• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN BIOGAS DARI LIMBAH KOTORAN TERNAK SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK Studi kasus di Desa Sutenjaya, Lembang, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN BIOGAS DARI LIMBAH KOTORAN TERNAK SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK Studi kasus di Desa Sutenjaya, Lembang, Jawa Barat"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN BIOGAS DARI LIMBAH KOTORAN

TERNAK SEBAGAI SUMBER ENERGI LISTRIK

Studi kasus di Desa Sutenjaya, Lembang, Jawa Barat

Utilization of Biogas from Animal Waste as Electrical Energy Source

Case Study: Sutenjaya, Lembang

Sudaryono

Pusat Teknologi Lingkungan

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi

Gedung Geostech 820 Lt-2, Kawasan Pusiptek, Tangerang Selatan, Banten 15314 Email : sudaryono@bppt.go.id

Diterima: 01 Oktober 2012; Dikoreksi: 10 Oktober 2012; Disetujui : 26 Oktober 2012

Abstract

The growth of the dairy industry in Indonesia is expected to be an attraction for the local farmers. The increasing number of breeders will have a negative impact on the increase of waste generated. Waste from the farm business can be a solid waste, gas and liquid waste. Animal husbandary waste can be processed to produce biogas as an energy alternative to oil burner and premium drive electric generators. From the measurement of CH4 content ranged from (56.67 - 62.8 %), while the CO2

content ranged between (36.36 - 42.64 %). This value is between methane and carbon dioxide content of the theoretical limit. Gasbio volume generated during the 24 hours ranged of 4.218 - 6.198

M3, or the average of the gas produced as much: 5,096 M3 per day. Electricity generated = 3.822

kWh. Electricity power genset of 500 watt can burn for 7 hours. The results of laboratory analysis of sludge solids can be seen that the C / N ratio is still relatively high at 42.6, whereas the C / N ratio, which allowed ranged of 15-25. The C value is very high due to the organic composting process is too short, the element N is very low because the nitrogen is still in the complex chain that required the administration of N fastening bacteria such as : Azotobacter, Azotomonas, Pseudomonas.

Keywords: cattle manure, biogas, energy listrk, compost

Abstrak

Pertumbuhan industri susu olahan di Indonesia diharapkan akan mampu menjadi daya tarik bagi peternak lokal. Meningkatnya jumlah peternak akan berdampak negatif terhadap meningkatkan limbah yang dihasilkan. Limbah dari usaha peternakan tersebut dapat berupa limbah padat, gas dan limbah cair. Limbah peternakana dapat diproses untuk menghasilkan biogas sebagai energi alternatif pengganti minyak kompor dan premium menggerakan generator listrik. Dari hasil pengukuran kandungan CH4 berkisar antara (56,67 – 62.8%), sedang kandungan CO2 berkisar

antara (36.36 – 42,64%). Nilai tersebut berada diantara kandungan metan dan karbon dioksida pada batas secara teori. Volume gasbio yang dihasilkan selama 24 jam berkisar antara (4,218 - 6,198) M3, atau rata-rata gas yang dihasilkan sebanyak : 5,096 M3 perhari. Listrik yang dihasilkan = 3,822 kWh. Genset dengan daya 500 Watt maka listrik bisa menyala selama 7 jam. Dari hasil analisis laboratorium terhadap padatan sludge dapat diketahui bahwa C/N ratio tergolong masih tinggi yaitu 42,6, padahal C/N ratio yang diizinkan berkisar antara 15 – 25. Hal ini disebabkan karena C organiknya sangat tinggi akibat proses komposing masih terlalu singkat, unsur N sangat rendah karena nitrogen masih dalam rantai yang kompleks sehingga diperlukan pemberian bakteri penambat N, diantaranya adalah: bakteri Azotobacter, Azotomonas, Pseudomonas.

(2)

1. PENDAHULUAN

Dewasa ini pertumbuhan industri susu olahan di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Kenaikan industri susu olahan diharapkan dapat mampu diimbangi oleh produksi susu dari peternak lokal, karena selama ini sebagian besar bahan baku susu masih diimpor dari Australia, Selandia Baru, dan Amerika Serikat dalam bentuk susu skim. Produksi susu nasional hingga Oktober 2013 dari Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI) baru mencapai 1,3 juta-1,5 juta liter per hari, atau hanya 20-30% dari kebutuhan susu nasional, jadi Indonesia masih harus mengimpor bahan baku susu 4 juta - 5 juta liter setara susu segar per hari. Bila rata-rata produksi susu dalam negeri 10 liter per ekor, berarti setidaknya dibutuhkan 500.000 - 600.000 ekor sapi perah yang laktasi (menyusui) untuk memenuhi kekurangan produksi. Peluang inilah yang perlu dicermati oleh peternak dalam usaha meningkatkan produksi susu dalam negeri, guna menuju swasembada susu pada tahun 2015 yang dicanangkan pemerintah.

Meningkatnya kegiatan peternakan dapat dipastikan akan memberikan dampak positif sekaligus negatif. Dampak positif berupa peningkatan pendapatan peternak, perluasan kesempatan kerja, dan peningkatan ketersediaan pangan. Namun apabila tidak dikelola dengan tepat akan menimbukan permasalahan lingkungan, yaitu berupa limbah padat, udara dan cair, seperti feses, urine, sisa makanan, dan udara. Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) tahun 2006 peternakan merupakan penyumbang gas rumah kaca utama. Diperkirakan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 7.516 juta metrik ton ekuivalen CO2 (CO2e) per tahun, atau 18% emisi gas rumah kaca dunia setiap tahun yang diakibatkan oleh hewan ternak, sapi, domba, kambing, unta, kuda, babi, dan unggas. Jumlah ini melebihi gabungan emisi dari seluruh transportasi di dunia seperti motor, mobil, truk, pesawat, dan lain-lain yang menyumbang 13 persen gas rumah kaca atau pembangkit listrik di seluruh dunia yang menyumbangkan 11 persen gas rumah kaca .

Meningkatnya harga bahan kabar minyak untuk kebutuhan rumah tangga makin meresahkan masyarakat. Selain mahal, bahan bakar tersebut juga makin langka di pasaran. Usaha untuk mengatasi hal tersebut mendorong pemikiran akan perlunya pencarian sumber-sumber energi alternatif agar kebutuhan bahan bakar dapat dipenuhi tanpa merusak lingkungan.

Akibat kenaikan harga BBM, kehidupan masyarakat baik di desa maupun di kota

semakin sulit. Warga berlomba-lomba mencari sumber energi alternatif, ada yang menggunakan energi matahari, energi air, maupun energi angin. Tapi sampai sejauh ini masih belum ditemukan sumber energi yang benar-benar bisa menggantikan bahan bakar minyak. Tapi, sebenarnya ada sumber energi alternatif yang relatif sederhana dan sangat cocok untuk masyarakat pedesaan, yaitu energi biogas [5,2]. Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) sangat tepat untuk mengatasi naiknya harga pupuk dan kelangkaan bahan bakar minyak [1]. Apalagi pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber bahan bakar dalam bentuk biogas. Pemanfaatan kotoran ternak sebagai sumber energi, tidak mengurangi jumlah pupuk organik yang bersumber dari kotoran ternak [4]. Hal ini karena pada pembuatan biogas kotoran ternak yang sudah diproses dikembalikan ke kondisi semula yang diambil hanya gas metana (CH4) yang

digunakan sebagai bahan bakar.

Biogas adalah gas yang dihasilkan dari proses penguraian bahan-bahan organik oleh bantuan mikroorganisme. Untuk memproduksi biogas tersebut diperlukan alat yang disebut

Reaktor Biogas yang merupakan suatu instalasi kedap udara, sehingga proses dekomposisi bahan organik dapat berjalan secara optimum[9]. Hasil perombakan bahan bahan organik oleh bakteri menjadi gas metan (hasil utama) atau komposisi gas yang dihasilkan seperti yang terlihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Biogas dari Kotoran Ternak

No Komponen %

1. Metana (CH4)

55-75 2. Karbon dioksida (CO2)

25-45 3. Nitrogen (N2) 0-0.3 4. Hidrogen (H2) 1-5 5. Hidrogen Sulfida (H2S) 0-3 6. Oksigen (O2) 0.1-0.5

Pada dasarnya penggunaan biogas memiliki keuntungan ganda (Prihandana, R. dkk, 2007) yaitu gas metan yang dihasilkan bisa berfungsi sebagai bahan bakar, sedangkan limbah cair dan limbah padat dapat digunakan sebagai pupuk organik. Beberapa keuntungan memanfaatkan biogas, antara lain:

• Mewujudkan peternakan yang bersih dan

(3)

• Mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) • Menghemat pengeluaran masyarakat,

dengan memanfaatkan biogas sebagai pengganti bahan bakar minyak tanah, kayu bakar, untuk memasak dan sebagai pembangkit listrik

• Meningkatkan pendapatan petani peternak

dengan dihasilkannya pupuk organik yang berkualitas sehingga ketergantungan petani terhadap pupuk kimia dapat dikurangi

• Mendorong tumbuhnya industri rumah

tangga di pedesaan dengan dukungan bahan bakar alternatif

Adapun tujuan penelitian ini untuk menerapkan inovasi teknologi pengolahan limbah peternakan (kotoran sapi) dengan bantuan mikroorganisme yang dibiakan pada reaktor digester untuk menghasilkan biogas, menghasilkan energi alternatif berupa biogas untuk memenuhi kebutuhan energi di pedesaan yaitu memasak dan pengerak genset ( energi listrik ) memanfaatkan sludge, sisa buangan hasil fermentasi berupa cairan yang berkualitas yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik.

2. BAHAN DAN METODE 2.1. Waktu dan Tempat :

Penelitian ini berlangsung dari bulan April sampai dengan Oktober 2012. Kegiatan ini meliputi dari rancang bangun bioreaktor sampai aplikasi pemanfaatan biogas untuk penggerak generator listrik. Lokasi sebagai tempat penelitian yaitu di Desa Suntenjaya yang berada di wilayah Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat, Provinsi Jawa Barat dengan luas wilayah kurang lebih 1.456,66 hektar. Kondisi geografis berupa daratan bergelombang (berbukit) dengan ketinggian sekitar 1.280 m dari permukaan laut (dpl) dengan curah hujan 2.027 mm/tahun, suhu udara berkisar antara 18 – 20 0C.

2.2. Fokus Kegiatan

Fokus kegiatan penelitian adalah pemanfaatan limbah kotoran sapi sebagai bahan baku pembuatan biogas secara anaerob dengan bantuan mikroorganisme. Manfaat energi biogas adalah sebagai pengganti bahan bakar minyak (minyak tanah, bensin, dan solar). Dalam skala besar, biogas dapat digunakan sebagai pembangkit energi listrik. Di samping itu, dari proses produksi biogas akan dihasilkan sisa kotoran ternak yang dapat langsung dipergunakan sebagai pupuk organik pada tanaman / budidaya pertanian. Potensi ekonomis biogas adalah sangat besar, hal tersebut mengingat bahwa 1 m3 biogas dapat

digunakan setara dengan 0,62 liter minyak tanah. Di samping itu pupuk organik yang dihasilkan dari proses produksi biogas sudah tentu mempunyai nilai ekonomis yang tidak kecil.

2.3. Proses Pembuatan Biogas

Setelah pengerjaan digester selesai maka mulai dilakukan proses pembuatan biogas dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Kotoran sapi dicampur dengan air hingga terbentuk lumpur dengan perbandingan 1:1 pada bak penampung sementara. Pengadukan dilakukan hingga terbentuk lumpur dari kotoran sapi. Bentuk lumpur akan mempermudah pemasukan kedalam digester.

2. Lumpur dari bak penyampuran sementara kemudian dialirkan ke digester melalui lubang pemasukan. Pada pengisian pertama digester harus di isi sampai penuh. Pada pengisian pertama ini dibutuhkan lumpur kotoran sapi dalam jumlah yang banyak sampai digester penuh. 3. Bilamana diperlukan penambahan

starter sebanyak 1 liter dan isi rumen segar dari rumah potong hewan (RPH) sebanyak 5 karung untuk kapasitas digester 3,5 – 5,0 m2.

4. Pada hari ke-1 sampai ke-8 gas yang dihasilkan dibuang karena gas yang terbentuk adalah gas CO2. Sedangkan

pada hari ke-10 sampai hari ke-14 baru gas metan (CH4) yang terbentuk

mulai meningkat sedang gas CO2

mulai menurun.

5. Pada hari ke 14 gas yang terbentuk mulai dapat digunakan untuk menyalakan kompor gas atau kebutuhan lainnya. Pada komposisi CH4 (54%) dan CO2 (27%) maka

biogas akan menyala. Biogas ini tidak berbau seperti bau kotoran sapi. Selanjutnya, digester terus diisi lumpur kotoran sapi secara kontinu sehingga dihasilkan biogas yang optimal. 6. Lumpur kompos (slurry) yang keluar

dari digester di tampung di bak penampungan lumpur. Pupuk organik kering siap digunakan sebagai pupuk organik yang ramah lingkungan.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Rancang Bangun Reaktor Digester

Urutan perancanagn fasilitas biodigester dimulai dengan perhitungan volume biodigester, penentuan model biodigester, perancangan

(4)

tangki penyimpan gas (gas holder) dan penentuan lokasi.

1) Perhitungan volume

biodigester

Perhitungan ini menggunakan data: Jumlah kotoran sapi per hari yang tersedia. Untuk mendapatkan jumlah kotoran sapi perhari, digunakan persamaan:

- Jumlah kotoran sapi = n x 28 kg/hari

n adalah jumlah sapi (ekor), 28 kg/hari adalah jumlah kotoran yang dihasilkan oleh 1 (satu) ekor sapi dalam sehari. Komposisi kotoran sapi terdiri dari 80% kandungan cair dan 20% kandungan padat. Dengan demikian, untuk menentukan berat kering kotoran sapi adalah:

- Bahan kering = 0,2 x jumlah kotoran sapi

Bahan kering yang telah diperoleh harus ditambahkan air sebelum masuk biodigester agar bakteri dapat tumbuh dan berkembang dengan optimum. Perbandingan komposisi antara bahan kering (padatan) dengan air adalah 1 : 1. Dengan demikian, jumlah air yang ditambahkan adalah:

- Air yang harus ditambahkan = 1 x bahan kering

Hasil perhitungan di atas menunjukkan massa total larutan kotoran padat (mt). Waktu penyimpanan (HRT) kotoran sapi dalam biodigester. Waktu penyimpanan tergantung pada temperatur lingkungan dan temperatur biodigester. Dengan kondisi tropis seperti Indonesia, asumsi waktu penyimpanan adalah 30 – 40 hari. Dari data perhitungan di atas, maka diperoleh volume larutan kotoran yang dihasilkan adalah sebesar: dengan ρm = massa jenis air (1000 Kg/M3).

3.2. Uji coba kerja digester

Kotoran ternak segar dikumpulkan dari kandang kemudian dimasukkan ke dalam biodigester. Campuran kotoran sapi dan air dengan berbanding 1 : 1, yaitu kotoran sapi 100 kg kotoran sapi/hari dan air 100 liter. Jadi bubur yang dihasilkan adalah 200 kg atau 200 liter kotoran sapi/hari sebagai umpan. Masukkan campuran tersebut ke dalam reaktor biodigester bervolume 7.500 liter.

Untuk menghitung biogas yang dihasilkan dan kemampuan digester untuk menghasilkan listrik adalah sebagai berikut: 1) Umpan rata-rata = 100 kg kotoran

sapi/hari

2) Perkiraan HRT adalah 37,5 hari. 3) Produksi biogas diperkirakan 3

M3/hari.

Konversi ke listrik melalui genset biogas adalah: 0,75 M3/kWh, atau sekitar 1 M3 biogas/kWh, maka listrik yang dihasilkan = 3 kWh.

4) Apabila dinyalakan selama 6 jam per hari, maka perlu genset biogas dengan daya 500 Watt.

3.3. Pengukuran banyaknya kotoran ternak

Untuk menentukan besarnya atau volume konstruksi reaktor bio-digester maka harus dapat diketahui banyaknya kotoran ternak yang dihasilkan pada setiap harinya. Setiap hari (pagi dan sore) dilakukan penimbangan terhadap banyaknya kotoran ternak di lokasi demplot. Sebagai mana yang terlihat pada Tabel 2.

3.4. Pengukuran banyaknya air untuk membersihkan kandang dan sapi

Setiap pagi dan sore hari sebelum sapi diperah untuk diambil susunya, maka sapi tersebut harus bersih dari kotoran yang menempel pada anggota badan, untuk menghindari kemungkinan terjadinya kontaminasi oleh kotoran ternak, yang dapat berakibat susu menjadi rusak. Banyaknya air yang dipergunakan untuk membersihkan kandang dan memandikan ternak sapi tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Pengamatan dilakukan selama 7 (tujuh) hari secara berturut-turut yaitu dari tgl : 10 sampai dengan 16 Agustus 2012. Rata-rata kotoran sapi yang dihasilkan adalah 18,785 kg/ekor.

3.5 Pengukuran gasbio

Biogas merupakan campuran dari berbagai gas, antara lain metan, karbondioksida, hidrogen sulfida dan gas lainnya seperti: nitrogen, hidrogen dan karbon monoksida dalam jumlah kecil.

Pengukuran gasbio dengan menggunakan Gas Analizer GA 2000, kandungan gas yang dominan adalah CH4 dan CO2 pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui kualitas gasbio yang dihasilkan oleh reaktor digester tersebut, semakin tinggi kandungan CH4 maka semakin baik gasbio yang dihasilkan.

(5)

(sebelas) kali pengamatan terlihat bahwa kandungan CH4 berkisar antara (56,67 – 62.8 %), sedang kandungan CO2 berkisar antara (36.36 – 42,64 %). Nilai methan tersebut berada diantara kandungan metan secara

teoritis yaitu (55 - 75%), sedang nilai karbon dioksida berada diatas terori yaitu (25 - 45%).

Tabel 2 : Banyaknya Kotoran Sapi (Kg)

No. Sapi Bulan Agustus 2012

10 11 12 13 14 15 16 Pg Sr Pg Sr Pg Sr Pg Sr Pg Sr Pg Sr Pg Sr 1. A 3 2 5 2 4 3 5 2 3 4 5 2 5 2 2. B 5 5 5 3 5 5 8 5 4 3 5 2 5 3 3. C 20 13 20 13 17 10 17 11 15 10 19 10 20 12 4. D 15 14 13 11 14 10 15 10 10 11 15 12 14 10 5. E 15 6 10 8 10 6 10 8 10 10 14 10 12 10 6. F 15 10 13 10 10 10 10 10 13 10 15 10 13 10 Ju mlah 73 50 66 47 60 44 65 46 55 48 73 46 69 47

Tabel 3 : Kebutuhan air yang digunakan untuk membersihkan sapi dan kandang

Tanggal Bulan Agustus 2012

10 11 12 13 14 15 16

Pagi 320 280 238 230 182 258 250

Sore 188 236 296 242 205 234 244

Jumlah 508 516 534 472 387 492 494

Banyaknya air yang digunakan untuk membersihkan kandang dan sapi pada setiap harinya rata-rata sekitar adalah 486 liter.

Hal ini mungkin dikarenakan lokasi penelitian yang berada di dataran tinggi dengan udara yang dingin, karena pembentukan gas mempunyai korelasi dengan kondisi udara luar. Mungkin juga perlu penambahan starter berupa vitamin esensial dan asam amino. Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Penambahan nutrisi dengan bahan yang sederhana seperti glukosa, buangan industri, dan sisa-sisa tanaman diberikan dengan tujuan menambah pertumbuhan bakteri[6].

3.6. Pengukuran Volume Gasbio

Pengukuran volume gasbio dilakukan untuk mengetahui produksi gasbio yang dihasilkan oleh reaktor Digester selama 24 jam dan dilaksanakan pada pagi, siang dan sore dalam 3 hari. Hal ini dilakukan agar diperoleh gambaran vareasi produksi gas. Adapun hasil pengukuran adalah sebagai berikut :

Jika dilihat gas yang terbentuk berkisar antara (4,218 - 6,198) M3, atau rata-rata gas yang dihasilkan sebanyak : 5,096 M3 perhari. Konversi ke listrik melalui genset biogas adalah: 0,75 M3/kWh, maka listrik yang dihasilkan = 0,75 M3/kWh x : 5,096 M3 = 3,822 kWh.

Apabila listrik akan dinyalakan selama 7 jam per hari, maka perlu genset biogas dengan

(6)

daya 500 Watt. Atau dapat dibalih pabila genset yang dimiliki berkekuatan 500 Watt, maka listrik dapat menyala selama 7 jam.

3.6. Analisis Slurry Kotoran Sapi

Seekor sapi mampu menghasilkan kotoran padat dan cair sebanyak 23,6 kg/hari dan 9,1 kg/hari (Junus, M., 1987), melaporkan bahwa

seekor sapi muda kebiri akan memproduksi 15-30 kg kg kotoran per hari. Kotoran yang baru dihasilkan sapi tidak dapat langsung diberikan sebagai pupuk tanaman, tetapi harus mengalami proses pengomposan terlebih dahulu.

Tabel 4 : Hasil Pengamatan Kandungan Gas

No. Pengamatan Parameter ( % ) Tanggal Waktu CH4 CO2 1. 10 Agustus 2012 10.00 56,67 42,50 2. 12 Agustus 2012 10.00 56,67 42,64 3. 14 Agustus 2012 10.00 57,64 41,52 4. 16 Agustus 2012 10.00 58,20 41,66 5. 18 Agustus 2012 10.00 57,68 41,54 6. 20 Agustus 2012 10.00 59,98 39,20 7. 22 Agustus 2012 10.00 62.10 37.40 8. 24 Agustus 2012 10.00 62.25 37,08 9. 26 Agustus 2012 10.00 62.80 36.52 10. 28 Agustus 2012 10.00 61.86 37,58 11. 30 Agustus 2012 10.00 62,80 36,36

Tabel 5 : Volume Gasbio yang Dihasilkan

No. Pengamatan Flowmeter (M3) Jumlah Gas (M3) Tanggal dan Jam Angka Flowmeter Tanggal dan Jam Angka Flowmeter 1. 10/8/2012; 6.29 WIB 6,497 11/8/2012 6.29 WIB 10,794 4,297 2. 13/8/2012; 9.11 WIB 11,352 14/8/2012 9.11 WIB 15,579 4,227 3. 16/8/2012; 07.57 WIB 15,819 17/8/2012 07.57 WIB 21,360 5,541 4. 19/8/2012; 8.29 WIB 7,480 20/8/2012 8.29 WIB 12,720 5,240 5. 22/8/2012; 9.15 WIB 9,854 23/8/2012 9.15 WIB 15,588 5,734 6. 25/8/2012; 6.45 WIB 8,598 26/8/2012 6.45 WIB 14,796 6,198 7. 28/8/2012; 9.45 WIB 11,350 29/8/2012 9.45 WIB 15,568 4,218 8. 31/8/2012; 6.20 WIB 10,484 01/9/2012 6.20 WIB 15,798 5.314

(7)

Tabel 6 : Hasil Analisis Sampel Kompos sebagai Pupuk Organik

Hasil Analisa Laboratorium Persyaratan Minimal

Cikapundung Standar Mutu

No. Parameter Satuan Organik Padat Remah / Curah

Murni Murni Diperkaya

1 C – organik % 19,60 min15 Min15

2 C / N rasio 42,6 15 – 25 15 – 25

3 Bahan ikutan

(plastik,kaca, kerikil) % 0,00 maks 2 maks 2

4 Kadar Air *) % 55,48 15 – 25 15 – 25 5 Logam berat: As ppm 0,5 maks 10 maks 10 Hg ppm 0,0 maks 1 maks 1 Pb ppm 2,3 maks 50 maks 50 Cd ppm td maks 2 maks 2 6 pH - 7,5 4 – 9 4 – 9

7 Hara makro min 4 min 4

(N + P2O5 + K2O) % (0,46+0,27+0,40)

8 Mikroba

kontaminan:

- E.coli, MPN/g - maks 102 maks 102

- Salmonella sp MPN/g - maks 102 maks 102

9 Mikroba

fungsional:

- Penambat N cfu/g - - min 103

- Pelarut P cfu/g - - min 103

10 Ukuran butiran % - - -

2-5 mm

11 Hara mikro :

- Fe total atau ppm 1240 maks 9000 maks 9000

- Fe tersedia ppm - maks 500 maks 500

- Mn ppm 235 maks 5000 maks 5000

- Zn ppm 7 maks 5000 maks 5000

12 Unsur lain :

- La ppm 0,0 0 0

- Ce ppm 0,0 0 0 *)Kadar air atas dasar berat basah

(8)

Beberapa alasan mengapa bahan organik seperti kotoran sapi perlu dikomposkan sebelum dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman antara lain adalah : 1) bila tanah mengandung cukup udara dan air, penguraian bahan organik berlangsung cepat sehingga dapat mengganggu pertumbuhan tanaman, 2) penguraian bahan segar hanya sedikit sekali memasok humus dan unsur hara ke dalam tanah, 3) struktur bahan organik segar sangat kasar dan daya ikatnya terhadap air kecil, sehingga bila langsung dibenamkan akan mengakibatkan tanah menjadi sangat remah, 4) kotoran sapi tidak selalu tersedia pada saat diperlukan, sehingga pembuatan kompos merupakan cara penyimpanan bahan organik sebelum digunakan sebagai pupuk.

Sedangkan kotoran sapi yang sudah diproses menjadi gasbio proses pengomposannya relatif lebih cepat. Kandungan unsur hara makro nitrogen (N), phospor (P) dan kalium (K) dan unsur mikro dalam kotoran sapi yang keluar dari digester setelah memadat dianalisa di laboratorium tanah Bogor hasilnya sebagai berikut pada tabel 6. Dari hasil analisis laboratorium dapat diketahui bahwa C/N ratio tergolong terlalu tinggi yaitu 42,6, hal ini disebabkan karena C organiknya sangat tinggi, sedang nilai C/N ratio yang diizinkan berkisar antara 15 – 25. Tingginya C organik menandakan bahwa karbon sebagai sumber energi terlalu berlebihan menurut perbandingan dengan ketersediaan N. Hal ini dimungkinkan bahwa proses komposing masih terlalu singkat sehingga masih dibutuhkan waktu lama tinggal yang lebih lama. Rendahnya unsur N kemungkinan karena nitrogen dalam rantai yang kompleks sehingga tidak siap untuk diserap oleh akar tanaman, untuk menjadikan N dalam rantai yang sederhana maka diperlukan pemberian bakteri penambat N, diantaranya adalah : bakteri Azotobacter, Azotomonas, Pseudomonas dan masih banyak bakteri penambat N yang lainnya. Jadi secara analisis laboratorium sludge yang keluar dari lubang keluaran (out let) belum dapat dikatagorikan sebagai pupuk padat, sehingga masih perlu diproses lebih lanjut untuk dapat memenuhi standar pupuk organik.

4. KESIMPULAN

Dari hasil pengukuran, kandungan CH4

berkisar antara (56,67 – 62.8 %), sedang kandungan CO2 berkisar antara (36.36 – 42,64

%). Nilai methan tersebut berada diantara kandungan metan yaitu (55 - 75%), sedang nilai karbon dioksida berada diatas terori yaitu (25 -

45%). Hal ini mungkin dikarenakan lokasi penelitian yang berada di dataran tinggi dengan udara yang dingin. Kemungkinan perlu penambahan starter berupa vitamin esensial dan asam amino. Bakteri anaerobik membutuhkan nutrisi sebagai sumber energi yang mengandung nitrogen, fosfor, magnesium, sodium, mangan, kalsium dan kobalt. Volume gasbio yang dihasilkan selama 24 jam berkisar antara (4,218 - 6,198) M3, atau rata-rata gas yang dihasilkan sebanyak : 5,096 M3 perhari. Listrik yang dihasilkan = 3,822 kWh. Genset dengan daya 500 Watt maka listrik bisa menyala selama 7 jam. Dari hasil analisis laboratorium terhadap padatan

sludge dapat diketahui bahwa C/N ratio tergolong masih tinggi yaitu 42,6, padahal C/N ratio yang diizinkan berkisar antara 15 – 25. Hal ini disebabkan karena C organiknya sangat tinggi akibat proses komposing masih terlalu singkat, sedang unsur N sangat rendah karena nitrogen masih dalam rantai yang kompleks sehingga diperlukan pemberian bakteri penambat N, diantaranya adalah : bakteri Azotobacter, Azotomonas, Pseudomonas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 2004. Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi, 2004, Potensi energi terbaharukan di Indonesia, Jakarta

2. Anonim, 2006. Presiden Republik Indonesia, 2006, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional, Jakarta.

3. Anonim, 2006a. Instruksi Presiden, Instruksi Preiden No 1 tahun 2006 tertanggal 25 Januari 2006 tentang penyediaan dan pemanfaatan bahan bakar nabati (biofuels), sebagai energi alternative, Jakarta.

4. Anonim, 2007. Tim Nasional Pengembangan BBN, 2007, BBN, Bahan Bakar Alternatif dari Tumbuhan Sebagai Pengganti Minyak Bumi 5. Daugherty E.C, 2001, Biomass Energy Systems

Efficiency:Analyzed through a Life Cycle Assessment, Lund Univesity.

6. Ludwig Sasse-Borda, 1988, Biogas Plant Manual Book, A Publication of the Deutsches Zentrum für Entwicklungstechnologien – GATE in: Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ)

7. Junus, M., 1987, Teknik Membuat dan Memanfaatkan Unit Gas Bio, Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

8. Prihandana, R. dkk, 2007, Meraup Untung dari Jarak Pagar, Jakarta , P.T Agromedia Pustaka Suyati, F., 2006, Perancangan Awal Instalasi Biogas Pada Kandang Terpencar Kelompok Ternak Tani Mukti Andhini Dukuh Butuh Prambanan Untuk Skala Rumah Tangga, Skripsi, Jurusan Teknik Fisika, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Gambar

Tabel 2 :   Banyaknya Kotoran Sapi (Kg)
Tabel  5  :  Volume Gasbio yang Dihasilkan
Tabel  6   : Hasil Analisis Sampel Kompos sebagai Pupuk Organik

Referensi

Dokumen terkait

2) Pengembangan Sistem : Pada tahapan ini dilakukan proses desain dari sistem informasi Geografis yang dibangun, yaitu dengan menggunakan metode Unified Modeling Language

pergeseran paradigma pendidikan, yaitu dari sekolah ke masyarakat luas dengan berbagai pengalaman yang luas (Made Pidarta, 1997 : 183). Simpulan Dari uaraian di atas dapat

Skripsi berjudul Strategi Marketing Toko Kopeah M Iming dalam Mempertahankan Brand Image (Analisis Deskriptif pada Toko Kopeah M Iming Bandung), telah

Merupakan bentuk struktur kabel yang terdiri dari dua buah tiang penumpu yang dihubungkan oleh kabel sehingga tercipta sebuah rentangan kabel yang disususn secara sejajar

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pola ruang taman setra di Desa Singakerta dipengaruhi oleh budaya dan adat dari umur, kasta atau klan, dan jumlah banjar

Hal ini dapat dibahas secara lebih detail dengan meninjau nilai dari setiap variabel penyusunnya, apakah kerendahan nilai ini disebabkan oleh rendahnya jumlah

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan segala berkat, anugerah dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

Beberapa saran yang diajukan dari temuan dan refleksi implementasi pembelajaran adalah: (1) strate- gi siklus belajar disarankan digunakan pada pembela- jaran pemahaman