BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Bintaro (Cerbera manghas Linn.) 2.1.1 Deskripsi Botani dan Penyebaran
Dalam taksonomi tumbuhan, klasifikasi tanaman bintaro adalah sebagai berikut :
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Contortae Suku : Apocynaceae Marga : Cerbera
Jenis : Cerbera manghas Linn.
Tanaman bintaro dikenal dengan nama mangga laut, babuto, buta badak, kayu gurita dan dalam bahasa inggris sea mango (Pranowo 2010), di Manado dikenal dengan nama bintan (PROSEA 2002). Bintaro merupakan tanaman berbentuk pohon dengan tinggi kurang lebih 20 m. Chapman (1984) dalam
Kusmana et al. (2003) melaporkan bahwa bintaro termasuk dalam formasi mangrove pinggiran. Formasi ini secara ekologi berperan dalam formasi mangrove, tetapi formasi tersebut juga berperan dalam formasi hutan lainnya. Terdapat cukup banyak bintaro tumbuh di sepanjang tepi sungai dan di hulu sungai yang airnya tidak payau (Heyne 1987). Tanaman bintaro banyak tumbuh di dataran rendah sampai tepi pantai dan sangat cocok untuk tanah berpasir (Pranowo 2010). Daerah penyebaran tanaman ini meliputi Tanzania, Madagaskar, India, Myanmar, Indo-China, Taiwan, Jepang bagian selatan, daerah Melanesia, hingga Australia (PROSEA 2002).
2.1.2 Daun dan Bunga
Pranowo (2010) melaporkan bahwa daun bintaro berbentuk bulat telur memanjang, simetris dan menumpul pada bagian ujungnya, berwarna hijau tua mengkilap dengan ukuran panjang bervariasi rata-rata 27 cm dengan susunan daun spiral dan terkumpul pada bagian ujung rosetnya (Gambar 1a). Bunganya
terdapat pada bagian ujung pedikel simosa, putiknya berbau harum terdiri atas lima petal yang sama (pentamery) dengan mahkota berbentuk terompet/tabung berwarna kuning pada bagian tengahnya dan pada bagian pangkalnya berwarna merah muda (Gambar 1b).
Gambar 1 Daun bintaro (A) dan bunga bintaro (B)
2.1.3 Buah dan Biji
Buah bintaro berbentuk bulat telur dengan diameter 5 – 10 cm. Buah yang masih muda berwarna hijau dan buah yang sudah tua berwarna merah kehitaman (Gambar 2a). Buah bintaro terdiri atas tiga lapisan yaitu lapisan kulit terluar (epicarp), lapisan serat seperti sabut kelapa (mesocarp) dan bagian biji yang dilapisi oleh kulit biji atau tista (endocarp) (Pranowo 2010). Bijinya berwarna putih, pipih dengan kulit biji yang berwarna kecoklatan (Gambar 2b).
Gambar 2 Buah bintaro (A) dan biji bintaro (B)
2.1.4 Perkecambahan Bintaro
Wibisono et al. (2006) melaporkan bahwa biji bintaro dapat dikecambahkan dengan cara buah tersebut langsung ditanam di media dalam polibag. Buah bintaro sangat mudah untuk dijumpai. Ukuran buah yang hampir sebesar bola tenis menyebabkan posisi buah tidak jauh dari pohon induknya. Namun untuk pohon yang tumbuh di sekitar sungai, buah biasanya akan terbawa
Biji
Kulit biji
A B
oleh arus air dan didamparkan di di bantaran sungai atau di tepi pantai. Di lapangan, banyak sekali dijumpai buah bintaro telah berkecambah.
Tanpa perlakuan tambahan, perkecambahan memerlukan waktu yang sangat lama (4−6 bulan). Namun bila diberi perlakuan khusus, kecambah akan mulai terlihat sebelum bulan ke-3. Perlakuan khusus yang dimaksud tersebut adalah pemeraman buah di tempat yang lembab. Apabila telah muncul kecambah, maka pemindahan ke polibag bisa dilakukan. Umumnya, bibit bintaro akan siap tanam setelah dipelihara di persemaian selama 6 bulan dengan tinggi minimal 40 cm dan berdaun minimal 5 lembar (Wibisono et al. 2006).
2.1.5 Kegunaan
Pohon bintaro biasa dimanfaatkan sebagai tanaman penaung atau pelindung yang biasa ditanam di pekarangan rumah atau di taman-taman. Kayunya digunakan sebagai ornament, hiasan dalam ruang atau arang (PROSEA 2002). Di Thailand, biji bintaro dimanfaatkan sebagai antipiretik dan obat dysuria. Sedangkan di Vietnam, minyak dari bijinya digunakan sebagai pembunuh kutu rambut (PROSEA 2002).
Bagian mesocarp dapat diperas sebagai bahan biopestisida, sedangkan bijinya disamping untuk bahan biopestisida juga dapat diperas untuk menghasilkan minyak nabati sebagai bahan baku biodiesel (Pranowo 2010). Seluruh bagian pohon bintaro dapat diekstrak menjadi bioinsektisida hama
Pteroma plagiophleps Hampson. dan Spodoptera litura F. (Utami 2011).
2.2 Dormansi
Menurut Schmidt (2000) dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viable) gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang sesuai. Pada beberapa kasus dormansi diatasi dengan menyediakan kondisi perkecambahan yang cocok dibanding melakukan suatu perlakuan awal khusus.
Sistem klasifikasi berdasarkan kriteria lokasi dorman pada bagian-bagian benih ada 2, yaitu terletak dalam embrio (endogenous) atau dormansi embrio dan
yang terletak pada kulit biji (exogenous) (Schmidt 2000). Istilah kulit biji digunakan dalam arti yaitu endocarp atau seluruh bagian pericarp.
Lokasi dan tipe dormansi dapat diketahui secara eksperimen dengan menghilangkan atau memberikan beberapa perlakuan pada buah dan benih secara terpisah. Misalnya, bila benih dorman berkecambah setelah kulit biji dihilangkan, dapat disimpulkan bahwa lokasi dormansi terletak pada kulit biji tersebut.
Pericarp dapat menyebabkan dormansi melalui beberapa cara yaitu, membentuk
suatu penghalang mekanis yang mencegah penembusan bakal akar atau pembengkakan embrio (dormansi mekanis), penghalang fisik terhadap penyerapan air atau pertukaran gas (dormansi fisik), mencegah cahaya yang mencapai embrio (dormansi cahaya), mengandung zat-zat penghambat, mencegah hilangnya zat-zat penghambat dari embrio (Bewley dan Black 1994)
Perlakuan awal adalah perlakuan sebelum penaburan yang dilakukan untuk menambah kecepatan dan keseragaman perkecambahan benih yang ditabur di persemaian, lapangan atau untuk pengujian. Pada beberapa kasus, perlakuan awal semata-mata mempercepat proses alami pematahan dormansi. Pengetahuan khusus tentang dormansi masih kurang. Penggunaan metode yang diketahui sesuai untuk jenis yang serupa atau duplikasi atau meniru kondisi alam yang dapat mempengaruhi dormansi seringkali efektif (Hartmann dan Kester 1978).
2.3 Perendaman Air
Air merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap proses perkecambahan benih (Sadjad 1975). Proses masuknya air ke dalam benih adalah proses fisik, tidak ada kaitannya dengan hidup matinya benih. Menurut kamus biologi dan teknologi benih tanaman hutan (2004), proses penyerapan air oleh benih sebelum berkecambah disebut imbibisi.
Menurut Sadjad (1975), imbibisi mempunyai hubungan yang erat dengan sifat-sifat kimia dari kulit benih dan sifat tanggap benih terhadap ketersediaan air di sekitarnya. Sifat kimia ini berupa terjadinya proses hidrasi dari koloida-koloida hidrofil yang berakibat bertambahnya volume dan timbulnya tekanan imbibisi. Tekanan ini menimbulkan keretakan pada bagian kulit benih, mendesak bagian tanah tempat tumbuhnya kecambah dan mengatur masuknya air kedalam benih selama poses perkecambahan. Laju imbibisi selain dipengaruhi oleh permeabilitas
kulit benih, juga dipengaruhi oleh kadar air dalam benih. Imbibisi terjadi karena potensial air di dalam benih lebih rendah dari sekitarnya, sehingga air akan bergerak masuk ke dalam benih (Beneach dan Sanchez 2004).
Pada bagian kulit benih yang tipis dan mikrofil terdapat kadar peresapan yang paling tinggi. Kulit benih dapat menyebabkan dormansi dengan cara kulit biji yang keras dapat impermeabel terhadap air, impermeabel terhadap gas atau dapat menghambat embrio secara mekanis.
2.4 Perendaman Air kelapa
Penelitian menggunakan air kelapa sebagai penambah hormon pertumbuhan sudah banyak dilakukan. Djamhuri (2011) melaporkan bahwa kandungan hormon sitokinin (kinetin dan zeatin) dan auksin (IAA) pada air kelapa diduga yang menyebabkan meningkatnya semua parameter pertumbuhan stek pucuk meranti tembaga dan peningkatannya tidak berbeda nyata dengan stek pucuk yang diberi 100 ppm IBA dan 100 ppm NAA.
Winarni (2009) melaporkan penggunaan air kelapa untuk mematahkan dormansi benih Kayu Afrika, terbukti dapat meningkatkan daya berkecambah, kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan benih Kayu Afrika. Prawira (1999) menjelaskan bahwa perlakuan air kelapa 30% memberikan pengaruh signifikan pada tolok ukur daya kecambah yaitu 30,88% dibanding kontrol (konsentrasi air kelapa 0%) yaitu 25,79% pada perkecambahan benih gmelina. Pada air kelapa terdapat zat-zat aktif yang diperlukan untuk perkembangan embrio, diantaranya sitokinin endogen. Sitokinin merupakan zat pengatur tanaman yang membantu pembelahan sel-sel dan bisa berperan sebagai pengganti fungsi giberelin (Wattimena 1988).
2.5 Perkecambahan Benih
Perkecambahan adalah tanaman yang bergantung pada sumber makanan dari induknya sampai tanaman tersebut mampu berdiri sendiri dalam mengambil hara (Schmidt 2000). Perkecambahan didefinisikan sebagai munculnya kecambah sampai pada tahap pertumbuhan struktur yang penting dan dapat berkembang lebih lanjut menjadi tanaman di bawah kondisi yang memadai di tanah (ISTA 1996 dalam Schmidt 2000). Struktur penting tanaman itu berupa sistem
perakaran, tunas pertumbuhan, kotiledon dan tunas pucuk. Perkecambahan ditentukan oleh kualitas benih (vigor dan kemampuan berkecambah), perlakuan awal (pematahan dormansi), dan kondisi perkecambahan seperti air, suhu, media, cahaya dan bebas dari hama dan penyakit. Perkecambahan dimulai dari pengambilan air, penyerapan, diikuti dengan proses metabolisme dalam benih yang menyebabkan pembesaran embrio dan tumbuh menjadi anakan.
Proses metabolisme benih yang pertama dilakukan untuk berkecambah yaitu benih memindahkan cadangan makanan yang disimpan seperti protein dan tepung, dan enzim metabolik menjadi aktif. Proses pemanjangan dan mitosis sel pertama kali menghasilkan penonjolan akar kemudian timbul epikotil, hipokotil dan kotiledon. Bagian anakan terbagi menjadi hipokotil dan epikotil. Pemanjangan hipokotil mempunyai dua bentuk. Pertama, hipokotil tidak membesar atau hanya sedikit membesar sehingga kotiledon tetap berada di bawah tanah selama perkecambahan dan tidak melakukan fotosintesis. Tipe pertama disebut sebagai tipe perkecambahan hypogeal. Kedua adalah tipe epygeal, dimana hipokotil memanjang diatas tanah dan membentuk lingkaran. Ketika hipokotil tumbuh lurus, benih terangkat.
Menurut Sutopo (2010), daya berkecambah benih memberikan informasi kepada pemakai benih akan kemampuan benih tumbuh normal menjadi tanaman yang berproduksi wajar dalam keadaan lapangan yang serba optimum. Pengujian daya kecambah dimaksud untuk mengetahui mutu fisiologi benih yang digambarkan oleh pertumbuhan bagian-bagian struktur benih. Untuk mengetahui viabilitas potensial benih menggunakan tolok ukur daya kecambah sedangkan tolok ukur kecepatan tumbuh dan nilai perkecambahan mencerminkan vigor benih.
2.6 Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran. Pertambahan ukuran di semua sisi, baik volume, bobot, jumlah sel, banyaknya protoplasma dan kerumitan sel yang bersifat irreversible. Pertumbuhan anakan setelah kecambah bervariasi tergantung pada jenis dan dipengaruhi oleh lingkungan. Pada anakan pohon lingkungan tanaman muda agak berbeda dengan lingkungan pada tanaman
dewasa, sesuai syarat lingkungan atau toleransi adaptasi terhadap kehidupan tanaman muda (Schmidt 2000).
Pertumbuhan tumbuhan berlangsung terbatas pada beberapa bagian tertentu yang terdiri dari sejumlah sel yang dihasilkan melalui proses pembelahan sel di meristem. Struktur tumbuh-tumbuhan bersifat tertentu dan tidak tentu. Struktur tertentu tumbuh sampai mencapai ukuran tertentu kemudian berhenti dan akhirnya mengalami penuaan dan kematian. Contoh bagian struktur tertentu adalah bunga, daun dan buah. Struktur tidak tentu adalah bagian yang tumbuh secara terus menerus melalui meristem muda. Akar dan batang vegetatif merupakan bagian struktur tidak tentu. Walaupun meristem tidak tentu dapat mati namun secara potensial tak pernh mati, namun kematian merupakan akhir dari pertumbuhan struktur tertentu (Salisbury et al. 1995).
Riap pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan volume pohon atau tegakan per satuan waktu tertentu. Riap juga digunakan dalam menyatakan pertambahan nilai tegakan atau pertambahan diameter atau tinggi pohon setiap tahun (Arief 2001). Riap dibedakan ke dalam riap tahunan berjalan (Current Annual Increament, CAI), riap periodik (Periodic Increament, PI), dan riap rata-ratatahunan (Mean Annual Increament, MAI). CAI adalah riap dalam satu tahun berjalan, PI adalah riap dalam satu waktu periode tertentu, sedangkan MAIadalah riap rata-rata (per tahun) yang terjadi sampai periode waktu tertentu.