• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

Gedung Koridor Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang merupakan gedung yang menggunakan desain bangunan 7 lantai sebagai ruang perkuliahan untuk aktivitas perkuliahan mahasiswa, selain itu, terdapat juga ruang dosen. Namun fungsi utama dari adanya gedung penghubung ini adalah sebagai gedung penghubung dari gedung utama pada Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya. Bentuk bangunan yang digunakan yaitu menggunakan bentuk persegi. Bentuk persegi yang merupakan bangunan yang paling umum dalam bentuk geometris dari suatu bangunan bertujuan agar distribusi gaya gempa pada bangunan dapat terjadi secara lebih baik.

Untuk merencanakan bangunan yang memiliki resistensi gempa yang baik, perencanaan harus didasarkan dengan peraturan yang berlaku. Di Indonesia, peraturan terbaru yang berlaku dalam perencanaan struktur beton bertulang penahan gempa adalah SNI 2847:2019 dan SNI 1726:2019. Dalam perencanaan struktur tahan gempa terdapat satu peraturan yang berlaku yaitu adalah konsep pengendalian deformasi agar yang mana dapat menyebabkan keruntuhan apabila digoncang dengan beban gempa.

Mengingat bahwa Indonesia sendiri merupakan negara yang sering mengalami gempa, desain bangunan ini menggunakan standar SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus). Diasumsikan bahwa konstruksi memberikan kekuatan bangunan, karena faktor-faktor beban mati (dead load) dan beban hidup (live load) mempengaruhi struktur perusahaan. Beban konstan memiliki bentuk beban karena strukturnya sendiri, sedangkan beban di bawah beban mencakup beban karena ruang dan beban khusus seperti beban gempa.

Konsep dasar dari perencanaan struktur beton bertulang yang tahan gempa adalah adanya bagian-bagian struktur tertentu yang diizinkan untuk mengalami

(2)

kelelahan selama terjadi beban gempa. Bagian struktur yang telah mengalami leleh tersebut merupakan bagian komponen yang menyerap energi gempa selama terjadi gelombang akibat gempa. Supaya memenuhi kriteria perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa tersebut, maka pada saat bangunan terkena gempa kelelahan seharusnya hanya terjadi pada balok. Maka dari itu, kolom dan tiap-tiap sambungannya harus didesain agar komponen struktur tersebut tidak mengalami kelelahan ketika diberi beban gempa.

Dalam melakukan desain struktur tahan gempa, bangunan yang direncanakan harus berperilaku daktail agar bangunan tetap berdiri walaupun digoncang gempa yang kuat. Selain itu struktur yang direncanakan harus memiliki perilaku elastis agar apabila bangunan berdeformasi secara elastis saat digoncang gempa akan tetap kembali ke bentuk semula sama seperti saat sebelum menerima gaya gempa. Namun, untuk mendesain bangunan yang memiliki perilaku elastis membutuhkan dimensi elemen struktur yang cukup besar sehingga dapat membuat bangunan tersebut menjadi tidak efisien, maka dari itu, bangunan dapat didesain untuk berperilaku elastis saat digoncang oleh gempa sedang dan diizinkan untuk berdeformasi secara plastis saat digoncang gempa besar.

Untuk membangun sebuah rumah atau gedung harus memenuhi persyaratan bangunan tahan gempa. Bangunan Tahan gempa yang dimaksud disini adalah bangunan yang apabila:

1. Saat digoncang gempa berskala kecil, struktur tidak mengalami kerusakan sama sekali.

2. Saat digoncang gempa berskala sedang, hanya terjadi kerusakan pada komponen bukan struktural, untuk komponen struktural, tidak terjadi kerusakan sama sekali.

3. Saat digoncang gempa berskala besar, bangunan diharuskan untuk tetap berdiri walaupun terdapat kerusakan pada elemen struktural dan elemen non-struktural.

(3)

Kinerja struktur bangunan dibagi menjadi 4 level, menurut NEHRP guidelines diantara lain :

1. Operational

Apabila tidak terjadi kerusakan pada seluruh elemen struktural dan non-struktural, bangunan ini bertahan dan dapat difungsikan sebagaimana mestinya kembali

2. Immediate Occupancy

Apabila tidak terdapat kerosakan yang signifikan terhadap struktur, yang mana struktur mampu mempertahankan kekuatannya sebagaimana sebelum digoncang oleh gempa bumi. Seluruh Komponen non-struktural mampu berfungsi sebagaimana mestinya, babngunan dapat difungsikan kembali dengan perbaikan yang ringan

3. Life safety

Apabila terdapat kerusakan yang signifikan terhadap struktur sehingga kekakuannya berkurang namun, struktur masih dapat tetap berdiri, elemen non-struktural masih tetap aman, namun beberapa sudah tidak dapat berfungsi, bangunan tidak dapat digunakan apabila bangunan belum diperbaiki secara menyeluruh.

4. Collapse prevention

Apabila terdapat kerusakan yang signifikan terhadap struktur, kekuatan dan kekakuan struktur sudah hampir menghilang serta terdapat berbagai keruntuhan yang dapat membahayakan.

Terdapat beberapa konsep bangunan tahan gempa yang perlu diperhatikan dalam perencanaan bangunan tahan gempa, antara lain :

(4)

Kuat tekan beton (fc’) tidak boleh kurang dari 20 Mpa. Beton disyaratkan untuk memiliki kuat tekan 20 Mpa atau lebih untuk menjamin kualitas perilaku beton. (Purwono, 2005).

Untuk penggunaan beton ringan, kuat tekan (fc’) tidak diperbolehkan melampaui batas maksimalnya yaitu 30 Mpa. Beton agregat ringan dengan kuat tekan rencana yang lebih tinggi boleh digunakan bila dapat dibuktikan melalui pengujian komponen struktur yang dibuat dari beton agregat ringan tersebut diharuskan untuk memiliki kekuatan dan stabilitas yang sama atau lebih tinggi dari komponen struktur yang setara yang terbuat dari jenis beton normal dengan kekuatan yang sama.

Selain kuat tekan beton yang harus memenuhi segala persyaratan, tulangan yang digunakan pada komponen struktur yang merupakan salah satu unsur dari sistem gempa juga harus memenuhi syarat juga. Tulangan lentur dan aksial yang digunakan dalam komponen struktur dari sistem rangka dan komponen batas dari sistem dinding geser harus memenuhi ketentuan menurut SNI 2847:2019 BAB 18 tentang struktur tahan gempa. Jenis tulangan baik yang tulangan utama maupun tulangan geser yang digunakan diharuskan menggunakan tulangan ulir.

2. Balok Lemah – Kolom Kuat

Dalam perencanaan bangunan tahan gempa disarankan untuk menggunakan perencanaan keruntuhan yang aman, yaitu beam side sway mechanism. Beam side sway mechanism hanya dapat tercapai apabila kekuatan kolom lebih besar daripada kekuatan balok, sehingga terjadi kondisi sendi plastis pada balok (capacity design, strong column weak beam).

3. Deformasi Harus Terkontrol

Deformasi yang berkaitan pada setiap komponen elemen struktur harus disesuaikan seperti yang terdapat dalam SNI 1726:2019, dalam pasal 7.1.2 disebutkan bahwasanya deformasi struktur tidak boleh melampaui batasan yang ditetapkan pada saat struktur tersebut dibebani oleh gaya gempa desain.

(5)

Integritas yang menyeluruh pada suatu Sistem Rangka Pemikul Momen sangat bergantung pada perilaku hubungan antara balok dan kolom. Degradasi pada hubungan balok dan kolom akan menghasilkan deformasi lateral yang besar sehingga dapat menyebabkan kerusakan yang berlebihan atau bahkan hingga menyebabkan keruntuhan. (Purwono 2005).

5. Pondasi Harus Lebih Kuat Dari Bangunan Atas

Pondasi merupakan struktur yang terletak pada bagian bawah bangunan yang berfungsi untuk menyalurkan beban vertikal di atasnya (kolom) maupun beban horizontal ke dalam tanah. Gaya-gaya horizontal tersebutlah yang menyebabkan pondasi juga harus didesain untuk menahan gaya geser dua arah yang lebih kuat dari komponen struktur diatasnya. Struktur bawah gedung berfungsi untuk menahan beban-beban yang berasal dari struktur atas sehingga struktur bawah tidak diperbolehkan untuk mengalami kegagalan terlebih dahulu dari struktur atas. (Anugrah dan Erny, 2013)

Pada SNI 1726 : 2019, pasal 7.1.5 menyebutkan bahwa pondasi harus direncanakan untuk menahan gaya-gaya yang dihasilkan dan menahan pergerakan yang disalurkan menuju ke arah struktur oleh pergerakan tanah rencana. Desain dari detail kekuatan struktur bawah diharuskan agar memenuhi berbagai persyaratan beban gempa rencana.

2.2 Filosofi Gempa

Menurut Chen dan Liu (2006), gempa bumi adalah getaran yang terjadi di permukaan bumi dan terjadi di permukaan bumi dan dapat disebabkan oleh aktivitas tektonik, gunung berapi, tanah longsor, termasuk batu dan bahan peledak. Dari semua penyebab ini, guncangan yang disebabkan oleh aktivitas tektonik atau pergerakan lempeng bumi adalah penyebab utama kerusakan struktural dan menimbulkan masalah serius dalam menafsirkan bahaya gempa bumi.

Gaya yang disebabkan oleh gempa bumi menyebabkan bagian bawah bangunan bergerak seiring dengan pergerakan lapisan tanah tempat bangunan itu berdiri. Karena setiap bangunan memiliki bobot, kelembaman dari bagian atas

(6)

bangunan dapat menawarkan ketahanan terhadap pergerakan gempa. Ini termasuk kekuatan yang disebut gempa bumi. Massa bangunan mempengaruhi beban gempa, selain beban gempa, kekakuan struktur bangunan juga memiliki pengaruh. Jika bangunan memiliki kekakuan yang sangat tinggi, bagian atas bangunan bergerak bersama dengan bagian bawah bangunan, atau dapat kita katakan bahwa waktu konstruksi bangunan tersebut bertepatan dengan waktu gelombang gempa.

Jika terjadi gempa bumi, bangunan akan mengalami getaran dan pergeseran baik secara vertikal maupun horizontal, yang mengakibatkan kerusakan bangunan. Bangunan biasanya harus tahan terhadap gaya vertikal yang kuat dengan faktor keamanan yang cukup tinggi, tetapi bukan gaya horizontal. Karena itu, banyak bangunan hancur dalam gempa kuat. Perencanaan untuk struktur tahan gempa adalah perencanaan struktur dengan meningkatkan kekuatan struktur yang dapat menahan gaya horizontal sehingga bangunan tahan terhadap gaya horizontal dan vertikal.

Dalam hal ini, beban atau gaya pada bangunan adalah F = m x a jika massa bangunan ditetapkan sebagai m dan percepatan gempa ditetapkan sebagai a. Jenis konstruksi ini sering ditemukan pada bangunan rendah. Pada bangunan menengah-atas, desainnya tidak terlalu fleksibel, sehingga gaya gempa adalah F < m x a. Pada bangunan bertingkat tinggi, struktur biasanya memiliki periode alami yang panjang. Jika gempa terkena gempa yang lebih lama, struktur dapat dipengaruhi oleh gempa dengan periode gelombang yang nilainya hampir cocok dengan periode alami struktur. Dalam hal ini, resonansi terjadi, yang mengarah ke pengaruh yang sangat kuat pada struktur. Dalam hal ini beban gempa adalah F > m x a. Karena itu, beban gempa yang terjadi dalam struktur bangunan tergantung pada konfigurasi elemen-elemen struktural.

2.3 Beton Bertulang

Beton adalah komponen utama bangunan yang terdiri dari campuran pasir, kerikil, kerikil atau agregat campuran lainnya untuk membentuk bersama dengan semen dan air serta pada umumnya ditambahkan pula satu atau lebih zat adiktif

(7)

yang menghasilkan beton dengan sifat khusus seperti peningkatan kuat tekan beton dan serta mempercepat waktu curing.

Selain itu, terdapat rasio optimal antara campuran agregat yang memiliki bentuk berbeda sehingga komposisi beton dapat memiliki kuat tekan optimal yang direncanakan. Bahan kimia tambahan yang ditambahkan ke komposisi beton bertujuan untuk meningkatkan sifat-sifat beton yang diproduksi, yaitu untuk meningkatkan kemampuan kerja, daya tahan, stabilitas dan durasi pengerasan dari beton.

Gambar 2.1 Diagram regangan dan tegangan pada beton

Seiring waktu, bahan campuran seperti batu menjadi lebih keras dan memiliki kekuatan tekan tinggi tetapi kekuatan tarik rendah. Beton bertulang didefinisikan sebagai kombinasi tulangan beton dan baja yang bekerja bersama untuk mendukung beban. Penguatan baja pada beton bertulang memberikan kekuatan tarik yang bukan milik beton. Penguatan baja juga dapat menahan beban tekanan.

2.3.1 Pelat

Pelat Beton merupakan struktur yang direncanakan untuk menyediakan suatu permukaan horizontal yang rata pada lantai bangunan. Pelat beton juga merupakan struktur bangunan yang berfungsi untuk menerima beban hidup lantai. Pelat lantai dapat ditumpu oleh struktur balok, kolom (suspended slab) dan juga terdapat juga pelat yang terletak langsung di atas tanah (slab on ground) bangunan pelat lantai terbagi menjadi dua yaitu pelat lantai satu arah dan dua arah. Pada

(8)

umumnya pelat dan balok dicor secara bersamaan sehingga membentuk suatu struktur yang monolit.

Pelat adalah komponen struktur bangunan yang berfungsi untuk menjaga agar beban hidup tetap lurus. Dimana perbandingan untuk catatan Partai langsung menahan beban hidup. Untuk pelat tempat Rasio sisi panjang (ly) dan sisi pendek (lx) ke lebih dari 2 dapat dikategorikan sebagai sistem pelat satu arah sementara rasio sisi panjang (ly) dan sisi pendek (lx) kurang dari 2, maka dapat menggunakan sistem pelat dua arah.

Tabel 2.1 Koefisien momen terfaktor pada pelat

Nilai koefisien yang terdapat pada tabel diatas hanya dapat digunakan apabila ● Perbedaan bentang panjang pada bentang panjangnya tidak boleh

boleh melebihi 20% dari bentang pendeknya

● Beban yang bekerja pada pelat hanya merupakan beban merata ● Nilai beban hidup tidak boleh melebihi tiga kali beban mati 2.3.1.1 Perencanaan Pelat Satu Arah

Pelat satu arah merupakan pelat yang hanya ditumpu pada sisi panjangnya saja sehingga pelat akan mengalami lendutan searah tegak lurus dari sisi tumpuan. Apabila rasio sisi panjang dengan sisi pendek lebih dari dua, maka dapat dikategorikan sebagai sistem pelat satu arah . Kondisi pelat lantai ini dapat direncanakan sebagai pelat satu sisi dengan tulangan utama sejajar dengan balok atau sisi pendek pelat, pada sistem pelat satu arah, beban hanya disalurkan kepada sisi yang terkekang.

(9)

Gambar 2.2 Gambar pelat satu arah

Pada tabel dibawah, dijelaskan tabel untuk tebal minimum balok non-prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak perlu diperhitungkan berdasarkan SNI 2847:2019.

