BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah suatu usaha yang bertujuan untuk
mengembangkan seluruh potensi yang ada didalam diri seseorang
berdasarkan dengan nilai-nilai dan kebudayaan yang ada dalam masyarakat.
Sesuai dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
bab 1 pasal (1) yang menyebutkan bahwa:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”.1
Monks berpendapat bahwa siswa sekolah menengah termasuk
dalam masa remaja madya yang berusia sekitar 15 sampai 18 tahun.
Monks, dkk., mengatakan bahwa:
“batasan usia remaja adalah antara usia 12 tahun hingga usia 21 tahun. Monks membagi masa remaja menjadi tiga fase, yaitu:
1. Fase remaja awal dalam rentang usia 12–15 tahun, 2. Fase remaja madya dalam rentang usia 15–18 tahun,
1Undang-Undang Sisdiknas UU RI Nomor 20 Tahun 2003 dan Undang-Undang Guru dan Dosen UU RI Nomor 14 Tahun 2005
3. Fase remaja akhir dalam rentang usia 18–21 tahun.”2
Dalam aspek perkembangan afektif, kognitif dan moral Peserta didik
Sekolah Menengah Atas (SMA) telah mengalami perkembangan. Hal itu
diharapkan mampu mendukung penyelesaian tugas-tugasnya. Pernyataan itu
menerangkan bahwa peserta didik SMA dianggap telah dapat bertanggung
jawab dalam meyelesaikan beragam tugas termasuk tugas akademik. Namun
pada kenyataannya masih ada peserta didik SMA yang mengalami masalah
saat menjalankan tugas-tugasnya.
Sering kali permasalahan di sekolah tidak dapat dihindari oleh
peserta didik walaupun dengan pengajaran yang baik. Dikarenakan
banyaknya sumber-sumber permasalahan siswa disebabkan oleh hal-hal lain
di luar sekolah. Tingkah laku siswa yang tidak dapat mengatur waktu untuk
melakukan aktifitas belajar sesuai apa yang diharapkan atau belajar sesuai
kehendak sendiri tanpa aturan tidak boleh dibiarkan begitu saja. Apabila hal
itu dibiarkan, maka usaha belajar siswa tersebut tidak dapat berlangsung
dengan efektif. Terutama masalah kehidupan sekarang ini semakin rumit,
termasuk didalamnya masalah membagi waktu. Semuanya akan menjadi
kacau jika pengaturan waktu tidak dilakukan secara disiplin. Begitupun juga
kedisiplinan siswa perlakuan guru bimbingan dan konseling diperlukan untuk
mendampingi mereka dalam menjalankan aktifitas belajar ataupun aktifitas
lain dalam kehidupan sehari-hari.
Bimbingan Konseling merupakan salah satu komponen
penyelenggaraan pendidikan di sekolah yang keberadaannya sangat
dibutuhkan, sesuai dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan
Konseling Pada Pendidikan Dasar Dan Pendidikan Menengah pasal 3 yaitu
Layanan Bimbingan dan Konseling memiliki tujuan membantu Konseli
mencapai perkembangan optimal dan kemandirian secara utuh dalam aspek
pribadi, belajar, sosial, dan karir.3 Maka dapat disimpulkan bahwa, peran guru
BK atau Konselor di Sekolah Menengah sangatlah penting untuk membina,
mengembangkan, meningkatkan diri konseli seoptimal mungkin agar dapat
mencapai tujuan hidupnya dengan baik dan menyelesaikan masalah yang
dihadapi oleh konseli.
