• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

4

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Tumbuhan Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia)

Jeruk Nipis memiliki beberapa nama yang berbeda di Indonesia, antara lain jeruk nipis (Sunda), jeruk pecel (Jawa), jeruk dhurga (Madura), lemo (Bali), mudutelong (Flores) dan sebagainya. Jeruk nipis merupakan tumbuhan obat dari

family Rutaceae. Dalam pengobatan tradisional digunakan antara lain sebagai peluruh dahak dan obat batuk (Sarwono, 2006).

Secara taksonomi, tanaman Citrus aurantifolia termasuk dalam klasifikasi sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Rotales Famili : Rutaceae Genus : Citrus

Spesies : Citrus aurantifolia (Cristm.) Swingle (Ferguson, 2002). Menurut Dalimartha (2006), jeruk nipis (Citrus aurantifolia) termasuk ke dalam famili Rutaceae. Jeruk nipis termasuk salah satu jenis Citrus gemuk yang termasuk jenis tanaman perdu yang banyak memiliki dahan dan ranting. Tingginya sekitar 0,5-3,5 meter. Batang pohonnya berkayu ulet, berduri, dan

(2)

kersa, sedangkan permukaan kulit luarnya berwarna tua dan kusam. Daunnya majemuk, berbentuk elips dengan pangkal membulat. Bunganya berukuran majemuk/tunggal yang tumbuh di ketiak daun atau di ujung batang dengan diameter 1,5-2,5 cm. Buahnya berbentuk bulat, sebesar bola pingpong dengan diameter 3,5-5 cm berwarna (kulit luar) hijau atau kekuningan. Buah jeruk nipis yang sudah tua rasanya asam. Tanaman jeruk umumnya tumbuh di tempat-tempat yang dapat memperoleh sinar matahari.

Gambar 1. Buah jeruk nipis (Citrus aurantifolia) (Saraf, 2006).

Buah jeruk nipis mengandung bahan kimia diantaranya asam sitrat sebanyak 7-7,6%, dammar lemak, mineral, vitamin B1, minyak terbang (minyak atsiri atau essensial oil). Minyak essensial sebanyak 7% mengandung sitrat limonene, fellandren, lemon, kamfer, geranil asetat, cadinen, linalin asetat, flavonoid, seperti poncirin, hesperidine, rhoifolin, dan naringin.Selain itu, jeruk nipis juga banyak mengandung vitamin C sebanyak 27mg/100g jeruk, Ca sebanyak 40mg/100g jeruk dan pospat sebanyak 22 mg (Hariana, 2008) dan (Chutia dkk., 2009).

(3)

2. Ekstraksi

Ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan dapat larut. Ekstrak merupakan sediaan sari pekat tumbuh-tumbuhan atau hewan yang diperoleh dengan cara melepaskan zat aktif dari masing-masing bahan obat, menggunakan pelarut yang cocok, diuapkan semua atau hampir semua dari pelarutnya dan sisa endapan atau serbuk diatur untuk ditetapkan standartnya (Anonim, 1986).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zak aktif. Zat aktif akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam sel dengan yang diluar sel. Maserasi umumnya dilakukan dengan cara : 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok dimasukkan ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan 75 bagian cairan penyari, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil berulang-ulang diaduk. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-etanol atau pelarut lain. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Sedangkan kerugian dari maserasi adalah pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986).

3. Skrining Fitokimia

Metode skrining fitokimia dipilih berdasarkan beberapa persyaratkan antara lain sederhana, cepat, dapat dilakukan dengan peralatan minimal, dan

(4)

selektif terhadap golongan senyawa yang dipelajari serta dapat memberikan keterangan ada tidaknya senyawa tertentu dari golongan senyawa yang ada. Analisa kualitatif untuk mengetahui golongan senyawa bioaktif dapat dilakukan dengan uji tabung dan atau uji kualitatif secara KLT. Kedua metode ini dapat digabungkan dan dapat dilakukan untuk melakukan survei tumbuhan di lapangan (Harbone, 1987).

4. Antibakteri

Antibakteri adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba lain. Zat yang digunakan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Zat tersebut haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes (Setiabudy dan Gan, 1995).

Zat antibakteri dapat dibedakan menjadi dua kelompok, berdasarkan efek yang dihasilkan terhadap pertumbuhan bakteri (Madigan dkk., 2003) yaitu :

1) Bakteriostatik

Bakteriostatik merupakan efek yang menghambat pertumbuhan bakteri, tetapi tidak menyebabkan kematian seluruh bakteri.Mekanisme bakteriostatik biasanya terjadi pada ribosom yang menyebabkan penghambatan sintesis protein.

2) Bakterisidal

Zat yang bersifat bakterisidal dapat membunuh bakteri, tetapi tidak menyebabkan lisis atau pecahnya sel bakteri.

(5)

Faktor-faktor yang mempegaruhi aktivitas antibakteri :

a. pH lingkungan

b. Komponen-komponen perbenihan

c. Stabilitas obat

d. Besarnya inokulum bakteri

e. Masa pengeraman

f. Aktivitas metabolik mikroorganisme (Jawetz dkk., 1996). 5. Plak Gigi

Penyakit karies gigi dan jaringan pendukung gigi (periodontal) umumnya disebabkan oleh plak gigi, yang sampai saat ini masih menjadi masalah utama dalam bidang kesehatan mulut dan gigi. Plak gigi merupakan lengketan yang berisi bakteri beserta produk-produknya yang terbentuk pada permukaan gigi (Kidd dan Bechal, 1992). Bakteri yang berperan penting dalam pembentukan plak gigi adalah bakteri yang mempunyai kemampuan untuk membentuk polisakarida ekstraseluler, yaitu jenis Streptococcus. Bakteri Streptococcus yang ditemukan dalam jumlah besar pada plak penderita karies adalah Streptococcus mutans

(Roeslan, 1996).

Akumulasi bakteri penyebab plak gigi tidak terjadi secara kebetulan melainkan terbentuk melalui serangkaian tahapan. Setelah permukaan gigi dibersihkan dengan sempurna, email yang tidak tertutup oleh kotoran akan bersentuhan dengan air ludah sehingga dalam beberapa menit akan menjadi lapisan yang disebut pelikel. Pelikel tersebut merupakan endapan glikoprotein yang berasal dari ludah dan terjadi tanpa adanya bakteri. Bakteri dapat tumbuh

(6)

dengan cepat pada permukaan pelikel dan melekat sehingga terbentuk plak. Bakteri ditemukan pertama-tama 4-6 jam setelah permukaan gigi dibersihkan. Sebagian terdiri dari gram positif anaerob kokus dan setelah 6-10 hari mulai tampak gram negatif anaerob. Bakteri kokus ditemukan berjumlah banyak, salah satunya adalah Streptococcus mutans (Kidd dan Bechal, 1992).

Komposisi kimia plak terdiri dari 80% air dan 20% materi organik yaitu 40-50% protein, 13-18% karbohidrat dan 10-14% lipid serta materi anorganik sebagai materi tambahan seperti kalsium dan fosfor. Plak mengandung 70-80% bakteri yang di dalamnya terdapat lebih kurang 200-400 spesies yang berbeda. Setiap 1 mm3 plak seberat 1 mg mengandung lebih dari 108 bakteri (Anggraeni dkk., 2000).

Adanya akumulasi plak gigi merupakan penyebab utama terjadinya beberapa penyakit gigi seperti karies gigi (Kidd dan Bechal, 1992) dan periodontal (Hamada, 1980). Oleh karena itu, perlu diadakan pengendalian akumulasi plak gigi untuk menjaga kesehatan gigi. Pengendalian akumulasi plak gigi dapat dilakukan secara mekanik maupun kimia. Pengendalian secara kimia dapat dilakukan dengan menghambat pertumbuhan bakteri spesifik pembentuk plak gigi.

6. Streptococcus mutans

Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positif, bersifat nonmotil (tidak bergerak), bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk kokus yang sendirian berbentuk bulat atau bulat telur dan tersusun dalam rantai. Bakteri ini tumbuh secara optimal pada suhu sekitar 18-40 C. Streptococcus mutans biasanya

(7)

ditemukan pada rongga gigi manusia yang luka dan menjadi bakteri yang paling kondusif menyebabkan karies untuk email gigi (Widya, 2008).

Klasifikasi bakteri (Widya, 2008): Kingdom : Monera Divisio : Firmicutes Class : Bacilli Orde : Lactobacilalles Family : Streptococcaceae Genus : Streptococcus Spesies : Streptococcus mutans

Pada permukaan rongga mulut terdapat banyak koloni mikroorganisme. Salah satu penyakit yang umum pada rongga mulut akibat kolonisasi mikroorganisme adalah karies gigi. Karies gigi diawali akibat pertumbuhan

Streptococcus mutans dan spesies Streptococcus lainnya pada permukaan gigi. Spesies Streptococcus ini mampu menempel pada permukaan gigi. Hasil fermentasi metabolismenya menghidrolisis sukrosa menjadi komponen monosakarida, fruktosa dan glukosa. Enzim glukosiltransferase selanjutnya merakit glukosa menjadi dekstran. Residu fruktosa adalah gula utama yang difermentasi menjadi asam laktat. Akumulasi bakteri dan dekstran menempel pada permukaan gigi dan membentuk plak gigi (Pratiwi, 2008).

7. Uji Aktivitas Antibakeri

Pengujian aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi (sumuran) dan metode dilusi (pengenceran) (Pratiwi, 2008).

(8)

a. Metode difusi atau disc diffusion (tes Kirby & Bauer)

Metode difusi digunakan untuk menetukan aktivitas gen antimikroba. Prinsip metode ini adalah mengukur zona hambatan pertumbuhan bakteri yang terjadi akibat difusi zat yang bersifat sebagai antibakteri didalam media padat. Daerah hambatan pertumbuhan bakteri adalah daerah jernih disekitar cakram. Luas daerah berbanding lurus dengan aktivitas antibakteri, semakin kuat daya aktivitas antibakteri maka semakin luas daerah hambatnya. Metode ini adalah yang paling sering digunakan (Pratiwi, 2008).

b. Metode dilusi

Metode ini mengukur MIC (Minimum Inhibitory Consentration atau Kadar Hambat Minimum, KHM) dan MBC (Minimum Bactericidal Concentration atau Kadar Bunuh Minimum, KBM). Cara yang digunakan adalah membuat seri pengenceran agen antibakteri pada medium cair yang ditambahkan dengan bakteri uji. Larutan uji agen antibakteri pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan bakteri uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan bakteri uji ataupun agen antibakteri dan diinkubasi selama 18-24 jam. Media cair yang tetap terlihat jernih setelah diinkubasi ditetapkan sebagai KBM (Pratiwi, 2008).

8. Obat Kumur

Definisi obat kumur (gargarisma/gargle) menurut Farmakope Indonesia III adalah sediaan berupa larutan, umumnya pekat yang harus diencerkan dahulu

(9)

sebelum digunakan, dimaksudkan untuk digunakan sebagai pencegahan atau pengobatan infeksi tenggorokan.

Menurut definisi yang lain, obat kumur adalah larutan yang biasanya mengandung bahan penyegar nafas, astringen, demulsen, atau surfaktan, atau antibakteri untuk menyegarkan dan membersihkan saluran pernafasan yang pemakaiannya dengan berkumur (Backer, 1990). Selain bahan aktif yang umumnya sebagai antibakteri, dalam formulasi obat kumur, bahan tambahan lain yang digunakan adalah (Sagarin dan Gershon, 1972): dapar, surfaktan, dan aroma.

Beberapa bahan-bahan aktif beserta fungsinya secara umum dapat dijumpai dalam obat kumur, antara lain :

a. Bahan antibakteri dan antijamur, mengurangi jumlah mikroorganisme dalam rongga mulut, contoh: hexylresorcinol, chlorhexidine, thymol, benzethonium, cetylpyridinium chloride, boric acid, benzoic acid, hexetidine, hypochlorous acid.

b. Bahan oksigenasi, secara aktif menyerang bakteri anaerob dalam rongga mulut dan busanya membantu menyingkirkan jaringan yang tidak sehat, contoh: hidrogen peroksida, perborate.

c. Astringents (zat penciut), menyebabkan pembuluh darah lokal berkontraksi dengan demikian dapat mengurangi bengkak pada jaringan, contoh: alkohol, seng klorida, seng asetat, aluminium, dan asam-asam organik, seperti tannic, asetic, dan asam sitrat.

d. Anodynes, meredakan nyeri dan rasa sakit, contoh: turunan fenol, minyak eukaliptol, minyak watergreen.

(10)

e. Bufer, mengurangi keasaman dalam rongga mulut yang dihasilkan dari fermentasi sisa makanan, contoh: sodium perborate, sodium bicarbonate.

f. Deodorizing agents (bahan penghilang bau), menetralisir bau yang dihasilkan dari proses penguraian sisa makanan, contoh: klorofil g. Deterjen, mengurangi tegangan permukaan dengan demikian

menyebabkan bahan-bahan yang terkandung menjadi lebih larut, dan juga dapat menghancurkan dinding sel bakteri yang menyebabkan bakteri lisis. Di samping itu aksi busa dari deterjen membantu mencuci mikroorganisme ke luar rongga mulut, contoh: sodium laurel sulfate Beberapa bahan inaktif juga terkandung dalam obat kumur, antara lain:

1. Air, penyusun persentasi terbesar dari volume larutan.

2. Pemanis, seperti gliserol, sorbitol, karamel dan sakarin.

3. Bahan pewarna.

4. Flavorings agents (bahan pemberi rasa).

Secara garis besar, obat kumur dalam penggunaannya dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (Sagarin dan Gershon, 1972):

a. Sebagai kosmetik; hanya membersihkan, menyegarkan, dan/atau penghilang bau mulut.

b. Sebagai terapeutik; untuk perawatan penyakit pada mukosa atau ginggiva, pencegahan karies gigi atau pengobatan infeksi saluran pernafasan. c. Sebagai kosmetik dan terapeutik.

(11)

Berdasarkan komposisinya, Sagarin dan Gershon (1972) menggolongkan obat kumur dalam berbagai jenis, yaitu:

1. Obat kumur untuk kosmetik; terdiri dari air (dan biasanya alkohol), flavor, dan zat pewarna. Biasanya juga mengandung surfaktan dengan tujuan meningkatkan kelarutan minyak atsiri.

2. Obat kumur yang mempunyai tujuan utama untuk menghilangkan atau membunuh bakteri yang biasanya terdapat dalam jumlah besar di saluran nafas. Komponen antiseptik dari obat kumur ini memegang peranan utama untuk mencapai tujuan tersebut.

3. Obat kumur yang bersifat sebagai astringent, dengan maksud memberi efek langsung pada mukosa mulut, juga untuk mengurangi flokulasi dan presipitasi protein ludah sehingga dapat dihilangkan secara mekanis.

4. Obat kumur yang pekat, pada penggunaannya perlu diencerkan terlebih dahulu.

5. Obat kumur yang didapar, aktivitasnya tergantung pada pH larutan. Pada suasana alkali dapat mengurangi mucinous deposits dengan disperse dari protein.

6. Obat kumur untuk deodoran, tergantung dari aktivitas antibakteri atau dengan mekanisme lain untuk mendapatkan efek tersebut.

7. Obat kumur untuk terapeutik, diformulasikan untuk meringankan infeksi, mencegah karies gigi, atau meringankan beberapa kondisi patologis pada mulut, gigi, atau tenggorokan.

(12)

9. Uji Pada Obat Kumur

Dalam Febriana (2006), pengujian obat kumur meliputi : a. Uji Organoleptik (Soekarto, 1990)

Uji organoleptik merupakan uji dengan menggunakan indera manusia sebagai instrumennya. Uji organoleptik yang akan dilakukan adalah uji penerimaan dimana setiap panelis diharuskan mengemukakan tanggapan pribadinya terhadap produk yang disajikan. Tujuan dari uji penerimaan ini adalah untuk mengetahui apakah produk obat tersebut disukai. Uji penerimaan yang dilakukan adalah uji hedonik dengan menggunakan 30 panelis agak terlatih.

Pada uji ini, panelis diminta mengungkapkan tanggapan pribadinya terhadap warna, rasa dan aroma dari sampel obat kumur yang diberikan. Tanggapan tersebut dapat berupa tanggapan suka ataupun ketidaksukaan. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7, dimana angka 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= agak tidak suka, 4= netral, 5= agak suka, 6= suka, 7= sangat suka. Data yang diperoleh, ditabulasikan dan dianalisis dengan analisis sidik ragam.

b. Pengukuran pH (Apriyantono, 1989)

Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi menggunakan larutan buffer standar pH 4 dan pH 7. Pengukuran dilakukan dengan cara elektroda dibilas dengan akuades dan dikeringkan dengan kertas tissue. Kemudian elektroda dicelupkan pada larutan sampel dan dibiarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, lalu nilai pH dicatat.

(13)

c. Pengukuran Viskositas

Viskositas sampel obat kumur diukur dengan menggunakan Brookfield viscometer. Sebelum pengukuran, alat diset dengan meratakan permukaan pada mata kucing yang terdapat pada alat. Selanjutnya sampel (100mL) dicelupkan sampai batas spindle yang telah ditetapkan. Viscometer dinyalakan selama ±10 detik, kemudian ditetapkan ukuran dan alat dimatikan. Viscometer dihitung dengan mengkonversi nilai viskositas yang telah ditetapkan dengan skala pada spindel.

d. Pengujian Total Mikroba (Fardiaz, 1989)

Sebanyak 1 ml sampel obat kumur dimasukkan ke dalam cawan petri steril. Untuk setiap sampel digunakan dua cawan (duplo). Kemudian media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50°C dituang ke dalam cawan sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar di atas meja supaya sampel menyebar rata. Cawan berisi agar yang telah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 48 jam. Total mikroba ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count). Cara penghitungan koloni dalam Standard Plate Count (SPC) adalah : (Rahayu et al, 2001)

Cawan yang dipilih dan dihitung adalah yang mengandung jumlah koloni antara 30 sampai 300.

Beberapa koloni yang bergabung menjadi satu merupakan suatu kumpulan koloni yang besar dimana jumlah koloninya diragukan, dapat dihitung sebagai satu koloni.

(14)

Suatu deretan (rantai) koloni yang terlihat sebagai suatu garis tebal dihitung sebagai satu koloni

10. Tinjauan Bahan a. Sakarin Natrium

Pemerian : Serbuk hablur; putih; tidak berbau atau agak aromatik; sangat manis.

Kelarutan : Larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50 bagian etanol (95%) P. Khasiat dan Penggunaan sebagai Zat tambahan (Anonim,1979).

Ketika ditemukan sakarin digunakan sebagai antiseptik dan pengawet, tetapi sejak 1900 digunakan sebagai pemanis. Sakarin dengan rumus C7H5NO3S dan berat molekulnya 183,18 disintesis dari toluen biasanya tersedia sebagai garam natrium. Nama lain dari sakarin adalah 2,3-dihidro-3-oksobenzilsulfonasol, benzosulfimida atau o-sulfobenzimida. Intensitas rasa manis garam natrium sakarin cukup tinggi, yaitu kira-kira 200-700 kali sukrosa 10 %. Disamping rasa manis, sakarin juga mempunyai rasa pahit yang disebabkan oleh kemurnian yang rendah dari proses sintesis. Sakarin secara luas digunakan sebagai pengganti gula karena mempunyai sifat yang stabil, nonkarsinogenik, nilai kalori rendah, dan harganya relatif murah, selain itu sakarin banyak digunakan untuk mengganti sukrosa bagi penderita diabetes mellitus atau bahan pangan berkalori rendah.

Penggunaan sakarin biasanya dicampur dengan bahan pemanis lain seperti siklamat atau aspartam. Hal itu dimaksudkan untuk menutupi rasa tidak enak dari sakarin dan memperkuat rasa manis. Sebagai contoh kombinasi sakarin dan

(15)

siklamat dengan perbandingan 1:3 merupakan campuran paling baik sebagai pemanis yang menyerupai gula dalam minuman.

Produk pangan dan minuman yang menggunakan sakarin diantaranyaadalah minuman ringan (soft drinks), permen, selai, bumbu salad, gelatin rendah kalori, dan hasil olahan lain tanpa gula. Selain itu sakarin digunakan sebagai bahan tambahan pada produk kesehatan mulut seperti pasta gigi dan obat pencuci (penyegar) mulut (Cahyadi, 2006).

b. Natrium Benzoat

Pemerian : Butiran atau serbuk hablur; putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau.

Kelarutan : Larut dalam 2 bagian air dan dalam 90 bagian etanol(95%) P. Khasiat dan Penggunaan sebagai Zat pengawet (Anonim,1979).

Menurut Lawless (2002) dikenal 3 jenis minyak mint, yaitu minyak peppermint (peppermint oil) dihasilkan dari herba tanaman Mentha piperita, minyak cornmint dihasilkan dari Mentha arvensis, dan minyak spearmint dihasilkan dari Mentha spicata. Jenis pertama dan kedua banyak dikenal di Indonesia dan sudah dikembangkan di beberapa daerah dalam jumlah terbatas. Penggunaan dalam makanan adalah 0,104% minyak peppermint dalam permen. c. Minyak Permen

Pemerian : Cairan, tidak berwarna, kuning pucat atau kuning kehijauan, bau aromatik, rasa pedas dan hangat, kemudian dingin.

Kelarutan : dalam etanol larut dalam 4 bagian volume etanol (70%) P opalesensi yang terjadi tidak lebih kuat dari opalesensi larutan

(16)

yang dibuat dengan menambahkan 0,5 mL perak nitrat 0,1 N pada campuran 0,5 mL natrium klorida 0,02 N dan 50 mL air. Khasiat dan Penggunaan sebagai Zat tambahan (Anonim,1979).

Natrium benzoat adalah garam sodium dari asam benzoat dan ada dalam bentuk garam ketika dilarutkan dalam air. Hal ini dapat diproduksi dengan mereaksikan sodium hidroksida dengan asam benzoat. Pengawet ini banyak dijual dipasaran dan digunakan untuk mengawetkan barbagai bahan makanan Benzoat sering digunakan untuk mengawetkan berbagai pangan dan minuman seperti sari buah, minuman ringan, saus tomat, saus sambal, selai, jeli, manisan, kecap dan lain-lain (Cahyadi, 2006).

Asam benzoat sangat sedikit larut dalam air dingin tetapi larut dalam air panas, dimana ia akan mengkristal setelah didinginkan; asam benzoat larut dalam alkohol dan eter dan jika direaksikan dengan larutan besi (III) klorida akan membentuk endapan besi (III) benzoat basa berwarna jingga kekuningan dari larutan-larutan netral (Vogel, 1985).

B. Kerangka Pemikiran

Jeruk nipis adalah salah satu tanaman obat yang tumbuh di Indonesia. Tanaman ini memiliki banyak khasiat disetiap bagiannya terutama pada bagian kulit. Kulit jeruk nipis dalam pengobatan tradisional digunakan sebagai obat batuk, ketombe, mengurangi jerawat serta sebagai anti-inflamasi dan antimikroba. Peneliti sebelumnya telah melakukan penelitian dimana terbukti bahwa ekstrak kulit jeruk nipis memiliki daya hambat terhadap Streptococcus mutans.

(17)

Streptococcus mutans adalah salah satu jenis bakteri yang mendapat perhatian khusus, karena kemampuannya dalam proses pembentukan plak dan karies gigi. Untuk mencegah terjadinya infeksi ini diperlukan pencegahan. Salah satu upaya pencegahan adalah menciptakan lingkungan yang aseptis pada rongga mulut. Hal ini dapat dilakukan dengan kumur-kumur dengan bahan antiseptik yang dapat menurunkan jumlah populasi flora kuman pada rongga mulut. Obat kumur yang tersedia di pasaran saat ini sangat banyak macamnya dan kesemuanya memiliki keunggulan serta kekurangan yang bervariasi, seperti memberikan noda warna pada gigi dan lidah, serta ada rasa pahit dan seakan tidak sensitif membedakan rasa selama beberapa menit sampai beberapa jam setelah berkumur. Hal ini sesuai dengan tingkat sensitifitas mukosa mulut masing-masing individu.Untuk memperoleh obat kumur yang aman dan tidak ada efek sampingnya bisa diperoleh dari bahan-bahan alami, seperti pemanfaatan kulit jeruk nipis yang dibuat menjadi ekstrak.

Pada kulit jeruk nipis terdapat senyawa polifenol. Senyawa polifenol tersebut adalah flavonoid, tanin dan saponin yang mempunyai aktivitas antibakteri. Sehingga dilakukan pembuatan sediaan obat kumur dari kulit jeruk nipis serta uji aktivitas antibakteri dari obat kumur tersebut terhadap

Streptococcus mutans. Ekstrak tersebut diekstraksi dengan metode maserasi. Hasil ekstraksi dibuat dalam berbagai konsentrasi sediaan obat kumur dan diujikan pada

Streptococcus mutans.

Adanya aktivitas antibakteri ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening. Zona bening yang terbentuk diukur diameternya. Hasil yang diperoleh

(18)

kemudian dianalisis dengan uji statistik One Way Anova untuk mengetahui beda nyata antar konsentrasi.

C. Hipotesa Penelitian

Berdasarkan kerangka konsep dan teori di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut :

1. Sediaan obat kumur yang mengandung ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mempunyai stabilitas fisik yang baik.

2. Sediaan obat kumur yang mengandung ekstrak kulit jeruk nipis (Citrus aurantifolia) mempunyai aktivitas antibakteri terhadap (Streptococcus mutans).

Referensi

Dokumen terkait

Hasil korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi (p = 0,031) menunjukkan bahwa penelitian ini menunjukkan hubungan antara estimasi kapasitas cranium dengan

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Utara memiliki beberapa seksi yang salah satunya adalah Seksi Sumber Daya Kesehatan dengan tiga subseksi yaitu

Terhadap Target Jangka Menengahnya.. 13 Berdasarkan Gambar 3.2 diatas terlihat bahwa capaian kinerja IK.1 tahun 2017 sama dengan capaian kinerja tahun 2016 sebesar 100%,

Purwiyatno Hariyadi hariyadi@seafast.org Value of FOODS = x ETC Flavor Functionality Ethic Texture Taste Performance QTY/Calorie Nutrition Appearance Eco-Friendliness Q

Pengujian ini dilakukan agar dapat menjawab tujuan dari penelitian ini yaitu mendapatkan ukuran cluster yang optimal dengan memililki nilai kohesi paket yang tinggi serta

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan menggunakan persamaan product moment didapat nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,74. Signifikansi perbedaan hasil belajar

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa tulisan ini akan menjelaskan tentang analisis truktur sintaksis Colloquial Singapore English, dan perbedaannya dengan

tawakkal (menyerahkan diri kepada Allah Swt sepenuhnya) dan tingkat ridha akan mudah dicapai. Tingkatan-tingkatan ini adalah jalan perantara kepada kelezatan dan