Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 245
BAB I V
ANALI SA SOSI AL, EKONOMI
DAN LI NGKUNGAN
RPIJM bidang Cipta Karya membutuhkan kajian pendukung dalam hal Lingkungan dan sosial untuk meminimalisir pengaruh negatif pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya terhadap lingkungan permukiman baik di perkotaan maupun di perdesaan. Kajian aspek lingkungan dan sosial meliputi acuan peraturan perundang - undangan, kondisi eksisting lingkungan dan sosial, analisis dengan instrumen, serta pemetaan antisipasi dan rekomendasi perlindungan lingkungan dan sosial yang dibutuhkan.
4.1. ANALISIS SOSIAL
Aspek sosial terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek sosial yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengarusutamaan gender. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi sosial masyarakat sekitarnya.
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 246 1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
• Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana
• Penguatan kelembagaan dan jaringan pengarusutamaan gender dan anak di tingkat nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
• Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak
3. Peraturan Presiden No. 52/2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019:
• Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
• Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
• Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 247 kewenangan masing-masing
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten terkait aspek sosial bidang cipta karya adalah:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten.
c. Melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan di tingkat kabupaten berperspektif gender, khususnya untuk bidang Cipta Karya
4.1.1. Pengarusutamaan Gender
Selain itu aspek yang perlu diperhatikan adalah responsivitas kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya terhadap gender. Saat ini telah kegiatan responsif gender bidang Cipta Karya meliputi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan, Neighborhood Upgrading and Shelter Sector Project (NUSSP), Pengembangan Infrasruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW), Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasia Masyarakat (PAMSIMAS), Program Pembangunan Infrastruktur Perdesaan (PPIP), Rural Infrastructure Support (RIS) to PNPM, Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS), Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL), dan Studi Evaluasi Kinerja Program Pemberdayaan Masyarakat bidang Cipta Karya. Menindaklanjuti hal tersebut maka diperlukan suatu pemetaan awal untuk mengetahui bentuk responsif gender dari masing-masing kegiatan, manfaat, hingga permasalahan yang timbul sebegai pembelajaran di masa datang di daerah.
Pengarusutamaan gender yang terjadi di Kabupaten Karangasem antara lain :
1. Dalam perencanaan dan pengawasan infrastruktur kecipta karyaan sering melibatkan tenaga ahli maupun staf pendukung kaum perempuan.
2. Dalam pelaksanaan Konstruksi, tenaga perempuan sering di libatkan dalam pelaksanaan bangunan, seperti pengecatan dan acian.
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 248 4.1.2 Identifikasi Kebutuhan Penangnan Sosial Pasca Pelaksanaan Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya
Output kegiatan pembangunan bidang Cipta Karya seharusnya memberi manfaat bagi masyarakat. Manfaat tersebut diharapkan minimal dapat terlihat secara kasat mata dan secara sederhana dapat terukur, seperti kemudahan mencapai lokasi pelayanan infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
Kebutuhan Penanganan Sosial pasca pelaksanaan pembangunan infrastruktur bidang cipta karya antar lain :
1. Pemanfaatan tenaga kerja local dalam setiap pelaksanaan pembangunan dan pasca
pembangunan
2. Member nilai tambah kepada masyarakat dan pemerintah Kabupaten.
3. Memberikan multi player effect kepada masyarakat untuk peningkatan tarap hidup masyarakat
4.2. ANALISIS EKONOMI
Aspek Ekonomi terkait dengan pengaruh pembangunan infrastruktur bidang Cipta Karya kepada masyarakat pada taraf perencanaan, pembangunan, maupun pasca pembangunan/pengelolaan. Pada taraf perencanaan, pembangunan infrastruktur permukiman seharusnya menyentuh aspek-aspek ekonomi yang terkait dan sesuai dengan isu-isu yang marak saat ini, seperti pengentasan kemiskinan. Sedangkan pada saat pembangunan kemungkinan masyarakat terkena dampak sehingga diperlukan proses konsultasi, pemindahan penduduk dan pemberian kompensasi, maupun permukiman kembali. Kemudian pada pasca pembangunan atau pengelolaan perlu diidentifikasi apakah
keberadaan infrastruktur bidang Cipta Karya tersebut membawa manfaat atau peningkatan taraf hidup bagi kondisi ekonomi masyarakat sekitarnya.
Dasar peraturan perundang-undangan yang menyatakan perlunya memperhatikan aspek sosial adalah sebagai berikut:
1. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional:
• Dalam rangka pembangunan berkeadilan, pembangunan sosial juga dilakukan dengan memberi perhatian yang lebih besar pada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, termasuk masyarakat miskin dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 249 nasional dan daerah, termasuk ketersediaan data dan statistik gender
2. UU No. 2/2012 tentang Pengadaan UU No. 2/2012 tentang Pengadaan Lahan bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum:
• Pasal 3: Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum bertujuan menyediakan tanah bagi pelaksanaan pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa, negara, dan masyarakat dengan tetap menjamin kepentingan hukum Pihak yang Berhak
3. Peraturan Presiden No. 52/2014 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019:
• Perbaikan kesejahteraan rakyat dapat diwujudkan melalui sejumlah program pembangunan untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan kesempatan kerja, termasuk peningkatan program di bidang pendidikan, kesehatan, dan percepatan pembangunan infrastruktur dasar.
• Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender, peningkatan akses dan partisipasi perempuan dalam pembangunan harus dilanjutkan
4. Peraturan Presiden No. 15/2010 tentang Percepatan penanggulangan Kemiskinan
• Pasal 1: Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
5. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender dalam Pembangunan Nasional
• Menginstruksikan kepada Menteri untuk melaksanakan pengarusutamaan gender guna terselenggaranya perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi atas kebijakan dan program pembangunan nasional yang berperspektif gender sesuai dengan bidang tugas dan fungsi, serta kewenangan masing-masing
Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten terkait aspek Ekonomi bidang cipta karya
adalah:
a. Menjamin tersedianya tanah untuk kepentingan umum di kabupaten. b. Menjamin tersedianya pendanaan untuk kepentingan umum di kabupaten.
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 250 pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka peningkatan ekonomi di tingkat kabupaten.
4.2.1. Kemiskinan
Aspek Ekonomi pada perencanaan pembangunan bidang Cipta Karya diharapkan mampu melengkapi kajian perencanaan teknis sektoral. Salah satu aspek yang perlu ditindak lanjuti adalah isu kemiskinan. Kajian aspek sosial lebih menekankan pada manusianya sehingga yang disasar adalah kajian mengenai penduduk miskin, mencakup data eksisting, persebaran, karakteristik, sehingga kebutuhan penanganannya,
Menurut standar BPS terdapat 14 kriteria yang dipergunakan untuk menentukan keluarga/rumah tangga dikategorikan miskin, yaitu:
1. Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang. 2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester
4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain 5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik
6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan 7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah 8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun 10. Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari
11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik
12. Sumber penghasilan kepala rumah tangga adalah: petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan dibawah Rp. 600.000,- per bulan
13. Pendidikan tertinggi kepala rumah tangga: tidak sekolah/tidak tamat SD/hanya SD 14. Tidak memiliki tabungan / barang yang mudah dijual dengan minimal Rp. 500.000,-
seperti sepeda motor kredit / non kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 251 4.2.2 Analisis Dampak Pembangunan Infrastruktur Bidang Cipta Karya Terhadap Ekonomi Lokal Masyarakat
Pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya secara lokasi, besaran kegiatan, dan durasi berdampak terhadap masyarakat. Untuk meminimalisir terjadinya konflik dengan masyarakat penerima dampak maka perlu dilakukan beberapa langkah antisipasi, seperti konsultasi, pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan, serta permukiman kembali.
1. Konsultasi masyarakat
Konsultasi masyarakat diperlukan untuk memberikan informasi kepada masyarakat, terutama kelompok masyarakat yang mungkin terkena dampak akibat pembangunan
bidang Cipta Karya di wilayahnya. Hal ini sangat penting untuk menampung aspirasi mereka berupa pendapat, usulan serta saran-saran untuk bahan pertimbangan dalam proses perencanaan. Konsultasi masyarakat perlu dilakukan pada saat persiapan program bidang Cipta Karya, persiapan AMDAL dan pembebasan lahan.
2. Pengadaan lahan dan pemberian kompensasi untuk tanah dan bangunan
Kegiatan pengadaan tanah dan kewajiban pemberian kompensasi atas tanah dan bangunan terjadi jika kegiatan pembangunan bidang cipta karya berlokasi di atas tanah yang bukan milik pemerintah atau telah ditempati oleh swasta/masyarakat selama lebih dari satu tahun. Prinsip utama pengadaan tanah adalah bahwa semua langkah yang diambil harus dilakukan untuk meningkatkan, atau memperbaiki, pendapatan dan standar kehidupan warga yang terkena dampak akibat kegiatan pengadaan tanah ini.
3. Permukiman kembali penduduk (resettlement)
Seluruh proyek yang memerlukan pengadaan lahan harus mempertimbangkan adanya kemungkinan pemukiman kembali penduduk sejak tahap awal proyek. Bilamana pemindahan penduduk tidak dapat dihindarkan, rencana pemukiman kembali harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga penduduk yang terpindahkan mendapat peluang ikut menikmati manfaat proyek. Hal ini termasuk mendapat kompensasi yang wajar atas kerugiannya, serta bantuan dalam pemindahan dan pembangunan kembali kehidupannya di lokasi yang baru. Penyediaan lahan, perumahan, prasarana dan kompensasi lain bagi penduduk yang dimukimkan jika diperlukan dan sesuai
persyaratan.
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 252 infrastruktur, waktu tempuh yang menjadi lebih singkat, hingga pengurangan biaya yang harus dikeluarkan oleh penduduk untuk mendapatkan akses pelayanan tersebut.
4.3. ANALISIS LINGKUNGAN
Kajian lingkungan dibutuhkan untuk memastikan bahwa dalam penyusunan RPIJM bidang Cipta Karya oleh pemerintah kabupaten/kota telah mengakomodasi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Adapun amanat perlindungan dan pengelolaan lingkungan adalah sebagai berikut:
1. UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup: “Instrumen pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas antara lain Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan-Upaya Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) dan Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPLH)”
2. UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional: “Dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan hidup yang baik perlu penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan secara konsisten di segala bidang” 3. Peraturan Presiden No. 2/2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional Tahun 2015 – 2019 : “Dalam bidang lingkungan hidup, sasaran yang hendak dicapai adalah perbaikan mutu lingkungan hidup dan pengelolaan sumber daya alam di perkotaan dan pedesaan, penahanan laju kerusakan lingkungan dengan peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan; peningkatan kapasitas adaptasi dan mitigasi perubahan iklim”
4. Permen LH No. 9 Tahun 2011 tentang Pedoman Umum Kajian Lingkungan Hidup Strategis: Dalam penyusunan kebijakan, rencana dan/atau program, KLHS digunakan untuk menyiapkan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana dan/atau program agar dampak dan/atau risiko lingkungan yang tidak diharapkan dapat diminimalkan
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 253 Tugas dan wewenang pemerintah kabupaten/kota dalam aspek lingkungan terkait bidang Cipta Karya mengacu pada UU No . 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yaitu :
a. Menetapkan kebijakan tingkat kabupaten/kota.
b. Menetapkan dan melaksanakan KLHS tingkat kabupaten/kota.
c. Menetapkan dan melaksanakan kebijakan mengenai amdal dan UKL-UPL d. Mengembangkan dan menerapkan instrumen lingkungan hidup
e. Melaksanakan standar pelayanan minimal
4.3.1. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)
Menurut UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Kajian Lingkungan Hidup Strategis, yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
KLHS perlu diterapkan di dalam RPIJM antara lain karena:
1. RPIJM membutuhkan kajian aspek lingkungan dalam perencanaan pembangunan infrastruktur.
2. KLHS dijadikan sebagai alat kajian lingkungan dalam RPIJM adalah karena RPIJM berada pada tataran Kebijakan/Rencana/Program. Dalam hal ini, KLHS menerapkan prinsip - prinsip kehati - hatian, dimana kebijakan, rencana dan/atau program menjadi garda depan dalam menyaring kegiatan pembangunan yang berpotensi mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
KLHS disusun oleh Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dengan dibantu oleh Dinas Lingkungan Hidup sebagai instansi yang memiliki tugas dan fungsi terkait langsung dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota/kabupaten. Koordinasi penyusunan KLHS antar instansi diharapkan dapat mendorong terjadinya transfer pemahaman mengenai pentingnya penerapan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk mendorong terjadinya pembangunan berkelanjutan.
Tahapan Pelaksanaan KLHS
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 254 iklim, (2) kerusakan, kemerosotan, dan/atau kepunahan keanekaragaman hayati, (3) peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan, dan/atau kebakaran hutan dan lahan, (4) penurunan mutu dan kelimpahan sumber daya alam, (5) peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan/atau lahan, (6) peningkatan jumlah penduduk miskin atau terancamnya keberlanjutan penghidupan sekelompok masyarakat; dan/atau (7) peningkatan risiko terhadap kesehatan dan keselamatan manusia. Isu - isu tersebut menjadi kriteria apakah rencana/program yang disusun teridentifikasi menimbulkan resiko atau dampak terhadap isu - isu tersebut. Tahap 1 dilakukan dengan penapisan (screening) dengan menyusun Tabel 4.1.
Tabel 4. 1. Kriteria Penapisan Usulan Program/Kegiatan Bidang Cipta Karya
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan
Kesimpulan (Signifikan/tidak
Signifikan)
1 Perubahan Iklim Usulan Kegiatan RPIJM merupakan suatu upaya untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim, seperti kegiatan penyediaan air minumk sebagai upaya memberikan pelayanan air minum pada daerah sulit air bersih, kemudian kegiatan penanganan kawasan kumuh sebagai upaya mengurangi luasan kawasan kumuh
Tidak Signifikan
2 Kerusakan, Kemerosotan dan/ atau kepunahan keaneka ragaman hayati
Usulan kegiatan RPIJM tidak bersinggungan dengan kawasan lindung yang berkaitan dengan lingkungan hayati.
Tidak Signifik
3 Peningkatan intensitas dan cakupan wilayah bencana banjir, longsor, kekeringan
dan/ataukebakaran hutan dan lahan
Usulan kegiatan RPIJM khususnya sector pengembangan kawasan permukiman salah satu kegiatannya bertujuan sebagai mitigasi bencana seperti pembuatan jalur evakuasi bencana, penanganan banjir.
Tidak Signifik
4 Penurunan Mutu dan kelimpahan sumber daya alam
Usulan kegiatan RPIJM justru berupaya menjaga kualitas dan kelimpahan sumber daya air baku, melalui kegiatan penyediaan saluran drainase, penyediaan IPAL Komunal untuk menjaga kualitas air tanah dari pencemaran.
Tidak Signifik
5 Peningkatan alih fungsi kawasan hutan dan /atau lahan
Usulan kegiatan RPIJM tidak menyebabkan alih fungsi kawasan hutan dan lahan produktif.
Tidak Signifik
6 Peningkatan Jumlah penduduk miskin atau terancamnya
keberlanjutan
penghidupan sekelompok masyarakat
Usulan kehiatan RPIJM justru sebagai upaya penanggulangan kemiskinan melalui program-program peningkatan swadaya masyarakat seperti kegiatan Pamsimas dan kegiatan-kegiatan penyediaan infrastruktur dasar pada kawasan kumuh dan masyarakat miskin.
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 255
No Kriteria Penapisan
Penilaian
Uraian Pertimbangan
Kesimpulan (Signifikan/tidak
Signifikan) 7 Peningkatan resiko
terhadap kesehatan dan keselamatan manusia
Usulan kegiatan RPIJM justru berupaya meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lingkungnan permukiman menjadi layak huni.
Tidak Signifik
*) didukung data dan informasi yang menjelaskan apakah kebijakan, rencana dan/atau program yang ditapis menimbulkan risiko/dampak terhadap lingkungan hidup
Tahap ke-2 setelah penapisan terdapat dua kegiatan. Jika melalui proses penapisan di atas tidak teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM tidak berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka berdasarkan Permen Lingkungan Hidup No. 9/2011 tentang Pedoman Umum KLHS, Tim Satgas RPIJM Kabupaten/Kota dapat
menyertakan Surat Pernyataan bahwa KLHS tidak perlu dilaksanakan, dengan ditandatangani oleh Ketua Satgas RPIJM dengan persetujuan BPLHD, dan dijadikan lampiran dalam dokumen RPIJM. Namun, \jika teridentifikasi bahwa rencana/program dalam RPIJM berpengaruh terhadap kriteria penapisan di atas maka Satgas RPIJM didukung dinas lingkungan hidup (BLH) dapat menyusun KLHS dengan tahapan Pengkajian Pengaruh KRP terhadap Kondisi Lingkungan Hidup di Wilayah Perencanaan, dilaksanakan melalui 4 (empat) tahapan sebagai berikut:
a) Identifikasi Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lainnya Tujuan identifikasi masyarakat dan pemangku kepentingan adalah:
1) Menentukan secara tepat pihak - pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan KLHS;
2) Menjamin diterapkannya azas partisipasi yang diamanatkan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
3) Menjamin bahwa hasil perencanaan dan evaluasi kebijakan, rencana dan/atau program memperoleh legitimasi atau penerimaan oleh publik;
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 256 Tabel 4.2. Proses Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Masyarakat
dalam Penyusunan KLHS Bidang Cipta Karya
Masyarakat dan Pemangku Kepentingan Lembaga
Pembuat Keputusan a. Bupati
b. DPRD Penyusunan Kebijakan, Rencana dan / atau
Program Masyarakat yang memiliki informasi dan /
atau keahlian (perorangan/tokoh/kelompok)
a. Perguruan Tinggi atau Lembaga Penelitian lainnya
b. Asosiasi Profesi
c. Forum–forum pembangunan
berkelanjutan dan lingkungan hidup d. LSD pemerhati lingkungan
e. Perorangan/tokoh
f. Kelompok yang memiliki data dan informasi berkaitan dengan SDA Masyarakat yang terkena Dampah a. Lembaga adat
b. Asosiasi pengusaha c. Tokoh masyarakat d. Organisasi Masyarakat
e. Kelompok masyarakat tertentu (nelayan, petani, dll)
b) Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan
Tujuan identifikasi isu pembangunan berkelanjutan:
1) penetapan isu-isu pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup atau keterkaitan antar ketiga aspek tersebut; 2) pembahasan fokus terhadap isu signifikan; dan
3) membantu penentuan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan
Tabel 4.3. Proses Identifikasi Isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Pengelompokan Isu-isu Pembangunan Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Penjelasan Singkat *
Sosial
Isu 1: Pencemaran menyebabkan berkembangnya wabah penyakit
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 257 Pengelompokan Isu-isu Pembangunan
Berkelanjutan Bidang Cipta Karya
Penjelasan Singkat *
Ekonomi
Isu 2: kemiskinan berkorelasi dengan kerusakan lingkungan
Kemiskinan di Kabupaten karangasem sebanyak 7,3 % mengalami peningkatan, dampak yang di timbulkan dari penambahan penduduk miskin tentunya meningkatnya kerusakan terhadap lingkungan
Lingkungan Hidup Permukiman
Isu 3 : Kecukupan air baku untuk air minum
Air baku yang ada di Kabupaten Karangasem secara hitungan masih memenuhi kebutuhan penduduk karangasem.
Isu 4 : Ketersediaan Sumber mata air yang tidak merata di seluruh wilayah
Dalam pemenuhan kebutuhan air minum di Kabupaten Karangasem, terkendala sumber mata air yang tidak merata, sehingga menyulitkan dalam pemenuhan kebutuhan air minum.
Isu 5:
Pencemaran lingkungan oleh infrastruktur yang tidak berfungsi maksimal Contoh: pencemaran tanah oleh septictank yang bocor, pencemaran badan air oleh air limbah permukiman
Adanya pencemaran yang terjadi di masyarakat akibat pembangunan septiktank yang tidak memenuhi standar masih mungkin terjadi apalagi di Kabupaten karangasem septiktank yang terbangun lebih banyak cubluk.
Isu 6: dampak kawasan kumuh terhadap kualitas lingkungan Contoh: kawasan kumuh menyebabkan penurunan kualitas lingkungan
Pendataan kawasan kumuh yang ada di Kabupaten Karangasem sebanyak 72,15 Ha, tentunya akan berdampak dengan menurunnya kualitas lingkungan yang ada *) meliputi deskripsi lokasi, penyebab, intensitas dan sebaran dampak
4.3.2. AMDAL, UKL-UPL dan SPPLH.
a. AMDAL
AMDAL adalah singkatan dari Analisis Dampak
Lingkungan. Pengertian AMDAL menurut PP No. 27 Tahun 1999 yang berbunyi bahwa pengertian AMDAL adalah Kajian atas dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha atau kegiatan. AMDAL adalah analisis yang meliputi berbagai macam faktor seperti fisik, kimia, sosial ekonomi, biologi dan sosial budaya yang dilakukan secara menyeluruh. Alasan diperlukannya AMDAL untuk diperlukannya studi kelayakan
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 258 kerusakan lingkungan. Komponen-komponen AMDAL adalah PIL (Penyajian informasi lingkungan), KA (Kerangka Acuan), ANDAL (Analisis dampak lingkungan), RPL (Rencana pemantauan lingkungan), RKL (Rencana pengelolaan lingkungan). Tujuan AMDAL adalah menjaga dengan kemungkinan dampak dari suatu rencana usaha atau kegiatan sehingga.
Dokumen AMDAL merupakan instrumen pengelola lingkungan yang wajib disusun oleh penyelenggara kegiatan/usaha yang melakukan kegiatan/usaha yang termasuk dalam daftar wajib AMDAL, seperti diatur pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.05 thn 2012 ttg Jenis Rencana Usaha Dan Atau Kegiatan yang Wajib Dilengkapi AMDAL.
AMDAL terdiri dari :
• Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
• Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
• Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
• Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Tujuan AMDAL merupakan penjagaan dalam rencana usaha atau kegiatan agar tidak memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Adapun Fungsi AMDALadalah sebagai berikut..
• Bahan perencanaan pembangunan wilayah
• Membantu proses dalam pengambilan keputusan terhadap kelayakan lingkungan
hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
• Memberikan masukan dalam penyusunan rancangan rinci teknis dari rencana usaha
dan/atau kegiatan
• Memberi masukan dalam penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan
lingkungan hidup
• Memberikan informasi terhadap masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari
suatu rencana usaha dan atau kegiatan
• Tahap pertama dari rekomendasi tentang izin usaha
• Merupakan Scientific Document dan Legal Document • Izin Kelayakan Lingkungan
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 259 1. Manfaat AMDAL bagi Pemerintah
• Mencegah dari pencemaran dan kerusakan lingkungan. • Menghindarkan konflik dengan masyarakat.
• Menjaga agar pembangunan sesuai terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan. • Perwujudan tanggung jawab pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Manfaat AMDAL bagi Pemrakarsa.
• Menjamin adanya keberlangsungan usaha. • Menjadi referensi untuk peminjaman kredit.
• Interaksi saling menguntungkan dengan masyarakat sekitar untuk bukti ketaatan
hukum.
3. Manfaat AMDAL bagi Masyarakat
• Mengetahui sejak dari awal dampak dari suatu kegiatan. • Melaksanakan dan menjalankan kontrol.
• Terlibat pada proses pengambilan keputusan.
Prosedur AMDAL terdiri dari :
• Proses penapisan (screening) wajib AMDAL • Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat • Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL (scoping)
• Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL Proses penapisan atau kerap
juga disebut proses seleksi kegiatan wajib AMDAL, yaitu menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.
Proses pengumuman dan konsultasi masyarakat. Berdasarkan Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000, pemrakarsa wajib mengumumkan rencana kegiatannya selama waktu yang ditentukan dalam peraturan tersebut, menanggapi masukan yang diberikan, dan kemudian melakukan konsultasi kepada masyarakat terlebih dulu sebelum menyusun KA-ANDAL.
Proses penyusunan KA-ANDAL. Penyusunan KA-ANDAL adalah proses untuk
menentukan lingkup permasalahan yang akan dikaji dalam studi ANDAL (proses
pelingkupan). Proses penilaian KA-ANDAL. Setelah selesai disusun, pemrakarsa
mengajukan dokumen KA-ANDAL kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai.
Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari
di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 260 Proses penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL. Penyusunan ANDAL, RKL, dan
RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian
Komisi AMDAL). Proses penilaian ANDAL, RKL, dan RPL. Setelah selesai disusun,
pemrakarsa mengajukan dokumen ANDAL, RKL dan RPL kepada Komisi Penilai
AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal untuk penilaian
ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan oleh penyusun
untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.
Dokumen AMDAL harus disusun oleh pemrakarsa suatu rencana usaha dan/atau
kegiatan. Dalam penyusunan studi AMDAL, pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan
untuk menyusunkan dokumen AMDAL. Penyusun dokumen AMDAL harus telah
memiliki sertifikat Penyusun AMDAL dan ahli di bidangnya. Ketentuan standar minimal
cakupan materi penyusunan AMDAL diatur dalam Keputusan Kepala Bapedal Nomor
09/2000.
Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah Komisi Penilai
AMDAL, pemrakarsa, dan masyarakat yang berkepentingan. Komisi Penilai AMDAL
adalah komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL. Di tingkat pusat berkedudukan di
Kementerian Lingkungan Hidup, di tingkat Propinsi berkedudukan di Bapedalda/lnstansi
pengelola lingkungan hidup Propinsi, dan di tingkat Kabupaten/Kota berkedudukan di
Bapedalda/lnstansi pengelola lingkungan hidup Kabupaten/Kota. Unsur pemerintah
lainnya yang berkepentingan dan warga masyarakat yang terkena dampak diusahakan
terwakili di dalam Komisi Penilai ini. Tata kerja dan komposisi keanggotaan Komisi
Penilai AMDAL ini diatur dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup,
sementara anggota-anggota Komisi Penilai AMDAL di propinsi dan kabupaten/kota
ditetapkan oleh Gubernur dan Bupati/Walikota.
Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu
rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Masyarakat yang berkepentingan
adalah masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL
berdasarkan alasan-alasan antara lain sebagai berikut: kedekatan jarak tinggal dengan
rencana usaha dan/atau kegiatan, faktor pengaruh ekonomi, faktor pengaruh sosial budaya,
perhatian pada lingkungan hidup, dan/atau faktor pengaruh nilai-nilai atau norma yang
dipercaya. Masyarakat berkepentingan dalam proses AMDAL dapat dibedakan menjadi
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 261 b. UKL-UPL
UKL-UPL Merupakan pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Upaya Pengelolaan lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan (UPL) adalah salah satu instrument pengelolaan lingkungan yang merupakan salah satu persyaratan perijinan bagi pemrakarsa yang akan melaksanakan suatu usaha/kegiatan di berbagai sektor.
UKL/UPL merupakan upaya pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang harus dan wajib di miliki oleh semua perusahaan yang mempunyai aktifitas bisnis / produksi yang berdampak terhadap lingkungan. Apabila UKL/UPL diterapkan secara Konsisten pasti dapat mengurangi dan mengantisipasi kemungkinan dampak negatif yang muncul bagi lingkungan dan masyarakat sehingga bisa meningkatkan image perusahaan.
UKL-UPL sama halnya seperti AMDAL, berfungsi sebagai panduan pengelolaan lingkungan bagi seluruh penyelenggara suatu kegiatan. Namun, skala kegiatan yang diwajibkan UKL-UPL relatif cukup kecil dan dianggap memiliki dampak terhadap
lingkungan yang tidak terlalu besar dan penting. Hal ini menyebabkan kegiatan tersebut tidak tercantum dalam daftar wajib AMDAL. Namun demikian, dampak lingkungan yang dapat terjadi tetap perlu dikelola untuk menjamin terlaksananya pengelolaan lingkungan yang baik.
Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) adalah upaya yang dilakukan dalam pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup oleh penanggung jawab dan atau kegiatan yang tidak wajib melakukan AMDAL (Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup).
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 262 Proses dan prosedur UKL-UPL tidak dilakukan seperti AMDAL tetapi dengan menggunakan formulir isian yang berisi :
• Identitas pemrakarsa
• Rencana Usaha dan/atau kegiatan • Dampak Lingkungan yang akan terjadi
• Program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup • Tanda tangan dan cap
c. SPPL
SPPL merupakan pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatannya. SPPL (Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan) adalah kesanggupan dari penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup atas dampak lingkungan hidup dari usaha dan/ atau kegiatannya di luar Usaha dan/atau kegiatan yang wajib amdal atau UKL-UPL.
Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 263 4.3.3. Isu Pembangunan Berkelanjutan.
Pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dsb) yang berprinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan" (menurut Laporan Brundtland dari PBB, 1987). Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. (oman)
Banyak laporan PBB, yang terakhir adalah laporan dari KTT Dunia 2005, yang
menjabarkan pembangunan berkelanjutan terdiri dari tiga tiang utama (ekonomi, sosial,
dan lingkungan) yang saling bergantung dan memperkuat.Untuk sebagian orang,
pembangunan berkelanjutan berkaitan erat dengan pertumbuhan ekonomi dan bagaimana
mencari jalan untuk memajukan ekonomi dalam jangka panjang, tanpa menghabiskan
modal alam. Namun untuk sebagian orang lain, konsep "pertumbuhan ekonomi" itu sendiri
bermasalah, karena sumberdaya bumi itu sendiri terbatas.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas daripada itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan: pembangunan ekonomi, pembangunan sosial dan perlindungan lingkungan.
Gambar 4.1. Lingkup Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan
Skema pembangunan berkelanjutan pada titik temu tiga pilar tersebut, Deklarasi
Universal Keberagaman Budaya (UNESCO, 2001) lebih jauh menggali konsep
pembangunan berkelanjutan dengan menyebutkan bahwa "...keragaman budaya penting
bagi manusia sebagaimana pentingnya keragaman hayati bagi alam". Dengan demikian
"pembangunan tidak hanya dipahami sebagai pembangunan ekonomi, namun juga sebagai
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 264 pandangan ini, keragaman budaya merupakan kebijakan keempat dari lingkup kebijakan
pembangunan berkelanjutan.
Pembangunan Hijau pada umumnya dibedakan dari pembangunan bekelanjutan,
di mana pembangunan Hijau lebih mengutamakan keberlanjutan lingkungan di atas
pertimbangan ekonomi dan budaya. Pendukung Pembangunan Berkelanjutan berargumen
bahwa konsep ini menyediakan konteks bagi keberlanjutan menyeluruh di mana pemikiran
mutakhir dari Pembangunan Hijau sulit diwujudkan. Sebagai contoh, pembangunan pabrik
dengan teknologi pengolahan limbah mutakhir yang membutuhkan biaya perawatan tinggi
sulit untuk dapat berkelanjutan di wilayah dengan sumber daya keuangan yang terbatas.
Beberapa riset memulai dari definisi ini untuk berargumen bahwa lingkungan
merupakan kombinasi dari alam dan budaya. Network of Excellence "Sustainable
Development in a Diverse World" SUS.DIV, sponsored by the European Union, bekerja
pada jalur ini. Mereka mengintegrasikan kapasitas multidisiplin dan
menerjemahkan keragaman budaya sebagai kunci pokok strategi baru bagi pembangunan
berkelanjutan.
Beberapa peneliti lain melihat tantangan sosial dan lingkungan sebagai
kesempatan bagi kegiatan pembangunan. Hal ini nyata di dalam konsep keberlanjutan
usaha yang mengkerangkai kebutuhan global ini sebagai kesempatan bagi perusahaan
privat untuk menyediakan solusi inovatif dan kewirausahaan. Pandangan ini sekarang
diajarkan pada beberapa sekolah bisnis yang salah satunya dilakukan di Center for
Sustainable Global Enterprise at Cornell University.
Daftar beberapa lingkup Pembangunan Berkelanjutan : • Pertanian
• Atmosfer
• Keanekaragaman Hayati • Biotekhnologi
• Pengembangan Kapasitas • Perubahan Iklim
• Pola Konsumsi dan Produksi • Demografi
• Penggurunan dan Kekeringan
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 265 • Energi
• Keuangan • Hutan • Air Minum • Kesehatan • Pemukiman • Indikator • Industri
• Informasi bagi Pembuatan keputusan dan Partisipasi • Pembuatan Keputusan yang terintegrasi
• Hukum Internasional
• Kerja sama Internasional memberdayakan lingkungan • Pengaturan Institusional
• Pemanfaatan lahan • Kelompok Besar • Gunung
• Strategi Pembangunan Berkelanjutan Nasional • Samudera dan Laut
• Kemisinan • Sanitasi
• Pengetahuan Alam • Pulau kecil
• Wisata Berkelanjutan • Tekhnologi
• Bahan Kimia Beracun
• Perdagangan dan Lingkungan • Transport
• Limbah (Beracun) • Limbah(Radio aktif) • Limbah (Padat) • Air
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 266 objek dari pembangunan berkelanjutan. Jumlah penduduk yang besar dengan pertumbuhan yang cepat, namun memiliki kualitas yang rendah, akan memperlambat tercapainya kondisi yang ideal antara kuantitas dan kualitas penduduk dengan daya dukung alam dan daya tampung lingkungan yang semakin terbatas.
Untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu negara, diperlukan komponen penduduk yang berkualitas. Karena dari penduduk berkualitas itulah memungkinkan untuk bisa mengolah dan mengelola potensi sumber daya alam dengan baik, tepat, efisien, dan maksimal, dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Sehingga harapannya terjadi keseimbangan dan keserasian antara jumlah penduduk dengan kapasitas dari daya dukung alam dan daya tampung lingkungan.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda internasional yang menjadi kelanjutan dari Tujuan Pembangunan Milenium atau Millennium Development Goals (MDGs). SDGs disusun oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dengan melibatkan 194 negara, civil society, dan berbagai pelaku ekonomi dari seluruh penjuru dunia. Agenda ini dibuat untuk menjawab tuntutan kepemimpinan dunia dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan, dan perubahan
iklim dalam bentuk aksi nyata. SDGs ditetapkan pada 25 September 2015 dan terdiri dari 17 (tujuh belas) tujuan global dengan 169 (seratus enam puluh sembilan) target yang akan dijadikan tuntunan kebijakan dan pendanaan untuk 15 tahun ke depan dan diharapkan dapat tercapai pada tahun 2030. Tujuan dan target tersebut meliputi 3 (tiga) dimensi pembangunan berkelanjutan, yaitu lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Pada mulanya, konsep SDGs diusulkan oleh Kolombia dalam government retreat yang diadakan oleh Indonesia pada Juli 2011 di Solo sebagai persiapan konferensi Rio+20. Usulan ini kemudian dibawa oleh Departemen Informasi Publik PBB pada 64th NGOs Conference pada September 2011 dan menghasilkan 17 usulan tujuan berkelanjutan serta target-target terkait. Usulan ini juga banyak didiskusikan pada konferensi Rio+20, hingga menghasilkan suatu resolusi yang dikenal dengan nama "The Future We Want". Disepakati pula dalam konferensi bahwa pembentukan SDGs harus berorientasi pada tindakan, ringkas dan mudah dikomunikasikan, serta dapat diaplikasikan secara universal oleh berbagai negara dengan mempertimbangkan kapasitas, tingkat pembangunan, serta menghormati kebijakan dan prioritas setiap negara.
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini terdiri atas 17 tujuan, yaitu:
Satgas Randal Kab. Karangasem IV - 267
2. Tanpa kelaparan – Mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan
perbaikan nutrisi, serta menggalakkan pertanian yang berkelanjutan.
3. Kehidupan sehat dan sejahtera – menggalakkan hidup sehat dan mendukung
kesejahteraan untuk semua usia.
4. Pendidikan berkualitas – Memastikan pendidikan berkualitas yang layak dan
inklusif serta mendorong kesempatan belajar seumur hidup bagi semua orang.
5. Kesetaraan gender – Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan.
6. Air bersih dan sanitasi layak – Menjamin akses atas air dan sanitasi untuk semua.
7. Energi bersih dan terjangkau – Memastikan akses pada energy yang terjangkau, bisa
diandalkan, berkelanjutan dan modern untuk semua.
8. Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi – Memproosikan pertumbuhan ekonom
berkelanjutan dan inklusif, lapangan pekerjaan yang layak untuk semua.
9. Industri, inovasi dan infrastruktur – Membangun infrastruktur kuat,
mempromosikan industrialisasi berkelanjutan, dan mendorong inovasi.
10.Berkurangnya kesenjangan – Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara
negara-negara.
11.Kota dan komunitas berkelanjutan – Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman,
kuat, dan berkelanjutan.
12.Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab – Memastikan pola konsumsi dan
produksi yang berkelanjutan.
13.Penanganan perubahan iklim – Mengambil langkah penting untuk melawan
perubahan iklim dan dampaknya.
14.Ekosistem laut – Perlindungan dan penggunaan samudera, laut dan sumber daya
kelautan secara berkelanjutan.
15.Ekosistem darat – Mengelola hutan secara berkelanjutan, melawan perubahan lahan
menjadi gurun, menghentikan dan merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan
kepunahan keanekaragaman hayati.
16.Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang tangguh – Mendorong masyarakat
adil, damai, dan inklusif.
17.Kemitraan untuk mencapai tujuan – Menghidupkan kembali kemitraan global demi