Tabel 2.2 Tebal minimum balok prategang atau pelat satu arah

2.3.1.2 Perencanaan Pelat Dua Arah

Pelat lantai dua arah merupakan suatu sistem pelat yang ditopang pada keempat sisi nya. Persyaratan dasar untuk pelat dua arah adalah bahwa rasio bentang panjang dan bentang pendeknya kurang dari dua. Beban dari pelat lantai ke jenis pelat ini kemudian didistribusikan ke keempat sisi pelat atau ke empat balok bantalan beban, sehingga tulangan utama pelat dibutuhkan di kedua arah pelat sisi. Sistem pelat dua arah memungkinkan terjadinya lendutan yang relatif kecil yang disebabkan adanya balok yang menopang pelat dapat meningkatkan kekakuan pelat.

(10)

Gambar 2.3 Pelat satu arah dan dua arah

a. Persyaratan tebal Minimum Pelat

Menurut SNI 2847:2019 pasal 8.3.2.1 tebal pelat dengan balok yang membentang di antara tumpuan pada semua sisinya, tebal minimumnya ( h ) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :

untuk 0,2 < αfm < 2,0

h min = 𝐼𝑛(0,8+

𝑓𝑦 1400)

36+5𝛽(𝑚 −0,2)namun tidak kurang dari 125 mm

untuk αfm > 2,0

h min = 𝐼𝑛(0,8+

𝑓𝑦 1400)

36+9𝛽(𝑚 −0,2)namun tidak kurang dari 90 mm

untuk αfm < 2,0

h min = ketebalan minimum pelat tanpa balok sesuai tabel 8.3.1.1 SNI 2847:2019

dimana

ln = Panjang bentang bersih dalam arah memanjang dari konstruksi dua arah 𝛽 = adalah rasio bentang panjang dan bentang pendek dari pelat dua arah αfm = rasio kekakuan lentur rata-rata pada semua sisi-sisi pelat

αf = rasio kekakuan lentur dari penampang balok dan penampang pelat yang

dibatasi secara lateral oleh garis-garis sumbu tengah dari pelat yang bersebelahan pada tiap sisi balok

(11)

b. Pembebanan pelat

Pelat lantai direncanakan hanya untuk memikul beban gravitasi yang hanya ditimbulkan oleh beban hidup dan beban mati lantai, dengan kombinasi pembebanan nya seperti berikut:

Wu = 1,2 Wdl + 1,6 Wll

Wdl = Jumlah beban mati pelat (kN/m2 ) Wll = Jumlah beban hidup pelat (kN/m2 ) c. Perencanaan tulangan pelat

Gambar 2.4 Gambar diagram regangan pada penampang beton bertulang Tentukan Nilai Rn =Mu/b.d2 untuk mendapatkan nilai (rasio tulangan)

m = 𝑓𝑦 0,85.𝑓𝑐′ 𝑘 = 𝑚𝑢 ∅ × 𝑏 × 𝑑2 𝑝 = 1 𝑚( 1 − √1 − 2. 𝑚. 𝑘 𝑓𝑦 ) 𝜌𝑏 =0,85 × 𝑓𝑐 ′× 𝛽 𝑓𝑦 × 600 (600 + 𝑓𝑦) 𝜌 𝑀𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 𝜌 𝑀𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦

(12)

Mencari luas tulangan pokok 𝐴𝑠 = 𝜌 × 𝑏 × 𝑑

d. Setelah perhitungan tulangan maka harus dilakukan cek momen nominal kapasitas penampang dengan rumus di bawah ini

a = 𝐴𝑠.𝑓𝑦

0,85.𝑓𝑐′.𝑏

𝜑.Mn = φ (As.fy (d - 𝑎

2 )) 2.3.2. Balok

Dalam menyalurkan beban-beban struktur ke dalam penyangga vertikal atau kolom terdapat suatu elemen struktur bernama balok. Selain itu, balok juga digunakan sebagai pengikat kolom lantai atas ke dalam diafragma lantai. Selain itu juga balok dapat digunakan untuk memperkuat struktur arah horizontal.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang adalah sebagai berikut:

1. Distribusi regangan pada seluruh bentang balok dianggap linier.

2. Regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh pada baja.

3. Beton adalah salah satu komponen struktur yang lemah terhadap tarik. Sehingga beton akan mengalami keretakan pada level pembebanan yang relatif kecil, yaitu berkisar 10% dari kekuatan totalnya. Akibatnya, bagian beton yang terletak pada bagian tarik pada penampang dapat diabaikan dalam melakukan analisa dan perencanaan, selain itu, tulangan tarik yang terdapat pada beton bertulang diasumsikan memikul seluruh gaya-gaya tarik tersebut.

Setiap perencanaan balok didasarkan pada kesetimbangan antara momen MR atau disebut juga momen tahanan terhadap momen akibat gaya luar atau Mn (momen nominal). selain perbandingan antara MR dan Mn terdapat juga berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Hal-hal tersebut di antara lain adalah rasio

(13)

tulangan lendutan maksimal tebal minimum selimut beton beserta jarak spasi tulangan yang semuanya termuat dalam SNI 2847:2019 BAB 9 tentang balok.

Selain menahan momen lentur, balok juga harus didesain berdasarkan kuat geser, karena apabila tulangan geser tidak direncanakan, maka balok akan mengalami kegagalan geser. Balok harus didesain sedemikian rupa agar kegagalan geser tidak terjadi sebelum kegagalan lentur.

2.3.2.1 Perhitungan Kebutuhan Tulangan lentur

Perhitungan kuat momen nominal dari suatu balok struktural harus didasarkan oleh persamaan berikut:

m = 𝑓𝑦 0,85.𝑓𝑐′ 𝑘 = 𝑚𝑢 ∅ × 𝑏 × 𝑑2 𝑝 = 1 𝑚( 1 − √1 − 2. 𝑚. 𝑘 𝑓𝑦 ) 𝜌𝑏 =0,85 × 𝑓𝑐 ′× 𝛽 𝑓𝑦 × 600 (600 + 𝑓𝑦) 𝜌 𝑀𝑎𝑥 = 0,75 × 𝜌𝑏 𝜌 𝑀𝑖𝑛 = 1,4 𝑓𝑦 𝐴𝑠 = 𝜌 × 𝑏 × 𝑑 a = 𝐴𝑠.𝑓𝑦 0,85.𝑓𝑐′.𝑏 𝜑.Mn = φ (As.fy (d - 𝑎 2 ))

(14)

2.3.2.2 Perhitungan Kebutuhan Tulangan Geser

Gambar 2.5 tulangan lentur dan tulangan geser

Kuat geser beton untuk komponen struktur yang dikenai geser dan lentur dicari dengan mencari nilai terkecil dari persamaan yang berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 22.5.3.1 berikut:

Tabel 2.3 Nilai kapasitas gaya geser yang dipikul oleh penampang beton

atau secara konservatif, kekuatan geser yang ditahan oleh penampang dapat juga dihitung menggunakan persamaan sesuai SNI 2847:2019 pasal 22.5.5.1 seperti berikut:

Vc = ⅙ √𝑓𝑐′ × 𝑏 × 𝑑

Kuat geser nominal yang harus ditahan oleh tulangan geser dihitung dengan persamaan sesuai SNI 2847:2019 pasal 22.5.10.5.3 seperti berikut:

Sedangkan untuk kekuatan total dari kekuatan geser balok diantara lain adalah Vn = Vc + Vs

(15)

Apabila besarnya gaya geser terfaktor ultimit lebih besar daripada setengah nilai kekuatan geser yang ditahan oleh penampang beton dan tidak lebih dari kekuatan geser nominal, maka diperlukan suatu tulangan minimum yang harus dihitung berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 9.6.3.3 yakni nilai Av/s terbesar dari persamaan-persamaan berikut:

Serta untuk jarak tulangan tulangan geser maksimal menurut SNI 2847:2019 pasal 9.7.6.2.2 adalah d/4 atau 300 mm.

Pada SNI 2847:2019 pasal 9.4.3.2, kekuatan geser harus dihitung pada penampang kritis yaitu pada sejarak d dari muka kolom.

Untuk kait pada sengkang dapat direncanakan menggunakan skema seperti berikut

Gambar 2.6 jenis-jenis tulangan transveral

2.3.3 Kolom

Kolom merupakan suatu elemen struktur yang berfungsi untuk menyalurkan beban beban struktur dari balok menuju ke dalam tanah (pondasi). Gaya-gaya yang dominan ditahan oleh kolom merupakan gaya tekan, namun selain gaya tekan kolom juga menahan momen. Momen yang ditahan oleh kolom dapat disebabkan oleh gaya gempa maupun eksentrisitas beban kerja pada kolom.

Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang memberi rasio momen maksimum terhadap beban aksial juga harus ditinjau.

(16)

Dalam perencanaan kolom harus didasarkan oleh gaya aksial dari beban terfaktor pada tiap lantai. Selain itu untuk perencanaan kolom harus berdasarkan oleh Kegagalan tekuk pada kolom akibat eksentrisitasnya yang tinggi. Pada struktur SRPMK kolom harus desain agar lebih kuat dari balok. Hal tersebut agar kolom tidak runtuh terlebih dahulu dari balok.

Gambar 2.7 Jenis-jenis Kolom

Dalam segi struktural, kolom dibedakan menjadi tiga jenis secara garis besar di antara lain :

1. Kolom yang menggunakan sengkang lateral.

Kolom jenis ini terdiri dari tulangan utama yang yang dililit oleh pengaku atau Sengkang yang diberi spasi Tulangan tertentu. jenis kolom ini merupakan jenis yang paling umum pada penerapan kolom di lapangan.

2. Kolom yang menggunakan pengikat spiral.

Kolom jenis ini merupakan kolom yang yang umumnya memiliki lingkaran ini. Kolom ini Terdiri dari tulangan utama yang diikat oleh pengikat yang berbentuk spiral.

3. Struktur kolom komposit.

Kolom jenis ini merupakan kolom yang tulangannya terdiri dari baja profil yang umumnya merupakan profil WF. Pada jenis kolom ini digunakan baja bar yang diikat melilit sepanjang kolom.

(17)

1. Kolom pendek, kegagalan terjadi akibat kegagalan material (lelehnya baja tulangan dan atau hancurnya beton).

2. Kolom panjang, kegagalan terjadi akibat kehilangan stabilitas lateral karena bahaya akibat tekuk.

Berdasarkan letak beban aksial, kolom dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1. Kolom sentris yaitu kolom yang menahan beban tepat pada titik berat kolom. 2. Kolom eksentris yaitu kolom yang dibebani oleh beban yang tidak tepat pada titik berat kolom. Selisih dari jarak titik berat kolom dan beban aksial disebut juga dengan eksentrisitas.

2.3.3.1 Kelangsingan Kolom

Berdasarkan Pasal 10.10.1 SNI 2847:2019 untuk komponen struktur tekan yang bergoyang, pengaruh kelangsingan boleh diabaikan apabila :

a. Untuk komponen struktur tekan yang tidak diberi pengekang terhadap goyangan menyamping

b. Untuk komponen struktur tekan yang dibraising terhadap goyangan menyamping

Dimana:

K = Faktor panjang efektif kolom Lu = Panjang kolom yang ditopang

r = jari-jari potongan melintang kolom = √𝐼⁄𝐴

Dimana M1/M2 adalah positif jika kolom dibengkokkan dalam kurvatur tunggal, dan negatif jika komponen struktur dibengkokan dalam kurvatur ganda. Faktor panjang efektif tahanan pada ujung k, dalam berbagai kondisi dapat dilihat dalam tabel dibawah ini:

(18)

Tabel 2.4 Koefisien tekuk pada jenis tumpuan kolom

Kondisi K

kedua ujung sendi, tidak bergerak lateral kedua ujung jepit

satu ujung jepit, ujung lain bebas kedua ujung jepit, ada gerak lateral

1,0 0,5 2,0 1,0

Gambar 2.8 Tekuk pada kolom

2.3.3.2 Kuat Beban Aksial Maksimum

Ketentuan rumus kuat beban aksial maksimum dihitung berdasarkan persamaan berikut

1. Kolom dengan penulangan spiral

ϕPn (maks) = 0,80 ϕ (0,85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast) 2. Kolom dengan penulangan sengkang :

ϕPn (maks) = 0,85 ϕ (0,85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast) Pu ≤ ϕPn

Dimana :

Ag = Luas bruto dari penampang melintang kolom (mm2) Ast = Luas total dari tulangan memanjang (mm2)

Pn = Kuat aksial nominal dengan nilai eksentrisitas tertentu Pu = Beban aksial yang terfaktor dengan eksentrisitas

(19)

ϕ = 0,65 untuk sengkang persegi dan 0,75 untuk sengkang spiral

2.4 Sistem Rangka Pemikul Momen

Sistem rangka pemikul momen adalah sistem penahan gempa apa yang menitikberatkan pada kekakuan portal. Mekanisme lentur menahan gaya Lateral. Selain itu gaya vertikal ditahan oleh suatu rangka ruang pemikul beban gravitasi. Sistem rangka pemikul momen dibedakan menjadi tiga jenis berdasarkan tingkatannya untuk KDS tertentu, diantara lain :

1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB) 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Sistem rangka pemikul momen adalah suatu sistem struktur yang pada dasarnya memiliki suatu rangka ruang penahan beban gravitasi secara menyeluruh. Dalam bentuk geometris pada nyatanya, sistem rangka pemikul ini terdiri dari balok dan kolom yang membentuk portal dan desain Strong Column Weak Beam. Dimana beban lateral ditahan oleh rangka pemikul momen terutama beban lateral dipikul oleh suatu rangka pemikul momen terutama melalui suatu mekanisme lentur sehingga peranan balok kolom sangatlah penting dalam merencanakan sebuah bangunan.

Pada perencanaan bangunan ini digunakan sistem rangka pemikul momen khusus. Dalam sistem ini menggunakan konsep strong column and weak beam (kolom kuat dan balok lemah). Agar sebuah desain struktur pada daerah gempa menjadi lebih efisien, sifat daktail yang dimiliki struktur dapat dimanfaatkan untuk menerima energi gempa setelah melampaui kondisi elastisnya. Dengan adanya sifat daktilitas, respons spektrum gempa rencana elastis dapat direduksi menjadi beban gempa nominal dengan persyaratan desain yang relatif kuat.

Persyaratan rangka pemikul momen adalah kehilangan tahanan momen pada sambungan balok ke kolom di kedua ujung balok tunggal tidak akan

(20)

mengakibatkan lebih dari reduksi tingkat sebesar 33%, atau sistem yang dihasilkan tidak mempunyai kelenturan torsi yang berlebihan.

a. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

Sistem rangka pemikul momen biasa memiliki kekurangan berupa tingkat kekakuan paling rendah dibandingkan yang lainnya. sehingga tidak cocok untuk diterapkan di sebagian besar wilayah di Indonesia. jenis sistem rangka pemikul momen ini memiliki resistensi gempa paling rendah dibandingkan dengan jenis sistem rangka pemikul momen lainnya. Metode ini dapat digunakan untuk menghitung struktur gedung yang masuk dalam kategori desain seismik yang rendah yakni KDS A dan B saja . Faktor reduksi gempa (R) dari jenis sistem rangka pemikul momen biasa ini adalah sebesar = 3,5 dan sistem rangka pemikul momen biasa ini tidak cocok untuk diterapkan pada gedung Gedung Koridor Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang yang memiliki kategori desain seismik D. b. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

Jenis sistem rangka pemikul momen menengah difokuskan untuk menahan kegagalan geser pada struktur gedung. Sistem rangka pemikul momen ini sangat cocok untuk diterapkan pada kategori desain seismik A, B dan C saja. Faktor reduksi gempa dari jenis sistem rangka pemikul momen ini adalah sebesar 5. Jenis sistem rangka pemikul ini kurang cocok untuk diterapkan pada Gedung Koridor Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang yang memiliki kategori desain seismik D.

c. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Jenis sistem rangka pemikul momen khusus Memiliki perilaku struktur dengan nilai daktilitas yang besar. Yang mana perilaku daktil yang besar memiliki keuntungan berupa tingkat resistensi gempa yang sangat tinggi. Sistem rangka pemikul momen khusus cocok digunakan untuk bagunan yang memiliki kategori desain seismik D, yang mana memiliki tingkat intensitas gempa yang tinggi dan kerawanan akan gaya gempa yang tinggi pula. Sistem rangka pemikul momen khusus memiliki aturan yang cukup banyak untuk dipenuhi dalam segi tulangan

(21)

pada tiap-tiap komponen struktur nya titik. Hal tersebut dikarenakan agar tingkat daktilitas yang tinggi dapat tercapai. Faktor reduksi dari sistem rangka pemikul momen khusus adalah sebesar 9 untuk jenis sistem rangka pemikul momen khusus beton bertulang.

2.4.1 Balok Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

2.4.1.1 Persyaratan Dimensi Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.6.2.1, komponen struktur rangka pemikul momen khusus berfungsi untuk menahan gaya lentur akibat beban lateral gempa memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Panjang bentang bersih (ln) diharuskan harus lebih besar dari 4 kali tinggi efektif. 2. Lebar komponen penampang (bw), tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0,3h dan 250 mm.

3. Lebar penampang (bw), tidak boleh melebihi lebar komponen struktur menumpu, c2, ditambah dengan suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur yang menumpu yang besarnya sama dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b):

a. Lebar komponen struktur penumpu (kolom).

(22)

2.4.1.2 Persyaratan Tulangan Longitudinal Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Balok yang difungsikan untuk menahan gaya lateral, umumnya didesain dengan menggunakan tulangan rangkap, hal tersebut difungsikan untuk mengantisipasi adanya momen bolak-balik pada balok, dikarenakan gaya lateral umumnya bersifat bolak-balik.

1. Syarat rasio minimal luasan tulangan lentur pada sisi atas dan sisi bawah kolom harus memenuhi persamaan sesuai SNI 2847:2019 pasal 9.6.1.2 berikut

2. Kuat lentur positif komponen struktur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari setengah kuat lentur negatif nya

3. Syarat rasio maksimum tulangan lentur adalah sebesar 0,025.bw.d 4. Kuat lentur negatif maupun positif pada penampang di sepanjang bentang balok tidak boleh kurang dari ¼ kuat lentur pada kedua muka kolom tersebut.

5. Setidaknya terdapat dua buah tulangan yang menerus baik di sisi bawah dan atas bangunan

2.4.1.3 Persyaratan Tulangan Transversal Balok Rangka Pemikul Momen Khusus Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.6.4, untuk menjamin perilaku kolom beton bertulang yang memadai dan dipasang dengan diberi kait gempa di ujungnya. Tulangan transversal perlu dipasang agar bisa menahan gaya lintang dan menghindarkan tekukan dari tulangan memanjang, Menurut SNI 2847:2019

(23)

pasal 18.6.4, bahwasanya tulangan transversal harus memenuhi persyaratan diantara lain:

1. Sengkang Pengekang harus diletakkan pada daerah hingga dua kali tinggi balok yang mana diukur dari muka kolom pada kedua ujung komponen lentur. Selain itu, sengkang pengekang harus diletakkan pada lokasi dimana terdapat leleh lentur (sendi plastis)

2. Sengkang tertutup pertama harus diletakkan maksimal sejarak 50mm dari muka kolom. Menurut SNI 2847:2019 pasal 21.6.4.3 spasi tulangan transversal harus memenuhi syarat-syarat jarak minimal sebagai berikut :

a) d/4 b) 6db c) 150 mm

3. Tulangan sengkang Sistem rangka pemikul momen khusus harus didesain untuk memikul gaya geser rencana (Ve), yang ditimbulkan oleh kuat lentur maksimum dengan arah yang berlawanan pada kedua ujung muka tumpuan, pada saat yang bersamaan, selain itu, komponen struktur itu juga diharuskan untuk menahan gaya gravitasi terfaktor yang bekerja di sepanjang komponen lentur. 4. Kuat geser yang dipikul oleh beton (Vc) dapat diambil sama dengan

nol apabila gaya geser yang ditimbulkan oleh gaya gempa lebih besar daripada 50% dari kuat geser perlu pada sepanjang bentang, serta apabila terdapat gaya aksial terfaktor akibat gaya gempa besarnya kurang dari Ag.fc/20.

2.4.2.3 Persyaratan Sambungan Lewatan Balok Rangka Pemikul Momen Khusus Sambungan lewatan pada balok diizinkan apabila terdapat tulangan spiral atau sengkang tertutup yang mengikat sambungan lewatan tersebut, spasi pada sambungan lewatan tersebut tidak boleh melebihi d/2 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak diizinkan untuk berada pada sambungan balok dan kolom, pada

(24)

sejarak 2h dari muka kolom, serta pada bagian yang memungkinkan terjadi leleh lentur yang diakibatkan oleh perpindahan inelastis.

2.4.2 Kolom Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

2.4.2.4 Persyaratan Dimensi Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.2.1, kolom sistem rangka pemikul momen khusus harus memenuhi persyaratan diantara lain, dimensi kolom terkecil harus lebih besar dari 300 mm, serta rasio dimensi terpendek dengan yang terpanjang harus lebih besar dari 0,4.

2.4.2.5 Persyaratan Tulangan Lentur Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.4, tulangan lentur pada kolom harus memenuhi persyaratan diantara lain

1. Luas tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 1%Ag dan tidak boleh lebih dari 6% Ag.

2. Untuk kolom-kolom dengan sengkang bundar, kolom longitudinal harus lebih dari 6 buah.

2.4.2.6 Persyaratan Tulangan Transversal Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.1, daerah sendi plastis kolom (l0)

harus didesain lebih dari nilai-nilai berikut: 1. Sisi terpanjang kolom

2. ⅙ bentang bersih kolom 3. 450 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.3, pada daerah sendi plastis kolom (l0), harus diletakkan tulangan transversal yang harus memenuhi

persyaratan jarak maksimal seperti berikut: a) d/4

(25)

b) 6db

c) 100 mm < 100 + 350−ℎ𝑥

3 < 150 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.2, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam desain tulangan transversal pada kolom diantara lain:

1. Tulangan transversal harus terdiri dari spiral tunggal atau spiral saling tumpuk (overlap), sengkang pengekang bundar, atau sengkang pengekang persegi, dengan atau tanpa ikat silang.

2. Setiap lekukan ujung sengkang pengekang persegi dan ikat silang harus mengait batang tulangan longitudinal terluar.

3. Ikat silang dengan ukuran batang tulangan yang sama atau yang lebih kecil dari diameter sengkang pengekang diizinkan sesuai batasan. Ikat silang yang berurutan harus diselang seling ujungnya sepanjang tulangan longitudinal dan sekeliling perimeter penampang.

4. Tulangan harus diatur sedemikian sehingga spasi hx antara tulangan tulangan longitudinal di sepanjang perimeter penampang kolom yang tertumpu secara lateral oleh sudut ikat silang atau kaki-kaki sengkang pengekang tidak boleh melebihi 350 mm.

5. Ketika Pu > 0,3 Agfc’ atau fc’ >70 MPa, pada kolom dengan sengkang pengekang, setiap batang tulangan longitudinal harus memiliki sengkang pengekang atau kait gempa dengan jarak maksimal baris tulangan dalam kolom maksimal sepanjang 200 mm.

(26)

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.4, kebutuhan tulangan transversal pada daerah sendi plastis (l0) adalah diambil nilai terbesar dari persamaan berikut:

Tabel 2.5 Rasio tulangan geser dalam bentang l0

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.5, di luar panjang sendi plastis (l0),

spasi tulangan transversal tidak boleh melebihi nilai terkecil dari: a) 6db

b) 100 mm < 100 + 350−ℎ𝑥

3 < 150 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.6.1, Tulangan transversal pada kolom diharuskan untuk memikul gaya geser rencana (Ve) yang dihitung dengan menggunakan kuat momen maksimum Mpr pada kolom lantai atas dan kolom lantai bawah dari titik yang dituinjau. Gaya geser rencana tersebut harus lebih besar daripada gaya geser rencana yang dihitung menggunakan analisa struktur.

2.4.3 Confinement

Dengan adanya pengekang yang terdapat pada suatu komponen struktur, suatu daktilitas dan kuat beton akan meningkat. Yang mana hal tersebut akan membuat suatu struktur lebih resisten terhadap gaya lateral seperti gaya gempa. Selain itu, terdapatnya confinement pada suatu struktur merupakan persyaratan mutlak dari sistem rangka pemikul momen khusus. Menurut Jerry dan Hadi,

(27)

pengekangan akan efektif bekerja setelah tegangan aksial melebihi 60% dari kapasitas kuat tekan maksimum dari suatu komponen struktur.

Gambar 2.9 Detail Confinement

2.4.4 Hubungan Kolom dan Balok

Pada sambungan kolom dan balok, harus tercapai suatu sistem strong column weak beam, untuk memenuhi kriteria tersebut, maka sambungan kolom dan balok harus memenuhi persyaratan sesuai SNI 2847:2019 pasal 18.7.3.2 sebagai berikut:

1. Jumlah momen nominal pada kolom atas dan bawah, harus lebih besar dari 1,2 jumlah momen nominal pada balok kiri dan kanan pada suatu joint yang ditinjau.

2. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok dimuka hubungan balok kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1,25 fy.

3. Kuat hubungan balok kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi kekuatan.

4. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan di angkur.

(28)

2.5 Metode Analisa Gempa

Respons yang terjadi pada struktur yang diakibatkan oleh gempa bumi yang terjadi dapat dianalisis dengan menggunakan analisa beban gempa yang sesuai dengan SNI 1726:2019. Pada SNI 1726:2019 ini terdapat perubahan seperti pembaharuan peta gempa untuk wilayah Indonesia serta berbagai besaran yang telah dikoreksi.

Analisis beban gempa dapat dilakukan dengan berbagai metode di antara lain: analisa statik ekivalen, analisa respon spektrum, dan analisa riwayat waktu (Time History). Menurut Widodo (2001) analisis riwayat waktu (Time History) merupakan metode yang paling mendekati besarnya beban gempa aktual. Tetapi untuk melakukan analisis time history diperlukan banyaknya analisa yang lebih mendalam serta adanya data pendukung yang diperlukan seperti riwayat gempa historis pada situs tersebut. Untuk itu, penyederhanaan dilakukan oleh para ahli gempa sehingga menjadikan efek beban dinamik oleh gempa menjadi gaya statis arah horizontal yang bekerja pada pusat massa, metode ini disebut dengan metode analisis statik ekivalen.

Tabel 2.6 Analisa yang diizinkan untuk kategori desain seismik tertentu

Pemilihan metode analisis untuk perencanaan bangunan tahan gempa harus dilakukan dengan tepat. Menurut SNI 1726:2019, analisa statik ekivalen dikhususkan untuk struktur gedung yang memiliki bentuk beraturan, serta berbentuk tipikal setiap lantainya, sedangkan analisis menggunakan metode time

(29)

history dapat digunakan untuk menganalisa suatu struktur yang beraturan maupun struktur yang tidak beraturan.

Gambar 2.10 Peta koefisien gempa Indonesia

2.5.1 Analisa Statis Ekivalen

Analisa metode statik ekivalen merupakan suatu analisis yang hanya mempertimbangkan getar mode atau ragam pertama. Ragam mode pertama tersebut dapat diasumsikan mengikuti sebuah garis lurus. Respons struktur yang diakibatkan gempa sangat dipengaruhi oleh bentuk geometri bangunan itu sendiri. Menurut Pauly dan Priestley, Bangunan yang memiliki bentuk yang beraturan memiliki ketahanan atas gempa lebih tinggi daripada bangunan yang memiliki bentuk geometris yang tidak beraturan.

Analisa perencanaan struktur gedung terhadap efek beban gempa yang bersifat statis, pada dasarnya merupakan Upaya untuk menggantikan beban dinamis dengan gaya lateral yang bersifat statis. yang dianalisa akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis ekivalen, dengan tujuan simplifikasi agar mendapatkan kemudahan dalam perhitungan analisanya. Metode ini disebut dengan Metode Gaya Lateral Ekivalen (Equivalent Lateral Force Method). Metode ini menitikberatkan pada suatu elemen struktur yang dibebani gaya gempa merupakan hasil dari

(30)

perkalian Berat aktual total struktur dikalikan dengan koefisien berat yang didapat dari jenis tanah situs beserta nilai percepatan gaya gempa periode pendek.

2.5.2 Analisis Dinamis

Pada analisa dinamis perhitungan analisa gaya gempa memperhitungkan juga aspek khusus yang tidak terdapat dalam analisa statis. analisa ini cukup sering digunakan pada bangunan yang memiliki bentuk geometris yang tidak beraturan. Dari segi analisis dinamik, hal ini bukan menjadi masalah, dengan adanya berbagai program komputer canggih saat ini yang memiliki kemampuan tinggi menganalisis struktur rumit, sejatinya juga dipakai juga untuk mengontrol perilaku struktur tersebut dalam responnya terhadap gempa. Pada analisa beban gempa dinamis dapat menggunakan software analisa struktur seperti SAP2000 dan STAAD Pro Yang berdasarkan peraturan yang berlaku di suatu daerah tertentu. Selain itu, hasil dari analisa gempa beban dinamis pada software analisa struktur harus dikontrol dengan perhitungan secara manual. Dengan melakukan analisis getaran bebas 3D dapat dilihat, kecenderungan perilaku struktur terhadap gempa. Nilai total dari analisa dinamis umumnya lebih kecil hasilnya daripada menggunakan analisa statis. Nilai ini juga lebih akurat daripada menggunakan analisa statis. Selain itu bangunan yang memiliki tinggi lebih dari 40 meter diharuskan untuk menggunakan analisa dinamis karena analisa statis sudah tidak lagi akurat untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 40 meter.

Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan apabila diperlukan analisa ulang yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur tersebut, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk geometris atau konfigurasi yang tidak teratur.

Analisis dinamis dapat dilakukan dengan menggunakan metode elastis maupun inelastis. Pada metode elastis dibedakan Analisis Riwayat Waktu dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons , yang mana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana Sedangkan pada analisis dinamis

(31)

inelastis, metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai respons struktur akibat pengaruh gempa yang kuat dengan menggunakan cara integrasi langsung.

2.5.3 Respons Spektrum

Respons spektrum adalah suatu spektrum yang dijelaskan dalam bentuk grafik antara periode getar struktur, yang berlawanan dengan respon-respon maksimum berdasarkan rasio redaman dan gempa tertentu. Respon–respon maksimum berupa Simpangan, kecepatan, percepatan. Sedangkan nilai spektrum respon dipengaruhi oleh periode getar, nilai rasio redaman, nilai daktilitas struktur, serta jenis tanah pada suatu situs.

Terdapat dua macam spektrum respon :

1. Spektrum elastik: suatu spektrum yang didasarkan atas respon elastik struktur. 2. Spektrum inelastik (disebut juga desain spektrum respon): suatu spektrum yang discale down dari spektrum elastik dengan nilai daktilitas tertentu.

2.6 Pembebanan Struktur

Perencanaan pembebanan dalam suatu struktur menjadi salah satu hal yang terpenting yang mana nantinya digunakan untuk acuan dalam perencanaan komponen struktur seperti pelat, balok dan kolom. Adapun beban-beban tersebut dapat digolongkan menjadi dua yakni, beban gravitasi yang secara garis besar terdiri dari beban mati (dead load) dan beban hidup (live load) , serta beban lateral yang terdiri dari beban gempa (seismic load) dan beban angin (wind load).

Perencanaan pembebanan struktur gedung koridor Fakultas Ilmu Komputer Universitas Brawijaya Malang ini menggunakan beberapa acuan standar sebagai berikut :

1) SNI 2847:2019 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung

2) SNI 1726:2019 tentang Standar Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung

(32)

3) SNI 1727:2013 tentang Standar Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.

2.6.1. Beban Gravitasi

2.6.1.1 Beban Mati

Dalam suatu struktur, beban mati merupakan beban yang telah membebani struktur baik itu pada masa konstruksi maupun pada masa layan. Dalam sebagian besar struktur gedung beban mati itu dapat berupa komponen struktural gedung, komponen arsitektural gedung beserta utilitas gedung seperti perpipaan, komponen kelistrikan dan lain-lain .

Beban mati yang termasuk perlu dipertimbangkan adalah beban yang memiliki pengaruh terhadap struktur atau memiliki berat yang relatif tinggi sehingga perlu diperhitungkan, beban-beban tersebut diantara lain:

● Beton Bertulang = 2400 kg/m3

● Tegel (24 kg/m2) + spesi (21 kg/m2) = 45 kg/m3

● Plumbing = 10 kg/m3

● Plafond + Penggantung = 18 kg/m3

2.7.1.2 Beban Hidup

Beban hidup merupakan beban yang disebabkan karena aktivitas dalam gedung oleh pengguna gedung yang tentunya aktivitas tersebut mengakibatkan beban yang berdampak pada struktur bangunan. Beban hidup itu juga dapat dikatakan beban vertikal selain beban konstruksi. Beban hidup bekerja disaat bangunan pada saat masa layan.

Menurut SNI 1727:2013, besarnya beban hidup lantai yang terdistribusi secara merata pada jenis bangunan tertentu dapat ditentukan besarnya sesuai nilai-nilai pada tabel berikut:

(33)
(34)
(35)

2.6.2. Beban Lateral

2.6.2.1 Beban Gempa

Beban gempa adalah beban yang diakibatkan karena pergerakan tanah akibat suatu aktivitas seismik pada bagian dalam bumi yang mana dapat

(36)

mempengaruhi kondisi struktur tersebut yang berupa simpangan atau drift. Maka dari itu diperlukanlah suatu manajemen penahan gempa yang mampu mereduksi suatu simpangan agar bangunan tersebut tidak mengalami keruntuhan.

2.7.2.2 Beban Angin

Beban angin merupakan beban yang diakibatkan gesekan udara yang mana gesekan tersebut memberi dorongan pada suatu struktur. Besarnya beban angin pada suatu struktur itu berdasarkan lokasi suatu situs, tinggi bangunan dan juga luasan bangunan dari arah samping yaitu lebar gedung dikalikan dengan tinggi gedung.

2.6.3 Beban Kombinasi Terfaktor

Beban kombinasi merupakan beban dasar yang dikalikan dengan faktor yang mana termuat dalam suatu code atau aturan yang berlaku di suatu tempat, besarnya suatu faktor dapat dipengaruhi oleh tingkat fluktuasi beban terhadap beban rencana sehingga suatu faktor beban berbeda satu sama lain pada setiap kondisi gedung.

Tabel 2.8 Kombinasi pembebanan menurut SNI 2847:2019

Keterangan :

D = beban mati L = beban hidup Lr = beban hidup atap R = beban hujan W = beban angin

(37)

E = beban gempa

2.7 Tahapan Analisa Beban Gempa Metode Respons Spektrum

2.7.1 Kategori Resiko Bangunan dan Faktor Keutamaan, Ie

Menurut SNI 1726:2019, setiap jenis bangunan yang dikategorikan terhadap fungsi nya. Kategori resiko tersebut memiliki faktor keutamaan terhadap gempa yang berbeda satu sama lainnya yang bergantung pada tingkat urgensi pada gedung tersebut. Faktor keutamaan terhadap gempa tersebut termuat dalam tabel 2.9 berikut:

(38)
(39)

Tabel 2.10 Faktor keutamaan terhadap gempa

2.7.2 Nilai Spektral Percepatan SS dan S1

Nilai spektral percepatan SS ditentukan menggunakan peta zonasi gempa untuk SS, parameter respon spektral percepatan gempa maksimum yang dipertimbangkan (MCER), periode ulang gempa selama 2500 tahun dimana dapat dikatakan bahwa probabilitas yang dimiliki suatu bangunan dalam 50 tahun adalah 2%.

2.7.3 Klasifikasi Situs

Klasifikasi situs ini digunakan sebagai acuan kriteria desain seismik yang terdiri dari nilai-nilai faktor amplifikasi pada bangunan. Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan pada permukaan tanah atau penentuan amplifikasi

(40)

percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs tertentu, maka situs tersebut harus diklasifikasi dahulu.

Tabel 2.11 Klasifikasi situs gempa

2.7.4 Koefisien Situs

Tabel 2.12 Nilai koefisien pada tiap situs (FA) dengan periode 0.2 s

CATATAN :

a. Untuk nilai-nilai SS yang terletak pada dua nilai dapat dicari dengan menggunakan interpolasi linier

b. SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik serta analisis respons situs spesifik

(41)

CATATAN :

a. Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier

b. SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons situs spesifik.

2.7.5 Nilai Koefisien Modifikasi Respon

Nilai koefisien pada setiap jenis nilai koefisien modifikasi respon termuat pada tabel di bawah ini:

(42)
(43)
(44)

2.7.6 Parameter Spektrum Respon Periode Pendek

Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan persamaan berikut:

SMS = Fa SS SM1 = Fv S1 Keterangan :

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode 1 detik

(45)

2.7.7 Parameter Percepatan Spektral Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek SDS dan pada periode 1 detik, SD1, harus ditentukan dengan persamaan berikut:

SDS = SMS SD1 = SM1

2.7.8 Kategori Desain Seismik

Struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik. Kategori desain seismik ditentukan berdasarkan tabel kategori desain seismik di bawah ini, dimana kategori desain seismik yang diambil merupakan nilai yang terberat dari kedua tabel tersebut.

Tabel 2.15 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode Pendek

Tabel 2.16 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode 1 Detik

2.7.9 Spektrum Respon Desain

Berikut ini terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam desain dalam desain respon spektrum, di antara lain:

1. Untuk periode yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil berdasarkan persamaan berikut ini:

(46)

2. Untuk perioda lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS. 3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan :

Ev = 0,2× 𝑆𝐷𝑆 ×𝐷 Dan

𝑆𝐷𝑆 = 2/3 𝑆𝑀𝑆 𝑆𝑀𝑆 = Fa×Ss Keterangan :

𝑆𝐷𝑆 = parameter percepatan spektrum respons desain pada periode pendek 𝐷 = pengaruh beban mati

𝐹𝑎= faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek 𝑆𝑀𝑆 = parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek

𝑆𝑠= parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek

2.7.10 Menentukan Gaya Gempa dasar (Base Shear)

Besarnya gaya gempa dasar dapat dihitung menggunakan persamaan yang berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 7.8.1 yakni:

Keterangan:

Cs = Koefisien respon seismik W = berat seismik efektif

Koefisien respon seismik (Cs), harus dihitung berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 7.8.1.1, seperti berikut:

(47)

Nilai Cs tersebut harus kurang dari Cs max yang nilainya sebesar Apabila T < TL

Apabila T > TL

Nilai Cs tersebut harus lebih besar dari Cs min yang nilainya sebesar

2.7.11 Perioda Fundamental Alami (Approximate Fundamental Period)

Berdasarkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.2.1, periode fundamental pendekatan (Ta), dalam satuan detik, harus ditentukan melalui persamaan sebagai berikut :

Keterangan:

hx = Ketinggian struktur dari dasar hingga puncak gedung dalam satuan meter Ct = dapat dilihat pada tabel berikut

(48)

Tabel 2.17 Nilai parameter pendekatan Ct dan x

2.7.12 Distribusi Vertikal gaya gempa

Berdasarkan pada SNI 1726 :2019 pasal 7.8.3, gaya gempa lateral (Fx), yang terdapat pada seluruh tingkat dapat ditentukan melalui persamaan berikut :

Keterangan :

𝐶𝑣𝑥 = faktor distribusi vertikal

V = base shear atau gaya geser gempa dasar, (kN)

Cvx, wi dan wx= sebagian berat efektif total struktur (W) pada suatu tingkat bangunan i atau x

hi dan hx = nilai eksponen yang terkait dengan periode struktur yakni sebagai berikut :

k = 1, berlaku untuk struktur yang mempunyai periode kurang dari 0,5 s k = 2, berlaku untuk struktur yang mempunyai periode lebih dari 2s

untuk nilai k yang terletak diantara 0,5s - 2s, maka harus diinterpolasikan secara linier.

(49)

2.7.13 Distribusi Horizontal gaya gempa

Berdasarkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.4, geser tingkat desain di semua lantai dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :

Keterangan :

Fi adalah sebagian dari gaya geser dasar seismik V yang terjadi pada tingkat i, dan dinyatakan dalam satuan kilonewton (kN). Besarnya nilai gaya geser tingkat desain gempa juga harus didistribusikan pada seluruh elemen vertikal sistem penahan gaya gempa pada tingkat yang ditinjau berdasarkan kekakuan lateral relatif pada setiap elemen vertikal dan diafragma.

2.8 Kontrol Stabilitas Bangunan Akibat Pengaruh Gaya Gempa

2.8.1 Simpangan Antar Tingkat

Menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.6, gaya gempa akan menghasilkan suatu simpangan struktur dalam arah lateral, sehingga dalam perencanaan struktur harus diperiksa simpangan antar lantai (story drift) agar stabilitas struktur dan kenyamanan dalam penggunaan bangunan terjamin.

Dalam menentukan besarnya simpangan antar lantai desain, perhitungan harus dihitung berdasarkan perbedaan simpangan pada lantai atas dan lantai bawah yang ditinjau. Defleksi pusat massa di tingkat x (δx) dihitung menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:

Cd = faktor pembesaran defleksi

δxe = defleksi pada lantai yang ditinjau akibat adanya gaya gempa lateral Ie = faktor keutamaan struktur

(50)

Gambar 2. 11 skema deformasi portal akibat gaya gempa menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.7

2.8.2 Simpangan Izin Antar Tingkat

Simpangan antar tingkat desain, tidak boleh melebihi simpangan izin yang disyaratkan sesuai SNI 1726:2019 pasal 7.12.1 yakni seperti yang termuat pada tabel berikut:

Tabel 2.18 Simpangan izin antar tingkat

Untuk sistem penahan gaya gempa yang berupa rangka momen (moment frame) yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, F besarnya simpangan yang diizinkan tidak boleh melebihi Δa/⍴ yang mana berlaku untuk seluruh tingkat, untuk ⍴ diambil secara konservatif sebesar 1,3.

(51)

2.8.3 Efek P-delta

Dalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi, pergerakan lateral kolom yang disebabkan oleh pengaruh beban aksial dan defleksi horizontal dapat menimbulkan momen sekunder yang terjadi pada balok dan kolom, serta dapat memberi tambahan terhadap besarnya simpangan antar lantai. Pengaruh itulah yang disebut sebagai efek P-delta, untuk stabilitas struktur juga harus diperiksa akibat dari efek P-delta ini.

Pengaruh P-delta pada geser dan momen tingkat tidak perlu dihitung apabila koefisien stabilitas nilainya kurang dari 0,1 yang mana harus dihitung melalui persamaan yang diisyaratkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.7 berikut.

Keterangan:

Px = beban desain vertikal total di atas tingkat x tak terfaktor Δ = simpangan antar lantai desain (mm)

Ie = faktor keutamaan gempa

Vx = gaya geser akibat gempa pada tingkat x dan x-1 (KN) hsx = tinggi tingkat dibawah tingkat x (mm)

Cd = faktor pembesaran defleksi

Selain itu nilai koefisien stabilitas bangunan diisyaratkan untuk tidak melebihi nilai maksimumnya yang dihitung menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.7 seperti berikut:

Keterangan:

θmax = koefisien stabilitas maksimum

ꞵ = rasio keruntuhan geser terhadap kapasitas gesernya, secara konservatif, nilainya diambil 1,0

Gambar

Gambar 2.1 Diagram regangan dan tegangan pada beton
Tabel 2.1 Koefisien momen terfaktor pada pelat
Gambar 2.2 Gambar pelat satu arah
Gambar 2.3 Pelat satu arah dan dua arah
+7

Referensi

Dokumen terkait

2. Menghitung momen lentur maksimum dan gaya lintang/geser rencana 4.. Portal adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian struktur yang saling berhubungan dan

3) Bila sengkang tertutup diperlukan, batang tulangan lentur utama yang terdekat ke muka Tarik dan tekan harus mempunyai tumpuan lateral yang memenuhi

2. Menghitung momen lentur maksimum dan gaya lintang/geser rencana 4.. Portal adalah suatu sistem yang terdiri dari bagian-bagian struktur yang saling berhubungan dan

Gaya geser rencana tersebut tidak perlu lebih besar daripada gaya geser rencana yang ditentukan dari kuat hubungan balok-kolom berdasarkan kuat momen maksimum

i = koefisien pada lentur dengan gaya normal yang harus dikalikan dengan luas tulangan tarik untuk memperoleh suatu penampang ideal terhadap momen lentur dengan gaya normal

4) Perhitungan penulangan balok dilakukan setelah besarnya momen diperoleh dari langkah no.3, dilanjutkan dengan perhitungan kontrol dimensi balok, perencanaan tulangan geser

Tabel 2.9 Nilai Parameter Periode Pendektan 𝐶𝑡 dan 𝑥 Tipe Struktur 𝐶𝑡 𝑥 Sistem rangka pemikul momen di mana rangka memikul 100% Gaya seismik yang diisyaratkan dan tidak dilingkupi

Sistem interaksi dinding geser dan rangka sistem yaitu struktur yang menggunakan kombinasi dinding geser beton biasa dan sistem rangka beton pemikul momen biasa untuk menahan