Masalah yang marak terjadi dilingkungan pelajar sekarang ini adalah
sebagian waktunya banyak digunakan untuk hiburan atau kegiatan yang
menyenangkan dibandingkan dengan kegiatan belajar yang dianggap
membosankan. Hal ini dapat dilihat dari kebiasaan pelajar yang suka selfie
lalu dibagikan ke akun sosial media mereka, berselancar di dunia maya,
begadang, menonton televisi berjam-jam, jalan-jalan di mall atau plaza,
menonton konser, pacaran, kecanduan game online dan suka menunda-nunda
pekerjaan.4
Ketika seorang pelajar tidak dapat memanfaatkan waktu dengan
baik, sering mengulur waktu dengan melakukan kegiatan yang tidak
bermanfaat sehingga waktu terbuang dengan sia-sia. Tugas terbengkalai dan
penyelesaian tugas tidak maksimal berpotensi mengakibatkan kegagalan atau
terhambatnya seorang siswa meraih kesuksesan. Kegagalan atau kesuksesan
individu sebenarnya bukan karena faktor intelegensi semata namun kebiasaan
melakukan penundaan dalam terutama penyelesaian tugas akademik yang
dikenal dengan istilah prokrastinasi akademik.
Seseorang yang tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik adalah
orang-orang yang merugi sebagaimana Allah telah berfirman dalam
QS.Al-Ashr: 1-3, sebagai berikut:
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian
3. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran
Berdasarkan Ayat tersebut dapat dipahami bahwa manusia itu
sesungguhnya dalam kerugian. Sangatlah disayangkan karena masih banyak
yang tidak menyadari kerugian tersebut, sehingga Allah SWT meyakinkan
manusia bahwa mereka sungguh-sungguh berada di dalam kerugian. Yang
dimaksud kerugian disini adalah tidak dapat menggunakan waktu dengan
sebaik-baiknya sesuai dengan ajaran-ajaran dan petunjuk Islam yang telah
dianjurkan dan diperintahlan dalam Al-Qu’ran dan Hadits selama hidup di
dunia ini untuk mendapat Ridha Allah SWT.
Allah juga berfirman manusia janganlah sombong ketika akan mengerjakan
sesuatu yang berkaitan dengan waktu. Hal ini, tertuai dalam Q.S. Al-Kahfi:
23-24, sebagai berikut:
Artinya :
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, “Sesungguhnya
aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut), ‘Insya
Allah’.” Dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa, dan katakanlah,
“Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih
dekat kebenarannya daripada ini.”
Allah Swt. memberi petunjuk kepada Rasul-Nya tentang ketika bila hendak
mengerjakan sesuatu yang telah ditekadkannya di masa mendatang,
mengetahui hal yang gaib, Yang mengetahui apa yang telah terjadi dan apa
yang akan terjadi, dan yang mengetahui apa yang tidak akan terjadi,
seandainya terjadi bagaimana akibatnya.
Salah satu perilaku tidak dapat memanfaatkan waktu dengan baik
yaitu, menunda – nunda pekerjaan. Dalam kajian psikologi, fenomena ini
disebut prokrastinasi. Orang yang melakukan penundaan disebut
prokrastinator.
Brown dan Holzman menyebutkan bahwa prokrastinasi adalah suatu
kecenderungan untuk menunda-nunda dan menyelesaikan suatu tugas atau
pekerjaan.5 Solomon dan Rothblum mengatakan “Procrastination, the act of
needlessly delaying tasks to the point of experiencing subjective discomfort,
is an all-too-familiar problem” yang artinya Suatu penundaaan dikatakan
sebagai prokrastinasi, apabila penundaan itu dilakukan pada tugas yang
penting, dilakukan berulang-ulang secara sengaja dan menimbulkan perasaan
tidak nyaman, secara subjektif dirasakan oleh seorang prokrastinator.6
Diterangkan juga oleh Spillane bahwa prokrastinasi merupakan
kecenderungan untuk menunda-nunda pekerjaan atau tugas bagi setiap orang.
Kecenderungan ini bisa tanpa alasan, bisa juga dengan niat baik namun tidak
terwujud. Kecenderungan prokrastinasi menjadi salah satu sumber stres, rasa
5Ghufron, M.N & Risnawita, R.S. Teori-Teori Psikologi, Cetakan III. (Yogyakarta: ArRuzz Media, 2010). h. 151
bersalah, dikejar-kejar pekerjaan atau tugas pada saat-saat terakhir yang
sudah ditentukan dan rusaknya kerjasama.7
Lebih lanjut, Milgram pengertian prokrastinasi mengandung beberapa
unsur berikut :
“1) serangkaian perilaku menunda-nunda; 2) berakibat rendahnya mutu produk perilaku tersebut; 3) menyangkut tugas yang oleh prokrastinator dianggap penting untuk dilakukan dan 4) berakhir pada keadaan emosional yang tidak karuan”.8
Jadi, dapat ditarik kesimpulan prokrastinasi akademik adalah perilaku
menunda-nunda pekerjaan atau tugas yang harusnya diselesaikan untuk
melakukan pekerjaan atau kegiatan lain yang dianggap menyenangkan yang
tidak berkaitan dengan tugas yang harus dikerjakan.
Menurut Ferrari dalam Jurnal Surijah dan Tjundjing aspek-aspek
pada prokrastinasi akademik terdiri dari 4 hal, yaitu :
“(a) Perceived time yang merupakan kecenderungan seorang prokrastinator salah satunya gagal menepati deadline; (b) Intention-action gap yaitu ncelah antara keinginan dan perilaku; (c) Emotional distress yaitu salah satu aspek yang tampak dari perasaan cemas saat melakukan prokrastinasi; (d) Perceived ability yang merupakan keyakinan terhadap kemampuan diri pada seseorang. Keragu-raguan seseorang terhadap kemampuan diri akan menyebabkan seseorang melakukan prokrastinasi.”9
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ferrari, para penunda atau
prokrastinator dilaporkan merasa cemas, tertekan dan stres ketika
7Spillane, J, James, “Time Management; Pedoman Praktis Pengelolaan Waktu” (Yogyakarta: Kanisiu, 2003), h. 99
8Gunarya, A, “Teknik Menangani Prokrastinasi” (Modul SS-06. Basic Study Skills UNHAS, Makassar, 2011), h. 1
mengerjakan tugas dengan batasan waktu tertentu. Oleh karena itu, diusulkan
bahwa untuk menghindari perasaan negatif seperti itu, para penunda biasanya
mencoba untuk menghindari memulai tugas yang seharusnya dikerjakan
untuk mengerjakan hal-hal lain.10
Dari pernyataan tersebut diatas dapat dilihat bahwa masalah
prokrastinasi memang sering ditemui dalam kehidupan sehari-hari termasuk
dalam lingkup akademik khususnya pada Sekolah Menengah Atas , hal ini
jika dibiarkan terus menerus dapat membuat kualitas kehidupan seseorang
atau pelajar menjadi rendah.
Ferarri et al menyatakan Prokrastinasi akademik adalah sebuah
masalah umum yang dialami siswa. Sebagian besar siswa menunda pada
beberapa tugas akademik hingga taraf tertentu, dan sekitar seperempat siswa
melaporkan bahwa mereka sering menunda ke tingkat yang menyebabkan
mereka menjadi stress dan / atau turunnya prestasi akademik.11
Penundaan saat mengerjakan tugas- tugas akademik atau yang
biasa disebut dengan prokrastinasi akademik pada siswa SMA menjadi hal
yang seharusnya dihindari dan patut diwaspadai oleh seluruh siswa, karena
dapat memberikan efek negatif pada penurunan prestasi akademiknya. Untuk
mengurangi dampak tersebut, perlu adanya kontrol diri dalam belajar yang
10 B. Uzun Ozer et al, “Dynamic interplay of depression, perfectionism and self-regulation onprocrastination”, British Journal of Guidance & Counselling, 2014, h. 310.
dapat menunjang dalam pencapaian tujuan belajarnya dengan cara mengatur
dan mengendalikan sistem belajar yang dikenal dengan self-regulated
learning. Regulasi diri dapat membantu siswa untuk menghindari penundaan
akademik tersebut dengan melakukan pengaturan diri.
Self –regulation pertama kali dikemukakan oleh Bandura dari teori
belajar social dalam tingkah laku. Menurut Bandura, “self–regulation adalah
kemampuan manusia sebagai pribadi yang dapat mengatur diri sendiri,
mempengaruhi tingkah laku dengan mengatur lingkungan, menciptakan
dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri”.
Istilah self – regulation yang digunakan dalam belajar dikenal
sebagai self-regulated learning. Self regulated learning terdiri dari kata self
regulated dan learning. Self regulated berarti terkelola, tersusun atau teratur,
sedangkan learning adalah belajar.12
Menurut Zimmerman, Self-regulated learning memiliki tiga aspek
penting yang akan menentukan tinggi rendahnya tingkat self-reguled
learning. Pertama yaitu aspek kognisi dimana upaya individu merencanakan,
menetapkan tujuan, mengatur, memonitor diri, dan mengevaluasi diri. Kedua
yaitu aspek motivasi dimana individu merasakan efikasi diri yang tinggi,
atribusi diri dan berminat pada tugas intrinsik. Ketiga yaitu aspek perilaku
dimana upaya individu untuk memilih, menstruktur, dan menciptakan
lingkungan yang mengoptimalkan belajar. Apabila siswa mampu dan
memiliki ketiga aspek tersebut, maka ia akan memiliki tingkat self-regulated
learning yang tinggi sehingga dapat menghindari prokrastinasi.13
Jadi dapat disimpulkan bahwa self-regulated learning adalah
mengatur diri atau pengelolaan atau pengaturan diri dalam belajar yang yang
melibatkan kognisi, motivasi, dan perilaku dalam proses belajar dan untuk
mencapai tujuan belajar yang diinginkan.
Penelitian yang dilakukan oleh Handy Susanto, menyebutkan
bahwa self-regulated learning mempengaruhi seseorang dalam
menyelesaikan proses pendidikannya. Kemampuan regulasi diri dalam belajar
meliputi kemampuan individu dalam mengikuti proses kegiatan belajar
mengajar dan kemampuan untuk membagi waktu antara belajar dan kegiatan
lain. Selain itu termasuk pula kemampuan untuk mempersiapkan diri dalam
menghadapi ujian. Oleh karena itu, apabila kemampuan self-regulated
learning dalam diri tidak berkembang dengan optimal maka tujuan yang ingin
dicapai tidak dapat dicapai dengan optimal. Begitu juga sebaliknya, apabila
self-regulated learning dapat berkembang dengan optimal maka tujuan
pendidikan dapat dicapai dengan optimal.14
13Zimmerman, B. J. “ A Social Cognitive View of Self Regulated Academic Learning”. Journal of Educational Psychology.3. 1989 h. 4-5
Masril mengungkapkan fenomena-fenomena seperti mengerjakan
tugas tidak tepat waktu dan terlambat dalam kegiatan akademik dapat
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor yang berasal dari dalam
diri diasumsikan terkait rendahnya kemampuan regulasi-diri siswa. Lebih
lanjut, Masril mengungkapkan regulasi diri dan self awarenes sebagai fungsi
eksekutif dari cara kerja otak manusia. Itu menunjukkan bahwa kemampuan
regulasi diri merupakan faktor kunci dari sejumlah variabel non-IQ yang
mempengaruhi keberhasilan setiap orang.15
Dari permasalahan tersebut maka perlu adanya suatu tindakan dari
guru BK, salah satunya yaitu dengan memberikan layanan bimbingan
belajar. Layanan bimbingan belajar sebagaimana diungkapkan oleh Abu
Ahmadi dan Ahmad Rohani bahwa “Bimbingan belajar merupakan
seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat membuat pilihan,
mengadakan penyesuaian, dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dan
pengajaran atau belajar yang dihadapinya”. Artinya, bimbingan belajar adalah
upaya guru pembimbing membantu siswa dalam mengatasi berbagai
permasalahan belajar saat proses belajar mengajar berlangsung.16
Dewa Ketut Sukardi mengemukakan bahwa “Layanan bimbingan
belajar adalah layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta
didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar
15Masril.Konseling Regulasi-Diri Berbasis Teori Pilihan.Prosiding, Seminar dan Workshop Internasional. Bandung: UPI. 2011
yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan
belajarnya,serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya, sesuai
dengan perkembangan ilmu, teknologi, dan kesenian.17 Pendapat Dewa Ketut
Sukardi tersebut menjelaskan bahwa layanan bimbingan belajar diarahkan
untuk membantu siswa dalam menghadapi dan memecahkan masalah belajar
yang dihadapi.
Berdasarkan beberapa definisi layanan bimbingan belajar tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan belajar adalah upaya bantuan yang
diberikan oleh guru pembimbing/guru BK kepada siswa yang berkaitan
dengan kegiatan belajar termasuk dalam mengatasi kesulitan belajar sehingga
tercapai keberhasilan belajar yang optimal. Layanan ini sangat bermanfaat
bagi peserta didik, untuk itu peran guru BK sangat dibutuhkan oleh peserta
didik dalam membantunya memahami tentang bagaimana mengatur
Self-regulated learning yang baik sehingga terhindar dari prokrastinasi akademik.
Dalam penelitian ini, peneliti memilih SMA Negeri 1 Bandar
Lampung untuk dijadikan tempat penelitian. Alasannya karena berdasarkan
dari hasil pengamatan dan observasi saat melakukan Praktik Pengalaman
Lapangan (PPL) di sekolah ini, masalah yang banyak terjadi di sekolah ini
yaitu masalah yang berkaitan dengan prokrastinasi akademik dan
self-regulated learning. Contoh kasus yang berkaitan dengan prokrastinasi yaitu
pada saat disuruh mengumpulkan pekerjaan rumah yang telah diberikan
seminggu sebelumnya dari satu kelas masih banyak siswa yang tidak
mengumpulkan tugas tersebut, berbagai macam alasan diberikan oleh siswa
kepada guru untuk terhindar dari hukuman.
Untuk data lanjutan penelitian awal yang lebih mendalam, peneliti
mengunjungi kembali SMA Negeri 1 Bandar Lampung pada tanggal 5 Maret
2018 untuk melakukan penyebaran angket survey prokrastinasi dan
self-regulated learning. Peyebaran angket dilakukan keseluruh kelas XI yang
berjumlah 8 kelas. Hasil angket disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Tabel 1
Permasalahan Prilaku Self-Regulated Learning Peserta Didik kelas XI di SMA Negeri 1 Bandar Lampung
No
. Kriteria LearningSelf-Regulated Jumlah Pesertadidik Persentase
1 Tinggi 99 37,9 %
2 Sedang 82 31,4 %
3 Rendah 80 30,6 %
Sumber : Hasil pra penelitian penyebaran angket 5 Maret 2018 di SMA Negeri 1 Bandar Lampung
Ji= (t-r)/ Jk
Keterangan :
Sehingga kriteria interval untuk angket Self-regulated Learning
dengan jumlah 35 item dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
a. Skor tertinggi : 5 x 35 = 175
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 99 peserta didik
peserta didik terindikasi mengalami masalah Self-regulated Learning yang
tinggi, 82 peserta didik mengalami masalah Self-regulated Learning yang
sedang, dan 80 peserta didik mengalami masalah Self-regulated Learning
rendah.
Tabel 3
Permasalahan Prilaku Prokrastinasi Akademik Peserta Didik kelas XI di SMA Negeri 1 Bandar Lampung
kriteria interval untuk angket Prokrastinasi Akademik dengan jumlah
43 item dapat ditentukan dengan cara sebagai berikut:
a. Skor tertinggi : 5 x 43 = 215
Berdasarkan tabel tersebut diketahui bahwa terdapat 87 peserta didik
peserta didik memiliki Prokrastinasi Akademik yang tinggi, 89 peserta didik
memiliki Prokrastinasi Akademik yang sedang, dan 85 peserta didik memiliki
Prokrastinasi Akademik rendah.
Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 5 Maret 2018 terhadap guru BK,
yaitu Ibu Hj. Yulina Nur, S.Pd memaparkan bahwa:
mengikuti proses belajar. Ada juga yang saat bel masuk sudah berbunyi siswa-siswa itu tidak segera masuk kelas, ada beberapa siswa yang masih mengobrol dengan teman-temannya di kantin, atau pelataran kelas, mendengarkan musik handphone bersama-sama di depan kelas, dan baru masuk kelas setelah ditegur oleh guru yang melihat, masalah seperti itu menunjukkan bahwa siswa belum memiliki regulasi diri dalam belajar atau mungkin punya tapi masih rendah”.18
Hasil wawancara menunjukkan bahwa hampir seluruh siswa
terutama kelas XI, memiliki kebiasaan untuk mengerjakan tugas satu hari
sebelum deadline pengumpulan tugas tersebut. Sehingga, mereka menjadi
tergesa-gesa dalam mengerjakan tugas karena sempitnya waktu antara
pengerjaan dengan waktu pengumpulan tugas. Mengerjakan tugas yang
seperti ini dapat mempengaruhi kualitas tugas yang dikerjakan sehingga nilai
yang didapatkan menjadi kurang maksimal atau tidak sesuai dengan harapan
siswa. Selain itu dapat pula mengakibatkan tidak terpenuhinya target waktu
pengumpulan tugas (deadline) serta target nilai yang ingin diraih dari tugas
tersebut. Hal itu terjadi karena mereka belum memiliki self-regulated
learning yang baik. Sehingga proses belajarnya belum teratur sehingga
menyebabkan prokrastinasi.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas,
masalah dalam penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Terdapat 99 peserta didik mengalami masalah self-regulated learning yang
tinggi
2. Terdapat 82 peserta didik mengalami masalah self-regulated learning yang
sedang
3. Terdapat 80 peserta didik mengalami masalah self-regulated learning
rendah
4. Terdapat 87 peserta didik siswa yang memiliki prokrastinasi tinggi
5. Terdapat 89 peserta didik siswa yang memiliki prokrastinasi sedang
6. Terdapat 85 peserta didik siswa yang memiliki prokrastinasi rendah
7. Terdapat hubungan antara self-regulated learning dengan prokrastinasi
akademik di SMA Negeri 1 Bandar Lampung tahun pelajaram 2018/2019.
C. Batasan Masalah
Untuk lebih mengarahkan penelitian ini pada permasalahan pokok
agar penelitian ini lebih efektif, efisien dan hasilnya dapat terfokus, maka
perlu adanya pembatasan yang akan dikaji. Adapun masalah yang diteliti
terbatas pada Hubungan Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi
Akademik Pada Peserta Didik Kelas XI di SMA Negeri 1 Bandar Lampung
Tahun Pelajaran 2018/2019.
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, maka
dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini adalah adakah hubungan
Self-Regulated Learning dengan Prokrastinasi Akademik pada peserta didik kelas
XI di SMA Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019 ?
E. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui adakah hubungan Self-Regulated Learning
dengan Prokrastinasi Akademik Pada Peserta Didik Kelas XI di SMA
Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2018/2019.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk mengetahui gambaran Self-Regulated Learning Pada Peserta
Didik Kelas XI di SMA Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2018/2019.
b) Untuk mengetahui gambaran Prokrastinasi Akademik Pada Peserta
Didik Kelas XI di SMA Negeri 1 Bandar Lampung Tahun Pelajaran
2018/2019.
F. Manfaat Penelitian
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
hubungan antara Self-Regulated Learning dan Prokrastinasi
Akademik.
b. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi bagi
peneliti-peneliti lain, terutama ranah bimbingan konseling,
khususnya terhadap hubungan antara Self-Regulated Learning dan
Prokrastinasi Akademik.
2. Manfaat Praktis
Penelitian yang dilakukan terhadap siswa SMA Negeri 1 Bandar
Lampung diharapkan dapat memberi masukan kepada peserta didik, guru
pembimbing maupun mata pelajaran, dan pihak sekolah untuk dapat
melakukan tindakan antisipasi agar tidak terjadinya perilaku prokrastinasi
akademik dengan mengembangkan Self-Regulated Learning yang baik