• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimalisasi Kompetensi Widyaiswara Melalui Membaca dan Menulis. Oleh: Mardhiati Thamrin, S.Si (Widyaiswara Pertama BDK Padang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Optimalisasi Kompetensi Widyaiswara Melalui Membaca dan Menulis. Oleh: Mardhiati Thamrin, S.Si (Widyaiswara Pertama BDK Padang)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Optimalisasi Kompetensi Widyaiswara Melalui Membaca dan Menulis

Oleh:

Mardhiati Thamrin, S.Si (Widyaiswara Pertama BDK Padang)

Abstrak

Kegiatan membaca dan menulis merupakan sebuah keniscayaan bagi seorang widyaiswara. Dengan banyak membaca dan menulis akan dapat mengoptimalkan kompetensi widyaiswara dalam melaksanakan proses kegiatan pelaksanaan dan pengembangan diklat serta kegiatan pengembangan profesi. Membaca dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan widyaiswara dan dengan menulis, seorang widyaiswara dapat mengaktualisasi dirinya selain juga untuk memenuhi kebutuhan angka kredit. Namun, karena kurang terbangunnya kebiasaaan membaca dan menulis, terkadang membuat widyaiswara kurang termotivasi untuk senantiasa melakukan kedua kegiatan ini. Oleh karena itulah, agar membaca dan menulis menjadi kegiatan yang menyenangkan dan memberdayaan sehingga dapat mengoptimalkan kompetensi widyaiswara dapat dilakukan beberapa trik yang akan dikupas pada tulisan ini.

Kata kunci : optimalisasi, kompetensi, membaca, menulis. A. Pendahuluan

Seorang widyaiswara tentu seyogyanya tidak lepas dari kegiatan membaca dan menulis. Aktivitas membaca dan menulis sangat penting sekali, apalagi bagi widyaiswara, yang masih “pemula” ,memang harus banyak belajar (membaca dan menulis). Membaca merupakan aktivitas yang memperkaya khasanah pengetahuan. Sedangkan menulis bagi widyaiswara bukan hanya sekedar untuk mengumpulkan angka kredit, tetapi juga merupakan ajang pengungkapan pikiran bahkan pengungkapan isi jiwa dan hati, meningkatkan rasa percaya diri dan sebagai bentuk aktualisasi diri. Dengan banyak membaca dan menulis akan dapat meningkatkan kompetensi widyaiswara dalam melaksanakan kegiatan pelaksanaan dan pengembangan diklat serta kegiatan pengembangan profesi.

Kristiawan (2009) menyebutkan bahwa idealnya widyaiswara adalah pengajar yang baik sekaligus penulis yang baik. Untuk bisa menulis harus menjadi pembaca yang baik, yang memiliki kebiasaan membaca yang baik (reading habit). Dengan kata lain, seorang widyaiswara yang baik seharusnya tidak hanya banyak mengajar tetapi juga banyak membaca dan menulis. Tentu mustahil bagi seorang widyaiswara akan lancar dalam memfasilitasi pembelajaran diklat jika tidak menguasai bahan atau materi ajarnya. Oleh karena itu, salah satu upaya untuk menunjang atau mengoptimalkan proses pembelajaran suatu materi diklat tentu seorang widyaiswara harus banyak belajar (membaca dan menulis).

(2)

Namun, terkadang membaca dan menulis seringkali menjadi aktivitas yang membebani karena masih belum membudaya dalam diri kita. Dan untuk itulah, pada tulisan ini, akan dibahas bagaimana menjadikan aktivitas membaca dan menulis sebagai aktivitas yang menyenangkan dan tidak membebani, sehingga membaca dan menulis menjadi suatu kegiatan yang memberdayakan yang dapat mengoptimalkan kompetensi widyaiswara dalam melaksanakan proses belajar mengajar.

B. Pembahasan

1) Pentingnya Membaca dan Menulis

Aktivitas membaca dan menulis tidak bisa dipisahkan dari kehidupan dan keseharian kita. Dalam Al-Qur’an yaitu surat Al-Alaq ayat 1-5, Allah SWT menyatakan bahwa: “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmu yang amat pemurah. Yang mengajarkan manusia (menulis) dengan pena. Yang mengajarkan kepada manusia apa-apa yang tidak diketahui.” Diturunkannya wahyu pertama dengan kata pertama iqra’ ini menunjukkan arti pentingnya membaca. Membaca merupakan jalan yang mengantar manusia mencapai derajat kemanusiaannya yang sempurna. Sehingga, tidak berlebihan bila dikatakan, bahwa membaca adalah syarat utama guna membangun peradaban. Dan bila diakui bahwa semakin luas pembacaan semakin tinggi peradaban, maka semakin kecil pembacaan, merupakan indikasi rendahnya tingkat peradaban. Kristiawan (2009) menyatakan bahwa salah satu tujuan terpenting membaca menurut adalah mengobarkan gagasan dan upaya untuk bersikap kreatif. Dengan membaca, kita mampu menyelami pikiran orang lain dan menambahkan pemikiran serta pengalaman orang lain ke dalam pemikiran dan pengalaman kita sendiri.

Sementara itu, perintah menulis memang tidak secara eksplisit disebutkan oleh Al-Qur’an sebagaimana perintah membaca. Tapi, membaca dan menulis sejatinya merupakan dua aktivitas yang tidak dapat dipisahkan. Sehingga perintah membaca secara tersirat sebenarnya juga merupakan isyarat perintah untuk menulis. Sebab tidak ada kata membaca jika tidak ada bahan yang dapat dibaca. Jadi, membaca dan menulis adalah kegiatan satu paket. Persis dua sisi mata uang. Menulis tanpa membaca akan menghasilkan tulisan yang tidak bermutu.

Hernowo (2009) menyatakan, menulis adalah sejenis keterampilan. Untuk dapat menguasai keterampilan menulis, seseorang perlu berproses menulis atau membiasakan diri menulis dalam rentang waktu yang panjang. Senada dengan Hernowo, Santoso (2009) menyatakan bahwa menulis merupakan sebuah proses, mengembangkan kemampuan berpikir dinamis, kemampuan analitis dan kemampuan membedakan berbagai hal secara akurat dan

(3)

valid. Menulis bukan hanya sebuah cara mendemonstrasikan apa yang telah diketahui, lebih dari itu, menulis adalah cara memahami apa yang telah diketahui serta memperluas rasa keingin-tahuan.

Bagi seorang widyaiswara, membaca dan menulis merupakan sebuah keniscayaan. Proses pembelajaran suatu materi diklat akan berjalan optimal kalau disertai kegiatan membaca dan menulis. Sebelum mengajar, tentu seorang widyaiswara mempersiapkan diri dengan membaca buku atau bahan ajar yang terkait dengan materi ajarnya. Dengan banyak membaca akan memperluas cakrawala pengetahuan dan pemahaman widyaiswara sehingga akan dapat mengoptimalkan kompetensi widyaiswara dalam melaksanakan proses pembelajaran suatu diklat. Selanjutnya, menulis juga sangat penting bagi seorang widyaiswara. Semakin sering widyaiswara membuat tulisan baik berbentuk artikel, jurnal, modul ataupun buku, akan semakin banyak angkat kredit untuk point pengembangan profesional yang terkumpul. Dengan demikian akan mempermudah untuk naik pangkat dan mencapai jenjang jabatan fungsional yang lebih tinggi. Menurut Santoso (2009), karya tulis/karya ilmiah widyaiswara sudah tentu tidak hanya untuk meningkatkan mutu profesionalismenya secara berkesinambungan. Tidak sekedar demi angka kredit. Tetapi haruslah menjadi bukti andil dalam pengamalan ilmu, penyebarluasan informasi yang dipandang amat baik dan bermutu, yang akan menjadi sangat bermakna bagi kepuasan batinnya.

2) Menjadikan Membaca dan Menulis Sebagai Aktivitas yang Menyenangkan dan Memberdayakan

Hammadar (2013) mengungkapkan, membaca dan menulis tidak dapat dikatakan kegiatan yang enteng dan mudah. Membaca dan menulis merupakan keterampilan (skill), karenanya baca tulis mensyaratkan suatu pembiasaan diri dan disiplin. Konsentrasi dan kesungguhan merupakan kualitas yang diperlukan untuk dapat dikatakan membaca yang baik. Oleh karena itu, sebelum melakukan kedua kegiatan ini, maka kita harus mengetahui dulu manfaat apa yang bisa diambil dari kegiatan membaca dan menulis yang diistilahkan dengan AMBAK (Apa Manfaatnya Bagiku?).

Membaca yang baik apalagi sampai bisa melahirkan karya tulis yang bagus pula, tidaklah mudah. Memahami sesuatu berarti kita juga harus mengupayakan konsentrasi yang tinggi, berfikir mendalam, mengaitkan, menghubungkan, mengabungkan dan merangkum sekaligus mengikatnya. Inilah sebuah konsep yang ditawarkan oleh Hernowo (2009) yang dinamakan dengan "mengikat makna". Hukum utama "mengikat makna" adalah tidak

(4)

memisahkan kegiatan membaca dengan menulis. Kita akan menjadi mudah dan ringan dalam menulis—apa pun yang ingin kita tulis, termasuk menulis karya ilmiah—apabila memadukan kegiatan membaca dan menulis. Menulis memerlukan membaca dan membaca memerlukan menulis.

Lebih lanjut, Hernowo (2009) mengungkapkan, bahwa untuk dapat membaca dan menulis dengan mudah dapat digunakan sebuah teknik yang berbasiskan kerja otak yang disebut teknik “brain-based writing”. Teknik ini merupakan sebuah teknik membaca dan menulis berbasis kerja otak yang diilhami buku Eric Jensen. Menurut Hernowo (2009), writing dalam brain-based writing sudah mencakup reading. Jadi, teknik brain-based writing merupakan sebuah teknik yang memadukan kegiatan membaca dan menulis dalam satu paket. Berdasarkan penelitian Roger Sperry dalam Hernowo (2009) mengungkapkan bahwa setiap manusia memiliki dua belahan otak-kiri dan kanan- yang bekerja berbeda. Otak kiri bekerja secara teratur, sementara otak kanan bekerja secara bebas. Kita dapat melakukan kegiatan membaca dan menulis dengan memanfaatkan sifat-sifat khas setiap belahan otak tersebut. Jika kita ingin membaca dengan memanfaatkan otak kanan, maka bacalah sebuah buku dari halaman mana saja (secara acak) yang halaman tersebut bisa menghubungkan diri kita dengan materi buku yang paling menarik. Jika kita membaca buku itu secara urut, maka kita lebih banyak memanfaatkan fungsi otak kiri. Oleh karena itu, dengan memahami fungsi otak kanan, kita pun dapat membuat variasi membaca yang tidak biasa.

Selanjutnya, menulis adalah kegiatan merangkai huruf menjadi kata, kalimat, paragraf yang terstruktur dan punya makna. Terkait masalah ini, sebagai seorang widyaiswara tentu kita dituntut untuk menulis karya tulis yang sifatnya ilmiah yang mengikuti aturan-aturan tertentu. Namun, terkadang kita sering terjebak dengan pelbagai aturan tersebut di awal kita memulai sebuah tulisan, sehingga sering membuat kebuntuan untuk mengalirkan ide-ide kreatif dan menjadikan kegiatan menulis menjadi sesuatu yang berat dan membebani. Oleh karena itu, agar menulis menjadi aktivitas yang menyenangkan dan memberdayakan, maka Hernowo membagi dua ruang untuk menulis. Dua ruang itu adalah “ruang privat” dan “ruang publik”. “Ruang privat" sifatnya sangat pribadi dan hanya individu yang menulis itulah yang eksis, sementara "ruang publik" adalah ruang di mana individu itu harus mengikuti aturan pihak lain ketika menulis. "Ruang privat" ini sifatnya subjektif, dan "ruang publik" itu objektif. “Ruang privat” memberikan kita ruang untuk menuangkan segala apa yang kita pikirkan tanpa harus mengikuti aturan-aturan tata penulisan sehingga kita bisa bebas berekspresi. Menulis di “ruang privat” ini semisal menulis catatan harian (diari). Terbiasa menulis diari akan membuat kita terlatih menuangkan apa yang kita pikirkan, apa yang kita

(5)

rasakan menjadi sebuah kata-kata. Dengan demikian “ruang privat” memberikan tempat bagi kita untuk berlatih sebelum kita terbiasa menulis pada “ruang publik”. Jadi, menulis di "ruang publik" akan jauh lebih mudah dan ringan jika diawali dengan menulis di "ruang privat".

Kemudian, berdasarkan teknik brain-based writing, maka ketika memulai menulis, biarkan terlebih dahulu otak kanan untuk menulis bebas (free writing). Kita bebaskan lebih dulu diri kita dari jeratan aturan menulis yang telah ada di benak kita. Dalam menjalani kegiatan menulis, kita benar-benar melibatkan keinginan, harapan, dan kemampuan kita. Kegiatan menulis ini tidak datang dari luar, tetapi dari dalam. Jadi, ketika kita menulis di "ruang privat", kita mengendalikan semua hal yang ingin kita tulis dan kita menggunakan cara-cara yang memang sesuai dengan kemampuan kita. Jika kita dapat mengawali menulis seperti ini, kita tentu bisa menikmati kegiatan menulis. Inilah kegiatan menulis di "ruang privat". Dan itu bisa dijalankan siapa saja dan bisa untuk menulis materi apa saja termasuk materi yang berkadar karya ilmiah. Selama ini, seringnya kita mengawali menulis terjebak pada pelbagai aturan yang membelenggu (otak kiri). Tentu, setelah semua hal yang akan kita tulis bisa dikeluarkan secara spontan dan bebas, kemudian kita meminta bantuan otak kiri untuk menata kalimat-kalimat yang kemungkinan masih kasar dan berantakan tersebut. Akhirnya, kegiatan menulis akan menjadi kegiatan yang mengasyikkan dan memberdayakan diri kita.

Selanjutnya, Hernowo (2011) menjelaskan bahwa emosi sangat mempengaruhi pemikiran kita ketika melakukan aktivitas membaca dan menulis. Jika emosi bersifat negatif (marah, benci, kesal, dan semacamnya), sifat pemikiran akan turun ke bawah dan bekerjalah otak primitif yang ada di batang otak. Sebaliknya, jika emosi bersifat positif (bahagia, lega, nyaman, dan semacamnya), sifat pemikiran akan naik ke atas dan otak paling canggih, otak bahasa, akan bekerja secara dahsyat. Jadi, bacalah buku-buku yang memang kita sukai. Carilah terlebih dahulu materi buku tersebut yang memberikan manfaat dan membuat kita senang. Demikian juga ketika menulis. Pilihlah topik yang memang kita sukai dan membuat kita bersemangat menuliskannya. Sebab pilihan kita (suka atau tidak suka) dapat mengubah emosi kita dan emosi berpengaruh pada pemikiran kita.

C. Penutup

Membaca dan menulis merupakan aktivitas yang penting sekali untuk mengoptimalkan kompetensi widyaiswara dalam melaksanakan proses kegiatan pelaksanaaan dan pengembangan diklat serta kegiatan pengembangan profesi. Membaca merupakan

(6)

aktivitas yang dapat menghantarkan kita untuk melihat dunia, yang akan memperkaya khasanah pengetahuan dan pemahaman widyaiswara terhadap suatu materi diklat. Menulis bagi seorang widyaiswara bukan hanya sekedar untuk mengumpulkan angka kredit, tapi haruslah menjadi bukti andil dalam pengamalan ilmu, penyebarluasan informasi yang dipandang amat baik dan bermutu dan sebagai bentuk aktualisasi diri. Oleh karena itu, mari kita jadikan membaca dan menulis sebagai sebuah kebutuhan bukan sebagai keharusan.

DAFTAR RUJUKAN

Hammadar. 2009. Membaca Untuk "Mengikat Makna " Yang Asyik. http://www. komunitasbaca.com /2013 /02/membaca-untuk-mengikat-makna-yang-asyik_10.html. Diakses Rabu, 14 Mei 2014.

Hernowo. 2009. Mengikat Makna UpDate: Membaca dan Menulis yang Memberdayakan. Bandung: Kaifa.

Hernowo. 2011. “Brain-Based Writing”. http://jurnaltoddoppuli.wordpress.com/ 2011/ 12/23 /brain-based-writing/. Diakses Rabu 14 Mei 2014

Hernowo.Tips Teknik Penulisan Karya Ilmiah dengan Metode Mengikat Makna. http://www.mizan.com. Diakses Rabu 14 Mei 2014

Santoso, Budi. 2009. Widyaiswara harus angkat pena : “...memangnya sulit... !?”. Buletin CAHAYA WANA, Balai Diklat Kehutanan Bogor. http://mrbudisantoso.files. wordpress. Com /2009/01/1.pdf.

Kristiawan. 2009. Optimalisasi Proses Belajar Mengajar Widyaiswara. Jurnal Widyaprana. Vol.II No.5.

Referensi

Dokumen terkait

Standart Kompetensi Pada akhir semester, mahasiswa DIII RMIK Semester 4 diharapkan mampu menjelaskan tentang konsep filosofi dasar dan kaidah-kaidah metode penelitian

Simpulan Pemberian merkuri klorida per oral menyebabkan perubahan gambaran histopatologi hati tikus Wistar, Dosis merkuri klorida yang lebih tinggi menyebabkan kerusakan

Model regresi ini dapat dikatakan baik karena memiliki nilai F yang tinggi (13,357) dan significance F yang rendah, yaitu 6,081E-06 atau. Nilai ini menunjukkan bahwa model sangat

Dengan adanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen maka terjaminnya konsumen yang merasa dirugikan serta Badan Pengawas Obat dan Makanan

Berdasarkan penelitian sebelumnya, penerapan model pembelajaran berbasis masalah pada matakuliah biologi kelautan diperoleh hasil bahwa mahasiswa mampu secara efektif merancang

Walaupun kopi merupakan salah satu jenis tanaman yang paling banyak diteliti, tetapi masih banyak komponen dari kopi yang tidak diketahui dan hanya sedikit diketahui efek

Sedangkan menurut Durianto, dkk (2004: 30), brand awareness adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali, mengingat kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu

Pelayanan kesehatan yang dilakukan di Fasilitas Kesehatan yang tidak bekerjasama dengan BPJS Kesehatan, kecuali untuk kasus gawat darurat; 3. Pelayanan kesehatan yang telah