• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMERINTAH PROVINSI MALUKU PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

PEMERINTAH PROVINSI MALUKU

PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR MALUKU,

Menimbang : a. bahwa usaha mikro, kecil dan menengah di Provinsi Maluku sebagai pelaku usaha memiliki arti penting dalam peran, dan kedudukan yang strategis guna menopang ketahanan ekonomi masyarakat sebagai wahana penciptaan lapangan kerja;

b. bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, maka sumber daya manusia usaha mikro, kecil dan menengah perlu disertai dengan peningkatan kemampuan yang memadai dalam bidang manajemen, bisnis, permodalan, teknologi dan kemampuan berkompetisi;

c. bahwa untuk memberikan arah, landasan dan kepastian hukum kepada semua pihak yang terlibat dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah maka diperlukan pengaturan tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

Mengingat : 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang Darurat Nomor 22 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Maluku (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1957 Nomor 79) sebagai Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1617); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan

(2)

2

Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 4. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4866);

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI MALUKU dan

GUBERNUR MALUKU MEMUTUSKAN:

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH.

BAB I

KETENTUAN UMUM Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Maluku.

2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Maluku.

3. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Maluku. 4. Gubernur adalah Gubernur Maluku.

5. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Maluku.

6. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Kabupaten/Kota di Maluku.

7. Dinas adalah Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Provinsi Maluku.

8. Dinas/Badan/Kantor adalah Dinas/Badan/Kantor di lingkungan Pemerintah Provinsi Maluku yang mempunyai tugas untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam sektor kegiatannya.

9. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro.

10. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil.

11. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan

(3)

3

merupkan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah ini.

12. Usaha Besar adalah usaha ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari Usaha Menengah, yang meliputi usaha nasional milik Negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia.

13. Dunia Usaha adalah Usaha Mikro, Usaha Kecil, Usaha Menengah dan Usaha Besar yang melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia dan berdomisili di Indonesia.

14. Pemberdayaan adalah upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, Dunia Usaha, dan masyarakat secara sinergis dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan usaha terhadap Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.

15. Hak Atas Kekayaan Intelektual yang selanjutnya disingkat HAKI adalah Hak Eksklusif yang diberikan oleh negara pada pemilik Kekayaan Intelektual dalam kurun waktu tertentu berdasarkan Peraturan Perundang-undangan.

16. Kekayaan Intelektual adalah kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual manusia yang dapat berupa karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

17. Iklim Usaha adalah kondisi yang diupayakan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, Menengah secara sinergis melalui penetapan berbagai peraturan perundang-undangan dan kebijakan di berbagai aspek kehidupan ekonomi agar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah memperoleh pemihakan, kepastian, kesempatan, perlindungan, dan dukungan berusaha yang seluas-luasnya.

18. Pengembangan adalah upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, Dunia Usaha, dan masyarakat untuk memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah melalui pemberian fasilitas, bimbingan, pendampingan, dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan meningkatkan kemampuan dan daya saing Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

19. Pembiayaan adalah penyediaan dana oleh Pemerintah Provinsi, Dunia Usaha, dan masyarakat melalui bank, koperasi, dan lembaga keuangan bukan bank, untuk mengembangkan dan memperkuat permodalan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

20. Penjaminan adalah pemberian jaminan pinjaman Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah oleh Lembaga Penjamin Kredit sebagai dukungan untuk memperbesar kesempatan memperoleh pinjaman dalam rangka memperkuat permodalannya.

21. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan yang selanjutnya disingkat TSP adalah tanggungjawab yang melekat pada setiap perusahaan untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat.

22. Kemitraan adalah kerjasama dalam keterkaitan usaha, baik langsung maupun tidak langsung, atas dasar prinsip saling memerlukan, mempercayai, memperkuat dan menguntungkan yang melibatkan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengan dengan Usaha Besar.

(4)

4

23. Perlindungan Usaha adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada usaha untuk menghindari praktik monopoli dan pemusatan kekuatan ekonomi oleh Pelaku Usaha.

24. Pelaku Usaha adalah setiap orang per orang atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan di daerah atau melakukan kegiatan dalam daerah, baik sendiri maupun bersama-sama melalui kesepakatan menyelenggarakan kegiatan mikro, usaha kecil dan menengah dalam berbagai bidang ekonomi rakyat.

25. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Maluku. 26. Kelompok Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah kelompok wirausaha

pemula yang berada pada tingkatan penumbuhan.

27. Sentra Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah kelompok Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sejenis yang berada dalam suatu wilayah tertentu berdasarkan produk yang dihasilkan, bahan baku yang digunakan atau jenis dari proses pengerjaannya yang sama.

28. Klaster adalah aglomerasi perusahaan yang membentuk kerjasama strategis dan komplementer serta memiliki hubungan yang intensif.

29. Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi.

30. Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Kawasan Industri.

31. Perusahaan Kawasan Industri adalah perusahaan yang mengusahakan pengembangan dan pengelolaan Kawasan Industri.

32. Jejaring Usaha adalah kumpulan usaha yang berada dalam Industri sama atau berbeda yang memiliki keterkaitan satu sama lain dan kepentingan yang sama.

33. Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PPNS adalah pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang untuk melakukan penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah.

34. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berasaskan: a. kekeluargaan; b. demokrasi ekonomi; c. kebersamaan; d. efisiensi berkeadilan; e. berkelanjutan; f. berwawasan lingkungan; g. kemandirian;

h. keseimbangan kemajuan; dan i. kesatuan ekonomi nasional.

35. Tujuan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah untuk: a. menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka

membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang menghormati persamaan hak dan kewajiban dalam berusaha; b. mewujudkan struktur perekonomian di Maluku yang seimbang,

berkembang, dan berkeadilan;

c. meningkatkan partisipasi masyarakat dan dunia usaha untuk menumbuhkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

(5)

5

d. meningkatkan produktivitas, daya saing, dan pangsa pasar usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

e. menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakat, khususnya bagi para pelaku Usah Mikro, Kecil dan Menengah;

f. meningkatkan akses terhadap sumber daya produktif dan pasar yang lebih luas;

g. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai pelaku ekonomi yang tangguh, professional, dan mandiri sebagai basis pengembangan ekonomi kerakyatan yang bertumpu pada mekanisme pasar yang berkeadilan, berbasis pada sumber daya alam serta sumber daya manusia yang produktif, mandiri, maju berdaya saing, berwawasan lingkungan, dan berkelanjutan; dan

h. meningkatkan peran Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi dan pengentasan rakyat dari kemiskinan.

36. Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah didasarkan pada prinsip: a. efektif; b. efisien; c. terpadu: d. berkesinambungan; e. profesional; f. adil; g. transparan; h. akuntabel; i. kemandirian; j. etika usaha; dan k. sadar lingkungan.

BAB II RUANG LINGKUP

Pasal 2

Ruang lingkup Peraturan Daerah Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah meliputi:

a. perencanaan; b. pelaksanaan; dan

c. evaluasi dan pelaporan.

BAB III

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Bagian Kesatu

Umum Pasal 3

(1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dimaksudkan untuk memberikan arah, pedoman dan alat pengendali pencapaian tujuan pemberdayaan.

(6)

6

(2) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan oleh:

a. Pemerintah Provinsi;

b. Pemerintah Kabupaten/Kota; c. Dunia Usaha;

d. Lembaga swadaya masyarakat; e. Lembaga pendidikan; dan f. masyarakat.

(3) Evaluasi dan pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf c dilakukan untuk mengukur keberhasilan program Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Bagian Kedua Perencanaan

Pasal 4

(1) Dinas/Badan/Kantor wajib menyusun perencanaan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah setiap 1 (satu) tahun.

(2) Penyusunan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berkoordinasi dengan Dinas, dan dapat melibatkan Pemerintah Kabupaten/Kota serta pemangku kepentingan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Ketiga Pelaksanaan

Pasal 5

(1) Pelaksanaan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dilakukan oleh Dinas/Badan/Kantor dilingkungan Pemerintah Provinsi.

(2) Pelaksanaan Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib berkoordinasi dengan Dinas.

(3) Dalam membiayai pelaksanaan Pemberdayaan, Pemerintah Provinsi menyediakan dana dari APBD pada setiap tahun anggaran, yang didukung oleh dana APBD Kabupaten/Kota.

(4) Badan Usaha Milik Negara/Daerah menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, dan bentuk pembiayaan lainnya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembiayaan pelaksanaan Pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur.

Bagian Keempat Evaluasi dan Pelaporan

Pasal 6

(1) Dinas/Badan/Kantor wajib melakukan evaluasi tahunan.

(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaskud pada ayat (1) disampaikan kepada Dinas.

(7)

7

(3) Setiap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang telah memperoleh Pemberdayaan dari Pemerintah Provinsi wajib menyampaikan laporan kinerja kepada Dinas.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi dan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB IV

KRITERIA USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH Pasal 7

(1) Kriteria Usaha Mikro yakni:

a. memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau b. memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00

(tiga ratus juta rupiah). (2) Kriteria Usaha Kecil yakni:

a. memiliki kekayaan bersih paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) atau paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling sedikit Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah).

(3) Kriteria Usaha Menengah adalah:

a. memiliki kekayaan bersih paling sedikit Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

b. memiliki hasil penjualan tahunan paling sedikit Rp. 2.500.000.000,00

(dua milyar lima ratus juta rupiah) atau paling banyak Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).

BAB V

BENTUK PEMBERDAYAAN Pasal 8

(1) Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dilakukan dalam bentuk:

a. fasilitasi permodalan;

b. dukungan kemudahan memperoleh bahan baku dan fasilitas pendukung dalam proses produksi;

c. pendidikan dan pelatihan;

d. pelibatan dalam pameran perdagangan;

e. pelibatan dalam proses pengadaan barang dan jasa; dan f. fasilitasi HAKI.

(2) Setiap bentuk pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perlu didukung kegiatan pendampingan usaha yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Pendidikan.

(8)

8

(3) Untuk mendukung kegiatan pendampingan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Dinas menyusun dan menerbitkan Panduan Kegiatan yang dijadikan rujukan oleh Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Pendidikan.

(4) Pemberdayaan dalam bentuk fasilitasi permodalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

(5) Pemberdayaan dalam bentuk dukungan kemudahan memperoleh bahan baku dan fasilitasi pendukung dalam proses produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara :

a. meningkatkan teknik produksi dan pengolahan serta kemampua manajemen bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

b. pengadaan sarana dan prasarana, produksi dan pengolahan, bahan baku, dan kemasan bagi produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan c. mendorong penerapan standarisasi dalam proses produksi dan

pengolahan.

(6) Pemberdayaan dalam bentuk pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan produksi serta lain-lain jenis pendidikan dan pelatihan yang dapat mendukung pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

(7) Pemberdayaan dalam bentuk pelibatan dalam pameran perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dimaksudkan untuk memperluas akses pasar dan meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di dalam dan di luar negeri.

(8) Pemberdayaan dalam bentuk pelibatan dalam proses pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dimaksudkan untuk keikutsertaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam lelang pengadaan barang dan jasa dari Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

(9) Pemberdayaan dalam bentuk fasilitasi HAKI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dimaksudkan untuk memfasilitasi pemilikan HAKI atas produk dan desain Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam kegiatan usaha dalam negeri dan ekspor.

(10) Dalam hal ditemukan dokumen dan/atau informasi yang diberikan oleh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah tidak benar dan/atau menyalahgunakan fasilitas pemberdayaan yang diterimanya maka pemberdayaan pada yang bersangkutan dihentikan atau dialihkan kepada Usaha Mikro, kecil dan Menengah lainnya.

BAB VI PENDEKATAN

Pasal 9

(1) Untuk mempercepat, memperluas dan mengefisiensikan pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah perlu dilakukan dengan pendekatan : a. Kelompok;

b. Sentra; dan c. Klaster.

(2) Pendekatan Kelompok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diterapkan pada tingkat penumbuhan wirausaha baru, meliputi beberapa

(9)

9

jenis komoditi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara selektif.

(3) Pendekatan Sentra sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diterapkan pada tahap peningkatan usaha sejenis yang difokuskan kepada satu komoditi unggulan dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara selektif dalam kuantitas cukup.

(4) Pendekatan Klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diterapkan pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang menjadi prioritas Pengembangan Industri di Daerah, dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu Kawasan Industri.

(5) Dalam setiap Kawasan Industri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) perusahaan Kawasan Industri wajib menyediakan lahan bagi kegiatan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai evaluasi pendekatan Kelompok, Sentra dan Klaster sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB VII

PENCIPTAAN IKLIM DAN PERLINDUNGAN USAHA Bagian Kesatu

Penciptaan Iklim Usaha Pasal 10

(1) Pemerintah Provinsi memfasilitasi penciptaan Iklim Usaha yang mendukung Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan menetapkan kebijakan yang meliputi aspek:

a. pendanaan;

b. sarana dan prasarana; c. informasi usaha;

d. kemitraan; e. perizinan usaha;

f. kesempatan berusaha; g. promosi dagang; dan h. dukungan kelembagaan.

(2) Pemerintah Kabupaten/Kota, Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan dan Masyarakat berperan serta secara aktif membantu menumbuhkan penciptaan Iklim Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 11

Aspek pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a ditujukan untuk:

a. memperluas sumber pendanaan dan memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk dapat mengakses kredit perbankan dan lembaga keuangan selain bank;

b. memperbanyak lembaga pembiayaan dan memperluas jaringannya sehingga dapat diakses oleh usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

(10)

10

c. memberikan kemudahan dalam memperoleh pendanaan secara cepat, tepat, murah dan tidak diskriminatif dalam pelayanan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan; dan

d. membantu para pelaku Usaha Mikro dan Usaha Kecil untuk mendapatkan pembiayaan dan jasa/produk keuangan lainnya yang disediakan oleh perbankan dan lembaga keuangan bukan bank, baik yang menggunakan Sistem konvensional maupun sistem syariah dengan jaminan yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

Pasal 12

Aspek sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b ditujukan untuk:

a. mengadakan prasarana umum yang dapat mendorong dan mengembangkan pertumbuhan Usaha Mikro dan Kecil; dan

b. memberikan keringanan tarif prasarana tertentu bagi Usaha Mikro dan Kecil.

Pasal 13

Aspek informasi usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c ditujukan untuk:

a. membentuk dan mempermudah pemanfaatan bank data dan jaringan informasi bisnis;

b. mengadakan dan menyebarluaskan informasi mengenai pasar, sumber pembiayaan, komoditas, penjaminan, desain dan teknologi, dan mutu; dan c. memberikan jaminan transparansi dan akses yang sama bagi semua pelaku

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah atas segala informasi usaha.

Pasal 14

Aspek kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf d ditujukan untuk:

a. mewujudkan kemitraan antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

b. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;

c. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam pelaksanaan transaksi usaha antar-Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; d. mendorong terjadinya hubungan yang saling menguntungkan dalam

pelaksanaan transaksi usaha antara Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Usaha Besar;

e. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

f. mendorong terbentuknya struktur pasar yang menjamin tumbuhnya persaingan usaha yang sehat dan melindungi konsumen; dan

g. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

(11)

11

Pasal 15

(1) Aspek perizinan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf e ditujukan untuk:

a. menyederhanakan tata cara permohonan izin usaha dan jenis perizinan usaha dengan sistem pelayanan terpadu satu pintu; dan b. membebaskan biaya perizinan usaha bagi Usaha Mikro dan

memberikan keringanan biaya perizinan usaha bagi Usaha Kecil dan Menengah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan persyaratan izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 16

(1) Aspek kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf f ditujukan untuk:

a. menentukan peruntukan tempat usaha yang meliputi pemberian lokasi di pasar, ruang pertokoan, lokasi sentra Industri, lokasi pertanian rakyat, lokasi pertambangan rakyat, lokasi yang wajar bagi pedagang kaki lima, serta lokasi lainnya;

b. menetapkan alokasi waktu berusaha untuk Usaha Mikro dan Kecil di subsektor perdagangan retail;

c. mencadangkan bidang dan jenis kegiatan usaha yang memiliki kekhususan proses, bersifat padat karya, serta mempunyai warisan budaya yang bersifat khusus dan turun- emurun;

d. menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah serta bidang usaha yang terbuka untuk Usaha Besar dengan syarat harus bekerjasama dengan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

e. melindungi usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

f. mengutamakan penggunaan produk yang dihasilkan oleh Usaha Mikro dan Kecil melalui pengadaan secara langsung;

g. memprioritaskan pengadaan barang atau jasa dan pemborongan kerja Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota; dan

h. memberikan bantuan konsultasi hukum dan pembelaan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan dan pengendalian kesempatan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 17

(1) Aspek promosi dagang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf g, ditujukan untuk:

a. meningkatkan promosi produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di dalam dan di luar negeri.

b. memperluas sumber pendanaan untuk promosi produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di dalam dan di luar negeri; dan

c. memberikan insentif untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang mempu menyediakan pendanaan secara mandiri dalam kegiatan promosi produk di dalam dan di luar negeri.

(12)

12

(2) Pelaksanaan promosi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah.

Pasal 18

Aspek dukungan kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf h ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan fungsi inkubator, lembaga layanan pengembangan usaha, konsultan keuangan mitra bank, dan lembaga profesi sejenis lainnya sebagai lembaga pendukung Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.

Bagian Kedua Perlindungan Usaha

Pasal 19

(1) Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan dan masyarakat wajib memberikan Perlindungan Usaha kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

(2) Perlindungan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk:

a. pencegahan terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelompok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

b. perlindungan atas usaha tertentu yang strategis untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah dari upaya monopoli dan persaingan tidak sehat lainnya:

c. perlindungan dari tindakan diskriminasi dalam pemberian layanan Pemberdayaan untuk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

d. pemberian bantuan konsultasi hukum dan pembelaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan melibatkan peran serta Perguruan Tinggi.

(3) Bentuk Perlindungan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan upaya yang diarahkan pada terjaminnya kelangsungan hidup Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam kemitraan dengan Usaha Besar. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Perlindungan Usaha sebagaimana

dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Gubernur.

BAB VIII

PENGEMBANGAN USAHA Pasal 20

(1) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi Pengembangan Usaha dalam bidang meliputi:

a. bahan baku;

b. teknologi produksi;

c. pengembangan desain produk dan kemasan; d. pemasaran; dan

(13)

13

(2) Pengembangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk meningkatkan produktifitas, kualitas produk dan daya saing usaha. (3) Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan dan

masyarakat berperan serta secara aktif melakukan Pengembangan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengembangan, prioritas, intensitas, dan jangka waktu Pengembangan Usaha diatur dengan Peraturan Gubernur.

Pasal 21

Pengembangan dalam bidang bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara:

a. memberikan kemudahan dalam pengadaan bahan baku, sarana dan prasarana produksi dan bahan penolong bagi pengolahan produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

b. mengoptimalkan pemanfaatan potensi sumber daya daerah untuk dapat dijadikan bahan baku bagi pengolahan produk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah;

c. mengembangkan kerjasama antar daerah melalui penyatuan sumber daya yang dimiliki beberapa daerah dan memanfaatkannya secara optimal sebagai bahan baku bagi pengolahan produk Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; dan

d. mendorong pemanfaatan sumber bahan baku terbarukan agar lebih menjamin kehidupan generasi yang akan datang secara mandiri.

Pasal 22

Pengembangan dalam bidang teknologi produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan dengan:

a. meningkatkan kerjasama dan alih teknologi;

b. meningkatkan kemampuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah di bidang penelitian untuk mengembangkan desain dan teknologi baru;

c. memberikan insentif kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang mengembangkan teknologi dan melestarikan lingkungan hidup; dan

d. memfasilitasi dan mendorong Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah untuk memperoleh sertifikat HAKI di dalam negeri dan di luar negeri.

Pasal 23

Pengembangan dalam bidang desain produk dan kemasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf c dilakukan dengan:

a. meningkatkan kemampuan di bidang desain produk dan kemasan;

b. memberikan layanan konsultasi, pelatihan, bimbingan, serta pendampingan langusng kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan di bidang desain produk dan kemasan; dan

c. memperhatikan serta mengembangkan keragaman budaya masyarakat melalui proses kreatif untuk memperkaya ragan desain produk.

(14)

14

Pasal 24

Pengembangan dalam bidang pemasaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf d dilakukan dengan cara:

a. melaksanakan penelitian dan pengkajian pemasaran; b. menyebarluaskan informasi pasar;

c. meningkatkan kemampuan manajemen dan teknik pemasaran;

d. menyediakan sarana pemasaran yang meliputi penyelenggaraan uji coba pasar, lembaga pemasaran, penyediaan rumah dagang, dan promosi Usaha Mikro dan Kecil;

e. memberikan dukungan promosi produk, jaringan pemasaran dan distribusi; dan

f. menyediakan tenaga konsultan profesional dalam bidang pemasaran.

Pasal 25

Pengembangan dalam bidang sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf e dilakukan dengan cara:

a. memasyarakatkan dan membudayakan kewirausahaan; b. meningkatkan ketrampilan teknis dan manajerial; dan

c. membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan dan pelatihan untuk melakukan pendidikan, pelatihan, penyuluhan, motivasi dan kreatifitas usaha, dan penciptaan wirausaha baru.

BAB IX

PEMBIAYAAN DAN PENJAMINAN Bagian Kesatu

Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Mikro dan Kecil Pasal 26

(1) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyediakan pembiayaan dan penjaminan bagi Usaha Mikro dan Kecil.

(2) Badan Usaha Milik Negara/Daerah menyediakan pembiayaan dari penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, dan pembiayaan lainnya.

(3) Usaha Besar Nasional dan Asing menyediakan pembiayaan yang dialokasikan sebagai anggaran Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan kepada Usaha Mikro dan Kecil dalam bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, dan pembiayaan lainnya.

(4) Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota dan Dunia Usaha memberikan, mengusahakan bantuan luar negeri, dan mengusahakan sumber pembiayaan lain yang sah serta tidak mengikat untuk Usaha Mikro dan Kecil.

(5) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memberikan insentif dalam bentuk kemudahan persyaratan perizinan, keringanan tarif sarana prasarana, dan bentuk insentif lainnya yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan kepada dunia usaha yang menyediakan pembiayaan bagi Usaha Mikro dan Kecil.

(15)

15

Pasal 27

Dalam rangka meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah Provinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten/kota melakukan upaya meliputi:

a. pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan lembaga keuangan bukan bank;

b. pengembangan lembaga modal ventura;

c. pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;

d. peningkatan kerjasama antara Usaha Mikro dan Usaha Kecil melalui koperasi simpan pinjam dan koperasi jasa keuangan konvensional dan syariah;

e. penyediaan dan penyaluran dana bergulir; dan

f. pengembangan sumber pembiayaan lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 28

(1) untuk meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap sumber pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Pemerintah Provinsi: a. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jaringan lembaga

keuangan bukan bank;

b. menumbuhkan, mengembangkan, dan memperluas jangkauan lembaga penjamin kredit;

c. memberikan kemudahan dan fasilitas dalam memenuhi persyaratan untuk memperoleh pembiayaan; dan

d. meningkatkan fungsi dan peran Konsultan Keuangan Mitra Bank dalam pendampingan dan advokasi bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk memperoleh pembiayaan.

(2) Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan dan masyarakat berperan serta secara aktif meningkatkan akses Usaha Mikro dan Kecil terhadap pinjaman atau kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

a. meningkatkan kemampuan menyusun studi kelayakan usaha;

b. meningkatkan pengetahuan tentang prosedur pengajuan kredit atau pinjaman; dan

c. meningkatkan pemahaman dan keterampilan teknis serta manajerial usaha.

Bagian Kedua

Pembiayaan dan Penjaminan Usaha Menengah Pasal 29

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan Pemberdayaan Usaha Menengah dalam bidang pembiayaan dan penjaminan dengan:

a. memfasilitasi dan mendorong peningkatan pembiayaan modal kerja dan investasi melalui perluasan sumber dan pola pembiayaan, akses terhadap pasar modal dan lembaga pembiayaan lainnya; dan

b. mengembangkan Lembaga Penjamin Kredit dan lembaga lainnya serta meningkatkan fungsi Lembaga Penjamin Ekspor dan Konsultan keuangan Mitra Bank.

(16)

16

BAB X

KEMITRAAN DAN JEJARING USAHA Bagian Kesatu

Kemitraan Pasal 30

(1) Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dapat melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain dalam bentuk kemitraan berdasar kesetaraan.

(2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:

a. mewujudkan kemitraan antara Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan Usaha Besar;

b. mencegah terjadinya hal-hal yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dalam pelaksanaan transaksi usaha dengan Usaha Besar; c. mengembangkan kerjasama untuk meningkatkan posisi tawar Usaha

Mikro, Kecil dan Menengah;

d. mencegah pembentukan struktur pasar yang mengarah pada terjadinya persaingan tidak sehat dalam bentuk monopoli, oligopoly, dan monopsoni; dan

e. mencegah terjadinya penguasaan pasar dan pemusatan usaha oleh orang perorangan atau kelempok tertentu yang merugikan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

(3) Dalam mewujudkan Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pemerintah Provinsi berperan sebagai fasilitator dan stimulator.

Pasal 31

(1) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk melakukan hubungan Kemitraan dalam berbagai bentuk bidang usaha.

(2) Dunia usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat, Lembaga Pendidikan dan masyarakat memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk melakukan hubungan Kemitraan dalam berbagai bidang usaha.

Pasal 32 (1) Kemitraan dapat dilaksanakan dengan pola:

a. inti plasma; b. sub kontrak;

c. perdagangan umum; d. waralaba;

e. distribusi dan keagenan; dan f. bentuk lainnya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pola kemitraan sebagimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Gubernur.

(17)

17

Bagian Kedua Jejaring Usaha

Pasal 33

(1) Setiap Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dapat membentuk Jejaring Usaha.

(2) Jejaring Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui bidang usaha yang mencakup bidang-bidang yang disepakati oleh kedua belah pihak dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum dan kesusilaan.

BAB XI LARANGAN

Pasal 34

(1) Usaha Besar dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro, Kecil, dan/atau Menengah sebagai mitra usahanya dalam pelaksanaan hubungan Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32.

(2) Usaha Menengah dilarang memiliki dan/atau menguasai Usaha Mikro dan/atau Usaha Kecil mitra usahanya.

BAB XII PENYIDIKAN

Pasal 35

(1) Selain pejabat penyidik Kepolisian Republik Indonesia, PPNS tertentu di lingkungan instansi Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang berhak melakukan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Wewenang PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :

a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

b. melakukan pemeriksaan terhadap setiap orang yang diduga melakukan tindak pidana di bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari setiap orang berkenaan dengan peristiwa tindak pidana di bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

d. melakukan pemeriksaan atas pembukuan, catatan, dan dokumen lain berkenan dengan tindak pidana di bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

e. melakukan pemeriksaan di tempat tertentu yng diduga terdapat bahan bukti, pembukuan, catatan, dan dokumen lain;

f. melakukan penyitaan terhadap bahan dan barang hasil pelanggaran yang dapat dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana di bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah;

(18)

18

g. meminta bantuan ahli dalam pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah; h. menghentikan penyidikan;

i. memasuki tempat tertentu, memotret, dan/atau membuat rekaman audio visual; dan

j. melakukan penggeledahan terhadap badan, pakaian, ruangan, dan/atau tempat lain yang diduga merupakan tempat dilakukannya tindak pidana.

(3) PPNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum melalui Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

BAB XIII

KETENTUAN PIDANA Pasal 36

(1) Setiap orang yang menguntungkan diri sendiri, orang lain dan/atau korporasi dengan mengaku atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sehingga mendapatkan kemudahan untuk mengikuti pengadaan barang/jasa yang dilakukan instansi pemerintah, memperoleh bahan baku, dan, tempat usaha, bidang usaha dan kegiatan usaha yang diperuntukkan bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (8), Pasal 21 huruf a dan Pasal 28 ayat (1) huruf c di pidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. (3) Selain ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap

Usaha Besar, dan Usaha Menengah yang dengan sengaja atau tidak sengaja melanggar ketentuan dalam Pasal 34 dan setiap orang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan mengaku dan/atau memakai nama Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sehingga menimbulkan kerugian keuangan Daerah/Negara dipidana sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dibidang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

(4) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah kejahatan.

BAB XIV

KETENTUAN PENUTUP Pasal 37

Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.

(19)

19

Pasal 38

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Maluku.

Ditetapkan di Ambon

pada tanggal 15 September 2014 GUBERNUR MALUKU,

ttd

SAID ASSAGAFF

Diundangkan di Ambon

pada tanggal 22 September 2014

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI MALUKU, ttd

ROSA FELISTAS FAR-FAR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI MALUKU TAHUN 2014 NOMOR 11

SALINAN SESUAI DENGAN ASLINYA KEPALA BIRO HUKUM DAN HAM SETDA MALUKU,

ttd

HENRY MORTON FAR FAR, SH PEMBINA TINGKAT I

NIP. 19620707 199211 1 001

(20)

20

PENJELASAN ATAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 11 TAHUN 2014

TENTANG

PEMBERDAYAAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH

I. UMUM

Implementasi otonomi daerah tetap dalam semangat mewujudkan keadilan ekonomi bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan diterapkannya otonomi daerah, pemerintah daerah baik Pemerintah maupun Pemerintah Kabupaten/Kota memiliki peran yang besar untuk mengelola sumber daya demi kesejahteraan rakyat. Pemerintah Provinsi Maluku terus berupaya memanfaatkan potensi sumber daya ekonomi lokal yang melimpah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi.

Kesejahteraan dan keadilan ekonomi merupakan salah satu indikator pertumbuhan ekonomi lokal yang dapat mengarahkan kebijakan dan strategi Pemerintah Provinsi Maluku untuk berpihak pada rakyat. Indikator pertumbuhan ekonomi tersebut dapat dilihat parameter dari terwujudkan iklim kondusif untuk berusaha, peningkatan lapangan pekerjaan, dan berkurangnya rakyat yang berada di garis kemiskinan. Sehingga tingkat keberhasilan Pemerintah Provinsi Maluku dalam pencapaian parameter-parameter tersebut merefleksikan seberapa besar usaha Pemerintah dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan ekonomi bagi rakyat.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai pelaku ekonomi mayoritas baik pada tingkat nasional, regional maupun lokal memiliki peran strategis dalam menciptakan lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan dan mendorong pertumbuhan nilai ekspor non-migas. Namun demikian, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah masih memiliki beberapa kendala internal maupun eksternal untuk mampu berdaya saing. Kendala internal dapat berupa keterbatasan modal, kesulitan bahan baku, rendahnya kapasitas produksi dan kualitas produk, dan lemahnya akses pasar, sedangkan kendala eksternal yang dirasa menghambat perkembangan usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah ancaman produk asing.

Pemerintah Provinsi Maluku, patut peduli dan memberikan ruang bagi pelaku ekonominya, yang adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Tujuannya untuk meningkatkan kemandirian pelaku usaha untuk mampu bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Prinsip-prinsip dasar pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah telah diatur dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. Demikian pada tingkat Provinsi telah diterjemahkan dalam Peraturan Daerah Provinsi Maluku Tahun 2014 tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Terkait dengan hal tersebut diatas, dalam konteks ini urgensi Peraturan Daerah tentang Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah semakin relevan. Adapun ruang lingkup dari Peraturan Daerah ini meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan laporan, perlindungan usaha

(21)

21

mikro, kecil dan menengah, kriteria usaha mikro, kecil dan menengah, bentuk pemberdayaan, pendekatan, penciptaan iklim dan perlindungan usaha, pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan, kemitraan dan jejaring usaha, larangan, penyidikan dan ketentuan pidana.

II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Cukup jelas. Angka 9 Cukup jelas. Angka 10 Cukup jelas. Angka 11 Cukup jelas. Angka 12 Cukup jelas. Angka 13 Cukup jelas. Angka 14 Cukup jelas. Angka 15 Cukup jelas. Angka 16 Cukup jelas. Angka 17 Cukup jelas. Angka 18 Cukup jelas. Angka 19 Cukup jelas. Angka 20 Cukup jelas. Angka 21 Cukup jelas. Angka 22 Cukup jelas.

(22)

22 Angka 23 Cukup jelas. Angka 24 Cukup jelas. Angka 25 Cukup jelas. Angka 26 Cukup jelas. Angka 27 Cukup jelas. Angka 28 Cukup jelas. Angka 29 Cukup jelas. Angka 30 Cukup jelas. Angka 31 Cukup jelas. Angka 32 Cukup jelas. Angka 33 Cukup jelas. Angka 34 Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan” adalah asas yang melandasi upaya Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah sebagai bagian dari perekonomian nasional yang diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional untuk kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas demokrasi ekonomi” adalah asas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah diselenggarakan sebagai kesatuan dari pembangunan perekonomian nasional untuk kemakmuran rakyat.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kebersamaan” adalah asas yang mendorong peran seluruh Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dan Dunia Usaha secara bersama-sama dalam kegiatannya untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat. Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas efisiensi berkeadilan” adalah asas yang mendasari pelaksanaan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah dengan mengedepankan efisiensi berkeadilan dalam usaha untuk mewujudkan iklim usaha yang adil, kondusif dan berdaya saing.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas berkelanjutan” adalah asas yang secara terencana mengupayakan berjalannya proses pembangunan melalui pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan secara berkesinambungan

(23)

23

sehingga terbentuk perekonomian yang tangguh dan mandiri.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas berwawasan lingkungan” adalah asas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan pemelliharaan lingkungan hidup.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas kemandirian” adalah asa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan dengan tetap menjaga dan mengedepankan potensi, kemampuan dan kemandirian Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan kemajuan” adalah asas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang berupaya menjaga keseimbangan kemajuan ekonomi wilayah dalam kesatuan ekonomi nasional.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “asas kesatuan ekonomi nasional” adalah asas Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang merupakan bagian dari pembangunan kesatuan ekonomi nasional.

Angka 35

Cukup jelas. Angka 36

Huruf a

Yang dimaksud dengan “prinsip efektif” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus sesuai dengan kebutuhan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang ditetapkan.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “prinsip efisien” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus diusahakan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya dan dapat dipertanggunjawabkan.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “prinsip terpadu” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus dilaksanakan melalui koordinasi agar tidak terjadi tumpang tindih.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “prinsip berkesinambungan” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus memiliki keterkaitan dengan pemberdayaan yang dilakukan sebelumnya atau yang akan dating.

(24)

24

Huruf e

Yang dimaksud dengan “prinsip profesional” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus dilaksanakan oleh pihak yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang memadai di bidangnya sesuai kebutuhan.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “prinsip adil” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon UMKM yang hendak diberdayakan dan tidak mengarah untuk member keuntungan kepada pihak tertentu dengan cara dan atau dasar apapun.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “prinsip transparan” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus dilakukan secara terbuka khususnya pada Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dipilih serta pihak lain pada umumnya.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabel” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah harus mencapai sasaran baik fisik, keuangan maupun manfaat sesuai dengan prinsip-prinsip pemberdayaan.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “prinsip kemandirian” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdyaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dilakukan harus bertumpu dan ditopang kekuatan sumber daya internal yang dikelola dengan Sistem ekonomi kerakyatan sehingga tidak tergantung pada kekuatan ekonomi di luar ekonomi rakyat itu sendiri dan tidak boleh menjadi objek belas kasihan tetapi ditempatkan sebagai pelaku ekonomi.

Huruf j

Yang dimaksud dengan “prinsip etika usaha” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah yang dapat menumbuhkan kesadaran atas perilaku berusaha yang sportif melalui persaingan yang sehat, etos kerja yang tinggi dan berdisiplin.

Huruf k

Yang dimaksud dengan “prinsip sadar lingkungan” adalah prinsip yang bermakna bahwa Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah selain berupaya memberikan manfaat maksimal bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, juga harus senantiasa menjaga kelestarian lingkungan hidup, memperhatikan prinsip pembangunan yang berkelanjutan, budaya lokal masyarakat serta penataan ruang.

(25)

25 Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d

Yang dimaksud dengan “lembaga swadaya masyarakat” adalah Organisasi/Lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitikberatkan kepada pengabdian secara swadaya.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “lembaga pendididkan” adalah lembaga pendidikan formal yang terdiri atas satuan pendidikan menengah dan pendidikan tinggi, maupun lembaga pendidikan nonformal yang terdiri atas satuan pendidikan berupa lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim, serta satuan pendidikan sejenis, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “bentuk pembiayaan lainnya” adalah antara lain yaitu dalam bentuk pembiayaan syariah (bagi hasil), anjak piutang dan modal ventura.

Ayat (5)

(26)

26 Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Huruf a

Yang dimaksud dengan “kekayaan bersih” adalah hasil pengurangan total nilai kekayaan usaha (asset) dengan total nilai kewajiban, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c

Yang dimaksud dengan “bentuk pendidikan dan pelatihan” adalah dapat berupa pelatihan manajemen usaha kecil, pelatihan desain produk, pelatihan ekspor-impor, dan Teknologi Informasi dan Komunikasi.

Huruf d

Cukup jelas. Huruf e

Cukup jelas. Huruf f

Yang dimaksud dengan “fasilitasi HAKI” adalah dimana Dinas memberikan wawasan, pembekalan dan fasilitasi dalam rangka perolehan HAKI.

Ayat (2)

Kegiatan pendampingan usaha ditujukan untuk penguatan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas usaha, bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah berkaitan dengan bentuk-bentuk Pemerdayaan yang diperoleh.

Ayat (3)

Penyusunan Panduan Kegiatan Usaha oleh Dinas melibatkan Dinas/Badan/Kantor, Pemerintah Kabupaten/Kota, Dunia Usaha, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Lembaga Pendidikan.

Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.

(27)

27 Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Huruf a

Yang dimaksud dengan “lembaga keuangan selain bank” adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan, secara langsung ataupun tidak langsung, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan kembali kepda masyarakat untuk kegiatan produktif sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Pasal 12 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “memberikan keringanan tarif prasarana tertentu” adalah pembedaan perlakuan tarif berdasarkan ketetapan Pemerintah Daerah baik yang secara langsung maupun tidak langsung dengan memberikan keringanan.

Pasal 13 Huruf a

Yang dimaksud dengan “bank data dan jaringan informasi bisnis” adalah berbagai pusat data bisnis dan sistem informasi bisnis yang dimiliki pemerintah atau swasta.

Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 14 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas.

(28)

28

Huruf e

Posisi tawar dimaksudkan agar dalam melakukan kerjasama usaha dengan pihak lain mempunyai posisi yang sepadan dan saling menguntungkan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 15 Ayat (1) Huruf a

Yang dimaksud dengan “menyederhanakan tata cara permohonan izin usaha dan jenis perizinan usaha” adalah memberikan kemudahan persyaratan dan tata cara perizinan serta informasi yang seluas-luasnya. Sedangkan yang dimaksud dengan “sistem pelayanan terpadu satu pintu” adalah proses pengelolaan perizinan usaha yang dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen, dilakukan dalam satu tempat berdasarkan prinsip pelayanan sebagai berikut:

a. kesederhanaan dalam proses; b. kejelasan dalam pelayanan; c. kepastian waktu penyelesaian; d. kepastian biaya;

e. keamanan tempat pelayanan;

f. tanggung jawab petugas pelayanan;

g. kelengkapan sarana dan prasarana pelayanan; h. kemudahan akses pelayanan; dan

i. kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan pelayanan. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18

Yang dimjaksud dengan “inkubator” adalah lembaga yang menyediakan layanan penumbuhan wirausaha baru dan perkuatan akses sumber daya kemajuan usaha kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah sebagai mitra usahanya. Inkubator yang dikembangkan meliputi: inkubator teknologi, bisnis, dan inkubator lainnya sesuai dengan potensi dan sumber daya ekonomi lokal.

Yang dimaksud dengan “lembaga layanan pengembangan usaha

(business development services-providers)” adalah lembaga yang

memberikan jasa konsultasi dan pendampingan untuk mengembangkan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah.

Yang dimaksud dengan “konsultan keuangan mitra bank” adalah konsultan pada lembaga pengembangan usaha yang tugasnya melakukan konsultasi dan pendampingan kepada Usaha Mikro, Kecil,

(29)

29

dan Menengah agar mampu mengakses kredit perbankan dan/atau pembiayaan dari lembaga keuangn selain bank.

Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud dengan “lembaga modal ventura” adalah Perusahaan Modal Ventura (Venture Capital Company) adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan/penyertaan modal ke dalam suatu Perusahaan yang menerima bantuan pembiayaan (Investee Company) untuk jangka waktu tertentu dalam bentuk penyertaan saham, penyertan melalui pembelian obligasi konversi, dan/atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “transaksi anjak piutang” adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian piutang dagang jangka pendek suatu Perusahaan berikut pengurusan atas piutang tersebut. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Huruf a Cukup jelas. Huruf b

Yang dimaksud “Lembaga lainnya” adalah jenis-jenis lembaga jaminan kredit semacam asuransi kredit, resi gudang atau pola

(30)

30

baru yang akan berkembang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Huruf a

Yang dimaksud dengan “pola inti plasma” adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar bertindak sebagai inti, dan Usaha Kecil selaku plasma. Perusahaan inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan srana produksi, bimbingan teknis, sampai dengan pemasaran hasil produksi,

Huruf b

Yang dimaksud dengan “pola sub kontrak” adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dengan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha kecil memproduksi komponen yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar sebagai bagian dari produksinya.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “pola Perdagangan Umum” adalah hubungan kemitraan antara Usaha Kecil dan Usaha Menengah atau Usaha Besar, yang di dalamnya Usaha Menengah atau Usaha Besar memasarkan hasil produksi Usaha Kecil, atau Usaha Kecil memasok kebutuhan yang diperlukan oleh Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “pola waralaba” adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya pemberi waralaba memberikan hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi perusahaannya kepada penerima waralaba dengan disertai bantuan bimbingan manajemen.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “pola distribusi dan keagenan” adalah hubungan kemitraan, yang didalamnya Usaha Kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa Usaha Menengah atau Usaha Besar mitranya.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “pola bentuk lainnya” dapat berupa bagi hasil, kerjasama operasional, usaha patungan (joint venture), penyumberluaran (outsourcing) atau pola baru yang akan timbul di masa yang akan datang.

Ayat (2)

Cukup jelas. Pasal 33

(31)

31 Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas.

Referensi

Dokumen terkait

Pardee (1969) mengusulkan super goal (sasaran super) sebagai atribut acuan dalam masalah pengambilan keputusan dengan tujuan jamak.. Super goal merupakan atribut yang

Lihat Kode dan Nama Kapal Lihat Kode dan Nama Kapal Lihat Kode Dan Nama Pelabuhan Asing Leading space Leading space Leading space Numeric Numeric 1-3, 8 dan 9 1 Liner Conference 2

Perbedaan Web Library yang ditinjau dari perguruan tinggi dengan dimensi WebQual yaitu usability, service interaction adalah sangat jauh berbeda, karena nilai

blackberry , komputer, laptop, ataupun tablet. Adapun kelebihan dari quipper school yaitu belajar tanpa batasan, konten pendidikan yang kaya dan disesuaikan, pembelajaran

Tapin bekerja sama dengan Fakultas Ekonomi Universitas Lambung Mangkurat melakukan penelitian “Kajian Kontribusi Investasi Terhadap Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tapin

Di Perpustakaan Nasional Penulis menemukan tesis yang berjudul Modernisasi Priyayi, sementara di Arsip Nasional peneliti menemukan beberapa arsip mengenai kehidupan tokoh

Tujuan dari penelitian ini ialah menawarkan rancangan alternatif proses yang paling efisien untuk pengolahan limbah vinasse dengan metode pemekatan disertai pembakaran pada

Sehingga dalam pelaksanaannya pegawai pengawas membuat suatu sistem skala prioritas untuk setiap perusahaan yang melapor kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa