• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Siklus Hidrologi

Air merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak manfaatnya bagi kebutuhan manusia. Air yang terdapat di alam ini dalam bentuk cair, tetapi dapat berubah dalam bentuk padat/es, salju dan uap yang terkumpul di atmosfer. Air juga tidaklah statis tetapi selalu mengalami perpindahan. Air menguap dari laut, danau, sungai, tanah dan tumbuh-tumbuhan akibat panas matahari. Kemudian akibat proses alam air yang dalam bentuk uap berubah menjadi hujan, yang kemudian sebagian menyusup ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian menguap (evaporasi) dan sebagian lagi mengalir di atas permukaan tanah (run off). Air permukaan ini mengalir ke dalam sungai, danau, kemudian mengalir ke laut, kemudian dari tempat itu menguap lagi dan seterusnya berputar yang disebut siklus hidrologi (Soemarto 1995)

Siklus air (siklus hidrologi) adalah rangkaian peristiwa yang terjadi dengan air dari saat ia jatuh ke bumi (hujan) hingga menguap ke udara untuk kemudian jatuh kembali ke bumi yang merupakan konsep dasar keseimbangan air secara global dan menunjukkan semua hal yang berhubungan dengan air. Prosesnya sendiri berlangsung mulai dari tahap awal terjadinya proses penguapan (evaporasi) secara vertikal dan di udara mengalami pengembunan (evapotranspirasi), lalu terjadi hujan akibat berat air atau salju yang ada di gumpalan awan. Lalu air hujan jatuh keatas permukaan tanah yang mengalir melaui akar tanaman dan ada yang langsung masuk ke pori-pori tanah. Dan

(2)

didalam tanah terbentuklah jaringan air tanah (run off) yang juga mengalami transpirasi dengan butir tanah. Sehingga dengan air yang berlebih tanah menjadi jenuh air sehingga terbentuklah genangan air (Arsyad, 1985)

Sumber : Kodoatie dan Roestam, 2008

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi

II.2. Hujan

II.2.1. Pengertian Hujan

Hujan merupakan suatu peristiwa siklus hidrologi yang terjadi tidak merata di semua tempat, ada tempat yang mempunyai curah hujan yang tinggi dan ada tempat yang mempunyai curah hujan yang rendah. Tinggi rendahnya curah hujan tersebut disebabkan oleh letak suatu daerah dan iklim setempat, serta kebasahan udara (uap). Pada umumnya di lereng gunung curah hujan lebih besar dibandingkan di daratan (Soetedjo, 1970).

(3)

Terjadinya hujan disebabkan penguapan air, terutama air dari permukaan laut yang naik ke atmosfer, mendingin dan kemudian menyuling dan jatuh sebagian di atas laut dan sebagian ai atas daratan, sebagian meresap ke dalam tanah (infiltrasi), sebagian di tahan tumbuh-tumbuhan (intersepsi), sebagian menguap kembali (evaporasi) dan sebagian menjadi lembab. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian menguap melalui pori-pori di dalam tanah (evapotranspirasi) dan demikian pula air yang ditahan tumbuh-tumbuhan sebagian menguap(transpirasi), Air hujan yang menguap, yang meresap ke dalam tanah, yang ditahan tumbuh-tumbuhan dan transpirasi tidak ikut menjadi aliran air di dalam sungai dan disebut air hilang.

Menurut Sosrodarsono (1985), hujan yang terbanyak adalah di daerah khatulistiwa antara 50 sampai dengan 100 sebelah utara dan selatan equator. Analisis hidrologi dimaksud untuk memprediksikan keberadaan sumber air pada area penelitian dengan menggunakan persamaan-persamaan empiris yang memperhitungkan parameter-parameter alam yang mempengaruhinya. Dimana analisis hidrologi ini ditujukan untuk memberikan estimasi mengenai besaran kebutuhan dan ketersediaan air pada lokasi penelitian yang diperlukan dalam perencanaan lebih lanjut, secara keseluruhan hasil analisis tersebut adalah merupakan data awal yang sangat diperlukan dalam pengembangan selanjutnya.

II.2.2. Durasi Hujan

Durasi hujan adalah lamanya kejadian hujan yang diperoleh dari hasil pencatatan alat ukur hujan otomatis (dalam menitan, jam-jaman ataupun harian). Dalam perencanaan drainase, durasi hujan sering diakitkan dengan waktu

(4)

konsentrasi, khusunya pada drainase permukaan diperlukan durasi relatif pendek, mengingat akan toleransi lamanya genangan.

II.2.3. Intensitas Curah Hujan

Jika kita diminta untuk menyiapkan perencanaan teknik bangunan air, pertama-tama yang harus kita tentukan adalah berapa debit yang harus diperhitungkan dimana besarnya debit rencana ditentukan oleh intensitas curah hujan. Intensiatas curah hujan adalah jumlah hujan dalam tiao satuan waktu, yang biasanya dinyatakan dalam milimeter per jam. Besarnya intensitas curah hujan berbeda-beda, tergantung dengan lamanya curah hujan dan frekuensi kejadian. Pada umumnya semakin besar durasi hujan t, intensitas hujannya semakin kecil. Jika tidak ada waktu untuk mengamati besarnya intensitas hujan atau karena disebabkan tidak adanya alat untuk mngamati, maka dapat ditempuh cara empiris dengan menggunakan rumus-rumus berikut ini:

- Talbot (1881) 𝑖

=

𝑎+𝑏𝑡 ... (2-1) - Sherman (1905)

𝑖 =

𝑎 𝑡𝑏

... (2-2) - Inshiguro

𝑖 =

√𝑡+𝑏𝑎 ... (2-3)

(5)

- Mononobe

𝑖 =

𝑑24 24 24 𝑡 2 3 ... (2-4) dimana:

i = intensitas curah hujan (mm/jam)

t = waktu (durasi) curah hujan, menit untuk persamaan 1), 2), dan (2-3), dan jam untuk persamaan (2-4)

a,b = konstanta

d24 = tinggi hujan maksimum dalam 24 jam (mm)

II.2.4. Waktu Konsentrasi

Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan air untuk mengalir dari titik yang paling jauh pada aliran ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir saluran. Pada prinsipnya waktu konsentrasi dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:

- Inlet time (t0) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di atas permukaan tanah menuju aluran drainase.

- Conduit time (td) yakni waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di

sepanjang saluran drainase sampai ke titik kontrol yang diperlukan.

Waktu konsentrasi (tc) dapat dihitung dengan rumus berikut:

(6)

II.2.5. Analisa Data Curah hujan

Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian meramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu.

II.2.5.1. Curah Hujan Areal

Ada tiga macam cara yang berbeda dalam menetukan tinggi curah hujan pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos pencatat curah hujan atau AWLR (Automatic Water Level Recorder), antara lain:

A. Cara Tinggi Rata-Rata (Arithmatic Mean)

Cara mencari tinggi rata-rata curah hujan di dalam suatu daerah aliran dengan cara arithmatic mean merupakan salah satu cara yang sangat sederhana. Biasanya cara ini dipakai pada daerah yang datar dan banyak stasiun curah hujannya, dengan anggapan bahwa di daerah tersebut sifat curah hujannya adalah sama rata (uniform distribution). Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata pengukuran hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

𝑑 =

𝑑1+𝑑2+𝑑3+ …+𝑑𝑛 𝑛

=

𝑑1 𝑛 𝑛 𝑖=1 ... (2-6) Dimana:

d = tinggi curah hujan rata-rata (mm)

(7)

n = banyaknya stasiun penakar hujan

Gambar 2.2DAS dengan tinggi rata-rata

B. Cara Poligon Thiessen

Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung dua stasiun hujan. Dengan demikian tiap stasiun penakar Rn akan terletak pada suatu poligon tertentu An. Dengan menghitung perbandingan luas untuk setiap stasiun yang besarnya = An/A, dimana A adalah luas daerah penampungan atau jumlah luas seluruh areal yang dicari tinggi curah hujannya. Curah hujan rata-rata diperoleh dengan cara menjumlahkan pada masing-masing penakar yang mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung antara dua pos penakar. Cara perhitungannya adalah sebagai berikut:

𝑑 =

𝐴1.𝑑1+𝐴2.𝑑2+𝐴3.𝑑3+...𝐴𝑛.𝑑𝑛

𝐴

=

𝐴𝑛.𝑑𝑛

(8)

Dimana:

A = Luas areal (km2)

d = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d1, d2, d3,...dn = Tinggi curah hujan di pos 1, 2, 3,...n

A1, A2, A3,...An = Luas daerah pengaruh pos 1, 2, 3,...n

Gambar 2.3 DAS dengan perhitungan curah hujan poligon Thiessen.

C. Cara Isohyet

Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada gambar. Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur dan harga rata-ratanya dihitung

(9)

sebagai harga rata-rata berimbang dari nilai kontur seperti terlihat pada rumus berikut ini:

𝑑 =

𝑑0+𝑑1𝐴2 𝐴𝑑1+𝑑22 𝐴+⋯𝑑𝑛−1+𝑑𝑛2 𝐴𝑛 𝐴1+𝐴2+...𝐴𝑛

𝑑 =

𝑑𝑛−1+𝑑𝑛2 𝐴𝑛 𝐴𝑛 ... (2-8) Dimana: A = Luas areal (km2)

D = Tinggi curah hujan rata-rata areal

d0, d1, d2,...dn = Tinggi curah hujan di pos 0, 1, 2,...n

A1, A2, A3,...An = Luas bagian areal yang dibatasi oleh isohyet-isohyet yang

bersangkutan

(10)

II.2.5.2. Distribusi Frekuensi Curah Hujan

Untuk menganalisis probabilitas banjir biasanya dipakai beberapa macam distribusi frekuensi curah hujan antara lain yaitu:

A. Normal

B. Log Normal

C. Gumbel

D. Log Pearson Type III

A. Distribusi Normal

Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + k.Sx ... (2-9)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah

hujan rencana untuk periode ulang T tahun.

X : Harga rata–rata dari data

n X n 1 i

 K : Variabel reduksi Sx : Standard Deviasi 1 n X X n 1 i n 1 2 i   

(11)

B. Distribusi Log Normal

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = Log X + k.Sx Log X ... (2-10)

Dimana:

Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah

hujan rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata – rata dari data

n ) (X log n 1 i

SxLog X : Standard Deviasi

1 n ) X Log (LogX n 1 i n 1 2 i   

K : Variabel reduksi C. Distribusi Gumbel

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:

XT = X + K.Sx ... (2-11)

Dimana:

XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya

curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun).

X : Harga rata – rata dari data

n X n 1 i

(12)

Sx : Standard Deviasi 1 n X X n 1 i n 1 2 i   

K : Variabel reduksi.

Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga:

K n n T S Y Y   ... (2-12) Dimana:

YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T

Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)

Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N

D. Distribusi Log Person III

Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:

Log XT = LogX + Ktr. S1 ... (2-13)

Dimana:

Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan

rancangan untuk periode ulang T tahun.

Log X : Harga rata – rata dari data, LogX

n X Log n 1 i i

  S1 : Standard Deviasi, S1 =

1 n X Log X Log n 1 i 2 i  

(13)

Ktr : Koefisien frekuensi, didapat berdasarkan hubungan nilai Cs

dengan periode ulang T.

3 i n 1 i 3 i S . ) 2 n ( ) 1 n ( X Log X Log . n Cs    

II.3. Analisa Debit Banjir

Adapun beberapa metode yang digunakan dalam perhitungan debit banjir rencana antara lain yaitu:

A. Metode Haspers

Keterkaitan parameter alam yang diperhitungkan dalam metode ini dinyatakan dalam bentuk persamaan dasar seperti berikut:

QT = α.β .q.A. Rn ... (2-14)

𝛼 =

1+0,012𝐴 0,7 1+0,075𝐴0,7 ... (2-15) 1 𝛽 = 1 + 𝑡+3,7×10−0,4𝑡 𝑡2+15 × 𝐴0,75 12 ... (2-16) dimana:

QT = Debit banjir rencana dengan kata ulang T tahun (m2/det) α = Koefisien Pengaliran

β = Koefisien Reduksi

q = Intensitas curah hujan (m3/Km2/det) A = Luas Daerah Aliran Sungai (Km2) t = Waktu konsentrasi (jam)

(14)

B. Metode Melchior

Besarnya debit banjir maksimum dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

Qmax = α . β . rT . A ... (2-17)

dimana:

Qmax = Debit banjir maksimum (m3/detik)

α = Koefisien pengaliran untuk masing-masing periode ulang tertentu β = Koefisien Reduksi

rT = hujan rancangan (mm)

A = Luas DAS/ Catchment area (km2)

Koefisien aliran (α) berkisar antara 0,42 – 0,62 dan Melchior menganjurkan untuk memakai α = 0,52.

Koefisien reduksi dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :

𝐴 =𝛽−0,121970 − 3960 + 1720. 𝛽 ... (2-18)

C. Metode Mean Annual Flood ( MAF )

Dalam metode ini digunakan rumus:

𝑄𝑇 = 𝐺𝐹 𝑇.𝐴𝑅𝐸𝐴 × 𝑀𝐴𝐹 ... (2-19)

𝑀𝐴𝐹 = 8 × 10−6× 𝐴𝑅𝐸𝐴𝑉× 𝐴𝑃𝐵𝐴𝑅2,445× 𝑆𝐼𝑀𝑆0,117 × 1 + 𝐿𝐴𝐾𝐸 0,85...(2-20)

Dimana:

𝑄𝑇 = Debit banjir dengan periode T tahun

𝐺𝐹 = Grown factor

MAF = Mean Annual Flood (Debit Banjir Tahunan Rata-rata) AREA = Daerah Aliran Sungai

(15)

V = 1,02 – 0,0275 Log AREA

APBAR = Hujan maksimum rata-rata tahunan = PBAR x ARF

PBAR = Hujan terpusat maksimum rata-rata tahunan selama 24 jam ARF = Faktor reduksi

SIMS = Indeks kemiringan

LAKE = Indeks danau,jika tidak terdapat danau maka diambil nol Tabel 2.1 Faktor reduksi AFR

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Tabel 2.2 Grown Factor (GF)

Sumber: http://www.scribd.com/doc/53661489/TUGAS-IRIGASI-boyolali

Harga PBAR dihitung dengan cara aljabar rata-rata yaitu:

R = 1/n ( R1 + R2 + R3 + ... + Rn ) ... (2-21)

Dimana:

R = Hujan maksimum rata-rata

R1, R2, R3,...Rn = Hujan maksimum rata-rata di stasiun 1,2,3,...,n

(16)

II.4. Perhitungan Profil Aliran

Perhitungan profil aliran berubah lambat laun pada dasarnya meliputi penyelesaian persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun. Sasaran utama dari perhitungan ini adalah menentukan bentuk propil aliran. Bila digolongkan secara umum, ada tiga metode perhitungan, yaitu metode integrasi grafis, metode integrasi langsung dan metode tahapan stándar.

II.4.1. Metode Integrasi Grafis

Dasar metode ini ialah mengintegrasikan persamaan dinamis dari aliran berubah lambat laun secara grafis. Dipilih dua penampang saluran dengan jarak turut x1 dan x2 terhadap suatu titik awal dan dengan kedalaman berturut-turut y1 dan y2. Jarak dalam arah dasar saluran adalah:

𝑧 = 𝑧

2

− 𝑧

1

= 𝑑

𝑥𝑥12 𝑥

=

𝑑𝑑𝑥

𝑦

𝑑

𝑦

𝑦2

𝑦1 ... (2-22)

Ambil beberapa nilai y dan hitung nilai dx/dy yang berkebalikan dengan suku kanan persamaan aliran berubah lambat laun, Dari persamaan kemudian buatlah lengkung y terhadap dy/dx . Jelas bahwa nilai x sama dengan luas daerah yang diarsir yang terbentuk oleh lengkung, sumbu y dan ordinat dy/dx sesuai dengan y1

dan y2. Luas ini dapat dihitung dan ditentukan pula nilai x nya. Metode ini sangat

luas pemakaiannya. Dapat dipakai untuk aliran dalam saluran prismatik maupun tak prismatik dengan berbagai bentuk dan kemiringan. Prosedurnya tidak berbelit-belit dan mudah diikuti namun, dapat juga menjadi berlarut-larut bila diterangkan untuk persoalan yang sesungguhnya.

(17)

II.4.2. Metode Tahapan Langsung

Secara umum metode tahapan dinyatakan dengan membagi saluran menjadi bagian-bagian saluran yang pendek, lalu menghitung secara bertahap dari satu ujung ke ujung saluran lainnya. Ada berbagai jenis metode tahapan ini. Beberapa metode tampaknya lebih baik dari pada yang lainnya ditinjau dari segi tertentu, tetapi belum ada satu metode yang dianggap paling baik untuk dipakai dalam setiap masalah. Metode tahapan langsung merupakan metode sederhana yang dapat dipakai untuk saluran prismatik.

𝑠0∆𝑥 + 𝑦1+ 𝛼1𝑣1 2 2.𝑔 = 𝑦2 + 𝛼2 𝑣22 2.𝑔+ 𝑆𝑓∆𝑥 ... (2-23)

cari

x,

𝑥

=

𝐸2−𝐸1 𝑆0−𝑆𝑓

=

∆𝐸 𝑆0−𝑆𝑓

... (2-24)

Dengan E, energi spesifik, atau anggap

𝛼1 = 𝛼2 = 𝛼

𝐸 = 𝑦 + 𝛼2.𝑔𝑣2 ... (2-25)

Pada persmanaan di atas, y adalah kedalaman aliran; v kecepatan rata-rata; α koefisien energi; S0 kemiringan dasar dan Sf kemiringan gesek. Nilai rata-rata Sf diberi tanda Sf. Bila dipakai rumus Manning, kemiringan gesek dinyatakan sebagai berikut:

(18)

𝑆

𝑓

=

𝑛2𝑣2

2,22𝑅43

... (2-26)

Perhatikan bahwa baik metode tahapan langsung maupun tahapan standar yang akan diuraikan, langkah-langkah perhitungan dilakukan ke arah hulu bila alirannya subkritis dan ke arah hilir bila alirannya superkritis. Langkah perhitungan yang arahnya salah cenderung menghasilkan data yang berbeda dengan profil aliran sesungguhnya.

II.4.3. Metode Tahapan Standar

Metode ini juga dapat dipakai untuk saluran tak prismatik. Pada saluran tak prismatik, unsur hidrolik tergantung pada jarak di sepanjang saluran. Pada saluran alam, biasanya perlu dilakukan penelitian lapangan untuk mengumpulkan data yang diperlukan untuk setiap penampang yang perlu dihitung. Perhitungan dihitung dengan tahap demi tahap dari suatu pos pengamat ke pos berikutnya yang sifat-sifat hidroliknya telah ditetapkan. Dalam hal ini jarak setiap pos diketahui dan dilakukan penetuan kedalaman aliran di tiap pos. Cara semacam ini biasanya dibuat berdasarkan perhitungan coba-coba. Untuk menjelasakan cara ini dianggap bahwa permukaan air terletak pada suatu ketinggian dari bidang mendatar

𝑍1 = 𝑆0𝑥 + 𝑦1+ 𝑧2 ... (2-27) 𝑍2 = 𝑦2+ 𝑧2

... (2-28) Kehilangan tekanan akibat gesekan adalah

(19)

Dengan kemiringan gesekan Sf diambil sebagai kemiringan rata-rata pada kedua ujung penampang atau

𝑆

f

Masukkan besaran di atas, maka dapat ditulis sebagai berikut:

𝑍

1

+ 𝛼

1𝑣12

2.𝑔

= 𝑍

2

+ 𝛼

2 𝑣22

2.𝑔

+ 𝑕

𝑓

+ 𝑕

𝑒 ... (2-30)

dengan he ditambahkan untuk kehilangan tekanan akibat pusaran, yang cukup besar pada saluran tak prismatik. Sampai kini belum ada metode rasional untuk menghitung kehilangan tekanan akibat pusaran. Kehilangan ini terutama tergantung pada perubahan tinggi kecepatan dan dapat dinyatakan sebagai bagian dari padanya, atau 𝑘(∆𝛼. 𝑣2/2. 𝑔) dengan k suatu koefisien. Untuk bagian saluran yang lambat laun melebar atau menyempit, berturut-turut k = 0 sampai 0,1 dan 0,2. Untuk pelebaran atau penyempitan tiba-tiba, nilai k sekitar 0,5. Untuk saluran prismatik yang umum kehilangan tekanan akibat pusaran praktis tidak ada, atau k = 0. Untuk mempermudah perhitungan kadang-kadang he dianggap sebagai bagian dari kehilangan tekanan akibat gesekan dan nilai n Manning akan meningkat pula dalam menghitung hf. Lalu dalam perhitungan he diambil nol. Maka,

𝐻1 = 𝐻2+ 𝑕𝑓 + 𝑕𝑒 ... (2-31) Inilah persamaan dasar yang merupakan dasar urutan metode tahapan standar. Metode tahapan standar akan memberikan hasil yang terbaik bila dipakai menghitung saluran alam.

(20)

II.5. Tanggul

Sebuah banjir merupakan hasil dari limpasan yang berasal dari curah hujan atau cairnya salju dalam jumlah yang terlalu besar untuk dapat ditampung dan dialirkan melalui sungai atau saluran. Manusia hanya dapat berbuat sedikit saja untuk mencegah banjir besar, tetapi mungkin dapat mengecilkan kerugian.

Salah satu cara yang paling tua dan dipakai secara luas untuk melindungi lahan dari air banjir adalah pendirian suatu penghalang untuk mencegah luapan atau biasa disebut tanggul banjir. Pada dasarnya tanggul adalah bendungan memanjang yang didirikan kira-kira sejajar sungai dan tidak melintang pada alurnya.

II.5.1. Perencanaan Struktural Tanggul

Tanggul paling sering dipergunakan untuk pengurangan banjir karena dapat dibangun dengan biaya yang relatif murah dan bahan-bahannya tersedia di tempat yang bersangkutan. Tanggul biasanya dibangun dengan bahan-bahan yang digali dari lubang asal (borrow pit) yang sejajar dengan garis tanggul. Bahan-bahan tersebut haruslah diletakkan berlapis-lapis dan diapadatkan, dengan Bahan-bahan yang paling kedap air terletak di bagian tanggul yang dekat sungai. Biasanya tidak terdapat bahan yang cocok untuk inti, sehingga kebanyakan tanggul merupakan timbunan yang homogen.

Penampang melintang tanggul haruslah disesuaikan dengan letak dan bahan timbunan yang tersedia. Lebar mercu tanggul biasanya ditetapkan berdasarkan rencana penggunaannya, dengan lebar minimum kira-kira 10 ft (3 m) untuk memungkinkan pemindahan alat-alat pemeliharaan. Lereng tebing biasanya

(21)

sangat datar karena bahan bangunan yang relatif jelek. Lereng-lereng ini haruslah dilindungi terhadap erosi dengan cara penanaman rumput, semak-semak dan pohon-pohon atau dengan menggunakan riprap (hamparan kerakal). Demi keindahan, tanggul dapat juga dibuat lebih datar daripada yang diperlukan untuk kestabilan. Hal ini akan membuat kurang menyoloknya bentuk tanggul dan bila berdekatan dengan suatu taman akan mempermudah orang untuk menyeberangi tanggul tersebut untuk menuju ke tepi sungai. Walaupun suatu tanggul tidak jebol selama terjadinya suatu banjir, tinggi air berkepanjangan dapat menaikkan garis kejenuhan hingga titik dimana rembesan yang menembus tanggul mengakibatkan genangan dangkal yang luas di daerah yang dilindungi. Bila rembesan mengancam meningkat menjadi masalah yang berat, suatu sayatan pancang pelat baja dapat dipergunakan. Karena datarnya lereng-lereng tanggul, maka tanggul yang cukup tinggi akan membutuhkan tapak yang lebar. Harga pembebasan lahan untuk tanggul mungkin wajar di daerah pedesaan, tetapi di kota-kota besar seringkali sulit untuk mendapatkan lahan yang cukup untuk tanggul tanah. Dalam hal ini maka tembok banjir beton dapat merupakan pemecahan yang dapat dipilih. Tembok banjir haruslah direncanakan untuk dapat menahan tekanan hidrostatis (termasuk gaya angkat ke atas) yang dibebankan oleh air pada tingkat banjir rencana. Bila tembok tersebut bertumpu pada timbunan tanah, maka harus pula bertindak sebagai tembok penahan terhadap tekanan tanah pada waktu permukaan air rendah.

(22)

II.5.2. Pemeliharaan Tanggul dan Penanggulangan Banjir

Keadaan pondasi dan bahan bangunan untuk tanggul jarang sepenuhnya memuaskan, bahkan dengan teknik konstruksi yang terbaikpun akan selalu ada bahaya kegagalan. Tergerusnya tebing sungai dapat mengakibatkan putusnya kaki tanggul pada sisi sungai. Rembesan melalui bahan pondasi pada waktu air di sungai sedang tinggi dapat menyebabkan terjadinya pusaran pasir, sehingga pemindahan bahan-bahan pondasi dengan cara piping melalui pusaran tersebut dapat membentuk sebuah alur yang akan runtuh karena berat tanggul. Penanggulangan banjir (flood fighting) adalah istilah yang dikenakan pada usaha-usaha yang diperlukan selama terjadinya banjir untuk memelihara tetap efektifnya suatu tanggul. Pusaran pasir sebenarnya adalah suatu sumber artesis dalam akifer di bawah tanggul, dengan kecepatan yang cukup untuk menggerakkan bahan-bahan pondasi. Pusaran pasir diatasi dengan sebuah cincin dari kantong-kantong pasir untuk membuat sebuah kolam yang akan mengakibatkan tekanan balik yang cukup untuk mengurangi tinggi energi bersih hingga suatu besaran dimana kecepatan aliran menjadi terlalu kecil untuk dapat menggerakkan tanah. Penggerusan tebing dapat berlangsung terus menerus tanpa diketahui di bawah air banjir, tetapi dapat diketahui, dapat dikendalikam dengan menceburkan batu-batu, kantong pasir, cerucuk kayu atau bahan-bahan lainnya ke dalam daerah gerusan. Bila air sungai naik, tempat-tempat yang rendah pada tanggul akan menjadi daerah yang terancam, maka daerah yang rendah ini harus dipertinggi. Suatu tanggul dapat dinaikkan (0,3 hingga 0,6 m) dengan karung-karung yang diisi tanah. Bila peninggian lebih lanjut masih diperlukan, maka sebuah dinding kayu yang ditunjang oleh tanah atau kantong-kantong pasir dapat digunakan.

(23)

II.5.3. Pengaruh Tanggul Terhadap Duga Muka Air Sungai

Tanggul membatasi lebar alur dengan mencegah terjadinya aliran pada dataran banjir dan hal ini mengakibatkan naiknya duga muka air pada penggal sungai yang ditanggul. Perbaikan alur sungai yang biasanya menyertai pembangunan tanggul, akan menaikkan kecepatan sehingga dapat mengimbangi sebagian atau seluruh kenaikan duga muka air tersebut. Di hilir daerah yang bertanggul, aliran puncak akan meningkat karena berkurangnya tampungan alur akibat naiknya kecepatan aliran. Kenaikkan duga muka air akibat pembangunan tanggul kadang-kadang memberikan akibat-akibat yang tidak menguntungkan. Suatu daerah yang diamankan oleh tanggul dapat berada dalam bahaya dan mungkin tergenang karena tanggul-tanggul baru yang dibangun di dekatnya.

Pelanggaran terhadap batas dataran banjir yang berlebihan akan menimbulkan daur duga muka air yang lebih tinggi yang akan mengakibatkan kegagalan tanggul serta penanggulangan banjir yang meluas yang dapat menghapuskan keuntungan ekonomis dari perlindungan terhadap lahan dataran banjir yang lebih luas.

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
Gambar 2.2 DAS dengan tinggi rata-rata
Gambar 2.3 DAS dengan perhitungan curah hujan poligon Thiessen.
Gambar 2.4  DAS dengan perhitungan curah hujan Isohyet
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tulangan sengkang Sistem rangka pemikul momen khusus harus didesain untuk memikul gaya geser rencana (Ve), yang ditimbulkan oleh kuat lentur maksimum dengan arah yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengelolaan keuangan daerah yang mencakup: perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan dan

Namun berdasarkan temuan hasil survey sebagai penelitian pendahuluan di lapangan, dan analisis dari berbagai sumber, serta simpulan dari beberapa penelitian sebelumnya,

Media buklet materi jamur keragaman jenis jamur makroskopis di Hutan Lindung Gunung Juring, dapat dimanfaatkan oleh guru sebagai media pendukung, untuk

Berdasarkan uraian diatas, Balai Irigasi Pusat Litbang Sumber Daya Air merasa perlu melakukan percobaan penerapan model jaringan irigasi perpipan pada skala lapangan,

Data realisasi pendapatan retribusi pasar di dapat dari pemasukan sewa tempat usaha yang ditarik dari para pedagang baik yang mempunyai kios, los maupun pedagang yang ada di

Proses pembuatan Bale Gading adalah sebagai berikut: bahan yang digunakan didapatkan dari tempat yang suci atau tidak leteh, serta bahan dan pembuatannya dengan

Bila suatu reaksi dilakukan dalam sistem terisolasi (tersekat) mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya penurunan energi potensial partikel-partikelnya, maka