• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania dalam Film Dokumenter “The Jak” (Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Dokumenter The Jak Karya Andibachtiar Yusuf) - FISIP Untirta Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania dalam Film Dokumenter “The Jak” (Analisis Semiotika Roland Barthes dalam Film Dokumenter The Jak Karya Andibachtiar Yusuf) - FISIP Untirta Repository"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

1

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Disusun oleh :

Rexi Fajrin Ismail 6662 112364

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA

(2)

i Nama : Rexi Fajrin Ismail

NIM : 6662 112364

Tempat tanggal lahir : Jakarta, 19 Juni 1993 Program Studi : Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania Dalam Film Dokumenter “TheJak” (Analisis Semiotika Roland Barthez Pada Film Documenter The Jak)” ini merupakan hasil karya sendiri dan seluruh sumber yang dikutip maupun yang di rujuk telah saya nyatakan dengan benar. Apabila di kemudian hari skripsi ini mengandung unsur plagiat, maka gelar ke-sarjana-an saya siap di cabut.

Serang,14 Januari 2018

(3)

ii

JUDUL : Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania Dalam Film Dokumenter The Jak (Analisis Semiotika Roland Barthez Pada Film Documenter The Jak)

NAMA : Rexi Fajrin Ismail

NIM : 6662 112364

Serang, 14 Januari 2018

Skripsi ini telah di setuju untuk diujikan

Pembimbing I

Prof. Dr. H. Ahmad Sihabudin NIP. 196507042005011002

Pembimbing II

Uliviana Restu, S.Sos, M.I.Kom NIP.198107172006042003

Mengetahui,

Ka.Prodi Ilmu Komunikasi

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

Nama : REXI FAJRIN ISMAIL NIM : 6662112364

Judul Skripsi : REPRESENTASI FANATISME SUPORTER SEPAKBOLA THE JAKMANIA DALAM FILM DOKUMENTER “THE JAK” Telah Diuji di Hadapan Dewan Penguji Sidang Skripsi di Serang, tanggal 23 Januari 2018.

Serang, 1 Februari 2018

Ketua Penguji

Dr, Idi Dimyati S.I.Kom., M.I.Kom ... NIP. 197810152005011001

Anggota:

Ail Muldi, M.Si ... NIP. 198303062015041001

Anggota:

Uliviana Restu, S.Sos., M.I.Kom ... NIP. 198107172006042003

(5)

iv

“When you want something, all the

universe conspires in helping you to

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Assalamu’alaikum. Wr. Wb

Alhamdulillah wasyukurillah puji syukur segala rahmat dan karuniaNya yang telah meridhoi segala upaya Penulis dalam menyelesaikan skripsi dengan judul “Representasi Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania Dalam Film Dokumenter “The Jak” (Analisis Semiotika Roland Barthes Pada Film

Dokumenter The Jak)”. Dimata penulis keberkahan ini adalah sebuah anugerah yang selalu memotivasi agar terus bergerak maju meskipun penulis memiliki keterbatasan yang membuat penulis tergolong lama dalam membuat penelitian ini.karena apa yang sudah menjadi prinsip penulis, “jangan pernah menyerah dalam keterbatasan”.

Tidak lupa ucapan terima kasih yang tiada taranya penulis sampaikan untuk Almarhum walmaghfurlah Papah, mami dan ayah tercinta dan terkasih yang selalu ada untuk penulis dalam doa, dukungan baik spiritual maupun moral, serta materi untuk penulis yang tak terhingga besarnya dan tak terukur oleh apapun. Serta seluruh keluarga penulis yang tak luput mendukung penuh dalam menjalankan segala aktivitas ini.

(7)

Selain itu, berhasilnya penelitian ini tak luput berkat bantuan dari banyak pihak. Melalui kesempatan ini, dengan hormat penulis untuk menyampaikan terima kasih yang tak terhingga dan tak terukur, serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr.Agus Sjafari, M.si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) yang turut memberikan dukungan kepada penulis.

2. Ibu Dr. Rahmi Winangsih, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi dengan segala kerendahan hatinya juga kesabaran beliau untuk membimbing penulis.

3. Bapak Prof. Dr. H Ahmad Shihabudin, selaku pembimbing I penulis yang telah memberikan izin melalui surat penelitian serta kemudahan dari pra skripsi hingga pascaskripsi.

4. Ibu Uliviana Restu S.Sos, M.Si. Selaku Pembimbing II yang senantiasa memberikan bimbingannya tiada henti kepada penulis. Semoga Allah membalas segala kebaikan ibu.

5. Ayah penulis, yang telah berpulang kala penulis masih duduk di bangku sekolah dasar yang terus menjadi alasan penulis untuk tetap berjuang dalam hidup.

6. Mami, Ayah, Mba Iki dan Mbak ika yang selalu membantu dan mendukung penulis dalam menjalani hidup

(8)

8. Yolanda Fatharani Azmi yang selalu mendukung dan mengingatkan penulis dalam segala aspek kehidupan ini. menjadi yang paling sabar menghadapi penulis dalam hal apapun. Teman terbaik dalm berbagi kisah hidup.

9. Saudara-saudara penulis dari Keluarga Besar HIMAKOM KABINET CERIA 2013 yang hampir semuanya sudah lulus.

10.Saudara-saudara penulis di kampus yaitu Inge Yulistia dan Yuda Wiranata yang menjadi teman berbagi cerita selama penulis menjalani kehidupan dikampus.

11.Keluarga Besar Futsal Fisip Untirta (FFU) yang selalu jadi tempat untuk penulis menjalani hobi dan passion selama dikampus.

12.Adik-adik Ilmu Komunikasi yang masih lucu dan lugu tapi sudah mau lulus juga

13.Para informan yang sudah membantu penulis hingga tersusunnya penelitian ini.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis pada pelaksanaan skripsi, sampai Penelitian dan penyusunannya.Semoga mendapatkan balasan setimpal dari Allah SWT, dan dapat memberikan manfaat yang berarti.Aamiin..

Wassalamu’alaikum. Wr. Wb

Serang , 14 Januari 2018

Penulis

(9)

8

Barthes dalam Film Dokumenter The Jak Karya Andibachtiar Yusuf). Program Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 2018. Prof. Dr. Ahmad Sihabudin, M.Si. Uliviana Restu, S.sos, M.Si.

Film dokumenter merupakah sebuah bentuk karya yang nyata tanpa rekayasa cerita. Film dokumenter “The Jak” menceritakan tentang kehidupan The Jakmania yang diwakili oleh beberapa tokoh dari berbagai kalangan. Dari mulai Abi Irlan seorang pekerja dan anggota partai hingga Jawil seorang pedagang pasar yang begitu mencintai Persija Jakarta. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna Fanatisme dan loyalitas dalam film “The Jak” berdasarkan teori semiotika Roland Barthes yaitu, 1. Makna denotatif 2. Makna konotatif. 3. Mitos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa The Jakmania merupakan suporter yang berjumlah sangat banyak dan solid dalam menjaga kebersamaan. Mereka berasal dari berbagai macam kalangan. Makna Konotatif dari penelitian ini yaitu banyaknya suporter The Jakmania menunjukan Fanatisme dan loyalitas yang begitu nyata serta menunjukan antusiasme yang tinggi. Dan mitos yang ada di penelitian ini yaitu biasanya tim yang memiliki suporter yang berjumlah banyak serta fanatik dan loyal biasanya akan lebih bersemangat dalam bertanding.

Kata Kunci : Dokumenter, Fanatisme, Suporter, Loyalitas, Semiotika

ABSTRACT

Rexi Fajrin Ismail. 6662112364. THESIS. Fanatism of Suporter The Jakmania in Documentary film “The Jak” as a Symbol of fans loyalty (Analysis of Semiotika Roland Barthes in Documentary film “The Jak” by Andibachtiar Yusuf). Communication Studies. Faculty of Social and Politic. University of Sultan Ageng of Tirtayasa. 2018. Prof. Dr.

Ahmad Sihabudin, M.Si. Uliviana Restu, S.sos, M.Si.

Documentary is a reality stories. Documentary of The Jak tells about The Jakmania (Suporter of Persija Jakarta Football Club) life who represented by a few people like Abi Irlan a worker and member of Partai Keadilan (a Party in Indonesia) and also Jawil a seller in jakarta traditional market. Both of them love Persija jakarta so much and also being a fanatic suporter. This research aim to know about the fanatism and loyalty in The Jak Documentary movie based on Roland Barthez theory like konotative, denotative and also myth. The results show that The Jakmania is suporter club who have many member and also solid in togetherness. They come from many circles like student, worker, seller and etc. Meaning of konotative sign in this research is many suporter of Jakmania show the fanatism and loyalty so real. And meaning of myth in this research is many suporter bring many power for the football club like Persija Jakarta.

(10)

9

LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ... i

LEMBAR PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

UCAPAN TERIMA KASIH... v

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 11

1.3 Identifikasi Masalah ... 11

1.4 Tujuan Penelitian ... 11

1.5 Manfaat Penelitian ... 12

1.5.1 Manfaat Akademis ... 12

(11)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 13

2.1 Film Dokumenter ... 13

2.2 Suporter Sepakbola ... 23

2.2.1 The Jakmania Sebagai Suporter Sepakbola ... 24

2.3 Fanatisme Suporter Sepakbola ... 26

2.4 Semiotika Roland Barthes ... 44

2.6 Kerangka Berpikir ... 50

2.7 Penelitian Terdahulu ... 52

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 57

3.1 Metode Penelitian ... 57

3.2 Paradigma Penelitian ... 57

3.3 Unit Analisis ... 59

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 59

3.5 Teknik Analisis Data ... 61

3.6 Triangulasi Data Penelitian ... 64

3.7 Jadwal Penelitian ... 65

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 67

4.1 Gambaran Objek Penelitian ... 67

4.1.1 Film The Jak ... 67

(12)

4.2.1 Scene The Jakmania Menuju Stadion ... 70

4.2.2 Scene The Jakmania Memaksa Masuk Stadion ... 76

4.2.3 Scene Teatrikal The Jakmania ... 82

4.2.4 Scene kampanye Persija ... 88

4.2.5 Scene The Jakmania Bernyanyi di Tribun ... 94

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 99

5.1 Kesimpulan ... 99

5.2 Saran ... 100

5.2.1 Saran Praktis ... 100

5.2.1 Saran Akademis ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN ... 106

DAFTAR TABEL 2.1 Peta Tanda Roland Barthez ... 56

2.2 Penelitian Terdahulu ... 61

(13)

3.2 Jadwal Penelitian ... 76

4.2.1.1 Scene Jakmania Menuju Stadion ... 78

4.2.2.2 Tabel Analisis Scene Jakmania Menuju Stadion ... 79

4.2.2.1 Scene Loyalitas Suporter ... 84

4.2.2.2 Tabel Analisis Scene Loyalitas Suporter ... 85

4.2.3.1 Scene Kampanye Persija... 88

4.2.3.2 Tabel Analisis Scene Kampanye Persija ... 89

4.2.4.1 Scene Jakmania Bernyanyi di Tribun ... 94

4.2.4.2 Tabel Analisis Scene Jakmania Bernyanyi di Tribun ... 95

4.2.5.1 Scene Skala Prioritas Suporter... 100

4.2.5.2 Tabel Analisis Scene Skala Prioritas Suporter ... 101

DAFTAR GAMBAR 2.1 Type of shoot... 20

2.2 Type of Shoot Group ... 21

(14)

1

1.1. Latar Belakang Masalah

Film merupakan salah satu bentuk komunikasi massa yang dianggap efektif dalam menyampaikan sebuah pesan kepada khalayak. Hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Maksudnya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya1. Jika film itu tersebut sedih maka penonton akan merespon dengan menangis atau ekspresi sedih lainnya, begitu pun jika film tersebut berupa komedi maka penonton akan merasa senang dan mengekspresikannya dengan tertawa. Film merupakan sebuah media presentasi yang lengkap karena disajikan dalam bentuk audio dan visual. Dalam Film terdapat sebuah gambar, suara, gerakan dan sebagainya yang dapat menjadi sebuah simbol atau tanda yang mengandung makna.

Film merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan kemudian memproyeksikannya ke atas layar2. Ide-ide cerita sebuah film dapat bersumber dari fenomena yang terjadi di masyarakat. Salah satunya fenomena mengenai suporter sepak bola dalam mendukung tim kebanggannya. Sepak bola tanpa adanya suporter bagaikan sayur tanpa garam. Suporter merupakan salah satu bagian dari sepak bola selain dari atlet dan wasit. Berdasarkan pemahaman peneliti, penonton dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok. Pertama, penonton

1

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal. 127

2

(15)

yang hanya sekedar menonton tanpa memihak atau mendukung tim manapun. Kedua, penonton yang memihak dan mendukung serta memberikan semangat kepada tim sepak bola yang mereka unggulkan, kelompok penonton yang kedua ini lah yang kemudian dikenal dengan suporter. Suporter dan sepak bola merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, suporter layaknya pemain kedua belas dalam sebuah tim sepak bola. Seperti arti kata dari “support” yang merupakan pecahan kata dari suporter yang memilki arti “mendukung” hal itu pula yang dilakukan

suporter, yakni mendukung tim kebanggaannya disaat menang ataupun kalah.

Di Indonesia banyak suporter-suporter yang membentuk sebuah perkumpulan atau fanbase yang akhirnya terorganisir dan membentuk klub suporter tim A, B dan lainnya. Tidak jarang sikap suporter dalam mendukung tim kebanggaannya menjadi ide cerita untuk sebuah film. Mulai dari film fiksi hingga film dokumenter yang menampilakan fakta yang terjadi di kehidupan nyata. Seperti film, Romeo dan Juliet yang merupakan film fiksi dan mengambil cerita mengenai kisah cinta dua suporter tim yang berbeda yakni Persib dan Persija. Selain film fiksi, ada juga film dokumenter yang terinsipirasi dari fenomena suporter di Indonesia yakni suporter klub sepak bola Persija yang dikenal dengan The Jakmania.

Dalam film dokumenter yang diberi judul „The Jak‟ tersebut mengisahkan

(16)

tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang (sering kali berakar pada kepercayaan seseorang, dan muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang) 3. Jadi dengan kata lain, sikap dapat mempengaruhi apa yang muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang. Namun ekspresi dari sikap kita dan perilaku kita masing-masing tergantung pada banyak pengaruh baik dari dalam maupun luar. Sedangkan fanatisme menurut Giulianotti merupakan sebuah rasa kecintaan yang lebih, sehingga akan berdampak luar biasa terhadap sikap hidup seseorang. Segala sesuatu yang diyakini akan memberikan sebuah kecintaan dan semangat hidup yang lebih pada orang tersebut4.

Bentuk fanatisme suporter sepak bola biasanya digambarkan dengan bergabung bersama kelompok-kelompok suporter, membeli merchandise klub kebanggaannya, membeli atribut yang menggambarkan identitas sebagai pendukung suatu klub seperti syal, kaos, jaket, poster hingga pergi mendukung dan menonton tim kesebelasannya dimanapun mereka bertanding. Selain itu fanatisme suporter sepak bola juga terlihat dari teatrikal yang mereka lakukan untuk mendukung tim kebanggaannya ketika bertanding.

Dalam www.psikoterapis.com disebutkan pula bahwa fanatisme biasanya tidak rasional atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus

3

David G. Myers, Psikologi Sosial “Social Psychology”, Jakarta : Salemba Humanika, 2014, hal. 164

4

(17)

memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya5 .

Fanatisme dapat mempengaruhi seseorang dalam, a) Berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu; b) Dalam berfikir dan memutuskan ; c) Dalam mempersepsi dan memahami sesuatu ; d) dalam merasa secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada di luar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini 6. Sehingga fanatisme tidak hanya memberikan dukungan dan semangat, akan tetapi fanatisme suporter sepak bola di Indonesia khususnya sudah ada yang mengarah pada sikap hooligan. Secara umum, Hooligan diidentifikasikan sebagai orang atau sekelompok orang yang sering membuat onar atau kerusuhan7. Dalam sepak bola hooligan akan merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi situasi chaos atau rusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan8. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi antar suporter sepak bola usai ataupun saat pertandingan.

Suporter sepak bola yang fanatik, merupakan sekumpulan kelompok orang yang membentuk suatu komunitas dan mempunyai sikap yang “Kegila-gilaan” atau diluar nalar pada tim yang didukungnya, yang melibatkan perasaan yang emosional

5

Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB

6 Ibid 7

Anung Handoko, Sepak Bola Tanpa Batas, Yogyakarta : KANISIUS, 2012, hal.39

8

(18)

setiap kali tim yang didukungnya bertanding. Mereka akan membela atau mendukung timnya dengan sepenuh tenaga melalui pemakaian atribut ciri khas, pernak-pernik atau aksesoris, menyanyikan lagu-lagu atau yel-yel , konvoi untuk ke stadion atau setalah pertandingan berakhir.

Sebagai salah satu kelompok suporter sepak bola yang fanatik di Indonesia adalah The Jakmania, yang merupakan kelompok suporter yang mendukung tim kesebelasan ibukota PERSIJA Jakarta. Fanatisme yang diperlihatkan oleh the jakmania diabadikan dalam film dokumenter The Jak. Dalam film tersebut founder The Jakmania Bung Ferry yang bercerita tentang bagaimana awal mula ia menjadi The Jakmania dan menjadi salah satu founder The Jakmania. Bung Ferry juga bercerita bagaimana ia dan rekan-rekan sesama The Jakmania membuat ciri atau identitas dari The Jakmania itu sendiri dari mulai logo, warna, yel-yel, sampai jargon-jargon. Selain itu dalam fim tersebut juga ada sosok yang bernama Bung Irlan salah satu anggota The Jakmania basis korwil Cipulir yang bercerita bagaimana The Jakmania telah menjadi bagian dari jati diri dan eksistensinya sebagai manusia. Ia juga bercerita jati dirinya sebagai The Jakmania telah mempengaruhi kehidupannya secara keseluruhan bahkan hingga ke keluarganya. The Jakmania dikenal sebagai salah satu suporter sepakbola di Indonesia yang besar dan fanatik9.

9

(19)

The Jakmania menunjukan berbagai macam cara dalam mendukung klub Persija Jakarta saat bertanding. Diantaranya dengan menunjukkan berbagai macam bentuk koreografi hingga ragam yel-yel yang terus mereka nyanyikan selama laga Persija Jakarta berlangsung untuk membangkitkan semangat para pemain Persija Jakarta yang sedang bertanding. Sebelum masuk ke dalam stadion biasanya mereka berkumpul di korwil masing-masing untuk bersama-sama berangkat menuju stadion tempat Persija Jakarta bertanding. Mereka selalu mempersiapkan keberangkatan secara matang dan saling mengkoordinir setiap anggota korwil masing-masing. Walau Persija Jakarta Bertanding pada sore atau malam hari, setiap korwil sudah melakukan persiapan sejak pagi. Berbagai persiapan tersebut diantaranya mendata setiap anggota korwil yang akan berangkat, menyewa kendaraan umum untuk anggota korwil yang tidak ikut konvoi menggunakan sepeda motor, mempersiapkan segala bentuk atribut pribadi maupun kelompok yang akan dipajang di stadion, serta membawa alat musik tabuh.

(20)

kendaraan yang tidak di lengkapi oleh surat-surat. Selain itu juga terkadang mereka bentrok dengan warga atau suporter rival.

Sesampainya di stadion untuk mereka yang berangkat dengan korwil masing-masing tidak perlu lagi mengantri tiket pertandingan karena tiket sudah didistribusikan kepada setiap korwil sehari sebelumnya. Lain hal untuk mereka yang berangkat secara pribadi yang harus mengantri tiket bersama suporter The Jakmania lainnya. The Jakmania biasanya sudah tiba di stadion pada siang hari meskipun pertandingan baru akan dimulai pada sore atau malam hari. Mereka dengan sabar menunggu bus Persija Jakarta memasuki wilayah stadion. Ketika bus yang membawa seluruh punggawa Persija Jakarta datang biasanya mereka melakukan penyambutan dengan menyanyikan yel-yel dan membentangkan syal Persija Jakarta.

(21)

Menurut Su‟udi dalam bukunya Football Inspirations For Succes bahwa setiap klub dari level terendah pasti memiliki penggemar fanatik karena adanya ikatan kedaerahan, keluarga, golongan atau simpatik dengan pemainnya10. Di Indonesia banyak ditemui suporter-suporter fanatik pendukung klub lokal nusantara. Salah satunya adalah suporter tim kesebelasan dari Ibu Kota yakni The Jakmania yang telah peneliti uraikan sebelumnya bagaimana cara mereka mendukung Persija Jakarta.

The Jakmania didirikan pada 19 desember 1997 dan eksistensinya hingga hari ini cukup berpengaruh pada persepakbolaan Indonesia. Kelompok suporter bola yang kini di pimpin oleh Richard Ahmad memiliki 70 ribu anggota resmi yang terdaftar dalam kartu keanggotaan. Dan juga ada 40 ribu simpatisan yang tidak terdaftar sebagai anggota resmi. Anggota resmi merupakan anggota yang terdaftar dan memiliki kartu keanggotaan aktif (KTA). Sedangkan simpatisan merupakan orang yang belum dan tidak memiliki kartu tanda anggota termasuk orang-orang yang mendukung Persija Jakarta melalui layar kaca.

Dalam situs The Top Tens11 pertanggal 24 Juli 2015, The Jakmania masuk kedalam 10 besar suporter klub sepakbola Indonesia dengan jumlah anggota terbanyak. The Jakmania terbagi ke dalam 59 koordinator wilayah (korwil) yang terus aktif sampai sekarang dan tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki kantor sekretariat di Jakarta. Fanatisme the Jakmania melahirkan loyalitas yang cukup

10

Achmad Su‟udi, Football Inspirations For Succes, Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010, hlm.94

11

(22)

tinggi dalam mendukung klub kebanggannya. Hal ini terbukti ketika Persija Jakarta memainkan laga tandang The Jakmania turut serta hadir untuk mendukung Klub Kesayangannya tersebut meskipun harus jauh-jauh ke luar kota. Selain itu The Jakmania juga membuat merchandise untuk dijual yang kemudian sebagian keuntungannya di sisihkan untuk membantu keuangan klub Persija Jakarta. Tidak dapat dipungkiri fanastime The Jakmania juga membawa sisi gelap, the Jakmania acapkali menimbulkan keributan antar suporter yang akhirnya membentuk pandangan negatif di masyarakat dengan seringnya berita miring seputar The Jakmania yang sering menimbulkan kerusuhan atau bentrokan terhadap rival bermainnya. Sampai orang nomor 1 di DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau yang lebih dikenal dengan nama Ahok melontarkan kritik keras ketika menjelang piala presiden oktober 2015,

“Di DKI paling masalah Jakmania. Tidak becus main olahraga, ribut jalan terus. Pemain enggak becus, gaji enggak keurus, gimana mau main” sindir Ahok ketika diwawancarai mengenai persiapan final piala presiden 12. Mendengar sindirian keras Ahok, menggambarkan bahwa The Jakmania sering menimbulkan keributan dari pada sebuah prestasi. Keributan tersebut kadang dilandaskan karena ketidak puasan mereka terhadap hasil pertandingan hal tersebut merupakan buah dari fanatisme yang berlebihan. Dalam www.psikoterapis.com juga fanatisme kerap dipandang sebagai penyebab

menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku

12

(23)

agresif. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional13.

The Jakmania juga sering memberikan hal positif terhadap klub. Tidak segan mereka menjual merchendaise yang keuntungannya untuk membantu keuangan klub. Sikap yang baik juga ditunjukan The Jakmania ketika mereka melakukan kegiatan galang dana untuk biaya pengobatan operasi pemain Persija Jakarta yang mengalami patah kaki, Alfin Tuasalamony14. Selain itu the jakmania pun mengadakan kegiatan sosial yang melibatkan masyarakat seperti mengadakan pengajian rutin dan juga bakti sosial dengan menggalang dana untuk membantu para korban bencana atau menyantuni anak-anak yatim15. Dan yang terakhir aksi simpatik juga ditunjukan The Jakmania saat mereka menyerukan tagar #JagaJakarta ketika terjadi tragedi bom Sarinah-Thamrin melalui berbagai sosial media16.

Kembali kepada film The Jak yang menceritakan fanatisme The Jakmania. Film yang masuk dalam nominasi Best Extended Documentary di Citra Award pada tahun 2009 ini memang kental dengan fanatisme selain dari aksi-aksi yang dilakukan the jakmania dalam mendukung tim kebanggaannya.

13

Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB

14

Muhamad Rais Adnan, The Jakmania Galang Dana Untuk Bantu Pengobatan Alfin Tuasalamony,

http://www.goal.com/ id-ID/news/1387/nasional/2015/06/21/12933002/the-jakmania-galang-dana-untuk-bantu-pengobatan-alfin , diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.05 wib

15

Marco Tampubolon dan Ali Usman, The Jakmania Santuni Anak Yatim, http://m.bola.viva.co.id/ news/read/282131-the-jakmania-santuni-anak-yatim, diakses pada tanggal 02 maret 2016, pukul 01.04 wib

16

(24)

Dari latar belakang yang telah peneliti uraikan, peneliti tertarik untuk mengetahui makna fanatisme The Jakmania yang ditunjukkan dari sikap fanatik mereka dalam film The Jak. Peneliti tertarik untuk meneliti lebih dalam lagi mengenai penggambaran fanatisme yang ditunjukan oleh The Jakmania dalam film dokumenter “The Jak” karya Andibachtiar Yusuf, karena film tersebut

menggambarkan fakta-fakta yang terjadi di lapangan tanpa adanya rekayasa. Sehingga peneliti memilih judul “Representasi Makna Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania dalam Film The Jak”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan maka rumusan masalah penelitian ini adalah “Bagaimana makna Fanatisme Suporter Sepakbola The Jakmania dalam Film Dokumenter The Jak?”

1.3. Identifikasi Masalah

Berdasarkan rumusan masalah sebelumnya, maka identifikasi masalah penelitian ini adalah sebagai berikut;

1. Bagaimana makna fanatisme the jakmania diperlihatkan dalam film The Jak?

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah diuraikan maka tujuan adanya penelitian ini adalah sebagai berikut;

(25)

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Akademis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi almamater Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Khususnya Program studi Ilmu Komunikasi. Agar nantinya penelitian ini dapat menjadi tambahan bagi pengembangan ilmu pengetahuan atau karya ilmiah dalam penelitian skripsi, khususnya dalam bidang kajian semiotika ilmu komunikasi. Termasuk jika penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau referensi bagi penelitian - penelitian berikutnya dengan tema yang serupa.

1.5.2 Manfaat Praktis

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Film Dokumenter

Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang dapat diterima dengan mudah oleh khalayak. Film memiliki potensi untuk mempengaruhi dan membentuk pandangan masyarakat dengan muatan pesan yang dibawanya. Hal tersebut dikarenakan film merupakan potret dari realitas di masyarakat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat dan kemudian memproyeksikannya ke dalam layar17.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman pada bab 1 Pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud dengan film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan18.

Film dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain :

a.Film Cerita, yakni jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagangan.

b.Film Berita, merupakan film yang berisikan fakta, di mana peristiwa yang ada di dalamnya benar-benar terjadi (nyata). Dalam film sejenis ini terdapat nilai berita yang penting dan menarik bagi khalayak.

17

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009, hal.127.

18

(27)

c.Film Dokumenter, didefinisikan oleh Robert Flaherty sebagai “karya ciptaan mengenai kenyataan” (creative treatment of actuality). Film dokumenter

merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.

d.Film Kartun, merupakan film animasi yang segmentasi utamanya adalah anak-anak. Namun tidak sedikit kalangan yang bukan anak-anak pun menyukainya karena terdapat sisi kelucuan yang kerap hadir dalam setiap tayangannya19.

Dalam penelitian ini film yang akan diteliti adalah film dokumenter. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa film dokumenter merupakan hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut. Inti dari dokumenter adalah suatu usaha eksplorasi dari orang – orang, pelaku-pelaku yang nyata dan situasi yang sungguh nyata20.

Dokumenter sering dianggap sebagai rekaman dari aktualitas, potongan rekaman sewaktu kejadian sebenarnya berlangsung, saat orang yang terlibat didalamnya berbicara, kehidupan nyata seperti apa adanya, spontan, dan tanpa media perantara. Dikutip dari buku Jill Nelmes yang berjudul An introduction to

19

Elvinaro Ardianto, dkk, Komunikasi Massa Suatu Pengantar, Refika Offset, Bandung, 2007, hal 148-149

20

Tri Nugroho Adi, Sinematografi IV : Film Dokumenter, https://sinaukomunikasi.wordpress.com/ 2011/10/05/sinematografi-iv-film-dokumenter/ , diakses pada tanggal 18 agustus 2016,

(28)

film studies third edition ada beberapa unsur-unsur visual dan verbal yang biasa

digunakan dalam sebuah dokumenter. yakni sebagai berikut21 ;

a. Unsur Visual:

1. Observasionalisme reaktif; pembuatan film dokumenter dengan bahan yang sebisa mungkin diambil langsung dari subyek yang difilmkan. Hal ini berhubungan dengan ketepatan pengamatan oleh pengarah kamera atau sutradara.

2. Observasionalisme proaktif; pembuatan film dokumenter dengan memilih materi film secara khusus sehubungan dengan pengamatan sebelumnya oleh pengarah kamera atau sutradara.

3. Mode ilustratif; pendekatan terhadap dokumenter yang berusaha

menggambarkan secara langsung tentang apa yang dikatakan oleh narator (yang direkam suaranya sebagai voice over).

4. Mode asosiatif; pendekatan dalam film dokumenter yang berusaha menggunakan potongan-potongan gambar dengan berbagai cara. Dengan demikian, diharapkan arti metafora dan simbolis yang ada pada informasi harafiah dalam film itu, dapat terwakili.

21Ibid.

(29)

b. Unsur Verbal:

1. Overheard exchange; rekaman pembicaraan antara dua sumber atau lebih yang terkesan direkam secara tidak sengaja dan secara langsung.

2. Kesaksian; rekaman pengamatan, pendapat atau informasi, yang diungkapkan secara jujur oleh saksi mata, pakar, dan sumber lain yang berhubungan dengan subyek dokumenter. Hal ini merupakan tujuan utama dari wawancara.

3. Eksposisi; penggunaan voice over atau orang yang langsung berhadapan dengan kamera, secara khusus mengarahkan penonton yang menerima informasi dan argumen-argumennya.

Dalam buku Semiotika dalam riset komunikasi karangan Nawiroh Vera, unsur film berkaitan dengan karakteristik utamanya yaitu audio visual. Unsur audio visual dibagi dalam dua bidang:

1. Unsur naratif yaitu materi atau bahan olahan, dalam film cerita unsur naratif adalah penceritaannya.

2. Unsur sinematik yaitu cara atau dengan gaya seperti apa bahan olahan tersebut digarap.

Kedua unsur tersebut tidak dapat dipisahkan dan memiliki keterkaitan sehingga akan menghasilkan sebuah karya yang menyatu dan dinikmati oleh penonton. unsur sinematik sendiri terdiri atas beberapa aspek berikut:

(30)

Dalam mise en scene terdapat empat elemen penting, setting, tata cahaya, kostum dan make up, dan akting serta pergerakan pemain22.

Dalam sebuah film ada yang disebut dengan Sinematografi, yakni suatu disiplin dalam menata cahaya dan sudut pandang kamera untuk menciptakan kualitas gambar yang indah dalam sebuah produksi film atau sinema. Secara etimologi sinematografi berarti menulis dengan gambar bergerak. Film merupakan rangkaian shot dalam sebuah scene, dan rangkaian scene dalam sebuah sequence, dan seterusnya hingga menjadi tayangan atau film yang utuh. Dibalik rangkaian shot ada pesan yang ingin disampaikan oleh si pembuat. Pembingkaian gambar (framing) dalam film sangat mempertimbangkan beberapa aspek yang sangat berpengaruh pada emosi dan motivasi yang dituju oleh seorang sutradara atau pembuat film. Aspek tersebut salah satunya adalah type of shot atau jenis-jenis shot. Jenis-jenis shot yang ada antara lain sebagai berikut23:

1. Extreme Close up (ECU)

Shot yang menampilkan detail obyek, misalnya mata, hidung, atau telinga. Shot ini biasanya digunakan untuk maksud tertentu atau menunjukkan detail objek tertentu yang sangat perlu diketahui oleh penonton dan objek yang di shot memiliki peran penting dalam sebuah cerita.

2. Big Close up (BCU)

Shot yang menampilkan dari bawah dagu sampai atas dahi. Untuk menunjukkan detail ekspresi seorang tokoh.

22

Nawiroh Vera, Semiotika dalam Riset Komunikas, Ghalia Indonesia, Bogor, 2014, hal.92-93

23

(31)

3. Close up (CU)

Shot yang menampilkan dari batas bahu sampai atas kepala. Untuk menunjukkan detail objek/kedekatan suatu objek tertentu.

4. Medium Close up (MCU)

Shot yang menampilkan objek dari batas dada sampai atas kepala. Shot ini biasa digunakan dalam adegan wawancara untuk menunjukkan kedekatan dengan objek tanpa menghilangkan kewibawaan orang yang diwawancara. 5. Medium shot (MS)

Shot yang menampilkan objek sebatas perut sampai kepala. 6. Medium Long shot (MLS)

Shot yang menampilkan objek sebatas pinggang sampai kepala. Terkadang juga bisa sampai sebagatas lutut sampai kepala. Pengambilan gambar ini juga sering disebut dengan Knee Shot.

7. Long shot (LS)

Shot yang menampilkan objek secara keseluruhan mulai dari telapak kaki sampai atas kepala serta sedikit terlihat latar belakang objek sehingga tampak penuh di frame. Jenis shot ini juga kadang disebut sebagai FS (Full Shot).

8. Very Long shot (VLS)

(32)

9. Extreme Long shot (ELS)

Pengambilan gambar dengan menampilkan objek utama pada posisi yang sangat jauh. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan lokasi secara keseluruhan. Terkadang objek utama atau tokoh sengaja dihilangkan karena tujuan utama dari shot ini adalah untuk memberikan orientasi tempat dimana peristiwa atau adegan itu terjadi. Shot ini terkadang disebut juga dengan ES (Establish shot).

Gambar 2.1 Type of shot

Sumber :

http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetika_

(33)

1. Two Shot (TS)

Shot yang menampilkan dua orang dalam satu frame gambar. 2. Group Shot

Pengambilan gambar dengan menampilkan beberapa objek dalam satu frame gambar.

3. Over Shoulder (OS)

Pengambilan gambar dimana kamera berada di belakang bahu salah satu objek pelaku, dan bahu si pelaku tampak dalam frame. Objek utama tampak menghadap kamera dengan latar depan bahu lawan main.

(34)

Sumber :

http://www.academia.edu/8030635/Camera_and_Framing_Dasar_Estetik a_

Kemudian dalam pengambilan sebuah shot, tidak menutup kemungkinan digunakannya penggabung dari dua buah type of shot diatas, tergantung situasi serta adegan pada sebuah film, sehingga muncul istilah penyebutannya misalnya, Medium two shot, Medium group shot, dan lain-lain.

Selain type of shot ada juga yang disebut dengan Camera Angle yakni teknik pengambilan gambar dengan menempatkan kamera pada sudut serta ketinggian tertentu, sehingga dalam merekam sebuah adegan dapat menimbulkan nilai dramatik pada sebuah shot. Camera Angle dibagi menjadi24:

1. High Angle (Bird Eye View)

Posisi kamera lebih tinggi dari obyek yang diambil. Pada posisi kamera ini kesan yang akan disampaikan kepada penonton adalah suatu kekuatan atau rasa superioritas bahkan efek tersebut akan semakin meningkat jika ada penambahan jarak yang ditimbulkan. Oleh karena itu high angle diciptakan dengan maksud untuk mengurangi rasa superioritas dan sekaligus subyek tadi akan melemah kedudukannya, kesan yang muncul adalah rasa tertekan pada subyek, kesedihan, hina, kecil dan kejauhan.

2. Normal Angle (Stright Angle/Chest Level/eye level)

24

(35)

Sudut dimana posisi kamera pada saat pengambilan gambar yang normal dalam sebuah adegan. Posisi kamera ini pada umumnya setinggi dada atau sejajar dengan ketinggian kita atau penglihatan manusia pada umumnya. Sudut pengambilan gambar ini kerap digunakan pada suatu acara yang gambarnya tetap atau statis, misalkan pada adegan dialog dan wawancara. Penggunaan sudut pengambilan gambar ini cenderung menghasilkan gambar yang datar dan monoton jika tanpa variasi angle yang lain.

3. Low Angle (Frog Eye View)

Posisi kamera lebih rendah dari obyek yang diambil. Pada posisi ini kamera akan memberikan suatu kesan kepada subyek seperti bahwa subyek tadi mempunyai kekuatan yang menonjol di sini subyek tersebut akan kelihatan kekuasaannya, objek terkesan lebih tinggi, besar gagah, angkuh, sombong, perkasa dan berwibawa. Penonton dibuat seakan menjadi bawahan dari tokoh dalam film, akan tetapi jika digunakan berlebihan, mudah menimbulkan rasa bosan pada penonton.

Teknik pengambilan gambar yang tealah diuraikan baik type of shot maupun camera angle merupakan salah satu hal yang membuat film menjadi lebih menarik tampilannya. Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Film umumnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sitem Tanda-tanda yang bekerja sama dengan baik dalam upaya mencapai efek yang diharapkan25. Film juga sebetulnya tidak jauh dengan

25

(36)

televisi. Namun, film dan televisi memiliki bahasanya sendiri dengan sintaksis dan tata bahasa yang berbeda. Tata bahasa itu terdiri atas semacam unsur yang akrab, seperti pemotongan (cut), pemotretan jarak dekat (close-up), pemotretan dua (two shot), pemotretan jarak jauh (long shot), pembesaran gambar (zoom-in), pengecilan gambar (zoom-out), memudar (fade), pelarutan (dissolve), gerakan lambat (slow motion), gerakan yang dipercepat (speeded-up), efek khusus (special effect)26.

Film dalam penelitian ini merupakan film dokumenter yang langsung diangkat dari kejadian yang nyata yakni kehidupan suporter klub sepak bola Persija Jakarta atau yang lebih dikenal dengan The Jakmania. Setting yang digunakan pun berlatar ditempat-tempat ketika Persija sedang bertanding. Difilm ini pun dimuat beberapa wawancara dengan narasumber-narasumber yang relevan dengan the jakmania.

2.2. Suporter Sepak Bola

Suporter adalah orang yang memberikan dukungan, sokongan, dan sebagainya (dalam pertandingan dan sebagainya)27. Suporter dan sepak bola merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan keterkaitannya. Pertandingan sepak bola tanpa suporter bagai sayur tanpa garam, kurang lengkap. Suporter kerap dianggap sebagai pemain kedua belas yang melengkapi tim kesebelasan yang sedang bertanding dilapangan.

Dalam memberikan dukungannya, bukan merupakan suatu yang aneh jika para suporter menyuguhkan nyanyian-nyanyian berupa yel-yel, tarian, atau atraksi

26

Ibid. hal.130-131

27 Kamus Besar Bahasa Indonesia,

(37)

semata-mata dilakukan sebagai cara untuk mendukung tim kebanggaannya berlaga. Hal tersebut membuat hiburan dan daya tarik sendiri dalam dunia sepak bola. Aksi suporter kadang kerap kali berlebihan, seperti membawa petasan atau kembang api, bahkan tidak jarang aksi suporter yang berlebihan dapat menimbulakan kerusuhan antar suporter.

2.2.1. The Jakmania Sebagai Suporter Sepak Bola

Di Indonesia banyak ditemui suporter-suporter klub lokal nusantara. Seperti suporter sepak bola Indonesia asal malang yang menjadi pionir berdirinya suporter era 90an, yakni para pendukung arema atau yang dikenal dengan aremania. Selain itu ada juga The Jak mania yang merupakan pendukung klub sepak bola ibu kota atau Persija Jakarta yang menempati posisi ke 4 suporter terfanatik di Indonesia versi bola.net28.

The jakmania didirikan pada 19 desember 1997 dan eksistensinya hingga hari ini cukup berpengaruh pada persepakbolaan Indonesia. Kelompok suporter bola yang kini di pimpin oleh Richard Ahmad memiliki 70 ribu anggota resmi yang terdaftar dalam kartu keanggotaan. Dan juga ada 40 ribu simpatisan yang tidak terdaftar sebagai anggota resmi. Anggota resmi merupakan anggota yang terdaftar dan memiliki kartu keanggotaan aktif (KTA). Sedangkan simpatisan merupakan orang-orang yang belum dan tidak memiliki kartu tanda anggota termasuk orang-orang yang mendukung Persija Jakarta melalui layar kaca.

28

(38)

The Jakmania merupakan kelompok suporter pendukung kesebelasan persija Jakarta. Jakmania merupakan kelompok suporter yang terorganisir dan berniat menyatukan Jakarta darimanapun mereka berasal, tidka harus berdomisili dan asli orang Jakarta. Hal tersebut menggambarkan bahwa Jakarta sebagai sebuah ibukota negara dengan penduduknya yang heterogen dapat disatukan oleh sepakbola.

Dalam situs The Top Tens29 pertanggal 24 Juli 2015, The Jakmania masuk kedalam 10 besar suporter klub sepakbola Indonesia dengan jumlah anggota terbanyak. The Jakmania terbagi ke dalam 59 koordinator wilayah (korwil) yang terus aktif sampai sekarang dan tersebar di seluruh Indonesia dan memiliki kantor sekretariat di Jakarta. Dukungan yang diberikan The Jakmania terhadap Persija Jakarta bisa dibilang sangat tinggi. Hal ini terbukti ketika Persija Jakarta memainkan laga tandang The Jakmania turut serta hadir untuk mendukung Klub Kesayangannya tersebut meskipun harus jauh-jauh ke luar kota. Selain itu The Jakmania juga membuat merchandise untuk dijual yang kemudian sebagian keuntungannya di sisihkan untuk membantu keuangan klub Persija Jakarta.

Berbagai atribut dikenakan oleh para jakmania untuk mencirikan rasa cinta mereka terhadap Persija yang identik dengan warna orange, mulai dari pakaian, syal, topi bahkan rambut yang dicat berwarna orange . Selain itu, kelompok suporter ini kadang menyewa nagkot dan bus hanya untuk ke stadion tempat Persija berlaha, dengan diiringi nyanyian tiada henti-hentinya serta tabuhan drum

29

(39)

yang menambah kesemarakan selama perjalanan menuju stadion. Nyanyian dan kermaian itu tidak hanya sepanjang perjalanan, namun juga terjadi selama pertandingan. Jakmania berkumpul ditribun dan bersorak sorai dan melakukan atraksi-atraksi heroik yang mereka perlihatkan selama tim kebanggaan mereka bertanding. Selain itu mereka juga mengiringi dengan gerakan-gerakan atraktif seperti bertepuk tangan, lompat-lompat, jingkrak-jingkrak, dan sebagainya. Semua itu dilakukan semata-mata untuk memberikan semangat dan dukungan supaya para pemain lebih termotivasi dan memenangi pertandingan.

2.3. Fanatisme Suporter Sepak Bola

Sering kita mendengar kata fanatik atau fanatisme pada hal yang menyangkut agama maupun olahraga khususnya sepak bola. Terkadang dalam meberikan dukungan untuk klub kebanggannya, suporter sepak bola mengarah kepada sikap fanatisme. Sikap merupakan suatu reaksi evaluatif yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang (sering kali berakar pada kepercayaan seseorang, dan muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang)30.

Perilaku setiap morang bermacam-macam, jika dikaitkan dengan sikap, perilaku maka secara umum perilaku cenderung lebih konsisten dengan sikap yang secara spesifik relevan dengannya dari pada dengan sikap umum yang berlaku untuk perilaku yang luas. Sikap tertentu yang menonjol akan lebih berlaku untuk perilaku yang lebih luas. Sikap tertentu yang lebih menonjol akan lebih mungkin mempengaruhi perilaku. Jika dilihat dari pengertiannya, menurut John

30

(40)

H. Harvey dan William P. Smith adalah kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif maupun negatif terhadap subjek atau situasi. Dari pengertian tersebut masih terdapat beberapa hal yang kurang jelas, sehingga W.J Thomas memberikan batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan social, dan sikap selalu diarahkan terhadap suatu hal atau objek tertentu. Dimana sikap itu sendiri memiliki 3 aspek penting yaitu :

a. Aspek kognitif : yang berhubungan dengan gejala mengenai pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.

b. Aspek afektif : berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu ketakutan, kedengkian, simpati, antisipasi dan sebagainya yang ditunjukan kepada objek-objek tertentu.

c. Aspek konatif : berwujud proses tendensi atau kecenderungan berbuat sesuatu objek.

(41)

Menurut Martin Fishbein dalam buku milik Werner, tujuan seseorang melakukan sebuah perilaku yang ditentukan, adalah berdasarkan fungsi sikap seseorang sebelum melakukan perilaku tersebut, persepsi seseorang terhadap norma-norma yang mengatur perilaku tersebut dan motivasi seseorang untuk mengikuti norma-norma tersebut.

Skinner membedakan perilaku menjadi dua yaitu:

a. Perilaku yang alami (innate bihaviour)

Yaitu perilaku yang dibawa sejak organism dilahirkan yaitu berupa refleks-refleks dan insting-insting. Perilaku yang terjadi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organism yang bersangkutan. Reaksi ini terjadi dengan sendirinya, otomatis, tidak diperintah susunan pusat saraf atau otak.

b. Perilaku operan (operant bihaviour)

Perilaku yang lain sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organism yang bersangkutan. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses yang terjadi pada otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Menurut Branca, perilaku yang berdasar pada proses psikologis disebut perilaku psikologis.

(42)

kumpulan orang banyak, berjumlah ratusan atau ribuan yang berkumpul dan mengadakan hubungan untuk sementara waktu, karena minat atau kepentingan bersama yang sementara pula”. Dimana pemikiran ini sejalan

dengan Ahmadi yang mengatakan “group maupun massa memiliki kesamaan yaitu sekumpulan dari pada manusia dan mempunyai norma”.

Sedangkan dari massa penonton atau pendukung mempunyai pengaruh yang besar terhadap konsentrasi dan juga dapat mempengaruhi daya juang atlet dalam mencapai prestasi. Selain itu juga bisa dikatakan sebagai group, yang menurut Ahmadi,”bahwa group adalah kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai norma tertentu, sehingga melahirkan ikatan kejiwaan dan persamaan tujuan”.

Menurut Sherif, perbedaan antara kelompok social dengan massa terletak pada struktur, kelompok social telah memiliki struktur tertentu sedangkan massa tidak punya struktur. Beberapa pengertian diatas dapat dijadikan acuan pengertian dari massa itu sendiri yaitu sekumpulan seseorang yang memiliki kepentingan yang sama dan norma tertentu yang sifatnya hanya sementara. Massa yang semula pasif dapat berubah menjadi massa yang aktif. Max Mess mengatakan, dinyatakan massa penonton yang dapat memberikan sumbangan positif dan negate terhadap perkembangan dalam dunia olah raga, diantaranya:

(43)

karena peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga terjadi pengertian. (b) massa suporter. Yaitu massa penonton yang menonton tim kesayangannya bertanding. Dimana penonton merasa memiliki tim yang sangat tinggi sehingga ada sikap fanatime, yang sisi jeleknya adalah bila tim yang diharapkan ini tidak dapat menang maka mereka dapat membuat kerusuhan. (c) massa penonton adalah massa yang suka akan kegiatan olah raga lainnya. Yaitu sekelompok massa yang melihat suatu pertandingan sebagai suatu pertandingan olah raga yang bermutu atau berkualitas. (d) massa undangan. Adalah suatu massa yang datang dalam suatu pertandingan karena keberadaannya dalam suatu masyarakat, (e) massa penjudi: massa penonton yang kedatangannya disuatu pertandingannya adalah untuk mengadakan taruhan atau berjudi.

Menurut Le Bon, massa mempunyai sifat psikologis tersendiri, orang yang bergabung dalam massa akan berbuat sesuatu, yang tidak akan diperbuat jika individu tidak ikut bergabung. Massa memiliki hokum mental unity atau law of mental unity yaitu bahwa dalam massa adanya kesatuan mind, kesatuan jiwa, seperti yang dikemukakan:

“siapapun individu yang menyusun itu, bagaimanapun juga suka atau tidak

suka dengan gaya hidup mereka, kedudukan mereka, kenyataannya bahwa mereka telah diubah dalam satu kerumunan yang meletakkan mereka pada pemikiran kolegtif”

(44)

a. Implusive; massa itu akan mudah memberikan respon terhadap rangsang atau stimulus yang diterimanya. Karena sikap implusive ini maka massa ingin bertindak cepat sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.

b. Mudah sekali tersinggung; sehingga untuk membangkitkan daya gerak massa diperlukan stimuli yang dapat menyinggung perasaan massa yang bersangkutan.

c. Sugestibel; massa dapat mudah menerima sugesti dari luar.

d. Tidak rasional; karena massa sugestibel, maka dalam bertindak tidak rasional dan mudah dibawa oleh sentiment-sentiment.

e. Adanaya social fasilitation; menurut Allport yaitu dengan adanya penguatan aktivitas individu yang lain. Perbuatan individu lain dapat merangsang atau menguatkan perbuatan individu lain yang tergabung dalam massa itu. Sedangkan menurut Tarde disebut sebagai imitasi, tetapi lain dengan Sighele yang mengatakan bahwa itu merupakan sugesti. Lain pula dengan G. Le Bon yang mengatakan hal tersebut adalah contagion and suggestion dan dalam suasana ini ada suasana hipotik.

Para pendukung tim sepak bola sendiri sebenarnya dapat dibedakan dalam beberapa kategori, yaitu:

(45)

Adalah fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanting. Hooligan merupakan stereotip suporter bola dari inggris tapi kemudian menjadi fenomena global. Sebagian besar dari hooligan adalah back-packer yang telah berpengalaman dalam berpergian. Mereka sering menonton pertandingan yang beresiko besar. Banyak dari meraka yang keluar masuk penjara karena sering terlibat bentrok fisik. Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan, gaya berpakaian mereka pun sudah dipersiapkan untuk berkelahi. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim pilihannya, dan memilih berpakaian asal-asalan agar tidak terditeksi polisi. Meskipun begitu biasanya mereka tidak mau menggunakan senjata dan duduk secara berpencar.

b. Ultras

(46)

c. The VIP

Bagi mereka yang lebih penting adalah agar ditonton oleh penonton lain. Sebagian besar kelompok i8ni adalah pembisnis tingkat tinggi yang menyaksikan pertandingan di kotak VIP demi sebuah gengsi untuk pencitraan diri. Dalam area VIP atau bisa disebut skyboxes, jutawan dapat bertemu rekan bisnis lainnya dengan menghasilkan kesepakatan penting. Mereka tidak perduli dengan hasil skor kecuali itu akan mempengaruhi bisnis yang digekuti.

d. Daddy/Mommy

Mereka adalah orang-orang yang suka melibatkan atau membawa anggota keluarga mereka, menonton pertandingan bola layaknya sebuah rekreasi keluarga untuk mempererat persodaraan. Sehingga mereka menonton bola jika tiket tidak terlalu mahal atau pada saat pertandingan penyisihan saja. Sebagian para Daddy/mommy adalah karyawan prefisional yang gemar sepak bola tetapi tidak terlalu fanatik. Letak tempat duduk mereka saat menonton biasanya jauh dari hooligan atau ultras. Mereka menghuatirkan anak-anak mereka menjadi sasaran massa ketika terjadi kerusuhan.

e. Chrismas Tree

(47)

tim favorit mereka lewat busana tradisional khas Negara mereka dan duduk diarea yang jauh dari ultras maupun hooligan.

f. The Expert

Sebagian mereka pengsiunan yang telah berumur yang tak saying menggunakan uang pensiunan untuk bertaruh, sehingga tak heran jika wajah mereka selalu tegang sepanjang pertandingan. Dan tak jarang juga mereka meneguk berbotol-botol minuman karena begitu tegangnya. Para ahli pertaruhan ini biasanya hanya tertarik pada pertandingan sekelas World Cup dan UEFA Cup, bukan liga ataupun antar klub. Letak duduk mereka selalu dekat gawang untuk memudahkan mereka untuk berteriak member semangat, yang layaknya pelatih mereka juga mengarahkan strategi apa yang harus dijalankan pemain. Di tangan mereka selalu tergenggam telepon dan Koran untuk memprediksi akhir dari permainan. g. Couch Potato

(48)

Jadi dengan kata lain, sikap dapat mempengaruhi apa yang muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang. Namun ekspresi dari sikap kita dan perilaku kita masing-masing tergantung pada banyak pengaruh baik dari dalam maupun luar. Sedangkan fanatisme menurut Giulianotti merupakan sebuah rasa kecintaan yang lebih, sehingga akan berdampak luar biasa terhadap sikap hidup seseorang. Segala sesuatu yang diyakini akan memberikan sebuah kecintaan dan semangat hidup yang lebih pada orang tersebut31.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia fanatisme adalah keyakinan / kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama dan sebagainya). J.P mengatakan bahwa fanatik merupakan satu sikap penuh semangat yang berlebihan terhadap satu segi pandangan atau satu sebab. Suatu sikap tersebut bisa berdasarkan pemikiran dan pemahamannya yang tidak berubah-ubah atau tetap terhadap satu segi pandangan, yang menurut Winston Churchill bahwa “A fanatik is one who can‟t change his mind and won‟t cange the subject” dengan artian bahwa seseorang yang fanatik yang mana tidak bisa berubah pemikirannya dan tidak akan berubah pokok materi. Fanatisme sendiri diartikan sebagai suatu paham fanatik terhadap suatu hal, karena dalam EYD, kata yang berakhiran isme adalah merupakan faham. Fanatik berbeda dengan fanatisme, fanatik merupakan sikap yang timbul saat seseorang menganut fanatisme (faham fanatik), sehingga fanatisme itu adalah sebab dan fanatik merupakan akibat.

Achmad Mubarak mengatakan bahwa fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang suatu

31

(49)

yang positif atau yang negatif, pandangan mana yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Secara umum, fanatisme terdiri beberapa jenis yaitu: fanatisme konsumen, agama, ideology dan politik, kesenangan, olahraga, etnik dan kesukaan, dan fanatisme kesukaan.

Suatu perilaku tidak terlepas dari ciri yang menjadikan perilaku tersebut dapat disebut sebagai perilaku fanatik, yaitu :

a. Adanya antusiasme/semangat berlebihan yang tidak berdasarkan pada akal sehat melainkan pada emosi tidak terkendali. Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang yang fanatik melakukan hal-hal yang tidak proporsional, sehingga melakukan hal-hal yang kurang waras.

(50)

dimiliki tetapi pembentukan diri yang dipaksakan berdasarkan doktrin yang diberikan secara terus menerus akan menimbulkan bibit fanatisme dalam dirinya.

Dalam teorinya, fanatisme secara garis besar memiliki empat teori utama, yaitu :

a. Sebagai ilmu jiwa mengatakan bahwa sikap fanatik itu merupakan sikap natural (fitrah) manusia, dengan alasan bahwa lapisan masyarakat manusia di manapun dapat dijumpai individu atau kelompok yang memiliki sikap fanatik. Dikatakan bahwa sikap fanatisme itu merupakan konsekuensi logis dari kemajemukan social atau hiteroginitas dunia, karena sikap fanatik tak mungkin timbul tanpa didahului perjumpaan dua kelompok social. b. Pendapat kedua mengatakan bahwa fanatisme bukan fitrah

(51)

fanatisme itu muncul secara berserakan dan berbeda-beda sebabnya.

c. Teori lain menyebutkan bahwa fanatisme berakar dari tabiat agresi seperti yang dimaksud oleh Freud ketika ia menyebut insting eros dan tanatos.

d. Adanya teori lain yang lebih masuk akal yaitu bahwa fanatisme itu berakar dari pengalaman hidup secara actual. Pengalaman kegagalan dan frustasi pada masa kanak-kanak dapat menimbulkan tingkat emosi yang menyerupai dendam dan agresi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal biasanya merasa tidak disukai oleh orang yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang menjadi merasa terancam oleh orang yang sukses yang akan menghancurkan dirinya. Muncul kelompok ultra ekstrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam system social (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-orang itu tinggal.

(52)

atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya32.

Fanatisme biasanya tidak rasionil, oleh karena itu argumen rasionilpun susah digunakan untuk meluruskannya. Fanatisme dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam, (a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu; (b) dalam berfikir dan memutuskan; (c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu dan; (d) dalam merasa. Secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada diluar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini. Tanda-tanda yang jelas dari sifat fanatik ini adalah ketidakmampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah33. Oleh karenanya, fanatisme tidak hanya memberikan dukungan dan semangat, akan tetapi fanatisme suporter sepak bola di Indonesia khususnya sudah ada yang mengarah pada sikap hooligan. Secara umum, Hooligan diidentifikasikan sebagai orang atau sekelompok orang yang sering membuat onar atau kerusuhan34. Dalam sepak bola hooligan akan

32

Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB

33

Achmad Mubarok, Psikologi Fanatik, http://mubarok-institute.blogspot.co.id/2006/08/psikologi-fanatik.html , diakses pada tanggal 19 agustus 2016 pukul 18.48 wib

34

(53)

merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi situasi chaos atau rusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan35. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi antar suporter sepak bola usai ataupun saat pertandingan

Akar-akar fanatisme terletak pada tiga pilar, yakni pilar sosiologis, pilar epistemologis, dan pilar psikologis manusia yang ketiganya, secara bersamaan, mendorong orang untuk menjadi fanatik. Pada level sosiologis, kita bisa memetakan faktor-faktor internal di dalam proses globalisasi dan pengaruh sosial yang membuat orang menjadi fanatik. Dalam arti ini, kita bisa mengatakan, bahwa pengaruh sosial amat kuat mendorong orang untuk menjadi fanatik36.

Secara sosiologis misalnya, fanatisme bisa lahir karena faktor bentukan

lingkungan, orang tua, penanaman suatu nilai yang diturunkan terus menerus ke

setiap generasi. Misalnya sehingga muncul pemitosan di kalangan pendukung tim

Persib bahwa The Jak adalah musuh mereka, begitupun sebaliknya. Untuk contoh

yang satu ini sehingga jelas ada faktor penurunan dendam dari satu kelompok

terhadap kelompok lain untuk mengawetkan kebencian yang pada akhirnya sudah

tidak lagi mendasar37.

Fanatisme sebenarnya dapat berdampak positif jika disalurkan secara kreatif. Fanatisme seorang suporter dalam mendukung tim kebanggannya adalah

35

Ibid. hal 40

36

Reza A.A Wattimena, Akar-akar Fanatisme, https://rumahfilsafat.com/2012/11/17/akar-akar-fanatisme/ , diakses pada tanggal 17 september 2016 pukul 20:46 wib

37

(54)

hal yang wajar dalam sepakbola tanah air. Sikap positif yang ditunjukkan oleh suporter yang fanatik dapat dilihat dari kesediaan suporter dalam membeli karcis sesuai dengan prosedur, mengikuti kemanapun timnya bertanding meski itu adalah laga tandang dan aksi heroik dengan tiada henti-hentinya para suporter menyanyikan lagu dan yel-yel untuk memberikan semangat kepada klub yang sedang bertanding. Meski cuaca panas terik, mereka tetap memeriahkan tribun dengan menggunakan atribut-atribut yang mencirikan organisasinya. Selain memakai atribut, tidak segan-segan ada suporter yang mengecat wajahnya, menggunakan kostum-kostum yang unik dan juga memperlihatkan tarian-tarian yang semata-mata untuk memberikan semangat kepada klub kebanggaannya yang sedang bertanding.

(55)

olahraga, ataupun permainan dilapangan semata, namun juga tentang harga diri yang dipertaruhkan hanya untuk menyandang gelar juara.

Adapun aspek-aspek fanatisme menurut Goddard diantaranya adalah38;

a. Besarnya minat dan kecintaan pada satu jenis kegiatan. Fanatisme terhadap satu jenis aktivitas tertentu merupakan hal yang wajar. Dengan fanatisme, seseorang akan mudah memotivasi dirinya sendiri untuk lebih meningkatkan usahanya dalam mendukung klub favoritnya.

b. Sikap pribadi maupun kelompok terhadap kegiatan tersebut . Hal ini merupakan suatu esensi yang sangat penting mengingat ini adalah merupakan jiwa dari memulai sesuatu yang akan dilakukan tersebut.

c. Lamanya individu menekuni satu jenis kegiatan tertentu. Dalam melakukan sesuatu haruslah ada perasaan senang dan bangga terhadap apa yang dikerjakannya. Sesuatu itu lebih bermakna bila yang berbuat mempunyai kadar kecintaan terhadap apa yang dilakukannya.

d. Motivasi yang datang dari keluarga juga mempengaruhi seseorang terhadap bidang kegiatannyanya. Selain hal-hal diatas, dukungan dari keluarga juga sangat mempengaruhi munculnya fanatisme.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Fanatisme menurut Haryatmoko ada empat faktor yang dapat menumbuhkan fanatisme yaitu39,

38

Arif Tri Handoko dan Sonny Andrianto, Hubungan antara Fanatisme Positif Terhadap Klub Sepakbola dengan Motivasi Menjadi Suporter, Naskah Publikasi-Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya, UII, 2006, hal. 6

(56)

a. Memperlakukan kelompok tertentu sebagai ideologi. Hal ini terjadi kalau ada kelompok yang mempunyai pemahaman eksklusif dalam pemaknaan hubungan-hubungan sosial tersebut.

b. Sikap standar ganda. Artinya antara kelompok organisasi yang satu dengan kelompok organisasi yang lain selalu memakai standar yang berbeda untuk kelompoknya masing-masing,

c. Komunitas dijadikan legitimasi etis hubungan sosial. Sikap tersebut bukan sakralisasi hubungan sosial, tetapi pengklaiman tatanan sosial tertentu yang mendapat dukungan dari kelompok tertentu.

d. Klaim kepemilikan organisasi oleh kelompok tertentu. Pada sikap tersebut, seseorang seringkali mengidentikkan kelompok sosialnya dengan organisasi tertentu yang berperan aktif dan hidup dimasyarakat.

2.4 Semiotika Roland Barthes

Menurut Deddy Mulyana yang dikutip oleh Nawiroh Vera dalam bukunya Semiotika dalam Riset Komunikasi, semiotika atau semiologi merupakan studi tentang hubungan antara tanda (lebih khusus lagi simbol atau lambang) dengan apa yang dilambangkan40. Tanda dan simbol merupakan alat dan materi yang digunakan dalam interaksi. Komunikasi merupakan proses transasional dimana pesan (tanda) dikirimkan dari seseorang pengirim (sender) kepada penerima

39

Ibid. hal.7

_________Dikutip dari Mencari Akar Fanatisme Ideologi oleh Haryatmoko pada tahun 2003, Jakarta: Ghalia Indonesia

40

(57)

(receiver). Supaya pesan tersebut dapat diterima secara efektif maka perlu adanya proses interpretasi terhadap pesan tersebut, karena hanya manusialah yang memiliki kemampuan untuk menggunakan dan memaknai simbol-simbol, oleh karenanya lahirlah semiologi. Semiologi adalah ilmu yang digunakan untuk menginterpretasikan pesan (tanda) dalam proses komunikasi41.

John Fiske mengemukakan bahwa semiotika adalah studi tentang pertanda dan makna dari sitem tanda; ilmu tentang tanda, tentang bagaimana makna dibangun dalam „teks‟ media; atau studi tentang bagaimana tanda dari jenis karya

apapun dalam masyarakat yang mengkomunikasikan makna42.

Dari beberapa definisi yang telah dituturkan maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan semiotika adalah ilmu tentang tanda atau ilmu yang menelaah suatu „tanda‟. Semiotika dan komunikasi tentunya saling berkaitan.

Dalam proses komunikasi manusia, penyampaian pesan menggunakan bahasa, baik verbal maupun nonverbal. Bahasa terdiri atas simbol-simbol, yang mana simbol tersebut perlu dimaknai agar terjadi komunikasi yang efektif. Manusia memiliki kemampuan dalam mengelola simbol-simbol tersebut. Kemampuan ini mencakup empat bagian, yakni menerima, menyimpan, mengolah, dan menyebarkan simbol-simbol. Kegiatan-kegiatan ini yang membedakan manusia dari makhluk hidup lainnya43.

41

Ibid., hal.1-2

42

Ibid., hal. 2

“Mengutip buku John Fiske “Cultural and Communication Studies: Sebuah Pengantar Paling

Komprehensif” . Yogyakarta: Jalasutra. 2006, hal. 282”

43

Gambar

Gambar 2.1 Type of shot
Gambar 2.2 Type of shot Group
Tabel 2.1 Peta Tanda Roland Barthes
Gambar 2.3 Bagan Kerangka Berpikir Penelitian
+6

Referensi

Dokumen terkait