• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 Landasan Teori

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2 Landasan Teori"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

7

Landasan Teori

2.1 Pemasaran Jasa

Definisi pemasaran kemudian direvisi kembali oleh American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2009:5) yaitu sebagai kegiatan, sekumpulan institusi, dan proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, menyampaikan serta menukarkan penawaran yang mempunyai nilai bagi pelanggan, klien, partner dan masyarakat luas.

Pemasaran menurut American Marketing Association (Kotler dan Keller, 2009:45) merupakan fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengkomunikasikan, dan menyampaikan nilai kepada pelanggan serta mengelola hubungan pelanggan supaya menguntungkan bagi organisasi dan pemangku kepentingan perusahaan (stakeholder).

Sedangkan Lovelock, Wirtz and Jayanta Chatterjee (2007:15) mendefinisikan jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak kepada pihak lainnya, umumnya menggunakan kinerja berbasis waktu untuk mewujudkan hasil yang diinginkan oleh penerimanya atau berupa benda maupun asset lainnya yang dimiliki oleh pembeli dengan imbalan uang, waktu, dan usaha tertentu. Pelanggan jasa berharap untuk mendapatkan suatu nilai dari akses terhadap barang, tenaga kerja, keterampilan professional, fasilitas, jaringan dan sistem dengan mengeluarkan suatu pengorbanan tertentu.

Dari definisi-definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan sekumpulan fungsi dan proses dalam membangun dan mengkomunikasikan penawaran melalui penciptaan nilai bagi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat luas.

Heizer dan Render (2009:13) menyatakan bahwa jasa merupakan aktivitas ekonomi yang biasanya menghasilkan produk tidak nyata (misalnya: pendidikan, hiburan, penginapan, pemerintahan, keuangan, dan layanan kesehatan). Oleh karena itu, jasa dapat didefinisikan sebagai sesuatu yang tidak berwujud yang ditawarkan dari satu pihak ke pihak lainnya yang memberikan manfaat dan kepuasan yang diinginkan oleh penerimanya tanpa adanya suatu kepemilikan tertentu karena diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan yang diperoleh dengan suatu pengorbanan tertentu.

(4)

2.1.1 Karakteristik Jasa

Secara garis besar karakteristik jasa menurut Heizer dan Render (2009:13) adalah sebagai berikut:

1. Jasa biasanya tidak nyata. Contoh: pembelian suatu perjalanan wisata.

2. Jasa biasanya diproduksi dan dikonsumsi secara langsung; tidak ada persediaan. Sebagai contoh, salon kecantikan memberikan pelayanan (memproduksi) potong rambut yang langsung dikonsumsi oleh konsumennya. 3. Jasa bersifat khas. Contohnya adalah potongan rambut seseorang tidak sama

persis dengan orang lain, masing-masing memiliki ciri khasnya tersendiri. 4. Dalam jasa, terjadi interaksi yang tinggi dengan pelanggan. Jasa sulit untuk

distandardisasi, diotomatisasi, dan dibuat seefisien mungkin sesuai keinginan kita karena interaksi pelanggan membutuhkan kekhasan.

5. Jasa mempunyai definisi produk yang tidak konsisten. Produk tidak dapat didefinisikan secara tepat, sebagaimana polis asuransi mobil, tidak konsisten karena jasa bagi tiap pemegang polis asuransi mobil akan bervariasi bagi setiap pelanggaan, dilihat dari jenis mobil dan jangka waktu pertanggungannya.

6. Jasa sering berdasar pada pengetahuan, seperti pendidikan, kesehatan, dan hukum, sehingga sulit diotomatisasi.

7. Jasa sering tersebar. Penyebaran ini terjadi karena jasa biasanya diberikan kepada klien atau pelanggan melalui kantor setempat, toko pengecer, atau bahkan lewat panggilan ke rumah.

2.2 Keadilan Pelayanan

Namkung, Jang and Choi (2010) mendefinisikan keadilan pelayanan (service fairness) sebagai persepsi pelanggan mengenai tingkat keadilan dalam perilaku perusahaan. Suatu tindakan dianggap adil hanya karena seseorang merasakan atau mempersepsikannya seperti itu, sehingga keadilan ini merupakan penilaian subyektif dari individu.

Peter dan Olson menjelaskan bahwa konsumen memahami penilaian keadilan atau ketidakadilan dalam arti mereka memahami mengenai situasi yang berkaitan dengan potensi untuk memaksimalkan keuntungan pribadi atau manfaat dan meminimalkan investasi atau pengorbanan mereka (Namkung dan Jang, 2010).

(5)

2.2.1 Pengukuran Keadilan Pelayanan

Han et al., 2008; Ting, 2011; Chen et al., 2012; Zhu and Chen, dalam Giovanis, Apostolos et al (2013) menjelaskan dimensi keadilan pelayanan (service fairness) dari teori dimensi keadilan pelayanan yang asli (keadilan prosedural, keadilan distributif, dan keadilan interaksional) menjadi dimensi keadilan harga (price fairness), keadilan prosedural (procedural fairness), keadilan hasil (outcome fairness), dan keadilan interaksional (interactional fairness) dalam tujuan untuk dapat memahami dengan lebih baik sifat dari keadilan pelayanan pada semua konteks penyampaian pelayanan dengan mempertimbangkan pengorbanan dan manfaat yang dialami pelanggan saat mengkonsumsi jasa yang dijelaskan berikut ini:

1. Keadilan harga (Price fairness)

Kahneman et al. dalam Namkung dan Jang (2010) mendefinisikan keadilan harga sebagai penghakiman pembeli mengenai perbedaan antara apa yang mereka harapkan dan apa yang mereka terima. Artinya, konsumen umumnya memiliki standar internal tersendiri untuk harga yang mungkin atau tidak sesuai dengan harga yang sebenarnya pada saat penilaian perbandingan sedang dibuat. Keadilan harga, dalam penelitian ini, mengacu pada penilaian konsumen secara keseluruhan terhadap harga berdasarkan perbandingan harga sebenarnya dengan harga yang dapat diterima yang ditentukan oleh standar sosial (patokan harga) dan kepentingan (tingkat adaptasi). Keadilan harga dikonseptualisasikan sebagai salah satu komponen penting dari pengorbanan pelanggan dan persepsi harga konsumen telah dianggap sebagai variabel, bersama dengan bentuk-bentuk layanan keadilan lain.

2. Keadilan prosedural (Procedural fairness)

Waktu merupakan sumber daya yang terbatas dalam aspek pengorbanan konsumen yang dipengaruhi secara obyektif dan subyektif. Seperti yang dijelaskan oleh Haynes bahwa ketika dua pelanggan menghargai waktu secara berbeda dalam mengalami durasi mengunggu yang sama, mereka sebenarnya membayar harga yang berbeda untuk pertemuan layanan mereka. Konsep keadilan prosedural dalam penelitian ini mengacu pada ketepatan waktu dan efisiensi sistem pelayanan sebagai bagian dari pengorbanan pelanggan, karena waktu tunggu dan keterlambatan pelayanan dianggap sebagai kerugian.

(6)

3. Keadilan hasil (Outcome fairness)

Menurut Gronroos dalam Namkung dan Jang (2010), menyediakan jasa atau produk inti yang baik merupakan salah satu kepentingan utama bagi bisnis jasa. Oleh karena itu, keadilan hasil yang dirasakan pelanggan diharapkan dapat menyebabkan reaksi emosi dan perilaku konsumen. Dalam penelitian ini, keadilan hasil mengacu pada penilaian subyektif konsumen mengenai rincian nyata dari layanan yang disampaikan.

4. Keadilan interaksional (Interactional Fairness)

Sebuah perusahaan pasti melibatkan sejumlah besar interaksi manusia dimana saat terjadi pertemuan layanan berarti terjadi interaksi langsung dengan pelanggan. Tentunya interaksi ini dapat menyebabkan pelanggan merasa puas atau tidak puas hanya dalam hitungan menit. Oleh karena itu, keadilan interaksional dalam penelitian ini mengacu pada rasa hormat dan minat yang diperlihatkan kepada pelanggan oleh penyedia layanan sehingga pelanggan merasa diperlakukan secara adil selama interaksi konsumsi

2.3 Kualitas Pelayanan

Menurut Tjiptono (2005:59) kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

Menurut Wykof dalam Arief (2006:118), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan.

Kualitas pelayanan adalah faktor yang menentukan tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan dimana kemampuan perusahaan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas kepada konsumen dan sebagai strategi perusahaan untuk mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan (Lupiyoadi, 2008:181).

Definisi kualitas pelayanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta penyampaian untuk mengimbangi harapan pelanggan (Simamora 2003:180).

Dari definisi-definisi tentang kualitas pelayanan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa kualitas pelayanan adalah segala bentuk aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan guna memenuhi harapan konsumen.

(7)

2.3.1 Manfaat Kualitas Pelayanan

Keberhasilan suatu perusahaan dalam membangun bisnisnya, tidak luput dari peran pelayanan yang baik dan memuaskan pelanggannya. Kualitas pelayanan akan memberi manfaat yang cukup besar bagi perusahaan sebagai berikut (Simamora, 2003:180):

1. Pelayanan yang istimewa (nilai pelayanan yang benar-benar dialami konsumen melebihi harapannya) atau sangat memuaskan merupakan suatu basis untuk penetapan harga premium. Perusahaan yang mampu memberikan kepuasan tinggi bagi pelanggannya dapat menetapkan suatu harga yang signifikan.

2. Pelayanan istimewa membuka peluang untuk diversifikasi produk dan harga. Misalnya pelayanan dibedakan menurut kecepatan pelayanan yang diminta oleh pelanggan yaitu tarif lebih mahal dibebankan untuk pelayanan yang membutuhkan penyelesaian yang cepat.

3. Menciptakan loyalitas pelanggan. Pelanggan yang loyal tidak hanya potensial untuk penjualan yang sudah ada tetapi juga untuk produk-produk baru dari perusahaan.

4. Pelanggan yang terpuaskan merupakan sumber informasi positif bagi perusahaan dan produk-produk kepada pihak luar, bahkan mereka dapat menjadi pembela bagi perusahaan khususnya dalam menangkal isu-isu negatif.

5. Pelanggan merupakan sumber informasi bagi perusahaan dalam hal intelijen pemasaran dan pengembangan pelayanan atau produk perusahaan pada umumnya.

2.3.2 Dimensi Kualitas Pelayanan

Menurut Parasuraman dalam Giovanis, Apostolos et al (2013) pengukuran terhadap kualitas pelayanan dinyatakan dalam lima dimensi kualitas pelayanan jasa, yaitu kehandalan (reliability), bukti fisik (tangible), daya tangkap (responsiveness), jaminan (assurance), dan empati (empathy).

1. Bukti fisik (Tangible) untuk mengukur penampilan fisik, fasilitas, karyawan, dan sarana komunikasi. Pengukurannya meliputi: fasilitas baik, kebersihan, kenyamanan ruangan, dan kelengkapan peralatan komunikasi.

(8)

2. Keandalan (Reliability), merupakan kemampuan perusahaan dalam memberikan jasa yang tepat dan dapat diandalkan. Pengukurannya meliputi: kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.

3. Daya tangkap (Responsiveness), artinya mampu memberikan pelayanan yang cepat dan efisien kepada pelanggan. Pengukurannya meliputi: keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap terhadap keinginan dan kebutuhan pelanggan.

4. Jaminan (Assurance) artinya mengukur kemampuan dan kesopanan karyawan serta staf dapat dipercaya yang dimiliki oleh perusahaan. Pengukurannya meliputi: pengetahuan, kemampuan, kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

5. Empati (Empathy) pengukurannya meliputi: kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para pelanggan.

2.4 Kualitas Hubungan

Istilah kualitas hubungan (relationship quality) berarti kualitas dipersepsi berdasarkan kehangatan suatu hubungan. Kalau hubungan (relationship) bagus, maka perceived quality (kualitas yang dirasakan) juga tinggi Kasali (dalam Chan, 2003 : 243). Kualitas yang dirasakan (perceived quality) adalah faktor utama dimana orang akan membedakan suatu tempat pasar.

Relationship quality menurut Kumar, Scheer, dan Steenkamp (dalam Farida Jasfar, 2002:19) berkaitan dengan hal-hal yang mencakup masalah konflik. Kepercayaan (trust), komitmen dan kesinambungan hubungan di masa mendatang. Kualitas hubungan yang baik akan menurunkan level konflik dan sebaliknya memperbesar kepercayaan, komitmen, berlanjutnya hubungan jangka panjang dan kelanjutan investasi. Membangun hubungan dengan pelanggan seringkali membawa keberhasilan, tetapi tidak selalu merupakan suatu strategi terbaik. Menurut Lovelock, Patterson dan Walker (dalam Tjiptono, 2005:94) kesukesan tersebut dipengaruhi oleh beberapa variabel seperti kepercayaan, kepuasan terhadap produk dan jasa, persepsi terhadap nilai, efektivitas komunikasi, dan ikatan sosial atau persahabatan.

(9)

2.4.1 Dimensi Kualitas Hubungan

Menurut Athanasopoulou dalam Giovanis, Apostolos et al (2013) dijelaskan tiga dimensi dari relationship quality meliputi:

1. Kepuasan

Adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) suatu produk dengan harapannya.

2. Kepercayaan

Adalah kesediaan konsumen untuk mengekspos dirinya terhadap kemungkinan rugi yang dialami selama transaksi berbelanja

3. Komitmen

Sikap terikat yang ditunjukan oleh konsumen terhadap sebuah perusahaan dengan cara mengikuti segala hal yang dijalankan oleh perusahaan.

2.5 Loyalitas Pelanggan

Menurut Griffin, Jill (2005:31) Pelanggan yang loyal merupakan harta yang paling berharga bagi setiap perusahaan. Ada beberapa karakteristik dari pelanggan yang loyal, antara lain: Melakukan pembelian secara teratur, Membeli di luar lini produk/jasa, Mereferensikan kepada orang lain, Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing

Kesetiaan pelanggan akan menjadi kunci sukses, tidak hanya dalam jangka pendek tetapi keunggulan bersaing yang berkelanjutan. Hal ini karena kesetiaan pelanggan memiliki nilai strategik bagi perusahaan. (Dick dalam Suryani, Tatik 2008:99).

Menurut Palilati, Alida (2006:30) loyalitas konsumen adalah efek akhir dari suatu pembelian, yang diartikan sebagai suatu sikap dan niat untuk berperilaku di masa depan, dan diekspresikan melalui hal - hal sebagai berikut : komitmen untuk memberikan rekomendasi kepada orang lain, niat atau keinginan untuk menceritakan hal - hal yang positif tentang perusahaan, dan kesediaan untuk membayar mahal (beban biaya).

Timm, Paul R (2005:3) menyatakan bahwa konsep kesetiaan pelanggan (loyalitas) mencakup lima faktor yaitu:

1. Kepuasan keseluruhan yang dialami pelanggan ketika berbisnis dengan perusahan

(10)

3. Kesediaan untuk membeli kembali

4. Kesediaan untuk merekomendasikan perusahaan kepada orang lain 5. Enggan beralih ke produk pesaing.

2.5.1 Tahapan Loyalitas Pelanggan

Brown dalam Hurriyanti, Ratih (2005:138) mengungkapkan bahwa loyalitas pelanggan terdiri dari tiga tahap sebagai berikut :

1. The Courtship

Pada tahap ini, hubungan yang terjadi antara perusahaan dan pelanggan terbatas pada transaksi, pelanggan masih mempertimbangkan produk dan harga. Apabila penawaran produk dan harga yang dilakukan pesaing lebih baik maka mereka akan berpindah.

2. The relationship

Pada tahapan ini, tercipta hubungan yang erat antara perusahaan dengan pelanggan. Loyalitas yang terbentuk tidak lagi didasarkan pada pertimbangan produk/jasa dan harga, walaupun tidak ada jaminan pelanggan tidak akan melihat pesaing. Selain itu, pada tahap ini terjadi hubungan yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.

3. Marriage

Pada tahapan ini hubungan jangka panjang telah tercipta dan keduanya tidak dapat dipisahkan. Loyalitas tercipta akibat adanya kesenangan dan ketergantungan pelanggan pada perusahaan.

2.5.2 Karakteristik Loyalitas Pelanggan

Menurut Griffin, Jill (2005:5), karakteristik pelanggan yang loyal adalah sebagai berikut:

1. Melakukan pembelian ulang secara teratur 2. Membeli di luar lini produk/jasa

3. Mereferensikan kepada orang lain

4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing.

Dua kondisi penting yang berhubungan dengan loyalitas, adalah retensi pelanggan (customer retention) dan total pangsa pelanggan (total share of customer). Retensi pelanggan menjelaskan lamanya hubungan dengan pelanggan. Tingkat retensi pelanggan adalah persentasse pelanggan yang telah memenuhi sejumlah pembelian

(11)

ulang selama periode waktu yang terbatas.

2.5.3 Faktor Penentu Loyalitas Pelanggan

Menurut Suryani, Tatik (2008:150) faktor antecedent yang merupakan komponen dari sikap yang berhubungan dalam pembentukan kesetiaan pelanggan yaitu:

1. Cognitive Atecendent

Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala hal proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accessibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berhubungan terhadap kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang dapat mengikat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan system nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan pelanggan.

2. Affective Antecedent

Kondisi emosional (perasaan) pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasan yang didapatkan setelah member atau menggunakan produk akan membentuk kesetiaan pelanggan.

3. Conative Antecedent

Kondisi merupakan kecenderungan yang ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang menghubungkan kecenderungan pelanggan untuk berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merek yaitu biaya, harapan, sunk cost. Selain itu norma-norma social dan faktor situasional turut berhubungan terhadap kesetiaan pelanggan. Norma social berisi tentang batasan boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga, dan lain-lain). Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relative sulit dikendalikan oleh pasar dalam kondisi tertentu memiliki hubungan yang cukup besar.

(12)

2.5.4 Dimensi Loyalitas Pelanggan

Dimensi loyalitas konsumen yang akan digunakan dalam penelitian ini merujuk dari karakteristik loyalitas konsumen yang dikemukakan oleh Giovanis, Apostolos et al (2013) sebagai berikut:

1. Melakukan pembelian secara teratur

Melakukan pembelian secara teratur yang dimaksud adalah melakukan transaksi secara periodik dalam satu jangka waktu tertentu secara terus menerus.

2. Membeli di luar lini jasa atau produk

Membeli produk yang ditawarkan oleh perusahaan di luar produk yang biasanya dikonsumsi perusahaan meliputi produk yang baru diluncurkan maupun produk lain yang sudah ada sebelumnya

3. Mereferensikan kepada orang lain

Mereferensikan perusahaan kepada kerabat atau saudara menjelaskan kualitas dari perusahaan sehingga kerabat atau saudara mau mencoba mengkonsumsi atau menggunakan jasa perusahaan.

4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan perusahaan lain

Menunjukkan kekebalan dimana konsumen tidak mudah terhasut oleh promosi atau ketertarikan yang muncul dari perusahaan lain.

(13)

2.6 Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran

2.7 Rancangan Uji Hipotesis

Rancangan uji hipotesis dalam penelitian ini adalah

H1: Keadilan pelayanan memiliki pengaruh terhadap Kualitas Hubungan pada Hotel Augusta

H2: Kualitas pelayanan memiliki pengaruh terhadap Kualitas Hubungan pada Hotel Augusta

H3: Kualitas hubungan memiliki pengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan pada Hotel Augusta

H4: Keadilan pelayanan memiliki pengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan pada Hotel Augusta

H5: Kualitas pelayanan memiliki pengaruh terhadap Loyalitas Pelanggan pada Hotel Augusta Keadilan Pelayanan Loyalitas Pelanggan Kualitas Hubungan Kualitas Pelayanan

(14)

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Fasilitas yang ada pada setiap Zona di LOOP Station Bandung tersebut merupakan bagian dari media periklanan Below The Line, karena menurut Jaiz (2014:109) dalam

Pada tahap ini pada kegiatan pembelajarannya guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan siswa dan tahap-tahap yang mereka gunakan.

Permasalahan rumit kerap dijumpai para praktisi teknologi informasi saat menghadapi tantangan dimana sejumlah sistem informasi yang berbeda harus

Dari Gambar 5.6 dapat dilihat perbandingan hasil akhir penelitian laju aliran massa refrigeran dari beberapa variasi yang dilakukan penelitian bahwa disebabkan

Peraturan Pemerintah Nomor 63 tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan, dan Pemberhentian

proses pembuatan tenun ikat ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) sarung goyor, serta motif atau ragam hias yang terdapat pada tenun ikat ATBM(Alat Tenun Bukan Mesin) sarung

DAFTAR TABEL ... Latar Belakang Masalah ... Identifikasi Masalah ... Fokus dan Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... KAJIAN PUSTAKA ... Kajian Teori

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui tingkat kelayakan game edukasi 2D sebagai media pembelajaran mata pembelajaran jaringan komputer untuk siswa TKJ SMK Harapan