• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antenatal Care

2.1.1 Pengertian Antenatal Care

Pemeriksaan kehamilan atau antenatal care merupakan pemeriksaan ibu hamil baik fisik dan mental serta menyelamatkan ibu dan anak dalam kehamilan, persalinan dan masa nifas, sehingga keadaan mereka post partum sehat dan normal, tidak hanya fisik tetapi juga mental (Wiknjosastro, 2005). Kunjungan ANC adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan antenatal (Saifuddin dkk,. 2006)

2.1.2 Pelayanan Antenatal Care

Pelayanan antenatal care adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Pelayanan antenatal merupakan upaya untuk menjaga kesehatan ibu pada masa kehamilan, sekaligus upaya menurunkan angka kesakitan dan angka kematian ibu. Pelayanan antenatal sesuai standar meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboraturium atas indikasi, serta intervansi dasar dan khusus (Depkes RI, 2004).

2.1.3 Tujuan Pelayanan Antenatal Care

Menurut Dewi dan Sunarsih (2011), tujuan utama antenatal care adalah menurunkan/mencegah kesakitan, serta kematian maternal dan perinatal. Adapun tujuan khususnya adalah:

(2)

1. Memonitor kemajuan kehamilan guna memastikan kesehatan ibu dan perkembangan bayi yang normal.

2. Mengenali secara dini peyimpangan dari normal dan memberikan penatalaksanaan yang diperlukan.

3. Membina hubungan saling percaya antara ibu dan bidan dalam rangka mempersiapkan ibu dan keluarga secara fisik, emosional, serta logis untuk menghadapi kelahiran dan kemungkinan adanya komplikasi. Menurut Dewi dan Sunarsih (2011) dengan melakukan ANC, kehamilan dan persalinan akan berakhir dengan hal-hal sebagai berikut:

1. Ibu dalam kondisi selamat selama kehamilan, persalinan, dan nifas tanpa trauma fisik maupun mental yang merugikan.

2. Bayi dilahirkan sehat, baik fisik maupun mental.

3. Ibu sanggup merawat dan memberikan ASI kepada bayinya.

4. Suami istri telah ada kesiapan dan kesanggupan untuk mengikuti keluarga berencana setelah kelahiran bayinya.

2.1.4 Fungsi Antenatal Care

Menurut Fitrihanda (2012), fungsi antenatal adalah sebagai berikut :

a. Promosi kesehatan selama kehamilan melalui sarana dan aktifitas pendidikan.

b. Melakukan screning, identifikasi wanita dengan kehamilan risiko tinggi dan merujuk bila perlu.

c. Memantau kesehatan selama hamil dengan usaha mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.

(3)

Perilaku antenatal care penting untuk mengetahui dampak kesehatan bayi dan si ibu sendiri, sementara faktanya masih banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan kodrati, mereka merasa tidak perlu memeriksakan kehamilannya secara rutin ke Bidan atau tenaga kesehatan sehinga menyebabkan tidak terdeteksinya faktor resiko tinggi yang mungkin dialami oleh mereka (Maas, 2004).

2.1.5 Standar Pelayanan Antenatal Care

Dalam melakukan pemeriksaan antenatal, berdasarkan ketentuan Pedoman Pelayanan Antenatal Terpadu Kemenkes RI (2010) tenaga kesehatan harus memberikan pelayanan yang berkualitas sesuai standar yang terdiri dari:

1. Timbang berat badan dan tinggi badan

Penimbangan berat badan pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya gangguan pertumbuhan janin. Penambahan berat badan yang kurang dari 9 kilogram selama kehamilan atau kurang dari kilogram setiap bulannya menunjukkan adanya gangguan pertumbuhan janin. Pemeriksaan tinggi badan juga dilakukan saat pertama kali ibu melakuakn pemeriksaan. Tinggi badan ibu hamil sangat penting diketahui untuk menaksir ukuran panggul. Dari ukuran panggul ibu hamil tersebut dapat diketahui apakah persalinan dapat dilakukan secara normal atau tidak nantinya. Jika diketahui bahwa tinggi badan ibu dianggap terlalu pendek, dikhawatirkan memiliki panggul yang sempit sehingga kemungkinan proses persalinan tidak dapat dilakukan secara normal sehingga ibu hamil dapat

(4)

menyiapkan diri secara materi dan mental untuk menghadapi persalinan seksio sesaria nantinya.

2. Ukur lingkar lengan atas (LILA)

Pengukuran LiLA hanya dilakukan pada kontak pertama untuk skrining ibu hamil beresiko kurang energi kronis (KEK). Kurang energi kronis disini maksudnya ibu hamil yang mengalami kekurangan gizi dan telah berlangsung lama (beberapa bulan/tahun) dimana LiLA kurang dari 23,5 cm. Ibu hamil dengan KEK akan dapat melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR).

3. Ukuran tekanan darah

Pengukuran tekanan darah pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi adanya hipertensi (tekanan darah e” 140/90 mmHg) pada kehamilan dan preeklampsia (hipertensi disertai edema wajah dan atau tungkai bawah; dan atau prouteinuria).

4. Ukur tinggi fundus uteri

Pengukuran tinggi fundus pada setiap kali kunjungan antenatal dilakukan untuk mendeteksi pertumbuhan janin sesuai atau tidak dengan umur kehamilan. Jika tinggi fundus tidak sesuai dengan umur kehamilan, kemungkinan ada gangguan pertumbuhan janin. Standar pengukuran menggunakan pita pengukur setelah kehamilan 24 minggu.

5. Hitung denyut jantung janin (DJJ)

Penilaian DJJ dilakukan pada akhir semester I dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. DJJ lambat kurang dari 120/menit atau DJJ cepat dari 160/menit menunjukkan adanya gawat janin.

(5)

6. Tentukan presentasi janin

Menentukan presentasi janin dilakukan pada akhir semester II dan selanjutnya setiap kali kunjungan antenatal. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui letak janin. Jika, pada semester III bagian bawah janin bukan kepala, atau kepala janin belum masuk ke panggul berarti ada kelainan letak, panggul sempit atau masalah lain.

7. Beri imunisasi Tetanus Toxoid (TT)

Untuk mencegah terjadinya tetanus neonatorum, ibu hamil harus mendapat imunisasi TT. Pada saat kontak pertama, ibu hamil harus diskrining terlebih dahulu untuk mengetahui status imunisasi TT-nya. Pemberian imunisasi TT pada ibu hamil, disesuaikan dengan status imunisasi ibu saat ini.

8. Beri tablet tambah darah (tablet besi)

Untuk mencegah anemia zat gizi besi, setiap ibu hamil harus mendapatkan tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan diberikan sejak kontak pertama.

9. Periksa laboratorium (rutin dan khusus)

Pemeriksaan laboratorium dilakukan pada saat antenatal meliputi: a. Pemeriksaan golongan darah;

Pemeriksaan golongan darah pada ibu hamil tidak hanya untuk mengetahui jenis golongan darah ibu melainkan juga untuk diperlukan apabila terjadi situasi kegawatdaruratan.

(6)

b. Pemeriksaan kadar hemoglobin darah (Hb);

Pemeriksaan kadar hemoglobin darah ibu hamil dilakukan minimal sekali pada trimester pertama dan sekali pada trimester ketiga. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui ibu hamil tersebut menderita anemia atau tidak selama kehamilannya karena kondisi anemia dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang janin dalam kandungan.

c. Pemeriksaan protein dalam urin;

Pemeriksaan protein dalam urin pada ibu hamil dilakukan pada trimester keduan dan ketiga atas indikasi. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mengetahui adanya proteinuria pada ibu hamil. Proteinuria merupakan salah satu indikator terjadinya preeklampsia pada ibu hamil.

d. Pemeriksaan kadar gula darah;

Ibu hamil yang dicurigai menderita Diabetes Melitus harus dilakukan pemeriksaan gula darah selama kehamilannya minimal sekali pada trimester pertama, sekali pada trimester kedua, dan sekali pada trimester ketiga (terutama pada akhir trimester ketiga).

e. Pemeriksaan darah Malaria;

Semua ibu hamil di daerah endemis Malaria dilakukan pemeriksaan darah Malaria dalam rangka skrining pada kontak pertama. Ibu hamil di daerah non endemis dilakuakn pemeriksaan darah Malaria apabila ada indikasi.

(7)

f. Pemerikasaan tes Sifilis;

Pemeriksaan tes Sifilis dilakukan di daerah dengan risiko tinggi dan ibu hamil yang diduga Sifilis. Pemeriksaan Sifilis sebaiknya dilakukan sedini mungkin pada kehamilan.

g. Pemeriksaan HIV;

Pemeriksaan HIV terutama untuk daerah dengan risiko tinggi kasus HIV dan ibu hamil yang dicurigai menderita HIV. Ibu hamil setelah menjalani konseling diberi kesempatan untuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV.

h. Pemeriksaan BTA

Pemeriksaan BTA dilakuakn pada ibu hamil yang dicurigai menderita Tuberkulosis sebagai pencegahan agar infeksi Tuberkulosis tidak mempengaruhi kesehatan janin.

Selain pemeriksaan tersebut diatas, apabila diperlukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas rujukan.

10. Tatalaksana/penanganan kasus

Berdasarkan hasil pemeriksaan antenatal di atas dan hasil pemeriksaan laboratorium, setiap kelaianan yang ditemukan pada ibu hamil harus ditangani sesuai dengan standar dan kewenangan tenaga kesehatan. Kasus-kasus yang tidak dapat ditangani dirujuk sesuai dengan sistem rujukan. 11. KIE Efektif

(8)

a. Kesehatan ibu

Setia ibu hamil dianjurkan untuk memeriksakan kehamilannya secara rutin ke tenaga kesehatan dan menganjurkan ibu hamil agar beristirahat yang cukup selama kehamilannya (sekitar 9-10 jam per hari) dan tidak bekerja berat.

b. Perilaku hidup bersih dan sehat

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk menjaga kebersihan badan selam kehamilan misalnya mencuci tangan sebelum makan, mandi dua kali sehari dengan menggunakan sabun, menggosok gigi setelah sarapan dan sebelum tidur serta melakukan olahraga ringan.

c. Peran suami/keluarga dalam kehamilan dan prencanaan persalinan

Setiap ibu perlu mendapatkan dukungan dari keluarga terutama suami dalam kehamilannya. Suami, keluarga atau masyarakat perlu menyiapkan biaya persalinan, kebutuhan bayi, transportasi rujukan dan calon donor darah. Hal ini penting apabila tejadi komplikasi kehamilan, persalinan, dan nifas agar segera dibawa ke fasilitas kesehatan.

d. Tanda bahaya pada kehamilan, persalinan dan nifas serta kesiapan menghadapi komplikasi

Setiap ibu hamil diperkenalkan mengenai tanda-tanda bahaya baik selam akehamilan, persalinan, dan masa nifas misalnya perdarahan pada hamil muda maupun hamil tua, keluar cairan berbau pada jalan lahir saat nifas, dsb. Mengenai tanda-tanda bahaya ini penting agar ibu hamil segera mencari pertolongan ke tenaga kesehatan masyarakat.

(9)

e. Asupan gizi seimbang

Selama hamil, ibu dianjurkan untuk mendapatkan asupan makanan yang cukup dengan pola gizi seimbang karena hal ini penting untuk proses tumbuh kembang janin dan derajat kesehatan ibu. misalnya, ibu hamil disarankan minum tablet tambah darah secara rutin untuk mencegah anemia pada kehamilannya.

f. Gejala penyakit menular dan tidak menular

Setiap ibu hamil harus tahu mengenai gejala-gejala penyakit mennular (misalnya penyakit IMS, Tuberkulosis) dan penyakit tidak menular (misalnya hipertensi) karena dapat mempengaruhi pada kesehatan ibu dan janinnya.

g. Penawaran untuk melakukan konseling dan testing HIV di daerah tertentu (resiko tinggi).

Konseling HIV menjadi salah satu komponen standar dari pelayanan kesehatan ibu dan anak. Ibu hamil diberikan penjelasan tentang resiko penularan HIV dari ibu ke janinnya, dan kesempatan utnuk menetapkan sendiri keputusannya untuk menjalani tes HIV atau tidak. Apabila ibu hamil tersebut HIV positif maka dicegah agar tidak terjadi penularan HIV dari ibu ke janin, namun sebaliknya apabila ibu hamil tersebut HIV negatif maka diberikan bimbingan untuk tetap HIV negatif selama kehamilannya, menyusui dan seterusnya.

(10)

h. Inisiasi Menyusi Dini (IMD) dan pemberian ASI eksklusif

Setiap ibu hamil dianjurkan untuk memberikan ASI kepada bayinya segera setelah bayi lahir karena ASI mengandung zat kekebalan tubuh yang penting untuk kesehatan bayi. Pemberian ASI dilanjutkan sampai bayi berusia 6 bulan.

i. KB paska persalinan

Ibu hamil diberikan pengarahan tentang pentingnya ikut KB setelah persalinan untuk menjarangkan kehamilan agar ibu punya waktu merawat kesehatan diri sendiri, anak, dan keluarga.

j. Imunisasi

Setiap ibu hamil harus mendapatkan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) untuk mencegah bayi mengalami tetanus neonatorum.

k. Peningkatan kesehatan intelegensia pada kehamilan (Brain booster) Untuk dapat meningkatkan ontelegensia bayi yang akan dilahirkan, ibu hamil dianjurkan untuk memberikan stimulasi auditori dan pemenuhan nutrisi pengungkit otak (brain booster) secara bersamaan ada periode kehamilan.

2.1.6 Kunjungan Pelayanan Antenatal Care

Dewi dan Sunarsih (2011) menjabarkan tentang 4 kali kunjungan dalam pelayanan Antenatal sebagai berikut:

(11)

a. Kunjungan Pertama (K1)

Kunjungan pertama (K1) adalah kunjungan dilakukan sedini mungkin pada kehamilan trimester pertama yaitu sebelum minggu ke-14 dengan tujuan sebagai berikut:

1. Mendeteksi masalah yang dapat ditangani sebelum membahayakan jiwa;

2. Mencegah masalah, misal: tetanus neonatal, anemia, kebiasaan tradisional yang berbahaya;

3. Perencanaan persalinan; 4. Membangun saling percaya;

5. Memulai persiapan kelahiran dan kesiapan menghadapi komplikasi; 6. Mendorong perilaku sehat (nutrisi, kebersihan, olahraga, istirahat,

seks, dan sebagainya).

Standar pelayanan dalam kunjungan pertama meliputi pemeriksaan keadaan umum, suhu tubuh, tekanan darah, berat badan, lingkar lengan atas, skrining imunisasi Tetanus Toxoid, pemberian tablet Fe, pemeriksaan Hb, pemeriksaan golongan darah, pemeriksaan laboratorium lainnya atas indikasi serta KIE Efektif (Kemenkes RI, 2014).

b. Kunjungan Kedua (K2)

Kunjungan kedua (K2) adalah kunjungan yang dilakukan pada usia kehamilan antara minggu ke 14-28. Tujuan kunjungan ini sama seperti kunjungan pertama, ditambah dengan kewaspadaan khusus mengenai

(12)

hipertensi kehamilan dengan mendeteksi gejala preeklamsia, pantau tekanan darah, evaluasi edema, dan proteinuria.

Standar pelayanan meliputi pemeriksaan keadaan umum, suhu tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi fundus uteri, presentasi janin, denyut jantung janin, imunisasi Tetanus Toxoid, peberian tablet Fe serta pantauan tekanan darah untuk pengkajian adanya edema dan periksa urine untuk protein (Kemenkes RI, 2010).

c. Kunjungan Ketiga (K3)

Kunjungan ketiga (K3) adalah kunjungan minimal 3 kali pada sekitar minggu ke 28-36 dengan tujuan sama seperti pada kunjungan kedua yang ditambah dengan deteksi kejadian kehamilan ganda.

Standar pelayanan meliputi pemeriksaan keadaan umum, suhu tubuh, tekanan darah, berat badan, tinggi fundus uteri, presentasi janin, denyut jantung janin, pemberian tablet Fe serta KIE Efektif (Kemenkes RI, 2010). d. Kunjungan Keempat (K4)

Kunjungan keempat adalah minimal dilakukan 4 kali kunjungan pada usia kehamilan antara minggu ke 36-38. Tujuan dilakukannya K4 sama seperti kunjungan ketiga ditambah deteksi dini resiko kelainan letak atau kondisi yang memerlukan kelahiran di Rumah Sakit.

Standar pelayanan yang yang dilakukan meliputi pemeriksaan keadaan umum, berat badan, tekanan darah, tinggi fundus uteri, presentasi janin, hitung denyut jantung janin, pemberian tablet Fe, pemeriksaan laboratorium

(13)

berupa pemeriksaan kadar Hb kembali serta pelaksanaan KIE Efektif (Kemenkes RI, 2010).

2.1.7 Cakupan Pelayanan Antenatal Care

Cakupan Pelayanan antenatal care adalah persentase ibu hamil yang telah mendapat pemeriksaan kehamilan oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah kerja. Cakupan pelayanan antenatal (K1) adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Sedangkan cakupan K4 adalah jumlah ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan antenatal sesuai dengan standar paling sedikit empat kali sesuai jadwal yang dianjurkan di tiap trimester dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil di satu wilayah kerja pada kurun waktu satu tahun. Indikator tersebut memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya ke tenaga kesehatan (Kemenkes, 2016).

2.1.8 Kebijakan Pelayanan Ante Natal Care 1. Kebijakan Program

Kebijakan Departemen Kesehatan dalam upaya mempercepat penurunan AKI dan AKB pada dasarnya mengacu kepada intervensi strategis “Empat Pilar Safe Motherhood” yaitu meliputi : Keluarga Berencana, Antenatal Care, Persalinan Bersih dan Aman, dan Pelayanan Obstetri Essensial.

(14)

Pendekatan pelayanan obstetri dan neonatal kepada setiap ibu hamil ini sesuai dengan pendekatan Making Pregnancy Safer (MPS), yang mempunyai 3 (tiga) pesan kunci yaitu :

i. Setiap persalinan di tolong oleh tenaga kesehatan terlatih.

ii. Setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat. iii. Setiap perempuan dalam usia subur mempunyai akses pencegahan dan penatalaksanaan kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganannya komplikasi keguguran (Depkes,2001).

Kebijakan program pelayanan antenatal menetapkan frekuensi kunjungan antenatal sebaiknya minimal 4 (empat) kali selama kehamilan, dengan ketentuan sebagai berikut :

1) Minimal satu kali pada trimester pertama (K1). 2) Minimal satu kali pada trimester kedua (K2).

3) Minimal dua kali pada trimester ketiga (K3 dan K4)(Depkes, 2009). 2. Kebijakan teknis

Pelayanan/asuhan antenatal ini hanya dapat di berikan oleh tenaga kesehatan profesional dan tidak dapat di berikan oleh dukun bayi. Untuk itu perlu kebijakan teknis untuk ibu hamil seara keseluruhan yang bertujuan untuk mengurangi resiko dan komplikasi kehamilan secara dini. Kebijakan teknis itu dapat meliputi komponen-komponen sebagai berikut:

1) Mengupayakan kehamilan yang sehat

2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila diperlukan.

(15)

3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman

4) Perencanaan antisipstif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika terjadi komplikasi.

Beberapa kebijakan teknis pelayanan antenatal rutin yang selama ini dilaksanakan dalam rangka peningkatan cakupan pelayanan antara lain meliputi :

1) Deteksi dini ibu hamil melalui kegiatan P4K dengan stiker dan buku KIA, dengan melibatkan kader dan perangkar desa serta kegiatan kelompok Kelas Ibu Hamil.

2) Peningkatan kemampuan penjaringan ibu hamil melalui kegiatan kemitraan Bidan dan Dukun.

3) Peningkatan akses ke pelayanan dengan kunjungan rumah.

4) Peningkatan akses pelayanan persalinan dengan rumah tunggu (Depkes, 2009)

2.2 Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mencari faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku kesehatan dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Cukup banyak model-model penggunaan pelayanan kesehatan yang dikembangkan, seperti model kependudukan, model sumber daya masyarakat, model organisasi dan lain-lain sesuai dengan variabel-variabel yang digunakan dalam masing-masing model. Proses penggunaan atau pemanfaatan sarana kesehatan oleh masyarakat atau konsumen, dijelaskan oleh Anderson (1974) dalam Notoadmojo (2012) sebagai berikut :

(16)

1. Karakteristik Predisposisi (Predisposing Characteristics)

Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan kecendrungan untuk menggunakan pelayanan kesehatan yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri individu, yang digolongkan ke dalam 3 kelompok.

a. Ciri-ciri demografi, seperti jenis kelamin dan umur.

b. Struktur sosial, seperti tingkat pendidikan, pekerjaan, kesukuan atau ras, dan sebagainya.

c. Manfaat-manfaat kesehatan, seperti keyakinan bahwa pelayanan kesehatan dapat menolong proses penyembuhan penyakit. Berdasarkan pernyataan diatas Anderson percaya bahwa:

- Setiap individu atau orang mempunyai perbedaan karakteristik, mempunyai perbedaan tipe dan frekuensi penyakit, dan mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

- Setiap individu mempunyai perbedaan struktur sosial, mempunyai perbedaan gaya hidup, dan akhirnya mempunyai perbedaan pola penggunaan pelayanan kesehatan.

- Individu percaya adanya kemajuan dalam penggunaan pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik Pendukung (Enabling Characteristics)

Karakteristik menunjukkan bahwa kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan. Dalam komponen ini termasuk faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku pencarian :

(17)

a. Sumber keluarga (pendapatan/penghasilan, kemampuan membayar pelayanan, keikutsertaan dalam asuransi, dukungan suami, informasi pelayanan kesehatan yang dibutuhkan).

b. Sumber daya masyarakat (suatu pelayanan, lokasi/jarak, transportasi dan sebagainya).

3. Karakteristik Kebutuhan (Need Characteristics)

Faktor predisposisi dan faktor yang memungkinkan untuk mencari pengobatan akan terwujud di dalam tindakan apabila itu dirasakansebagai kebutuhan. Dengan kata lain kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan pendukung itu ada. Kebutuhan (need) disini dibagi menjadi 2 kategori, dirasa atau perceived (subject assessment) dan evaluated (clinical diagnosis).

2.3 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan 2.3.3 Faktor Pemudah (Predisposing)

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan itu terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2012).

(18)

Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan yang tercakup dalam domain mempunyai 6 tingkatan, yaitu :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan suatu materi atau objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih di dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru dengan kata lain suatu kemampuan untuk menyusun suatu formula baru dan formulasi-formulasi yang ada.

(19)

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.

b. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan kondisi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Dalam kehidupan sehari-hari adalah tindakan atau aktivitas, akan tetapi predisposing tindakan atau perilaku. Sikap masih merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka tingkah laku yang terbuka (Notoatmodjo, 2012)

Dalam Notoatmodjo (2012) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 pokok komponen yaitu:

(a) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek. (b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek (c) Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave)

Pengetahuan dan sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pertanyaan responden terhadap suatu objek. Secara langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyataan hipotesis, kemudian dinyatakan pendapat respoden.

c. Pendidikan

(20)

Pendidikan memengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang tentang sesuatu obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan aspek ngatif. Kedua aspek inilah yang akhirnya akan menentukan sikap seseorang terhadap obyek tertentu. Semakin banyak aspek positif dari obyek yang diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap obyek tersebut (Notoatmodjo, 2012).

Menurut Suparlan (2006), pendidikan dalam arti luas yaitu segala kegiatan pembelajaran yang berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan. Pendidikan dalam arti sempit yaitu seluruh kegiatan belajar yang direncanakan, dengan materi terorganisasi, dilaksanakan secara terjadwal dalam sistem pengawasan, dan diberikan evaluasi berdasarkan pada tuuan yang telah ditentukan. Wanita yang berpendidikan akan lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan perubahan untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang proposional karena manfaat pelayanan kesehatan akan mereka sadari sepenuhnya. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu pendidikan dasar (SD/MI/Paket A dan SLTP/MTs/Paket B), pendidikan menengah (SMU, SMK), dan pendidikan tinggi yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.

(21)

Faktor pendidikan memegang peranan sangat penting dalam menghadapi segala permasalahan yang terjadi, terutama masalah kesehatan ibu tentang kehamilan. Rendahnya pengetahuan seseorang tentang pendidikan kesehatan akan mempengaruhi rendahnya kunjungan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya.

Menurut Notoadmojo (2011), orang dengan pendidikan formal yang tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih tinggi dibanding orang dengan tingkat pendidikan formal yang rendah, karena akan mampu dan mudah memahami arti pentingnya kesehatan serta pemanfaatan pelayanan kesehatan.

d. Paritas

Paritas adalah keadaan seorang ibu yang melahirkan janin lebih dari satu orang. Ibu yang baru pertama kali hamil merupakan hal yang sangat baru sehingga termotivasi dalam memeriksakan kehamilannya ketenaga kesehatan. Sebaliknya ibu yang sudah pernah melahirkan lebih dari satu orang mempunyai anggapan bahwa ia sudah berpengalaman sehingga tidak termotivasi untuk memeriksakan kehamilannya (Wiknjosastro, 2005).

Mempunyai anak lebih dari 4 orang akan meningkatkan risiko terhadap ibu dan bayinya. Lebih-lebih kalau jarak antara kehamilan kurang 2 tahun, maka ibu akan lemah akibat dari seringnya hamil, melahirkan dan menyusui. Sehingga sering mengakibatkan berbagai masalah seperti ibu yang menderita anemia, kurang gizi, dan bahkan sering terjadi pendarahan setelah melahirkan yang membahayakan nyawa ibu. Risiko melahirkan bayi cacat dan Berat Badan Lahir

(22)

Rendah (BBLR) juga meningkat setelah 4 kali kehamilan dan setelah usia ibu 35 tahun.

e. Pekerjaan

Pekerjaan adalah aktivits yang dilakukan sehari-hari. Pekerjaan memiliki peranan penting dalam menentukan kualitas manusia. Pekerjaan membatasi kesenjangan antara informasi kesehatan dan praktek yang memotivasi seseorang untuk memperoleh informasi dan berbuat sesuatu untuk menghindari masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2012).

Bagi pekerja wanita mereka adalah ibu rumah tangga yang sulit lepas begitu saja dari lingkungan keluarga. Wanita mempunyai beban dan hambatan lebih berat dibandingkan rekan prianya. Dalam arti wanita harus lebih dahulu mengatasi urusan keluarga, suami, anak dan hal-hal yang menyangkut urusan rumah tangganya. Pekerjaan ibu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kunjungan pelayanan antenatal. Ibu yang bekerja mempunyai kesibukan yang banyak sehingga tidak mempunyai waktu untuk memeriksakan kehamilan. Akan tetapi, pekerjaan tersebut memberikan akses yang lebih baik terhadap berbagai informasi termasuk kesehatan (Anoraga, 1998).

f. Pendapatan

Pendapatan atau pengahasilan seseorang tidak dapat diukur sepenuhnya dari pekerjaannya. Bila dihubungkan dengan pemeriksaan kehamilan. Orang dengan penghasilan lebih tinggi akan lebih mudah mengerti dan mau untuk mengkuti program pemeriksaan kehamilan dan selalu peduli tentang kesehatan anaknya. Sebaliknya orang dengan penghasilan rendah sulit untuk diberi

(23)

informasi tentang pentingnya melakukan pemeriksaan kehamilan, pemberian ASI Eksklusif, karena mereka merasa dan menganggap itu tidak penting.

2.3.4 Faktor Pendukung (Enabling) a. Dukungan Keluarga/Suami

Faktor pendukung dalam pemanfaatan pemayanan antenatal care selain dari petugas puskesmas adalah dukungan suami dan keluarga. Dukungan suami dan keluarga merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam perilaku ibu hamil. Contohnya suami/keluarga perlu memberikan penjelasan dan mengajarkan pada ibu untuk memeriksa kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan.

Menurut Sarwono (2003), dukungan keluarga adalah bantuan yang bermanfaat secara emosional dan memberikan pengaruh positif yang berupa informasi, bantuan instrumental, emosi, maupun penilaian yang diberikan oleh anggota keluarga yang terdiri dari suami, orangtua, mertua maupun saudara lainnya.dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam kehidupan.

b. Dukungan Petugas Kesehatan

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam kesehatan serta memiliki pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan memiliki peranan penting untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat

(24)

agar masyarakat mampu meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat sehingga akan terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Selain fasilitas yang harus tersedia agar masyarakat dapat memanfaatkan pelayanan antenatal maka harus di perhatikan juga tenaga kesehatannya atau sumber daya manusianya (SDM). Kinerja yang dihasilkan oleh seseorang tenaga kesehatan sangat memengaruhi kualitas dari pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Kinerja yaitu hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang di berikannya (Intan, 2012)

2.3.5 Faktor Kebutuhan (Need Factors)

Faktor kebutuhan adalah kondisi individu yang mencakup keluhan sakit. Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk menggunakan pelayanan kesehatan bila faktor predisposisi dan pendukungnya ada.

