• Tidak ada hasil yang ditemukan

UPAYA PENYEDIAAN DOD PEDALING ENTIK MELALUI PERSILANGAN ENTOK ><ITIK DENGAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "UPAYA PENYEDIAAN DOD PEDALING ENTIK MELALUI PERSILANGAN ENTOK ><ITIK DENGAN TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

UPAYA PENYEDIAAN DOD PEDALING ENTIK

MELALUI PERSILANGAN ENTOK ><ITIK DENGAN

TEKNOLOGI INSEMINASI BUATAN

(THE USE OF MUSCOVYAND DUCK CROSSES USING ARTIFICIAL

INSEMINATION TECHNIQUE TO SUPPLY DAY OLD DUCK)

Roesdiyanto, Sigit Mugiyono dan Elly Tugiyanti

Fakultas Peternakan Unsoed

ABSTRACT

A research has been conducted at Experimental Farm of Husbandry Faculty Unsoed. The purpose of the research was to study the spermatozoa dose, interval and artificial time of insemination on fertility, hatchability and hatching result of muscovy x duck by artificial insemination.

The experimental was design in 3x3x2 factorial treatment. The first factor was spermatozoa doses (D):100 x 106 (di),150 x 106 (d2) and 200 x 106 (d3). Second factor was time of insemination (I): wl= morning, w2 = noon and w3 = afternoon. Third factorwas AI interval (1): il = once a week and i2 = twice a week. Hatching period with (three time replicated)was considered as block. The research used 120 female ducks and 12 male muscovy. The results showed that the highest fertility was 45,98% and the lowest was 9,90%, the highest and the lowest hatchability were 64,47 and 29,19%, and 18,43 and 18,34% respectively .

Statistical analysis indicated that interaction among those 3 factor (sperm doses, AI time and AI interval ) had no significant effect (P>0,05) on fertility, hatchability and hatching result. Interaction of sperm doses >< AI interval, sperm volume >< AI time and AI interval >< AI time too had non significant effect (P>0,05) on fertility was crossing result (muscovy><duck). AI time and interval had very significant effect (P<0,01), but sperm doses and AI time had non significant effect (P>0,05) on hatching result, expect AI interval which had very significant effect (P<0,01) on hatching result. It was concluded that interaction among sperm volume, AI time and interval did not have effect on fertility, hatchability and hatching result, interaction between sperm doses and AI interval and AI time affected hatching result, while sperm volume up to 200 x 106 and AI time'increased fertility and hatching result which only affected by AI interval.

Key words: Entik, duck, muscovy, crossing, artificial insemination (Al).

ABSTRAK

Suatu penelitian telah dilakukan di Experimental Farm Fakultas Peternakan Unsoed, untuk mengetahui pengaruh dosis spermatozoa, waktu dan interval III terhadap fertilitas, daya tetas dan hasil tetas telur hasil persilangan (entok >< itik) melalui teknologi Inseminasi Buatan (IB). Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental dengan dasar Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial (3x2x2) . Sebagai faktor pertama adalah dosis spermatozoa (D) terdiri dari di :100 x 106 spermatozoa, d2: 150 x106spermatozoa dan d3: 200 x 106 spermatozoa. Faktor kedua waktu III (W) meliputi wi: pagi hari dan w2: sore hari. Faktor ketiga adalah interval 111 (I), terdiri dari ii: 6 hari sekali dan i2: 3 hari sekali. Sebagai kelompok adalah periode penetasan dengan tiga kali ulangan. Materi 12 ekor pejantan entok, induk itik 120 ekor dan mesin tetas kapasitas 600 butir sebanyak 3 unit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan fertilitas tertinggi 45,98% dan terendah 9,90'/6, rataan daya tetas dan hasil tetas masing-masing tertinggi 64,476/6 dan 29,196/6 dan terendah 18,43 dan 18,346/6. Hasil analisis

(2)

ragam menunjukkan bahwa interaksi faktor dosis spermatozoa, waktu IB dan interval IB berpengaruh tidak nyata terhadap fertilitas, interaksi dosis spermatozoa >< interval IB, dosis spermatozoa >< waktu III dan interval IB >< waktu IB, juga berpengaruh tidak nyata terhadap fertilitas telur hasil persilangan (entok >< itik). Dosis spermatozoa, interval IB dan waktu IB berpengaruh sangat nyata secara linier terhadap fertilitas telur hasil persilangan (entok ><itik) . Dosis spermatozoa dan interval IB hanya berpengaruh nyata terhadap daya tetas, sedangkan interval IB berpengaruh tidak nyata terhadap daya tetas, tetapi berpengaruh sangat nyata secara linier terhadap hasil tetas. Interaksi dosis spermatozoa >< interval IB berpengaruh nyata terhadap daya tetas dan hasil tetas, dan interaksi waktu IB >< interval IB berpengaruh nyata terhadap hasil tetas. Dapat disimpulkan bahwa deposisi dosis spermatozoa pada tingkat 200 x 106, waktu IB sore had mampu meningkatkan fertilitas, sedangkan interval IB 3 hari sekali dapat meningkatkan fertilitas dan daya tetas.

Kata Kunci: Entik pedagin& entok, itik, persilangan, inseminasi buatan (IB).

Ternak unggas mempunyai peranan yang besar dalam pengadaan

daging, yaitu sebesar 1 .32205 juta ton/tahun atau 52,92% dari produksi

nasional. Sumbangan daging yang besar tersebut sebagian besar berasal dari

ayam niaga pedaging ayam ras impor, sedangkan yang berasal dari unggas

lokal relatif masih sedikit (Direktorat Jenderal Peternakan, 1999). Entok atau

itik Manila termasuk unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil daging,

namun unggas tersebut belum cukup mendapatkan perhatian baik oleh para

peneliti maupun instansi terkait. Salah satu kendala dalam pengembangan

tersebut adalah produksi telurnya rendah dan mempunyai sifat mengeram

serta mengasuh anaknya, sehingga dalam jumlah besar pengadaan bibit

mengalami kesulitan. Upaya penyediaan dan pengembangan DOD entik

sebagai penghasil daging dapat berhasil apabila kesulitan atau kendala

penyediaan bibit dapat dihilangkan dan days guna unggas tersebut dapat

ditingkatkan . Salah satu alternatif dalam upaya meningkatkan populasi entok

di antaranya adalah dengan mengawinsilangkan dengan itik melalui teknologi

Inseminasi Buatan (IB). Seberapa besar pengaruh persilangan tersebut dengan

teknik IB dapat dilihat dari fertilitas dan days tetas telur selama penetasan.

Penerapan teknologi IB dapat diperoleh beberapa keuntungan, yaitu efisiensi

penggunaan pejantan dan induk, kesulitan terjadinya perkawinan secara

alamiah karena perbedaan ukuran tubuh antara entok dan itik yang dipelihara

secara intensif dapat diantisipasi. Selain itu hanya pejantan dan induk selektif

dan produktif saja yang dapat menurunkan generasi berikutnya.

Keturunan hasil persilangan antara entok dan itik sebenarnya telah lama

dikenal masyarakat dengan berbagai macam nama, di antaranya itik Serati,

Branti atau Brati atau itik Mandalung. Upaya persilangan tersebut di

masyarakat pedesaan umumnya dilakukan secara alamiah clan belum terarah,

serta hasil keturunanya (Branti) berfungsi hanya terbatas sebagai mesin

pengeram. Hasil persilangan dari kedua spesies unggas tersebut memiliki

bentuk kaki, leher dan kepala sangat mirip dengan itik, tetapi mampu tumbuh

cepat serta mempunyai postur tubuh yang mirip dengan entok, sehingga

88-

Lokakarya Nasional Unggas Air 2001

(3)

sangat berpotensi sebagai penghasil daging. Sampai sejauh mana tingkat

keberhasilan perkawinan silang (entok >< itik) melalui teknik IB adalah suatu

pertanyaan yang akan diungkap melalui penelitian ini.

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pejantan entok

umur 11 bulan sebanyak 12 ekor dan induk itik Tegal periode menjelang

puncak produksi 135 ekor. Tiap pejantan entok dipelihara dalam petak

kandang masing-masing secara terpisah, sedangkan induk itik dari 135 ekor

ditempatkan dalam 27 petak.

Metode penelitian menggunakan metode eksperimental dengan

rancangan dasar RAK pola faktorial (3x3x2). Sebagai faktor pertama adalah

dosis spermatozoa (D) terdiri dari dl: 100 x 106 spermatozoa, d2: 150 x106

spermatozoa, dan d3: 200 x 106 spermatozoa. Faktor kedua waktu IB (W)

meliputi: wi: pagi hari (jam 07.00) dan w2: siang hari (jam 12.00), dan w3: sore

hari (jam 17.00), sedangkan faktor ketiga adalah interval IB (I) terdiri dari ii: 3

hari sekali dan

i2:

6 hari sekali. Sebagai kelompok adalah periode penetasan

dengan tiga kali ulangan.

Peubah yang diamati meliputi: fertilias, daya tetas dan hasil tetas. Data yang

diperoleh dinalisis dengan analisis ragam dilanjutkan dengan uji Beda Nyata

Jujur (BNJ) dan analisis regresi menggunakan uji orthogonal polinomial

menurut Steel dan Torrie (1993).

1. Fertilitas

Dosis Spermatozoa

Waktu IB

Interval IB

Keterangan:

MATERI DAN METODE

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh rataan

fertilitas tertinggi sebesar 45,98 persen dan terendah 18,34 persen. Rataan

fertilitas telur hasil persilangan (entok >< itik) disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Pengaruh dosis waktu IB dan innterval IB terhadap fertilitas telur

Peubah

Level Perlakuan

100 x 106

26.82 + 6.35a

jam 07.00

27.00 + 6.70a

Per 3 hari

23.54 + 2.87a

Superskrif yang berbeda pada baris

nyata (P<0,05).

200 x 106

32.33 + 7076b

jam 17.00

32.83 + 8.14b

Per 6 hari

36.36 + 4.98b

yang sama menunjukkan berbeda

150 x 106

30.70 + 70.98b

jam 12.00

30.20 + 7021b

(4)

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara dosis spermatozoa, waktu IB dan interval IB berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap fertilitas telur hasil persilangan, sedangkan tiap faktor baik dosis spermatozoa sampai dengan tingkat 200 x 106, waktu IB sampai dengan tingkat jam !7.00 maupun interval IB smpai dengan tingkat 3 hari sekali berpengaruh sangat (P<0,01) terhadap fertilitas. Pengaruh dosis spermatozoa terhadap fertlitas telur hasil persilangan (entok >< itik) ternyata menunjukkan bahwa semakin banyak spermatozoa yang dideposisikan ke dalam oviduct itik betina sampai 200 x 106 meningkat secara linier mengikuti persamaan regresi Y = 23,11238 + 0,048957 X. Kondisi ini dapat dimaklumi karena semakin banyak spermatozoa yang dideposisikan ke dalam oviduct itik betina, maka akan memberikan kesempatan dan peluang yang lebih besar kepada spermatozoa untuk dapat membuahi ovum yang telah diovulasikan, sehingga kemungkinan terjadinya fertilisasi juga semakin tinggi. Demikian pula bila ditinjau dari interval IB dengan frekuensi 3 hari sekali, maka sebelum masa viabilitas spermatozoa sampai batas akhir, waktu motilitas telah digantikan dengan deposisi berikutnya, sehingga kemungkinan kesempatan/peluang bagi spermatozoa yang baru dideposisikan akan lebih cepat dalam proses terjadinya fertilisasi di dalam infundibulum itik betina. Selanjutnya apabila ditinjau dari waktu IB, ternyata deposisi spermatozoa yang dilakukan pada sore hari (jam 17.00) meningkatkan fertilitas. Kondisi ini dimungkinkan karena libido sexuality pejantan entok semakin sore semakin tinggi, sesuai dengan kondisi sifat alamiahnya bila terjadi perkawinan secara alami, bahwa entok jantan cenderung untuk kawin pada sore hari. Di samping itu penyadapan semen yang dilakukan pada sore hari memungkin-kan viabilitas spermatozoa lebih tinggi, karena temperatur lingkungan lebih rendah bila dibandingkan penyadapan pada siang hari, sehingga motilitasya di dalam oviduct dalam proses fertilisasi lebih tinggi. Menurut Toelihere (1993), motilitas spermatozoa digunakan sebagai salah satu penilaian untuk menentukan kualitas semen yang erat kaitannya dengan fertilitas.

2. Daya Tetas

Berdasarkan pengamatan selama penelitian diperoleh rataan daya tetas 30,175± 2,25% dengan rataan tertinggi 64,47% clan terendah 18,34% . Rataan daya tetas hasil persilangan (entok><itik) tersaji dalam Tabel 2.

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi faktor dosis spermatozoa, waktu dan interval IB berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap daya tetas telur hasil persilangan (entok><itik), faktor dosis spermatozoa dan juga interval IB berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya tetas, sedangkan faktor perlakuan waktu IB berpengaruh tidak nyata terhadap daya tetas (P>0,05) . Interaksi faktor dosis spermatozoa >< interval IB berpengaruh nyata menurunkan daya tetas (P<0,05).

Adanya interaksi faktor dosis spermatozoa >< interval IB yang nyata menurunkan daya tetas diduga terdapat penyimpangan kromosom yang

(5)

disebabkan oleh gamet-gamet entok maupun itik pada saat fertilisasi yang hanya mengandung sebagian kromosom, sehingga pasangan kromosomnya menjadi tidak homolog atau haploid, yaitu tidak memiliki bentuk, panjang dan letak sentromer yang sama (Brun et al., 1999). Menurut Szalay (1999) dinyatakan bahwa penyimpangan kromosom merupakan faktor utama penyebab kematian embrio selama penetasan yang berakibat menurunnya daya tetas. Semakin tinggi tingkat spermatozoa yang dideposisikan sampai taraf 200 x 106 atau 0,2 cc per ekor induk itik, dan meningkatnya frekuensi interval 113 dua kali per mmggu, menyebabkan semakin banyak kesempatan bagi spermatozoa yang berebut untuk membuahi ovum, akan betapi karena diduga pasangan kromosomnya haploid dan terjadi penyimpangan kromosom, maka setelah berjadi fertilssasi hingga menjelang menetas banyak embrio yang mati. Akibatnya hasil betas selama pengeraman di dalam mesin betas menjadi rendah. Apabila ditinjau dari faktor fisik, bentuk dan besarnya telur dapat dingatakan sangat kecil kemungkinannya, karena pakan yang diberikan sama, umur telur sama, besar dan bentuk telur juga relatif sama demikian juga faktor fisik penetasan yang mehputi bemperatur, kelembaban, ventilasi, posisi telur dan frekuensi rotasi telurjuga sama, sehingga pengaruhnya terhadap daya tetas juga relatif sama. Tabe12. Interaksi dosis spermatozoa dan interval IB terhadap daya tetas (%)

Hasil Tetas

Rataan hasil tetas selama penelitian berkisar antara 18,43 sampai 29,29% . Hasil analisi ragam menunjukkan bahwa interaksi faktor dosis spermatozoa, waktu dan interval IB berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hasil tetas telur hasil persilangan (entok >< itik). Faktor dosis spermatozoa dan waktu IB juga berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap hasil tetas, tetapi faktor interval IB berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap hasil tetas. Kondisi ini searah dengan fertilitas pada perlakuan yang sama, bahwa semakin tinggi frekuensi interval IB semakin tinggi pula angka fertilitasnya. Hasil tetas telur dipengaruhi oleh fertilitas dan juga daya betas, karena hash betas mempunyai dua pengertian, yang pertama adalah yang dikenal dengan daya tetas telur setting (DTS), dan yang kedua yang dikenal dengan istilah daya tetas telur fertil (DTF), yang perhitungannya berdasarkan evaluasi beknis. Perhitungan hasil tetas (DTS) lebih mendasarkan pada evaluasi ekonomi.

Makalah Penunjang (Poster) - 91

Dosis Spermatozoa Interval Rataan

Per 3 hari Per 6 hari

100 x 106 38.98 t 16.21a 30.01 t 3.22ab 35.99 t 11.75 150 x 106 20.79 t 3.31 32.83 t 2.92ab 26.89 t6.81 200 x 106 21.42 t4.27 31.63 t4.09b 26.52 t 0.64 Rataan 27.12 t 12.76 32.49 t 3.37

Waktu IB Jam 07.00 Jam 12.00 Jam 17.00

(6)

Tabel 3. Pengaruh dosis spermatozoa, waktu IB dan interval IB terhadap hasil tetas

Peubah Perlakuan

Dosis Spermatozoa150 x 106200 x 106100 x 106 22.35+2.39 30.70 + 70.98b 32.33 + 7076b

Waktu IB Jam 07.00 Jam 12.00 Jam 17.00

21.43 t 2.14 23.04 t 2.46 22.61 t 3.39

Interval IB Per 3 hari Per 3 hari

20.27 t 1 .85a 23.78 t 2.26b

Berdasarkan teori, bahwa hasil tetas dipengaruhi oleh fertilitas dan daya tetas, akan tetapi pada penelitian ini terjadi perkecualian yaitu sekalipun fertilitasnya tinggi tetapi daya tetasnya rendah yang diduga karena terjadinya penyimpangan kromosom yang berakibat menurunnya daya tetas. Jadi hasil akhir dari penelitian ini, hasil tetas hanya dipengaruhi oleh fertilitas yang perhitungannya didasarkan evaluasi teknis. Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh petunjuk bahwa interval IB pada waktu IB pagi hari, siang hari dan sore hari meningkatkan hasil tetas telur hasil persilangan (entok ><itik) secara linier mengikuti persamaan garis Y=15,07036 + 1,569618 X .

Kesimpulan

1 . Kombinasi faktor dosis spermatozoa, waktu dan interval IB tidak mempengaruhi fertilitas, daya tetas maupun hasil tetas telur hasil persilangan (entok >< itik).

2. Deposisi dosis spermatozoa pada tingkat 200 x 106 , waktu IB sore hari mampu meningkatkan fertilitas.

3. Interval IB 3 hari sekali dapat meningkatkan fertilitas dan daya tetas. Saran

1 . Untuk meningkatkan fertilitas telur hasil persilangan (entok >< itik) waktu IB sebaiknya dilakukan pada sore hari, dengan deposisi spermatozoa sebanyak 200 x106 .

92- Lokakarya Nasional linggas Air 2001

KESIMPULAN DAN SARAN

2. Guna meningkatkan hasil tetas seyogyanya interval IB dilakukan 3 hari sekali dalam seminggu.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Atas terlaksananya penelitian, tersusunnya laporan dan makalah ini,

penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Direktur Eksekutif Sub

Proyek QUE Program Studi Produksi Ternak yang telah memberikan

kepercayaan, kesempatan dan sarana penelitian Research Grant. Ucapan

terima kasih juga penulis tujukan kepada semua pihak yang telah membantu

pelaksanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Brun J.M.N, Sellier, J.H. Hu and R. Rouvier. 1999. Fertility and Embrionic

Mortality in the Intergeneric Cross between the Common Duck and the

Muscovy Duck: Candling vs Opening the Eggs Proc. 1 st World

Waterfowl Conferences. Taiwan, ROC p. 193 -197

Direktorat Jenderal Peternakan. 1999. Buku Statistik Peternakan. Direktorat

Jenderal Peternakan. Departemen Pertanian RI. Direktorat Bina

Program. Jakarta.

Kimball, JW, H.S.S. Tjitrosomo, NS Sugiri. 1999. Biologi Jilid 3. Edisi kelima.

IPB Bogor Penerbit Erlangga, Jakarta.

Steel, R.G.D., and J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik

(Terjemahan) . Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tai, C. and Rouvier. 1998. Crossbreeding Effect on Sexual Dimorphism of

Body Weight in Intergenetic Hybrid Obtained between Muscovy and

Peking Duck. In Genetic and Phisiology of Waterfowl (Eds. Rouvier,

R) . Proc. : 1 "1 World Waterfowl Conference. Taiwan, R.O.C.

Toehhere, M.R. 1993. Fisologi Reproduksi pads Ternak. Penerbit Angkasa,

Bandung.

Gambar

Tabel 3. Pengaruh dosis spermatozoa, waktu IB dan interval IB terhadap hasil tetas

Referensi

Dokumen terkait

Substansi ini meningkat pada kerusakan endotel pembuluh darah, sehingga pengukuran kadarnya dalam darah dapat memperlihatkan kerusakan endotel yang merupakan salah

Dari pendapat tokoh Muhammadiyah bahwa sepanjang bisa saling menguntungkan antara mitra dengan pihak Paytren maka bisnis tersebut boleh, karena pada dasarnyajual beli itu

Pembelajaran matematika realistik sangat dekat dengan filsafat konstruktivisme dari Piaget yang menyebutkan pengetahuan itu adalah konstruksi dari seseorang yang

Dalam penelitian ini pengetahuan responden dihitung berdasarkan jumlah jawaban yang benar mereka dari pertanyaan mengenai persalinan dan penolong persalinan meliputi yang boleh

Uraian singkat di atas memperlihatkan bahwa manajemen disamping sebagai ilmu sebagai bahan kajian yang akan terus berkembang seiring dengan dinamika kehidupan

Pada umumnya air yang digunakan untuk siraman adalah air yang berasal dari sumber mata air yang diyakini memiliki nilai magis (keramat) oleh masyarakat setempat. Akan tetapi

Pada penelitian sebelumnya, pengujian identifikasi bahan kimia obat Fenilbutazon dalam jamu linurat secara kromatografi lapis tipis menunjukan hasil bahwa sediaan

Hal ini diatur di dalam Pasal 28 UUPK yang menyatakan bahwa pembuktian terhadap ada atau tidaknya unsur kesalahan dalam gugatan ganti rugi dalam Pasal 19