• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1

A. Latar Belakang Masalah

Studi tentang kesejahteraan psikologis pada karyawan dalam beberapa tahun terakhir mendapat perhatian yang cukup besar. Menurut Russel (2008) kesejahteraan psikologis karyawan merupakan salah satu faktor yang tidak bisa lepas dari isu penting dalam suatu perusahaan, karena kesejahteraan psikologis pada karyawan memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengefektifkan biaya yang berhubungan dengan kesehatan karyawan, ketidakhadiran (absenteeism), pergantian karyawan (turnover), performa kerja (job performance), dan kepuasan kerja (job satisfaction).

Danna dan Griffin (1999) menyatakan terdapat tiga alasan mengapa kesejahteraan pada karyawan merupakan hal yang patut diperhatikan oleh organisasi. Pertama, pengalaman di tempat kerja atau lingkungan sosial, baik fisik maupun psikis, akan berpengaruh dalam kehidupan sehari-hari individu. Besarnya porsi waktu yang dihabiskan karyawan di pekerjaan membuat pengalaman-pengalaman selama bekerja melekat pada diri individu tersebut dan terbawa kedalam kehidupan sehari-hari. Hal ini kemudian dipertajam oleh pernyataan Page (2005) bahwa kesejahteraan pada karyawan di tempat kerja memiliki hubungan positif dengan kesejahteraan pada karyawan di kehidupannya. King dan Diener (2005) juga menyatakan bahwa karyawan yang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang tinggi akan lebih bahagia dalam pekerjaan dan

(2)

kehidupan rumah tangganya. Oleh karena itu, kesejahteraan di tempat kerja merupakan kebutuhan karyawan yang harus dipenuhi. Kedua, kesehatan dan kesejahteraan karyawan tidak hanya memberikan dampak bagi karyawan itu sendiri namun juga pada perusahaan atau organisasi dimana ia bekerja. Apabila kesehatan dan kesejahteraan karyawan menurun maka kinerja karyawan tersebut juga akan menurun, sedangkan apabila kesehatan dan kesejahteraan karyawan meningkat maka kinerjanya juga akan meningkat.

Pemahaman terhadap kesehatan seseorang tidak hanya meliputi kesejahteraan fisik tetapi juga psikologis dan sosial. Individu yang kesejahteraannya lebih tinggi akan lebih produktif dan memiliki kesehatan mental serta fisik yang lebih baik dibandingkan dengan yang kesejahteraannya rendah (Ryff & Singer, 2002). Kesehatan fisik karyawan memiliki pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis karyawan, dimana kesehatan fisik karyawan akan meningkatkan kesehatan emosional sehingga karyawan dapat menghindar dari pemikiran yang negatif dan meningkatkan produktivitasnya (Envick, 2012).

Harter, Schmidt, dan Keyes (2002) mengungkapkan bahwa kesejahteraan psikologis karyawan berkaitan dengan produktivitas, pergantian karyawan (turn over), kesetiaan pelanggan (customer loyalty), dan keuntungan perusahaan. Spector menyatakan bahwa karyawan dengan kesejahteraan psikologis yang tinggi lebih kooperatif, lebih mudah menolong rekan kerjanya, tepat waktu dan efisien, jarang absen dan bertahan lebih lama di organisasi (Harter, dkk 2002). Tingkat kesejahteraan psikologis pada karyawan yang lebih baik dapat berguna untuk meningkatkan komitmen individu, produktivitas kerja, hubungan dengan

(3)

rekan kerja, dan penguasaan lingkungan kerja (Horn, Taris, Schaufeli, dan Schreurs, 2004). Ciri-ciri orang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi adalah mandiri, memiliki kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan sekitarnya, keinginan untuk terus tumbuh dan berkembang dalam segala hal, hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki tujuan tertentu yang ingin dicapai dalam hidup, dan penilaian positif terhadap dirinya sendiri (Ryff dan keyes, 1995).

Saat ini banyak dilakukan penelitian untuk mengukur kesejahteraan (misalnya kepuasan kerja, komitmen organisasi, ketegangan di tempat kerja dan kelelahan) terutama tekanan dimensi afektif dari kesejahteraan (Horn, dkk, 2004). Terdapat banyak kasus yang menunjukkan seberapa penting untuk melakukan penelitian terkait kesejahteraan psikologis. Salah satunya pada penelitian The Job

Demands-Resources model: state of the art yang dilakukan oleh Bakker &

Demerouti pada tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang model tuntutan pekerjaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa selama tiga tahun terakhir, Bakker & Demerouti (2007) menemukan bahwa banyak studi yang menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan (job characteristics), yang meliputi job demands, job control, dan job resources, dapat memiliki dampak negatif pada kesejahteraan pekerja (employee well-being).

Penilitian terhadap lebih dari 4.000 karyawan di Indonesia dilakukan oleh

Kelly Global Workforce Index pada tahun 2012. Hasil penelitiannya menunjukkan

bahwa karyawan di Indonesia adalah karyawan yang paling aktif dalam mencari pekerjaan baru, hampir tiga perempat karyawan berencana untuk pindah ke posisi

(4)

lain di tahun berikutnya. Munculnya keinginan karyawan untuk berpindah posisi menunjukkan adanya ketidakpuasan karyawan terhadap pekerjaannya saat ini (www.kellyservices.co.id). Kepuasan kerja berhubungan secara signifikan terhadap kesejahteraan psikologis karyawan (Russell, 2008).

Pada penelitian tentang tuntutan kerja, motivasi intrinsik, kelelahan kerja, peran pengawasan kerja, dan kesejahteraan karyawan yang mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Yperen & Hagedoorn (2003) pada penelitiannya, penulis mengambil subyek penelitian tenaga perawat rumah Sakit Panti Waluya Sawahan Malang. Perawat sebagai seorang pekerja dituntut untuk selalu siap sedia memberikan pelayanan kepada pasien. Perawat harus mampu dengan cepat, teliti dan akurat memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Hal tersebut merupakan tuntutan dari pekerjaan sebagai perawat. Tuntutan pekerjaan yang tinggi tersebut memberikan dampak bagi diri perawat itu sendiri. Di satu sisi tuntutan pekerjaan yang tinggi secara fisik akan meningkatkan kelelahan/ keletihan yang berdampak pada kesejahteraan perawat. Pekerjaan yang banyak dan bermacam-macam akan menyebabkan meningkatnya keletihan pada perawat. Hal ini membuat beberapa perawat memilih untuk mengambil cuti dari pekerjaannya.

Menurut Leka, Griffiths, dan Cox (2003) bahwa stres kerja merupakan respon individu saat dihadapkan pada tuntutan dan tekanan pekerjaan yang tidak sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan yang dimiliki karyawan serta kemampuan mengatasi tantangan. Kondisi fisik karyawan dalam bekerja juga mempengaruhi hasil pekerjaanya yang berdampak pada kesejahteraan karyawan,

(5)

seperti terlalu lelah karena banyaknya pekerjaan yang harus diselesaikan, sakit dan tidak mendapatkan ijin untuk istirahat, atau tidak puas dengan gaji dan jabatan yang diperolehnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Goldstein (2007) mengungkapkan bahwa seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi dapat menurunkan stres. Penelitian lain yang dilakukan oleh Karyono, dkk., (2008) juga mengungkapkan bahwa individu yang mengalami stres berkepanjangan dapat mengalami penurunan kesejahteraan psikologis.

Survei yang telah dilakukan oleh Life (2013) terhadap lebih dari 1.100 karyawan di Inggris. Seperempat dari karyawan tersebut merasa kesejahteraannya tidak dipedulikan oleh perusahaan, mereka terlalu banyak bekerja dan tidak bisa memiliki work-life balance. Akibatnya, 31% dari mereka mengaku memiliki tingkat produktivitas dan konsentrasi menurun dibandingkan tahun sebelumnya (www.portalhr.com).

Menurut Keyes, dkk (2002) kesejahteraan psikologis adalah kondisi dimana individu memperoleh pencapaian kesehatan mental ketika melakukan sesuatu atau mendapatakan kebahagiaan dari suatu pengalaman. Huppert (2009) mendefinisikan kesejahteraan psikologis adalah suatu kehidupan individu yang berjalan dengan baik dan merupakan hasil kombinasi dari perasaan positif yang berfungsi secara efektif.

Sebagian besar hasil dari penelitian-penelitian yang telah diungkapkan sebelumnya telah menunjukkan betapa pentingnya pengaruh kesejahteraan psikologis pada karyawan baik terhadap karyawan itu sendiri maupun terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Namun yang menjadi masalah adalah tidak

(6)

setiap organisasi mampu mewujudkan kesejahteraan psikologis bagi para karyawan. Hal tersebut dikarenakan kesejahteraan psikologis dipengaruhi oleh serangkaian faktor personal, lingkungan, situasi keuangan, status sosial, kesehatan fisik, kualitas perkawinan, status pensiun, tuntutan pekerjaan, dukungan sosial, tingkat kegiatan, harapan pensiun, self-efficacy, stres yang dirasakan, optimisme atau pesimisme, gejala depresif, dan kepuasan hidup (Salami, 2010). Bakker & Demerouti (2007) menyatakan bahwa banyak studi yang menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan (job characteristics), yang meliputi job demands, job

control, dan job resources, dapat memiliki dampak negatif pada kesejahteraan

psikologis karyawan.

Salah satu dari faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis pada karyawan adalah tuntutan pekerjaan. Menurut Love, Irani, Standing, dan Themistocleous (2007) tuntutan pekerjaan didefinisikan sebagai pemicu terjadinya kelelahan secara psikologis, misalnya seperti bekerja dalam waktu yang lama, beban pekerjaan yang terlalu banyak, dan terbatasnya waktu untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut, dan adanya konflik pada tuntutan pekerjaan yang harus diselesaikan. Pekerjaan seorang karyawan di perusahan besar relatif padat dengan beban pekerjaan yang berat. Tuntutan pekerjaan yang tinggi tentunya memberikan dampak bagi kehidupan pribadi karyawan yang bersangkutan.

Menurut Parker dan Sprigg (Huang, Du, Chen,Yang, dan Huang, 2010) adanya tuntutan pekerjaan dan kontrol pekerjaan akan memunculkan motivasi pada seseorang tersebut untuk menyelesaikan pekerjaannya. Secara bersamaan,

(7)

hal tersebut juga akan mengakibatkan stres yang berdampak pada kesehatan seseorang tersebut dan adanya biaya yang harus dikeluarkan oleh karyawaan untuk penyakit yang diderita, kehilangan waktu untuk bekerja dan kinerja menjadi menurun dalam perusahaannya.

Penelitian telah menunjukkan bahwa karakteristik pekerjaan yang meliputi tuntutan pekerjaan, kontrol pekerjaan, dan sumber pekerjaan, dapat memiliki dampak besar pada kesejahteraan karyawan. Selain itu tuntutan pekerjaan seperti tingginya tekanan kerja, tuntutan emosional, dan ambiguitas peran juga dapat menyebabkan masalah tidur, kelelahan, dan gangguan kesehatan sehingga dapat mempengaruhi kesejahteraan karyawan (Bakker & Demeranti, 2007). Berbagai penelitian juga menunjukkan bahwa tuntutan pekerjaan memiliki pengaruh terhadap stres dan depresi. Penelitian Higashiguchi, dkk (2002) menunjukkan bahwa semakin tinggi tuntutan pekerjaan maka semakin tinggi pula tingkat depresi seseorang. Tuntutan pekerjaan adalah satu hal yang mungkin menjadi penyebab buruknya kesejahteraan, kesehatan, dan kinerja karyawan. Dengan demikian, tuntutan pekerjaan dapat dikatakan memiliki hubungan yang negatif dengan kesejahteraan psikologis, dimana semakin rendah tingkat tuntutan pekerjaan maka semakin tinggi tingkat kesejahteraan psikologis dan sebaliknya semakin tinggi tingkat tuntutan pekerjaan maka semakin rendah tingkat kesejahteraan psikologis.

Fenomena wanita bekerja sebenarnya bukanlah menjadi hal yang baru di era emansipasi seperti saat ini, bahkan sejak jaman purba ketika suami pergi berburu, istri bekerja dengan menukar hasil buruan dengan bahan yang lain

(8)

(Siregar, 2007). Pada era emansipasi seperti saat ini telah meninggalkan kesan yang berbeda terhadap status dan peranan kaum wanita. Tingkat partisipasi angkatan kerja wanita Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun 1970-1980 sebesar 38,75% menjadi 51,65% pada tahun 1970-1980-1990. Bahkan menurut surat kabar Republika edisi 22 Desember 2004 hingga tahun 2007 diperkirakan mencapai 73,58% (Nurhayati, 2012). Sebagai contoh menurut Badan Pusat Statistik, di daerah Jakarta terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja wanita dari yang awalnya sebanyak 1.062.568 orang pada tahun 2002 menjadi 1.137.410 pada tahun 2006. Selain itu peningkatan juga terjadi antara rentang bulan Februari 2010 sebanyak 1.643.170 orang hingga Februari 2012 menjadi 1.803.530 orang (http://www.datastatistik- indonesia.com).

Primastuti (Permatasari, 2010) menjelaskan ada beberapa motif yang menyebabkan wanita bekerja yaitu menambah penghasilan keluarga, tidak tergantung secara ekonomi pada suami, mengisi waktu kosong di rumah, ketidakpuasan dalam pernikahan, mempunyai keahlian tertentu yang bisa dimanfaatkan, memperoleh status, pengembangan diri dan aktualisasi diri. Selain itu Junita (2011) juga menjelaskan mengenai motif dari wanita menjadi pekerja yaitu dengan bekerja memungkinkan seorang wanita mengekspresikan dirinya dengan cara yang kreatif dan produktif, untuk menghasilkan sesuatu yang mendatangkan kebanggaan terhadap diri sendiri, terutama jika prestasinya mendapatkan umpan balik yang positif. Junita (2011) menjelaskan bahwa wanita yang bekerja cenderung mempunyai ruang lingkup yang lebih luas dan bervariasi, sehingga cenderung mempunyai pola pikir yang lebih luas dan dinamis.

(9)

Wanita cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh terhadap strategi koping yang dilakukan, serta aktivitas sosial yang dilakukan, dimana wanita memiliki kemampuan interpersonal yang lebih baik daripada laki-laki (Ryff & Singer, 2002). Selain itu wanita lebih mampu mengekspresikan emosi dengan bercerita kepada orang lain, dan wanita juga lebih senang menjalin relasi sosial dibanding laki-laki. Wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain (Ryff & Keyes, 1995). Sebagian besar wanita bekerja yang merasa bahagia dan sejahtera secara psikologis mampu mengatasi berbagai macam masalah yang terjadi dengan berbagai cara dan strategi hingga mampu mengarahkan diri sendiri pada proses pencapaian kesejahteran psikologisnya (Wright, Cropanzano, dan Bonett, 2007).

Levy dan Shiff ( Papalia, dkk., 2009) menyebutkan bahwa Wanita bekerja yang mencapai psychological well-being adalah yang mampu mengatur dirinya sendiri, mampu tumbuh dan berkembang, mampu menunjukan potensinya secara optimal, berani menghadapi berbagai macam tantangan yang dihadapi dan mampu mengatasi berbagai macam tuntutan dan permasalahan hidup termasuk dalam kehidupan keluarga maupun pekerjaan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian mengenai kesejahteraan psikologis pada karyawati. Untuk itu judul penelitian yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Hubungan antara tuntutan pekerjaan dengan kesejahteraan psikologis pada karyawati”.

(10)

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui adakah hubungan antara tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan psikologis pada karyawati.

C. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah memberi tambahan kajian pengetahuan dalam bidang psikologi khususnya psikologi industri dan organisasi yang berkaitan dengan tuntutan pekerjaan dan kesejahteraan psikologis karyawati.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini dapat menjadi alternatif pengambilan keputusan dalam perusahaan untuk memberikan kebijakan mengenai menurunkannya dampak negatif dari tuntutan pekerjaan terhadap kesejahteraan psikologis karyawati.

D. Keaslian Penelitian 1. Keaslian topik

Achour, dkk (2015) meneliti tentang “Islamic Personal Religiosity as a Moderator of Job Strain and Employee’s Well-Being: The Case of Malaysian

Academic and Administrative Staff”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui hubungan antara job Strain dengan Employee’s Well-Being dan religiusitas sebagai moderator job Strain dengan Employee’s Well-Being.

(11)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa religiusitas berpengaruh negatif dengan tekanan kerja dan berhubungan positif dengan kesejahteraan karyawan. Achour, dkk (2011) meneliti tentang “Religiosity as a moderator of

work-family demands and employees’ well-being”. Tujuan dari penelitian ini adalah

untuk mengetahui hubungan tuntutan work-family yaitu, panjang jam kerja, jadwal kerja fleksibel, overload pekerjaan kantor, pekerjaan rumah tangga, masalah yang berkaitan dengan anak-anak dan suami dengan kesejahteraan karyawan, dan peran religiusitas sebagai moderator tuntutan work-family dengan kesejahteraan karyawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuntutan pekerjaan-keluarga berkorelasi negatif dengan kesejahteraan karyawan dan tidak terbukti bahwa religiusitas memoderasi hubungan tuntutan pekerjaana-keluarga dan kesejahteraan.

Keyes, Hysom, dan Lupo (2000) meneliti tentang “The Positive Organization: Leadership Legitimacy, Employee Well-Being, and the Bottom

Line”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui unsur-unsur

kesejahteraan psikologis (yaitu, emosional, psikologis, dan sosial kesejahteraan) dan menggambarkan suatu sistem pengukuran untuk mengetahui tingkat kesejahteraan yang berkembang pada karyawan.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti berbeda, penelitian ini membahas tentang Tuntutan Pekerjaan dan Kesejahteraan Psikologis pada Karyawati. 2. Keaslian Teori

Penelitian yang dilakukan oleh Achour (2015) menggunakan teori employees

(12)

juga menggunakan teori employees well-being dari McGillivray. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Keyes (2000) menggunakan teori employees

Well-Being dari Spector. Teori yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan teori yang juga digunakan oleh Achour (2011). 3. Keaslian Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Achour (2015) untuk mengukur employees well-being terdiri dari komponen utama yaitu kepuasan kerja, kepuasan keluarga, dan kepuasan hidup. Kepuasan keluarga diukur dengan menggunakan 3 aitem, kepuasan kerja diukur dengan menggunakan 5 aitem, kepuasan hidup diukur dengan menggunakan 5 aitem. Penelitian yang dilakukan oleh Achour (2011) untuk mengukur employees

well-being terdiri dari komponen utama yaitu kepuasan kerja, kepuasan

keluarga, dan kepuasan hidup. Kepuasan keluarga diukur dengan menggunakan 3 aitem, kepuasan kerja diukur dengan menggunakan 5 aitem, kepuasan hidup diukur dengan menggunakan 5 aitem. Penelitian yang dilakukan oleh Keyes (2000) untuk mengukur employees Well-Being menggunakan 10 aitem. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini berbeda, alat ukur translasi dengan mengacu pada aspek employees

well-being yang dikemukakan oleh Achour (2011).

4. Keaslian Subjek

Subjek penelitian yang digunakan oleh Achour (2015) adalah staf akademik dan administrasi muslim yang bekerja di Universitas Malaysia. Subjek penelitian yang digunakan oleh Achour (2011) adalah wanita muslim dari

(13)

staf akademik di Universitas Malaya. Subjek penelitian yang digunakan oleh Keyes (2000) adalah perawat yang bekerja di rumah sakit swasta Kalimantan Selatan. Subjek penelitian ini berbeda dengan penelitian tersebut yaitu pekerja wanita atau karyawati.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance dan Motivasi Manajemen Laba Terhadap Praktik Manajemen Laba Pada Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Di Bursa

proses produksinya adalah belum efektifnya penerapan sistem pengelolaan pesediaan oleh pemasok yang dicirikan dengan masih besarnya jumlah persediaan yang terdapat

Kalus dengan tekstur remah menunjukkan bahwa untuk inisiasi kalus mata tunas rimpang jahe merah pada konsentrasi sukrosa 20- 50 g/l sudah mampu untuk membentuk tekstur

Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa penerapan strategi pembelajaran Learning Contract dapat meningkatkan minat belajardan hasil belajar siswa kelas IV pada tema

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan merancang basis data terdistribusi siswa Sekolah Muhammadiyah Palembang agar dapat melakukan pengawasan pada

Jenis buah yang hanya dijumpai tumbuh secara liar adalah maja (Aegle marmelos); jenis yang dapat dijumpai tumbuh liar atau ditanam antara lain juwet (Syzygium cumini),

Aspek Dokumentasi Isi Rekam medis menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dan laporan sarana kesehatan Berdasarkan

Pola pergerakan perubahan nilai tukar mata uang yang pertama adalah akumulasi perubahan nilai tukar terjadi secara terus-menerus dari waktu ke waktu pada arah yang sama dalam waktu