BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.Landasan Teori 1. Motivasi Kerja
a. Pengertian Motivasi Kerja
Motivasi terbentuk dari sikap (attitute) karyawan dalam menghadapi situasi kerja di perusahaan (situation). Menurut Mangkunegara (2007), “Motivasi merupakan kondisi atau energi yang menggerakkan diri karyawan yang terarah atau yang tertuju untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Bangun (2012), bahwa pengertian “Motivasi adalah pemberian daya gerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upaya untuk mencapai kepuasan”. Pendapat lain juga dikemukakan Duica (2008) dalam Robescu (2016) “Motivation is defined as all internal and eksternal driving proces that makes the individual to perform an activity, what determines the limits and forms activity and which give it its activities oriented towards achieving certain goals”. Sikap mental karyawan yang pro dan positif terhadap situasi kerja itulah yang memperkuat motivasi kerjanya untuk mencapai kinerja yang maksimal.
Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan dorongan dari internal maupun eksternal seseorang untuk mempengaruhinya agar lebih maju yang bersifat positif. Sikap mental karyawan haruslah memiliki sikap mental yang siap sedia secara psikofisik (siap secara mental, fisik, situasi, dan tujuan). Artinya karyawan harus siap sedia berusaha keras mencapai target kerja yaitu tujuan utama organisasi.
Menurut Mangkunegara (2012) terdapat beberapa prinsip memotivasi kerja pegawai, yaitu:
1. Prinsip Partisivasi
Dalam upaya memotivasi kerja, pegawai perlu diberikan kesempatan ikut berpatisipasi dalam menentukan tujuan yang akan dicapai oleh pemimpin.
2. Prinsip Komunikasi
Pemimpin mengkomuniksikan segala sesuatu yang berhubungan dengan usaha pencapaian tugas, dengan informasi yang jelas, pegawai lebih mudah dimotivasi kerjanya.
3. Prinsip Mengakui Andil Bawahan
Pemimpin yang mengakui bahwa bawahan (pegawai) mempunyai andil didalam usaha pencapaian tujuan. Dengan pengakuan tersebut, pegawai akan lebih mudah termotivasi kerjanya.
4. Prinsip Pendelegasian Wewenang
Pemimpin yang memberikan otoritas atau wewnang kepada pegawai bawahan untuk sewaktu-waktu dapat mengambil keputusan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, akan membuat pegawai yang bersangkutan menjadi temotivasi untuk mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin.
5. Prinsip Memberi Perhatian
Pemimpin memberikan perhatian terhadap apa yang diinginkan pegawai bawahan, akan memotivasi pegawai bekerja apa yang diharapkan oleh pemimpin.
c. Teori Motivasi David McClelland
metode penilaian kinerja, serta penilaian dan tes berbasis kompetensi, ide-nya telah diadopsi secara luas diberbagai organisasi.
(David, 1987) dalam (Handayani, 2015), memperkenalkan teori kebutuhan berprestasi atau Need for achievement (N.Ach), yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. McClelland mendefinisikan motivasi sebagai suatu kebutuhan yang bersifat sosial, kebutuhan yang muncul akibat pengaruh eksternal. McClelland memperkenalkan tiga jenis motivasi, yang diidentifikasi dalam buku “The Achieving Society” yaitu:
1. Kebutuhan Berprestasi (Need for Achievement)
Need for achievement adalah kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari dorongan akan tanggung jawab untuk pemecah masalah. Seseorang yang memiliki kebutuhan berprestasi tinggi cenderung untuk mengambil resiko. Kebutuhan akan prestasi merupakan dorongan untuk mengungguli, berprestasi sehubungan dengan seperangkat standar, bergulat untuk sukses.
Kebutuhan akan prestasi adalah kebutuhan seseorang untuk memiliki pencapaian signifikan, menguasai berbagai keahlihan, atau memiliki standar yang tinggi. Orang yang memiliki n-ach tinggi biasanya selalu ingin menghadapi tantangan baru dan mencari tingkat kebebasan yang tinggi. Sebab-sebab seseorang memiliki n-ach yang tinggi diantaranya adalah pujian dan imbalan akan kesuksesan yang dicapai, perasaan positif yang timbul dari prestasi, dan keinginan untuk menghadapi tantangan.
2. Kebutuhan Kekuasaan (Need of Power)
dalam suatu cara dimana orang-orang itu tanpa dipaksa tidak akan berperilaku demikian atau suatu bentuk ekspresi dari individu untuk mengendalikan dan mempengaruhi orang lain.
McCleland menyatakan ada dua jenis kebutuhan akan kekuasaan yaitu, pribadi dan kekuasan
a. Pribadi
Contoh dari kekuasaan pribadi adalah seorang pemimpin organisasi yang mencari posisi lebih tinggi agar bisa mengatur orang lain dan mengarahkan ke mana organisasinya akan bergerak.
b. Sosial
Kekuasaan sosial adalah kekuasaan yang misalnya dimiliki oleh pemimpin. 3. Kebutuhan Berafiliasi (Need for Affilation)
Need for Affilation yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan untuk berinteraksi dengan orang lain, berada bersama orang lain. Kebutuhan akan afiliasi adalah hasrat untuk berhubungan antar pribadi yang ramah dan akrab. Individu mereflesikan keinginan untuk mempunyai hubungan yang erat, kooperatif dan penuh sikap persahabatan dengan pihak lain. Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi yang tinggi umumnya berhasil dalam pekerjaan yang memerlukan interaksi sosial yang tinggi.
d. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Menurut Sutrisno (2016), faktor-faktor tersebut dapat dibedakan atas faktor intern dan ekstern yang berasal dari karyawan.
1. Faktor Intern
a) Keinginan untuk hidup
Keinginan untuk hidup merupakan setiap manusia yang hidup di muka bumi ini. Untuk mempertahankan hidup ini orang mau mengerjakan apa saja, apakah pekerjaan itu baik atau jelek, apakah halal atau haram dan sebagainya.
b) Keinginan untuk dapat memiliki
Keinginan untuk dapat memiliki benda dapat mendorong seseorang untuk mau melakukan pekerjaan. Hal ini banyak yang kita alami dalam kehidupan kita sehari-hari, bahwa keinginan yang keras untuk dapat memiliki itu dapat mendorong orang untuk mau bekerja.
c) Keinginan untuk memperoleh penghargaan
Seseorang mau bekerja disebabkan adanya keinginan untuk diakui, dihormati oleh orang lain. Untuk memperoleh status sosial yang lebih tinggi, orang mau mengeluarkan uangnya, untuk memperoleh uang itu pun ia harus bekerja keras. Jadi, harga diri, nama baik, kehormatan yang ingin dimiliki itu harus diperankan sendiri, mungkin dengan bekerja keras memperbaiki nasib, sebab status untuk diakui seorang terhormat tidak mungkin diperoleh bila yang bersangkutan termasuk pemalas, tidak mau bekerja, dan sebagainya.
d) Keinginan untuk memperoleh pengakuan.
(2) Adanya hubungan kerja yang harmonis dan kompak (3) Pimpinan yang adil dan bijaksana
(4) Perusahaan tempat bekerja dihargai oleh masyarakat. (5) Keinginan untuk berkuasa
e) Keinginan untuk berkuasa
Keinginan untuk berkuasa akan mendorong seseorang untuk bekerja. Kadang-kadang keinginan untuk berkuasa ini dipenuhi dengan cara-cara tidak terpuji, namun cara-cara yang dilakukannya itu masih termasuk bekerja juga.
2. Faktor Ekstern
a) Kondisi lingkungan kerja.
Lingkungan pekerjaan adalah keseluruhan sarana dan prasana kerja yang ada disekitar karyawan yang sedang melakukan pekerjaan yang dapat memengaruhi pelaksanaan pekerjaan. Lingkungan kerja ini, meliputi tempat kerja, fasilitas dan alat bantu pekerjaan, kebersihan, pencahayaan, ketenangan, termasuk juga hubungan kerja antara orang-orang yang ada ditempat tersebut.
b) Kompensasi yang memadai.
Kompensasi merupakan sumber penghasilan utama bagi karyawan untuk menghidupi diri beserta keluarganya. Kompensasi yang memadai merupakan alat motivasi yang paling ampuh bagi perusahaan untuk mendorong para karyawan bekerja dengan baik.
c) Supervisi yang baik.
fungsi supervisi dalam suatu perusahaan adalah memberikan pengarahan, membimbing kerja para karyawan agar dapat melaksanakan kerja dengan baik tanpa membuat kesalahan.
Setiap orang akan mau bekerja bersunggguh-sungguh mengorbankan apa yang ada pada dirinya untuk perusahaan, kalau yang bersangkutan merasa ada jaminan karier yang jelas dalam melakukan pekerjaan. Mereka bekerja bukan untuk hari ini saja, tetapi mereka berharap akan bekerja sampai tua cukup dalam satu perusahaan saja, tidak usah sering kali pindah.
e) Status dan tanggung jawab.
Status atau kedudukan dalam jabatan tertentu merupakan dambaan setiap karyawan dalam bekerja. Mereka bukan hanya mengharapkan kompensasi semata, tetapi pada satu masa mereka juga berharap akan dapat kesempatan menduduki jabatan dalam suatu perusahaan. Dengan menduduki jabatan, orang akan merasa dirinya dipercayai, diberi tanggung jawab, dan wewenang yang besar untuk melakukan kegiatan-kegiatan.
f) Peraturan yang fleksibel
Bagi perusahaan besar biasanya sudah ditetapkan sistem dan prosedur kerja yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan. Sistem dan prosedur kerja ini dapat kita sebut dengan peraturan yang berlaku dan bersifat mengatur dan melindungi para karyawan. Semua ini merupakan aturan main yang mengatur hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan, termasuk hak dan kewajiban para karyawan, pemberian kompensasi, promosi, mutasi dan sebagainya.
2. Lingkungan Kerja
a. Pengertian Lingkungan Kerja
untuk menjalankan pekerjaannya. Dalam hal ini, perusahaan harus mampu memberikan fasilitas yang memadai agar karyawan dapat memberikan kinerja yang diinginkan, seperti yang dikatakan dalam jurnal jurnal internasional Ollukaran (2012) bahwa “The environment that people are required to work in can have a significant impact on their ability to undertake the tasks that they have been asked to do”. Menurut Nitisemito (2010) dalam Nugroho (2016), mendefinisikan “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang diembankan”. Sedangkan menurut (Sedarmayanti, 2009) dalam Prasetyo dkk (2015), menjelaskan “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang berkerja, metode kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik perseorangan maupun sebagai kelompok”.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar pegawai untuk menjalankan tanggung jawabnya dalam bekerja, baik yang berbentuk fisik maupun non fisik, yang dapat mempengaruhi kinerjanya secara optimal dan mampu menyelesaikan tugas yang di berikan secara efektif.
b. Jenis-jenis Lingkungan Kerja
Menurut Sedarmayanti (2007) dalam Nugroho dan Satrio (2016), menyatakan secara garis besar jenis lingkungan kerja terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Lingkungan kerja fisik
2. Lingkungan kerja non fisik
Lingkungan kerja non fisik adalah semua keadaan yang terjadi yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan. Lingkungan kerja non fisik termasuk didalamnya adalah suasana kerja penjelasan tugas dan pengawasan kerja.
c. Indikator-indikator lingkungan kerja
Menurut Sedarmayanti (2009) dalam Rosa (2015), indikator-indikator lingkungan kerja yaitu sebagai berikut:
1. Penerangan atau cahaya di tempat kerja
Cahaya atau penerangan sangat besar manfaatnya bagi pegawai guna mendapat menyelamatkan dan kelencaran kerja, oleh sebab itu perlu diperhatikan adanya penerangan (cahaya) yang terang tetapi tidak menyilaukan. Cahaya yang kurang jelas (kurang cukup) mengakibatkan penglihatan menjadi kurang jelas, sehingga pekerjaan akan lambat, banyak mengalami kesalahan, dan pada akhirnya menyebabkan kurang efisien dalam melaksanakan pekerjaan, sehingga tujuan organisasi sulit tercapai.
2. Sirkulasi udara ditempat kerja
Oksigen merupakan gas yang dibutuhkan oleh makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidup, yaitu untuk proses metabolisme. Udara di sekitar dikatakan kotor apabila kadar oksigen dalam udara tersebut telah berkurang dan telah bercampur dengan gas atau bau-bauan yang berbahaya bagi kesehatan tubuh. Sumber utama adanya udara segar adalah adanya tanaman disekitar tempat kerja. Tanaman merupakan penghasil oksigen yang dibutuhkan oleh manusia.
Salah satu polusi yang cukup menyibukkan para pakar untuk mengatasinya adalah kebisingan, yaitu bunyi yang tidak dikehendaki, karena terutama dalam jangka panjang bunyi tersebut dapat mengganggu ketenangan bekerja, merusak pendengaran, dan menimbulkan kesalahan komunikasi, bahkan menurut penelitian, kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian.
4. Bau tidak sedap di tempat kerja
Adanya bau-bauan disekitar tempat kerja dapat dianggap sebagai pencemaran, karena dapat mengganggu konsentrasi bekerja, dan bau-bauan yang terjadi terus-menerus dapat mempengaruhi kepekaan penciuman. Pemakaian “air condition” yang tepat merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk menghilangkan bau-bauan yang mengganggu disekitar tempat kerja.
5. Keamanan ditempat kerja
Guna menjaga tempat dan kondisi lingkungan kerja tetap dalam keadaan aman maka perlu diperhatikan adanya keamanan dalam bekerja. Oleh karena itu faktor keamanan perlu diwujudkan keberadaanya. Salah satu upaya untuk menjaga keamanan ditempat kerja, dapat memanfaatkan tenaga satuan petugas pengaman.
3. Penempatan Kerja
a. Pengertian Penempatan Kerja
dilaksanakan sesuai ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta mampu mempertanggung jawabkan segala resiko dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang serta tanggung jawabnya”. Pendapat lain juga dikemukakan oleh Mathis & Jackson (2006) dalam Runtunuwu (2015), mendefinisikan “Penempatan adalah menempatkan posisi seseorang ke posisi pekerjaan yang tepat, seberapa baik seorang karyawan cocok dengan pekerjaanya akan mempengaruhi jumlah dan kualitas pekerjaan”.
Berdasarkan uraian beberapa para ahli diatas dapat disimpulkan penempatan kerja adalah suatu proses pemberian tugas dan pekerjaan kepada tenaga kerja yang telah lulus seleksi yang sesuai dengan kemampuan dan bidang keahliannya.
b. Prinsip-prinsip Penempatan Pegawai
Menurut Priansa (2016), penempatan pegawai perlu didasarkan atas sejumlah prinsip yang menjadi rujukan bagi organisasi. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:
1. Kemanusiaan
Prinsip menganggap manusia sebagai unsur pegawai yang memiliki persamaan harga diri, kemauan, keinginan, cita-cita, serta kemampuan yang harus dihargai sebagai sesama manusia. Penempatan pegawai hendaknya berpedoman pada prinsip kemanusiaan.
2. Demokrasi
Penempatan pegawai harus berlandaskan pada prinsip demokrasi. Artinya pegawai harus diberikan hak untuk mengemukakan pendapatannya dalam organisasi.
Prinsip ini menjadi rujukan organisasi untuk menempatkan pegawai pada tempat yang tepat sehingga pegawai tersebut akan mampu mengemban tugas dan tanggungjawabnya dengan lebih optimal.
4. Kesamaan kompensasi
Kompensasi yang diberikan kepada pegawai hendaknya didasarkan pada asas keadilan atau persamaan atas penempatan yang dilakukan oleh organisasi.
5. Kesatuan arah
Prinsip ini memandang bahwa seluruh tugas dan pekerjaan yang diemban pegawai harus seiring dan searah sesuai dengan kesatuan arah, kesatuan pelaksanaan tugas dan sejalan dengan berbagai program dan rencana yang digariskan oleh organisasi.
6. Kesatuan tujuan
Prinsip ini erat hubungannya dengan kesatuan arah, artinya arah yang dilaksanakan pegawai harus difokuskan pada tujuan yang dicapai oleh organisasi.
7. Kesatuan komando
Pegawai yang bekerja dalam organisasi dipengaruhi oleh adanya komando sehingga prinsip arus pekerjaan dalam organisasi akan terjaga. Penempatan pegawai hendaknya disesuaikan dengan kesatuan komando yang ada didalam organisasi.
8. Efektifitas
dengan apa yang ada didalam diri pegawai akan mengahasilkan kinerja yang lebih efektif dibandingkan dengan pegawai yang tidak sesuai.
9. Efisiensi
Prinsip ini merupakan berpandangan bahwa penempatan pegawai didalam organisasi hendaknya berdasarkan pada prinsip efisiensi. Misalnya pegawai yang telah mengikuti pelatihan A, ada baiknya ditempatkan pada pekerjaan yang memang berhubungan dengan pelatihan A tersebut sehingga organisasi memberikan pelatihan yang tepat guna dan tidak membuang-buang biaya.
10. Kinerja
Penempatan pegawai hendaknya didasarkan atas kriterianya dan standar kinerja yang ditetapkan sehingga pegawai yang ditempatkan didalam organisasi merujuk pada prinsip kinerja tersebut.
c. Konsep-konsep Penempatan Kerja
Menurut Siagian (2008), “Konsep penempatan kerja mencakup promosi, transfer/alih tugas, dan bahkan demosi sekalipun”. Dikatakan demikian, karena sebagaimana halnya dengan para pegawai baru, pegawai lama juga perlu direkrut secara internal, perlu dipilih dan biasanya juga menjalani program pengenalan sebelum mereka ditempatkan pada posisi baru dan mengerjakan pekerjaan baru pula. 1. Promosi ialah apabila seorang pegawai dipindahkan dari satu pekerjaan ke
pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam hierarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula.
adalah alih tempat, jika cara ini ditempuh maka seorang pekerja melakukan pekerjaan yang sama atau sejenis, penghasilan tidak berubah dan tanggung jawabnya pun relatif sama. Hanya saja secara fisik lokasi tempatnya bekerja lain dari yang sekarang.
3. Demosi sebagaimana diartikan penurunan pegawai ke pekerjaan yang tanggung jawabnya lebih rendah, dan biasanya juga dengan tingkat gaji yang rendah, dilakukan dengan unjuk kerja yang buruk dari pegawai atau prilaku yang tidak tepat. Pada umumnya demosi dikaitkan dengan pengenaan suatu sanksi disiplin karena berbagai alasan, seperti:
a) Penilaian negatif oleh atasan karena prestasi kerja yang tidak/kurang memuaskan,
b) Prilaku pegawai yang disfungsional, seperti tingkat kemangkiran yang tinggi. Akan tetapi, tidak sedemikian gawatnya sehingga yang bersangkutan belum pantas dikenakan hukuman yang lebih berat seperti pemberhentian tidak atas permintaan sendiri.
d. Kriteria dalam Penempatan Kerja
Penempatan pegawai perlu dilakukan dengan pertimbangan berbagai kriteria tertentu, sejumlah kriteria yang perlu dipertimbangkan menurut Priansa (2016), adalah sebagai berikut:
1. Keahlian
2. Ketrampilan
Ketrampilan merupakan kemampuan dan penguasaan teknis operasional spesifik dari pegawai dalam tugas dan pekerjaan. Keterampilan diperoleh melalui pelatihan, pengalaman dan proses belajar.
3. Kualifikasi
Kualifikasi merupakan syarat teknis dan non teknis dalam mengemban tugas tertentu yang ada didalam organisasi. Untuk menduduki jabatan struktural dalam organisasi maka kualifikasi dibutuhkan sebagai persyaratan untuk menduduki jabatan tertentu.
4. Pengetahuan
Pengetahuan merupakan data, informasi, maupun rekaman peristiwa tertentu yang ada dibenak pegawai. Pengetahuan pegawai dapat diperoleh melalui pengalaman kerja, pendidikan formal, pendidikan informal, pelatihan, membaca buku, dan berbagai aktivitas lainnya. Pegawai dituntut untuk memiliki pengetahuan yang memadai yang mampu mendukung tugas dan pekerjaan yang diembannya.
5. Kemampuan
Kemampuan sangat penting karena bertujuan untuk mengukur kinerja pegawai, maksudnya dapat mengukur sejauh mana pegawai tersebut mampu mengemban tugas dan tanggungjawabnya dengan baik. Hal ini memberikan kaitan dengan kenyataan bahwa setiap jenis pekerjaan menuntut pengetahuan, keterampilan dan sikap tertentu agar dapat melakukan pekerjaan dengan baik.
Sikap merupakan pernyataan evaluatif yang baik dan menguntungkan. Hal ini menyangkut mengenai objek, orang atau peristiwa dimana sikap dapat mencerminkan bagaimana pegawai merasakan sesuatu.
e. Prosedur Penempatan Pegawai
Pengambilan keputusan dalam penempatan pegawai didasarkan pada hasil seleksi yang telah dilakukan oleh manajer SDM. Menurut Priansa (2016), sejumlah prosedur yang dapat ditempuh dalam penempatan pegawai adalah:
1. Manajer SDM mendelegasikan kekuasaanya (delegation of authority) kepada bagian seleksi pegawai untuk melaksanakan seleksi calon pegawai guna mengisi formasi yang telah tersedia berdasarkan kualifikasi tertentu yang dibutuhkan oleh organisasi.
2. Atas pelaksanaan seleksi calon pegawai, bagian seleksi pegawai melaporkan/mempertanggungjawabkan segala kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka seleksi pegawai kepada manajer SDM yang merupakan pemimpin langsung pegawai.
3. Setelah menerima laporan seleksi (selection report), manajer SDM mendelegasikan kekuasaannya kepada bagian penempatan pegawai untuk penempatan pegawai yang telah lulus seleksi berdasarkan kondisi yang ada berdasarkan laporan bagian seleksi calon pegawai.
4. Bagian seleksi calon pegawai atas dasar pelaksanaan fungsi horizontal memberikan hasil seleksi (calon pegawai yang lulus seleksi) kepada bagian penempatan pegawai untuk menempatkan pegawai pada posisi yang tepat.
yang merupakan pihak yang mendelegasikan kekuasaan/ pimpinan langsung kepada bagian penempatan pegawai.
f. Faktor –Faktor yang Mempengaruhi Penempatan Kerja
Menurut Mangkuprawira(2014),faktor-faktor yang mempengaruhi penempatan kerja meliputi faktor antara lain:
1. Pertumbuhan Perusahaan
Pertumbuhan bisnis atau perkembangan kondisi pemerintahan umumnya menyebabkan terjadinya pengisian posisi pekerjaan baru, baik melaui promosi karyawan yang sudah ada atau yang baru sama sekali.hal ini karena adanya pengaruh ekspansi bisnis yang mampu menciptakan posisi pekerjaan yang baru. Tentu saja proses tersebut sangat didukung oleh keadaan stabilitas sosio-ekonomi-politik dalam dan luar negeri.
2. Reorganisasi
Sebuah restrukturisasi pokok dari sebuah perusahaan akan menghasilkan jenis yang beragam dalam hal kegiatan-kegiatan personal, misalnya jika terjadi marger atau reorganisasi perusahaan. Pembelian atau penjualan perusahaan atau marger dengan perusahaan lain yang mempengaruhi aktivitas departemen SDM, seperti rancangan pekerjaan, kompensasi, manfaat, hubungan kerja, dan program pensiun dini. Ujung-ujungnya adalah mempengaruhi keputusan penempatan karyawan.
3. Kecendruangan ekonomi umum
ekonomi keseluruhan semakin membaik, maka departemen SDM akan proaktif melakukan kegiatannya, seperti promosi, rekrutmen, dan seleksi karyawan baru. 4. Atrisi
Pengurangan karyawan yang disebabkan terjadinya terminasi, pengunduran diri, pensiun, pengalihan keluar dari unit bisnis dan meninggal disebut atrisi. Secara khusus, program pensiun dini telah meningkat selama terjadinya penurunan aktivitas usaha dan kelambanan aktivitas ekonomi. Dalam situasi tersebut para karyawan berada dalam posisi tertekan dan terjadilah pemangkasan kelebihan karyawan (rasionalisasi).
4. Kinerja Pegawai a. Pengertian Kinerja
Kinerja meupakan istilah yang berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang). Definisi kinerja dikemukakan oleh Kusriyanto (1991) dalam Mangkunegara (2007), adalah “Perbandingan hasil yang dicapai dengan peran serta tenaga kerja persatuan waktu (lazimnya per jam)”.
diselasaikan pada waktu yang tepat atau tidak melampaui batas waktu yang disediakan.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui kinerja pegawai atau kinerja organisasi dalam sebuah perusahaan juga memberikan tanggung jawab yang sesuai kepada pegawai agar dapat bekerja dengan efisien dan efektif.
b. Faktor-faktor kinerja pegawai
Menurut Wirawan (2009), “Kinerja pegawai merupakan hasil sinergi dari sejumlah faktor, faktor tersebut adalah faktor lingkungkan internal organisasi, faktor lingkungan eksternal, dan faktor internal karyawan atau pegawai”.
1. Faktor internal pegawai
mempunyai bakat da sifat pribadi yang diperlukan oleh pekerjaannya, kemungkinan besar kinerjanya akan buruk.
2. Faktor-faktor lingkungan internal organisasi.
Dalam melaksanakan tugasnya, pegawai memerlukan dukungan organisasi tempat ia bekerja. Dukungan tersebut sangat mempengaruhi tinggi rendahnya kinerja pegawai, misalnya penggunaan teknologi robot oleh organisasi. Menurut penelitian, penggunaan robot akan meningkatkan produktivitas karyawan 14 sampai 30 kali lipat. Sebaliknya jika sistem kmpensasi dan iklim kerja organisasi buruk, maka kinerja karayawan akan menurun. Faktor internal organisasi lainnya, misalnya strategi organisasi, dukungan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, serta sistem manajemen dan kompensasi. Oleh karena itu, manajemen organisasi harus menciptakan lingkungan internal organisasi yang kondusif sehingga dapat mendukung dan meningkatkan produktivitas karyawan. 3. Faktor lingkungan eksternal organisasi.
c. Mengukur Kinerja Pegawai
Standar pekerjaan dapat ditentukan dari isi suatu pekerjaan, dapat dijadikan sebagai dasar penilaian setiap pekerjaan. Untuk memudahkan penilaian kinerja karyawan, standar pekerjaan harus dapat diukur dan dipahami secara jelas. Menurut Bangun (2012), suatu pekerjaan dapat diukur dengan cara yaitu:
1. Kuantitas pekerjaan
Dimensi ini menunjukkan jumlah pekerjaan yang dihasilkan individu atau kelompok sebagai persyaratan yang menjadi standar pekerjaan. Setiap pekerjaan memiliki persyaratan yang berbeda sehingga menuntut karyawan harus memenuhi persyaratan tersebut baik pengetahuan, keterampilan, maupun kemampuan yang sesuai.
2. Kualitas pekerjaan
Setiap karyawan dalam perusahaan harus memenuhi persyaratan tertentu untuk dapat menghasilkan pekerjaan sesuai kualitas yang dituntut suatu pekerjaan tertentu. Setiap pekerjaan mempunyai standar kualitas tertentu yang harus disesuaikan oleh karyawan untuk dapat mengerjakannya sesuai ketentuannya. Karyawan memiliki kinerja baik bila dapat menghasilkan pekerjaan sesuai persyaratan kualitas yang dituntut pekerjaan tersebut.
3. Ketepatan waktu
Setiap pekerjaan memiliki karakteristik yang berbeda, untuk jenis pekerjaan tertentu harus diseleseikan tepat waktu, karena memiliki ketergantungan atas pekerjaan lainnya. Jadi, bila pekerjaan pada suatu bagian tertentu tidak selesai tepat waktu akan menghambat pekerjaan pada bagian lain, sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas hasil pekerjaan.
Suatu jenis pekerjaan tertentu menuntut kehadiran karyawan dalam mengerjakannya sesuai waktu yang ditentukan. Ada tipe pekerjaan yang menuntut kehadiran karyawan selama delapan jam sehari untuk lima hari kerja seminggu. Kinerja karyawan ditentukan oleh tingkat kehadiran karyawan dalam mengerjakannya.
5. Kemampuan kerja sama
semua pekerjaan dapat diselesaikan oleh satu orang karyawan saja. Untuk jenis pekerjaan tertentu mungkin harus diselesaikan oleh dua orang karyawan atau lebih, sehingga membutuhkan kerja sama antar karyawan sangat dibutuhkan. Kinerja karyawan dapat dinilai dari kemampuannya bekerja sama dengan rekan sekerja lainnya.
d. Pengertian Evaluasi Kerja/Penilaian Kerja
Penilaian pegawai merupakan evaluasi yang sistematis dari pekerjaan pegawai dan potensi yang dapat dikembangkan Andrew E.. Sikula (1981) dalam Mangkunegara (2007). Selanjutnya menurut Wirawan (2009) mendefinisikan “Evaluasi kinerja sebagai proses penilai – pejabat yang melakukan penilaian (appraiser) mengumpulkan informasi mengenai kinerja ternilai – pegawai yang dinilai (appraise) yang didokumentasikan secara formal untuk menilai kinerja ternilai dengan membandingkannya dengan standar kinerjanya secara priodik untuk membantu pengambilan keputusan manajemen SDM”.
Dari beberapa pendapat ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa evaluasi kinerja adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis untuk mengetahui hasil pekerjaan karyawan dan kinerja organisasi.
“Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi” Mangkunegara (2007). Secara lebih spesifik, tujuan dari evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999) dalam Mangkunegara (2007), adalah:
1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja.
2. Mencatat dan mengakui hasill kerja seseorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.
3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.
4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.
5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.
Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya. Untuk itu sangat tergantung dari para pelaksanaannya, yaitu para karyawannya agar mereka mencapai sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam Coorporate planning-nya.
f. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencapaian Kerja
Menurut Mangkunegara (2012), Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah sebagai berikut:
Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality (knowledge + skill). Artinya pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan tampil dalam pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal. 2. Faktor Motivasi (motivation)
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja dilingkungan organisasi. Mereka yang positif terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif terhadap situasi kerja maka, akan menunjukkan motivasi yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencangkup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kera dari kondisi kerja.
B.Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti telah melakukan penelitian tentang kinerja pegawai. Hasil dari penelitian akan digunakan sebagai bahan referensi dan perbandingan dalam penelitian ini, antara lain yaitu :
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu No Peneliti dan
Tahun Penelitian
Judul Penelitian Keterangan
1. Dhermawan,
Sudibya, dan Utama, (Agustus 2012). Pengaruh Motivasi, Lingkungan Kerja, Kompetensi dan Kompensasi terhadap Kepuasan Kerja dan Kinerja pegawai dilingkungan Dinas Pekerjaan Umum
Penelitian ini mengguna sampel sebanyak 150 orang pegawai. Peneliti menggunakan metode analisis dengan
Structural Equation Modelling (SEM). Dari hasil penelitiannya bahwa motivasi
dan lingkungan kerja berpengaruh
Provinsi Bali. kompensasi berpengaruh signifikan. Motivasidan kompetensi berpengaruh tidak signifikan terhadap kinerja
pegawai sementara lingkungan kerja,kompensasi dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan.
2. Runtunuwu,
Lapian, dan
Datulong, (September, 2015)
Pengaruh Disiplin,
Penempatan dan
Lingkungan Kerja terhadap Kinerja pegawai pada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu kota Manado.
Populasi berjumlah 30 orang. Sampel yang digunakan adalah dengan teknik
sampling jenuh. Teknik analisis yang digunakan yaitu Analisis Regresi Berganda. Penelitian ini menemukan hasil bahwa: Disiplin Kerja, Penempatan Kerja dan Lingkungan Kerja secara
bersama berpengaruh positif dan
signifikan terhadap Kinerja Pegawai.
3. Winda
Jennifer Rori, Peggy A. Mekel, dan Imelda Ogi (Juni, 2014). Pengaruh Pendidikan,
Pelatihan, dan
Penempatan Kerja terhadap Kinerja Pegawai Kantor Inspektorat kota
Manado.
Populasi penelitian seluruh pegawai kantor Inspektorat kota Manado berjumlah 44 orang dan semuanya dijadikan sampel. Metode analisis yang digunakan regresi linear berganda.
Hasil penelitian menunjukkan
pendidikan, pelatihan dan penempatan kerja baik secara simultan maupun parsial berpengaruh terhadap kinerja pegawai.
4. Adjib
Hamzah dan Nina Oktarina (Februari, 2015) Pengaruh Pelaksanaan Keselamatan, Kesehatan Kerja, Sarana Kantor dan Pengalaman Kerja terhadap Kinerja Pegawai Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Tengah.
Penelitian ini menggunakan populasi 80
pegawai, metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuesioner, observasi, dokumentasi dan interview. Tehnik analisis data menggunakan analisis regresi berganda dan analisis deskriptif persentase. Dari hasil
penelitiannya bahwa pelaksanaan keselamatan, kesehatan kerja, sarana kantor dan pengalaman kerja berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja pegawai.
dan Agus Supandi Suegoto (September, 2015) Kerja, Motivasi,
Pelatihan dan
Kompensasi terhadap
Kinerja Pegawai Dinas Pertanian Kabupaten Sorong.
orang. Teknik pengumpulan data adalah observasi, wawancara dan kuesioner. Teknik analisis data yang
digunakan adalah Regresi Berganda. Hasil penelitian menunjukan: Lingkungan Kerja, Motivasi, Pelatihan, dan Kompensasi baik secara bersama maupun parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja pada Dinas Pertaniaan Kabupaten Sorong
Selatan.
6. Ricky
Montolalu, Lotje Kawet dan Olivia
Nelwan (Maret, 2016) Pengaruh Kepribadian, Orientasi dan Penempatan Pegawai terhadap Kinerja Pegawai Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi
Sulawesi Utara.
Hasil penelitian menunjukan secara simultan kepribadian, orientasi kerja dan penempatan pegawai berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Secara parsial kepribadian berpengaruhnegatif dan signifikan dan
penempatan pegawai berpengaruh
positif dan signifikan, sedangkan
orientasi kerja tidak berpengaruh
terhadap kinerja pegawai pada
Disbudpar.
7. Ika Ruhana, Mochammad Al Musadieq, Eka Cahyani Putri Susanti (Desember, 2014)
Pengaruh Human
Relation (Hubungan Antar Manusia) dan Kondisi Lingkungan
Kerja terhadap Kinerja Karyawan Dinas Pekerjaan Umum Cipta
Karya Kabupaten Lamongan
Hasil pengujian analisis regresi linier berganda secara simultan dengan menggunakan uji F menunjukkan bahwa hipotesis I diterima. Variabel
komunikasi, kondisi fisik lingkungan kerja dan kondisi non fisik lingkungan kerja secara bersama-sama memberikan kontribusi terhadap variabel kinerja karyawan sebesar 68,6%. Sedangkan pengujian analisis
regresi linier berganda secara parsial dengan menggunakan uji t menunjukkan bahwa hipotesis II diterima, yang menyatakan bahwa variabel komunikasi, kondisi fisik lingkungan kerja, dan kondisi non fisik
lingkungan kerja berpengaruh
secara parsial terhadap kinerja karyawan.
Sumber: Berbagai Jurnal
C.Hubungan Antar Variabel (variabel dependen dengan variabel independen) 1. Hubungan Motivasi dengan Kinerja Pegawai
Menurut (Hasibuan, 2007) dalam (Warso, 2016), mengemukakan bahwa “Motivasi adalah pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang, agar mereka mau berkerjasama, berkerja efektif dan terintegrasi dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”. Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya motivasi dari seorang pegawai memiliki hubungan erat dengan tingkat kinerja, karena dengan adanya motivasi akan memberikan dorongan pada pegawai untuk meningkatkan kinerjanya. Apabila tujuan telah tercapai, maka akan tercapai kepuasan dan cendrung untuk diulang kembali, sehingga menghasilkan kinerja yang lebih baik lagi.
2. Hubungan Lingkungan Kerja dengan Kinerja Pegawai
Menurut Nitisemito (2010) dalam Nugroho (2016), mendefinisikan “Lingkungan kerja adalah segala sesuatu yang ada disekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam menjalankan tugas yang diembankan”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa lingkungan kerja memiliki hubungan dengan kinerja pegawai, hal ini disebabkan karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap para pegawai. Oleh karena itu, lingkungan kerja dalam suatu instansi perlu diperhatikan, karena apabila terciptanya lingkungan kerja yang kondusif dapat meningkatan kinerja pegawainya, begitupun sebaliknya.
Menurut Ardana (2012) dalam Montolalu (2016), menyatakan bahwa “Penempatan pegawai adalah suatu proses pemberian tugas dan pekerjaan yang lulus dalam seleksi untuk dilaksanakan secara continue dan wewenang serta tanggung jawab yang melekat sebesar porsi dan komposisi yang di tetapkan serta mampu mempertanggungjawabkan segala risiko yang mungkin terjadi atas tugas dan pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab tersebut”. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa penempatan kerja memiliki hubungan dengan kinerja pegawai, hal tersebut dapat disebabkan karena penempatan kerja mempengaruhi kinerja pegawai. Apabila penempatan pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimiliki maka dapat meningkatkan kinerja pegawai tersebut dalam bidangnya, begitupun sebaliknya.
D.Kerangka Pemikiran
Berdasarkan landasan teori dan penelitian terdahulu diatas, penelitian ini menggunakan variabel bebas (independen), yaitu Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja dan Penempatan Kerja. Sedangkan variabel terikatnya (dependen) yaitu Kinerja Pegawai. Berdasarkan hubungan antar variabel diatas dapat diketahui pengaruh variabel motivasi kerja, lingkungan kerja dan penempatan kerja terhadap kinerja pegawai sebagai berikut:
1. Pengaruh motivasi kerja terhadap kinerja pegawai
(Dhermawan, 2012; Handayani, 2015; Warso, 2016), dimana motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
2. Pengaruh lingkungan kerja terhadap pegawai
Lingkungan kerja merupakan salah satu komponen yang penting dalam melakukan aktivitas berkerja,karena baik atau buruknya kinerja seorang pegawai salah satunya dapat disebabkan dari lingkungan kerjanya sendiri. Lingkungan kerja yang baik dapat meningkatkankinerja pegawai. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang buruk dapat mengganggu aktivitas para pegawai dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, lingkungan kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai, hal ini telah dibuktikan oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Susanti, 2014; Runtunuwu, 2015; Satrio 2016), dimana lingkungan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
3. Pengaruh penempatan kerja terhadap kinerja pegawai
Penempatan adalah suatu proses pemberian tugas kepada tenaga kerja dan dijalankan secara bersama-sama dengan tanggung jawab yang telah diberikan. Dapat disimpulkan apabila penempatan kerja seorang pegawai sesuai dengan kompetensi yang diperlukan organisasi, maka dapat menghasilkan kinerja yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, penempatan kerja memiliki pengaruh terhadap kinerja pegawai. Hal ini telah dibuktikan oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Anita, 2013; Rori, 2014; Runtunuwu, 2015), dimana penempatan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Teoritis
E. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
H1: Motivasi Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. H2: Lingkungan Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap Kinerja pegawai. H3: Penempatan Kerja secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. H4: Motivasi Kerja, Lingkungan Kerja dan Penempatan Kerja secara simultan
berpengaruh terhadap kinerja pegawai. Motivasi Kerja
(𝑋𝑋1)
Lingkungan Kerja (𝑋𝑋2)
Penempatan Kerja (𝑋𝑋3)
KinerjaPegawai (Y)
H 1
H 2
H 3