• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu, Lama, dan Kekeruhan Air Rendaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah IR64-sub1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengaruh Waktu, Lama, dan Kekeruhan Air Rendaman terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah IR64-sub1"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Pengaruh Waktu, Lama, dan Kekeruhan Air Rendaman terhadap

Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah IR64-sub1

Ikhwani1, Endang Suhartatik2, dan A. Karim Makarim1

1Puslitbang Tanaman Pangan

Jl. Merdeka 147 Bogor

2Balai Besar Penelitian Tanaman Padi

Jl. Raya 9 Sukamandi, Subang, Jawa Barat

ABSTRACT. Effect of Submergence Duration, Time of Occurrence and Water Turbidity on the Growth and Productivity of Submerge Tolerance Rice Variety. Rice crop will be more frequently facing flash flooding and submergence, either due to environmental degradations or global climate changes. A green house experiment was conducted at ICABIOGRAD, Bogor, from June 2009 to September 2009 to determine the response of a tolerant rice variety IR64 sub-1 to water submergence. The experiment was arranged in a complete randomized factorial design with 3 replications. The treatments consisted of plant stages of submergence during early vegetative stage and late vegetative phase), time of sub mergence (7 and 14 days) and turbidity of water (clear, slightly turbid, and turbid). Results showed that IR64 sub-1 plants submerged for 7 days at the vegetative and premordial stages produced 28.5 and 28.2 g grain/pot, respectively, while that of no submergence produced 31.2 g rice grain/pot. Water turbidity affected rice grain yield inconsistently. IR64 sub-1 plants submerged for 7 days (14 to 21 days after transplanting, DAT) and 14 days (14 to 28 DAT) increased plant heights within 3 weeks by 22-24 cm and 3-9 cm, respectively. Submergence delayed plant growth and grain maturity, the longer time of plant submergence, the longer the delay in grain maturity. There was no plant growth when the submergence period occurred more than 14 days. Without submergence, tiller number of IR64 sub-1 within three weeks period of the vegetative stage (14-35 DAT) produced 7-9 tillers per pot, where as 7 days and 14 submergence produced only 1-3 tillers/ pot and 0/pot (no additional tiller), respectively. Rice leaf color, measured after plant submergence using a Leaf Color Chart was at scale of 3 for the plant submerged,in clear and slightly turbid water and at scale of 2 (yellowing) for the plants submerged in turbid water. Water submergence delayed rice plant maturity. Grain maturity in IR64 sub-1 plants submerged for 7 days was delayed by 6-9 days, whereas those submerged for 14 days were delayed by 20 days.

Keywords: Submergence, submerged tolerant rice, turbidity, maturity

ABSTRAK. Pertanaman padi akan semakin sering mengalami rendaman ataupun kebanjiran, baik akibat degradasi lingkungan setempat (habitat) maupun perubahan iklim global yang berpotensi menurunkan produksi padi. Penelitian dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui respon tanaman padi tahan rendaman (IR64 sub-1) terhadap waktu terjadinya rendaman, lama rendaman, dan kekeruhan air rendaman. Percobaan pot dilaksanakan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikeumeuh, BB Biogen, Bogor, pada tahun 2009, menggunakan rancangan Faktorial Acak Lengkap dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri atas interaksi antara waktu rendaman: [fase vegetatif awal (14 HST) dan fase vegetatif akhir (35 HST)]; lama rendaman: (7 dan 14 hari); serta kekeruhan air rendaman (bening, agak keruh, dan keruh). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman IR64 sub-1 yang mendapat perlakuan rendaman selama 7

hari pada fase vegetatif awal dan fase primordia masing-masing menghasilkan 28,5 dan 28,3 g gabah/pot, sedangkan yang tanpa rendaman menghasilkn gabah 31,2 g/pot. Perendaman selama 14 hari menyebabkan hasil gabah turun hingga 26,9 g/pot. Pengaruh kekeruhan air terhadap hasil gabah tidak konsisten. Hasil gabah bersih IR 64-sub-1 yang ditanam pada pada air rendaman yang bening, agak keruh, dan keruh masing-masing 32,2 g/pot, 29,6 g/ pot, dan 30,5 g/pot. Tanaman yang direndam selama 7 hari (14 HST-21 HST) dan 14 hari (14 HST-28 HST) mengalami pertambahan tinggi tanaman dalam waktu 3 minggu, masing-masing 21,8-23,5 cm dan 2,9-8,9 cm, sedangkan tanaman yang tidak direndam, pertambahan tinggi tanaman terjadi pada fase vegetatif 38,3-38,4 cm. Semakin lama tanaman terendam, semakin lambat pertumbuhan tanaman dan hampir tidak terjadi pertumbuhan setelah lama rendaman lebih dari 14 hari. Tanpa perendaman, pertambahan jumlah anakan tanaman padi IR64 sub-1 dalam waktu 3 minggu di fase vegetatif (14 HST-35 HST) adalah 7-9 per pot. Dengan perendaman selama 7 hari dan 14 hari pada fase yang sama, pertambahan jumlah anakan turun drastic, masing-masing menjadi 1-3/pot dan 0/pot. Berdasarkan skala Bagan Warna Daun, tanaman yang direndam selama 7 hari dengan air bening dan agak keruh berskala 3, sesaat setelah air rendaman dibuang, sedangkan dengan air keruh berskala 2. Perendaman menyebabkan pemasakan gabah terlambat, sehingga masa panen mundur. Perendaman selama 7 hari menyebabkan waktu panen mundur 6-9 hari, sedangkan perendaman 14 hari menyebabkan waktu panen mundur 20 hari.

Kata kunci: Perendaman, padi tahan rendaman, kekeruhan, umur panen

C

ekaman abiotik terhadap tanaman padi yang berupa rendaman akibat banjir merupakan salah satu faktor pembatas produksi padi di wilayah tropik. Rendaman menyebabkan kehilangan hasil cukup besar pada pertanaman padi dan menyebabkan kerugian cukup besar bagi petani, serta dapat mengakibatkan terjadinya kekurangan pangan bagi penduduk. Luas areal pertanaman padi yang mengalami cekaman rendaman diperkirakan akan semakin bertambah, akibat kerusakan lingkungan (IPCC 1990) dan oleh dampak pemanasan global yang berakibat peningkatan curah hujan dan kenaikan permukaan air laut (CGIAR 2006). Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan (2010) melaporkan banjir di Indonesia pada MH 2009/2010 melanda 12 provinsi, menggenangi 34.220 ha sawah dan 8.577 ha di antaranya terendam sampai gagal panen (puso). Luas areal terkena banjir tersebut masih lebih rendah dibandingkan pada MH 2008/2009

(2)

yaitu 129.212 ha dan diantaranya puso 24.198 ha. Luas rata-rata dalam 5 tahun, areal sawah terendam banjir di Indonesia 85.665 ha, di antaranya puso 28.084 ha.

Meskipun padi merupakan tanaman yang dapat beradaptasi pada kondisi tanah yang airnya berlebih, namun secara umum tanaman padi akan mati jika seluruh bagian tanamannya terendam selama seminggu atau lebih (Ito et al. 1999). Tanaman padi yang masih muda biasanya lebih rentan terhadap cekaman rendaman (Jackson dan Ram 2003). Cekaman rendaman air terhadap tanaman terjadi akibat terhambatnya proses fotosintesis dan respirasi sebagai akibat menurunnya kecepatan difusi gas di air yang lebih lambat 104 kali dibanding di udara (Armstrong dan Drew 2002), dan oleh rendahnya penetrasi cahaya yang dapat diterima oleh tanaman (Pierik et al. 2005). Toleransi tanaman padi terhadap cekaman rendaman air dikendalikan oleh sejumlah gen. Varietas IR64 sub-1 merupakan varietas IR64 yang memperoleh tambahan gen ketahanan terhadap rendaman, berasal dari varietas lokal FR13A, melalui metode pemuliaan konvensional dan bioteknologi (Mackill et al. 1993; Xu et al. 2006; Neraja et al. 2007; Septiningsih et al. 2008).

Rendahnya hasil gabah akibat cekaman rendaman sering dikarenakan oleh berkurangnya populasi tanaman per satuan luas area, dan berkaitan dengan persentase kemampuan hidup tanaman setelah diberi cekaman rendaman. Persentase kemampuan hidup akibat cekaman rendaman berkorelasi erat dengan kandungan karbohidrat pada batang (Jackson et al. 1987; Ella dan Ismail 2006), kandungan klorofil a dan b (Ella dan Ismail 2006) dan kemampuan penuaan daun (Jackson et al. 1987; Toojinda et al. 2003). Selain itu rendahnya hasil gabah akibat cekaman rendaman terjadi akibat berkurangnya kapasitas limbung/sink, antara lain jumlah malai, ukuran malai dan persentase gabah isi yang menurun (Malik et al. 2004).

Penelitian mengenai pengaruh cekaman rendaman terhadap seluruh bagian tanaman belum banyak diteliti. Respon morfologi dan fisiologi tanaman terhadap cekaman rendaman tersebut berbeda menurut lama waktu rendaman, fase tanaman sewaktu menerima rendaman, dan kekeruhan air rendaman. Respon terhadap perendaman dapat berupa besarnya penurunan hasil, bertambahnya umur tanaman atau lambat panen dan perubahan komponen pertumbuhan tanaman dan komponen hasil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman terhadap peubah pertumbuhan varietas padi toleran rendaman, serta untuk mengidentifikasi komponen teknologi budi daya yang dapat mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan banjir.

BAHAN DAN METODE

Percobaan pot dilaksanakan di rumah kaca Cikeumeuh, BB Biogen, Bogor, dari Juni 2009 hingga September 2009, menggunakan rancangan faktorial 2 x 2 x 3 disusun secara acak lengkap dengan 3 ulangan. Faktor 1 waktu rendaman, yaitu fase vegetatif awal (14 HST) dan fase vegetatif akhir (35 HST); Faktor 2 lama rendaman, yaitu 7 dan 14 hari; dan Faktor 3 tingkat kekeruhan air rendaman, yaitu 1) bening, 2) agak keruh dan 3) keruh. Total perlakuan rendaman ada 12 ditambah dengan 1 perlakuan “Tanpa rendaman” sebagai kontrol. Varietas padi yang digunakan adalah varietas toleran rendaman IR64 sub-1, berasal dari IR64 yang diberi gen ketahanan rendaman dari donor varietas lokal FR13A, melalui pemuliaan konvensional dan bioteknologi (Mackill et al. 1993; Xu et al. 2006; Neraja et al. 2007; Septiningsih et al. 2008). Dosis pupuk N, P dan K pada semua perlakuan adalah 120 kg N/ha, 60 kg P2O5/ha dan 60 kg K2O/ha masing-masing dalam bentuk urea, SP36 dan KCl. Pupuk N (urea) diberikan 3x yaitu pada 7 HST (30 kg N/ha), 21 HST (40 kg/ha) dan 42 HST (50 kg/ha), kecuali pada saat tersebut sedang berlangsung perlakuan perendaman. Bila demikian, secara konsisten waktu pemupukan diundur 7 hari setelah perendaman selesai. Pupuk P dan K diberikan seluruhnya pada umur tanaman 7 HST.

Pot yang digunakan berukuran 10 liter diisi tanah seberat 10 kg yang diambil dari wilayah yang sering kena banjir desa Kaplongan, Indramayu. Kekeruhan air yang digunakan untuk merendam tanaman pada perlakuan “keruh” sama dengan kekeruhan banjir di lokasi rawan banjir (Desa Kaplongan). Kekeruhan air perendam dianalisis menggunakan metoda APHA, ed 20.1998,2130-B/Turbidimeter, dalam satuan NTU (Nephelometric

Turbidity Unit). Pada waktu perlakuan perendaman, pot

beserta tanamannya dimasukkan ke dalam kantong plastik tebal transparan, kemudian diisi air, sehingga seluruh bagian tanaman dalam pot terendam.

Pengamatan meliputi (1) Jumlah anakan dan tinggi tanaman setiap 2 minggu mulai umur 14 HST hingga panen, (2) Penampilan tanaman berdasarkan skor kehijauan daun, (3) Kecepatan pemanjangan batang selama perendaman, dihitung dengan cara mengukur tinggi tanaman (cm) setelah selesai perendaman dikurangi dengan tinggi tanaman sesaat sebelum perendaman (cm) dibagi lamanya perendaman (hari); (4) Kerusakan tanaman akibat rendaman ditentukan secara visual/kualitatif terhadap rumpun tanaman yang baru selesai direndam. Kerusakan daun dalam % dihitung dari jumlah daun tanaman yang menguning atau rusak akibat rendaman dibagi total jumlah daun dikali 100%, sedangkan % recovery dihitung dari jumlah daun berwarna hijau (normal) setelah 7 hari selesai

(3)

rendaman dibagi jumlah daun total tanaman dikali 100%, (5) Hasil tanaman: bobot gabah bersih dan bobot jerami per pot; serta komponen hasil: panjang malai, jumlah malai/pot, jumlah gabah isi/malai, jumlah gabah total/ pot, % gabah isi, bobot 1000 butir gabah isi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Lingkungan Percobaan

Hasil analisis tanah sawah Desa Kaplongan, Karang Ampel disajikan pada Tabel 1. Tanah sedikit masam hingga netral (pH 6,3), N total termasuk rendah (0,09% N), P total termasuk kritis (53 mg P2O5/100 g) dan P tersedia (Olsen) termasuk sedang (28 ppm P), status K tanah sedang dengan nilai Kdd 0,30 me/100 g (Tabel 1). Tekstur tanah termasuk liat berat (liat 75%, debu 23%) dan hampir tidak mengandung pasir (hanya 1%). Kandungan C organik tanah termasuk sangat rendah (1%).

Selama percobaan berlangsung suhu udara mak-simum rata-rata 36,9oC dan rata-rata suhu minimumnya

24,1oC. Hasil analisis kekeruhan air perendam tanaman

pada perlakuan “keruh”, “agak keruh” dan “bening” tidak berjarak sama, yaitu masing-masing 510 NTU, 78 NTU dan 1,8 NTU.

Pengaruh Perendaman terhadap Tinggi Tanaman

Pengaruh waktu rendaman (fase tumbuh tanaman) terhadap tinggi tanaman padi sangat nyata pada semua tingkat umur, sedangkan lama rendaman mulai nyata berpengaruh setelah tanaman berumur 35 HST (Tabel 2; Gambar 1a;1b). Interaksi antara fase pertumbuhan dan lama perendaman sangat nyata pengaruhnya pada fase sekitar primordia (42 dan 49 HST). Hal ini menunjukkan bahwa faktor penting dari perendaman yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman

adalah umur tanaman sewaktu terjadinya perendaman, dan lamanya perendaman. Kekeruhan air rendaman, baik secara tunggal maupun interaksi dengan perlakuan lainnya tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman pada semua umur tanaman padi yang diamati. Pola pertumbuhan tinggi tanaman padi jelas berbeda antara perendaman sewaktu fase vegetatif awal (Gambar 1a) dan vegetatif akhir (Gambar 1b). Pada fase vegetatif awal, perendaman selama 7 hari (14 HST sampai 21 HST) sedikit menurunkan tinggi tanaman dibandingkan kontrol, namun tinggi tanaman baru mencapai tinggi yang hampir sama dengan kontrol setelah tanaman berumur 56 HST. Hal ini disebabkan, fase vegetatif awal merupakan fase vegetatif tumbuh cepat, sehingga tinggi tanaman yang tidak direndam tidak dapat terkejar oleh tanaman yang mengalami cekaman rendaman. Tinggi tanaman yang direndam selama 14 hari (14 HST hingga 28 HST) selalu lebih rendah selama pertumbuhannya dibandingkan dengan tanaman yang direndam selama 7 hari dan tinggi tanaman kontrol. Hal ini disebabkan (1) tanaman mengalami stres lebih lama dan kerusakan lebih parah; (2) kecepatan pemulihan (recovery) setelah selesai perendaman lebih lambat; (3) fase vegetatif awal merupakan fase tanaman tumbuh cepat.

Tabel 1. Sifat dan ciri tanah yang digunakan pada percobaan pot. Rumah Kaca, Cikeumeuh, 2009.

Sifat dan ciri tanah Nilai Sifat dan ciri tanah Nilai Pasir (%) 1 Total P2O5 (mg/100 g) 53 Debu (%) 23 Total K2O (mg/100 g) 60 Liat (%) 76 KTK (me/100 g) 25,1 pH (H2O) 6,3 Ca-dd (me/100 g) 18,1 pH (KCl) 5,5 Mg-dd (me/100 g) 10,3 DHL(dS/m) 0,43 K-dd (me/100 g) 0,3 Salinitas(mg/l) 205 Na-dd (me/100 g) 0,9 C organik (%) 1,0 Kejenuhan basa (%) >100 N Total (%) 0,09 Al-dd + H-dd (me/100 g) 0 C/N rasio 11 Fe-tersedia (ppm) 4,1

Tabel 2. Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan rendaman terhadap tinggi tanaman padi, Rumah Kaca, Cikeumeuh, 2009. Tinggi tanaman Perlakuan 21 HST 28 HST 35 HST 42 HST 49 HST 56 HST 63 HST 70 HST 77 HST 84 HST Fase ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** Lama ns ns * ** ** ** ** ** ** ** Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns Fase x Lama ns ns ns ** ** ns ns ns ns ns Fase x Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns Lama x Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns

Fase x Lama x Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns

(4)

Pada fase primordia (vegetatif akhir) perendaman selama 7 hari menyebabkan tanaman mengalami stagnasi pertumbuhan yang berlanjut hingga umur 77 HST. Perendaman selama 14 hari pada fase primordia menyebabkan tinggi tanaman stagnan. Namun perbedaan tinggi tanaman antar lama rendaman dan tanpa rendaman tidak nyata berbeda setelah tanaman berumur 49 HST. Hal ini disebabkan pada fase vegetatif akhir (primordia) tanaman sudah memasuki fase pertumbuhan lambat, sehingga tinggi tanaman yang tidak mengalami perendaman pun sudah melandai, sedangkan tanaman yang mengalami rendaman masih terus pulih meskipun lambat.

Kekeruhan air rendaman, tidak seperti diperkirakan sebelumnya, ternyata tidak berpengaruh negatif terhadap tinggi tanaman. Hal ini mungkin disebabkan karena perendaman dengan air, baik keruh ataupun bening, tanaman sama-sama tidak mampu melaksanakan proses fotosintesis, sehingga adanya partikel tanah dalam air tidak lagi mengurangi kecepatan pertukaran gas maupun masuknya sinar ke tanaman. Namun, kualitas air rendaman atau kekeruhan diduga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman apabila air rendaman tersebut membawa sifat salin atau masam.

Kecepatan Pemanjangan Batang Selama Perendaman

Pemanjangan batang selama perendaman merupakan kemampuan varietas tanaman untuk merespon lingkungan yang kurang sinar dan gas CO2. Kecepatan pemanjangan batang tanaman padi sewaktu dalam rendaman selama 7 hari pada fase vegetatif awal dengan air bening, agak keruh dan keruh tidak nyata berbeda, yaitu masing-masing 1,07 cm/hari, 1,03 cm/hari dan 1,02 cm/hari. Pada perendaman selama 14 hari pada waktu

dan urutan kekeruhan air yang sama masing-masing pemanjangan batang adalah 0,08 cm/hari, 0,37 cm/hari dan 0,40 cm/hari. Ini menunjukkan bahwa semakin lama tanaman terendam, semakin lambat pertumbuhan-nya. Pada fase vegetatif akhir perendaman selama 7 hari menyebabkan pemanjangan batang 0,05 cm/hari, 0,38 cm/hari dan -0,42 cm/hari, masing-masing pada perlakuan air bening, agak keruh dan keruh. Pada perendaman selama 14 hari tidak terjadi pemanjangan batang, bahkan terjadi kerusakan yang menyebabkan tinggi tanaman berkurang 0,41 cm/hari pada perendaman dengan air keruh. Hal ini menunjukkan bahwa pemanjangan batang selama tanaman dalam rendaman dipengaruhi oleh (1) fase tumbuh tanaman seperti telah diterangkan sebelumnya, yaitu fase tumbuh cepat (vegetatif awal) dan fase tumbuh lambat (vegetatif akhir/primordia); dan (2) lama rendaman, dimana semakin lama tanaman terendam, semakin lambat pemanjangan batang hingga terhenti atau rusak.

Pengaruh Perendaman terhadap Jumlah Anakan Padi

Pengaruh waktu rendaman (fase tumbuh tanaman) terhadap jumlah anakan tanaman padi sangat nyata pada semua tingkat umur, kecuali pada umur tanaman 14 HST, dimana semua tanaman belum menerima perlakuan rendaman (Tabel 3; Gambar 2a; 2b). Lama rendaman mulai nyata berpengaruh setelah tanaman berumur 35 HST, sedangkan interaksi antara fase pertumbuhan dan lama perendaman sangat nyata pengaruhnya pada fase sekitar primordia (42 dan 49 HST). Pengaruh rendaman terhadap jumlah anakan juga bergantung pada umur tanaman sewaktu terjadi perendaman dan lama rendaman. Kekeruhan air rendaman, baik secara tunggal maupun interaksi Gambar 1. Pengaruh perendaman selama 7 dan 14 hari pada fase (a) vegetatif awal dan (b) vegetatif akhir (primordia) terhadap tinggi

tanaman. Rumah Kaca, Cikeumeuh, 2009.

Umur tanaman (HST) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 T ingg i tana m a n (c m ) 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman (b) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 Umur tanaman (HST) T ing gi tana man (c m ) 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman (a) Umur tanaman (HST) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 T ingg i tana m a n (c m ) 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman (b) Umur tanaman (HST) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 T ingg i tana m a n (c m ) 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman (b) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 Umur tanaman (HST) T ing gi tana man (c m ) 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman (a) 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 Umur tanaman (HST) T ing gi tana man (c m ) 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman (a)

(5)

dengan perlakuan lainnya, tidak berpengaruh nyata. Pada Gambar 2a, nampak bahwa perendaman pada fase vegetatif awal, yang dimulai pada 14 HST menekan keluarnya anakan. Perendaman selama 7 hari (14 HST hingga 21 HST) menyebabkan jumlah anakan nyata lebih rendah dibandingkan tanaman yang tidak direndam, dan berlanjut hingga umur 42 HST. Lama rendaman selama 14 hari (14 HST hingga 28 HST) menyebabkan jumlah anakan tanaman jauh lebih rendah dibandingkan anakan tanaman yang tidak direndam (kontrol). Namun jumlah anakan tersebut menjadi hampir sama dengan yang tanpa rendaman setelah tanaman berumur 84 HST.

Jumlah anakan pada perlakuan rendaman fase vegetatif akhir (primordia) hingga tanaman berumur 35 HST (awal perendaman) tidak nyata berbeda antar perlakuan. Setelah tanaman direndam selama 7 hari, mulai terjadi perbedaan jumlah anakan yaitu lebih sedikit dibandingkan tanaman yang tidak direndam. Keadaan ini berlangsung hingga tanaman berumur 63 HST. Perendaman selama 14 hari (35 HST hingga 49 HST)

menyebabkan tanaman mengalami stagnasi pembentukan anakan selama 2 minggu meskipun air rendaman sudah dibuang. Ini menunjukkan semakin lama perendaman, semakin lambat kepulihan tanaman. Namun, setelah itu (umur 63 HST) pembentukan anakan menjadi lebih cepat dibandingkan dengan yang tidak mengalami rendaman dan bahkan setelah umur 77 HST jumlah anakannya melebihi tanaman yang tidak mengalami rendaman. Pada akhirnya, jumlah anakan tanaman padi yang direndam 14 HST mencapai 22 anakan /pot, sedangkan tanaman yang tidak direndam hanya membentuk 18 anakan/pot.

Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang telah mengalami perendaman dan mampu pulih, memiliki kemampuan untuk membentuk anakan lebih cepat dibandingkan yang tidak mengalami perendaman. Varietas IR64 sub-1 yang merupakan salah satu varietas tahan rendaman menunjukkan daya pulih lebih cepat, dengan cara mempercepat keluarnya anakan baru sehingga pada akhir pertumbuhan, tanaman memiliki jumlah anakan yang hampir menyamai tanaman yang tidak mengalami rendaman. Dari hasil pengamatan,

Gambar 2. Pengaruh perendaman selama 7 dan 14 hari pada dua fase pertumbuhan tanaman (a) vegetatif awal dan (b) vegetatif akhir (primordia). terhadap jumlah anakan. RK Cikeumeuh, 2009

Tabel 3. Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan rendaman terhadap jumlah anakan padi, Rumah Kaca, Cikeumeuh, 2009. Jumlah anakan (HST) Perlakuan 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 Fase ns ** ** ** ** ** ** ** ** * ** Lama ns ns ns ** ** ** ** ** ** ** * Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns Fase x Lama ns ns ns ns ** ** ns ns ns ns ns Fase x Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns Lama x Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns

Fase x Lama x Kekeruhan ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns ns

ns,*,**, masing-masing tidak nyata, nyata (P<0,05) dan sangat nyata (P<0,01)

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 Umur tanaman (HST) J u m lah anak an/pot (a) 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman Umur tanaman (HST) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 J u m lah a n a k a n /pot 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman (b) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 Umur tanaman (HST) J u m lah anak an/pot (a) 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 Umur tanaman (HST) J u m lah anak an/pot (a) 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman 14-21 HST 14-28 HST Tanpa rendaman Umur tanaman (HST) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 J u m lah a n a k a n /pot 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman (b) Umur tanaman (HST) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 7 14 21 28 35 42 49 56 63 70 77 84 91 J u m lah a n a k a n /pot 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman 35-42 HST 35-49 HST Tanpa rendaman (b)

(6)

tanaman padi yang diberi perlakuan perendaman mengalami banyak pertumbuhan abnormal, dimana dalam satu anakan terbentuk dua atau tiga malai. Hal ini menyebabkan lebih tingginya jumlah malai (anakan aktif) tanaman yang mengalami perendaman dibandingkan dengan yang tidak mengalaminya.

Kekeruhan air rendaman juga tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah anakan, namun tanaman lebih rendah dibanding yang tidak mengalami perendaman. Secara fisiologis tanaman yang mengalami perendaman menyebabkan terganggunya pertukaran gas CO2 dan O2 antara tanaman dan lingkungannya, serta terhalangnya radiasi surya. Difusi gas dalam air 10.000 kali lebih lambat daripada di udara (Armstrong 1979). Kekurangan O2 dan CO2 pada tanaman dalam kondisi terendam (baik air bening maupun air keruh) menjadi faktor utama penyebab rusaknya tanaman yaitu terhambatnya respirasi (kurang energi untuk tumbuh-kembang) dan fotosintesis. Sebaliknya, hormon tanaman seperti etilen dalam bentuk gas yang diproduksi di dalam tanaman dilaporkan Jackson et al. (1987) terakumulasi dalam jaringan. Etilen berpengaruh terhadap (1) pemanjangan batang tanaman padi (elongation) selama tanaman terendam (Lee dan Lin 1996); dan (2) menguningnya daun (senescene) (Jackson et al. 1987; Ella et al. 2006) yang tentunya akan menghambat fiksasi karbon dalam proses fotosintesis pada saat maupun setelah terendam.

Persentase Kerusakan dan Daya Pulih

Persentase kerusakan tanaman setelah selesai perendaman diamati secara visual. Perendaman tanaman pada fase vegetatif awal menyebabkan kerusakan tanaman berkisar antara 40,0% hingga 63,3%, tidak berbeda nyata antara lama rendaman 7 hari dan 14 hari. Namun ada kecenderungan rendaman dengan air keruh dan agak keruh menyebabkan kerusakan tanaman lebih besar dibandingkan pada air bening, yaitu 50,0-63,3% dibandingkan 40,0-46,7%. Air keruh me-nyebabkan permukaan daun tanaman sedikit terselimuti lapisan liat dari tanah yang terlarut air rendaman. Pada perendaman umur tanaman 35 HST (primordia) persentase kerusakan lebih ringan yaitu antara 20,0-23,0% pada perendaman selama 7 hari, dan 36,7-40,0% pada rendaman selama 14 hari. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kerusakan tanaman yang lebih tua lebih rendah dibandingkan pada tanaman muda. Tanaman yang lebih tua memiliki jaringan yang lebih kuat dibandingkan tanaman muda sehingga lebih tahan rendaman.

Pemulihan tanaman (recovery) setelah tanaman mengalami kerusakan akibat perendaman, yang dinyatakan dalam persen. Setelah mengalami perendaman selama 7 hari pada fase vegetatif lebih cepat

dibandingkan dengan perendaman selama 14 hari pada fase yang sama. Perendaman 7 hari mengakibatkan

recovery 53,3-83,3% sedangkan perendaman 14 hari

mengakibatkan recovery lebih rendah, yaitu 43,3-55,0%. Perendaman yang lebih singkat menyebabkan pemulihan daya tumbuh tanaman lebih cepat dibandingkan dengan tanaman yang terendam lebih lama. Penyembuhan tanaman menjadi lebih lambat pada perendaman selama 14 hari karena tanaman lebih lama mengalami stress dan kekurangan oksigen. Menurut Jackson et al. (1987) hormon tanaman seperti etilen terbentuk dan terakumulasi dalam jaringan tanaman yang mengalami rendaman. Etilen inilah yang berpengaruh terhadap menguningnya daun

(senescene) (Ella et al. 2006) yang tentunya akan

menghambat fiksasi karbon dalam fotosintesis pada saat maupun setelah tanaman terendam. Tanaman yang mengalami perendaman yang lebih lama memerlukan lebih banyak energi untuk mentoleransi cekaman rendaman (Khairullah, 2006). Tanaman yang direndam dengan air keruh mengalami penyembuhan yang lebih lama dibanding tanaman yang terendam air bening.

Kehijauan Daun Akibat Rendaman

Perlakuan perendaman juga berakibat pada perubahan warna daun. Pada fase vegetatif (umur 14 HST) warna daun tanaman padi hijau secara konsisten berskala 4, artinya cukup N. Tanaman yang mengalami perendaman 7 hari fase vegetatif warna daunnya menguning dengan skala 2-3, dibandingkan dengan tanpa perendaman. Ini disebabkan tanaman yang terendam sulit ber-fotosintesis, sehingga menyebabkan terhambatnya pertumbuhan bagian tanaman. Pertumbuhan jaringan tanaman memerlukan energi dan N, yang pada kondisi terendam memerlukan perombakan jaringan lain yang mengandung N (remobilisasi N), termasuk khlorofil sehingga daun menjadi pucat/kuning. Kekeruhan air rendaman mempersulit penetrasi radiasi surya, sehingga daun tanaman yang terendam air keruh (K2) berwarna lebih kuning (skala 2 BWD) dibandingkan yang terendam air bening (K0) atau agak keruh (K1) yaitu berskala 3.

Perlakuan 1 s/d 3 pada umur 21 HST berskala 2-3 sesaat setelah tidak direndam, dan menjadi berskala 4 pada umur 28 HST. Hal ini disebabkan setelah air rendaman ditiadakan, tanaman kembali mendapatkan sinar sehingga khlorofil segera terbentuk dan membuat warna daun tanaman menghijau.

Pengaruh Rendaman terhadap Hasil Gabah

Hasil analisis sidik ragam pengaruh perlakuan perendaman terhadap hasil dan komponen hasil padi yang diamati disajikan pada Tabel 4. Perlakuan waktu

(7)

perendaman, yaitu antara fase vegetatif awal dan vegetatif akhir (primordia) sangat nyata mempengaruhi panjang malai, jumlah malai per rumpun, dan jumlah gabah hampa per pot, namun tidak nyata terhadap hasil dan komponen hasil lainnya. Lamanya perendaman, yaitu antara 7 hari dan 14 hari, sangat nyata berpengaruh terhadap panjang malai, jumlah gabah hampa per pot, dan bobot 1000 butir, sehingga sangat nyata berpengaruh terhadap hasil gabah bersih per pot. Kekeruhan air rendaman berpengaruh nyata terhadap panjang malai dan jumlah gabah hampa per pot, juga interaksinya dengan waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap panjang malai dan jumlah malai per pot. Selanjutnya, untuk mengetahui besarnya pengaruh faktor utama perlakuan rendaman terhadap hasil dan komponen hasil, disajikan pada Tabel 5.

Waktu perendaman tidak nyata berpengaruh terhadap hasil gabah kering bersih (GKG). Perendaman pada saat awal vegetatif dan primordia masing-masing menghasilkan 28,5 dan 28,2 g/pot, atau menurun <10,% dari tanaman yang tidak mengalami rendaman yang hasilnya (31,2 g/pot). Rendaman selama 7 dan 14 hari rata-rata menghasilkan gabah kering bersih sebesar 29,9 g/pot dan 28,0 g/pot atau masing-masing menurun sebesar 5% dan 14% dari hasil tanaman tanpa rendaman. Pengaruh tingkat kekeruhan terhadap hasil gabah tidak

nyata dimana air rendaman yang bening, agak keruh dan keruh mengakibatkan hasil gabah bersih masing-masing 28,0 g/pot, 28,1 g/pot dan 29,0 g/pot sedangkan tanpa rendaman hasil gabah 31,2 g/pot. Dapat dikatakan bahwa tingkat kekeruhan menurunkan hasil gabah <10%. Pada percobaan ini pengaruh perendaman tidak nyata terhadap komponen hasil varietas IR64 sub-1. Ada kecenderungan jumlah malai lebih banyak pada fase primordia (22,3 malai) dibanding fase vegetatif awal (16,7 malai). Sebaliknya, perendaman pada awal vegetatif menyebabkan malai lebih panjang (22,8 cm) dibanding pada fase primordia (20,3 cm). Pratiwi et al. (2009) melaporkan terdapat hubungan negatif antara panjang malai dan jumlah malai (anakan aktif). Semakin banyak jumlah malai/rumpun, semakin pendek malainya. Jumlah malai tanaman yang direndam pada fase vegetatif akhir melampaui jumlah anakan tanaman yang tidak direndam (Gambar 2b), sehingga malainya memendek. Kemungkinan lain, pada rendaman fase primordia, pertumbuhan malai sangat terhambat, baik sebelum maupun setelah keluar (saat recovery) sehingga malai lebih pendek daripada normalnya.

Pengaruh Rendaman terhadap Umur Panen

Pengaruh perendaman tanaman terhadap umur masak atau panen tanaman padi disajikan pada Tabel 6.

Tabel 4. Analisis statistik respon hasil dan komponen hasil varietas padi terhadap perendaman dan tingkat kekeruhan, KP Cikeumeuh, Bogor MK 2009.

Sumber keragaman Hasil GKG Panjang malai Jumlah malai Jumlah gabah Jumlah gabah Bobot 1000 isi per pot hampa per pot butir

Waktu (W) ns ** ** ns ** ns Lama rendaman (L) ** * ns ns ** ** Kekeruhan (K) ns * ns ns * ns Wx L ns ns ns ns ns ns W x K ns * * ns ns ns Lx K ns ns ns ns ns ns W x L x K ns ns ns ns ns ns

ns = tidak nyata; * = nyata; dan ** = sangat nyata

Tabel 5. Hasil dan komponen hasil varietas padi IR64 sub-1 akibat pengaruh waktu, lama, dan tingkat kekeruhan air rendaman. RK Cikeumeuh Bogor, 2009.

Waktu perendaman Lama rendaman Kekeruhan

Komponen hasil Tanpa

Vegetatif Primordia 7 hari 14 hari Bening Agak keruh Keruh rendaman

Hasil gabah (GKG) (g/pot) 28,5 28,2 29,9 26,9 28,0 28,1 29,0 31,2

Jumlah malai/pot 16,7 22,3 19,7 19,3 20,2 19,0 19,3 17,5

Panjang malai (cm) 22,8 20,3 21,9 21,2 21,5 21,5 21,8 22,5

Jumlah gabah isi/pot 1449 1438 1515 1372 1457 1380 1494 1602

Jumlah gabah total/pot 1800 1706 1922 1581 1836 1682 1737 1889

Bobot 1000 butir (g) 19,8 19,7 19,9 19,6 19,3 20,5 19,5 19,5

(8)

Perendaman menyebabkan terlambatnya pemasak-an gabah atau mundurnya masa ppemasak-anen. Pada varietas IR64 sub-1 perendaman pertanaman selama 7 hari pada fase vegetatif awal menyebabkan mundurnya panen selama 6 hari, sedangkan perendaman selama 14 hari menyebabkan panen mundur menjadi 20 hari. Pada perendaman tanaman fase vegetatif akhir, 7 hari perendaman melambatkan panen selama 9 hari sedangkan pada perendaman selama 14 hari memundurkan panen sama seperti pada fase vegetatif awal yaitu selama 20 hari. Dapat dikatakan bahwa melambatnya panen tanaman padi varietas IR64 sub1 (yang tahan rendaman) akibat perendaman berkisar antara 0,9 dan 1,4 kali lamanya rendaman. Melambatnya umur panen tanaman padi akibat perendaman ini merupakan aspek negatif lainnya dari pengaruh rendaman yang belum dimasukkan ke dalam program pemuliaan agar varietas tahan rendaman, juga tidak melambatkan umur panen.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pertumbuhan varietas padi IR64-sub-1 yang mengalami rendaman, tertekan, terutama jumlah anakan dan tinggi tanaman.

2. Perendaman menyebabkan umur tanaman memanjang; minimal sama dengan lamanya perendaman.

3. Varietas IR64 sub-1 yang relatif toleran rendaman mengalami stagnasi pertumbuhan selama perendaman, daun berubah menjadi kuning (kerusakan hijau daun), namun ada proses

pemulihan (recovery) setelah air rendaman

dihilangkan yang kecepatannya bergantung pada lama rendaman dan waktu terjadinya rendaman. 4. Kekeruhan air rendaman berpengaruh terhadap

keparahan kerusakan tanaman dan recovery.

Saran

1. Adanya pemanjangan umur tanaman akibat rendaman dimasukkan ke dalam program pemuliaan, untuk memperoleh varietas padi yang tahan rendaman dan tidak menambah umur panen.

DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, W. 1979. Aeration in higher plants. Adv. Bot. Res. 7:225-332.

Armstrong, W. and M.C. Drew. 2002. Root growth dan metabolism under oxygen deficiency. In: Waisel Y, Eshel A dan Kafkafi U, eds. Plant roots: the hidden half, 3rd edn. New York: Marcel

Dekker, 729-761.

CGIAR (Consultative Group on International Agriculture Research). 2006. Intensified Research Effort Yields Climate-Resilient Agriculture to Blunt Impact of Global Warming, Prevent Widespread Hunger. Heat-tolerant Wheat, Flood-proof Rice, Satellites for Carbon Trading Among New Technologies. Press release.p 4.

Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, 2010. Laporan tahunan. http://www.deptan.go.id/ditjentan/tampil.php?page= cuplikan&id=654.

Ella, E.S. and A.M. Ismail. 2006. Seedling nutrient status before submergence affects survival after submergence in rice. Crop Sci 46:1673-1681.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 1990. Climate change. Intergovernmental panel on climate change on scientific assessment. Cambridge University Press. New York. IPPC.1990. First assessment report, United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC or FCCC). Conference on Environment and Development (UNCED). Rio de Janeiro December 2009.

Ito, O., E. Ella, and N. Kawano. 1999. Physiological basis of submergence tolerance in rainfed lowland rice ecosystem. Field Crops Res 64:75-90.

Jackson, M.B. and P.C. Ram. 2003. Physiological and molecular basis of susceptibility and tolerance of rice plants to complete submergence. Annals of Botany 91:227-241.

Jackson, M.B., I. Waters, T. Setter, and H. Greenway. 1987. Injury to rice plants caused by complete submergence: A contribution of ethylene (ethane). J. Exp. Bot. 38:1826-1838. Khairullah, Izhar. 2006. Padi tahan rendaman (solusi gagal panen saat kebanjiran). Sinar Tani Edisi 8-14 Nopember 2006. Balittra.

Tabel 6. Umur panen (HST) varietas Padi IR64 sub-1 akibat pengaruh waktu, lama dan tingkat kekeruhan air rendaman, KP Cikeumeuh Bogor, 2009.

Tanpa rendaman Lama perendaman pada fase vegetatif Lama perendaman pada fase primordia Umur tanaman (kontrol)

(0 hari) 7 hari 14 hari 7 hari 14 hari

Umur panen (HST) 86 92 106 95 106

(9)

Lee, T., and Y. Lin. 1996. Peroxidase activity in relation to ethylene-induced rice (Oryza sativa L.) coleoptile elongation. Bot. Bull. Acad. Sin. 37:239-245.

Mackill, D.J., M.M. Amante, B.S. Vergara, and S. Sarkarung. 1993. Improved semidwarf rice lines with tolerance to submergence of seedlings. Crop Sci 33:749-753.

Mallik S., S.N. Sen, S.D. Chatterjee, S. Nandi, A. Dutta, and S. Sarkarung. 2004. Sink improvement for deep water rice. Curr sci. 87(8):1042-1043.

Neeraja, C., R. Maghirang-Rodriguez, A. Pamplona, S. Heuer, B. Collard, E. Septiningsih, G. Vergara, D. Sanchez, K. Xu., and A Ismail., D. Mackill. 2007. A marker-assisted backcross approach for developing submergence tolerant rice cultivars. Theor Appl Genet 115:767-776.

Pierik, R., F.F. Millenaar, A.J.M. Peeters, and L.A.C.J. Voesenek. 2005. New perspectives in flooding research: the use of shade avoidance and Arabidopsis thaliana. Ann Bot 96:533-540.

Pratiwi, G.R. E. Suhartatik,, dan A.K. Makarim. 2009. Produktivitas dan komponen hasil tanaman padi sebagai fungsi dari populasi tanaman. Jurnal Tanah dan Lingkungan 11(1):1-8, IPB.

Septiningsih, E.M., A.M. Pamplona, D.L. Sanchez, C.N. Neeraja, G.V. Vergara, S Heuer, A.M Ismail, and D.J. Mackill. 2008 Development of submergence tolerant rice cultivars: The Sub1 locus dan beyond. Ann Bot: (in press).

Toojinda, T., M. Siangliw, S. Tragoonrung, A. Vanavichit. 2003. Molecular genetics of submergence tolerance in rice: QTL analysis of key traits. Annals of Botany 91:243-253. Xu Kenong, Xia Xu, Takeshi Fukao, Patrick Canlas, Reycel

Maghirang-Rodriguez, Sigrid Heuer, Abdelbagi M. Ismai, Julia Bailey-Serres, Pamela C. Ronald, and David J. Mackill. 2006. Sub1A is an ethylene-response-factor-like gene that confers submergence tolerance to rice. Nature 442:705-708.

Gambar

Tabel 1. Sifat dan ciri tanah yang digunakan pada percobaan pot. Rumah Kaca, Cikeumeuh, 2009.
Gambar 1. Pengaruh perendaman selama 7 dan 14 hari pada fase (a) vegetatif awal dan (b) vegetatif akhir (primordia) terhadap tinggi tanaman
Gambar 2. Pengaruh perendaman selama 7 dan 14 hari pada dua fase pertumbuhan tanaman (a) vegetatif awal dan (b) vegetatif akhir (primordia)
Tabel 4. Analisis statistik respon hasil dan komponen hasil varietas padi terhadap perendaman dan tingkat kekeruhan, KP Cikeumeuh, Bogor MK 2009.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Peranan audit lingkungan dalam pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan yaitu ; Sebagai instrumen untuk

Hal itu bisa dilakukan dengan cara membuat kontrak, membuat perjanjian, atau bahkan lisensi dengan pihak-pihak yang bersentuhan langsung dengan rahasia

KLINIK PRIMA HUSADA CINERE DOKTER SPESIALIS RAWAT JALAN YANG TIDAK KERJASAMA DENGAN ALLIANZ 1.

Meningkatnya kebutuhan terhadap tanah dapat memungkinkan terjadinya peningkatan sengketa tanah di kemudian hari, maka pemberian tanah melalui pauseang sebaiknya dinyatakan dalam

hubungan  etika  dan  moral,  hubungan  moral,  moralis,  moralitas  dan  faktor­faktor  yang  mempengaruhi  timbulnya  moralitas.  Tentang  perbuatan  manusia 

Reduksi aerosol semakin besar dengan semakin besarnya kecepatan hingga mecapai optimum pada kecepatan 1,2 m/dt dan kemudian terjadi penurunan reduksi baik pada

Desain antarmuka ketiga adalah desain antarmuka judul Rumus. Desain ini digunakan untuk menampilkan judul rumus. Desain Antarmuka Judul Rumus Desain antarmuka contoh

Hasii pengujian menyatakan bahwa minat beii memediasi hubungan pengaruh sikap konsumen terhadap keputusan memilih karena t hitung 2,80 lebih besar dari t tabei i ,983 maka