• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. mendefinisikan hutan sebagai sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. mendefinisikan hutan sebagai sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Hutan merupakan lahan yang di dalamnya terdiri dari berbagai tumbuhan

yang membentuk suatu ekosistem dan saling ketergantungan. Spurr

mendefinisikan hutan sebagai sekumpulan pohon-pohon atau tumbuhan

berkayu lainnya yang pada kerapatan dan luas tertentu mampu menciptakan

iklim setempat serta keadaan ekologis berbeda dengan di luarnya.1 Sementara

itu di dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa

hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

sumberdaya alam hayati yang didominasi jenis pepohonan dalam persekutuan

dengan lingkungannya, yang satu dengan yang lain tidak dapat dipisahkan.

Konsep hutan yang begitu luas dan memiliki potensi yang cukup besar

bagi pembangunan negara dan kesejahteraan masayarakat,seperti tersebut

adalah merupakan pelaksanaan dan penjabaran dari Pasal 33 ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang

menyatakan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat. Pejelasan otentik tentang pengertian bumi, air dan

kekayaan alam yang terkandung di dalamnya (Sumber daya alam) dikuasai

oleh negara, termuat dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

1

(2)

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria atau Undang-undang Pokok Agraria

(UUPA). Pasal 2 UUPA merupakan aturan pelaksanaan Pasal 33 ayat 3 UUD

1945 yang menjelaskan pengertian SDA dikuasai oleh Negara.

Pemerintah Orde Baru menggunakan paradigma pengelolaan dan

pengusahaan hutan yang didominasi oleh negara. Dengan paradigma ini

memberi wewenang yang absolut kepada pemerintah untuk menguasai,

mengatur, mengelola dan mengusahakan SDA semata-mata sebagai sumber

pendapatan (devisa) negara. Melalui piranti hukum dan kebijakan yang

bernuansa represif, secara sistematik negara cenderung mengabaikan dan

menggusur akses, kepentingan serta hak-hak masyarakat atas sumber daya

hutan, dan bahkan mengkriminalisasi masyarakat lokal yang mencoba

mengakses sumber daya hutan untuk kebutuhan hidup subsistemnya.

Konsekuensinya, terjadi proses marginalisasi2 dan viktimisasi3 yang tidak

hanya menyangkut sumber-sumber kehidupan masyarakat, tetapi juga

memarginalisasi kekayaan sosial dan kulturan masyarakat (social and

cultural assets), khususnya pengetahuan, teknologi, tradisi-tradisi, dan

praktik-praktik pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya hutan yang

dilakukan masyarakat.4

Dalam UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur mengenai

status hutan, yaitu hutan negara dan hutan hak. Dijelaskan bahwa hutan hak

adalah hutan yang berada pada tanah yang telah dibebani hak atas tanah yang

2

Marginalisasi adalah membuat jadi terpinggirkan, atau dikesampingkan

3 Viktimisasi adalah mengorbankan sesuatu karena sudah dianggap tidak memiliki manfaat atau peran

4 I Nyoman Nurjaya, 2001, Magersari: Studi Kasus Pola Hubungan Kerja Penduduk Setempat

(3)

dibuktikan dengan alas titel atau hak atas tanah, yang lazim disebut hutan

rakyat yang di atasnya didominasi oleh pepohonan dalam suatu ekosistem

yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.5

Berdasarkan fungsinya maka hutan dibagi menjadi tiga kategori yaitu 6:

hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Perkembangan

pengukuhan kawasan hutan sampai dengan November 2012, luas kawasan

hutan dan perairan seluruh Indonesia adalah 134.290.240,94 ha. Menurut

fungsinya, kawasan tersebut terdiri dari Hutan Konservasi (HK) perairan dan

daratan seluas 27.086.910,23 ha, Hutan Lindung (HL) seluas 30.539.823,36

ha, Hutan Produksi (HP) seluas 30.810.790,34 ha, Hutan Produksi Terbatas

(HPT) seluas 27.967.604,50 ha dan Hutan Produksi yang dapat Dikonversi

(HPK) seluas 17.885.112,50 ha. Sampai dengan November 2012 luas

kawasan Hutan Produksi yang telah dibebani izin pemanfaatan adalah

34.624.957 ha dan yang sedang dalam proses perizinan adalah 2.677.722,79

ha sehingga Hutan Produksi yang belum dibebani izin pemanfaatan adalah

seluas 42.038.550,34 ha.7

Pemanfaatan hutan hak yang berfungsi produksi dapat berupa:8(1)

pemanfaatan hasil hutan kayu; (2) pemanfaatan hasil hutan bukan kayu; dan

(3) pemanfaatan jasa lingkungan. Potensi untuk pengembangan hutan di

5

Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.26/MENHUT-II/2005 Tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak

6

Pasal 6 ayat (1) UU No. 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan

7 Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan Kementrian Kehutanan. Data dan Informasi

Pemanfaatan Hutan Tahun 2012. Jakarta, hal 8

8 Pasal 15 ayat (2) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.26/MENHUT-II/2005 tentang Pedoman Pemanfaatan Hutan Hak,

(4)

Kabupaten Gunungkidul seluas 50.144 ha dan saat ini luasan hutan rakyat

baru mencapai 16.119 ha. Hutan rakyat di Kabupaten Gunungkidul umumnya

merupakan hutan produksi berperan dalam peningkatan pendapatan

masyarakat sekaligus memberikan lapangan kerja bagi masyarakat perdesaan.

Adapun jumlah produksi hasil hutan tersebut hingga tahun 2004 adalah Kayu

jati : 51.609.782 m3. 9

Hasil hutan yang diperoleh dari hutan kayu jati tersebut sangat berguna

untuk menopang ekonomi masyarakat, contohnya di Desa Semoyo,

Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta. Masyarakat

setempat menghasilkan banyak kayu jati yang dijual ke berbagai daerah di

Indonesia. Untuk menjual hasil dari hutan hak yang berfungsi sebagai hutan

produksi diatur jelas oleh negara pada Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:

P.30/MENHUT-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal

Dari Hutan Hak yaitu menggunakan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU).

Setiap hasil hutan hak yang akan diangkut dari lokasi tebangan atau tempat

pengumpulan di sekitar tebangan ke tujuan, wajib dilengkapi Nota Angkutan

atau Nota Angkutan Penggunaan Sendiri atau SKAU, yang merupakan

dokumen angkutan hasil hutan dari hutan hak yang berlaku untuk seluruh

wilayah Republik Indonesia. 10

Penerbit SKAU dari Desa adalah Kepala Desa/Lurah atau Perangkat Desa/

Kelurahan yang telah mengikuti pembekalan pengukuran dan pengenalan

9http://potensidaerah.ugm.ac.id/data/POTENSI%20WILAYAH%20GUNUNG%20KIDUL.doc 10 Pasal 4 ayat (4) Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.30/MENHUT-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan

(5)

jenis kayu, yang diangkat dan ditetapkan oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota

atas nama Bupati/ Walikota untuk menerbitkan SKAU. 11

Oleh karena itu penulis tertarik melakukan penulisan hukum

“PENGATURAN PERIZINAN SURAT KETERANGAN ASAL USUL HASIL HUTAN KAYU JATI DI DESA SEMOYO, KECAMATAN PATUK,

KABUPATEN GUNUNGKIDUL, PROPINSI D. I. YOGYAKARTA

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan perizinan Surat Keterangan Asal Usul

(SKAU) Kayu Jati di Desa Semoyo, Kecamatan Patuk, Kabupaten

Gunungkidul, Prov. D.I. Yogyakarta?

2. Apa saja faktor pendukung dan kendala tentang Surat Keterangan

Asal Usul (SKAU) di Desa Semoyo, Kecamatan Patuk, Kabupaten

Gunungkidul, Prov. D.I. Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini mempunyai 2 (dua) tujuan yaitu :

1. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan

perizinan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) Kayu Jati di Desa

Semoyo, Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul, Prov. D.I.

Yogyakarta.

11 Pasal 1 ayat (13) Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30/MENHUT-II/2012 tentang Penatausahaan Hasil Hutan

(6)

2. Apa saja faktor pendukung dan kendala tentang Surat Keterangan

Asal Usul (SKAU) Kayu Jati di Desa Semoyo, Kecamatan Patuk,

Kabupaten Gunungkidul, Prov. D.I. Yogyakarta.

D. Keaslian Penelitian

Berdasarkan pengamatan dan sepanjang pengetahuan penulis, belum

pernah ada penelitian maupun karya-karya ilmiah sejenis yang secara spesifik

membahas dan menganalisis permasalahan yang sama dengan penelitian ini.

Beberapa penelitian dan karya ilmiah yang ada hanya membahas sebagian

unsur penelitian ini dengan sasaran kajian yang berbeda, adapun penelitian

tersebut diantaranya thesis yang berjudul “Fungsi Unit Pelaksanaa

Pengawasan Dibidang Penatausahaan Hasil Hutan Dalam Meningkatkan

Ketertiban dan Kelancaran Penatausahaan Hasil Hutan” oleh Rahmat Budiono, NIM : 18006/PS/MH/05, mahasiswa program pascasarjana jurusan

ilmu bisnis universitas gadjah mada, Yogyakarta.

Perbedaannya ialah dalam thesis ini menggunakan metode normatif dan

membahas sistem pengawasan yang berada di bawah dan bertanggung jawab

kepada Direktur Jendral Bina Produksi Kehutanan dengan objek pengawasan

yaitu kepada tugas perusahaan yang melakukan tugas pengaturan dan

Pengujian Hasil Hutan / PHH serta yang memiliki kewenangan publik

sebagai penerbit kayu olahan dalam melaksanakan kewenangan di dalam

kegiatan Penatausahaan Hasil Hutan dan terhadap aparat kehutanan daerah

(7)

(pengawasan penguji hasil hutan / PPHH) berdasarkan

P.55/MENHUT-II/2006.

Penulis menggunakan metode deskriptif analisis dan lebih spesifik

membahas mengenai pengaturan Surat Keterangan Asal Usul (SKAU) yang

berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.30/MENHUT-II/2012

tentang Penatausahaan Hasil Hutan Yang Berasal Dari Hutan Hak dalam

kegiatan Penatausahaan Hasil Hutan yang berada di Desa Semoyo,

Kecamatan Pathuk, Kabupaten. Gunungkidul.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Manfaat Akademis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi ilmu hukum

terutama hukum kehutanan, yaitu memberikan deskripsi tentang

pelaksanaan program pengelolaan hutan yang bekerja sama melalui

masyarakat yang berbasis mensejahterakan dan memakmurkan rakyat,

yang memberikan memberikan dampak positif terhadap peneliti-peneliti

selanjutnya dan memperkaya ilmu pengetahuan.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

pertimbangan oleh Pemerintah dalam menentukan kebijakan di bidang

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun teknik-teknik ini dapat diadaptasikan pada masalah-maslah prakiraan model area terbatas (regional).. Struktur vertikal model adalah penting dalam menemukan

Perangkat RIA ini yang menggunakan 5 detektor perlu ditingkatkan performanya (gambar 1), baik pada sistim elektronik, sistim penggerak dan sistim perangkat

Penelitian ini menunjukan bahwa kesenangan dan kepercayaan komunitas merek berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap komitmen komunitas merek pada Komunitas CSI

gugat istri yang dianggap nushu>z dan dengan sendirinya hak-hak istri akan hilang, namun tidak semua istri yang mengajukan cerai gugat itu dikatan nushu>z, dimana dalam

Menurut Depkes RI (1990) dikutip dari Yogaswara (2001) bahwa penyimpanan adalah kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan, penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan

pasal.. pasal ini sudah bisa melaksanakan, karena prosesnya ini panjang. Kan ini orang yang tidak mau bayar pajak. Ternyata terobosan ke bank sudah boleh,

BDG Memperhatikan pula kontra memori banding tertanggal 30 Maret 2015 yang diajukan oleh kuasa Para Pembanding/Terbanding, semula Tergugat I, II dan III

Sebagaimana analisis Ravenhill serta Hoekman dan Kostecki, analisis ini juga akan diimbangi dengan faktor luar negeri dalam proses pembuatan kebijakan, yaitu