Prodi beserta para dosen dan staf Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah banyak bekerja sama dalam proses perkuliahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Kepala Sekolah MIN 3 Aceh Besar Bapak Iskandar, S.Ag dan guru kelas Vc Ibu Syamsidar, S.Ag beserta staf pengajar dan karyawan yang telah banyak membantu dan memberi izin kepada penulis untuk mengadakan penelitian dalam rangka menyelesaikan skripsi.
7. Kepada karyawan dan karyawati perpustakaan UIN Ar-Raniry dan Pustaka Wilayah serta perpustakaan lainnya yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas dengan sebaik mungkin dalam meminjamkan buku-buku dan referensi yang diperlukan dalam penulisan skripsi.
viii
memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
9. Teman-teman seperjuangan mahasiswa/i Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah angkatan 2014 yang telah bekerja sama dan belajar bersama-sama dalam menempuh pendidikan serta memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis serta membantu menyelesaikan penulisan skripsi.
10. Sahabat-sahabat terbaik Apriza Lupita, Putri Hilda P.S, Ramala Yanti, Asyerin Maria Ulfah, Harselita, Lusiana Elsida, Veratul Uhra, Rusma Wardani, yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis untuk menyelasaikan penulisan skripsi.
Penulis telah berusaha semaksimal mungkin dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, namun kesempatan bukanlah milik manusia akan tetapi hanya milik Allah SWT. Jika terdapat kesilapan dan kekurangan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna untuk perbaikan pada masa yang akan datang. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.
Banda Aceh, 20 Januari 2019
Elsa Welmanora NIM. 140209083
x
Halaman HALAMAN SAMPUL JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN SIDANG
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN
ABSTRAK ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL... xii
BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 8
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
E. Defenisi Operasional ... 9
BAB II : LANDASAN TEORI A. Peningkatan Hasil Belajar Siswa ... 12
B. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa... 14
C. Pembelajaran IPS di MI ... 20
D. Model Pembelajaran Role Playing ... 22
1. Tujuan Model Pembelajaran Role Playing ... 27
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Role Playing ... 28
3. Kelebihan Model Role Playing ... 30
4. Kelemahan Model Role Playing ... 33
5. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Role Playing ... 34
6. Bentuk-Bentuk Bermain Peran ... 35
7. Proses Pelaksanaan Model Role Playing ... 36
8. Materi Pembelajaran IPS di MI... 37
xi BAB III : METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ... 39
B. Subjek Penelitian ... 42
C. Tekhnik Pengumpulan Data ... 42
D. Instrumen Penelitian... 44
E. Teknik Analisis Data ... 45
BAB IV : HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 48
B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 51
1. Siklus I ... 52
2. Siklus II ... 66
C. Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian ... 80
BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 83 B. Saran ... 84 DAFTAR PUSTAKA ... 85 LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 88 RIWAYAT HIDUP ... 135
xii
Tabel 4.2 Perincian Jumlah Murid MIN 3 Aceh Besar ... 49 Tabel 4.3 Perincian Jumlah Tenaga Administrasi dan Guru
di MIN 3 Aceh Besar ... 50 Tabel 4.4 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Mengajar dengan
Penerapan Model Pembelajaran Role Playing
Pada Siklus I... 55 Tabel 4.5 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
IPS dengan Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Pada Siklus I... 59 Tabel 4.6 Data Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPS dengan
Penerapan Model Pembelajaran Role Playing
Pada Siklus I... 62 Tabel 4.7 Hasil Pengamatan Aktivitas Guru Mengajar dengan
Penerapan Model Pembelajaran Role Playing
Pada Siklus II ... 69 Tabel 4.8 Hasil Pengamatan Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran
IPS dengan Penerapan Model Pembelajaran Role Playing Pada Siklus II ... 72 Tabel 4.9 Data Hasil Belajar dalam Pembelajaran IPS dengan
Penerapan Model Pembelajaran Role Playing
ix
1. Surat Keputusan Dekan Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan UIN Ar-Raniry Tentang Pengangkatan Pembimbing Skripsi Mahasiswa Fakultas Tarbiyah
Dan Keguruan UIN Ar-Raniry ... 88
2. Surat Izin Mengadakan Penelitian dari Fakultas Tarbiyah dan Keguruan... 89
3. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian dari Kepala Sekolah MIN 3 Aceh Besar ... 90
4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) I ... 91
5. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) I ... 99
6. Soal Post-Test I ...101
7. Kunci Jawaban Post-Test I ...104
8. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus I) ...105
9. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus I) ...109
10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) II ...112
11. Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) II ...120
12. Soal Post-Test II ...121
13. Kunci Jawaban Post-Test II ...123
14. Lembar Pengamatan Aktivitas Guru (Siklus II) ...124
15. Lembar Pengamatan Aktivitas Siswa (Siklus II) ...128
16. Dokumentasi ...132
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah merupakan sarana tempat terjadinya interaksi antara pengajar dengan muridnya baik guru dengan individu maupun guru dengan kelompok siswanya. Sekolah merupakan lembaga yang sudah sepatutnya melahirkan peserta didik yang berkualitas. Dalam hal ini, gurulah yang memiliki peran paling penting dalam melahirkan peserta didik yang berkualitas tersebut. Guru selaku pendidik sudah selayaknya mendidik para siswanya untuk menjadi siswa yang bermanfaat untuk negara di kemudian hari. Guru sangat berpengaruh dalam menentukan terjadinya proses belajar mengajar di sekolah, jadi sudah sepatutnya guru harus memikirkan bagaimana cara agar pesan atau bahan pembelajaran yang ia sampaikan akan dimengerti oleh para siswa sehingga siswa mampu menangkap dan berfikir kritis tentang apa yang sudah dipelajarinya. Sudah pasti hal ini tidak terlepas dari strategi seorang guru untuk menerapkan ilmu tersebut kepada para siswa.
Guru adalah pelaksana pendidikan sekaligus merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pendidikan. Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatannya sesuai dengan kemajuan dan perkembangan teknologi menyebabkan guru harus mampu menumbuh-kembangkan kreasi dan kreativitas siswa.1 Guru sebagai faktor utama
1Hodriani, Peranan Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Jurnal Kewarganegaraan, (2013), Vol 10 No 01, h. 23.
mempunyai tugas dan kewajiban, tidak hanya mengajar, mendidik, dan membimbing siswa tetapi juga patut sebagai model dalam pembelajaran, sehingga mampu menciptakan suasana belajar aktif dan menyenangkan. Guru sangat berperan menjadi contoh sekaligus motivator dan inspirator sehingga peserta didik akan lebih tertarik dan antusias dalam belajar, sehingga hasil belajar yang didapat berdaya guna dan berhasil.2
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) termasuk kelompok mata pelajaran Ilmu Pengetauan dan Teknologi, selalu berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perubahan yang terjadi dalam pelajaran IPS sesuai dengan perkembangan masyarakat Indonesia. Dengan perubahan yang terjadi tersebut, berubah pula kurikulum IPS sehingga menyebabkan perubahan pula terhadap jumlah dan isi mata pelajaran IPS tersebut. Hamid Hasan mengemukakan bahwa konsep kurikulum dapat ditinjau dalam empat dimensi, yaitu:
1. Kurikulum sebagai suatu ide, yang dihasilkan melalui teori-teori dan penelitian, khususnya dalam bidang kurikulum dan pendidikan.
2. Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, sebagai perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide, yang di dalamnya memuat tentang tujuan, bahan, kegiatan, alat-alat, dan waktu.
3. Kurikulum sebagai suatu kegiatan, yang merupakan pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, dalam bentuk praktek pembelajaran.
2 Sri Sunarti dan Widyaiswara Pertama, Peran Guru sebagai Model dalam Pembelajaran
Karakter dan Budaya Bangsa Melalui Pendidikan Bahasa Inggris, (Kementerian Pendidikan Nasional 2010) h.5.
4. Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekwensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan, dalam bentuk ketercapaian tujuan kurikulum yakni tercapainya perubahan prilaku atau kemampuan tertentu dari para peserta didik.3
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan suatu program pendidikan dan bukan sub-disiplin ilmu tersendiri, sehingga tidak akan ditemukan baik dalam nomenklatur filsafat ilmu, disiplin ilmu-ilmu sosial, maupun ilmu pendidikan. Dengan kata lain, IPS mengikuti cara pandang yang bersifat terpadu dari jumlah mata pelajaran seperti geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, sejarah, antropologi, psikologi, sosiologi, dan sebagainya.4
Guru diharapkan dapat menciptakan kondisi yang maksimal dan menyenangkan dalam proses belajar mengajar bahan IPS tersebut. Guru selaku pendidik harus bisa memilih model dan metode apa yang akan digunakan untuk meningkatkan motivasi belajar para siswanya. Hal ini sangat penting untuk guru karena model dan metode sangat berpengaruh pada efektivitas dan hasil belajar siswa. Jika seorang guru hanya mengajar dengan cara yang sama secara terus-menerus, maka siswa cenderung merasa bosan sehingga mereka tidak fokus dalam mencerna ajaran dari gurunya sehingga hasil belajar siswa pun cenderung rendah. Jadi, guru harus memiliki kemampuan profesional dan kemampuan dalam memanfaatkan dan menggunakan metode atau model yang tepat dalam pembelajaran.
3 Rudy Gunawan , Pendidikan IPS, Filosofi, Konsep dan Aplikasi. (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 16
Namun jika dilihat kebanyakan siswa yang umumnya di daerah sekolah MIN 3 Aceh Besar memiliki hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial yang masih rendah. Hal ini terjadi karena adanya kendala yang dihadapi oleh guru SD/MI ketika melaksanakan proses pembelajaran IPS. Hal ini dikarenakan minat belajar siswa terhadap pembelajaran IPS masih relative rendah, karena dalam proses pembelajarannya guru tidak memakai metode dan model yang diharapkan oleh siswa dan kurang menyenangkan menurut para siswa. Kebanyakan dari siswa merasa bosan ketika dalam kelas IPS, dikarenakan guru yang mengajar secara monoton, kurang menarik, dan kurang mengaktifkan siswanya. Guru hanya menggunakan metode ceramah dan media yang digunakan masih sangat minim.
Permasalahan tersebut maka guru selaku pengajar harus menciptakan suasana kelas yang menyenangkan. Hal ini dapat terjadi jika seorang guru menggunakan model yang bervariasi dengan menggunakan melalui Role Playing dimana guru menyuruh siswa untuk bermain peran dalam suatu kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi yang terdapat pada kehidupan nyata.
Apabila menggunakan Role Playing ini anak dapat diberi kesempatan untuk mengembangkan imajinasinya dalam memerankan seorang tokoh atau benda-benda tertentu dengan mendapat ulasan dari guru agar mereka menghayati sifat-sifat dari tokoh atau benda tersebut. Dalam bermain peran, anak diberi kesempatan untuk menggunakan benda-benda sekitarnya dan mengkhayalkannya jika benda tersebut diperlukan dalam memerankan tokoh dibawakan. Contoh kegiatan ini misalnya anak memerankan bagaimana Bapak Tani mencangkul sawahnya,
bagaimana cara Dokter menangani pasiennya dengan baik, bagaimana Guru mengajar siswa agar pembelajarannya sesuai dengan perencanaannya, dan sebagainya.5 Dengan menggunakan Role Playing ini guru lebih mudah menunjukan objek yang mana yang akan dijelaskan atau bagian yang mana yang akan dijelaskan. Sehingga para siswa juga bisa melihat secara langsung melalui peran siswa yang akan dibawakan dengan jelas di mana letak dan bagaimana proses dari apa yang sedang mereka bahas.
Maka dari itu untuk meningkatkan hasil belajar siswa, pada penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran Role Playing. Pada tipe ini siswa diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa (bertanya dan menjawab) bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri siswa. Prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, siswa akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan untuk memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari. Jadi, dalam pembelajaran siswa harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak akan terjadi.
Berdasarkan hasil observasi awal penulis di MIN 3 Aceh Besar khususnya pada mata pelajaran IPS ditemukan bahwa guru hanya menerapkan metode
5 Asrina, Teknik Role Playing Dalam Meningkatkan Interaksi Sosial, (Jakarta: Raja Grafindo 2016), h. 11
ceramah, sehingga siswa merasa bosan dan tidak termotivasi pada saat pembelajaran. Hal ini menyebabkan hasil belajar siswa tidak meningkat. Apabila dalam proses belajar mengajar guru tidak mampu menciptakan suasana belajar yang kondusif serta guru tidak menyajikan pembelajaran yang dapat menarik perhatian siswa, maka dapat dipastikan siswa akan jenuh dalam belajar sehingga hasil belajar siswa kurang memuaskan.
Peneliti memilih Mata Pelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran Role Playing atau bermain peran. Pemilihan model pembelajaran
Role Playing diharapkan mampu mengekspresikan perasaannya dan bahkan
melibatkan sikap, nilai dan keyakinan serta mengarahkan kesadaran dan keterlibatan spontan yang disertai analisis.
Berkaitan dengan penerapan model pembelajaran Role Playing, penelitian-penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa model pembelajaran Role
Playing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan berpikir
kritis siswa yang dicapai oleh siswa. Diantaranya adalah penelitian yang telah dilakukan oleh Wirma Juwita6 “Penerapan Model Role Play Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas V MIN Alue Rindang”. Asrina7 “Teknik Role Playing Dalam Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa di SMP
6Wirma Juwita6 “Penerapan Model Role Play Untuk Meningkatkan Minat Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS di Kelas V MIN Alue Rindang”. Skripsi Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 2012.
7 Asrina “Teknik Role Playing Dalam Meningkatkan Interaksi Sosial Siswa di SMP Negeri I Darul Hikmah”.Skripsi Program Studi Manajemen Pendidikan Islam Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 2012.
Negeri I Darul Hikmah”. Sarmadan Siregar8 “Penerapan Metode Role Playing
Dalam Mata Pelajaran Bahasa Arab Guna Meningkatkan Keterampilan Kalam Siswa Kelas VIII-5 MTsN Model Banda Aceh”.
Penelitian-penelitian yang telah dilakukan tersebut fokus pada penerapan model pembelajaran Role Playing untuk meningkatkan minat, keterampilan serta interaksi sosial siswa. Oleh karena itu penelitian ini ingin membuktikan apakah penerapan model pembelajaran Role Playing dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Untuk itu peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tindakan kelas dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Penerapan Model
Pembelajaran Role Playing Mata Pelajaran IPS di Kelas V MIN 3 Aceh Besar”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah aktivitas guru dalam penerapan model Role Playing di Kelas V MIN 3 Aceh Besar?
2. Bagaimanakah aktivitas siswa dalam penerapan model Role Playing di Kelas V MIN 3 Aceh Besar?
3. Bagaimanakah hasil belajar siswa dalam penerapan model Role Playing di Kelas V MIN 3 Aceh Besar?
8Sarmadan Siregar, S.Pd.I “Penerapan Metode Role Playing Dalam Mata Pelajaran Bahasa Arab Guna Meningkatkan Keterampilan Kalam Siswa Kelas VIII-5 MTsN Model Banda Aceh”. Program Pendidikan Profesi Guru Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh 2013.
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui aktivitas guru dalam penerapan model Role Playing di Kelas V MIN 3 Aceh Besar.
2. Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam penerapan model Role Playing di Kelas V MIN 3 Aceh Besar.
3. Untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam penerapan model Role
Playing di Kelas V MIN 3 Aceh Besar.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan peneliti adalah: 1. Bagi siswa
Dapat meningkatkan minat dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial sehingga menjadi pelajaran yang menarik bagi siswa dan dapat meningkatkan hasil belajar dan menambah pemahaman pada pembelajaran tematik.
2. Bagi guru
Dapat menjadi bahan acuan dalam menyusun rencana dan melaksanakan pembelajaran dengan menggunakan model Role Playing dan membuat guru lebih kreatif dan inovatif dalam melaksanakan pembelajaran.
3. Bagi sekolah
Sebagai bahan masukan bagi sekolah untuk meningkatkan kualitas pengajaran di sekolah dan sebagai pertimbangan dalam memotivasi guru
untuk melaksanakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif.
4. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan peneliti tentang model pembelajaran Role
Playing sehingga nantinya dapat diterapkan dalam proses pembelajaran
yang baik.
E. Definisi Operasional
1. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Adapun peningkatan hasil belajar siswa adalah sebuah cara atau usaha yang dilakukan untuk mendapatkan keterampilan atau kemampuan menjadi lebih baik.9 Peningkatan hasil belajar siswa harus adanya unsur proses yang bertahap yaitu dari tahap terendah, tahap menengah, dan tahap puncak. Dalam penelitian ini yang penulis maksud adalah meningkatkan hasil belajar siswa yang mendapat nilai rendah, ditingkatkan agar hasil belajarnya lebih tinggi dan memuaskan dengan cara meningkatkan keterampilan belajarnya.
2. Penerapan Model Pembelajaran Role Playing
Penerapan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah penerapan model pembelajaran RolePlaying untuk meningkatan motivasi belajar siswa. Guna mencapai peningkatan hasil belajar siswa serta keikutsertaan seluruh siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Menurut Istarani model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait dengan digunakan secara langsung dan tidak langsung dalam proses belajar mengajar.10 Menurut Hamzah B. Uno menyatakan bahwa “Bermain Peran” sebaga suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan jati diri di dunia sosial dan memecahkan masalah dengan bantuan kelompok.11 Role Playing adalah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya.12 Dalam penelitian ini yang penulis maksud adalah agar peserta didik lebih aktif dan kreatif pada saat pembelajaran dan dapat memainkan peran atau memperagakan sesuatu yang berkaitan dengan mata pelajaran IPS sehingga dapat dilihat kemampuan peserta didik dalam mengekspresikan sesuatu hal yang tercantum dalam pembelajaran.
3. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah ilmu yang mengkaji berbagai disiplin ilmu sosial dan humaniora serta kegiatan dasar manusia yang dikemas secara ilmiah dalam rangka memberi wawasan dan pemahaman yang
10 Istrani, 58 Model Pembelajaran Inovatif (Referensi Guru dalam Menentukan Model
Pembelajaran). (Medan:Media Persada, 2014), h. 1
11 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
Kreatif dan Efektif. (Jakarta: Bumi Aksara 2011), h. 26 12 Istrani, 58 Model Pembelajaran Inovatif... h. 228
mendalam kepada siswa, khususnya ditingkat dasar dan menengah. Luasnya kajian IPS ini mencakup berbagai kehidupan yang beraspek majemuk baik hubungan sosial, ekonomi, psikologi, budaya, sejarah, maupun politik, semuanya dipelajari dalam ilmu sosial ini.13
13 Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. (Jakarta: Kencana Persada Media Group, 2013), h. 137
12 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Peningkatan Hasil Belajar Siswa
Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku berdasarkan praktek atau pengalaman tertentu.1 Menurut Morgan belajar adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai situasi hasil dari latihan atau pengalaman. Belajar yang dimaksud penulis dalam penelitian ini adalah proses perubahan prilaku agar menjadi lebih baik melalui praktik atau pengalaman. Hasil belajar adalah kemampuan yang dimiliki setelah ia menerima pengalaman. Jadi hasil belajar adalah akibat dari suatu aktivitas yang dapat diketahui perubahannya dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap melalui ujian tes atau ujian. Hasil belajar dapat dilihat dan diukur. Keberhasilan dalam proses belajar dapat dilihat dari hasil belajarnya. Taraf hasil belajar akan tergantung pada perbandingan relatif antara waktu yang sesungguhnya digunakan dengan waktu yang diperlukan mempelajari sesuatu. Hasil belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau nilai yang diberikan oleh guru. Hasil belajar adalah suatu bukti keberhasilan usaha yang dapat dicapai oleh seseorang setelah memperoleh pengalaman belajar atau memperoleh sesuatu.2
1 Wina Sanjaya, Pembelajaran Dalam Impelementasi KBK. (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), h. 91
Menurut Sudjana, hasil belajar pada hakikatnya adalah “perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang luas mencakup bidang kognitif, efektif, psikomotor.”3 Menurut Slameto, belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.4 Siswa yang terlibat aktif dalam pembelajaran untuk memahami materi yang diajarkan dan perubahan perilaku siswa melalui pengalaman dan pelatihan setelah mengikuti pembelajaran IPS, sehingga siswa memperoleh informasi baru yang berkaitan dengan informasi sebelumnya agar dapat menjawab permasalahan.
Hasil belajar adalah bila seseorang telah belajar terjadi perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak mengetahui menjadi mengetahui. Berdasarkan teori Taksonomi Bloom hasil belajar dicapai melalui tiga kategori ranah yaitu: (a) Ranah Kognitif, berdasarkan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari enam aspek yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan penilaian. (b) Ranah Afektif, berkenaan dengan sikap dan nilai yang meliputi lima jenjang kemampuan yaitu menerima, menjawab atau reaksi, menilai, organisasi dan karakterisasi dengan satuan nilai atau kompleks nilai. (c) Ranah Psikomotor, meliputi keterampilan motorik, manipulasi benda-benda koordinasi neuromuscular (menghubungkan dan mengamati). Berdasarkan pengertian dapat
3 Sudjana, dkk, Penilaian Hasil Belajar. (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2010), h. 3 4 Slameto, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 2
disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suautu proses perubahan tingkah laku yang lebih baik bila dibandingkan pada saat sebelum belajar.5
Penulis sangat berharap bahwa hasil belajar siswa sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar, karena hasil belajar adalah tujuan yang diharapkan setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan, apakah sudah tercapai tujuan yang diharapkan atau masih belum tercapai. Guru mempunyai peran yang besar untuk membawa siswa mencapai hasil belajar yang diharapkan. Dengan demikian guru dapat menerapkan model-model inovatif untuk menarik minat dan motivasi belajar siswa dan membuat materi pelajaran yang diajarkan mudah dipahami oleh siswa itu sendiri.
B. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Siswa
Pada hakikatnya setiap kegiatan yang dilakukan ada faktor yang mempengaruhinya, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Kedua faktor tersebut sangat menentukan lancar atau tidaknya kegiatan yang dilakukan termasuk dalam pelaksanaan pendidikan pada anak. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri anak itu sendiri dan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri anak yaitu lingkungan. Kedua faktor ini sangat mempengaruhi pada penyelenggaraan pendidikan guna mencapai tujuan yang diharapkan.
5 Hamalik, Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompetensi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 32
1. Faktor Internal adalah faktor yang ada pada diri anak, secara rinci ada dua sudut pandang yang terdapat dalam faktor ini. Kedua sisi sudut pandang tersebut dapat dilihat dari sisi jasmaniah dan psikologis.
a) Jasmaniah yaitu faktor yang dapat mempengaruhi pendidikan yang dilihat dari segi fisik, jika fisik anak terganggu akan terpengaruhi pada kesiapan anak dalam materi yang diajarkan. Faktor ini juga dapat diartikan sebagai kesehatan fisik, sebab kegiatan pendidikan akan terganggu apabila kesehatan anak terganggu. Gangguan kesehatan tersebut dapat terjadi pada anak apabila orang tua kurang peduli terhadap kesehatan anak. Faktor ini sangat terkait dengan keberhasilan tempat tinggal dan lingkungan anak. Agar pelaksanaan pendidikan dapat berlangsung baik, maka diperlukan kepedulian semua pihak terutama orang tua dalam menjaga kesehatan anak-anaknya. Orang tua hendaknya dapat menciptakan suasana nyaman dalam setiap kesempatan terutama pada saat anak belajar.
b) Psikologis, yaitu faktor yang berasal dari segi kejiwaan anak yang biasanya dibawa dari sejak lahir. Yang termasuk dalam faktor ini biasanya sebagai berikut:
1) Intelegensi adalah kecerdasan pikiran, dengan intelegensi fungsi pikir ini dapat digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi yang memecahkan masalah.6 Pada setiap anak intelegensi, berbeda-beda tergantung kepada kecerdasan yang dibawa sejak lahir. Pada umumnya, intelegensi ini dapat dilihat dari kemampuan anak
menerima materi yang diajarkan. Tingkat kecerdasan ini sangat berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan, sebab terkait dengan tercapai tidaknya tujuan yang diharapkan.
2) Bakat adalah kemampuan individu untuk melakukan sesuatu yang memperlihatkan potensinya apabila ia sering berlatih. Bakat ini sudah ada sejak anak dilahirkan. Seorang anak akan lebih berhasil apabila ia belajar dalam lapangan yang sesuai dengan bakatnya.7 Dalam hal ini tugas orang tua dan pendidiklah untuk mengenal bakat anak sejak awal anak dapat diarahkan sedini mungkin. Demikian pula dalam ajaran agama bakat turut menentukan ke mana anak akan diarahkan sesuai dengan bakatnya.
3) Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan sesuatu kegiatan. Kegiatan yang diminati tersebut diperhati kan terus menerus yang disertai dengan rasa senang dari itu akan diperoleh kepuasan. Minat ini turut berpengaruh terhadap pelaksanaan pendidikan, sebab apabila bahan yang diajarkan tidak sesuai dengan minat anak, maka ia tidak akan dapat mengikuti kegiatan pendidikan dengan sebaik-baiknya. Dalam hal ini kemampuan pendidik menggunakan metode sangat berperan dalam membangkitkan minat belajar anak.
2. Faktor Eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu itu sendiri.8 Faktor eksternal merupakan faktor lingkungan kehidupan sehari-hari siswa itu
7 Suryosubroto, B. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. (Jakarta: Rineka Cipta, 2014), h. 67
8 Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat, (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), h. 52
sendiri. Faktor eksternal meliputi tiga faktor yaitu faktor keluarga, sekolah, dan faktor masyarakat.9
a) Faktor keluarga merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada belajar anak, karena keluarga merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak sebelum anak mengenal Paud, TK, SD, bahkan perguruan tinggi. Dalam keluarga, orang tua dituntut dapat memberikan keteladan kepada anak, apabila orang tua tidak dapat memberikan keteladan kepada anak, maka anak akan menganggap rendah orang tua, dan kehilangan wibawa orang tua di mata anak. Dengan demikian sulit membentuk kepribadian sang anak. Keteladanan merupakan prioritas yang harus ditanamkan dan dicontohkan kepada anak.
b) Faktor sekolah merupakan faktor kedua setelah orang tua yang mendorong keberhasilan belajar siswa. “Hambatan terhadap kemajuan belajar tidak saja bersumber dari siswa akan tetapi kemungkinan faktor sekolah juga dapat menimbulkan kesulitan belajar.”10
Contohnya, apabila guru yang selalu menunjukkan sikap dan prilaku yang simpati dan memperlihatkan sikap yang baik dan rajin dalam belajar. Misalnya rajin membaca dan berdiskusi, maka siswa akan menunjukkan sikap yang sama ditunjukkan oleh guru.
c) Faktor Masyarakat juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Kondisi masyarakat di lingkungan yang tidak layak yang serba kekurangan dan
9 Muhibuddin Syah Ed, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Yogyakarta: Media Abadi, 2010), h. 95
anak-anak pengangguran, misalnya akan sangat mempengaruhi aktivitas belajar siswa. “Perubahan tingkah laku yang bersumber dari masyarakat dapat berupa positif dan negatif.11 Oleh karena itu siswa sangat terpengaruhi dengan masyarakat sekitar kehidupan sehari-hari, karena siswa akan meniru tingkah laku yang dilakukan oleh masyarakat sekitarnya.
Menurut David Krech, dkk untuk meningkatkan hasil belajar dapat dilakukan melalui proses kognisi yang kompleks dan menghasilkan sesuatu yang mungkin dicapai atau dicita-citakan. Karena itu, prestasi merupakan berperan aktif sebagai stimulus yang diterima, tetapi diri orang tersebut secara total, baik pengalaman, sikap serta motivasinya terhadap stimulus atau objek itu.12
Meningkatkan prestasi siswa merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang harus dilakukan jika terdapat siswa yang nakal dalam belajar.13 Namun dalam melakukan usaha peningkatan prestasi siswa, maka guru memerlukan beberapa cara, antara lain:
1) Memberi angka atau simbol dari nilai kegiatan belajar.
2) Memberi hadiah dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan mungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan.
3) Saingan/kompetensi sebagai alat motivasi untuk mendorong belajar siswa.
11 Purwanto Ngalim, Psikologi Pendidikan.... h. 42
12 Yahya, dkk, Mendidik Anak yang Berprestasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 1 13 Roestiyah N.K, Strategi Pengajaran Ilmu Eksact, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), h. 45
4) Materi ulangan yang menjadi giat belajar jika mengetahui adanya ulangan. 5) Mengetahui hasil yang mendorong siswa untuk lebih giat belajar agar siswa
mengetahui grafik hasil belajarnya meningkat atau menurun. 6) Pujian yang berbentuk positif sekaligus umpan balik yang baik.
7) Hasrat untuk belajar yang terdapat pada diri anak didik yang termotivasi untuk terus belajar sehingga hasilnya akan lebih baik.
8) Minat belajar yang berhubungan dengan motivasi muncul karena ada kebutuhan proses belajar mengajar akan berjalan lancar jika disertai dengan minat.
9) Tujuan yang diakui dan diterima oleh siswa, akan merupakan alat komunikasi yang sangat penting. Sebab dengan memahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat berguna dan menguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.
C. Pembelajaran IPS di MI
Pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses interaksi antara guru dengan siswa, baik interaksi secara langsung seperti kegiatan tatap muka maupun secara tidak langsung, yaitu dengan menggunakan berbagai media pembelajaran.14 Menurut Dimayanti, pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru
14 Rusman, Model-Model Pembelajaran: Mengembakan Profesional Guru. (Jakarta: Grafindo Persada, 2013), h.134
untuk membelajarkan siswa dalam belajar, bagaimana memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.15
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) salah satu mata pelajaran yang diajarkan di Sekolah Dasar. Pelajaran ini memberikan pengetahuan tentang gejala satu masalah sosial yang berkaitan dengan isu sentral yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Pembelajaran IPS di MI yang penulis maksud dalam penelitian ini adalah proses interaksi antara pendidik dengan siswa untuk mempelajari tentang konsep, peristiwa, fakta yang terjadi dalam kehidupan masyarakat sosial. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga Negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.
Tujuan utama pembelajaran IPS di MI adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimbangan yang terjadi dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari baik yang menimpa dirinya maupun yang menimpa masyarakat.16 Menurut The Social Science Frame Work For California School tujuan IPS di SD/MI adalah: (1) membina siswa agar mampu mengembangkan pengertian berdasarkan data, generalisasi, serta konsep ilmu tertentu, maupun bersifat interdisipliner dari berbagai cabang ilmu pengetahuan sosial. (2) membina siswa ke arah nilai-nilai kemasyarakatan serta dapat mengembangkan dan menyempurnakan nilai-nilai yang ada pada dirinya. (3) membina dan mendorong
15 Dimayanti dan Moedjiono, Belajar dan Pembelajaran. (Jakarta: Rhineka Cipta, 2011), h.157
siswa untuk memahami, menghargai, dan menghayati adanya keanekaragaman, dan kesamaan kurtur maupun individu. (4) membina siswa agar dapat mengembangkan dan mempraktikkan keanekaragaman studi, kerja dan intelektualnya, secara pantas sebagaimana yang diharapkan oleh ilmu-ilmu sosial. (5) membina siswa berpartisipasi dalam kegiatan kemasyarakatan, baik secara individu maupun sebagai warga masyarakat.
Pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pendidikan, karena dalam pembelajaran IPS siswa diharapkan memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep-konsep dan mengembangkan serta melatih sikap, nilai, moral, dan keterampilannya berdasarkan konsep yang telah dimilikinya. Pembelajaran IPS harus memperhatikan perkembangan anak usia (6-11 tahun). Menurut Havighurst anak usia (6-11 tahun) yaitu “anak mulai mempelajari keterampilan fisik, belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya, mengembangkan sikap terhadap kelompok sosial”. Masa ini disebut masa Operasional Konkret. Pada tahap ini anak mampu berfikir rasional, mengenal simbol-simbol, mengembangkan sikap sosial yang baik, bekerja sama dengan teman kelompoknya.17 Anak yang berumur (7-11 tahun) masih berfikir secara konkret, aspek intelektualnya mulai berkembang lebih nyata tentang konsep-konsep, belajar menyesuaikan diri dengan teman-temannya, mulai mengembangkan peran sosial.
D. Model Pembelajaran Role Playing
17 Rifa Hidayah, Psikologi Pengasuhan Anak. (Yogyakarta: UIN Malang Press, 2011), h. 34
Menurut E.Mulyasa terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan prilaku dan nilai-nilai sosial, antara lain sebagai berikut:
1) Secara implisit bermain peran mendukung situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran. Model ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogi mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogi yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respon emosional sambil belajar dari respon orang lain.
2) Bermain peran memungkinkan para peserta mengungkapkan perasaan untuk mengurangi beban emosional merupakan tujuan utama dari psikodrama (jenis bermain peran yang lebih menekankan pada penyembuhan).
3) Model bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Model ini mendorong peserta didik untuk aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
4) Model bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan.
Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikiya.18 Hal ini memungkinkan siswa untuk berinteraksi dengan guru, sehingga diharapkan tidak ada ketakutan bagi siswa untuk bertanya atau berpendapat kepada guru.
Model pembelajaran Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Kelebihannya adalah sebagai berikut:
a. Melibatkan seluruh siswa dapat berpartisipasi mempunyai kesempatan untuk memajukan kemampuannya dalam bekerja sama.
b. Siswa bebas mengambil keputusan dan berekspresi secara utuh.
c. Permainan merupakan penemuan yang mudah dan dapat digunakan dalam situasi dan waktu yang berbeda.
d. Guru dapat mengevaluasi pemahaman tiap siswa melalui pengamatan pada waktu melakukan permainan.
e. Permainan merupakan pengalaman belajar yang menyenangkan bagi anak.19
18 Istarani, 58 Model Pembelajaran Inovatif. (Medan: Media Persada 2014), h. 228-231 19Nurochim, Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial. (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 60-61
Menurut Hamzah B.Uno model ini pertama dibuat berdasarkan asumsi bahwa sangatlah mungkin menciptakan analogi otentik ke dalam suatu situasi permasalahan kehidupan nyata. Kedua, bahwa bermain peran dapat mendorong siswa mengekspsresikan perasaannya dan bahkan melepaskan. Ketiga, bahwa proses psikologis melibatkan sikap, nilai dan keyakinan kita serta mengarahkan pada kesadaran melalui keterlibatan spontan yang disertai analisis. Menurut Rusman bermain peran adalah penyajian bahan dengan cara memperlihatkan peragaan, baik dalam bentuk uraian maupun kenyataan. Semuanya berbentuk tingkah laku dalam hubungan sosio yang kemudian diminta beberapa orang peserta didik untuk memerankannya.20
Menurut Sudjana mengatakan bahwa bermain peran merupakan suatu kegiatan pembelajaran yang menekankan pada kemampuan penampilan peserta didik untuk memerankan status dan fungsi pihak-pihak lain yang terdapat pada kehidupan nyata. Di samping itu, model Role Playing adalah suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan.21
Menurut Fogg dalam Miftahul Huda, berpendapat bahwa Role Playing atau bermain peran adalah “sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan,
20 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 224
aturan dan adutainment.”22 Dalam Role Playing siswa dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas, meskipun saat itu pembelajaran terjadi di dalam kelas. Selain itu, Role Playing sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas di mana siswa membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, bergantung pada apa yang diperankan.23
Menurut Joyce, Weil, dan Calhoun menjelaskan Role Playing merupakan sebuah model pengajaran yang berasal dari dimensi pendidikan individu maupun sosial. Model pengajaran Role Playing ini membantu masing-masing siswa untuk menemukan makna pribadi dalam dunia sosial mereka dan membantu memecahkan dilema yang terjadi dalam diri individu melalui bantuan kelompok sosial.24
Menurut Istrani model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi ajar yang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait dengan digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam proses belajar mengajar. Sedangkan Mohammad Ali menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan pola atau rencana yang dapat digunakan untuk mengembangkan dan mengarahkan pembelajaran di kelas atau di luar kelas yang sesuai dengan karakteristik
22 Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2014, h. 208
23Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan Pembelajaran... h. 210
24Joyce, Weil, dan Calhoun, Model Of Teaching Model-Model Pengajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, h. 328
perkembangan dan karakteristik belajar siswa.25 Dengan adanya model Role
Playing maka siswa akan lebih aktif dan bersemangat untuk mengikuti
pembelajaran karena siswa dapat memerankan apa yang akan diperankan sehingga siswa juga senang pada saat pembelajaran berlangsung dan tidak merasa jenuh dan bosan.
1. Tujuan Model Pembelajaran Role Playing
Menurut Hamzah B.Uno mengatakan bahwa bermain peran sebagai suatu model pembelajaran bertujuan untuk membantu siswa menemukan makna diri (jati diri) di dunia sosial dan memecahkan dilema dengan bantuan kelompok.26 Artinya, melalui bermain peran siswa belajar menggunakan konsep peran, menyadari adanya peran-peran yang berbeda dan memikirkan prilaku dirinya dan prilaku orang lain. Proses bermain peran ini dapat memberikan contoh kehidupan prilaku manusia yang berguna sebagai sarana bagi siswa untuk: (1) menggali perasaannya, (2) memperoleh inspirasi dan pemahaman yang berpengaruh terhadap sikap, nilai, dan persepsinya, (3) mengembangkan keterampilan dan sikap dalam memecahkan masalah, dan (4) mendalami mata pelajaran dengan berbagai macam cara.
Hal senada dikemukakan oleh Rusman yang menyatakan bahwa bermain peran wajar digunakan dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang mengandung
25 Mohammad Ali, Modul Teori dan Praktek Pembelajaran Pendidikan Dasar, (Bandung: UPI Press, 2012), h. 120.
26 Hamzah B. Uno, Model Pembelajaran Menciptakan Proses Belajar Mengajar yang
sifat-sifat sebagai berikut: (1) Memahami perasaan orang lain, (2) Membagi pertanggungan jawab dan memikulnya, (3) Menghargai pendapat orang lain, (4) Mengambil keputusan dalam kelompok, (5) Membantu penyesuaian diri dengan kelompok, (6) Memperbaiki hubungan sosial, (7) Mengenali nilai-nilai dan sikap-sikap, (8) Mengulangi atau memperbaiki sikap-sikap salah.27
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tujuan dari penggunaan model bermain peran adalah sebagai berikut: (a) Untuk memotivasi siswa, (b) Untuk menarik minat dan perhatian siswa, (c) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi situasi dimana mereka mengalami emosi, perbedaan pendapat permasalahan dalam lingkungan kehidupan sosial anak, (d) Menarik siswa untuk bertanya, (e) Mengembangkan kemampuan komunikasi siswa, (f) Melatih siswa untuk berperan aktif dalam kehidupan nyata.28
2. Langkah-langkah Model Pembelajaran Role Playing
Menurut Shaftels dalam Joyce berpendapat bahwa ada sembilan langkah
Role Playing yaitu: (1) memilih partisipan, (2) menyiapkan peneliti, (3) mengatur
setting tempat kejadian, (4) memanaskan suasana kelompok, (5) pemeran, (6)
diskusi dan evaluasi, (7) memerankan kembali, (8) berdiskusi dan mengevaluasi, (9) saling berbagi dan mengembangkan pengalaman.29
Menurut Hamzah B.Uno menjelaskan ada sembilan langkah prosedur bermain peran yaitu: (1) memilih partisipan, (2) menyiapkan pengamat, (3) menata
27 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 229
28Istarani, 58 Model Pembelajaan Inovatif...h. 232
panggung, (4) pemanasan, (5) memainkan peran, (6) diskusi dan evaluasi, (7) memainkan peran ulang, (8) diskusi dan evaluasi kedua, (9) berbagi pengalaman dan kesimpulan.30
Agar bermain peran berjalan secara efektif, maka pelaksanaan bermain peran dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1. Persiapan, mempersiapkan masalah situasi hubungan sosial yang akan diperagakan atau pemilihan tema cerita. Pada kesempatan ini pula menjelaskan mengenai peranan-peranan yang dimainkan. Sebelum memulai bermain peran peserta didik harus ada kesiapan terlebih dahulu untuk memerankan perannya masing-masing.
2. Penentuan pelaku atau pemeran, setelah mengemukakan tema cerita serta memberi dorongan kepada peserta didik untuk bermain peran, para pelaku diberi petunjuk agar mereka siap mental. Pemilihan dilakukan untuk mengetahui peserta yang akan mengikuti kegiatan.
3. Pemain bermain peran, para pelaku memainkan peranannya sesuai dengan imaginasi atau daya tangkap suatu titik kulminasi (puncak) perdebatan yang hangat. Peserta didik memainkan peran yang telah ditentukan sebelumnya. 4. Menyiapkan pengamat, pengamat dipilih untuk mengamati tahap-tahap
kegiatan yang berlangsung. Pemanasan/membangkitkan semangat kelompok, agar siswa antusias di dalam kelompok.
5. Diskusi, permainan dihentikan para pemeran dipersilahkan duduk kembali, kemudian dilanjutkan dengan diskusi dibawah pimpinan guru yang diikuti
oleh semua peserta didik. Mendiskusikan kembali hasil permainan peran dan mengadakan penilaian.
6. Ulangan permainan, setelah diskusi selesai dilakukan ulangan permainan atau bermain peranan ulangan dengan memperhatikan pendapat, saran-saran atau kesimpulan yang diperoleh dari hasil diskusi yang sesuai dengan apa yang telah didiskusikan.31
Dengan demikian dapat disusun bahwa langkah-langkah model pembelajaran Role Playing adalah sebagai berikut: (1) Guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan. (2) Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dalam waktu beberapa hari sebelum kegiatan belajar mengajar. (3) Guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang. (4) Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai. (5) Memanggil para peserta yang sudah ditunjuk untuk melakukan skenario yang sudah dipersiapkan. (6) Masing-masing para peserta didik berada dikelompoknya sambil mengamati skenario yang sedang diperagakan. (7) Setelah selesai ditampilkan, masing-masing peserta didik diberikan lembar kerja untuk membahas penampilan masing-masing kelompok. (8) Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya. (9) Guru memberikan kesimpulan secara umum. (10) Evaluasi. (11) Penutup.32
3. Kelebihan Model Role Playing
31 Tukiran Taniredja, dkk, Model-Model Pembelajaran Inovatif dan Efektif, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 70
32 Jumanta Hamdayama, Model dan Metode Pembelajaran Kreatif dan Berkarakter, (Ghalia Indonesia, 2014), h. 191
Melalui bermain peran (Role Playing), para peserta didik mencoba mengeksplorasi hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya dan mendiskusikannya sehingga secara bersama-sama peserta didik dapat mengeksplorasi perasaan, sikap, nilai, dan berbagai strategi pemecahan masalah.
Menurut M. Basyiruddin Usman model bermain peran cocok digunakan bilamana: “Pelajaran yang dimaksudkan untuk menerangkan peristiwa yang dialami dan menyangkut orang banyak berdasarkan pertimbangan didaktis. Pelajaran tersebut dimaksud untuk melatih siswa agar menyelesaikan masalah yang bersifat psikologis. Untuk melatih siswa agar dapat bergaul dan memberikan kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta permasalahannya”.33
Kelebihan yang diperoleh dengan melaksanakan bermain peran antara lain: 1. Untuk mengajar peserta didik supaya ia bisa menempatkan dirinya dengan
orang lain. Adanya model pembelajaran model Role Playing ini, setiap peserta didik diberi tugas memerankan hal-hal yang sesuai dengan kemampuannya. Sehingga dalam pelaksanaan tersebut setiap anak merasa bertanggung jawab terhadap pelaksanaannya dan merasakan bagaimana perasaan orang lain yang betul-betul merasakan sesuai dengan yang diperankan.
2. Guru dapat melihat kenyataan yang sebenarnya dari kemampuan peserta didik. Kalau dalam belajar kadang-kadang guru hanya mengetahui kemampuan peserta didik dengan jalan observasi saja, sehingga guru tidak
bisa melihat dengan sebenarnya sampai mana kemampuan peserta didik dalam memainkan peranan yang dipegangnya.
3. Bermain peran dan permainan peranan menimbulkan diskusi yang hidup. Bukan saja bagi permainan peranan tapi juga bagi penonton. Terutama sekali kalau yang diperankan itu masalah menarik bagi peserta didik atau masalah yang hangat dibicarakan. Bagi penonton bukan saja pasif tapi juga mereka akan melakukan kritik dan saran terhadap kekurangan yang di temui dalam semua peranan yang dimainkan.34
4. Peserta didik akan mengerti sosial psychologis. Pada saat bermain peran peserta didik tentunya akan berhadapan dengan masalah yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Tentu saja dalam pelaksanaannya peserta didik akan memecahkan masalah yang ada hubungannya sesama manusia tersebut. Apakah latar belakang kejadian tersebut. Bagaimana cara mengatasinya dan sebagainya.
5. Model bermain peran dapat menarik minat peserta didik. Bukan saja karena model ini merupakan model yang baru, tapi juga dalam model ini peserta didik akan dapat menemui bermacam-macam pengalaman yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.
6. Melatih peserta didik untuk berinisiatif dan berkreasi. Peserta didik dituntut mengeluarkan pendapatnya pada waktu menyelesaikan drama, dan di
34 Tien Kartini, Penggunaan Metode dan Model untuk Menungkatkan Minat Siswa dalam
samping itu juga mereka dapat mengembangkan daya fantasinya dalam peran yang diinginkannya.35
4. Kelemahan Model Role Playing
Kelemahan-kelemahan penggunaan model bermain peran dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut:
1. Sukar untuk memilih anak-anak yang betul-betul berwatak untuk memecahkan masalah tersebut. Dalam pelaksanaan model ini peranan yang diperankan hendaknya betul-betul dilaksanakan seperti apa yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
2. Perbedaan adat istiadat kebiasaan dan kehidupan dalam suatu masyarakat akan mempersulit pelaksanaannya. Dalam bermain peran kadang-kadang perasaan orang lain tersinggung. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan tersebut walaupun bagaimana baiknya suatu bermain peran dilaksanakan, suatu pihak mungkin akan tersinggung walaupun banyak yang akan menyetujui. Oleh sebab itu guru hendaknya mengawasi jalannya bermain peran tersebut supaya bersifat netral, sehingga tak satupun pihak di dalam masyarakat akan tersinggung sehingga tujuan dari bermain peran dicapai dengan baik.
3. Anak-anak yang tidak mendapat giliran akan menjadi pasif. Dalam bermain peran tidak semua dapat diikutsertakan apalagi peserta didik yang tidak mempunyai watak dan bakat tentang hal ini. Oleh sebab itu peserta didik
yang tidak ikut serta akan pasif saja, karena tugasnya hanya sekedar mengikuti jalan bermain peran saja.36
4. Kalau model ini dipakainya untuk tujuan yang tidak layak. Setiap model yang dipakai ada suatu tujuan yang harus dicapai terutama sekali tujuan yang berhubungan dengan persoalan cara bertingkah laku dalam kehidupan kelompok. Oleh sebab itu jangan dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan yang bertentangan dengan tujuan di atas, seperti mendramakan suatu sifat sadis, balas dendam dan sebagainya.
5. Apabila guru kurang bijaksana tujuan yang dicapai tidak memuaskan. Untuk mencapai kesuksesan dalam pelaksanaannya dan langkah-langkah yang harus dituruti oleh peserta didik. Oleh sebab itu, guru memberikan pengertian yang mendalam terhadap anak-anak. Apabila guru tidak memberikan pengertian tentang langkah-langkah yang harus ditempuh, maka bermain peran akan terlaksana secara serampangan saja sehingga hasil yang dicapai tidak memuaskan.37
5. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Role Playing
Menurut Rusman hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan model bermain peran dalam proses belajar mengajar adalah sebagai berikut: (1) Masalah yang dijadikan tema cerita hendaknya dialami oleh sebagian besar peserta didik. (2) Penentuan pemeran hendaknya cara sukarela dan memotivasi dari guru. (3)
36 Istarani, 58 Model Pembelajaan Inovatif...h. 243 37 Istarani, 58 Model Pembelajaan Inovatif...h. 245
Jangan terlalu banyak disutradarai biarkan peserta didik mengembangkan kreatifitas mereka. (4) Diskusi diarahkan kepada penyelesaian akhir (tujuan), bukan kepada baik atau tidaknya seseorang peserta didik berperan. (5) Kesimpulan diskusi dapat diresumekan oleh guru. (6) Bermain peran bukanlah sandiwara atau drama bisa melainkan merupakan peranan situasi sosial yang ekspresif dan hanya dimainkan satu babak saja.38
6. Bentuk-Bentuk Bermain Peran
Terdapat beberapa bentuk bermain peran yang dapat digunakan dalam pembelajaran diantaranya:
1. Permainan bebas.
Ketika peserta didik bermain secara bebas tampak bahwa mereka melakukan berbagai kegiatan secara spontan, menanggapi dunia sekitarnya dengan alam fantasi dan imajinasinya sendiri-sendiri dan permainan itu semata-mata untuk memenuhi hasrat terpendam tanpa maksud mengundang orang lain untuk melihat pertunjukkan yang mereka sajikan.
2. Memerankan suatu cerita.
Bentuk lain yang biasa juga didramatiskan ialah memerankan suatu cerita atau mempertunjukkan suatu tingkah laku tertentu yang disimak dari suatu
38 Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 232
cerita. Cerita tersebut dibacakan keras-keras baik oleh guru maupun oleh salah seorang peserta didik dan kemudian mencoba menirukan tingkah laku atau perbuatan yang akan diceritakan.
3. Sandiwara boneka dan wayang.
Peserta didik juga dapat secara bebas memainkan boneka dan wayang yang dibawa mereka atau yang telah disediakan atau di sekolah. Ide-ide cerita dapat diransang melalui berbagai media seperti: cerita guru, cerita dari buku, radio, televisi maupun film.39
7. Proses Pelaksanaan Model Role Playing
Menurut Aunurrahman menyatakan bahwa model pembelajaran Role
Playing dirancang khusus untuk membantu siswa mempelajari nilai-nilai sosial
dan moral dan pencerminannya dalam prilaku.40 Agar pelaksanaan model ini dapat berjalan lancar, maka tahapan-tahapan yang harus dilakukan adalah: (1) Pemilihan masalah, guru mengemukakan masalah yang diangkat dari kehidupan peserta didik agar mereka dapat merasakan masalah itu dan terdorong untuk mencari penyelesaiannya. (2) Pemilihan peran, memilih peran yang sesuai dengan permasalahan yang akan dibahas, mendeskripsikan karakter dan apa yang harus dikerjakan oleh para pemain. (3) Menyusun tahap-tahap bermain peran, dalam hal ini guru telah membuat dialog tetapi siswa dapat juga menambahkan dialog sendiri. (4) Menyiapkan pengamat, pengamat dari kegiatan ini adalah semua siswa yang
39 Sulastriningsih Djumingin, Strategi dan Aplikasi Model Pembelajaran Inovatif, (Makassar: Badan Penerbit UNM, 2011), h. 176
tidak menjadi pemain atau pemeran. (5) Pemeranan, dalam tahap ini para peserta didik mulai bereaksi sesuai dengan peran masing-masing yang terdapat pada skenario bermain peran. (6) Diskusi dan evaluasi, mendiskusikan masalah-masalah serta pertanyaan yang muncul dari siswa. (7) Pengambilan keputusan yang telah dilakukan. Jadi pembelajaran dengan Role Playing merupakan cara belajar yang dilakukan dengan cara membagi siswa menjadi beberapa kelompok dan setiap kelompok memerankan karakter sesuai dengan naskah yang telah dibuat dan materi yang telah ditentukan oleh guru sehingga siswa lebih mudah memahami dan mengingat materi yang telah diperankan tersebut.41
8. Materi Pembelajaran IPS di MI
Tema:Benda-Benda di Lingkungan Sekitar
Lingkungan alam dapat berubah apabila ulah manusia yang tidak dapat menjaga lingkungan sekitar. Mengenai lingkungan alam yang disebabkan oleh ulah manusia seperti membuang sampah ke sungai, serta menebang pohon sehingga mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan. Lingkungan dibagi menjadi dua yaitu lingkungan bersih dan lingkungan tidak bersih. Lingkungan bersih adalah lingkungan yang terhindar dari sampah serta adanya pohon-pohon agar manusia dapat menghirup udara yang segar serta hidup yang nyaman, sedangkan lingkungan yang tidak bersih adalah lingkungan yang terdapat banyak sampah di lingkungan sekitar sehingga menyebabkan penyakit dan hidup yang tidak sehat.
Selanjutnya terdapat pada sampah, sampah dibagi menjadi dua yaitu sampah kering dan sampah basah, sampah kering dapat didaur ulang kembali contohnya seperti plastik, botol aqua, kaleng, dan lain sebagainya. Sedangkan pada sampah basah tidak dapat didaur ulang kembali karena disebabkan sampah yang terdiri dari bekas makanan sehingga tidak dapat diolah kembali. Sampah juga sangat berbahaya bagi manusia apabila sampah dibuang ditumpukkan selokan yang akan mengakibatkan kebanjiran.42
42 Daryanto, Pembelajaran Tematik Terpadu Terintegrasi (Kurikulum 2013), (Yogyakarta: Gava Media), h. 102
38 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) merupakan penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, dan hasil belajar siswa meningkat.1 PTK merupakan kegiatan kolaborasi antara peneliti, praktisi (guru) yang melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran. Apabila guru mengadakan penelitian tindakan kelas (PTK) untuk kelasnya sendiri maka ia bertindak sebagai peneliti sekaligus praktisi.
Menurut Sukardi penelitian dapat dilakukan dengan baik secara grup maupun individu dengan harapan pengalaman mereka dapat ditiru atau diakses untuk memperbaiki kualitas kerja orang lain. Secara praktis, penelitian tindakan pada umumnya sangat cocok untuk meningkatkan kualitas subjek yang hendak diteliti. Subjek penelitian ini dapat berupa kelas maupun sekelompok orang yang bekerja di industri atau lembaga sosial lain yang berusaha meningkatkan kualitas kinerja.2
Tujuan utama PTK adalah untuk memperbaiki praktek pembelajaran yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan nyata guru dalam kegiatan perkembangan profesinya. Sedangkan menurut penulis, PTK merupakan
1 Hamzah, Menjadi Peneliti PTK Yang Profesional. (Jakarta: Bumi Aksara, 2011), h. 41 2 Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), h. 210
penelitian tentang proses pembelajaran oleh guru yang bersangkutan untuk memecahkan masalah-masalah pembelajaran yang dihadapi guru tersebut dan mencoba hal-hal baru dalam pembelajaran.
Adapun siklus dari penelitian tindakan kelas (PTK) adalah sebagai berikut:
Bagan 1.1 Siklus Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
Dari gambar di atas dipahami bahwa siklus penelitian tindakan kelas merupakan siklus yang berkelanjutan berulang. Siklus tersebut berulang terus sampai mampu memecahkan masalah yang dihadapi.
Perencanaan
Refleksi SIKLUS 1 Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan