• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XIV/2016

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 13/PUU-XIV/2016"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 13/PUU-XIV/2016

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN 2007

TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG

NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM

DAN TATA CARA PERPAJAKAN TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN

1945

ACARA

PEMERIKSAAN PENDAHULUAN

(I)

J A K A R T A

SELASA, 23 FEBRUARI 2016

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 13/PUU-XIV/2016

PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan [Pasal 2 ayat (4), ayat (4a), dan Pasal 13 ayat (1) huruf e] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

Edi Pramono

ACARA

Pemeriksaan Pendahuluan (I)

Rabu, 24 Februari 2016, Pukul 13.44 – 14.47 WIB

Ruang Sidang Panel II Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Anwar Usman (Ketua)

2) Maria Farida Indrati (Anggota)

3) Aswanto (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir:

A. Kuasa Hukum Pemohon:

1. Lugwig KSH 2. Syawaludin

(4)

1. KETUA: ANWAR USMAN

Sidang Perkara Nomor 13/PUU-XIV/2016 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum.

Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semua. Hari ini sidang pendahuluan untuk Perkara Nomor 13/PUU-XIV/2016, untuk itu dipersilakan kepada Kuasa Pemohon untuk memperkenalkan diri siapa saja yang hadir. Silakan.

2. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Sebelumnya kami ucapkan terima kasih kepada Majelis pada kesempatan hari ini kami dari LKBH PPS FHUI (Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Pilihan Penyelesaian Sengketa, Fakultas Hukum Universitas Indonesia).

Pada hari ini kami datang untuk dalam sidang pemeriksaan pertama dimana saya perkenalkan nama saya Syawaludin, kemudian di samping kanan saya Bapak Ludwig Kirchof, dan di samping kiri saya adalah Saudara Bima Muhammad Adiguna. Terima kasih, Majelis.

3. KETUA: ANWAR USMAN

Jadi, ada berapa orang Kuasa semuanya?

4. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

Kalau totalnya sesuai di Surat Kuasa itu ada 9, Majelis.

5. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, terus?

6. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

Kemudian ada yang kuasa substitusi 1 orang yang sebelah kiri kami, Saudara Muhammad Bima.

SIDANG DIBUKA PUKUL 13.44 WIB

(5)

7. KETUA: ANWAR USMAN

Jadi yang lain tidak hadir, ya?

8. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

Yang lain berhalangan hadir, Yang Mulia.

9. KETUA: ANWAR USMAN

Berhalangan hadir. Baik. Walaupun kami sudah membaca surat permohonan ini, namun sesuai dengan ketentuan beracara di Mahkamah Konstitusi, Saudara dipersilakan untuk menyampaikan pokok-pokok permohonan. Silakan.

10. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

Terima kasih, Majelis. Jakarta, 18 Desember 2015. Kepada yang terhormat Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jalan Merdeka Barat Nomor 6 Jakarta Pusat 10110. Hal: Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan hormat, kami yang bertanda tangan di bawah ini (…)

11. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, lewat saja itu enggak usah dibacakan, langsung saja ke alasan-alasan permohonannya.

12. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

1. Persyaratan Formil Pengajuan Permohonan. 1) Kewenangan Mahkamah Konstitusi.

(1) Pemohon mengajukan permohonan pengujian materil Pasal 2 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (4a) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740 yang selanjutnya disebut UU KUP terhadap Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 Negara Republik Indonesia Tahun 1945, selanjutnya disebut UUD NRI 1945.

(6)

(2) Bahwa dalam UUD NRI 1945 (suara tidak terdengar jelas) amandemen telah menciptakan sebuah lembaga baru yang berfungsi untuk mengawal konstitusi, yaitu Mahkamah Konstitusi selanjutnya disebut MK sebagaimana tertuang dalam Pasal 7B, Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 24C UUD NRI 1945 yang diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Selanjutnya dianggap telah dibacakan.

2) Kedudukan Hukum (legal standing) Pemohon.

(1) Bahwa kedudukan hukum (legal standing) merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap Pemohon untuk mengajukan permohonan pengujian undang-undang terhadap UUD NRI 1945 kepada MK, sebagaimana diatur dalam Pasal 51 ayat (1) UU MK dianggap telah dibacakan.

13. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, langsung ke halaman 11, Alasan-Alasan Permohonan.

14. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

Sebelumnya boleh kami jelaskan dulu tentang kedudukan Pemohon, Yang Mulia.

15. KETUA: ANWAR USMAN

Silakan.

16. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

(5) Bahwa Pemohon sebagai warga Negara Indonesia secara konstitusional telah dirugikan penggunaan hak konstitusinya untuk mendapatkan kepastian hukum karena bahwa Pemohon adalah pengusaha kecil yang bergerak di bidang perdagangan eceran khusus semen, kapur, pasir, dan batu di dalam bangunan. Bahwa Pemohon telah menerima surat Nomor S-143/WPJ.10/KP.0809/2010, tanggal 29 April 2010 perihal Himbauan Pembetulan/Penyampaian SPT Tahunan PPh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kudus, perpanjangan dari Direktorat Jenderal Pajak di daerah, selanjutnya disebut DJP. Bukti P-5 pada himbauan tersebut juga telah disampaikan ketentuan PMK Nomor 68/PMK.03/2010 Pasal 4 ayat (1) tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai. (6) Bahwa Pemohon merespons pada tanggal 28 Juli 2010 dengan

(7)

2009, dan belum mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak karena Pemohon berpikir cukup pembetulan SPT tahunan PPh sesuai perihal dalam surat tersebut di atas.

(7) Bahwa DJP sudah mengetahui bahwa Pemohon belum mendaftarkan diri sebagai pengusaha kena pajak dalam kurung waktu April 2010 sampai dengan April 2012, dan DJP tidak menerapkan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

(8) Bahwa Pemohon telah menerima Surat Nomor S-567/WPJ.10/KP.0806/2012, tanggal 12 April 2012 perihal himbauan untuk mendaftarkan diri dan dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak selanjutnya disebut sebagai PKP dari DJP, bukti P-6.

(9) Bahwa dalam rangka menindaklanjuti surat himbauan tersebut, Pemohon dengan kemauan sendiri langsung mendaftarkan diri sebagai PKP, bukti P-7. Dan berdasarkan surat Kepala Kantor Pelayanan Pajak Kudus Nomor PEM-00719/WPJ.10/KP.0803/2012, tanggal 2 Mei 2012 dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

(10)Bahwa sebelum dikukuhkan sebagai PKP, Pemohon tidak pernah memungut pajak pertambahan nilai atau PPN atas penjualan barang-barang dagangnya.

(11)Bahwa meskipun Pemohon telah mendapatkan PKP dengan kemauan sendiri, ternyata kemudian DJP mengukuhkan kembali Pemohon secara jabatan sebagai PKP sehingga kewajiban perpajakannya sebagai PKP berlaku surut sejak tahun 2009, bukti P-9A sampai P-9I.

(12)Bahwa DJP telah mengeluarkan surat ketetapan pajak kurang bayar pajak pertambahan nilai barang dan jasa masa pajak, dari bukti P-10A sampai bukti P-10.1 … P-10L. Tanggal 21 Januari 2013, yang dalam pokoknya memutuskan Pemohon dibebankan dengan kewajiban perpajakan setiap bulannya untuk masa bulan Januari sampai Desember 2009 dengan

jumlah per bulan dasar pengenaan pajaknya

Rp623.000.000,00 sekian, penghitungan PPN yang kurang bayar Rp62.000.000,00 sekian, sanksi administrasi Rp29.000.000,00 sekian. Jumlah hutang PPN yang harus dibayar Rp92.289.221,00. Sehingga dalam setahun jumlah PPN setahun yang masih harus dibayar adalah 12 bulan x Rp92.000.000,00 sekian, senilai dengan Rp1.107.470.652,00. (13)Bahwa Pemohon sudah mengajukan surat keberatan tanggal 14 Maret 2013 untuk setiap SKPKB bulan Januari sampai Desember 2009, (bukti P-11), kepada DJP dengan isi pokoknya

(8)

bahwa Pemohon dengan kemauan sendiri baru dinyatakan PKP tahun 2012.

(14)Bahwa pemberlakuan surut yang dilakukan oleh DJP hanya berlaku untuk PKP yang dikukuhkan secara jabatan sesuai Pasal 2 ayat (4) dan (4a) Undang-Undang KUP.

(15)Bahwa menurut Pemohon, pengenaan pajak pertambahan nilai tahun 2009 tidak dibenarkan karena Pemohon baru dikukuhkan sebagai pengusaha pajak per 2 Mei 2009 berdasarkan pengajuan sendiri, dan bukan dikukuhkan secara jabatan. Dalam Undang-Undang Nomor 28 sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 2 ayat (4), “Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau mengukuhkan pengusaha kena pajak secara jabatan apabila wajib pajak atau pengusaha kena pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan atau ayat (2).” Pasal 2 ayat (4a), “Kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak sebagaimana yang diatur dalam Pasal 4 dimulai sejak wajib pajak memenuhi syarat subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 tahun sebelum diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.”

(16)Bahwa sebagai pengusaha kena pajak yang dikukuhkan secara sukarela atau inisiatif sendiri, maka tidaklah tepat jika Pemohon tetap dibebankan dengan kewajiban perpajakan untuk masa Januari sampai Desember tahun 2009 dengan jumlah dasar pengenaan pajaknya Rp623.000.000,00 sekian, penghitungan PPN kurang bayar Rp62.000.000,00 sekian, sanksi administrasi Rp29.000.000,00 sekian. Jumlah PPN setiap bulan yang harus dibayar Rp92.000.000,00 sekian,

sehingga dalam setahun jumlahnya adalah

Rp1.107.470.652,00.

(17)Bahwa DJP telah menolak seluruh keberatan yang Pemohon ajukan tersebut dengan keputusan Dirjen Pajak nomor (bukti P-12a sampai bukti P-12L) bahwa dengan tidak ada ketentuan yang pasti dalam KUP terhadap kapan dimulainya wajib perpajakan, pengusaha kena pajak yang berdasarkan kemauan sendiri, DJP mendasarkan tindakannya pada peraturan di bawah undang-undang, yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Keuangan.

(18)Bahwa DJP mendasarkan pada Pasal 24 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan (bukti P-13). Direktorat Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat

(9)

ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak untuk masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sebelum wajib pajak diberikan atau diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak apabila diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan adanya kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi wajib pajak. (19)Bahwa DJP mendasarkan pada Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2)

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (bukti P-14) antara lain Pasal 4 ayat (1), “Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku jumlah peredaran … dalam tahun buku jumlah peredaran bruto dan/atau peneriman brutonya melebihi Rp600.000.000,00.” Pasal 4 ayat (2), “Kewajiban melaporkan usaha untuk digunakan sebagai pengusaha kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya, setelah bulan saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp600.000.000,00.”

(20)Bahwa untuk diketahui pada saat ini Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tanggal 23 Maret 2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak … Batasan Pengusaha Kena Pajak, PPN telah dihapus dan digantikan. Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk (suara tidak terdengar jelas) sebagai (suara tidak terdengar jelas) pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku, jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi Rp4.800.000.000,00.

(21)Bahwa Pemohon telah mengajukan banding ke Pengadilan Pajak bahwa Putusan Hakim Pengadilan Pajak yang diputuskan tanggal (suara tidak terdengar jelas) 2015 nomor sekian (bukti P-9a sampai bukti P-9l) yang menyatakan menolak banding, permohonan banding terhadap putusan terbanding mengenai keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), pajak pertambahan nilai barang dan jasa masa pajak Januari sampai Desember 2009;

Atas nama : Edi Pramono

NPWP : 07.131.602.0-506.000

Alamat : Jalan Budi Utomo rt 002 rw 002, Jepang, Mejobo, Kudus, Jawa Tengah.

Sehingga jumlah pajak pertambahan nilai masa pajak Januari sampai Desember 2009 tetap dipertahankan. Bahwa dengan dikenakannya kewajiban perpajakan sebelum Pemohon dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak secara sukarela,

(10)

sangat merugikan hak-hak dari Pemohon. Kerugian tersebut semakin nyata … kerugian tersebut semakin nyata adanya dengan fakta bahwa Pemohon selama belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tidak pernah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas penjualan barang-barang dagangannya.

(22)Bahwa (suara tidak terdengar jelas) tersebut dapat disimpulkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi, konsumen akhirlah yang mengonsumsi barang atau jasa kena pajak yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak pertambahan nilai. Pihak DJP harus membebankan pada konsumen bukan pada PKP atau pengusaha kena pajak. Bahwa DJP hanya bisa membebankan pada PKP bila ditemukan bukti bahwa PKP yang bersangkutan telah memungut PPN dari konsumen, tetapi tidak atau belum menyetorkan atau melaporkan pada negara.

(23)Bahwa dengan dikenakannya kewajiban perpajakan yang berlaku surut tersebut menyebabkan keuntungan dari perdagangan sangat kecil karena dikenakan pajak yang begitu besar. Dengan kata lain, dikenakannya kewajiban perpajakan yang begitu surut telah membunuh usaha Pemohon. Lebih jauh lagi dampak dari kewajiban pajak yang begitu besar berimbas juga pada tenaga kerja yang bergantung pada usaha Pemohon.

(24)Bahwa Pemohon juga potensial dan pasti untuk dikenakan surat ketatapan pajak kurang bayar, pajak pertambahan nilai barang dan jasa untuk masa pajak Januari 2010 sampai dengan Maret 2012, dengan nilai yang sama, bahkan bisa bertambah dengan utang PPN di setiap bulan yaitu Rp92.000.000,00 sekian. Intinya total kerugian potensial Pemohon adalah sekitar Rp2.491.808.967,00.

(25)Bahwa hak konstitusional Pemohon tersebut telah sangat dirugikan dengan berlakunya Undang-Undang KUP. Kerugian tersebut bersifat spesifik dan potensial. Bahwa dengan demikian Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) sebagai Pemohon Pengujian Undang-Undang dalam perkara a quo karena telah memenuhi ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang MK beserta penjelasannya dan 5 syarat kerugian konstitusional sebagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi selama ini yang telah menjadi (suara tidak terdengar jelas) pada Pasal 3 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 06/PMK/2005.

(11)

17. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ADIGUNA BIMASAKTI

II. Alasan-Alasan Permohonan Pengujian Undang-Undang.

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan tidak memberikan kepastian hukum. 1. Bahwa dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan, asas kepastian hukum merupakan asas utama yang tidak dapat diabaikan. Kepastian hukum menurut Gustav Radbruch dapat dilihat dari dua sudut, yaitu kepastian hukum dalam … dan kepastian karena hukum.

Kepastian hukum artinya adalah setiap norma hukum itu harus didap … dapat dirumuskan dengan kalimat-kalimat yang tidak mengandung penafsiran berbeda-beda. Perbedaan penafsiran atau ambiguitas ini akan meram … mem … berakibat membawa perilaku patuh atau tidak patuh terhadap hukum yang bergantung pada penafsiran yang dianut. Sedangkan yang dimaksud dengan kepastian karena hukum adalah norma hukum itu sendiri merupakan sebuah kepastian.

Untuk terlaksananya hal tersebut, maka menurut teori ini hukum harus membuat apa yang dinamakan algemene regels atau peraturan atau ketentuan umum yang diperlukan dalam rangka memberi kepastian hukum untuk masyarakat.

Kepastian hukum sangat diperlukan untuk menjamin ketenteraman dan ketertiban dalam masyarakat karena kepastian hukum mempunyai sifat berikut.

a. Adanya paksaan dari luar atau sanksi dari penguasa yang bertugas mempertahankan dan membina tata tertib masyarakat dengan perantara alat-alatnya.

b. Sifat undang-undang yang berlaku bagi setiap orang. Meskipun ada pula norma yang … norma hukum yang bersifat mogen atau kebolehan yang tidak memaksa.

Dan masuk ke poin 3.

3. Bahwa dan … bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 28I ayat (1), hasil amandemen yang menegaskan adanya asas perlindungan hukum sebagai hak konstitusional setiap warga negara. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran, dan hak … dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia dan … yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun.

4. Bahwa ketentuan dalam Undang-Undang KUP mengenai pengusaha kena pajak terdapat dua mekanisme untuk

(12)

menetapkan atau mengukuhkan pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak atau PKP, yang pertama adalah pengukuhan atas inisiatif dari Wajib Pajak atau WP pengusaha itu sendiri dan cara kedua adalah pengukuhan secara jabatan oleh DJP.

Cara kedua baru dapat digunakan jika PKP tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftar dengan sukarela atau inisiatif sendiri. Jadi, bagi siapa saja yang telah mene … memenuhi syarat untuk memiliki NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP, namun tidak melaksanakan kewajibannya, maka NPWP dan PKP-nya dapat ditetapkan secara jabatan oleh Direktur jat … Direktur Jenderal Pajak.

5. Bahwa untuk dikukuhkan sebagai pek … Wajib Pajak sukarela da … atau berdasarkan inisia … inisiatif sendiri, Undang-Undang KUP mengatur mekan … mekanismenya sebagaimana telah disebutkan … diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KUP. Sehingga akibat hukumnya, apabila seorang pengusaha telah mendaftarkan diri secara sukarela sebagai Pengusaha Kena Pajak, maka ia tidak lagi ditetapkan sebagai PKP secara jabatan oleh Dirjen Pajak.

Berikut pengaturan dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), dianggap telah dibacakan.

6. Bahwa apabila seorang pengusaha tidak mendaftarkan diri secara sukarela sebagai PKP, maka Dirjen Pajak berwenang secara jabatan menetapkannya sebagai PKP dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (4) dan pas … dan Pasal 2 ayat (4a) undang-un … Undang-Undang KUP. Pasal 2 ayat (4), Direktur Jenderal Pajak atau DJP menerbitkan NPWP dan/atau PKP secara jabatan apabila Wajib Pajak atau WP atau Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2). Pasal 2 ayat (4a), Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan sebagaimana dimaksud dal … pada pasal … pada ayat (4), dimulai sejak saat WP memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, paling lama 5 tahun sebelum diterbitkannya NPWP dan/atau dikukuhkannya sebagai PKP yang mana akibat hukum dari pengukuhan PKP oleh Dirjen Pajak secara jabatan ini adalah:

a) Kewajiban perpajakan akan ditagih oleh Direktur Jenderal Pajak sampai dengan 5 tahun ke belakang sejak di … seharusnya dia memenuhi syarat untuk memiliki NPWP atau dikukuhkan sebagai PKP ditambah sanksi seperti yang disebutkan dalam Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang KUP,

(13)

yaitu berupa bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak sampai dengan diterbitkannya surat ketetapan pajak kurang bayar.

b) Untuk PPN ditambah dengan sanksi administrasi berupa denda sesuai Pasal 14 ayat (4) sesuai … sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak atau DPP yang ditagih melalui surat tagihan pajak sebagai konsekuensi dari Penarikan Kewajiban Perpajakan yang seharusnya dilaksanakan oleh Wajib Pajak atau PKP sampai dengan 5 tahun ke belakang. c) Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) tersebut … berdasarkan Pasal

2 ayat (4a) tersebut dapat dilihat bahwa penarikan perpajakan yang ditarik sehingga 5 tahun ke belakang, artinya sifat dari SK PKP ini bersifat ret … retroaktif.

d) Bisa dilihat dalam Pasal 13 ayat (1) huruf e, Undang-Undang KUP bahwa dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak kurang bayar dalam hal sebagai berikut.

e) Apabila kepada Wajib Pajak diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 … Pasal 2 ayat (4a).

7. Bahwa untuk ketentuan Pasal 2 ayat (1) dan (2) a quo tidak terdapat ketentuan lebih lanjut mengenai batasan seseorang untuk ditetapkan sebagai … menjadi PKP secara sukarela. Ketidakpastian hukum tersebut berakibat kosongnya aturan

mengenai kebebasan dari kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang diterbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan Pengusaha Kena Pajak secara sukarela atau ni … inisiatif pribadi dari Wajib Pajak sebagaimana dijelaskan pada butir 6 tersebut. Seharusnya secara a contrario, akibat-akibat hukum yang melekat yang menjadi kewajiban bagi PKP karena jabatan tidak berlaku bagi PKP secara sukarela. Akan tetapi, dengan tidak adanya batasan yang jelas kapan seseorang dapat ditetapkan menjadi PKP secara sukarela, maka Dirjen Pajak dapat menerapkan Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4A) Undang-Undang KUP ini pada setiap pengusaha dan pengusaha tersebut menjadi terdampak kewajiban-kewajiban a quo yang merupakan akibat hukum dari PKP karena jabatan. Dan juga DJP menggunakan peraturan di bawah undang-undang dalam melakukan hal tersebut.

(14)

8. Bahwa terhadap PKP yang dikukuhkan secara sukarela atas permohonan sendiri tidak terdapat aturan lebih lanjut yang mana sebagai insentif bagi PKP yang menjalankan kewajibannya sebagaimana dijelaskan dalam butir 6 di atas menjadi semacam dispensasi dengan tidak dilekatkannya kewajiban yang ada pada pengusaha yang ditetapkan menjadi PKP karena jabatan.

9. Bahwa dalam Undang-Undang KUP ini tidak ada pasal yang mengatur mengenai kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang diterbitkan nomor pokok wajib pajak dan/atau dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang diperoleh secara sukarela atau inisiatif pribadi sehingga hal tersebut menimbulkan berbagai penafsiran yang berbeda dan menimbulkan ketidakpastian hukum.

10.Bahwa apabila wajib pajak sudah memiliki NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP atas permohonan sendiri, maka seharusnya dirjen … Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat lagi menerbitkan NPWP dan/atau PKP secara jabatan. Hal ini dikarenakan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk mengukuhkan PKP secara jabatan baru muncul ketika wajib pajak tidak melaksanakan kewajiban untuk memohonkan diri sendiri. Jadi, ketika wajib pajak telah memohonkan atau mendaftarkan diri untuk dikukuhkan sebagai PKP, maka Direktur Jenderal Pajak tidak dapat lagi mengkukuhkan PKP secara jabatan.

11.Bahwa hal tersebut dapat dipahami hanya dengan penafsiran undang-undang saja yakni secara argumento a contrario, ketentuan ini dapat dilihat dengan membandingkan rumusan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) dengan ayat (4) dan ayat (4A), lalu menafsirkannya secara argumento a contrario yakni dengan melihat kebalikan dari peristiwa normatif. Hal ini bisa dilihat di buku dari Sudikno Mertokusumo yang diatur oleh ayat tersebut. Dalam hal ini rumusan Pasal 4 Dirjen Pajak menerbitkan nomor pokok wajib pajak dan/atau mengukuhkan pengusaha kena pajak secara jabatan apabila wajib pajak dan pengusaha wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) … dan/atau ayat (2). Dapat dibaca secara a contrario bahwa apabila wajib pajak melakukan kewajibannya sebagaimana diatur pada ayat (1) dan ayat (2), maka Dirjen Pajak tidak berwenang menerbitkan nomor pokok wajib pajak dan atau mengukuhkan pengusaha kena pajak secara jabatan.

Langsung masuk ke butir 13, Majelis.

13.Bahwa kekosongan pengaturan mengenai standar dan kewajiban perpajakan bagi wajib pajak yang dikukuhkan

(15)

sebagai pengusaha kena pajak secara sukarela menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum bagi masyarakat yang hendak mendaftarkan diri secara sukarela sebagai pengusaha kena pajak. Ketika peraturan mengenai perpajakan pengusaha kena pajak secara inisiatif atau sukarela tidak pasti dan tidak jelas, maka akan menimbulkan ketidaktenteraman dan mengganggu ketertiban penegakan hukum perpajakan. Sebaliknya, masyarakat menjadi alergi untuk berurusan dengan pendaftaran pajak sehingga dalam hal ini kepastian hukum secara normatif tidak terpenuhi. Hal ini disebabkan peraturan perundang-undangan yang dibuat dan diundangkan secara tidak pasti sehingga menimbulkan keragu-raguan.

14.Bahwa berdasarkan uraian di atas, maka Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4A) Undang-Undang KUP berbunyi dianggap telah dibacakan, bertentangan dengan Pasal 28 ayat … Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Republik Indonesia a quo yang menjamin hak konstitusional Pemohon untuk memperoleh kepastian hukum.

18. KUASA HUKUM PEMOHON: SYAWALUDIN

B. Iktikad baik dari pengusaha yang mengajukan secara sukarela sebagai PKP, lanjut ke Pasal Nomor 2, bahwa Belias dalam bukunya yang berjudul Perpajakan Indonesia, halaman 18 mengemukakan bahwa (suara tidak terdengar jelas) sistem adalah pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.

Oleh karena itu, Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) ini merupakan perwujudan sistem (suara tidak terdengar jelas) yang lahir karena adanya asas iktikad baik yang dikandung oleh Undang-Undang KUP ini. Bahwa kelebihan atau privileges yang diberikan oleh KUP ini kepada pengusaha untuk melakukan metode (suara tidak terdengar jelas) bersumber pada kewajibannya untuk menawarkan diri sebagai PKP. Sedangkan pengukuhan PKP karena jabatan oleh Dirjen Pajak adalah semacam upaya paksa dalam hal pengusaha tidak menawarkan diri sebagai PKP.

Bahwa dengan ketidakpastian yang timbul dari Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) sebagaimana yang telah diuraikan di atas, maka seakan-akan pengukuhan PKP karena jabatan oleh Dirjen Pajak merupseakan-akan hal yang harus dilakukan, bukan sebagai upaya pemaksaan. Seharusnya hal ini dilakukan dalam rangka upaya pemaksaan agar pengusaha yang tidak mendaftar sebagai PKP … agar pengusaha yang tidak mendaftar tetap bisa menjadi PKP meskipun tidak mendaftar dan bukan sebaliknya.

(16)

Oleh karena itu, iktikad baik dari pengusaha kena pajak secara inisiatif atau sukarela sudah semestinya diberikan apresiasi, bukan dengan memberikan beban melakukan pembayaran pajak sebelum dikukuhkannya sebagai wajib pajak sebagai pengusaha kena pajak.

Bahwa dengan adanya apresiasi dan privileges terhadap wajib pajak yang melaporkan ke DJP untuk diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP akan mampu menarik orang untuk menjadi wajib pajak yang baik. Jumlah wajib pajak yang mempunyai NPWP dan (suara tidak terdengar jelas) sebagai PKP akan bertambah, sehingga potensi penerimaan negara diharapkan akan bertambah dan naik. Sebaliknya, bila tidak ada apresiasi bahkan wajib pajak merasa menjadi repot dan disusahkan, jumlah wajib pajak yang mempunyai NPWP dan dikukuhkan sebagai PKP akan stagnan, bahkan cenderung berkurang sehingga potensi penerimaan Negara akan berkurang dan turun.

Bahwa asas itikad baik dapat dibedakan atas itikad baik secara subjektif, dan itikad baik yang objektif. Itikad baik dalam pengertian yang subjektif dapat diartikan sebagai kejujuran seseorang dalam melakukan suatu perbuatan hukum, sedangkan pengertian itikad baik dalam pengertian objektif adalah pelaksanaan suatu perjanjian yang harus didasarkan pada norma kepatutan atau apa yang dirasakan patut dalam masyarakat. Lanjut ke poin 9 dianggap sudah dibacakan. Poin 11 halaman 20.

Bahwa itikad baik menjadi salah satu dasar bagi pengusaha kena pajak secara inisiatif atau sukarela untuk tidak diwajibkan atas pembayaran pajak sebelum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Hal tersebut juga didasar itikad baik dari wajib pajak tersebut, kadangkala tidak dibarengi dengan sosialisasi atau penyuluhan bagi wajib pajak terkait indikator terpenuhinya syarat subjektif dan objektif dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, sehingga wajib pajak tidak mengetahui apakah perusahaannya telah memenuhi syarat subjektif dan objektif untuk didaftarkan sebagai pengusaha pajak.

Poin 12. Dalam hukum Islam dikenal istilah mualaf, yaitu orang yang di luar agama Islam yang pindah agama ke dalam agama Islam. Kewajiban Islam yang termasuk dalam Rukun Iman dan Rukun Islam secara seorang mualaf baru berlaku sejak dia menyatakan masuk Islam dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Setelah hal tersebut barulah orang muallaf tersebut menjalankan Salat, Zakat, Puasa, Haji, dan kewajiban Islam lainnya. Aktifitas-aktifitas pada usia sebelum menjadi mualaf tidak akan dimintakan pertanggungjawaban, dia dalam kondisi 0, dan pertanggungjawaban aktifitas seorang mualaf akan dimulai sejak menjadi orang yang beragama Islam.

Bahwa Pemohon berharap bahwa konsep kewajiban NPWP dan PKP tersebut bisa mengambil ibrah atau pelajaran dalam konsep muallaf tersebut.

(17)

19. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ADIGUNA BIMASAKTI

C. Dengan adanya kekosongan hukum mengenai ketentuan lanjutan Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang KUP menyebabkan Pemohon mengalami kerugian yang nyata. Poin 1 kita anggap sudah dibacakan dan poin 2, kita masuk ke poin 3.

Bahwa maksud dari tidak merugikan wajib pajak sebagai pengusaha kena pajak secara inisiatif adalah pengusaha kena pajak yang bersangkutan dibebaskan dari kewajiban perpajakan sebelum terbitnya NPWP, dan/atau pengukuhan PKP secara inisiatif atau sukarela, atau dengan kata lain kewajiban perpajakan bagi pengusaha kena pajak secara inisiatif atau sukarela tidak berlaku surut.

Bahwa oleh karena itu selain untuk memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak pembebasan dari kewajiban membayar pajak yang berlaku surut sebelum dikukuhkan sebagai PKP adalah dalam rangka memberikan keadilan dan apresiasi atas inisiatif dan keinginan pribadi dari wajib pajak untuk mendaftarkan diri sebagai pengusaha kena pajak.

Bahwa terkait dengan keadilan bagi pengusaha kena pajak secara inisiatif atau sukarela maka pajak yang sifatnya objektif dianggap kurang adil bagi wajib pajak. Hal ini disebabkan baik pengusaha kena pajak yang dikukuhkan secara jabatan maupun secara inisiatif sama-sama memiliki kewajiban perpajakan yang berlaku surut, sedangkan pengusaha kena pajak secara inisiatif atau sukarela telah melakukan pendaftaran pengusaha kena pajak atas kesadaran pribadi.

Bahwa untuk menciptakan keadilan bagi pengusaha kena pajak secara inisiatif sudah semestinya aturan kewajiban perpajakan hanya dimulai saat wajib pajak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Dengan adanya ketentuan seperti itu maka kepastian, kepatuhan, dan ketertiban masyarakat dalam penegakan hukum pajak dapat tercapai. Kita masuk ke poin D.

D. Bahwa terdapat pertentangan antara satu norma dengan norma yang lain dengan adanya ketentuan Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) a quo. Bahwa berdasarkan Pasal 39A huruf b Undang-Undang KUP bahwa pengusaha yang belum dikukuhkan sebagai PKP tidak boleh menerbitkan faktur pajak, artinya penerbitan faktur pajak oleh pengusaha yang bukan PKP merupakan salah satu bentuk tidak pidana sebagaimana dimaksud Pasal 39A huruf b dan dapat dikenai sanksi pidana. Berikut adalah bunyi Pasal 39A, ”Setiap orang yang dengan sengaja.

a. Menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau

(18)

bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau

b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun, serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak, dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.” Bahwa berdasarkan penjelasan umum Undang-Undang Pajak Pertambanan Nilai atau PPN, PPN merupakan pajak konsumsi yang mana dalam hal ini menjadi wajib pajak adalah konsumen akhir, oleh karena itu pengusaha yang belum dikukuhkan menjadi PKP memang tidak boleh mengambil PPN karena memang ia tidak berwenang secara hukum untuk memungut pajak pada konsumen. Berikut adalah penjelasan umum dari Undang-Undang PPN, Yang Mulia. “Pajak pertambahan nilai adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di daerah pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi.”

3. Bahwa dengan adanya pengaturan ini maka Pasal 13 mengenai kewajiban pajak yang timbul dengan berlaku surut berdasarkan Pasal 2 ayat (4a) Undang-Undang KUP menjadi bertentangan dengan Pasal 39 tersebut karena Pasal 2 ayat (4a) juncto Pasal 13 membebankan kewajiban pajak pada pengusaha sebelum pengusaha tersebut menjadi PKP, sedangkan Pasal 39A ayat (1) huruf b melarang pengusaha yang belum dikukuhkan menjadi PKP untuk memungut pajak yang dalam konteks ini pajak pertambahan nilai kepada konsumen …

20. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ADIGUNA BIMASAKTI

E. Diperlukan penafsiran lebih lanjut terhadap Pasal 2 ayat (4) dan penghapusan Pasal 2 ayat (4a), dan Pasal 13 ayat (1) huruf e untuk menjamin kepastian hukum pada Undang-Undang KUP. 1. Bahwa berdasarkan uraian di atas, demi terciptanya kondisi

normatif yang menjamin kepastian hukum, maka dibutuhkan pengaturan lebih lanjut mengenai akibat hukum bagi seorang pengusaha agar dapat mendaftar secara sukarela sebagai PKP, yakni secara a contrario dari Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) yang mana akibat hukum a contrario yang dimaksud adalah:

a. Wajib pajak yang telah melakukan self assessment sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2)

(19)

Undang-Undang KPU harus dikukuhkan sebagai PKP karena kemauan sendiri, bukan atas dasar pengukuhan PKP secara jabatan oleh Dirjen Pajak;

b. Pengusaha yang secara sukarela atas kemauan sendiri melakukan self assessment dikukuhkan sebagai PKP atas kemauan sendiri, dibebaskan dari kewajiban perpajakan sebelum terbitnya nomor pokok wajib pajak dan pengukuhan pengusaha kena pajak;

c. Wajib pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP karena kemauan sendiri, tidak boleh dikenakan sanksi administratif terhadap kewajiban pajak yang muncul sebelum terbitnya nomor pokok wajib pajak dan/atau pengukuhan pengusaha kena pajak secara inisiatif.

Bahwa untuk merealisasikan keadaan normatif di atas, maka seharusnya Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan haruslah ditafsirkan sebagai berikut.

1. Dirjen Pajak tidak lagi berwenang untuk meneruskan proses pengukuhan PKP karena jabatannya apabila pengusaha wajib pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) telah melakukan pendaftaran dan pelaporan atau self assessment untuk menjadi PKP atas kemauan sendiri.

2. Bagi setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya yang telah melaporkan usahanya kepada kantor Direktorat Jenderal Pajak secara sukarela sebagaimana dimaksud pasal ini, sesuai jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) undang-undang ini, tidak dapat ditetapkan menjadi PKP secara jabatan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Bahwa selain penafsiran atas Pasal 2 ayat (4) tersebut, maka Pasal 2 ayat (4a) dan Pasal 13 ayat (1) huruf e Undang-Undang KUP tersebut, haruslah dinyatakan inkonstitusional karena bertentangan dengan Pasal 39A Undang-Undang KUP serta Undang-Undang PPN, dan menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. 4. Bahwa mengingat keperluan yang mendesak dari Pemohon,

apabila kelak Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan yang Pemohon ajukan, maka Pemohon memohon agar perubahan atau penambahan tersebut berlaku secara mutatis mutandis bagi keadaan Pemohon saat ini agar Direktorat Jenderal Pajak tidak lagi dapat menagih pajak terutang yang berlaku surut kepada Pemohon sebagaimana telah Pemohon jelaskan pada legal standing poin ke lima.

(20)

21. KUASA HUKUM PEMOHON: LUDWIG KSH

Bagian III, Petitum. Berdasarkan seluruh uraian di atas dan bukti-bukti terlampir, jelas bahwa di dalam permohonan uji materiil ini terbukti-bukti bahwa Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan merugikan hak konstitusional Pemohon berdasarkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.

Oleh karena itu, diharapkan dengan dikabulkannya permohonan ini, dapat mengembalikan hak konstitusional Pemohon sesuai dengan amanat konstitusi.

Dengan demikian, Pemohon memohon kepada Majelis Hakim Konstitusi Yang Mulia berkenan memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk

seluruhnya;

2. Menyatakan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740, konstitusional berharap … bersyarat terhadap Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Apabila dalam Pasal 2 ayat (4) undang-undang a quo haruslah ditafsirkan sebagai berikut, “Dirjen Pajak tidak lagi berwenang untuk meneruskan proses pengukuhan PKP karena jabatannya, apabila pengusaha wajib pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) telah melakukan pendaftaran dan pelaporan atau self assessment untuk menjadi PKP atas kemauan sendiri, bagi setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Tahun 1984 dan perubahannya yang telah melaporkan usahanya kepada kantor Dirjen Pajak secara sukarela sebagaimana dimaksud dalam pasal ini sesuai jangka waktu sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (5) undang-undang ini, tidak dapat ditetapkan sebagai … menjadi PKP secara jabatan oleh Direktur Jenderal Pajak;

3. Menyatakan Pasal 2 ayat (4a) dan Pasal 13 ayat (1e) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740, bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 4. Menyatakan memberlakukan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor

28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 85,

(21)

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4740 secara mutatis mutandis.

5. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon putusan seadil-adilnya.

Penutup. Demikian permohonan uji materiil ini kami sampaikan, atas perhatian dan kearifan Majelis Hakim, Yang Mulia, kami sampaikan terima kasih.

22. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD ADIGUNA BIMASAKTI

Sebelumnya, mohon maaf, Yang Mulia, bisa dilihat di petitum nomor 4. Itu kami ada salah ketik, jadi harusnya menyatakan memberlakukan Pasal 2 ayat (4), bukan ayat (4b) karena ayat (4) itu cuma ada ayat (4) dan ayat (4a). Jadi, yang kita mohon itu tentang pemberlakuan yang tadi kita mohon di petitum sebelumnya itu, Pasal 2 ayat (4) yang mela … menyatakan in … konstitusional bersyarat.

Terima kasih.

23. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. Jadi, secara umum baik dari segi formil … format teknis penyusunan maupun uraiannya. Ini sudah … ya, sudah cukup, ya. Tetapi, masih ada beberapa hal tentunya sesuai dengan kewajiban Majelis Panel untuk menyampaikan beberapa catatan.

Silakan, Yang Mulia.

24. HAKIM ANGGOTA: MARIA FARIDA INDRATI

Ya, terima kasih.

Ya, saya cukup senang ada pengacara-pengacara muda yang mulai tampil dari UI sendiri lagi, ya. Tetapi ini tidak ada … ini, ya … tidak ada hubungan relevansi antara … karena yang memutuskan bukan kita bertiga, tetapi kita bersembilan, ya?

Ya, selain tadi di Surat Kuasanya, ya, yang mesti diperbaiki kembali. Ini mengenai persyaratan formil tidak usah dipakai saja, langsung kewenangan Mahkamah Konstitusi, ya? Nah, kewenangan Mahkamah Konstitusi itu yang Nomor 1, Pemohon mengajukan permohonan pengujian materiil Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) itu jangan diletakkan di Nomor 1, tetapi di akhir saja, ya? Nomor … itu jadi Nomor 4, ya. Jadi, yang utama adalah Pasal 24 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 dan Pasal 24C Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, ya begitu. Kemudian, baru yang terakhir Pemohon mengajukan permohonan pengujian ini, sehingga bahwa mengacu kepada ketentuan pasal di atas

(22)

Mahkamah Konstitusi berwenang untuk melakukan pengujian dan seterusnya, ya. Itu.

Nah, kedudukan hukum dan legal standing Pemohon. Di sini Anda menguraikan Pasal 51, kemudian juga Anda merumuskan putusan Mahkamah Konstitusi yang mengatakan bahwa yang berhak untuk mengajukan pengujian undang-undang adalah adanya hak dan kewenangan konstitusional Pemohon yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Anda mengajukan di sini kalau ada pengujiannya, acuannya setiap orang berhak atas kepastian hukum yang adil, ya. Pasal 28D ayat (1) antara lain. Pasal 28I hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa dan seterusnya, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak di (suara tidak terdengar jelas) yang berlaku surut. Ini batu ujinya, tapi yang harus Anda pertimbangkan adalah apakah Pasal 2 ayat (4) dan Pasal 2 ayat (4a) itu dengan hak konstitusional Pemohon, ya. Kalau di sini dikatakan, “Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Nomor Pokok Wajib Pajak dan/atau mengukuhkan pengusahan kena pajak secara jabatan apabila wajib pajak atau pengusaha kena pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau ayat (2).”

Di sini kerugian konstitusionalnya di mana? Begitu. Jadi yang dilihat pada hak konstitusional itu adalah Anda punya hak di Pasal 28D dan Pasal 28I, tetapi apakah pasal yang Anda mohonkan itu merupakan hak konstitusional yang kemudian terlanggar oleh undang-undang ini? Jadi, Anda harus lihat itu, Pasal 2 itu Anda lihat dari pasal yang untuk batu uji. Di sini apakah hak dan kewenangan konstitusional Pemohon tersebut dianggap oleh Pemohon telah dirugikan? Apakah pasal-pasal undang-undang tadi merugikan Anda kalau Anda lihat dari batu uji tadi, ya?

Kemudian, apakah kerugian itu bersifat spesifik? apakah ada causal verband? Dengan adanya pasal itu, maka hak konstitusional saya terlanggar, begitu? Dan apabila itu dikabulkan, maka potensial kerugian konstitusional itu tidak ada akan terjadi, begitu. Nah, itu yang perlu Anda ini. Anda di sini sebetulnya yang anda mohonkan jelas, 2 .. ayat (2) … Pasal 2 ayat (2) dan ayat (4) dan ayat (4a), tapi masuknya, pintu masuknya, itu jangan meragukan kami. Mestinya dengan pasal itu, maka Pemohon dirugikan karena harus bayar pajak, misalnya begitu. Jadi, dengan adanya pasal itu, maka Pemohon dipaksa bayar pajak, misalnya begitu.

Jadi, sudah … tetapi kalau di sini, ini enggak, Anda langsung masuknya ke Peraturan Menteri Keuangan, ya kan? Bahwa pohon telah … Pemohon telah menerima Surat Nomor 143 dan seterusnya, perihal penghi … Himbauan Pembetulan Pencapaian … Penyampaian SPT dan seterusnya.

Nah, ini disampaikan Ketentuan PMK, Peraturan Mahkamah … bukan Mahkamah Konstitusi ya, Peraturan Menteri Keuangan gitu, ya.

(23)

Nah, di sini kalau kita melihat di sini, pintu masuknya Anda keliru. Anda mengatakan, “Oh, ini implementasi dari undang-undang.”

Kenapa Anda mempermasalahkan surat keputusan ini? Anda harus lihat pasal itu bahwa berdasarkan pasal itu, maka ada peraturan Menteri Keuangan yang akhirnya memaksakan Pemohon untuk ini, gitu.

Jadi, kalau kita melihat di sini, kemudian Anda melihat pada Dasar Pengenaan Pajak, (suara tidak terdengar jelas) PPN yang kurang bayar, sanksi administratif dengan angka-angka itu. Itu tidak terlihat pada kerugian konstitusional, tetapi itu kerugian materiil. Jadi, saya harus bayar, gitu. Tetapi harus bayar itu bukan karena Pasal 2 ayat (4) itu, tetapi karena surat dan peraturan mah … Menteri Keuangan tadi.

Nah, jadi ini masuknya harus di … ini, ya. Jadi, melihat pada pasal itu dulu, kemudian karena ada itu, maka kemudian di sini kantor pelayanan pajak membuat tagihan pajak misalnya dan sekarang peraturan Menteri Keuangan nomor sekian, sekian, sekian, gitu.

Jadi, pintu masuknya ke sana. Ya. Kalau Anda pintu masuknya dari peraturan Menteri Keuangan, kita mengatakan, “Wah, ini enggak usah terus saja, ini implementasi dari undang-undang.”

Salahnya bukan di Pasal 2-nya, tetapi pasal … di … oleh Menteri Keuangannya itu, ya.

Nah, kemudian permohonan ini harus diformulasikan yang secara mudah untuk dilihat. Keterangan Anda semua tadi dipersempit sehingga bisa mengatakan bahwa, “Ini lho karena ini, undang-undang ini, pasal ini, kemudian menjadikan peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur ini,” dan ini berdampak pada Pemohon, gitu.

Kalau sangat, sangat … apa … panjang lebar begini, malah ini maksudnya ke mana? Ini kan, uraian-uraian semuanya. Jadi, Anda harus melihat pada fokus Pasal 2 ayat (4) dan ayat (4a) itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, kenapa? Oh, dengan adanya ini, Menteri Keuangan membuat peraturan Menteri Keuangan ini dan selanjutnya dilaksanakan begini, gitu ya. Jadi, pintu masuknya ke sana. Nanti ini diformalis … diformulasikan ulang, ya.

Nah, terus sekarang kalau Anda melihat pada petitum, petitumnya Anda mengatakan, “Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya.”

Kita sudah terima, sejak Anda masuk sudah diterima. Anda penginnya kan, dikabulkan, kan? Jadi, kata menerima-nya dihilangkan, langsung mengabulkan.

Kemudian yang kedua, menyatakan Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 dan seterusnya, konstitusional bersyarat terhadap Pasal 1 angka 3 … ayat (3) dan seterusnya. Anda mengatakan konstitusional bersyarat atau konstitusional bersyarat berarti dia tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 atau bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 kalau ini,

(24)

tetapi tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sepanjang dimaknai seperti ini.

Permasalahannya adalah kalau Anda memaknai pasal ini menjadi kalimat yang ada di sini, maka ini bukan pemaknaan, tetapi ini norma pengganti, gitu. Ya kan? Kalau yang dulu kan, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan NPWP dan/atau PKP secara jabatan apabila wajib pajak atau pengusaha kena pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), tetapi Anda mengatakan di sini harus ditafsirkan, “Dirjen Pajak tidak lagi berwenang”.

Itu kan, bukan menafsirkan, tetapi membalik, gitu kan. Nah, jadi tidak lagi berwenang untuk meneruskan proses pengukuhan PKP dan seterusnya.

Dan kalau kita melihat di sini, ini bukan menjadi satu norma ini, ini menjadi dua norma sebetulnya karena di sini Dirjen Pajak tidak lagi berwenang untuk meneruskan proses pengukuhan PKP karena jabatannya apabila pengusaha wajib pajak sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) telah melakukan pendaftaran dan pelaporan (self assessment) untuk menjadi PKP atas kemauan sendiri. Itu satu norma.

Selanjutnya, bagi setiap wajib pajak sebagai pengusaha yang dikenai pajak berdasarkan undang-undang, itu satu norma lagi. Jadi, ini bukan penafsiran, bukan konstitusional bersyarat. Anda meminta ini diubah. Kalau penafsiran bersya … konstitusional bersyarat tidak seperti ini.

Jadi, Anda harus mengatakan Pasal 4 … Pasal 2 ayat (4) itu, ini dianggap konstitusional sepanjang dimaknai. Nah, Anda bisa mengatakan ini terma … tidak termasuk Pemohon, misalnya. Nah, Pemohon itu siapa, gitu kan? Kalau itu berarti Anda bisa untuk, “Oh ya, ini … ini berlaku begitu, tetapi Pemohon dikecualikan,” gitu.

Jadi, kalau konstitusional bersyarat itu, Anda (suara tidak terdengar jelas) Direktur Pajak menerbitkan NPWP dan/atau PKP secara jabatan apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), kecuali Pemohon, misalnya begitu. Nah, itu konstitusional bersyarat. Tapi, kalau kemudian Anda melihat di sini, rumusan ini, ini bukan konstisional bersyarat. Tapi, Anda meminta MK menjadi positive legislator, ya, nanti … nanti … nanti kita dimarahi, ya.

Kemudian yang ketiga itu menyatakan Pasal 2 ayat (4a), ya? Ini karena di sini nanti Anda perbaiki permohonannya karena di sini tidak lengkap, ya. Pasal 13 ayat (1) huruf e masuk, tidak? Masuk. Nah, karena di sini Anda tidak begitu mengupas Pasal 13 huruf e. Nah, kalau Anda mengatakan ada ketidakpastian hukum atau pertentangan antara dua pasal, memang MK sebetulnya tidak menguji antar pasal. Tapi kalau keduanya menimbulkan ketidakpastian hukum kan kita termasuk di dalam sana, ya. Jadi, itu mohon diformulasikan kembali.

(25)

Ya, dan penutupnya tidak usah, ya. Di sini tidak usah penutup, langsung … apa … tanda tangan Kuasa Pemohon, ya. Saya rasa itu, ya. Terima kasih.

25. KETUA: ANWAR USMAN

Ya, baik. sudah dapat penjelasan secara panjang lebar, mungkin ada tambahan dari, Yang Mulia.

26. HAKIM ANGGOTA: ASWANTO

Terima kasih, Yang Mulia.

Saudara Kuasa Pemohon, ya. Saya yakin kalau nasihat-nasihat dari Prof tadi itu diakomodasi ke dalam permohonan ini, permohonan Saudara bisa jauh lebih bagus, gitu ya. Saya bisa memahami sebenarnya apa yang Saudara inginkan dalam permohonan ini, tapi sebagaimana yang Prof sampaikan tadi, ini pintu masuknya yang harus di … tadi yang lama Saudara uraikan itu adalah soal angka-angka kerugian, gitu. Sekian miliar, sekian ini, padahal kita tidak berbicara … tidak bicara angka-angka di sini, kita bicara norma, gitu. Tapi saya paham bahwa Anda ingin menyampaikan angka-angka itu muncul karena ada persoalan di dalam. Nah, mestinya itu yang tadi Prof. Maria sampaikan, persoalannya dulu, angka itu cuma implikasi, gitu. Jadi, pintunya yang harus Saudara perbaiki.

Nah, saya juga mencoba membaca semua memang, wah, ini panjang sekali. Biasanya kalau konsepnya panjang itu yang buat terlalu pintar, gitu. Terlalu banyak ilmunya yang mau dituangkan akhirnya malah jadi bingung kita membaca. Nah, kalau boleh kami sarankan, tadi Yang Mulia Pak Ketua Panel dan Yang Mulia Prof. Maria sudah menyampaikan ini kan yang Saudara minta ada empat, ya, untuk minta diuji itu ada empat norma, ya. Pasal 2 ayat (1), Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (4), Pasal 2 ayat (4a). Nah, kalau menangkap sarannya Prof tadi, mestinya dibagian posita sebenarnya, di bagian posita Saudara bisa secara … apa … secara sistematis membahas pasal per pasal. Misalnya, Pasal 2 ayat (1) norma yang ada di dalam Pasal 2 ayat (1) adalah bla, bla, bla. Ini bertentangan dengan norma yang ada di dalam pasal bla, bla Undang-Undang Dasar Tahun 1945, gitu. Nah, itu bisa Saudara lebih … lebih … apa … lebih fokus dan bisa lebih meyakinkan kami bahwa memang norma yang ada di dalam pasal 2 ayat (1) itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, gitu.

Nah karena itu, norma itu, kalau norma itu diberlakukan, maka Saudara akan mengalami kerugian konstitusional, bukan kerugian milyaran tadi. Itu cuma … cuma … cuma … apa namanya … implikasi saja itu, yang paling penting Saudara uraikan di situ bahwa dengan berlakunya norma ini, kami Pemohon akan dilanggar hak

(26)

konstitusionalnya, bahkan mungkin Saudara juga bisa menjelaskan bahwa bisa potensial akan terjadi kerugian konstitusional berdasarkan penalaran yang wajar, gitu. Dan Saudara juga menambahkan … harus menambahkan bahwa kalau norma ini tidak ada sebenarnya atau norma ini tidak begini bunyinya, maka kerugian atau potensi kerugian yang kami akan alami itu akan tidak terjadi.

Nah, kalau itu Saudara bahas bagian per bagian, Saudara tuntaskan dulu di Pasal 2 ayat (1), sesudah itu tuntaskan di Pasal 2 ayat (2), Pasal 2 ayat (4), dan ayat (4a) itu tidak perlu setebal ini. Ini termasuk salah satu … apa namanya … permohonan yang cukup tebal pakai kertas … apa … A5, ya? Eh, kuarto, terus halamannya panjang, ketikannya rapat. Wah, ini sama yang saya sampaikan tadi, bisanya terlalu banyak gagasan yang ada di … ada di kepala. Dan saya yakin ini, kan, murid-muridnya Prof. Maria pasti orang-orang hebat ini, ya. Cuma mungkin perlu, perlu, perlu … apa namanya … ya, sudah berapa kali beracara di sini? Nah, baru sekali. Ini baru sekali sudah hebat, gitu, ya. Apalagi kalau sudah berkali-kali, gitu.

Dan saya sarankan kalau bisa tolong nanti Saudara … apa … browsing contoh-contoh permohonan di MK, pengujian Undang-Undang di MK dan kalau bisa browsing yang sudah … apa … browsing yang diterima, gitu yang dikabulkan sehingga Saudara bisa … paling tidak bisa mengambil inspirasi dari situ “Oh, ternyata begini.”

Tidak perlu terlalu panjang, simple tapi begitu dibaca para Hakim, “Oh, ya, benar ini, ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ini, ini merugikan mereka. Ya sudah, kita kabulkan saja,” kan gitu.

Tapi jangan berharap dikabulkan karena, “Wah, biar jelek ini dikabulkan karena dosen saya.”

Enggak boleh begitu. Kita mau itu dikabulkan karena betul-betul memang apa yang Anda sampaikan itu semua hakim yakin bahwa memang secara … apa … faktual merugikan, gitu ya, atau secara konstitusional memang sudah dirugikan. Dari saya, saya kira tadi Prof. Maria dengan Pak Ketua sudah menyampaikan itu saja supaya lebih disistematisasi, gitu ya, pendek juga enggak apa-apa, ringkas juga tidak apa-apa, tapi lebih gampang ditangkap itu lebih jauh … apa namanya … lebih bagus, gitu ya.

Cukup, terima kasih.

27. KETUA: ANWAR USMAN

Baik, terima kasih, Yang Mulia. Jadi, sudah luar biasa ya, mendapatkan penjelasan. Jadi, pada intinya coba diformulasikan kembali, jadi titik fokusnya itu dielaborasi di mana letak kerugian konstitusional Pemohon dengan berlakunya Pasal ini ya, tidak kepada kerugian materil yang berkaitan dengan angka-angka tadi. Boleh juga itu

(27)

menjadi pintu masuk, tapi lebih berat ke kerugian konstitusional. Itu kan, akibat seperti yang disampaikan oleh Yang Mulia Prof. Aswanto.

Jadi, ya, kalian ini mendapat … apa ya … ilmu tambahan dari Para Yang Mulia ini, ya. Luar biasa ini memang, baru sekali tampil dengan … apa … tampil seperti ini sudah luar biasa, apalagi sudah lebih dari sekali.

Baik. Jadi, tadi beberapa catatan bisa dimasukkan dalam perbaikannya nanti ya, dan diberi kesempatan selama 14 hari. Jadi, paling lambat hari Selasa, 8 Maret 2016, pukul 10.00 WIB ya, perbaikan permohonan itu sudah masuk dan langsung diserahkan ke Kepaniteraan ya, tidak melalui sidang.

Ada hal-hal yang ingin disampaikan? Baik. Dengan demikian, sidang selesai dan ditutup.

Jakarta, 24 Februari 2016 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d

Rudy Heryanto

NIP. 19730601 200604 1 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 14.47 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Publikasi tersebut diberikan kepada BPS RI, BPS Se Provinsi Kalimantan Selatan dan instansi/dinas/badan Pemerintahan yang ada di Kabupaten Tanah Laut berupa soft

kursi pakai tangan, sandaran tinggi, sandaran dan dudukan beralas karet atau busa dibungkus imitalisir atau kain bludru warna coklat atau wam a lain yang

Berdasarkan lembar angket yang diberikan kepada MIS. MIS memberikan skor jarang pada permasalahan tentang belajar dia di luar sekolah. dan jika dilihat dari

Pada siklus I pertemuan ke 2 guru mulai mencoba menerapkan metode Tanya jawab pada siswa, dengan penggunaan metode Tanya jawab ini siswa terlihat sudah mulai

Tugas umum adalah tugas yang diberikan secara bertahap oleh Panitia OKK IM FKM UI 2018 selama rangkaian kegiatan magang OKK IM FKM UI 2018 untuk seluruh Peserta

Judul ini diambil dan diteliti karena dilatar belakanggi maraknya remaja sekarang yang kesulitan dan bahkan belum bisa membaca Al-Qur’an dengan baik. Jika dilihat dari

Tentunya identifikasi dan analisis risiko-risiko bahaya yang mungkin terjadi perlu dilakukan agar risiko-risiko bahaya terhadap aspek keselamatan yang mungkin

Dalam hal pelaksanaan audit atau tugas Iain yang memerlukan keahlian khusus, Internal Audit dapat menggunakan tenaga ahli dari luar Internal Audit baik dari