• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

3. Low Angle ( Frog Eye View )

2.3. Fanatisme Suporter Sepak Bola

Sering kita mendengar kata fanatik atau fanatisme pada hal yang menyangkut agama maupun olahraga khususnya sepak bola. Terkadang dalam meberikan dukungan untuk klub kebanggannya, suporter sepak bola mengarah kepada sikap fanatisme. Sikap merupakan suatu reaksi evaluatif yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang (sering kali berakar pada kepercayaan seseorang, dan muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang)30.

Perilaku setiap morang bermacam-macam, jika dikaitkan dengan sikap, perilaku maka secara umum perilaku cenderung lebih konsisten dengan sikap yang secara spesifik relevan dengannya dari pada dengan sikap umum yang berlaku untuk perilaku yang luas. Sikap tertentu yang menonjol akan lebih berlaku untuk perilaku yang lebih luas. Sikap tertentu yang lebih menonjol akan lebih mungkin mempengaruhi perilaku. Jika dilihat dari pengertiannya, menurut John

30

David G. Myers, Psikologi Sosial “Social Psychology”, Jakarta : Salemba Humanika, 2014, hal. 164

H. Harvey dan William P. Smith adalah kesiapan merespon secara konsisten dalam bentuk positif maupun negatif terhadap subjek atau situasi. Dari pengertian tersebut masih terdapat beberapa hal yang kurang jelas, sehingga W.J Thomas memberikan batasan sikap sebagai suatu kesadaran individu yang menentukan perbuatan-perbuatan yang nyata ataupun yang mungkin akan terjadi di dalam kegiatan-kegiatan social, dan sikap selalu diarahkan terhadap suatu hal atau objek tertentu. Dimana sikap itu sendiri memiliki 3 aspek penting yaitu :

a. Aspek kognitif : yang berhubungan dengan gejala mengenai pikiran. Ini berarti berwujud pengolahan, pengalaman, dan keyakinan serta harapan-harapan individu tentang objek atau kelompok objek tertentu.

b. Aspek afektif : berwujud proses yang menyangkut perasaan-perasaan tertentu ketakutan, kedengkian, simpati, antisipasi dan sebagainya yang ditunjukan kepada objek-objek tertentu.

c. Aspek konatif : berwujud proses tendensi atau kecenderungan berbuat sesuatu objek.

Suatu perilaku muncul akibat dari adanaya interaksi antara stimulus dan organisme. Perilaku, lingkungan, dan individu itu sendiri saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Ini berarti bahwa perilaku individu dapat mempengaruhi perilaku individu itu sendiri, di samping itu juga berpengaruh pada lingkungan, demikian pula lingkungan dapat mempengaruhi individu, demikian sebaliknya.

Menurut Martin Fishbein dalam buku milik Werner, tujuan seseorang melakukan sebuah perilaku yang ditentukan, adalah berdasarkan fungsi sikap seseorang sebelum melakukan perilaku tersebut, persepsi seseorang terhadap norma-norma yang mengatur perilaku tersebut dan motivasi seseorang untuk mengikuti norma-norma tersebut.

Skinner membedakan perilaku menjadi dua yaitu: a. Perilaku yang alami (innate bihaviour)

Yaitu perilaku yang dibawa sejak organism dilahirkan yaitu berupa refleks-refleks dan insting-insting. Perilaku yang terjadi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organism yang bersangkutan. Reaksi ini terjadi dengan sendirinya, otomatis, tidak diperintah susunan pusat saraf atau otak.

b. Perilaku operan (operant bihaviour)

Perilaku yang lain sebagai reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organism yang bersangkutan. Perilaku ini dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Proses yang terjadi pada otak atau pusat kesadaran ini yang disebut proses psikologis. Menurut Branca, perilaku yang berdasar pada proses psikologis disebut perilaku psikologis.

Perilaku seseorang dalam posisi sebagai individu dengan yang menjadi anggota kelompok yang memiliki kepentingan sama akan berada pada tingkat yang jauh berbeda. Menurut G.Le Bon (yang dipandang sebagai pelopor psikologi massa) bahwa “massa itu merupakan suatu

kumpulan orang banyak, berjumlah ratusan atau ribuan yang berkumpul dan mengadakan hubungan untuk sementara waktu, karena minat atau kepentingan bersama yang sementara pula”. Dimana pemikiran ini sejalan dengan Ahmadi yang mengatakan “group maupun massa memiliki kesamaan yaitu sekumpulan dari pada manusia dan mempunyai norma”. Sedangkan dari massa penonton atau pendukung mempunyai pengaruh yang besar terhadap konsentrasi dan juga dapat mempengaruhi daya juang atlet dalam mencapai prestasi. Selain itu juga bisa dikatakan sebagai group, yang menurut Ahmadi,”bahwa group adalah kumpulan dari beberapa orang yang mempunyai norma tertentu, sehingga melahirkan ikatan kejiwaan dan persamaan tujuan”.

Menurut Sherif, perbedaan antara kelompok social dengan massa terletak pada struktur, kelompok social telah memiliki struktur tertentu sedangkan massa tidak punya struktur. Beberapa pengertian diatas dapat dijadikan acuan pengertian dari massa itu sendiri yaitu sekumpulan seseorang yang memiliki kepentingan yang sama dan norma tertentu yang sifatnya hanya sementara. Massa yang semula pasif dapat berubah menjadi massa yang aktif. Max Mess mengatakan, dinyatakan massa penonton yang dapat memberikan sumbangan positif dan negate terhadap perkembangan dalam dunia olah raga, diantaranya:

(a)Massa insiders. Yaitu para atlet itu sendiri, wasit dan pelatih. Mereka orang yang memiliki hubungan erat antara yang satu dengan yang lainnya

karena peraturan yang tertulis maupun tidak tertulis sehingga terjadi pengertian. (b) massa suporter. Yaitu massa penonton yang menonton tim kesayangannya bertanding. Dimana penonton merasa memiliki tim yang sangat tinggi sehingga ada sikap fanatime, yang sisi jeleknya adalah bila tim yang diharapkan ini tidak dapat menang maka mereka dapat membuat kerusuhan. (c) massa penonton adalah massa yang suka akan kegiatan olah raga lainnya. Yaitu sekelompok massa yang melihat suatu pertandingan sebagai suatu pertandingan olah raga yang bermutu atau berkualitas. (d) massa undangan. Adalah suatu massa yang datang dalam suatu pertandingan karena keberadaannya dalam suatu masyarakat, (e) massa penjudi: massa penonton yang kedatangannya disuatu pertandingannya adalah untuk mengadakan taruhan atau berjudi.

Menurut Le Bon, massa mempunyai sifat psikologis tersendiri, orang yang bergabung dalam massa akan berbuat sesuatu, yang tidak akan diperbuat jika individu tidak ikut bergabung. Massa memiliki hokum mental unity atau law of mental unity yaitu bahwa dalam massa adanya kesatuan mind, kesatuan jiwa, seperti yang dikemukakan:

“siapapun individu yang menyusun itu, bagaimanapun juga suka atau tidak suka dengan gaya hidup mereka, kedudukan mereka, kenyataannya bahwa mereka telah diubah dalam satu kerumunan yang meletakkan mereka pada pemikiran kolegtif”

a. Implusive; massa itu akan mudah memberikan respon terhadap rangsang atau stimulus yang diterimanya. Karena sikap implusive ini maka massa ingin bertindak cepat sebagai reaksi terhadap stimulus yang diterimanya.

b. Mudah sekali tersinggung; sehingga untuk membangkitkan daya gerak massa diperlukan stimuli yang dapat menyinggung perasaan massa yang bersangkutan.

c. Sugestibel; massa dapat mudah menerima sugesti dari luar.

d. Tidak rasional; karena massa sugestibel, maka dalam bertindak tidak rasional dan mudah dibawa oleh sentiment-sentiment.

e. Adanaya social fasilitation; menurut Allport yaitu dengan adanya penguatan aktivitas individu yang lain. Perbuatan individu lain dapat merangsang atau menguatkan perbuatan individu lain yang tergabung dalam massa itu. Sedangkan menurut Tarde disebut sebagai imitasi, tetapi lain dengan Sighele yang mengatakan bahwa itu merupakan sugesti. Lain pula dengan G. Le Bon yang mengatakan hal tersebut adalah contagion and suggestion dan dalam suasana ini ada suasana hipotik.

Para pendukung tim sepak bola sendiri sebenarnya dapat dibedakan dalam beberapa kategori, yaitu:

Adalah fans sepakbola yang brutal ketika tim idolanya kalah bertanting. Hooligan merupakan stereotip suporter bola dari inggris tapi kemudian menjadi fenomena global. Sebagian besar dari hooligan adalah back-packer yang telah berpengalaman dalam berpergian. Mereka sering menonton pertandingan yang beresiko besar. Banyak dari meraka yang keluar masuk penjara karena sering terlibat bentrok fisik. Untuk mengantisipasi adanya kerusuhan, gaya berpakaian mereka pun sudah dipersiapkan untuk berkelahi. Mereka jarang menggunakan pakaian yang sama dengan tim pilihannya, dan memilih berpakaian asal-asalan agar tidak terditeksi polisi. Meskipun begitu biasanya mereka tidak mau menggunakan senjata dan duduk secara berpencar.

b. Ultras

Kata ini berasal dari bahasa Latin yang berarti di luar kebiasaan. Kalangan ultras tak pernah berhenti menyanyi mendengungkan yel-yel tim selama bertandingan berlangsung. Mereka juga rela berdiri sepanjang permainan dan menyalakan gas warna-warni untuk mencari perhatian. Hasil intruksi ultras yang sangat kreatif terhadap penonton yang lain adalah gelombang yang biasanya berada di dalam stadion. Meskipun memiliki karakter yang sama dengan hooligan yaitu temperamental ketika tim mereka kalah bertanding atau diremehkan, tetapi tujuan mereka utama adalah mendukung tim, bukan untuk unjuk kekuatan lewat adu fisik. Anggota ultras adalah mereka yang sangat setia dan loyal terhadap tim favoritnya cukup lama.

c. The VIP

Bagi mereka yang lebih penting adalah agar ditonton oleh penonton lain. Sebagian besar kelompok i8ni adalah pembisnis tingkat tinggi yang menyaksikan pertandingan di kotak VIP demi sebuah gengsi untuk pencitraan diri. Dalam area VIP atau bisa disebut skyboxes, jutawan dapat bertemu rekan bisnis lainnya dengan menghasilkan kesepakatan penting. Mereka tidak perduli dengan hasil skor kecuali itu akan mempengaruhi bisnis yang digekuti.

d. Daddy/Mommy

Mereka adalah orang-orang yang suka melibatkan atau membawa anggota keluarga mereka, menonton pertandingan bola layaknya sebuah rekreasi keluarga untuk mempererat persodaraan. Sehingga mereka menonton bola jika tiket tidak terlalu mahal atau pada saat pertandingan penyisihan saja. Sebagian para Daddy/mommy adalah karyawan prefisional yang gemar sepak bola tetapi tidak terlalu fanatik. Letak tempat duduk mereka saat menonton biasanya jauh dari hooligan atau ultras. Mereka menghuatirkan anak-anak mereka menjadi sasaran massa ketika terjadi kerusuhan.

e. Chrismas Tree

Dipanggil Chrismas Tree (pohon natal) karena sekujur tubuh dan pakaiannya dipenuhi berbagai atribut tim mulai dari badge, pin, stiker, tato, coret-coretan wajah, dan rambut dengan aneka gaya. Mereka tidak hanya menonton sepakbola tetapi juga menunjukan identitas Negara atau

tim favorit mereka lewat busana tradisional khas Negara mereka dan duduk diarea yang jauh dari ultras maupun hooligan.

f. The Expert

Sebagian mereka pengsiunan yang telah berumur yang tak saying menggunakan uang pensiunan untuk bertaruh, sehingga tak heran jika wajah mereka selalu tegang sepanjang pertandingan. Dan tak jarang juga mereka meneguk berbotol-botol minuman karena begitu tegangnya. Para ahli pertaruhan ini biasanya hanya tertarik pada pertandingan sekelas World Cup dan UEFA Cup, bukan liga ataupun antar klub. Letak duduk mereka selalu dekat gawang untuk memudahkan mereka untuk berteriak member semangat, yang layaknya pelatih mereka juga mengarahkan strategi apa yang harus dijalankan pemain. Di tangan mereka selalu tergenggam telepon dan Koran untuk memprediksi akhir dari permainan. g. Couch Potato

Ini kelompok terbesar dari fans sepakbola, mereka tidak menoton langsung di stadion tetapi lewat TV di rumah. Tipe ini berasumsi bahwa menonton melalui TV lebih nyaman dari pada membuang uang untuk sebuah pertandingan yang belum tentu bagus. Prinsip fans ini adalah murah meriah. Sambil menonton, selalu sedia camilan dan minuman didekatnya. Terkadang hanya didepan tv, mereka juga berdandan seolah-olah ada didalam lapangan dengan menggunakan kaos tim, bendera dan segala macam atribut ikut meramaikan ajang nonton tersebut.

Jadi dengan kata lain, sikap dapat mempengaruhi apa yang muncul dalam perasaan dan perilaku seseorang. Namun ekspresi dari sikap kita dan perilaku kita masing-masing tergantung pada banyak pengaruh baik dari dalam maupun luar. Sedangkan fanatisme menurut Giulianotti merupakan sebuah rasa kecintaan yang lebih, sehingga akan berdampak luar biasa terhadap sikap hidup seseorang. Segala sesuatu yang diyakini akan memberikan sebuah kecintaan dan semangat hidup yang lebih pada orang tersebut31.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia fanatisme adalah keyakinan / kepercayaan yang terlalu kuat terhadap ajaran (politik, agama dan sebagainya). J.P mengatakan bahwa fanatik merupakan satu sikap penuh semangat yang berlebihan terhadap satu segi pandangan atau satu sebab. Suatu sikap tersebut bisa berdasarkan pemikiran dan pemahamannya yang tidak berubah-ubah atau tetap terhadap satu segi pandangan, yang menurut Winston Churchill bahwa “A fanatik is one who can‟t change his mind and won‟t cange the subject” dengan artian bahwa seseorang yang fanatik yang mana tidak bisa berubah pemikirannya dan tidak akan berubah pokok materi. Fanatisme sendiri diartikan sebagai suatu paham fanatik terhadap suatu hal, karena dalam EYD, kata yang berakhiran isme adalah merupakan faham. Fanatik berbeda dengan fanatisme, fanatik merupakan sikap yang timbul saat seseorang menganut fanatisme (faham fanatik), sehingga fanatisme itu adalah sebab dan fanatik merupakan akibat.

Achmad Mubarak mengatakan bahwa fanatik adalah suatu istilah yang digunakan untuk menyebut suatu keyakinan atau suatu pandangan tentang suatu

31

Richard Gulianotti, Sepak Bola Pesona Sihir Permainan Global, Yogyakarta : Appeiron Pylothe, 2006, hal. 71

yang positif atau yang negatif, pandangan mana yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Secara umum, fanatisme terdiri beberapa jenis yaitu: fanatisme konsumen, agama, ideology dan politik, kesenangan, olahraga, etnik dan kesukaan, dan fanatisme kesukaan.

Suatu perilaku tidak terlepas dari ciri yang menjadikan perilaku tersebut dapat disebut sebagai perilaku fanatik, yaitu :

a. Adanya antusiasme/semangat berlebihan yang tidak berdasarkan pada akal sehat melainkan pada emosi tidak terkendali. Ketiadaan akal sehat itu mudah membuat orang yang fanatik melakukan hal-hal yang tidak proporsional, sehingga melakukan hal-hal yang kurang waras.

b. Pendidikan yang berwawasan luas dapat menimbulkan benih-benih sikap solider, sebaliknya indotrinasi yang kerdil dapat mengakibatkan benih-benih fanatisme. Yang dimaksud disisni adalah ketika seseorang memiliki pendidikan yang tinggi dan wawasan yang luas terhadap pengetahuan yang ada, maka rasa solidaritasnya yang timbul dari diri orang tersebut, karena dapat mengerti dan memahami serta dapat menempatkan suatu hal pada tempatnya. Sedangkan lain halnya seseorang yang diberi doktrin terus menerus, karena tidak diimbangi dengan wawasan yang luas, sehingga bukan pengembangan diri berdasarkan wawasan, pengetahuan dan pengalaman yang

dimiliki tetapi pembentukan diri yang dipaksakan berdasarkan doktrin yang diberikan secara terus menerus akan menimbulkan bibit fanatisme dalam dirinya.

Dalam teorinya, fanatisme secara garis besar memiliki empat teori utama, yaitu :

a. Sebagai ilmu jiwa mengatakan bahwa sikap fanatik itu merupakan sikap natural (fitrah) manusia, dengan alasan bahwa lapisan masyarakat manusia di manapun dapat dijumpai individu atau kelompok yang memiliki sikap fanatik. Dikatakan bahwa sikap fanatisme itu merupakan konsekuensi logis dari kemajemukan social atau hiteroginitas dunia, karena sikap fanatik tak mungkin timbul tanpa didahului perjumpaan dua kelompok social. b. Pendapat kedua mengatakan bahwa fanatisme bukan fitrah

manusia, tetapi merupakan hal yang dapat direkayasa. Alasan dari pendapat ini ialah bahwa anak-anak, tanpa membedakan warna kulit ataupun agama. Anak-anak dari bebagai jenis bangsa dapat bergaul akrab secara alami sebelum ditanamkan suatu pandangan oleh orang tuanya atau masyarakat. Seandainya fanatik itu bawaan manusia, pasti secara serempak dapat dijumpai gejala fanatik disembarang tempat dan sembarang waktu. Nyatanya

fanatisme itu muncul secara berserakan dan berbeda-beda sebabnya.

c. Teori lain menyebutkan bahwa fanatisme berakar dari tabiat agresi seperti yang dimaksud oleh Freud ketika ia menyebut insting eros dan tanatos.

d. Adanya teori lain yang lebih masuk akal yaitu bahwa fanatisme itu berakar dari pengalaman hidup secara actual. Pengalaman kegagalan dan frustasi pada masa kanak-kanak dapat menimbulkan tingkat emosi yang menyerupai dendam dan agresi kepada kesuksesan, dan kesuksesan itu kemudian dipersonifikasi menjadi orang lain yang sukses. Seseorang yang selalu gagal biasanya merasa tidak disukai oleh orang yang sukses. Perasaan itu kemudian berkembang menjadi merasa terancam oleh orang yang sukses yang akan menghancurkan dirinya. Muncul kelompok ultra ekstrim dalam suatu masyarakat biasanya berawal dari terpinggirkannya peran sekelompok orang dalam system social (ekonomi dan politik) masyarakat dimana orang-orang itu tinggal.

Fanatisme merupakan suatu pandangan tentang sesuatu, yang positif atau yang negatif, pandangan yang tidak memiliki sandaran teori atau pijakan kenyataan, tetapi dianut secara mendalam sehingga susah diluruskan atau diubah. Begitupun dalam www.psikoterapis.com disebutkan bahwa fanatisme biasanya tidak rasional

atau keyakinan seseorang yang terlalu kuat dan kurang menggunakan akal budi sehingga tidak menerima faham yang lain dan bertujuan untuk mengejar sesuatu. Adanya fanatisme dapat menimbulkan perilaku agresi dan sekaligus memperkuat keadaan individu yang mengalami deindividuasi untuk lebih tidak terkontrol perilakunya32.

Fanatisme biasanya tidak rasionil, oleh karena itu argumen rasionilpun susah digunakan untuk meluruskannya. Fanatisme dapat disebut sebagai orientasi dan sentimen yang mempengaruhi seseorang dalam, (a) berbuat sesuatu, menempuh sesuatu atau memberi sesuatu; (b) dalam berfikir dan memutuskan; (c) dalam mempersepsi dan memahami sesuatu dan; (d) dalam merasa. Secara psikologis, seseorang yang fanatik biasanya tidak mampu memahami apa-apa yang ada diluar dirinya, tidak faham terhadap masalah orang atau kelompok lain, tidak mengerti faham atau filsafat selain yang mereka yakini. Tanda-tanda yang jelas dari sifat fanatik ini adalah ketidakmampuan memahami karakteristik individual orang lain yang berada diluar kelompoknya, benar atau salah33. Oleh karenanya, fanatisme tidak hanya memberikan dukungan dan semangat, akan tetapi fanatisme suporter sepak bola di Indonesia khususnya sudah ada yang mengarah pada sikap hooligan. Secara umum, Hooligan diidentifikasikan sebagai orang atau sekelompok orang yang sering membuat onar atau kerusuhan34. Dalam sepak bola hooligan akan

32

Psikoterapis, Apa itu Fanatisme? , http://www.psikoterapis.com/?en_apa-itu-fanatisme-,72 , diakses pada tanggal 27 maret 2016, pukul 19.19 WIB

33

Achmad Mubarok, Psikologi Fanatik, http://mubarok-institute.blogspot.co.id/2006/08/psikologi-fanatik.html , diakses pada tanggal 19 agustus 2016 pukul 18.48 wib

34

merasakan kenikmatan saat mereka menghadapi situasi chaos atau rusuh, baik dengan kelompok suporter lain maupun dengan aparat keamanan35. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kerusuhan yang terjadi antar suporter sepak bola usai ataupun saat pertandingan

Akar-akar fanatisme terletak pada tiga pilar, yakni pilar sosiologis, pilar epistemologis, dan pilar psikologis manusia yang ketiganya, secara bersamaan, mendorong orang untuk menjadi fanatik. Pada level sosiologis, kita bisa memetakan faktor-faktor internal di dalam proses globalisasi dan pengaruh sosial yang membuat orang menjadi fanatik. Dalam arti ini, kita bisa mengatakan, bahwa pengaruh sosial amat kuat mendorong orang untuk menjadi fanatik36.

Secara sosiologis misalnya, fanatisme bisa lahir karena faktor bentukan lingkungan, orang tua, penanaman suatu nilai yang diturunkan terus menerus ke setiap generasi. Misalnya sehingga muncul pemitosan di kalangan pendukung tim Persib bahwa The Jak adalah musuh mereka, begitupun sebaliknya. Untuk contoh yang satu ini sehingga jelas ada faktor penurunan dendam dari satu kelompok terhadap kelompok lain untuk mengawetkan kebencian yang pada akhirnya sudah tidak lagi mendasar37.

Fanatisme sebenarnya dapat berdampak positif jika disalurkan secara kreatif. Fanatisme seorang suporter dalam mendukung tim kebanggannya adalah

35

Ibid. hal 40

36

Reza A.A Wattimena, Akar-akar Fanatisme, https://rumahfilsafat.com/2012/11/17/akar-akar-fanatisme/ , diakses pada tanggal 17 september 2016 pukul 20:46 wib

37

Aisha Shaidra, „Mengupas‟ Fanatisme, Group Diskusi Liberal Arts – Forum Indonesia Muda, http://www.kompasiana.com/budimanibnu/mengupas-fanatisme_552b32fd6ea8343b0f552d10 diakses pada tanggal 17 september 2016 pukul 20:56 wib

hal yang wajar dalam sepakbola tanah air. Sikap positif yang ditunjukkan oleh suporter yang fanatik dapat dilihat dari kesediaan suporter dalam membeli karcis sesuai dengan prosedur, mengikuti kemanapun timnya bertanding meski itu adalah laga tandang dan aksi heroik dengan tiada henti-hentinya para suporter menyanyikan lagu dan yel-yel untuk memberikan semangat kepada klub yang sedang bertanding. Meski cuaca panas terik, mereka tetap memeriahkan tribun dengan menggunakan atribut-atribut yang mencirikan organisasinya. Selain memakai atribut, tidak segan-segan ada suporter yang mengecat wajahnya, menggunakan kostum-kostum yang unik dan juga memperlihatkan tarian-tarian yang semata-mata untuk memberikan semangat kepada klub kebanggaannya yang sedang bertanding.

Wujud dari fanatisme tidak hanya sekedar perasaan cinta yang melahirkan kesetiaan dan kontribusi positif pada tim yang didukung tetapi juga jika cinta itu berlebihan dapat menimbulkan perilaku yang nekat. Fanatisme acapkali dipandang sebagai penyebab menguatnya perilaku kelompok yang tidak jarang dapat menimbulkan perilaku yang tidak diinginkan. Individu yang fanatik akan cenderung kurang memperhatikan kesadaran sehingga seringkali perilakunya kurang terkontrol dan tidak rasional. Misalnya jika tim kebanggaannya kalah ketika bertanding. Tidak segan-segan adanya suporter yang melempar benda keras atau memancing keributan lainnya tak hanya didalam atau luar stadion, tapi juga di tempat seperti bar, cafe atau tempat-tempat yang biasa dijadikan nonton bareng para suporter. Hal tersebut dipicu karena sepak bola kini bukan hanya tentang

olahraga, ataupun permainan dilapangan semata, namun juga tentang harga diri yang dipertaruhkan hanya untuk menyandang gelar juara.

Adapun aspek-aspek fanatisme menurut Goddard diantaranya adalah38;

Dokumen terkait