• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERANAN MARTIN LUTHER DALAM REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERANAN MARTIN LUTHER DALAM REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16 SKRIPSI"

Copied!
225
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERANAN MARTIN LUTHER DALAM REFORMASI

GEREJA PADA ABAD KE-16

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh :

Elisabeth Ramadi Martine NIM: 031314015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Motto

Jalan yang diperlihatkan Kristus kepadamu tidak mudah. Hal itu menyerupai jalan yang berliku-liku mengitari sebuah gunung. JANGAN PUTUS ASA!!!!!Semakin curam jalannya, semakin cepat mengarah ke cakrawala yang lebih luas (Paus Yohanes Paulus II)

(5)
(6)
(7)

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma : Nama : Elisabeth Ramadi Martine

Nomor Mahasiswa : 031314015

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : Peranan Martin Luther Dalam Reformasi Gereja Pada Abad Ke-16

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalty kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buar dengan sebenarnya. Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 05 Maret 2008 Yang menyatakan

(8)

viii ABSTRAK

Martine, Elisabeth Ramadi. 2008. Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja Pada Abad ke-16. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis; (1) keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16, (2) latar belakang munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16, (3) perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik, (4) dampak reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16.

(9)

ix ABSTRACT

Martine, Elisabeth Ramadi. 2008. The Role of Marten Luther in the Church Reformation in 16th Century. Yogyakarta: Sanata Dharma University.

The aim of this paper is giving a description and analysis of: (1) the condition of the church in 16th century, (2) the background of Martin Luther’s as a reformer in the reformation of the church in 16th century, (3) the differences of opinions between Martin Luther and the Catholic Church, (4) the impact of the reformation on the Catholic Church and Europe in 16th century.

The research method used in this research covers five stages; topic selection, sources and heuristic gathering, verification or critics of sources, interpretation, and writing process or historiography. Whereas the methods of writing used are descriptive analytical method, a historical writing method which both tell the occurrences and analysis them.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas segala berkat rahmat, karunia, bimbingan, dan terang kasih-Nya, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun dalam rangka melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, Program Studi Pendidikan Sejarah, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa tanpa bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, maka skripsi ini tidak dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada: 1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Ketua Jurusan Program Ilmu Pengetahuan Sosial. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah.

4. Bapak Drs. Sutarjo Adisusilo J.R., S.Th., selaku Dosen Pembimbing yang telah dengan sabar membimbing, membantu, dan memberikan pengarahan selama penyusunan skripsi ini.

5. Bapak Drs. A.K. Wiharyanto, M.M. dan Bapak Drs. A.A. Padi, selaku Dosen Penguji yang telah membantu proses kelulusan pada saat ujian sarjana.

6. Ibu Dra. Theresia Sumini, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membimbing dari awal masuk kuliah hingga akhir kuliah.

(11)

xi belajar.

8. Seluruh karyawan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma, Perpustakaan Kolsani, dan Perpustakaan Seminari Tinggi Kentungan.

9. Romo Fl. Hasto Rosariyanto S.J., yang telah membimbing dan membantu mengarahkan dalam penyusunan skripsi ini.

10.Bapak Suwardi dan Ibu Anna yang kukasihi, Mbah Kung dan Mbah Ti, (Alm) Pak Wo dan Mbok Wo, Mbak Ruri, Mas Tri, Mas Ndu, Ino, Sindhu, dan Dek Vita, yang selalu setia untuk memberikan dukungan, semangat, doa, harapan, dan kasih sayang selama ini yang berguna dan membantu.

11.Teman-teman: Kristien, Dina, Titin, Ika, Mas Njoo, Melky, Siska, Lusi, Yeyek, Yayuk, Anton, Gophal, Budi, dan Fery, serta semua teman Pendidikan Sejarah angkatan 2003 yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan-keterbatasan dan pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, diharapkan pembaca memberi masukan kritik dan saran yang membangun bagi skripsi ini. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat berguna bagi pihak-pihak yang membacanya.

Yogyakarta, 8 Januari 2008

(12)

xii

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Perumusan Masalah...9

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian...10

1. Tujuan Penelitian...10

BAB II KEADAAN GEREJA KATOLIK PADA ABAD KE-16...47

(13)

xiii

B. Krisis Rohani dan Merosot Semangat Keagamaan...57

C. Penyelewengan Wewenang Gereja...60

BAB III MARTIN LUTHER SEBAGAI REFORMATOR DALAM REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16 (1517-1546)...67

A. Riwayat Hidup Martin Luther...68

B. Latar Belakang Martin Luther sebagai Reformator dalam Reformasi Gereja pada Abad Ke-16 (1517-1546)...74

1. Faktor Internal...75

2. Faktor Eksternal...79

C. Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Tahun 1517-1546...85

BAB IV PERBEDAAN PENDAPAT ANTARA MARTIN LUTHER DENGAN GEREJA KATOLIK ROMA...93

A. Perbandingan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma...94

1. Perbedaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma...94

2. Persamaan Pandangan antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma...123

B. Akibat Perbedaan Pendapat antara Martin Luther degan Gereja Katolik Roma...127

1. Martin Luther Memisahkan Diri dari Geraja Katolik Roma...127

2. Gereja Katolik Roma Melakukan Kontra Reformasi...137

BAB V DAMPAK REFORMASI GEREJA PADA ABAD KE-16...148

A. Dampak bagi Gereja Katolik Roma...149

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Gambar Martin Luther...175

Lampiran 2: Gambar Orang Tua Martin Luther...176

Lampiran 3: 95 Tesis Martin Luther...177

Lampiran 4: Gambar Kitab Suci dalam Bahasa Jerman...195

Lampiran 5: Gambar Salah Satu Kamar dalam Menara Pertapaan Agustinus Wittenberg, di Tempat Ini Martin Luther Mendapat “Pengalaman Menaranya”...196

Lampiran 6: Gambar Pintu Gereja Wittenberg Tempat Martin Luther Menempelkan 95 Tesisnya...197

Lampiran 7: Isi Pernyataan Iman (Kredo)...198

Lampiran 8: Isi 10 Perintah Allah...199

Lampiran 9: Isi Doa Bapa Kami...200

Lampiran 10a: Gambar dan Makna Lambang Lutheran...201

(15)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada zaman Abad Pertengahan, kebudayaan yang berkembang masih berdasarkan pada Kebudayaan Klasik Yunani dan Romawi. Kebudayaan Klasik Yunani dan Romawi tersebut berada di bawah naungan Gereja secara penuh dan dimanfaatkan bagi kepentingan Gereja. Apabila budaya klasik tersebut berlawanan atau tidak sejalan dengan Gereja, maka budaya tersebut disingkirkan oleh Gereja. Masyarakat pada Abad Pertengahan memiliki ciri khas yaitu mereka dikenal sangat beriman terhadap apa yang diberikan dan diajarkan oleh Gereja. Pada umumnya, kehidupan rohani masyarakat Abad Pertengahan sangat didominasi oleh Gereja.

Kebudayaan Gereja Latin dalam Abad Pertengahan membuat Eropa menjadi satu keluarga bangsa-bangsa di bawah pimpinan Paus. Pada masa Abad Pertengahan, budaya Yunani dan Romawi yang dianggap kurang sejalan dengan Gereja sering diberi label kafir atau pagan. Makna yang sebenarnya dari pagan adalah desa. Semula umumnya penduduk desa tidak beragama Nasrani, sehingga pagan kemudian mempunyai makna kafir.1

Pada abad ke-14, jika seseorang dianggap Kristen, maka orang itu adalah anggota Gereja Katolik. Kalau bukan Katolik, maka orang itu adalah seorang kafir. Bahkan, sejak abad ke-14, Gereja Katolik telah menjadi gila kekuasaan

1

(16)

dan penyalahgunaan akan hal itu mulai muncul dalam bentuk kemunafikan dan penghujatan yang ekstrim. Gereja Katolik telah memposisikan diri sebagai suara dan keputusan dari Allah yang absolut atas seluruh dunia. Gereja mengontrol pemerintahan dan kerajaan sekuler, menggeser siapa saja yang dikehendakinya, terutama jika ada ancaman terhadap kemakmuran dan kekuasaannya sendiri. Sekalipun beberapa raja mempunyai tahta warisan, mereka dikenakan “uang sewa” oleh Paus untuk tetap bertahta , mereka harus membayar atau merasakan akibat-akibatnya.2

Gereja Katolik demi mempertahankan kediktaktorannya menegaskan bahwa Alkitab hanya diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Hal ini menyebabkan orang-orang biasa tidak dapat membaca atau mengerti bahasa Latin, sehingga mereka menjadi korban dari apa yang diajarkan oleh Gereja. Orang biasa atau awam dilarang memiliki Alkitab karena diyakini bahwa hanya para imam yang diperbolehkan memiliki Alkitab. Para pejabat Gereja mengarang cerita-cerita dan dongeng-dongeng yang berbau tahyul. Ketidaktahuan ini membuat para imam dapat menjaga wibawa di depan umat. Dengan jelas dinyatakan bahwa orang-orang awam tidak akan pernah mengenal Allah, terlebih membahagiakan Allah melalui perbuatan. Umat dibiarkan mengabdi di bawah penghambaan yang tidak masuk akal tentang apapun yang dikarang-karang oleh para imam Gereja. Mereka mengarang tentang api penyucian dan infalibilitas Paus. Gereja juga mengadakan surat penghapusan dosa dan menjualnya, serta melakukan pemungutan pajak tersendiri bagi pembangunan Gereja, bagi peperangan yang dilakukan dan

2

(17)

pelaksanaan berbagai pekerjaan lain. Umat diajarkan bahwa jika mereka mengeluarkan uang cukup besar untuk surat penghapusan dosa (indulgensi), maka imam dapat memberikan jalan ke surga.

Namun, di samping kehidupan beragama yang penuh semangat, ada perasaan anti rohaniawan yang kuat. Para imam diejek sebagai orang yang bodoh, biarawan dicaci maki karena kemalasan dan tindakan asusila mereka, uskup dan Paus dikutuk karena lebih mengutamakan uang dan politik daripada kehidupan rohani. Bagi orang yang berpikiran dagang imam dikecam karena jumlah mereka besar tetapi tidak menghasilkan sesuatu. Lagipula, Paus Zaman Renaissance menjadi pemimpin yang mendatangkan bencana bagi gereja yang sangat memerlukan pembaharuan, walaupun ketaqwaan mereka dalam kehidupan pribadi tidak disangsikan. Paus Sixtus IV membantu para kemenakannya agar menduduki jabatan penting, Paus Innocentius VIII tanpa malu-malu mengakui anak-anak haramnya. Di bawah Alexander VI, Vatikan penuh tindakan yang memperburuk nama, dan Paus Julius II mengenakan baju jirah prajurit untuk memimpin tentara kepausan menyerang raja-raja Perugia dan Bologna. Paus Leo X suka sekali akan hal yang megah, dan menjual jabatan gereja untuk memperbesar harta kekayaannya. 3

Pada abad ke-15, merupakan tanda dimulainya babak baru dalam suatu zaman yaitu Zaman Renaissance. Seiring dengan perkembangan renaissance muncul gerakan reformasi. Renaissance dan reformasi merupakan dua sisi yang berbeda dari mata uang yang sama, ini terjadi antara lain karena keduanya tampil

3

(18)

sebagai suatu reaksi terhadap bentuk hampa, bentuk yang kosong, yang gersang dari kehidupan abad sebelumnya, yaitu Abad Tengah. Nampaknya Abad Pertengahan menekankan kehidupan bersama. Sedangkan renaissance maupun reformasi lebih menekankan pada kehidupan perseorangan, kehidupan mandiri. Di samping kesamaan ini, baik renaissance maupun reformasi lahir sebagai penentang, sebagai reaksi terhadap segala kemapanan semu yang ada, kemapanan kegoyahan tradisi yang dipaksakan.4

Renaissance merupakan gerakan intelektual yang lahir sebagai bentuk sikap menentang terhadap kemapanan kebekuan norma-norma yang labil, karena tidak mampu memberikan jawaban atas berbagai tantangan yang selalu muncul. Sikap ini lebih bersifat seni dan estetika, sehingga memungkinkan memberi jalan bagi suatu kelahiran reformasi.

Kebangkitan kembali ajaran sastra, dan seni kuno telah melahirkan sikap baru terhadap manusia dan tempatnya di dunia. Dahulu kecakapan dan hasil karya manusia dianggap pencerminan kehendak ilahi. Kini orang menganggapnya sudah dengan sendirinya patut diperhatikan. Sikap semacam ini dikenal sebagai humanisme. Humanisme berpadu dengan jiwa kritis Skolastisisme pada akhir Abad Pertengahan atau daya upaya menggali kebenaran dengan penalaran yang tekun dan bersama-sama menciptakan sebuah pemikiran yang berbeda mengenai hubungan antara iman dan akal, antara wahyu dan pengetahuan. Teologi skolastik disusun berdasarkan kepercayaan bahwa suatu pengetahuan tentang Allah dapat dicapai oleh akal. Penemuan teknik cetak mencetak tidak hanya menyebarluaskan

4

(19)

pikiran-pikiran Kristen, tetapi juga pikiran-pikiran sekuler serta kafir, dan penyebarannya mencapai penduduk yang kian lama kian melek aksara.5

Penentangan yang dilakukan oleh gerakan renaissance meski sudah sedemikian rupa, tetapi relatif tidak begitu melahirkan reaksi. Hal ini berbeda dengan bentuk penentangan yang dilakukan oleh gerakan reformasi yang lebih menimbulkan reaksi di kalangan masyarakat Eropa.

Reformasi merupakan salah satu kelanjutan dari perkembangan gerakan renaissance, yaitu kelahiran kembali budaya klasik Yunani dan Romawi setelah lama tenggelam akibat dominasi Gereja. Sebagai suatu gerakan, reformasi telah berhasil memecah belah Eropa, terutama dalam masalah agama. Sebagai gantinya, kemudian lahir berbagai gerakan pembaharuan Nasrani, yang masing-masing cenderung menganggap kelompok sendiri yang benar dan kelompok lain yang salah.

Para pendukung pembaharuan Nasrani, pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan. Ada golongan reformator rohani yang menyesalkan usaha-usaha duniawi dan mendukung kegiatan kesalehan dan kesederhanaan. Adapula penganjur teori konsili yang menginginkan adanya suatu Konsili Ekumenis untuk memperbaharui Gereja sebagai lembaga. Akhirnya, ada kaum humanis yang percaya bahwa pengetahuan tentang Alkitab akan memulihkan kemurnian yang menjadi ciri khas Gereja Purba. 6

Humanisme menaruh minat pada estetika, melihat kegunaan pengetahuan sejarah, dan yakin bahwa tugas utama manusia adalah menikmati kehidupannya

5

Edith Simon dan Para Editor Pustaka Time-Life, Abad Besar Manusia: Zaman Reformasi, Jakarta, Tira Pustaka, 1984, hlm. 13.

6

(20)

secara bijak dan mengabdi masyarakatnya secara aktif. Kebangkitan kembali zaman klasik itu tidak hanya didahului oleh perubahan di dalam lingkungan Abad Pertengahan, tetapi juga oleh suatu hal yang sulit diterangkan. Abad Pertengahan barangkali kelihatan statis, tetapi sebenarnya diwarnai ketidakpuasan yang mendalam. Masyarakat Abad Pertengahan merasakan bahwa banyak hal tidaklah berjalan sebagaimana mestinya, baik di dalam gereja maupun negara, dan mereka mendambakan adanya kelahiran kembali atau kebangkitan kembali.

Aliran Humanisme dengan agama Kristen terdapat konflik mesti tidak begitu tajam. Orang mengakui bahwa ilmu dan filsafat bukan Kristen mungkin dapat merongrong iman Kristen, tetapi bahaya tersebut bukan berupa keyakinan tandingan. Sebaliknya, bahaya itu berupa kemungkinan untuk menggantikan nilai rohani dengan nilai rohani dengan nilai duniawi. Agama boleh jadi memainkan peranan yang lebih besar dalam kehidupan sehari-hari daripada sebelumnya. Antara tahun 1200-1550, Italia menghasilkan lebih 200 orang kudus. Jumlah keuskupan di Italia juga lebih besar daripada jumlah seluruh keuskupan di dunia Kristen Barat. Presentasi jumlah imam terhadap jumlah penduduknya lebih besar. Biara-biara boleh jadi sangat mundur, dan jumlah anggotanya merosot. Tetapi ini, setidaknya sebagian disebabkan oleh pemusatan pada kegiatan di luar biara, pada tugas khotbah, dan pergi ke tanah misi.7

Gerakan humanis berasal dari Italia pada Zaman Renaissance. Tokoh humanis yang paling tenar adalah Erasmus, cendekiawan pengelana yang lahir di Rotterdam. Erasmus tumbuh menjadi tokoh yang halus budi bahasanya pada abad

7

(21)

ke-16. Nasehat Erasmus dicari oleh Paus dan reformator, raja dan cendekiawan di seluruh Eropa. Pada abad ke-16, tidak seorang pun lebih yakin akan perlunya pembaharuan daripada Erasmus, namun ia tidak pernah meninggalkan Gereja. Jauh sebelum Martin Luther, seorang reformator gereja yang paling gemilang, ia mempersoalkan kegiatan Paus di bidang sekuler dan mempertanyakan kebiasaan ulah tapa, pemujaan relikui, kehidupan membujang, penjualan indulgensi, penziarahan, pengakuan dosa, pembakaran penyesat dan doa kepada orang kudus. Erasmus melangkah lebih jauh daripada Martin Luther dalam desakkannya untuk mengurangi jumlah dogma menjadi sesedikit mungkin, dengan menyerahkan yang selebihnya kepada kebebasan pendapat.8

Revolusi Protestan itu bukan datang dengan tiba-tiba. Sebab-sebabnya telah kelihatan pada abad ke-15, dan mungkin juga pada abad ke-14. Kewibawaan Paus telah menjadi, cara hidup dari biarawan yang tinggi dan rendah telah tidak sejalan lagi dengan apa yang dikehendaki oleh Kristus dan pelayan-pelayan-Nya, di samping itu para biarawan sangat mengabaikan tugas utamanya ialah penjagaan jiwa-jiwa. Dengan demikian, masyarakat telah kehilangan rasa hormat terhadap Gereja serta pejabat-pejabatnya dan mudah sekali mendengar kepada nabi-nabi baru yang menghendaki reformasi atau pembaharuan. Pembaharuan bukan saja bagi manusia melainkan juga bagi ajaran dan lembaga-lembaganya.9

Martin Luther bukanlah orang pertama yang melakukan pembaharuan atau reformator dalam Gereja. Sebelum Martin Luther sudah ada gerakan pembaharuan Gereja yang terjadi pada abad ke-12 di Perancis oleh Peter Waldo. Peter Waldo

8

Ibid., hlm. 37.

9

(22)

adalah orang pertama yang melakukan gerakan pembaharuan Gereja. Kemudian pada abad ke-14, terjadi kembali pembaharuan gereja oleh John Wycliffe seorang sarjana Inggris. Pada abad ke-15, satu abad sebelum tampilnya Martin Luther, muncul John Hus dari Bohemia yang juga melakukan gerakan pembaharuan Gereja. Namun, pengaruh gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pendahulu Martin Luther hanya bersifat daerah (lokal). Barulah pada abad ke-16, ketidakpuasan terhadap Gereja Katolik sudah menyebar luas ke seluruh penjuru dunia Eropa. Hal ini terjadi ketika Martin Luther pada 31 Oktober 1517 memakukan 95 dalil pada pintu Gereja Kastil Wittenberg. Dalil-dalil Martin Luther ini berisi tentang mengutuk keserakahan dan keduniawian di dalam Gereja yang dianggapnya sebagai bentuk penyelewengan.

Martin Luther dikenal sebagai seorang tokoh reformator Gereja di Jerman pada abad ke-16. Gerakan reformasi yang diusahakannya telah menyebabkan berdirinya sebuah Gereja lain di samping Gereja Katolik Roma yaitu Gereja Lutheran. Tujuan awal gerakan reformasi Martin Luther sebenarnya hanya mencoba memperbaiki berbagai kelemahan yang ada. Martin Luther dan kawan-kawannya semula berharap akan bisa menghilangkan berbagai bentuk penyelewengan yang dilakukan Gereja. Hanya saja, Martin Luther tidak saja demikian dipojokkan, bahkan dianggap sebagai outlaw yang sewaktu-waktu bisa dibunuh tanpa akan dihukum siapapun yang membunuhnya.10

Martin Luther yang melakukan pembangkangan terhadap Gereja Katolik Roma dan melahirkan gerakan Reformasi Protestan lahir di tahun 1483 di kota

10

(23)

Eisleben, Jerman. Dia memperoleh pendidikan perguruan tinggi yang cukup baik dan pernah belajar hukum. Tetapi, secara keseluruhan Martin Luther tidak pernah menyelesaikan pendidikan formal melainkan memilih menjadi pendeta Agustinian.11 Ketidakpuasan dan keluhan-keluhan Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma muncul setingkat demi setingkat. Di Roma, tahun 1510, Martin Luther melihat pemborosan dan kemewahan duniawi para pendeta Gereja Katolik. Hal yang paling mendorong Martin Luther untuk melancarkan aksi protesnya terhadap Gereja Katolik Roma adalah perbuatan Gereja yang melakukan pengadaan dan penjualan surat pengampunan dosa (indulgensi).

Reformasi Gereja yang dilakukan Martin Luther ini berhasil. Keberhasilan reformasi itu disebabkan oleh bantuan dari tangan dunia yang menjadi alat bagi Protestantisme. Kebobrokan yang terjadi dalam tubuh Gereja, sangatlah mungkin bila terjadi pembaharuan. Pembaharuan yang dilakukan terhadap Gereja ini selain dilihat dari segi agama, perlu juga dilihat dari segi politik dan segi sosial pada zaman itu.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat dikemukakan beberapa rumusan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16 ?

2. Apa yang melatarbelakangi munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 (1517-1546) ?

11

(24)

3. Apa yang menjadi perbedaan pendapat antara Martin Luther dengan Gereja Katolik ?

4. Apa dampak yang muncul dari reformasi Gereja pada abad ke-16 bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16 ?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian tentang “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16”, adalah:

a. Mendeskripsikan dan menganalisis keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16. b. Mendeskripsikan dan menganalisis latar belakang munculnya Martin Luther

sebagai reformator dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 (1517-1546). c. Mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan pendapat antara Martin Luther

dengan Gereja Katolik.

d. Mendeskripsikan dan menganalisis dampak yang muncul dari reformasi Gereja bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tentang “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16” ini, diharapkan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang berguna antara lain:

a. Bagi Universitas Sanata Dharma

(25)

penelitian tentang reformasi Gereja.

b. Bagi Ilmu Pengetahuan dan Dunia Pendidikan

Hasil penelitian ini sebagai sumbangan pengetahuan dalam memperkaya ilmu pengetahuan dan wawasan tentang sejarah dunia, lebih khususnya tentang peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16. Sehingga hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pelengkap dalam pengajaran sejarah.

c. Bagi Penulis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sarana untuk menerapkan teori yang telah didapatkan di bangku kuliah ke dalam praktek dunia nyata sekaligus menambah wawasan pengetahuan tentang sejarah dunia, khususnya tentang peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16.

D. Tinjauan Pustaka

Sumber merupakan unsur pokok dalam penulisan sejarah. Sumber tertulis maupun sumber lisan dapat dibagi atau dikategorikan menjadi dua yaitu sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah kesaksian dari para saksi mata atau pelaku peristiwa sejarah itu sendiri yang terlibat secara langsung maupun yang menyaksikan secara langsung peristiwa itu terjadi, atau berupa dokumen resmi dan penting pada masa peristiwa itu terjadi. Sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan saksi pandangan mata atau hasil karya orang lain yang berasal dari kesaksian seorang saksi.12

12

(26)

Adapun dalam penelitian ini sumber primer yang dipakai adalah berupa sumber tertulis yang diperoleh melalui buku-buku dan dokumen. Sumber primer yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Katekismus Besar Martin Luther telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Anwar Tjen, diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, tahun 1994. Judul asli buku ini adalah Luther’s Large Catechism yang diterbitkan oleh Lutheran Publishing House, Adelaide pada tahun 1983. Buku ini merupakan suatu uraian yang sederhana mengenai iman Kristen yaitu pentingnya unsur-unsur pokok yang tidak boleh diabaikan. Di dalam buku ini, Martin Luther menjelaskan bahwa Katekismus adalah Alkitab orang awam di mana di dalamnya terkandung seluruh ajaran Kristen yang perlu diketahui oleh setiap orang Kristen. Buku ini

terbagi dalam lima bagian, yaitu:

1. Bagian pertama, mengenai kesepuluh firman di mana di setiap firman diberikan penjelasan sederhana tentang maksud firman tersebut.

2. Bagian kedua, mengenai pengakuan iman di mana dengan pengakuan iman yang kuat maka dapat memelihara kesepuluh firman dengan baik.

3. Bagian ketiga, mengenai Doa Bapa Kami yang disertai dengan penjelasan mengenai makna yang terkandung dalam Doa Bapa Kami.

4. Bagian keempat, mengenai Baptisan bahwa dengan baptis maka seseorang telah menjadi umat Kristen dan Baptisan harus didukung dan dipertahankan dari dukun-dukun dan ajaran sesat.

(27)

dimaksud dengan Perjamuan Kudus, apa manfaat dari Perjamuan Kudus, dan siapa yang layak untuk menerima Perjamuan Kudus.

Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Three Treatises diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Charles M. Jacobs, Steinhauser, dan W.A. Lambert yang diterbitkan oleh Fortress Press di Philadelphia pada tahun 1960. Judul asli buku ini adalah An den Christlichen Adel deutscher Nation von des Christlichen Standes Besserung, De Captivitate Babylonica Ecclesiae, Von der Freihet eines

Christenmenschen yang diterbitkan oleh Muhlenberg Press pada tahun 1957. Buku ini berisi tiga karangan yang menjelaskan pandangan-pandangan teologi Martin Luther. Martin Luther memang banyak menulis karangan teologi. Namun, bagi Martin Luther ketiga karangan ini merupakan yang paling penting. Adapun ketiga karangan itu antara lain:

1. Kepada Kaum Bangsawan Kristen Jerman tentang Perbaikan Masyarakat Kristen (An den Christlichen Adel deutscher Nation: von des Christlichen Standes Besserung), ditulis pada tahun 1520.

Dalam karangannya, Martin Luther menentang dan memprotes mengenai tuntutan Paus bahwa kaum awam berada di bawah kekuasaan Paus, Paus yang berhak menafsirkan Alkitab dan hanya Paus yang berhak memanggil konsili. Ketiga hal ini telah menghalangi adanya pembaharuan dalam Gereja.

2. Pembuangan Babel untuk Gereja (De Captivitate Babylonica Ecclesiae), ditulis pada bulan Oktober 1520.

(28)

sakramen-sakramen. Menurut Martin Luther ke tujuh sakramen yang ada dalam Gereja Katolik Roma menawan seorang Kristen sejak ia lahir hingga ia meninggal, padahal menurut kesaksian Alkitab hanya dua sakramen yang diperintahkan oleh Tuhan Yesus, yaitu Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.

3. Kebebasan Seorang Kristen (Von der Freihet eines Christenmenschen)

Karangan ini merupakan buku etika, di mana Martin Luther merumuskan kebebasan Kristen dengan dua rumusan yaitu, seorang Kristen adalah bebas dari segala ikatan dan bukanlah hamba kepada siapa pun, seorang Kristen adalah terikat kepada segala sesuatu dan hamba kepada semua orang.

Buku yang ditulis oleh Martin Luther berjudul Martin Luther: Kebebasan Seorang Kristen diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh W. Sihite dan B. Laiya diterbitkan oleh Depot Buku-buku Methodist di Jakarta pada tahun 1971. Judul asli buku ini adalah Von der Freiheit eines Christenmenschen yang diterbitkan oleh Muhlenberg Press pada tahun 1957. Buku ini merupakan salah satu karangan yang ternama yang muncul dari reformasi Protestan di Eropa pada abad ke-16. Buku ini berisi perumusan mengenai kebebasan seorang Kristen. Martin Luther menulis buku ini atas usulan seorang Paus yang masih mengharapkan kompromi antara Martin Luther dengan Gereja Katolik Roma.

(29)

ini berisi tentang ajaran-ajaran gereja dan pemeliharaan ajaran Gereja yaitu mengenai sepuluh firman, mengenai doa yang benar bagi seorang Kristen, membahas tentang kesengsaraan dan penderitaan. Selain itu, buku ini juga menjelaskan pentingnya akan dua sakramen yaitu Sakramen Baptis yang kudus dan Sakramen Tubuh dan Darah Kristus (Perjamuan Kudus). Masalah penyesalan dan pertobatan akan dosa yang diperbuat manusia juga diuraikan di dalam buku ini.

Selain sumber primer di atas, dipergunakan sumber sekunder yang mendukung bagi penelitian ini. Sumber sekunder merupakan sumber yang telah ditulis ulang oleh orang lain di mana penulis yang bersangkutan tidak sejaman dengan peristiwa atau sumber yang diperolehnya. Adapun sumber sekunder yang dipakai dalam penelitian adalah berupa sumber tertulis yang diperoleh melalui buku-buku dan artikel-artikel. Buku-buku dan artikel-artikel yang dimaksud adalah sebagai berikut:

Buku yang ditulis oleh Hans Peter Grosshans berjudul Luther diterbitkan oleh Kanisius di Yogyakarta pada tahun 2001. Buku ini mengisahkan tentang seorang tokoh Kristen yaitu Martin Luther. Martin Luther adalah pemimpin reformasi Protestan yang paling terkenal. Martin Luther sebagai dosen di Wittenberg memberi tekanan baru pada prinsip Santo Paulus tentang pembenaran berkat iman, yang menantang kebobrokan Gereja Katolik Roma pada waktu itu.

(30)

pecahan-pecahan yang saling berbentrokan dan adanya interaksi dengan suasana politik, sosial, ekonomi, serta filsafat yang terdapat pada masa itu. Buku ini dengan jelas membahas munculnya reformasi Gereja hingga munculnya Martin Luther sebagai reformator dalam reformasi Gereja.

Buku yang ditulis oleh Roberts Liardon berjudul Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Ingouf Setiawan dan diterbitkan oleh Metanoia Jakarta pada tahun 2006. Judul asli buku ini adalah God’s Generals II: The Roaring Reformers, diterbitkan oleh Roberts Liardon Ministries, USA, pada tahun 2003. Buku ini berisi tentang tiga tokoh besar yang melakukan reformasi Gereja. Ketiga tokoh reformasi Gereja itu adalah:

1. John Wycliffe, ia dikenal sebagai “Penerjemah Alkitab” karena ia berhasil menerjemahkan Alkitab bahasa Latin ke dalam bahasa Inggris dan menjadi martir atas usaha-usahanya itu. Ia adalah tokoh reformasi Gereja pada abad ke-14.

2. John Hus, ia dikenal sebagai “Bapak Pembaharuan” karena ia selalu berusaha untuk menyebarkan Injil dan mendorong orang-orang untuk mempelajari Alkitab. Ia adalah tokoh reformasi Gereja pada abad ke-15.

3. Martin Luther, ia dikenal sebagai “Kapak-Perang Reformasi” karena ia seorang biarawan yang menjadi seorang reformator, yang menemukan kebenaran bahwa manusia diselamatkan hanya karena anugerah dari Allah.

Buku yang ditulis oleh H. Haikal berjudul Renaissance dan Reformasi

(31)

1989. Buku ini berisi tentang keterkaitan renaissance dengan munculnya reformasi. Selain itu, buku ini juga mengisahkan riwayat Martin Luther, perjuangan Martin Luther dalam melakukan reformasi Gereja, pernikahan Martin Luther, hingga kematian Martin Luther akibat terserang penyakit.

Buku yang ditulis oleh W.L. Helwig berjudul Sejarah Gereja Kristus Jilid 2

diterbitkan oleh Yayasan Kanisius di Yogyakarta pada tahun 1974. Buku ini berisi tentang perjalanan Gereja dalam Abad Pertengahan dengan masa keemasannya sampai saat menjelang abad modern, di dalam buku ini juga diuraikan mulai runtuhnya Abad Pertengahan karena munculnya renaissance dan humanisme, hingga memuncak dengan adanya protes terhadap Gereja Katolik untuk mengadakan reformasi.

Diktat yang ditulis oleh Fl. Hasto Rosariyanto, SJ. berjudul Sejarah Gereja Umum II . Diktat ini diterbitkan oleh Fakultas Teologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, pada tahun 2001. Diktat ini terbagi menjadi ke dalam 4 bagian yaitu: 1. Revolusi Protestan dan reformasi Katolik.

2. Gereja di dalam jaman absolutisme. 3. Gereja di dalam jaman liberalisme. 4. Gereja di dalam jaman totalitarisme.

(32)

dari kaum beriman pada umumnya dan dari pejabat Gereja pada khususnya. Namun, keinginan akan pembaharuan tidak dapat dipadamkan. Dalam abad ke-16, seruan akan pembaharuan semakin kuat. Pembaharuan dalam Gereja Katolik berubah mulai kuat, sesudah sebagian besar kaum beriman meninggalkan gereja di bawah pimpinan Martin Luther dan Calvin.

Artikel yang ditulis oleh Dian berjudul Pemisahan Diri Luther dari Roma yang terdapat pada situs internet http://www.dianweb.org/buku/luther/htm. Artikel ini memuat perjuangan Martin Luther yang menentang berbagai bentuk penyelewengan yang dilakukan oleh Gereja. Martin Luther menempelkan 95 dalilnya pada pintu Gereja Kastil Wittenberg. Hal ini membuat Paus marah, sehingga Martin Luther dipanggil menghadap ke Roma. Dalam artikel ini juga dituliskan bahwa Martin Luther telah membuat suatu keputusan yang sangat berat di mana ia telah memutuskan untuk memisahkan diri dari Gereja Katolik Roma.

(33)

E. Landasan Teori

Skripsi ini berjudul “Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16”, supaya dapat menjelaskan lebih mendalam tentang permasalahan dan ruang lingkup penelitian ini, maka dibutuhkan uraian dari beberapa konsep agar dapat menjelaskan dan menguraikan permasalahan penelitian skripsi ini. Konsep-konsep tersebut adalah peranan, indulgensia, reformasi Gereja, dan Lutheranisme. Penjelasan tentang konsep-konsep ini sangat penting karena hal ini merupakan landasan berpikir dan pembatasan masalah. 1. Peranan

Peranan merupakan kata dengan imbuhan -an dan memiliki kata dasar

peran. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat.13 Peran atau role merupakan cara tertentu yang dilakukan seseorang untuk menjalankan peranan yang dipilihnya.14 Sedangkan yang dimaksud dengan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan.15 Peranan juga dapat diartikan sebagai fungsi seseorang atau sesuatu dalam kehidupan.16

Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, 1990, hlm. 667.

14

Save M. Dangun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Jakarta, LPKN, 2006, hlm 870.

15

Ibid.

16

(34)

ditetapkan dengan jelas. Sepanjang masyarakat menyadari bahwa diri mereka dan orang lain menduduki posisi yang memiliki berbagai hak dan kewajiban, maka perilaku mereka tidak dapat dipahami tanpa mengacu pada berbagai harapan mereka tentang bagaimana seharusnya mereka berperilaku dan perilaku apa yang harus dilakukan orang lain dalam berhadapan dengan mereka. Segala penjelasan mengenai mengapa masyarakat mengikuti peraturan menyiratkan suatu konsep peran, karena peraturan diterapkan pada orang-orang yang memiliki posisi sosial tertentu.

Dengan demikian, konsep peran menjelaskan hubungan antara individu dan masyarakat.17

Peranan merupakan seperangkat perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menduduki posisi tertentu dalam suatu kelompok sosial. Harapan masyarakat yang membatasi peranan tertentu sangat sering bertentangan sehingga pemegang peranan dapat memilih dengan leluasa bentuk perilaku tertentu. Penentuan peranan dipengaruhi oleh persepsi pemegang peran terhadap orang lain atas peranannya, tafsirannya sendiri atas peranan tersebut, kepekaan terhadap tuntutan tumbuhnya penentu peran yang khas karena situasi dan kemampuan serta kecakapannya menanggapi. Sekumpulan peranan yang dipegang oleh seorang individu saja disebut seperangkat peranan. Seperangkat peranan yang terdiri dari berbagai tuntutan peran akan melahirkan konflik peranan. Pelaku atau pemegang peran yang melakonkan peranan disebut ego, pasangan peran dalam suatu peranan kepada siapa si pemegang peranan berinteraksi disebut alter atau

17

(35)

aku yang kedua.18

Berdasarkan pengertian peranan di atas, maka Martin Luther memiliki peranan yang dominan dalam proses reformasi Gereja yang terjadi pada abad ke-16 karena ia sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16. Ketidakpuasan dan keluhan-keluhan Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma timbul setingkat demi setingkat, di mana Martin Luther berseru kepada Gereja agar kembali kepada ajaran-ajaran Alkitab telah melahirkan tradisi baru dalam agama Kristen. Seruan yang dilakukan oleh Martin Luther ini berupa penempelan dalil sebanyak 95 dalil yang dipakukan di pintu Gereja Kastil Wittenberg. Ruang lingkup protes Martin Luther terhadap Gereja Katolik Roma dengan kecepatan luar biasa menyebar dengan luas. Gerakan reformasi yang dilakukan Martin Luther berjalan terus. Banyak kota dan wilayah Jerman memihak kepada Martin Luther, dan nama Martin Luther mulai terkenal di luar Jerman. Banyak kaum humanis dan para petani Jerman yang bersimpatik kepada Martin Luther. 2. Indulgensia

Indulgensia secara harfiah berarti kemurahan hati, atau pengampunan atas hukuman sementara akibat dosa yang sudah diampuni. Indulgensi adalah pengampunan di hadapan Allah dari hukuman-hukuman sementara bagi dosa-dosa yang kesalahannya sudah diampuni. Indulgensia diperoleh orang beriman yang berdisposisi baik dan memenuhi syarat-syarat tertentu, gereja menolong mereka yang sebagai pelayan keselamatan berwenang untuk membagi dan menyampaikan harta rohani yang tersedia berkat karya pemulihan Kristus dan

18

(36)

para orang kudus.19

Indulgensia (surat penghapusan dosa) adalah penghapusan sepenuhnya atau sebagian dari penghukuman sementara yang masih ada bagi dosa-dosa setelah kesalahan seseorang dihapuskan melalui absolusi, yaitu pernyataan oleh imam bahwa dosa seseorang telah dihapuskan.20

Menurut Kamus Sejarah Gereja, indulgensia merupakan penghapusan hukuman sementara karena pengampunan dosa oleh Gereja berdasarkan jasa Kristus dan orang-orang kudus. Praktek ini didasarkan pada asumsi retribusi keadilan Allah, yaitu dosa harus mendapat hukuman baik di bumi maupun dalam api penyucian, bahkan juga setelah orang berdosa diperdamaikan dengan Allah lewat penyesalan dan absolusi. Seseorang dapat memperoleh indulgensia penuh atau indulgensia sebagian saja yaitu hukuman sementara itu dikurangi hari atau tahunnya di dalam api penyucian.21

Sejak abad ke-3, muncul ajaran bahwa dengan perantaraan imam, pengaku dan mereka yang menghadapi kemartirannya dapat memperpendek hukuman mereka yang sedang menjalani hukuman pertobatan. Kemudian hukuman pertobatan ini dipandang sebagai pengganti hukuman di api penyucian. Ajaran tentang indulgensia baru mencapai perkembangan yang penuh pada abad ke-12.22

Indulgensia biasanya diberikan oleh Paus. Paus juga memberikan hak kepada wakil-wakilnya untuk memberikan indulgensia sebagian pada

19

Adolf Heuken, Ensiklopedi Gereja Jilid III, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, 2004, hlm. 98.

20

Tim Wikipedia, “ Martin Luther “ dalam http://id.wikipedia.org/wiki/martin_luther, 10April2007.

21

F.D. Wellem, Kamus Sejarah Gereja, Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1994, hlm. 98.

22

(37)

waktu tertentu, seperti pada waktu penahbisan Gereja, pada waktu melaksanakan puasa pada hari-hari tertentu, dan pada perayaan suatu keuskupan. Namun, praktek kesewenang-wenangan terjadi oleh pejabat Gereja yang tidak peduli pada norma-norma moral yaitu dengan cara memberikan indulgensia dengan memperoleh imbalan sejumlah uang.

Pada abad ke-16, terjadi penyelewengan terhadap surat indulgensia yang dilakukan oleh Gereja. Gereja mengajarkan bahwa Yesus, Maria, dan para santa serta santo berkelakuan jauh lebih baik di bumi daripada yang mereka butuhkan untuk dapat masuk surga. Kredit ekstra dari kebajikan mereka disimpan dalam sistem perbankan surga, yang dicatat oleh Paus. Kredit ini disebut dengan “kebijakan bersama” atau “perbendaharaan kebajikan”, tersedia bagi orang-orang awam melalui kegiatan-kegiatan yang ditetapkan dari para imam, yang bergantung pada dosa-dosa yang diakui oleh umat. Kegiatan-kegiatan tersebut disebut “perbuatan-perbuatan”. Bukti dari perbuatan-perbuatan diberikan dalam bentuk bukti pembelian yang dikenal dengan indulgensia.23

Surat indulgensia ini pada abad ke-16 diperjualbelikan. Pembeli dapat membeli sebuah indulgensia untuk dirinya sendiri ataupun untuk salah seorang sanak keluarga yang sedang berada di api penyucian. Hanya Paus saja yang dapat menentukan berapa tahun hukuman seseorang dapat dikurangi dalam api penyucian. Namun, umat yang memiliki kekuatan dan semangat dari roh agamawi akan selalu berjuang untuk menerima pengampunan dari Allah, saat mereka mencoba membayar dosa-dosa mereka sendiri melalui perbuatan-perbuatan

23

(38)

baik mereka. 3. Reformasi Gereja

Reformasi merupakan kata serapan yang berasal dari bahasa Latin. Reformasi pada umumnya berarti memberi bentuk (= forma) yang lebih baik, atau kembali (= re) ke bentuk yang semestinya, karena keadaan telah merosot dan kurang memuaskan. Semua yang manusiawi sewaktu-waktu perlu diperbaharui karena kesalahan yang telah dibuat sebelumnya.24 Menurut J.S. Badudu yang dimaksud dengan reformasi adalah perubahan radikal untuk perbaikan bidang sosial, politik, agama dalam sebuah masyarakat atau negara.25

Pada masa Karl Agung sekitar abad ke-8 dan 9, gereja dengan negara memiliki hubungan yang erat karena bersama-sama meningkatkan kemakmuran masyarakat Kristiani dan bekerjasama memperluas kerajaan Allah di dunia. Dalam hal ini, pemerintahan Kaisar Karl Agung memakai biara-biara sebagai pembantu-pembantunya dalam pembangunan.

Hubungan baik antara Gereja dan negara membawa amat banyak keuntungan untuk perkembangan Gereja,antara lain:26

a. Gereja mendapat perlindungan untuk harta miliknya serta pembebasan pajak. b. Perundang-undangan kafir dirubah sesuai dengan Undang-Undang Gereja. c. Gereja memperoleh pengesahan kekuasaannya.

d. Kewibawaan sipil diberikan kepada para uskup, dan hal perlindungan suaka diberikan kepada Gereja.

24

Adolf Heuken, Ensiklopedia Gereja Jilid VII, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, hlm. 106.

25

J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan Asing dalam Bahasa Indonesia, Jakarta, Kompas, 2003, hlm. 298.

26

(39)

e. Dosa melawan Tuhan sebagai bid’ah, penghujatan dinyatakan kejahatan umum dan disiksa oleh negara.

f. Gereja mendapat pengaruh atas negara dan dengan demikian dapat menyediakan dunia untuk beberapa masalah penting, misalnya penghapusan perhambaan.

Namun, kejayaan negara mulai runtuh secara perlahan ketika Karl Agung wafat, di mana para penggantinya malah menyebabkan perpecahan dalam kerajaan. Kerajaan terbagi menjadi 3 yaitu Kerajaan Frank Barat, Kerajaan Frank Tengah, dan Kerajaan Frank Timur. Perang saudara terjadi di antara ketiga raja yang saling bersaing memperluas wilayahnya. Suasana dan keadaan negara yang kacau balau turut memberi dampak terhadap Gereja yang juga mengalami krisis kewibawaan.

(40)

Pangkat-pangkat Gereja dijual kepada siapa yang lebih mahal menawarnya.Banyak uskup membeli pangkatnya lalu menjualkan pangkat yang rendah kepada yang rendah kepada yang lain, dan untuk menutup kerugian maka biarawan yang lain itu menjual lagi Sakramen dan Sakramentali. Biarawan yang berpraktek simonia adalah biarawan yang telah merosot imannya. Dengan demikian, bahwa dalam abad ke-10 dan 11, setengah dari para imam tidak menghiraukan kehidupan selibat lalu hidup sebagai bapa rumah tangga di mata umum.27

Keadaan Gereja sangat memprihatikan sebab semangat Kristiani telah hilang dari hati kaum orang beriman dengan dilakukan perbuatan simonia, sehingga pada zaman itu sering disebut sebagai Zaman Gelap. Keadaan Gereja yang seperti ini menyebabkan banyak orang tidak lagi memperdulikan gereja, tetapi juga masih ada orang-orang yang mengkritik Gereja dengan maksud untuk memperbaikinya. Aliran ini menjadi kuat di biara-biara.

Biara-biara yang ada berjasa dalam penyelamatan dan pembaharuan Gereja dari kemerosotan iman yang merajalela. Pembaharuan terjadi dalam Biara Cluny. Biara ini didirikan pada tahun 910 di Cluny, Burgondia, bagian timur Perancis. Dari awalnya, biara ini tidak dikuasai oleh bangsawan atau uskup, melainkan langsung di bawah pimpinan Paus. Biara ini dengan kuat mempertahankan aturan-aturan mengenai kemiskinan, ketaatan, dan keperawanan, serta doa bersama dalam aturan harian Biara Cluny. Pembaharuan dalam Biara Cluny menonjol dan menarik perhatian banyak biarawan dan biarawati serta tokoh-tokoh Gereja. Dari

27

(41)

manapun biarawan Cluny diundang untuk memimpin pembaharuan di biara-biara yang lain, baik oleh biarawan atau biarawati sendiri, maupun oleh para uskup serta para bangsawan yang berkuasa dalam biara di daerah-daerahnya. Usaha Cluny sangat berhasil sehingga dalam tahun 1100 kurang lebih 1500 biara-biara mengakui Cluny sebagai pusat rohani mereka.28

Abad Pertengahan mengalami kejayaan sekitar tahun 1100-1300, dimana gereja berhasil untuk mencapai cita-citanya yaitu mendirikan Kerajaan Allah di dunia. Pada waktu itu, masyarakatnya hidup dalam keyakinan bahwa Allah hadir di tengah-tengah mereka, dan mereka berusaha untuk melaksanakan kehendak Allah. Gereja dalam hal ini memiliki pengaruh yang kuat di masyarakat.

Gereja dalam mempengaruhi masyarakat melalui usaha-usaha tertentu, antara lain:29

a. Dalam bidang politik internasional:

Raja-raja yang tidak taat kepada undang-undang Gereja dan tidak mengakui kuasa Paus baik dalam bidang rohani maupun dalam bidang politik, demikian juga raja-raja yang berperang untuk memperluas daerahnya dengan bermacam-macam cara yang tidak halal, diancam dengan pengucilan dan hukuman internasional.

b. Dalam bidang sehari-hari:

Masyarakat dalam Abad Pertengahan terbagi dalam 3 golongan yaitu bangsawan, rohaniwan, dan rakyat jelata. Secara teoritis, setiap golongan punya hak kewajiban tertentu, tetapi dalam prakteknya rakyat jelata biasanya

28

Kleopas Laarhoven, Gereja Abadi, Gunungsitoli, Offset, 1977, hlm.51.

29

(42)

ditindas oleh para bangsawan yang memperlakukan rakyat demi kepentingan sendiri. Dalam hal ini Gereja mengumpulkan dana untuk orang miskin dan juga mengeluarkan peraturan untuk membela rakyat jelata dengan mengeluarkan dua peraturan yaitu:

1) Damai Allah (PAX DEI). Peraturan ini melarang dengan ancaman hukuman pengucilan menyerang orang yang tidak dapat membela diri seperti anak-anak, wanita, dan kaum peziarah.

2) Genjatan senjata demi Allah (TREUGA DEI). Peraturan ini melarang dengan mengancam hukuman pengucilan perang pada hari yang tertentu antara lain hari Minggu dan hari raya.

Dengan segala tindakannya itu, Gereja dapat mempengaruhi masyarakat untuk menerapkan cita-citanya. Tetapi pengaruh Gereja itu membahayakan karena kuasa dan pengaruh tersebut selalu membawa kekayaan bagi Gereja dan pejabat tinggi. Dalam hal ini, bahaya tersebut ditentang oleh biara, khususnya Biara Sistersienser, cabang dari Ordo Benediktin yang dipelopori oleh S. Bernardus dari Clairvaux. Pada tahun 1300-an, terjadi krisis kewibawaan di dalam Gereja di mana hal ini erat hubungannya dengan krisis rohani. Krisis ini memberikan pukulan yang lebih hebat kepada kesatuan umat Kristen daripada yang mungkin diakibatkan oleh skisma Barat dan Galikanisme, krisis itu ialah perpecahan reformasi. Dalam hal tersebut, kaum awam bersaing dengan kaum rohaniwan untuk menarik diri dari pola teologis dan memperkembangkan menempuh arah menurut kodrat, dan memulai renaissance.30

30

(43)

Sejak abad ke-14, seruan untuk melakukan pembaharuan di dalam Gereja tidak pernah berhenti. Memang sudah banyak usaha pembaharuan dilakukan, akan tetapi pada waktu itu masih belum memberikan pengaruh apa-apa, karena hal ini disebabkan di dalam seluruh abad ke-14 dan di dalam seperempat pertama abad ke-15, pembuangan Babilon para Paus dan Skisma Barat, merupakan penghalang bagi terselenggarannya kerja sama yang dapat mengarah kepada pembaharuan Gereja.31

Hidup kekristenan dalam Gereja Katolik selama abad ke-15 sangat merosot di segala bidang, tidak terkecuali pemikiran teologi. Ada berbagai hal yang menyebabkan kemerosotan ini antara lain terjadi skisma besar antara tahun 1378 dan tahun 1417 yang melanda Gereja Katolik yaitu perpecahan Gereja menjadi Gereja Timur dan Gereja Barat karena pada saat yang bersamaan ada lebih dari satu Paus dan masing-masing Paus memiliki pendukung sendiri-sendiri.32 Para pejabat tinggi rohaniwan melakukan banyak penyelewengan, diantaranya absentisme yaitu gejala uskup jarang atau tidak pernah tinggal di wilayahnya sendiri, sedangkan karya kerasulan sesungguhnya diserahkan kepada tenaga pembantu bayaran, penumpukan jabatan di mana seseorang memangku jabatan lebih dari satu sekaligus, perkawinan yang dilakukan oleh uskup. Selain itu berkembang pemikiran baru yaitu renaissance yang kemudian melahirkan alam pikiran humanisme.

Kemerosotan tersebut memunculkan berbagai reaksi dan usaha perbaikan

31

Ibid., hlm. 141.

32

(44)

tanpa banyak hasil, hingga kemudian tercetuslah reformasi. Martin Luther bukanlah orang pertama yang melakukan pembaharuan atau reformasi di dalam gereja. Pembaharuan dalam gereja sudah banyak dilakukan oleh para pendahulunya. Namun, pengaruh gerakan pembaharuan yang dilakukan oleh para pendahulu Martin Luther hanya bersifat daerah (lokal).

Reformasi Gereja pada abad ke-16, gerakan reformasi dilakukan oleh kaum humanis. Salah seorang humanis generasi awal, ialah Lorenzo Valla dianggap sebagai salah seorang pelopor bagi lahirnya reformasi. Lebih jauh nampaknya ada kerjasama yang cukup harmonis dan saling bahu membahu antar kaum humanis, tanpa saling memperhatikan asal angkatan mereka masing-masing. Mereka berusaha saling mendukung sebaik mungkin. Ini dapat dilihat terutama dalam kemelut yang dialami Martin Luther yang tampil dengan 95 dalilnya. Kerjasama ini antara lain dibuktikan dengan cepatnya mereka berusaha memperoleh salah satu naskah atau salinannya serta segera memperbanyaknya dan dengan cepat menyebarkan ke seluruh Jerman. Akibatnya, gerakan Martin Luther segera beroleh perhatian dan dukungan hampir dari semua lapisan masyarakat. Semua ini mereka lakukan dengan biaya yang mereka tanggung bersama. Salah satu contoh adanya saling mendukung ialah Erasmus yang berharap agar tindakan Martin Luther akan berhasil dengan baik, serta membuahkan apa yang dicita-citakan bersama.33 Martin Luther memusatkan perhatiannya lebih kepada masalah dosa dan rahmat, pembenaran manusia dan Gereja.

Usaha yang dilakukan Martin Luther dalam reformasi terhadap Gereja Katolik

33

(45)

adalah menyebarkan perlawanan terhadap Gereja Katolik dengan memperkenalkan etika dan asas Protestantisme pada abad ke-16 di Eropa. Gerakan reformasi telah berhasil membawa kesadaran religius ke tingkat yang lebih tinggi dari tahap ketulusan hati ke tahap kesadaran jiwa yang gelisah dan terdorong mencari tanpa henti.34

Dengan demikian yang dimaksud dengan reformasi Gereja adalah bukan dalam arti mengubah-ubah hakekat ajaran reformasi agar disesuaikan menjadi lebih modern atau cocok untuk jaman ini, karena pada hakekatnya pokok-pokok ajaran reformasi sendiri merupakan ajaran yang konsisten, solid, dan terbukti kebenarannya sebab semuanya itu mendasarkan pada Alkitab. Reformasi Gereja juga dapat diartikan sebagai suatu gerakan religius yang bercita-cita untuk memurnikan kehidupan Gereja dan mendasarkan hidup Kristiani pada Kitab Suci.35

4. Lutheranisme

Lutheranisme lebih merupakan suatu gerakan yang dipimpin oleh Martin Luther. Adapun yang menjadi ciri khas Lutheranisme pada abad 16 adalah pikiran individualistis dan penuh perasaan. Sesungguhnya tidak ada Lutheranisme dalam arti suatu sistem yang menyeluruh, yang ada hanyalah Lutheranisme dalam arti yang mengarah pada religius dan pembentukan hati nurani.36

Martin Luther mendalami ajaran Occam dan juga mendalami aliran mistik Jerman. Gagasan tentang ketidakberdayaan mutlak manusia di hadapan Allah

34

Jalal, “Reformasi dan Tafsir Ibrani“ dalam http://www.jalal-center.com/index.php?option=com_content&task=view&id=110., 10April2007.

35

Gerald O’Collins dan Edward G. Farrugia, Kamus Teologi, Yogyakarta, Yayasan Kanisius, hlm. 275.

36

(46)

dan penyerahan pasif kepada Allah sangat menarik perhatian Martin Luther. Dari gagasan inilah Martin Luther akan mengembangkan dan mempertahankan ajarannya yaitu keselamatan berkat iman.

Martin Luther pada tahun 1516 dan 1518 telah menerbitkan manuskrip yang tidak lengkap mengenai satu uraian tentang mistik dari akhir abad ke-14. Naskah ini disebut Theologia Germanica yang dikarang oleh seorang anggota Ordo Ksatria Jerman. Naskah ini menekankan hidup miskin, supaya dapat mempercayakan nasibnya secara total kepada Tuhan. Gagasan pengalaman pribadi tentang keselamatan berkat rahmat melalui iman saja termasuk tradisi mistik Dominikan Jerman. 37

Ajaran khas Lutheranisme dapat ditemukan khususnya dalam Pengakuan Augsburg (1530), Pembelaan Pengakuan Augsburg (1531), Pasal-pasal Smalkald

(1536), dan Katekismus Luther (1536). Intinya adalah sebagai berikut; sola fides

atau pembenaran oleh iman saja (tidak oleh pekerjaan baik), sola gratia atau pembenaran oleh rahmat Allah saja, dan sola scriptura atau hanya Kitab Suci (bukan tradisi manusiawi) yang merupakan norma iman yang mempunyai wibawa. Lutheranisme menekankan salib Kristus dan perhambaan manusia terhadap dosa; hanya menerima baptisan dan ekaristi sebagai sakramen yang benar-benar diadakan oleh Tuhan.38

Berpangkal pada ajaran Sola fidenya, maka Martin Luther menegaskan bahwa manusia hanya dapat menyerahkan dirinya secara pasif kepada Allah. Ia merasa

37

Adolf Heuken, Spritualitas Kristiani: Pemekaran Hidup Rohani Selama Dua Puluh Abad, Jakarta, Yayasan Cipta Loka Caraka, 2002, hlm. 165.

38

(47)

keluar dari penyelewengan-penyelewengan insani, menuju ke arah agama Kristen murni jaman para rasul. Segala lembaga maupun ajaran yang tidak serasi lagi dengan ajaran Sola fidenya dipandang oleh Martin Luther sebagai buatan manusia.39 Bagi Martin Luther yang menjadi penggerak utama karya pembaharuannya ialah kotbah tentang indulgensia pada saat pembangunan Gereja Santo Petrus, yang diucapkan oleh seorang Dominikan bernama Tetzel.

Gerakan reformasi pada abad ke-16, selain dilakukan oleh Martin Luther dilakukan pula oleh John Calvin di Swiss, ia memberontak terhadap pimpinan Gereja dan mempropagandakan perubahan dalam ajaran dan hidup Gereja. John Calvin sama seperti Martin Luther yang juga memiliki pengikut yang mengikuti ajarannya. Pengikut dari ajaran John Calvin disebut Calvinisme..

John Calvin dengan Martin Luther memiliki perbedaan pokok tentang paham predestinasi, ekaristi, dan sebagai konsekuensinya juga hubungan Gereja-negara.40 Martin Luther dalam ajarannya mengutamakan tiga hal penting dari ajaran reformasi yaitu sola fides, sola gratia, dan sola scriptura. Sedangkan John Calvin dalam bukunya Institutio menyatakan beberapa prinsip dasar iman Kristen, antara lain tentang kedaulatan Allah, predestinasi, perbuatan baik apapun tidak mungkin dapat menyelamatkan manusia dari hukuman dosa, hanya melalui iman saja orang diselamatkan, Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juru Selamat satu-satunya bagi umat pilihan-Nya, keselamatan dan pengampunan dosa merupakan anugerah Allah (pemberian cuma-cuma) semata-mata, anugerah keselamatan yang kekal dan menetap selamanya bagi orang pilihan Tuhan Yesus Kristus. John Calvin juga

39

W.L. Helwig, op.cit., hlm. 149.

40

(48)

sangat memperhatikan bagaimana iman Kristen dapat diterapkan dalam setiap aspek kehidupan manusia.41

Gereja Lutheran mendasarkan ajarannya dengan basis Protestan reformasi yaitu pembenaran oleh iman dan supremasi Kitab Suci (Alkitab). Selain itu Gereja Lutheran juga memegang ajaran “The Cessation Theory” yang mengajarkan bahwa tanda-tanda mujizat dalam Perjanjian Baru telah berakhir pada Zaman Rasul-rasul.42

Pada abad ke-16 dan ke-17, Lutheranisme disistematisir sehingga menjadi sangat intelektualistik. Hal ini mengakibatkan timbulnya reaksi yaitu munculnya gerakan pietisme di mana sola fides kurang mendapat tekanan dan memberi tekanan yang keras pada penyucian pribadi. Pada abad ke-19, Lutheranisme terancam dengan tindakan Raja Frederick Willem III dari Prussia yang mempersatukan Gereja Lutheran dan Gereja Calvinis dalam kerajaannya. Sesudah Perang Dunia II diusahakan untuk mempersatukan Gereja-gereja Lutheran di Jerman dalam Kesatuan Gereja Lutheran Injili di Jerman.43

Di Inggris pun, juga mengalami reformasi dalam Gereja. Namun, terdapat perbedaan antara reformasi Gereja di Inggris dengan reformasi Gereja yang dilakukan oleh Martin Luther di Jerman dan reformasi Gereja yang dilakukan oleh John Calvin di Swiss. Perbedaan reformasi Gereja di Inggris dengan yang lainnya dikarenakan perbedaan alasan dilakukannya pembaharuan di dalam Gereja.

41

Eddy Peter Purwanto, “Gereja Reformasi: Masih Perlukah Direformasi?” dalam http://www. Lrii.org/artikel.php?id., 10 April 2007.

42

NN, “Gereja Lutheran”, dalam http://www.gpdiworld.us/isi/others/sejarahgereja.htm., 8 September 2007.

43

(49)

Di Inggris, reformasi Gereja dipelopori oleh Raja Henry VIII. Alasan Raja Henry mereformasi Gereja ialah Raja Henry VIII ingin menjadi kepala Gereja di dalam kerajaannya, karena Paus tidak menyetujui perceraiannya. Maka Gereja Inggris tetap berpegang pada banyak tradisi Katolik, tidak hanya menekankan pentingnya Kitab Suci, credo (pernyataan iman kepercayaan Kristen) dan sakramen-sakramen, melainkan juga mempertahankan ketiga tingkat jabatan gerejani yaitu; uskup, imam, dan diakon. Dengan ini, Gereja Inggris juga dikenal dengan sebutan Gereja Anglikan yang berarti mengikuti jalan tengah, sebab Gereja Anglikan masih mengikuti tata cara Katolik maupun menerapkan reformasinya.44

Pengikut aliran dari Gereja Anglikan ini disebut dengan Anglikanisme. Dalam Gereja Anglikan, Paus hanya diakui sebagai Uskup Roma saja dan Raja Inggris sendiri menjadi kepala atas Gereja Anglikan. Ekaristi dalam Gereja Anglikan diganti dengan Perjamuan Kudus seperti di dalam Gereja Lutheran. Dalam Gereja Anglikan, uskup mempunyai kedudukan yang sama, namun Uskup Canterbury mempunyai kedudukan sebagai primus inter pares (yang pertama di antara sesama). Alkitab dipandang sebagai Firman Allah yang berisi segala sesuatu untuk keselamatan. Pengakuan Iman Nicea diterima sebagai pengakuan iman yang alkitabiah. Gereja Anglikan menolak teori transubstansiasi (bahwa roti dan anggur perjamuan itu berubah menjadi tubuh dan darah Kristus). Gereja ini menekankan pembenaran oleh iman, Trinitas, dan Kristus sebagai sungguh-sungguh Allah dan sungguh-sungguh manusia. Ibadah dalam

44

(50)

Gereja Anglikan berusaha untuk mengikuti tahun gerejawi dari masa Adven hingga masa Pentakosta.45

Gereja Anglikan tersebar di seluruh dunia terutama dengan adanya perpindahan penduduk Inggris ke daerah-daerah baru yang ditemukan ketika Inggris mempunyai daerah-daerah jajahan di luar Eropa. Gereja-gereja Anglikan di seluruh dunia bergabung dalam Badan Persekutuan Anglikan yang mengakui kepemimpinan Uskup Canterbury.

Reformasi tidak hanya terjadi di luar Gereja Katolik, tetapi di dalam Gereja Katolik juga terjadi gerakan pembaharuan yang dikenal dengan nama kontra reformasi. Gerakan ini mendapat kekuatan besar pada tahun 1545, ketika kaisar berhasil membujuk Paus dan uskup-uskup untuk mengadakan konferensi istimewa yang disebut Konsili Trente. Konsili ini menolak banyak ajaran Protestan yang baru, merumuskan ajaran Gereja Katolik dengan lebih teliti dan merevisi buku-buku ibadat resmi. Tetapi, tujuan utamanya adalah mengoreksi beberapa penyalahgunaan dan menegakkan tata tertib yang lemah di dalam Gereja Katolik. Pada zaman itu, beberapa ordo baru untuk pria maupun untuk wanita didirikan. Ordo yang terkenal di antaranya adalah Serikat Yesus, yang didirikan oleh Ignasius dari Loyola (1491-1556). Anggota-anggotanya adalah para Yesuit yang memegang peranan penting dalam usaha mempertahankan agama Katolik, mengurangi penyeberangan umat Katolik kepada Protestanisme, dan mengembalikan banyak wilayah pada Katolisisme.

Gereja Katolik memandang Kitab Suci sebagai unsur utama tradisi apostolis

45

(51)

(rasul) sejak jaman para rasul. Maka tidak boleh ada ajaran atau kebiasaan dalam umat Katolik yang bertentangan dengan Kitab Suci, yang menjadi tolok ukur tertinggi bagi iman, karena Kitab Suci diilhami oleh Tuhan dan dituangkan ke dalam tulisan sekali untuk selamanya. Sedangkan Gereja Protestan, baik itu Gereja Lutheran, Gereja Anglikan, dan Gereja Calvinisme memandang Kitab Suci adalah satu-satunya sumber iman dan dimengerti dari dirinya sendiri, sehingga tidak ada yang berhak menafsirkannya secara normatif. Semuanya yang diimani dan dibuat gereja harus terdapat di dalam Kitab Suci. Prinsip Alkitab menimbulkan tafsiran, ajaran, dan kebiasaan yang berbeda-beda yang tidak jarang menyebabkan terjadi perpecahan umat.46

F. Hipotesis

Dari arti katanya hipotesis memang berasal dari dua penggalan kata yaitu “hypo” yang artinya “di bawah” dan “thesa” yang artinya “kebenaran”. Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data-data yang terkumpul.

Dalam penelitian, hipotesis merupakan pedoman bagi peneliti. Hipotesis dirumuskan berdasarkan hasil telaah pustaka yang dengan demikian, bentuk rumusannya harus sejalan dengan hasil telaah pustaka atau bahasan teoritis dan relevan dengan rumusan masalah.47

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

46

Ibid., hlm. 79.

47

(52)

1. Kalau pada abad ke-16, di dalam Gereja Katolik terjadi krisis kewibawaan terhadap Paus, krisis rohani di antara umat, dan penyelewengan wewenang dalam Gereja, maka keadaan Gereja Katolik pada abad ke-16 terjadi perpecahan Gereja.

2. Kalau pada masa pemerintahan Paus Leo X diadakan pengadaan dan penjualan surat pengampunan dosa (indulgensia), maka Martin Luther muncul sebagai pencetus pertama reformasi Gereja pada abad ke-16.

3. Kalau Martin Luther menentang adanya praktek jual beli surat indulgensia yang dipakai untuk membangun Basilika Santo Petrus dan mengadakan perdebatan teologis mengenai surat indulgensia, serta menolak api penyucian maka antara Martin Luther dengan Gereja Katolik terjadi perbedaan pendapat. 4. Kalau dalam Gereja Katolik terjadi pengurangan umat Katolik karena ada

sebagian umat yang beralih mengikuti aliran Martin Luther, muncul Gereja Lutheran, serta di Eropa hilangnya absolutisme Paus, perpecahan agama Katolik, karena di Eropa banyak muncul agama Protestan dengan aliran yang berbeda-beda, maka Martin Luther berhasil melakukan gerakan reformasinya.

G. Metodologi Penelitian

(53)

digunakan dalam penelitian sejarah adalah sebagai berikut: 1. Metode Pengumpulan Data

Dalam metode pengumpulan data ini terdapat dua tahap, yaitu pemilihan dan penentuan persoalan pokok, dan heuristik atau pengumpulan sumber. Dalam tahap pertama yaitu pemilihan dan penentuan persoalan pokok, penulis mengambil Peranan Martin Luther dalam Reformasi Gereja pada Abad ke-16 sebagai pokok pembahasan untuk penulis teliti. Penulis memilih judul ini karena penulis merasa tertarik dengan seorang tokoh Gereja yaitu Martin Luther yang menjadi seorang reformator gereja dan ajaran-ajaran Martin Luther yang menyentuh jiwa sehingga banyak memiliki pendukung dan bersatu di dalam Gereja Lutheran, merupakan Gereja Protestan, pecahan dari Gereja Katolik Roma.

Heuristik atau pengumpulan sumber adalah proses pengumpulan data untuk keperluan subyek yang diteliti.48 Menurut urutan penyampaiannya sumber itu dapat dibagi ke dalam sumber primer dan sumber sekunder. Sumber sejarah disebut primer bila disampaikan oleh saksi mata. Sumber sekunder adalah yang disampaikan oleh bukan saksi mata.49

Sedangkan dalam tahap kedua yaitu heuristik atau pengumpulan sumber, penulis dalam mengumpulkan sumber data penelitian menggunakan sumber primer dan juga sumber sekunder yang terdapat pada koleksi buku-buku dan artikel di Perpustakaan Kolese Santo Ignasius, Perspustakaan Universitas Sanata Dharma, Toko Buku Metanoia, Toko Buku Kanisius, serta mendownload artikel-artikel yang terdapat pada situs internet. Sumber primer yang digunakan adalah

48

Louis Gottschalk, op.cit., hlm. 35.

49

(54)

Katekismus Besar Martin Luther (Luther’s Large Catechism) ditulis oleh Martin Luther, Three Treatises (An den Christlichen Adel deutscher Nation von des Christlichen Standes Besserung, De Captivitate Babylonica Ecclesiae, Von der

Freihet eines Christenmenschen) ditulis oleh Martin Luther, Martin Luther: Kebebasan Seorang Kristen (Von der Freiheit eines Christenmenschen) ditulis oleh Martin Luther, dan Luther’s Works Volume 40: Church and Ministry (Martin Luhter Werke: Kritische Gesamtausgabe) ditulis oleh Martin Luther. Sedangkan sumber sekunder yang digunakan dalam penelitian ini antara lain, yaitu; Luther

yang ditulis oleh Hans Peter Grosshans, Zaman Reformasi yang ditulis oleh Edith Simon, Jendral Tuhan: Gebrakan Para Pahlawan Reformasi Iman yang ditulis oleh Roberts Liardon, Renaissance dan Reformasi yang ditulis oleh H. Haikal,

Sejarah Gereja Kristus Jilid 2 yang ditulis oleh W.L. Helwig , Sejarah Gereja Umum II yang ditulis oleh Fl. Hasto Rosariyanto, Gereja Abadi yang ditulis oleh Kleopas Laarhoven, Pemisahan Diri Luther dari Roma yang ditulis oleh Dian, Martin Luther yang ditulis oleh Tim Wikipedia Indonesia, dan lain sebagainya.

2. Metode Analisis Data

Menganalisis data dibutuhkan suatu metode tertentu yang terdapat dalam dua tahap yaitu verifikasi atau kritik sumber dan interpretasi atau penafsiran. Dalam tahap verifikasi atau kritik sumber masih terbagi lagi menjadi dua macam. Verifikasi itu ada dua macam yaitu otentisitas/keaslian sumber (kritik ekstern) dan kredibilitas/kebiasaan dipercayai (kritik intern).50 Kritik ekstern digunakan

50

(55)

untuk mengetahui keaslian sumber, sedangkan kritik intern digunakan untuk meneliti isi sumber itu dapat dipercaya atau tidak.

Dalam penelitian ini, kritik ekstern mengenai otentisitas (keaslian) sumber data yang diperoleh tidak perlu dilakukan sebab keaslian data, atau materi yang digunakan sudah tidak diragukan. Akan tetapi, yang perlu dilakukan adalah kritik intern, sebab kebenaran sumber data masih diragukan. Kritik intern dalam penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan artikel-artikel yang terdapat pada majalah maupun internet dengan sumber buku-buku yang ada di perpustakaan, baik itu Perpustakaan Sanata Dharma, Perpustakaan Kolese Ignasius, maupun Perpustakaan Seminari Tinggi Kentungan, di mana kesemuanya untuk mengecek kebenaran data-data yang ada kaitannya dengan Martin Luther.

Tahap yang kedua dari Metode Analisis Data adalah interpretasi atau penafsiran. Interpretasi atau penafsiran sering disebut sebagai biang subyektivitas. Kegiatan interpretasi ditempuh dengan cara yaitu; dengan menganalisis data yang ditemukan dari berbagai sumber dan mensintesiskan temuan data dari berbagai sumber.

3. Pendekatan Penelitian

(56)

mana yang diungkapkan, dan lain sebagainya.51 Hasil pelukisannya akan sangat ditentukan oleh jenis pendekatan yang dipakai.

Penulis dalam melakukan penelitian guna mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan peranan Martin Luther dalam reformasi Gereja pada abad ke-16 menggunakan Pendekatan Multidimensional di mana cara pandang penulis terhadap suatu peristiwa masa lampau dengan menggunakan lebih dari satu pendekatan, melainkan banyak menggunakan pendekatan. Pendekatan yang digunakan antara lain, yaitu; pendekatan historis, pendekatan sosiologi, pendekatan antropologis, pendekatan psikologi, dan pendekatan politikologis. Pendekatan Historis adalah pendekatan yang digunakan untuk meneropong peristiwa masa lampau tersebut. Dalam penelitian ini pendekatan historis berguna untuk melihat apa yang menjadi alasan bagi Martin Luther memulai gerakan untuk mereformasi Gereja Katolik pada abad ke-16 hingga gerakan reformasi ini nantinya memberikan dampak bagi Gereja Katolik dan Eropa pada abad ke-16.

Pendekatan Sosiologi merupakan pendekatan yang berguna untuk melihat segi-segi sosial peristiwa yang dikaji. Dalam penelitian ini, pendekatan sosiologi digunakan untuk melihat munculnya gerakan reformasi Gereja pada abad ke-16 yang dipelopori oleh Martin Luther seorang dari golongan kaum humanis yang memiliki keprihatinan atas situasi dan kondisi Gereja Katolik Roma dan kondisi pada zaman itu yang serba susah karena dalam Gereja

51

Gambar

Gambar wajah Martin Luther
Gambar wajah kedua orang tua Martin Luther

Referensi

Dokumen terkait

Peranan yang dimainkan oleh Arab Hadhrami di Johor pada awal abad ke 20M dikaitkan mempunyai sejarah yang tersendiri apabila mereka menyumbang dalam membina hubungan

Keduanya kemudian menggelar rapat bersama gembala (pimpinan) jemaat Gereja Bethany periode sebelumnya. Tidak lama, Pendeta Aswin datang dan meminta Bambang serta

Tesis berjudul “JEJAK DAKWAH MULTIKULTURAL PARA DA’I DI LASEM PADA ABAD KE 16 (Studi Tokoh Dakwah Sunan Bonang, Nyai Ageng Maloka, dan Mbah Sambu) ” ini merupakan

Makna faktual yang dapat ditarik dari deskripsi ini adalah seniman pada abad kedua belas memiliki pengetahuan, daya cipta, dan kreasi dalam membuat ikon gajah dengan