a. Kondisi Ibu

Menurut Hutahean 2013, selama masa kehamilan seorang ibu hamil mengalami perubahan yang berbeda-beda setiap bulannya. Kondisi ibu hamil harus dipahami, agar ibu tahu bagaimana keadaan (keluhan) normal atau tidak. Keluhan normal yang tidak membahayakan bagi kehamilan seperti perubahan bentuk tubuh. Keluhan atau keadaan yang membahayakan seperti perdarahan baik sedikit atau banyak, pembengkaan pada kaki yang tidak hilang setelah istirahat rebahan yang disertai nyeri kepala, mual dan nyeri ulu hati keluar cairan ketuban sebelum kehamilan cukup umur, janin tidak bergerak atau jarang dalam sehari semalam dan berat badan tidak bertambah bahkan turun.

(25)

2.4 Landasan Teori

Menurut Andersen R (1974) dalam Notoatmodjo 2012, mengembangkan model sistem kesehatan (Health belief model) yang berupa model kepercayaan kesehatan dipengaruhi oleh faktor predisposisi (Predisposing factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor kebutuhan (need factors). Faktor-faktor tersebut digambarkan sebagai berikut :

1. Faktor predisposisi adalah menggambarkan kecenderungan individu yang berbeda-beda dalam menggunakan pelayanan kesehatan, yaitu pengetahun, sikap dan kepercayaan terhadap kesehatan. Faktor predisposisi berkaitan dengan karateristik individu yang mencakup pendidikan, sikap, paritas, pekerjaan dan pendapatan.

2. Faktor pemungkin adalah menunjukkan kemampuan individu untuk menggunakan pelayanan kesehatan, yang mencakup dukungan suami/keluarga dan dukungan petugas kesehatan.

3. Faktor kebutuhan adalah kondisi ibu. Hal ini dapat dilihat kondisi ibu selama kehamilan.

(26)

2.5 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep dalam penelitian ini variabel independennya terdiri dari faktor pemudah (pendidikan, pengetahuan, sikap, paritas, pekerjaan dan pendapatan), faktor pemungkin (dukungan suami/keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dan faktor kebutuhan (kondisi ibu) dan variabel dependen (pemanfaatan pelayanan antenatal yaitu jumlah kunjungan ibu hamil minimal 4 kali selama kehamilan sesuai dengan standar minimal kunjungan antenatal care

Faktor Pemudah - Pendidikan - Pengetahuan - Sikap - Pekerjaan - Pendapatan - Paritas Faktor Pemungkin - Dukungan suami/ keluarga - Dukungan petugas kesehatan Pemanfaatan Pelayanan Antenatal Care Faktor Kebutuhan - Kondisi Ibu

(27)

yakni pada trimester I minimal 1 kali, trimester II minimal 1 kali dan timester III minimal 2 kali.

2.6 Hipotesis Penelitian

Dari gambar kerangka konsep diatas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah ada pengaruh faktor pemudah (pendidikan, pengetahuan, sikap, paritas, pekerjaan dan pendapatan), faktor pemungkin (dukungan suami/keluarga dan dukungan petugas kesehatan) dan faktor kebutuhan (kondisi ibu) terhadap ibu hamil dalam pemanfaatan pelayanan antenatal care di wilayah kerja Puskesmas Marbau Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu Utara tahun 2017.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Produksi Ig Y sebagai sumber antibodi terhadap antigen tertentu memiliki beberapa keuntungan yaitu: a) biaya pemeliharaan ayam relatif lebih murah, b) kandungan Ig Y tinggi

Melalui identi- fikasi awal hambatan melaluipembelajaran bersama dengan guru PAUD Gugus 11 Arjowinangun untuk menemukenali faktor kegagalan pemahaman pada K13 PAUD dari

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Berdasarkan sensus 2018 diketahui bahwa dari 507 satuan pendidik semua gurunya sebagian besar sudah memenuhi kualifikasi akademik S1 ataupun DIV dan hanya

Pada bagian tubuh manakah saudara merasakan keluhan nyeri/panas/kejang/mati4. rasa/bengkak/kaku/pegal?.. 24 Pergelangan

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Tanaman yang berada pada kategori tinggi umumnya memiliki luas daun yang kecil juga namun permukaan daun tanaman tersebut tidak rata dan terdapat bulu daun sehingga logam

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman