• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - Mustakim BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori - Mustakim BAB II"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1.

Lansia

a. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut uisa didefinisikan sebagai penurunan, kelemahan, meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan perubahan lingkungan, hilangnya mobilitas dan ketangkasan, serta perubahan fisiologis yang terkait dengan usia (Aru, 2009).

Lansia merupakan suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang MahaEsa. Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakanmasa hidup manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduranfisik, mental dan sosial secara bertahap (Azizah, 2011).

Menurut Setiati dkk (2009) bahwa terdapat beberapa istilah yang digunakan oleh gerontologis ketika membicarakan proses menua:

1) Aging (bertambahnya umur) menunjukan efek waktu, suatu proses

perubahan,biasanya bertahap dan spontan.

2) Senescence (menjadi tua) hilangnya kemampuan sel untuk

(2)

3) Homeostenosis penyempitan/berkurangnya cadangan homeostatis yang terjadi selama penuaan pada setiap sistem organ.

Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran, misalnya kemunduran fisik yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai tanggal, pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, gerakan lambat dan figur tubuh yang tidak proposional. Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan suatu proses berangsur-angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang berakhir dengan kematian. WHO dan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua (Nugroho, 2008).

b. Batasan-batasan Lansia

Di Indonesia, batasan lanjut usia adalah 60 tahun ke atas. Hal ini dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 (Nugroho, 2008).

Usia yang dijadikan patokan untuk lanjut usia berbeda-beda, umumnya berkisar antara 60-65 tahun. Beberapa pendapat para ahli tentang batasan usia adalah sebagai berikut:

1) Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), ada empat tahapan yaitu:

(3)

2. Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun 3. Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun 4. Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun 2) Menurut Eliopolous (2010) batasan usia lansia yaitu:

1. Setengah tua yaitu seorang yang berusia antara 60-74 tahun. 2. Tua yaitu seseorang yang berusia antara 75-100 tahun. 3. Sangat tua yaitu seseorang yang berusia >100 tahun 3) Menurut Setyonegoro (2000)

Pengelompokan lanjut usia sebagai berikut: usia dewasa muda: 18 atau 20-25 tahun. Usia dewasa penuh: 25-60 atau 65 tahun. Lanjut usia lebih dari 65 atau 70 tahun. Terbagi untuk umur 70-75 tahun, 75-80 tahun dan lebih dari 80 tahun.

c. Karakteristik pada Lansia

Bustan(2007) menjelaskanbahwa beberapa karakteristik lansiayang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia sebagai berikut :

1) Jenis kelamin

(4)

2) Status perkawinan

Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda / duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.

3) Struktur keluarga

Keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya.

4) Kondisi kesehatan a) Kondisi umum b) Frekuensi sakit.

d. Teori-teori Penuaan

Menurut Stanley dan Patricia (2006) beberapa teori tentang penuaan dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar yaitu:

1) Teori Biologis, yaitu teori yang mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematian.perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekular dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit.

a) Teori Genetika

(5)

yang secara tidak sadar di wariskan yang berjalan dari waktu mengubah sel atau struktur jaringan. Berdasarkan hal tersebut maka, perubahan rentang hidup dan panjang usia telah ditentukan sebelumnya.

b) Teori dipakai dan rusak

Teori ini mengusulkan bahwa akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA, sehingga mendorong malfungsi molekular dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Pendukung teori ini percaya bahwa tubuh akan mengalami kerusakan berdasarkan suatu jadwal.

c) Riwayat Lingkungan

Menurut teori ini, faktor-faktor di dalam lingkungan (misalnya, karsinogen dari industri cahaya matahari, trauma dan infeksi) dapat membawa perubahan dalam proses penuaan. Walaupun faktor-faktor ini diketahui dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama dalam penuaan.

d) Teori Imunitas

(6)

Seiring dengan berkurangnya fungsi imun, terjadilah peningkatan dalam respon autoimun tubuh.

e) Teori Neuroendokrin

Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pada struktur dan sel, serta kemunduran fungsi sistem neuroendokrin. Proses penuaan mengakibatkan adanya kemunduran sitem tersebut sehingga dapat mempengaruhi daya ingat lansia dan terjadinya beberapa penyakit yang berkaitan dengan system endokrin. f) Teori Psikologis, teori ini memusatkan perhatian pada

perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi biologi pada kerusakan anatomis. Perubahan sosiologis dikombinasikan dengan perubahan psikologis.

g) Teori Kepribadian

(7)

h) Teori Tugas perkembangan

Erickson menguraikan tugas utama lansia adalah mampu melihat kehidupan seseorang sebagai kehidupan yang di jalani dengan integritas. Dengan kondisi tidak adanya pencapaian pada perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan yang baik, maka lansia tersebut beresiko untuk disibukkan dengan rasa penyesalan atau putus asa.

i) Teori Disengagement (Teori Pembebasan)

Suatu proses yang menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya.

j) Teori Aktifitas

Lawan langsung dari teori pembebasan adalah teori aktifitas penuaan, yang berpandapat bahwa jalan menuju panuaan yang sukses adalah dengan cara tetap aktif.

k) Teori Kontinuitas

Teori ini juga dikenal dengan teori perkembangan. Teori ini menekankan pada kemampuan koping individu sebelumnya dan kepribadian sebagai dasar untuk memprediksi bagaimana seseorang akan dapat menyesuaikan diri terhadap penuaan.

e. Perubahan yang terjadi pada lansia

(8)

1) Perubahan fisik

Hutapea (2005) menyatakan perubahan fisik yang dialami oleh lansia sebagai berikut:

a) Perubahan pada sistem kekebalan atau imunologi yaitu tubuh

menjadi rentan terhadap alergi dan penyakit.

b) Konsumsi energi turun secara nyata diikuti dengan menurunya jumlah yang dikeluarkan oleh tubuh.

c) Air mengalami penurunan secara signifikan karena bertambahnya sel-sel yang mati yang diganti oleh lemak maupun jaringan konektif.

d) Sistem pencernaan mulai terganggu, gigi mulai tanggal, kemampuan mencerna makanan serta penyerapan mulai lamban dan kurang efisien, gerakan peristaltik usus menurun sehingga sering konstipasi.

e) Perubahan pada sistem metabolik, yang mengakibatkan gangguan metabolisme glukosa karena sekresi insulin yang menurun. Sekresi menurun juga karena timbunan lemak.

f) Sistem saraf menurun yang menyebabkan munculnya rabun dekat, kepekaan bau dan rasa berkurang, kepekaan sentuhan berkurang, pendengaran berkurang, reaksi lambat, fungsi mental menurun, dan ingatan visual berkurang.

(9)

mengakibatkan munculnya rasa sesak dan tekanan darah meningkat.

h) Menurunnnya elastisitas dan fleksibilitas persendian. 2) Perubahan mental

Nugroho (2008) mengungkapkan bahwa perubahan mental lansia dapat berupa perubahan sikap yang semakin egosentrik, mudah curiga, dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu. Lansia mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Sikap umum yang ditemukan hampir setiap lansia yaitu keinginan untuk berumur panjang. Jika meninggal pun, merekan ingin meninggal secara terhormat dan masuk surga. Faktor yang mempengaruhi perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan dan lingkungan.

3) Perubahan Muskuloskeletal

(10)

4) Perubahan psikososial

Nilai seseorang sering diukur melaui produktivitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila mengalami pensiun, seseorang akan mengalami kehilangan, yaitu kehilangan finansial, kehilangan status, kehilangan teman dan kehilangan pekerjaan (Nugroho, 2008).

f. Tugas Perkembangan Lansia

Lansia harus menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik yang terjadi seiring penuaan. Waktu dan durasi perubahan ini bervariasi pada tiap individu, namun seiring penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan fungsi tubuh akan terjadi. Perubahan ini tidak dihubungkan dengan penyakit dan merupakan perubahan normal. Adanya penyakit terkadang mengubah waktu timbulnya perubahan atau dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari.

(11)

2.

Jatuh

a. Pengertian jatuh

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan penderita atau saksi mata, yang melihat kejadian mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di lantai/tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka (Darmojo, 2004).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi berada di permukaan tanah tanpa disengaja. Dan tidak termasuk jatuh akibat pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah dari penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley dan Patricia, 2006).

b. Faktor penyebab terjadinya jatuh

Kane (1994) dalam Darmojo (2004) mengungkapkan bahwa faktor penyebab jatuh pada lansia ada 2 golongan yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik:

1) Faktor intrinsik 1. Sistem saraf pusat.

(12)

2. Demensia

Demensia adalah suatu sindrom klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan atau memori sedemikian berat sehingga menyebabkan disfungsi hidup sehari-hari. Lansia dengan demensia menunjukan persepsi yang salah terhadap bahaya lingkungan, terganggunya keseimbangan tubuh dan

apraxia sehingga insiden jatuh meningkat.

Hasil penelitian yang telah dilakukan Heinze (2008) menunjukan bahwa lansia dengan demensia memiliki faktor resiko untuk mengalami jatuh. Close (2005) mengungkapkan bahwa demensia adalah neurodegenerative progresif

sindromyang mempengaruhi memori, bahasa, perhatian,

(13)

3. Gangguan sistem sensorik

Gangguan sistem sensorik bisa mengenai sensori, rasa nyeri dan sensasi. Gangguan sensori dapat berupa katarak, glaukoma, degenerasi makular, gangguan visus pasca stroke dan retinopati diabetika meningkat sesuai dengan umur. Entropoin, ektropoin

atau epifora yang menyebabkan gangguan penglihatan meningkat

insiden jatuh tetapi kebutaan tidak meningkat insiden tersebut. Hasil penelitian Kerr et. all. (2011) melaporkan bahwa gangguan penglihatan memiliki resiko untuk menyebabkan kejadian jatuh atau insiden lainnya yang membuat lansia cidera. Adanya gangguan penglihatan pada lansia menyebabkan lansia kesulitan saat berjalan sehingga lansia sering menabrak objek kemudian terjatuh. Lord (2006) dalam penelitiannya menyatakan bahwa seorang lansia yang memiliki katarak kemudian dilakukan operasi merupakan salah satu strategi yang efektif untuk mengurangi resiko jatuh.

4. Gangguan sistem kardiovaskuler

(14)

5. Gangguan metabolisme

Gangguan metabolisme sering mengakibatkan jatuh. Gangguan ini terutama pada gangguan regulasi cairan berupa dehidrasi. Dehidrasi bisa disebabkan oleh diare, demam, asupan cairan yang kurang atau penggunaan diuretik berlebihan.

6. Gangguan gaya berjalan

Salah satu bentuk aplikasi fungsional dari gerak tubuh adalah pola jalan. Keseimbangan, kekuatan dan fleksibilitas diperlukan untuk mempertahankan postur tubuh yang baik. Ketiga elemen itu merupakan dasar untuk mewujudkan pola jalan yang baik setiap individu. Gangguan gaya jalan dapat disebabkan oleh gangguan muskuloskeletal dan ini berhubungan dengan proses menua yang fisiologis. Ada beberapa gangguan gaya berjalan yang sering ditemukan pada lansia, antara lain:

(1) Gangguan gaya berjalan hemiplegik

Pada hemiplegik terdapat kelemahan dan spastisitas ekstremitas unilateral dengan fleksi pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah dalam keadaan ekstensi. Ekstremitas bawah dalam keadaan ekstensi sehingga mengakibatkan kaki

“memanjang”. Pasien harus mengayunkan sambil memutar

(15)

(2) Gangguan gaya berjalan diplegik

Terdapat spastisitas ekstremitas bawah lebih berat dibangingkan ekstremitas atas. Pangkal paha dan lutut dalam keadaan fleksi dan adduksi dengan pergelangan kaki dalam keadaan ekstensi dan rotasi internal. Jika lansia berjalan kedua ekstremitas bawah dalam keadaan melingkar. Jenis gangguan berjalan ini biasanya dijumpai pada lesi periventrikular bilateral. Ekstremitas bawah lebih lumpuh dibangingkan dengan ekstremitas atas karena akson traktus kortikospinalis yang mempersarafi ekstremitas bawahletaknya lebih dekat dengan ventrikel otak.

(3) Gangguan gaya jalan neuropathy

Gangguan gaya berjalan jenis ini biasanya ditemukan pada penyakit perifer dimana ekstremitas bahwa bagian distal lebih sering diserang. Karena terjadi kelemahan dalam dorsifleksi kaki, maka pasien harus mengangkat kakinya lebih tinggi untuk menghindari pergeserang ujung kaki dengan lantai. (4) Gangguan gaya jalan miopathy

(16)

pelvis miring ke kaki sebelahnya, akibatnya terjadi goyangan dalam berjalan.

(5) Gangguan jalan parkinsonian

Terjadi regiditas dan bradiknesia dalam berjalan akibat gangguan di ganglia basalis. Tubuh membungkuk ke depan,langkah memendek, lamban dan terserat disertai dengan ekspresi wajah seperti topeng.

(6) Gangguan gayaberjalan ataxia

Langkah berjalan menjadi lebar, tidak stabil dan mendadak, akibatnya badan memutar ke samping dan jika berat badan pasien akan jatuh. Jenis gangguan berjalan ini dijumpai pada gangguan cerebllum.

(7) Gangguan gaya berjalan khoreoform

Merupakan gangguan gaya berjalan dengan hiperkinesia akibat gangguan ganglia basalis tipe tertentu. Terdapat pergerakan yang ireguler seperti ular dan involunter baik pada ekstremitas bawah maupun atas.

(17)

berjalan sehingga mereka memiliki resiko untuk mengalami jatuh saat berjalan.

2) Faktor ekstrinsik a) Lingkungan

Lingkungan yang sering dihubungkan dengan jatuh pada lansia antara lain alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua atau tergeletak di bawah, tempat tidur tidak stabil atau kamar mandi rendah dan licin, tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah dipegang, lantai tdak datar, licin atau menurun, karpet yang tidak dilem dengan baik, keset yang tebal/menekuk pinggirnya dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah tergeser, lantai licin atau basah dan penerangan yang tidak baik (kurang atau menyilaukan).

b) Aktifitas

Sebagian besar jatuh terjadi pada saat lansia melakukan aktifitas biasa seperti berjalan, naik turun tangga dan mengganti posisi. Hanya sedikit sekali jatuh terjadi pada lansia melakukan aktifitas berbahaya seperti mendaki gunung atau olahraga berat.

c) Obat-obatan

(18)

yang dapat menyebabkan keseimbangan dan mobilitas (Perry dan Potter, 2001).

Menurut Nugroho (2008)jatuh sering membawa akibat lanjutan, misalnya timbul perubahan pada persendian alat gerak tubuh, terjadinya patah tulang dan infeksi kulit. Penyebab jatuh pada lanjut usia biasanya merupakan gabungan dari beberapa faktor atau multifaktor, antara lain karena:

1) Kecelakaan, merupakan penyebab jatuh yang utama (30-50% kasus jatuh lansia)

a) Murni kecelakaan misalnya terpeleset, tersandung

b) Gabungan antara lingkungan yang jelek dengan kelainan-kelainan akibat proses menua misalnya karena mata kurang awas, benda-benda yang ada di dalam rumah tertabrak lalu jatuh.

2) Nyeri kepala dan atau vertigo 3) Hipotensi orthostatic

a) Hipovilemia/curah jantung rendah b) Disfungsi otonom

c) Penurunan kembalinya darah vena ke jantung d) Terlalu lama berbaring

e) Pengaruh obat-obatan hipotensi f) Hipotensi sesudah makan 4) Obat-obatan

(19)

b) Antidepresan trisiklik c) Sedative

d) Antipsikotik

e) Obat-obatan hipoglikemi f) Alkohol

5. Proses penyakit yang spesifik Penyakit-penyakit akut seperti: a) Kardiovaskuler, seperti :

1) Aritmia 2) Stenosis aorta 3) Sinkop sinus karotis b) Neurologi, seperti :

1) TIA

2) Serangan kejang 3) Parkinson

4) Kompresi syaraf spinal karena spondilosis 5) Penyakit serebelum

6. Idiopatik (tak jelas penyebabnya)

7. Sinkope: kehilangan kesadaran secara tiba-tiba

a) Drop attack (serangan roboh)

(20)

c. Faktor-faktor yang sering dihubungkan dengan jatuhnya lansia

Terdapat 3 faktor lingkungan yang dapat di hubungkan dengan terjadinya jatuh pada lansia, seperti :

1. Alat-alat atau perlengkapan rumah tangga yang sudah tua, tidak stabil, atau tergeletak di bawah

2. Tempat tidur atau WC yang rendah atau jongkok

3. Tempat berpegangan yang tidak kuat atau tidak mudah di pegang, misalnya:

a) Lantai yang tidak datar baik ada trapnya atau menurun

b) Karpet yang tidak di lem dengan baik, keset yang tebal atau pinggirnya tertekuk dan benda-benda alas lantai yang licin atau mudah bergeser

c) Lantai yang basah dan licin

d) Penerangan yang tidak baik (kurang terang atau terlalu menyilaukan)

e) Alat bantu jalan yang tidak tepat ukuran, berat, maupun cara penggunaanya (Nugroho, 2008).

d. Komplikasi

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi-komplikasi seperti : 1) Perlukaan (injury)

a) Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit berupa sobekan atau tertariknya jaringan otot, robeknya arteri atau vena

(21)

(1) Pelvis

(2) Femur (terutama kollum) (3) Humerus

(4) Lengan bawah (5) Tungkai bawah (6) Kista

c) Hematom subdural 2) Perawatan rumah sakit

a) Komplikasi akibat tidak dapat bergerak (imobilisasi) b) Resiko penyakit-penyakit iatrogenic

3) Disabilitas

a) Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan perlukaan fisik b) Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan kepercayaan diri,

dan pembatasan gerak

4) Resiko untuk di masukan dalam rumah perawatan (nursing home) 5) Kematian (Kane, 1994).

e. Pencegahan Jatuh

(22)

1) Latihan fisik

Latihan fisik di harapkan dapat mengurangi resiko jatuh denganmeningkatkan kekuatan tungkai dan tangan, memperbaiki keseimbangan, koordinasi, dan meningkatkan reaksi terhadap bahaya lingkungan, latihan fisik juga bisa mengurangi kebutuhan obat-obatan sedatif. Latihan fisik yang dianjurkan yang melatih kekuatan tungkai, tidak terlalu berat dan semampunya. Salah satunya adalah berjalan kaki.

2) Manajemen obat-obatan

Gunakan dosis kecil yang efektif dan spesifik, perhatikan terhadap efek samping dan reaksi obat. Gunakan alat bantu berjalan jika memang di perlukan selama pengobatan, kurangi pemberian obat-obatan yang sifatnya untuk waktu lama terutama sedatif dan tranquilisers, hindari pemberian obat multiple (lebih dari empat macam) kecuali atas indikasi klinis kuat menghentikan obat yang tidak diperlukan.

3) Modifikasi lingkungan

(23)

dilintasi. Pasang pegangan tangan pada tangga, bila perlu pasang lampu tambahan untuk daerah tangga. Singkirkan barang-barang yang bisa membuat terpeleset dari jalan yang biasa dilewati.gunakan lantai yang tidak licin dan atur letak furnitur agar tidak menggangu jalan yang biasa di lewati dan menghindari tersandung. Pasang pegangan tangan di tempat yang di perlukan seperti dikamar mandi. Hindari penggunaan furnitur yang beroda.

4) Memperbaiki kebiasaan lansia

Berdiri dari posisi duduk atau jongkok dengan cara tidak terlalu cepat dan tidak dengan mengangkat barang sekaligus. Mengambil barang dengan cara yang benar dari lantai dan hindari olahraga berlebihan.

5) Alas kaki

Hindari sepatu berhak tinggi, tidak berjalan dengan kaus kaki karena sulit untuk menjaga keseimbangan. Memakai alas kaki yang antislip. 6) Alat bantu jalan

(24)
(25)

B.Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

(26)

C. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori diatas dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut :

Variabel babas Variabel terkait

Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Ada pengaruh faktor gangguan gaya berjalan terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

2. Ada pengaruh faktor lingkungan terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

3. Ada pengaruh faktor gangguan penglihatan terhadap kejadian jatuh pada lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap.

4. Ada pengaruh faktor gangguan kognitif terhadap kejadian jatuh pada

lansia di Balai Pelayanan Sosial Lanjut Usia Dewanata Cilacap. 1. Gangguan gaya

berjalan 2. Lingkungan

3. Gangguan penglihatan 4. Gangguan kognitif

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Regulasi • Belum adanya national policy yang terintegrasi di sektor logistik, regulasi dan kebijakan masih bersifat parsial dan sektoral dan law enforcement lemah.. Kelembagaan

Pada bagian tubuh manakah saudara merasakan keluhan nyeri/panas/kejang/mati4. rasa/bengkak/kaku/pegal?.. 24 Pergelangan

Edukasi pada program acara Asyik Belajar Biologi dalam Mata Pelajaran. IPA

Geografi dalam konteks pendidikan atau yang lebih dikenal dengan pendidikan geografi menurut Ruhimat (2013, hlm. 224) pada dasarnya merupakan aplikasi geografi untuk

(2006), “Analisis faktor psikologis konsumen yang mempengaruhi keputusan pembelian roti merek Citarasa di Surabaya”, skripsi S1 di jurusan Manajemen Perhotelan, Universitas

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel

Semoga buku ini memberi manfaat yang besar bagi para mahasiswa, sejarawan dan pemerhati yang sedang mendalami sejarah bangsa Cina, terutama periode Klasik.. Konsep

Project : Embankment Rehabilitation and Dredging Work of West Banjir Canal and Upper Sunter Floodway of Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (JUFMP/JEDI) – ICB Package