• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep Struktur Tahan Gempa

Gedung Hotel Me Yogyakarta merupakan gedung yang menggunakan desain bangunan 9 lantai yang memiliki fungsi utama sebagai sarana akomodasi tempat menginap sementara, selain itu, terdapat juga ruangan kantor, kitchen, store, meeting room. Bentuk bangunan persegi yang merupakan bangunan yang paling umum dalam bentuk geometris dari suatu bangunan bertujuan agar distribusi gaya gempa pada bangunann dapat terjadi secara lebih baik.

Untuk merencanakan bangunan yang memiliki resistensi gempa yang baik, perencanaan harus didasarkan dengan peraturan yang berlaku. Di indonesia, peraturan terbaru yang berlaku dalam perencanaan struktur beton bertulang penahan gempa adalah SNI 2847:2019 dan SNI 1726:2019. Dalam perencanaan struktur tahan gempa terhadap satu peraturan yang berlaku yaitu konsep pengendalian deformasi agar yang mana dapat menyebabkan keruntuhan apabila digoncang dengan beban gempa.

Konsep dasar dari perencanaan struktur beton bertulang yang tahan terhadap gempa adalah adanya bagian-bagian struktur tertentu yang diizinkan untuk mengalami kelelehan selama terjadi beban gempa. Bagian struktur yang telah mengalami leleh tersebut merupakan komponen yang menyerap energi gempa selama terjadi gelombang akibat gempa. Supaya memenuhi kriteria perencanaan struktur beton bertulang tahan gempa tersebut maka pada saat bangunan terkena gempa kelelehan seharusnya hanya terjadi pada balok. Konsep tahan diantaranya menggunakan sambungan yang kuat diantaranya berbagai elemen tersebut, mempunyai fleksibilitas berfungsi meredamkan jika terjadi suatu getaran.

Dalam melakukan desain struktur beton bertulang tahan gempa, bangunan yang direncanakan harus berperilaku daktail agar bangunan tetap berdiri walaupun goncangan gempa yang kuat. Selain itu struktur yang direncanakan harus memiliki perilaku elastis agar apabila bangunan berdeformasi secara elastis saat digoncang gempa akan tetap kembali ke bentuk semula sama seperti saat sebelum menerima

(2)

gempa. Struktur beton bertulang jika di desain dengan baik dapat meredamkan suatu getaran yang diakibatkan oleh gempa. Kekakuan struktur membuat bangunan tidak runtuh jika terjadi gempa. Balok pengikat dan kolom-kolom harus mampu menahan beban dan ditopang oleh suatu pondasi yang kuat.

Prinsip fleksibilitas adalah adanya kemungkinan struktur bangunan dapat bergerak dalam skala yang kecil, misalnya dengan menggunakan hubungan roll pada tumpuan-tumpuan beban, yang dimaksud hubungan tumpuan roll adalah jenis hubungan pembebanan yang dapat bergerak untuk meredamkan getaran dalam skala yang kecil.

Di Indonesi fenomena gempa bumi sering terjadi, maka dalam perencanaan bangunan ini memnggunkan acuan SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Moment Khusus) atau bisa disebut dengan kolom kuat dan balok lemah (Strong Coloumn and Weak Beam). Tujuan struktur memberi kekuatan pada suatu bangunan karena struktur bangunan yang kuat dipengaruhi oleh faktor beban mati (live load) dan beban hidup (dead load). Beban mati sendiri berupa beban sendiri dan beban hidup diantaranya beban akibat beban ruangan dan beban khusus seperti beban gempa.

Suatu beban yang bertambah dan berkurang menurut waktu secara berkala mulai beban vertikal dan horizontal disebut beban bergoyang. Beban ini sangat berbahaya apabila periode penggoyangan tidak sesuai estimasi yang direncanakan dapat menimbulkan lendutan yang melampaui batas, yang dapat merusak struktur bangunan.

2.2 Beton Bertulang

Beton adalah komponen utama pada suatu gedung yang terdiri dari suatu campuran pasir, kerikil, batu pecah, atau agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan, terkadang satu atau lebih bahan adiktif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas dan waktu pengerasan (McCprmac, 2010).

Menurut (Dipohusodo, 1994, hal. 10) nilai kuat tekan dan tarik beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan mutu kekakuan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya.

(3)

Gambar 2.1 Tegangan Tekan Benda Uji Beton Sumber : (Dipohusodo,1994, hal 7)

Nilai kuat tekan dan tarik bahan beton tidak berbanding lurus, setiap usaha perbaikan kekuatan tekan hanya disertai peningkatan kecil nilai kuat tariknya. Suatu perkiraan kasar dapat dipakai, bahwa nilai kuat tarik bahan beton normal hanya berkisaran antara 9% - 15% dari kuat tekannya. Istimawan Dipohusodo, (1996:10)

Gambar 2.2 Contoh Distribusi Tegangan dan Regangan Beton Bertulang Sumber : (Dipohusodo,1994, hal 26)

2.3 Pembebanan Struktur

Pembebanan struktur memakai SNI 1727-2013. Peraturan beban minimum untuk perencanaan bangunan gedung dan struktur lain. Standart ini terhadap ketentuan beban minimum dalam mendesain bangunan gedung serta

(4)

struktur lain. Kombinasi pembebanan dan beban yang sesuai, telaj di review kembali untuk digunakan bersamaan, baik untuk perencanaan dengan metode tegangan izin dan metode kekuatan. Untuk pembebanan suatu struktur terhadap beberapa beban yang diperhitungkan. Antara lain beban mati yang diakibatkan oleh berat yang menjadi satu kesatuan dari gedung yang direncanakan, beban hidup yang didapatkan dari fungsi bangunan yang sedang dirancang, serta beban gempa akibat percepatan yang terjadi dari dalam tanah yang menimbulkan getaran dan berpengaruh terhadap struktur yang direncanakan. Untuk lebih detail akan dijelaskan lebih lanjut pada penjeasan dibawah ini.

2.3.1 Beban Gravitasi 2.3.1.1 Beban Mati

Berdasarkan SNI 2847-2019, beban mati yang ditumpu oleh komponen struktur, sebagaimana didefinisikan oleh tata cara bangunan gedung umum dimana pada struktur merupakan semua beban yang diakibatkan oleh berat dari pada suatu struktur itu sendiri. Adapun yang termasuk dalam beban mati untuk suatu struktur antara lain terdiri dari berat beton, berat dinding, lantai, langir-langit dan lain sebagainya yang merupakan satu-kesatuan dari bagian struktur itu sendiri.

2.3.1.2 Beban Hidup

Berdasarkan SNI 2847-2019, beban hidup pada struktur merupakan beban yang didapatkan dari fungsi dan dari bangunan itu sendiri. Berbeda dengan beban mati yang pada dasarnya tiap bangunan bernilai sama, pada beban hidup nilainya berbeda-beda menurut fungsi bangunan struktur itu sendiri. Adapun nilai untuk mendapatkan nilai beban hidup dari suatu struktur dapat dilihat melalui tabel yang terdapat dibawah ini. Nilai beban hidup didapatkan beban merata maupun terpusat.

Beban hidup yang direncanakan adalah sebagai berikut:

(5)

Tabel 2.1 Beban hidup terdistribusi merata pada lantai

(6)

Tabel 2.1 Beban hidup terdistribusi merata pada lantai (Lanjutan)

(7)

Tabel 2.1 Beban hidup terdistribusi merata pada lantai (Lanjutan)

(8)

2.3.2 Beban Lateral 2.3.2.1 Beban Gempa

Beban gempa yaitu pembebanan yang berasal dari percepatan getaran yang terjadi pada tanah ketika gempa terjadi. Dalam perencanaan struktur bangunan tahan terhadap gempa, perlu diketahui percepatan yang terjadi di batuan dasar/ atau tanah. SNI 1726-2019 merupakan aturan untuk Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. Tata cara ini meliputi penentuan parameter-parameter yang digunakan dalam perhitungan beban gempa pada struktur gedung dan parameter penentuan peta gempa dan penentuan klasifikasi wilayah gempa terbaru.

2.3.2.2 Beban Angin

Beban angin merupakan beban yang diakibatkan gesekan udara yang mana gesekan tersebut memberi dorongan pada suatu struktur. Besarnya beban angin pada suatau struktur itu berdasarkan lokasi suatu situs., tinggi bangunan dan juga luasan bangunan dari arah samping yaitu lebar gedung dikalikan dengan tinggi gedung.

2.3.3 Beban Kombinasi

Struktur, komponen-elemen struktur dan elemen-elemen pondasi harus di rancang sedemikian hingga kuat rencananya sama atau melebihi pengaruh bahan- bahan terfaktor dengan kombinasi-kombinasi sebagai berikut:

1. 1,4D

2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (Lr atau R)

3. 1,2D + 1,6L (Lr atau R) + (L atau 0,5W) 4. 1,2D +1,0W + L + 0,5 (Lr atau R) 5. 0,9D + 1,0W

Apabila suatu struktur menerima pengaruh beban seismik, maka kombinasi- kombinasi beban berikut harus diperhitungkan bersama dengan kombinasi beban dasar di atas. Pengaruh beban seismik yang paling menentukan harus ditinjau, tetapi tidak perlu diperhitungkan ssecara bersamaan dengan beban angin.

(9)

Apabila pengaruh beban seismik yang dimaksud, E = f(Ev,Eh) (pada 0 atau 0) dikombinasikan dengan pengaruh beban lainnya, maka kombinasi beban seismik yang harus digunakan adalah:

6. 1,2D + Ev + Eh + L 7. 0,9D – Ev + Eh

Apabila pengaruh beban seismik dengan kuat lebih yang ditinjau Em = f(Ev,Emh) (pada 0 atau 0) dikombinasikan dengan pengaruh beban lainnya, maka kombinasi beban seismik untuk struktur yang harus digunakan adalah:

6. 1,2D + Ev + Emh + L 7. 0,9D – Ev + Emh

(SNI 1726-2019)

2.4 Perencanaan Struktur 2.4.1 Perencanaan Plat

Pelat merupakan komponen struktur bangunan yang berfungsi untuk menahan beban hidup secara langsung. Untuk pelat tempat Rasio sisi panjang (Iy) dan sisi pendeknya (Ix) lebih dari 2 dapat digunakan penulangan satu arah, tetapi bila perbandingan rasio sisi panjang (Iy) dan sisi pendek (Ix) kurang dari 2 maka dapat dipakai sistem dua arah.

2.4.1.1 Struktur Pelat Lantai

Struktur bangunan yang berfungsi untuk menerima beban hidup secara langsung yaitu pelat. Pelat lantai ini didukung oleh balok dan kolom yang bertumpu pada kolom-kolom bangunan pelat lantai terbagi menjadi dua yaitu pelat lantai satu arah dan dua arah. Dalam menentukan tebal pelat satu arah tergantung beban /atau momen lentur yang bekerja, defleksi yang terjadi dan kebutuhan kuat geser yang di tuntut.

(10)

Gambar 2.3 Gambar pelat satu arah

Pada tabel dibawah, dijelaskan tabel untuk tebal minimum balok non- prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak perlu dihitungkan berdasarkan SNI 2847:2019.

Tabel 2.2 Tebal minimum balok prategang atau pelat satu arah bila lendutan tidak dihitung

2.4.1.2 Struktur Pelat Dua Arah

Menurut (Dipohusodo, 1994, hal 10). Apabila pelat didukung sepanjang keempat sisinya, dibatasi oleh balok anak pada kedua sisi panjang dan oleh balok induk pada kedua sisi pendek, dimana lentur akan timbul pada dua arah yang saling tegak lurus, dinamakan sebagai pelat dua arah.

a. Persyaratan Tebal Pelat untuk tebal plat.

(11)

Menurut SNI 2847:2019 pasal 8.3.2.1tebal pelat dengan balok yang membentang diantara tumpuan pada semua sisinya, tebal minimumnya (h) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) 0,2 < α fm < 2,0 , mengunakan rumus dibawah ini:

h min = ( , )

b ( , ) namun tidak kurang dari 125 mm b) αfm >2.0, menggunakan rumus di bawah ini :

h min = ( , )

b namun tidak kurang darii 90 mm b. Pembebanan Pelat

Wu = 1,2Wdl + 1,6Wll

Wdl = Jumlah beban mati pelat (kN/m2) Wll =Jumlah beban hidup pelat (kN/m2)

c. Mencari Tulangan Momen yang cocok (Dipohusodo, 1994, hal.214) Tentukan Nilai Rn=Mu d.d2 untuk mendapatkan nilai (rasio tulangan).

m= ( , )

 = [1 - 1 − . ]

 min = ,

b = , ( ) 0,85 ( )

 mak = 0,75. Pb Mencari luas tulangan pokok

As =  pakai x b x d

Setelah mendapatkan nilai As, diameter tulangan dapat diambil dari tabel A-5, Istimawan Dipohusodo.

d. Setelah perhitungan tulangan maka harus dilakukan cek momen nominal kapasitas penampang dengan rumus di bawah ini :

a = (

, ) Mn = (As x fy)(d - a/2)

MR > Mu (Momen rencana harus lebih besar dari momen ultimite)

(12)

Gambar 2.4 Gambar diagram regangan pada penampang beton bertulang Sumber : (Dipohusodo, 1994, hal.32)

Tabel 2.3 Distribusi Momen pada Pelat Dua Arah

(1) (2) (3) (4) (5)

Tepi eksterior

tak- terkekang

Slab dengan balok di

antara semua tumpuan

Slab tanpa balok di

antara tumpuan interior Tepi eksterior terkekang

penuh Tanpa

balok tepi

Dengan balok tepi Momen

terfaktor negatif interior

0,75 0,70 0,70 0,70 0,65

Momen

terfaktor positif 0,63 0,57 0,52 0,50 0,35

Momen terfaktor negatif

ekterior

0 0,16 0,26 0,30 0,65

(Sumber: SNI 2847-2019;695)

Menurut SNI 2847:2019 halaman 166, Koefisien untuk ujung bentang tak terkekang akan digunakan, misalnya, jika pelat hanya ditumpu secara sederhana pada dinding bata atau dinding beton. Untuk ujung yang sepenuhnya terkekang akan berlaku jika pelat dibangun satu kesatuan dengan dinding beton yang memiliki

(13)

kekakuan lentur yang besar dibandingkan dengan pelat memiliki rotasi pelat yang kecil terjadi pada sambungan pelat dan dinding. Selain ujung bentang lain yang tak terkekang atau sepenuhnya terkekang, Koefisien dalam tabel dipilih untuk menjadi batasan atas untuk momen positif dan negatif interior.

Hasilnya, momen negatif eksterior biasanya lebih dekat dengan batas bawah. Kekuatan momen negatif eksterior untuk kebanyakan sistem pelat ditentukan oleh tulangan minimum untuk kontrol retak. Koefisien di dalam tabel telah disesuaikan sehingga jumlah mutlak dari momen positif dan rata-rata momen adalah sama dengan Mo. Dalam peraturan ACI 1977, faktor distribusi didefinisikan sebagai fungsi dari rasio kekakuan tumpuan eksterior yang digunakan untuk memproporsikan momen statis total Mo di ujung bentang. Pendekatan ini dapat digunakan pada nilai-nilai yang sesuai dengan ketentuan ini.

Gambar 2.5 Distribusi Momen Statik Total Momen Positif dan Negatif

(14)

2.4.2 Perencanaan Balok

Dalam menyalurkan benda-benda struktur ke dalam penyangga vertikal atau kolom terdapat suatu elemen struktur bernama balok. Selain itu, balok juga digunakan sebagai pengikat kolom lantai atas ke dalam diafragma lantai. Selain itu juga balok dapat digunakan untuk memperkuat struktur arah horizontal.

Asumsi-asumsi yang digunakan dapat menetapkan perilaku penampang adalah sebagai berikut:

1. Distribusi regangan pada seluruh bentang balok dianggap linier.

2. Regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak pada beton atau leleh pada baja.

3. Beton adalah salah satu komponen struktur yang lemah terhadap tarik.

Sehingga beton akan mengalami keretakan pada level pembebanan yang relatif kecil, yaitu berkisar 10% dari kekuatan totalnya, akibatnya bagian beton yang terletak pada bagian tarik pada penampang dapat diabaikan dengan melakukan analisa dan perencanaan, selain itu, tulangan tarik yang terdapat pada beton bertulang diasumsiikan memikul seluruh gaya-gaya tersebut.

Pada balok beton bertulang ini, tulangan ditanam sedemikian rupa, sehingga gaya tarik yang dibutuhkan untuk menahan momen pada penampang retak dapat ditahan oleh baja tulangan. Karena sifat beton yang tidak kuat terhadap tarik, maka pada gambar 2.6, tampak bahwa balok yang menahan tarik (di bawah garis netral) akan ditahan tulangan, sedangkan bagian menahan tekan (dibagian atas garis netral) tetap ditahan oleh beton.

Gambar 2.6 Balok Beton Bertulang

Setiap perencanaan balok didasarkan pada kesetimbangan antara momen MR atau disebut juga momen tahanan terhadap momen akibat gaya luar atau Mn

(15)

(momen nominal), selain perbandingan antara MR dan Mn terdapat juga berbagai persyaratan yang harus dipenuhi. Hal-hal tersebut di antara lain adalah rasio tulangan lendutan maksimal tebal minimum selimut beton beserta jarak spasi tulangan yang semuanya termuat dalam SNI 2847:2019 BAB 9 tentang balok.

Selain menahan momen lentur, balok juga harus didesain berdasarkan kuat geser, karena apabila tulangan geser tiidak direncanakan, maka balok akan mengalamii kegagalan geser. Balok harus didesain sedemikian rupa agar kegagalan geser tidak terjadi sebelum kegagalan lentur.

2.4.2.1 Tulangan Lentur

Perhitungan kuat momen nominal dalam suatu balok struktural harus berdasarkan persamaan berikut:

m =

, . )

k =

 = ( 1 - 1 − . . )

b = , . .b x

( )

 max = 0,75xb

 min = , atau  min = , As =  x b d

a = , . .

. Mn = (As.fy (d- ))

Memeriksa syarat Ø Ma (Momen Desain) ≥ Mu baru (Momen Terfaktor)

(16)

Gambar 2.7 Diagram Tegangan dan Regangan Balok;

(a). Potongan Balok; (b). Diagaram Regangan; (c). Diagram Tegangan.

2.4.2.2 Tulangan Geser

Gambar 2.8 Gambar Tulangan Geser pada Balok

Kuat geser untuk komponen struktur yang dikenai geser dan lentur dicari dengan mencari nilai terkecil dari persamaan yang berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 22.5.3.1 sebagai berikut:

Tabel 2.4 Nilai Kapasitas Gaya Geser yang dipikul oleh Penampang Beton

(17)

Atau secara konservatif, kekuatan geser yang ditahan oleh penampang dapat juga dihitung menggunakan persamaan sesuai dengan SNI 2847:2019 pasal 22.5.5.1 seperti berikut:

Vc = 1 6 ′ bx d

Kuat geser nominal yang harus ditahan oleh tulangan geser sesuai pasal 22.5.10.5.3 SNI 2847:2019 dihitung dengan persamaan :

Vs = . .

Sedangkan untuk kekakuan total dari kekakuan geser balok diantara lain adalah

Vn = Vc + Vs

Apabila besarnya gaya geser terfaktor ultimit lebih besar daripada setengah nilai kekuatan geser yang ditahan oleh penampang beton dan tidak lebih dari kuat geser nominal, maka diperlukan suatu tulangan minimum yang harus dihitung berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 9.6.3.3 yakni nilai Av/s terbesar dari persamaan- persamaan berikut:

0,062 ′ 0,35

Serta untuk jarak tulangan-tulangan geser maksimal menurut SNI 2847:2019 pasal 9.7.6.2.2 adalah d/4 atau 300 mm.Pada SNI 2847:2019 pasal 9.4.3.2, kekuatan geser harus dihitung pada penampang kritis yaitu pada sejarak d dari muka kolom.

2.4.3 Perencanaan Kolom

Kolom merupakan suatu elemen struktur yang berfungsi untuk menyalurkan beban struktur dari balok menuju ke dalam tanah (pondasi). Gaya-gaya yang dominan ditahan oleh kolom merupakan gaya tekan, namun selain gaya tekan kolom juga menahan momen. Momen ditahan oleh kolom yang bisa disebabkan oleh gaya gempa maupun eksentrisitas beban kerja pada kolom.

Kolom harus dirancang untuk menahan gaya aksial dari beban terfaktor pada semua lantai atau atap dan momen maksimum dari beban terfaktor pada satu

(18)

bentang lantai atau atap bersebelahan yang ditinjau. Kondisi pembebanan yang memberi rasio momen maksimum terhadap beban aksial juga harus ditinjau

Dalam perencanaan kolom harus didasarkan oleh gaya aksial dari beban terfaktor pada tiap lantai. Selain itu untuk perencanaan kolom harus berdasarkan oleh kegagalan tekuk pada kolom akibat eksentrisitasnya yang tinggi. Pada struktur SPRMK kolom harus di desain agar lebih kuat dari balok. Hal tersebut agar kolom tidak runtuh terlebih dahulu dari balok.

Data yang diperlukan untuk perencanaan penulangan kolom sebagai berikut:

 Momen Ultimit (Mu) Dari perhitungan statika momen

 Beban Aksial Berfaktor, Normal Terhadap Penampang (Pu) Dari perhitungan statika gaya lintang

 Penulangan yang lazim digunakan antara 1% - 5% dari luas penampang.

Gambar 2.9 Macam-macam Kolom (Sumber: Istimawan,1996;288)

Dalam segi struktur, kolom dibedakan menjadi tiga jenis secara garis besar antara lain :

a. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral

Kolom ini merupakan kolom beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang yang dengan jarak spasi tertentu diikat dengan sengkang pengikat kearah lateral.

(19)

b. Kolom menggunakan pengikat spiral.

Kolom dengan pengikat spiral merupakan kolom beton yang di tulangi dengan batang tulangan pokok memanjang yang ditulangi dengan dengan tulangan spiral yang dililitkan keliling membentuk helik menerus di sepanjang kolom.

c. Struktur kolom komposit.

Kolom komposit merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa atau tanpa diberi batang tulangan pokok memanjang.

2.4.3.1 Kelangsingan Kolom

Berdasarkan Pasal 10.10.1 SNI 2847-2019 untuk komponen struktur tekan yang bergoyang, berpengaruh kelangsingan boleh diabaikan jika:

a. Untuk kolom yang tidak ditahan terhadap goyangan samping (Sistem Braced Frame)

. ≤ 22

b. Untuk kolom yang ditahan terhadap goyangan samping (Sistem Unbraced Frame)

. ≤ 34 + 12 [M1/M2] ≤40 Dimana :

K = Faktor panjang efektif kolom Lu = Pajang kolom yang di topang

r = jari-jari potongan lintang kolom = /

Dimana M1/M2 adalah positif jika kolom dibengkokan dalam kurvatur tunggal, dan negatif jika komponen struktur dibengkokkan dalam jurvatur ganda.

Pada Pasal 6.2.5.1 SNI 2847:2019, radius girasi, r , diizinkan untuk dihitung dengan :

a. r =

b. 0,3 kali dimensi keseluruhan dalam arah stabilitas yang ditinjau untuk kolom persegi

(20)

c. 0,25 kali diameter untuk kolom bundar

Menurut SNI 2847:2019, faktor panjang efektif tahanan ujung k, dalam berbagi kondisi dapat dilihat dalam tabel 2.3 dibawah ini :

Tabel 2.5 Faktor Panjang Efektif Kolom Sumber : (Dipohusodo,1994 hal.331)

Kondisi k

Kedua ujung sendu, tidak bergerak lateral 1,0

Kedua ujung terjepit 0,5

Satu ujung jepit, ujung lain bebas 2,0 Kedua ujung jepit, ada gerak lateral 1,0

2.4.3.2 Kuat Beban Aksial Maksimum

Ketentuan rumus kuat beban aksial maksimum SNI 2847:2019 adalah sebagai berikut:

1. Kolom dengan penulangan spiral

Pn (maks) = 0,85  (0,85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast) 2. Kolom dengan penulangan sengkang :

Pn (maks) = 0,85 (0,85 fc’ (Ag-Ast) + (fy.Ast) Pu≤Pn

Dimana :

Ag = Luas kotor penampang lintang kolom (mm2) Ast = Luas total tulangan memanjang (mm)

Pn = Kuat beban aksial nominal atau teoritis dan eksentrisitas tertentu Pu = Beban aksial terfaktor dengan eksentrisitas

(21)

a. Penampang Kolom

b. Diagram Regangan

c. Diagram Tegangan

d.Diagram Kesetimbangan gaya

Gambar 2.10 Diagram Regangan, Tegangan dan Gaya Dalam Penampang Kolom

2.5 Sistem Rangka Pemikul Momen

Menurut SNI 1726-2019 sistem rangka pemikul momen adalah sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa dipikul oleh rangka pemikul momen mealalui mekanisme lentur.

Sistem rangka pemikul momen dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu : 1. Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

2. Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM) 3. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

(22)

Sistem rangka pemikul momen adalah sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dalam bentuknya di lapangan, sistem rangka pemikul ini terdiri dari balok dan kolom yang membentuk portal dan desain Strong Coloumn Weak Beaam. Dimana beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama beban lateral dipikul rangka pemikul momen terutama melalui mekanisme lentur sehingga peranan balok kolom sangatla penting dalam merencanakan bangunan.

Pada perencanaan bangunan ini digunakan sistem rangka pemikul momen khusus. Dalam sistem ini menggunakan konsep strong coloumn and weak beam (kolom kuat dan balok lemah), agar sebuah desain struktur di daerah gempa menjadi ekonomis, sifat daktail yang dimiliki struktur dapat dimanfaatkan untuk menerima energi gempa pasca kondisi elastisnya. Dengan adanya daktalitas ini, respons spektrum gempa rencana elastis dapat direduksi menjadi gempa nominal dengan konsekuensi persyaratan desain yang cukup kuat.

Menurut SNI 1726:2019, persyaratan rangka pemikul momen adalah kehilangan tahanan momen disambungkan balok ke kolom di kedua ujung balok tunggal tidak akan mengakibatkan lebih dari reduksi tingkat sebesar 33%, atau sistem yaang dihasilkan tidak mempunyai ketidaklenturan torsi yang berlebihan.

2.5.1 Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SRPMB)

Sistem rangka pemikul momen biasa merupakan sistem yang memiliki kekuatan yang besar, oleh karena itu desain SRPMB dapat mengabaikan persyaratan “Strong Coulomn Weak Beam” yang dipakai untuk merencanakan struktur yang mempunyai daktalitas yang tinggi. Sistem ini masih jarang dan kurang cocok digunakan untuk wilayah gempa di Indonesi karena intensitas gempa di Indonesia sangat tinggi.

Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada zona 1 dan zona 2 yaitu wilayah dengan tingkat kegempaan yang rendah. Faktor reduksi gempa (R) = 3,5 dan sistem rangka pemikul momen biasa ini tidak cocok untuk diterapkan pada gedung Hotel Me Yogyakarta.

(23)

2.5.2 Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SRPMM)

Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah adalah suatu metode perencanaan struktur rangka pemikul momen menitik beratkan kewaspadaannya terhadap kegagalan struktur akibat keruntuhan geser. Metode ini digunakan untuk perhitungan struktur gedung yang masuk pada zona 3 dan 4 yaitu wilayah demgan tingkat kegempaan yang sedang.

2.5.3 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)

Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus merupakan struktur rangka beton bertulang direncanakan berperilaku daktalitas penuh artinya semua kapasitas daktalitas strukturnya dikerahkan secara maksimal. Desain tersebut dilakukan dengan membagi gaya gempa elastis dengan sebuah faktor yang besar sehingga struktur direncanakan dengan nilai beban gempa yang kecil sekali tapi dengan pendetailan tulangan sesuai diharapkan saat gempa tidak terjadi kerusakan- kerusakan yang berat karena strukturnya mampu mengembangkan daktalitasnya secara penuh, karena daktalitas yang dikerahkan sudah maksimal maka detail tulangan yang disyaratkan juga cukup ketat, terutama dalam pendetailan elemen vertikal.

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.6.2.1, komponen struktur lentur rangka momen khusus berlaku untuk membentuk bagian sistem penahan gaya gempa dan diproposikan terutama untuk menahan lentur.

1. Bentang bersih untuk komponen struktur ℓn, tidak boleh kurang dari empat kali tinggi efektifnya.

2. Lebar komponen bw, tidak bolek kurang dari yang lebih kecil dari 0,3h dan 250 mm.

3. Lebar komponen struktur, bw, tidak boleh melebihi lebar komponen struktur penumpu, c2, ditambah suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur penumpu yang sama dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b):

a. Lebar komponen struktur penumpu, c2, dan

b. 0,75 kali dimensi keseluruh komponen struktur penumpu c1.

(24)

2.5.4 Balok Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

2.5.4.1 Persyaratan Dimensi Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.6.2.1, komponen struktur rangka pemikul momen khusus berfungsi untuk menahan gaya lentur akibat beban lateral gempa memiliki kriteria sebagai berikut:

1. Panjang bentang bersih (In) diharuskan lebih besar dari 4 kali tinggi efektif.

2. Lebar komponen penampang (bw), tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0,3 dan 250 mm.

3. Lebar penampang (bw), tidak boleh melebihi lebar komponen struktur menumpu, c2, ditambah dengan suatu jarak pada masing-masing sisi komponen struktur yang menumpu dan besarnya sama dengan yang lebih kecil dari (a) dan (b):

a. Lebar komponen struktur penumpu (kolom)

b. 3 4 kali dimensi keseluruhan komponen struktur arah sejajar komponen lentur.

2.5.4.2 Persyaratan Tulangan Longitudinal Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Balok yang difungsikan untuk menahan gaya lateral, umumnya didesain dengan menggunakan tulangan rangkap, hal tersebut difungsikan untuk mengantisipasi adanya momen bolak-balik pada balok, dikarenakan gaya lateral umumnya bersifat bolak-balik.

1. Syarat rasio minimal luasan tulangan lentur pada sisi atas dan sisi bawah kolom harus memenuhi persamaan sesuai SNI 2847:2019 pasal 9.6.2.1 berikut:

, bwd

, bwd

2. Kuat lentur positif komponen struktur pada muka kolom tidak boleh lebih kecil dari setengah kuat lentur negatif nya.

3. Syarat rasio maksimum tulangan lentur adalah sebesar 0,025.bw.d

(25)

4. Kuat lentur negatif maupun positif pada penampang di sepanjang bentang kolom tidak boleh kurang dari 1 4 kuat lentur pada kedua muka kolom tersebut.

5. Setidaknya terdapat dua buah tulangan yang menerus baik di sisi baawah dan atas bangunan.

2.5.4.3 Persyaratan Tulangan Transversal Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.6.4, untuk menjamin perilaku kolom beton bertulang yang memadai dan dipasang dengan diberikan kait gempa di ujungnya. Tulangan transversal perlu dipasang agar bisa menahan gaya lintang dan menghindarkan tekukan dari tulangan memanjang. Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.6.4, bahwasannya tulangan transversal harus memenuhi persyaratan diantara lain:

1. Sengkang pengekang haruss diletakkan pada daerah hingga dua kali tinggi balok yang mana diukur dari muka kolom pada kedua ujung komponen lentur. Selain itu, sengkang pengekang harus diletakkan pada lokasi dimana terdapat leleh lentur (sendi plastis)

2. Sengkang tertutup pertama harus diletakkan maksimal sejarak 50mm daari muka kolom. Menurut SNI 2847:2019 pasal 21.6.4.3 spasi tulangan transversal harus memenuhi syarat-syarat jarak minimal sebagai berikut:

a) d/4 b) 6db c) 150 mm

3. Tulangan sengkang sistem rangka pemikul momen khusus harus di desain untuk memikul gaya geser rencana (Ve), yang ditimbulkan oleh kuat lentur maksimum dengan arah yang berlawanan pada kedua ujung muka tumpuan, pada saat yang bersamaan, selain itu, komponen struktur itu juga diharuskan untuk menahan gaya gravitasi terfaktor yang bekerja di sepanjang komponen lentur.

4. Kuat geser yang dipikul oleh beton (Vc) dapat diambil sama dengan nol apabila gaya geser yang ditimbulkan oleh gaya gempa lebih besar dari besar

(26)

daripada 50% dari kuat geser perlu pada sepanjang bentang, serta apabila terdapat gaya aksial terfaktor akibat gaya gempa besarnya kurang dari Ag.fc/20.

2.5.4.4 Persyaratan Sambungan Lewatan Balok Rangka Pemikul Momen Khusus

Sambungan lewatan pada balok diizinkan apabila terdapat tulangan spiral atau sengkang tertutup yang mengikat sambungan lewatan tersebut, spasi pada sambungan lewatan tersebut tidak boleh melebihi d/2 atau 100 mm. Sambungan lewatan tidak diizinkan untuk berada pada sambungan balok dan kolom, pada sejarak 2h dari muka kolom, serta pada bagian yang memungkinkan terjadi leleh lentur yang diakibatkan oleh perpindahan inelastis.

2.5.5 Kolom Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus

2.5.5.1 Persyaratan Dimensi Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.2.1, kolom sistem rangka pemikul momen khusus harus memenuhi persyaratan diantara lain, dimensi terpendek dengan yang terpanjang harus lebih besar dari 0,4.

2.5.5.2 Persyaratan Tulangan Lentur Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.4, tulangan lentur pada kolom harus memenuhi persyaratn diantara lain

1. Luas tulangan longitudinal tidak boleh kurang dari 1%Ag dan tidak boleh lebih dari 6%Ag.

2. Untuk kolom-kolom dengan sengkang bundar, kolom longitudinal harus lebih dari 6 buah.

2.5.5.3 Persyaratan Tulangan Transversal Kolom Rangka Pemikul Momen Khusus

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.1, daerah sendi plastik kolom (Io) harus didesain lebih dari nilai-nilai berikut:

1. Sisi terpanjang kolom 2. 1 6 bentang bersih kolom

(27)

3. 450 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.3, pada daerah sendi plastis kolom (I0), harus diletakkan tulangan transversal yang harus memenuhi persyaratan jarak maksimal seperti berikut:

a) d/4 b) 6db

c) 100 mm < 100 + < 150 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.2, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam desain tulangan transversal pada kolom diantara lain:

1. Tulangan transversal harus terdiri dari spiral tunggal atau spiral saling tumpuk (overlap), sengkang pengekang bundar, atau sengkang pengakang persegi, dengan atau tanpa ikat silang.

2. Setiap lengkung ujung sengkang pengekang pengekang persegi dan ikat silang harus mengait batang tulangan longitudinal terluar.

3. Ikat silang dengan ukuran batang tulangan yang sama atau lebih kecil dari diameter sengkang pengekang diizinkan sesuai batasan. Ikat silang yang berurutan harus diselang seling ujungnya sepanjang tulangan longitudinal dan sekeliling perimeter penampang.

4. Tulangan harus diatur sedemikian sehingga spasi hx antara tulangan- tulangan longitudinal di sepanjang perimeter penampang kolom yang tertumpu secara lateral oleh sudut ikat silang atau kaki-kaki sengkang pengekang tidak boleh melebihi 350 mm.

5. Ketika Pu>0,3 Agfc’ atau fc’ > 70 Mpa, pada kolom dengan sengkang pengekang, setiap batang tulangan longitudinal harus memiliki sengkang pengekang atau kait gempa dengan jarak maksimal baris tulangan dalam kolom maksimal sepanjang 200 mm.

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.4, kebutuhan tulangan transversal pada daerah sendi plastis (I0) adalah diambil nilai terbesar dari persamaan berikut:

(28)

Tabel 2.6 Rasio tulangan geser dalam bentang 10

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.5, diluar panjang sendi plastis (I0), spasi tulangan transversal tidak boleh melebihi nilai terkecil dari:

a) 6db

b) 100 mm < 100 + < 150 mm

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.6.1. Tulangan trnasversal pada kolom diharuskan untuk memikul gaya geser rencana (Ve) yang dihitung dengan menggunakan kuat momen maksimum Mpr pada kolom lantai atas dan kolom lantai bawah dari titik yang ditinjau. Gaya geser tersebut harus lebih besar daripada gaya geser rencana yang dihitung menggunakan analisa struktur.

2.6 Pengekang (Confinement)

Pengekang (conefinement) beton adalah salah satu cara untuk meningkatkan daktalitas atas kuat tekan beton. Hal ini bisa dicapai karena pengekang mencegah ekspansi lateral yang terjadi akibat efek poison selama pembebanan berlangsung.

Pengaruh pengekang tidak akan timbul sampai dengan tercapainya tegangan lateral yang diakibatkan efek poison. Pengekang tidak meningkatkan kekuatan dan daktalitas diatas awal pembebanan. Pengekang baru efektif setelah tegangan aksial mencapai 60% dari kuat tekan maksimum. Jadi kekang akan menambah besar tegangan dan regangan tekan maksimum beton.

Efek dari pengekangan adalah untuk meningkatkan kekuatan dan tegangan Ultimit pada beton. Dengan adanya kolom dengan pengekangan yang diakibatkan

(29)

karena tulangan sengkang sangat berpengaruh sekali terhadap ketahanan struktur yang direncanakan, sehingga kolom tersebut memiliki kekuatan yang lebih besar dan pada penampang kolom lebih dapat menerima gaya aksial yang lebih besar.

Pada umumnya, pengekangan dapat menggunakan sengkang biasa ataupun tulangan berbentuk spiral. Pengekangan kolom dengan tulangan berbentuk spiral sangat rapat (kolom spiral) memiliki perilaku yang lebih daktail daripadapengekangan kolom dengan sengkang biasa ataupun pengekangan kolom dengan spiral kurang rapat (Winterdan Nilson,1993) Kolom spiral akan dapat bertahan lebih lama (daktail) sebelum mengalami keruntuhan dibandingkan dengan kolom yang diberi pengekangan dengan sengkang biasa ataupun dengan spiral kurang rapat (kurang daktail). Meskipun demikian, pengekangan dengan sengkang biasa menghasilkan kenaikan signifikan dalam daktilitas. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan daktilitas bisa sangat mempengaruhi kekuatan kolom. Retak yang timbul pada kolom akibat lelehnya tulangan akan mengakibatkan beton mengalami sedikit tarik (Park dan Paulay, 1975) sehingga suatu saat beton tidak mampu lagi bertahan dan terjadilah keruntuhan. Hal ini menunjukkan bahwa perlu adanya evaluasi terhadap daktilitas kurvatur kolom dengan memperhitungkan kontribusi pengekangan. Distribusi tegangan kekangan yang timbul pada kolom yang diberi sengkang persegi dan sengkang spiral.

2.6.1 Tulangan Transversal

Berdasarkan SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.1, untuk tulangan transversal harus dipasang sepanjang ℓo dari masing-masing muka joint dan pada kedua sisi sebarang penampang dimana pelelehan lentur dimungkinkan terjadi sebagai akibat perpindahan lateral yang melampaui perilaku elastik. Panjang ℓo tidak boleh kurang dari nilai terbesar antara a hingga c :

a. Tinggi kolom pada muka joint atau pada penampang dimana pelelehan lentur dimungkinkan terjadi

b. Seperenam tinggi bersih kolom

(30)

c. 450 mm

Gambar 2.11 Contoh-contoh sengkang tertutup saling tumpuk dan ilustrasi batas pada spasi horizontal maximum batang tulangan longitudinal yang di tumpu

(Sumber: SNI 2847:2019)

Menurut SNI 2847:2019 pasal 18.7.5.2, terdapat beberapa ketentuan yang harus dipenuhi dalam desain tulangan transversal pada kolom diantara lain:

1. Tulangan transversal harus terdiri dari spiral tunggal atau spiral saling tumpuk (overlap), sengkang pengekang bundar, atau sengkang pengekang persegi, dengan aatau ikat silang.

2. Setiap lekukan ujung sengkang pengekang persegi dan ikat silang harus mengait batang tulangan longitudinal terluar.

3. Ikat silang dengan ukuran batang tulangan yang sama atau yang lebih kecil dari diameter sengkang pengekang diizinkan sesuai batasan. Ikat silang yang berurutan harus diselang seling ujungnya sepanjang tulangan longitudinal dan sekeliling parimeter penampang.

(31)

4. Tulangan harus diatur sedemikian sehingga spasi hx antara tulangan-tulangan longitudinal di sepanjang parimeter penampang kolom yang bertumpuan secara lateral oleh sudut ikat silang atau kaki-kaki sengkang pengekang tidak boleh melebihi 350 mm.

5. Ketika Pu > 0,3 Agfc’ atau fc’ > 70 Mpa, pada kolom dengan sengkang pengekang, setiap batang tulangan longitudinal harus memiliki sengkang pengekang atau kait gempa dengan jarak maksimal baris tulangan dalam kolom maksimal sepanjang 200 mm.

2.6.2 Spasi Tulangan Transversal

Menurut SNI 2847-2019 pasal 18.7.5.3 spasi tulangan transversal harus memenuhi syarat sebagai berikut:

a. 1 4 dimensi kolom b. 6 x Ø tulangan lentur c. So yang dihitung dengan

So= 100 + ( )

Nilai so tidak boleh melebihi 150 mm dan tidak perlu kurang dari 100 mm 2.6.3 Persyaratan Kuat Geser

Menurut SNI1 2847:2019 pasal 18.6.5 kekuatan geser kecuali balok memiliki kekuatan momen yang berada pada 3 atau 4 kali momen desain, harus diasumsikan akan leleh pada lentur jika terjadi gempa besar. Gaya geser desain harus dipilih sehingga menjadi pendekatan yang baik dari geser maksimum yang dapat dihasilkan komponen. Oleh karena itu, persyaratan kekuatan geser pada komponen rangka berhubungan dengan kekuatan lentur dari komponen yang di desain daripada dengan gaya geser terfaktor ditunjukan oleh analisa beban lateral.

Gaya geser desain Ve harus dihitung dari tinjauan gaya-gaya pada bagian balok di antara kedua muka joint. Momen-momen dengan tanda berlawanan yang terkait dengan kekakuan momen lentur maksimum yang mungkin terjadi, Mpr, harus

(32)

diasumsikan bekerja pada muka-muka joint dan balok dibebani dengan beban gravitasi tributari terfaktor di sepanjang batang. Diilustrasikan pada Gambar 2.14.

Karena kekuatan leleh aktual pada tulangan longitudinal dapat melebihi kekuatan leleh yang disyaratkan dan karena pengerasan regangan (strain hardening) cenderung terjadi pada suatu joint yang terkena rotasi yang besar, kekuatan geser perlu ditentukan menggunakan tegangan tidak kurang 1,25fy tulangan longitudinal.

Gambar 2.12 Geser desain untuk balok dan kolom

(Sumber :SNI 2847-2019l:384)

(33)

2.7 Hubungan Balok Kolom dan SRPMK

Pada sambungan balok dan kolom, harus tercapai suatu sistem strong column weak beam, untuk memenuhi kriteria tersebut, maka sambungan kolom dan balok harus memenuhi persyaratan sesuai SNI 2847:2019 pasal 18.7.3.2 sebagai berikut:

1. Jumlah momen nominal pada kolom atas dan bawah, harus lebih dari 1,2 jumlah momen nominal pada balok kiri dan kanan pada suatu joint yang ditinjau.

2. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok dimuka hubungan balok kolom harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada tulangan tarik lentur adalah 1,25 fy.

3. Kuat hubungan balok kolom harus direncanakan menggunakan faktor reduksi kekuatan.

4. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus diteruskan hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom terkekang dan di angkur.

2.8 Metode Analisa Gempa

Respon yang terjadi pada struktur yang diakibatkan oleh gempa bummi yang terjadi dapat dianalisa dengan menggunakan analisa beban gempa yang sesuai dengan SNI 1726:2019. Pada SNI 1726:2019 ini terdapat perubahan seperti pembaharuan peta gempa untuk wilayah indonesi serta berbagi besaran yang telah dikoreksi.

Analisa beban gempa dapat dilakukan dengan berbagai metode diantara lain: analisa statik ekivalen, analisas respon spektrum, dan analisa riwayat waktu (Time History). Menurut Widodo (2001) analisis riwayat waktu (Time History) merupakan metode yang paling mendekati besarnya beban gempa aktual. Tetapi untuk melakukan analisis time history diperlukan banyaknya analisa yang lebih mendalam serta adanya data pendukung yang diperlukan seperti riwayat gempa historis pada situs tersebut. Untuk itu, penyederhanaan dilakukan oleh para ahli gempa sehingga menjadikan efek beban dinamik oleh gempa menjadi gaya statis arah horizontal yang bekerja pada pusat massa, metode ini disebut dengan metode analisis statik ekivalen.

(34)

Tabel 2.7 Analisa yang diizinkan untuk kategori desain seismik tertentu

Pemilihan metode analisi untuk perencanaan bangunan tahan gempa harus dilakukan dengan tepat. Menurut SNI 1726:2019, analisa statik ekivalen dikhususkan untuk struktur gedung yang memiliki bentuk beraturan, serta berbentuk tipikal setiap lantainya, sedangkan analisis menggunakan metode time history dapat digunakan untuk menganalisa suatu struktur yang beraturan maupun struktur yang tidak beraturan.

Gambar 2.13 Peta koefisien gempa Indonesia (Sumber : SNI 1726:2019)

2.8.1 Analisa Statik Ekivalen

Analisa metode statik ekivalen merupakan suatu analisis yang hanya mempertimbangkan getar mode atau ragam pertama. Ragam mode pertama tersebut

(35)

dapat diasumsikan mengikuti sebuah garis lurus. Respons struktur yang diakibatkan gempa sangat dipengaruhi oleh bentuk geometrik bangunan itu sendiri.

Analisa perencanaan struktur gedung terhadap efek beban gempa yang bersifat statis, pada dasarnya merupakan Upaya untuk menggantikan beban dinamis dengan gaya lateral yang bersifat statis. yang dianalisa akibat pergerakan tanah dengan gaya-gaya statis ekivalen, dengan tujuan simplifikasi agar mendapatkan kemudahan dalam perhitungan analisanya. Metode ini disebut dengan Metode Gaya Lateral Ekivalen (Equivalent Lateral Force Method). Metode ini menitikberatkan pada suatu elemen struktur yang dibebani gaya gempa merupakan hasil dari perkalian Berat aktual total struktur dikalikan dengan koefisien berat yang didapat dari jenis tanah situs beserta nilai percepatan gaya gempa periode pendek.

2.8.2 Analisis Dinamis

Pada analisa dinamis perhitungan analisa gaya gempa memperhitungkan juga aspek khusus yang tidak terdapat dalam analisa statis. analisa ini cukup sering digunakan pada bangunan yang memiliki bentuk geometris yang tidak beraturan.

Dari segi analisis dinamik, hal ini bukan menjadi masalah, dengan adanya berbagai program komputer canggih saat ini yang memiliki kemampuan tinggi menganalisis struktur rumit, sejatinya juga dipakai juga untuk mengontrol perilaku struktur tersebut dalam responnya terhadap gempa. Pada analisa beban gempa dinamis dapat menggunakan software analisa struktur seperti SAP2000 dan STAAD Pro Yang berdasarkan peraturan yang berlaku di suatu daerah tertentu. Selain itu, hasil dari analisa gempa beban dinamis pada software analisa struktur harus dikontrol dengan perhitungan secara manual. Dengan melakukan analisis getaran bebas 3D dapat dilihat, kecenderungan perilaku struktur terhadap gempa. Nilai total dari analisa dinamis umumnya lebih kecil hasilnya daripada menggunakan analisa statis. Nilai ini juga lebih akurat daripada menggunakan analisa statis. Selain itu bangunan yang memiliki tinggi lebih dari 40 meter diharuskan untuk menggunakan analisa dinamis karena analisa statis sudah tidak lagi akurat untuk bangunan dengan ketinggian lebih dari 40 meter.

(36)

Analisis dinamis untuk perancangan struktur tahan gempa dilakukan apabila diperlukan analisa ulang yang lebih akurat dari gaya-gaya gempa yang bekerja pada struktur tersebut, serta untuk mengetahui perilaku dari struktur akibat pengaruh gempa. Pada struktur bangunan tingkat tinggi atau struktur dengan bentuk geometris atau konfigurasi yang tidak teratur.

Analisis dinamis dapat dilakukan dengan menggunakan metode elastis maupun inelastis. Pada metode elastis dibedakan Analisis Riwayat Waktu dimana pada cara ini diperlukan rekaman percepatan gempa dan Analisis Ragam Spektrum Respons , yang mana pada cara ini respons maksimum dari tiap ragam getar yang terjadi didapat dari Spektrum Respons Rencana Sedangkan pada analisis dinamis inelastis, metode yang digunakan untuk mendapatkan nilai respons struktur akibat pengaruh gempa yang kuat dengan menggunakan cara integrasi langsung.

2.9 Respon Speetrum

Respons spektrum adalah suatu spektrum yang dijelaskan dalam bentuk grafik antara periode getar struktur, yang berlawanan dengan respon-respon maksimum berdasarkan rasio redam dan gempa tertentu. Respon-respon maksimum berupa simpangan, kecepatan, percepatan. Sedangkan nilai spektrum respon dipengaruhi oleh periode getar, nilai rasio redaman, nilai daktalitas struktur, serta jenis tanah pada suatu situs.

Menurut SNI 1726:2019 pasal 6.4 , bila spektrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan prosedur gerak tanah dari spesifik-situs tidak digunakan, maka kurva spektrum respons desain harus dikembangkan dengan mengacu pada gambar 2.16 dan mengikuti ketentuan dibawah ini:

1. Untuk periode yang lebih kecil dari To, spektrum respons percepatan desain, Sa harus diambil dari persamaan:

Sa = SDS (0,4+0,6 )

2. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari atau sama dengan Ts, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS, 3. Untuk periode lebih besar dari Ts, tetapi lebih kecil dari atau sama dengan TL, respons spektral percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan

(37)

Sa =

4. Untuk periode lebih besar dari TL, respons spektral percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan:

Sa = Keterangan :

SDS = parameter respons spektral percepatan desain pada periode pendek;

SD1 = parameter respon spektral percepatan desain pada periode 1 detik;

T = periode getar fundamental struktur To = 0,2

Ts =

TL = peta transisi periode panjang yang ditunjukkan pada gambar 2.16

Gambar 2.14 Sprektum Respons Desain (Sumber : SNI 1726:2019:36) Terdapat dua maca spektrum respon:

1. Spektrum elastik: suatu spektrum yang didasarkan atas respon elastik struktur.

(38)

2. Spektrum inelastik (disebut juga desain spektrum respon) : suatu spektrum yang discale down dari spektrum elastik dengan nilai daktalitas tertentu.

2.10 Analisa Gempa

2.10.1 Kategori Risiko Bangunan dan Faktor Keutamaan, Ie

Menurut SNI 1726:2019, setiap jenis bangunan yang dikategorikan terhadap fungsinya. Kategori resiko tersebut memiliki faktor keutamaan terhadap gempa yang berbeda satu sama lainnya yang bergantung pada tingkat urgensi pada gedung tersebut. Faktor keutamaan terhadap gempa tersebut termuat dalam tabel 2.8 berikut:

Tabel 2.8 Kategori Risiko Bangunan Gedung dan Non Gedung untuk Beban Gempa

Jenis Pemanfaatan Kategori Resiko

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk, anatara lan:

 Fasilitas pertanian, perkebunan, perternakan, dan perikanan

 Fasilitas sementara

 Gedung penyimpanan

 Rumah jaga dan struktur kecil lainnya

I

Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori risiko I.III.IV.termasuk, tapi tidak di batasi untuk:

 Perumahan

 Rumah

 Toko dan

 Rumah kantor

 Pasar Gedung

 Perkantoran

 Gedung apatemen/ rumah susun

 Pusat perbelanjaan/ mall

II

(39)

 Bangunan industri

 Fasilitas manufaktur

 Pabrik

Gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

 Bioskop

 Gedung pertemuan

 Stadion

 Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas penitipan anak

 Penjara

 Bangunan untuk orang jomp Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang memiliki potensi untuk

menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari- hari bila terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :

dibatasi untuk :

 Pusat Pembangkit listrik biasa

 Fasilitas penanganan air

 Fasilitas penanganan limbah

III

Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk,tetapi tidak dibatasi untuk:

 Bangunan-bangunan monumental

 Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan

 Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang meiliki fasilitas bedah dan unit gawat darurat

 Fasilitas pemadam ebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi kendaraan darurat

 Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan

IV

(40)

tempat perlindungan darurat lainnya

 Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi dan fasilitas lainnya untuk tanggap darurat

 Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada saat keadaan darurat

 Struktur tambahan (termasuk menar telekomunikasi, tangki penyimpanan bahan bakar, menara pendingin,struktur stasiun listrik, tangki air pemadam kebakaran atau struktur rumah atau struktur pendukung air pemadam atau material atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada saat keadaan darurat Gedung dan non gedung yang dibutuhka untuk mempertahankan fungsi struktur bangunan lain yang masuk kedalam kategori risiko IV.

Tabel 2.9 Faktor Keutamaan Gempa (Sumber SNI 1726:2019:25)

2.10.2 Nilai Spektral Percepatan SS dan S1

Nilai spektral percepatan SS ditentukan menggunakan peta zonasi gempa untuk SS, parameter respon spektral percepatan gempa maksimum yang

dipertimbangkan (MCER), periode ulang gempa selama 2500 tahun dimana dapat dikatakan bahwa probabilitas yang dimiliki suatu bangunan dalam 50 tahun adalah 2%.

Kategori risiko Faktor Keutamaan Gempa, Ie

L atau II 1,0

III 1,25

IV 1,50

(41)

2.10.3 Klasifikasi Situs

Dalam perumusan kriteria desain seismik suatu bangunan di permukaan tanah atau penentuan aplikasi besaran percepatan gempa puncak dari batuan dasar ke permukaan tanah untuk suatu situs, maka situs tersebut harus diklasifikasikan terlebih dahulu. Penepatan kelas situs harus melalui penyelidik tanah di lapangan dan di laboratorium, yang dilakukan oleh otoritas yang berwenang atau ahli desain geoteknik bersertifikat, dengan minimal mengukur secara independen dua dari tiga parameter tanah yang tercantum di tabel 2.6. (SNI 1726:2019).

Tabel 2.10 Klasifikasi SITUS Kelas situs Vs (m/detik) N atau

Nch

Su (kPa)

SA (batuan keras >1500 N/A N/A

SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A

SC (tanah keras, sangat padat dan batuan lunak)

350 sampai 750 >50 ≥100

SD (tanah sedang) 175 sampai 350 15 sampai

50

50 sampai 100

SE (tanah lunak) <175 <15 <50

(Sumber SNI 1726:2019:29)

Catatan SE: Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m tanah dengan karakteristik sebagai berikut:

1. Indeks plastisitas PI>20, 2. Kadar air, W ≥ 40%

3. Kuat geser niralir Su <25 kPa

(42)

SF ( tanah khusus, yang memutuhkan investigasi geoteknik spesifik dan analisis respons spesifiksitus yang mengikut (0)

Setiap profil lapisan tanah yang meiliki salah satu atau lebih dari karakteristik berikut:

 Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat beban gempa seperti mudah likuifaksi, lemoung sangat sensitif, tanah tersementasi lemah

 Lempung sangat organik dan/atau gambut (ketebalan H

> 3 m)

 Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H > 7,5 m dengan indeks plastisitas PI

>75)

Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan H > 35 m dengan Su

< 50 Pa CATATAN: N/A = tidak dapat dipakai 2.10.4 Koefisien Situs

Tabel 2.11 Koefisien Situs, Fa dengan periode 0,2 s (Sumber : SNI 1726:2019:34)

CATATAN:

a. Untuk nilai-nilai SS yang terletak pada dua nilai dapat dicari dengan menggunakan interpolasi linier.

(43)

b. SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik serta analisis respons satu spesifik.

Tabel 2.12 Koefisien Situs, Fv dengan periode 0,1 s (Sumber : SNI 1726:2019:34)

CATATAN:

a. Untuk nilai-nilai antara SS dapat dilakukan interpolasi linier

b. SS = situs yang memerlukan investigasi geoteknik secara spesifik serta analisis respons satu spesifik.

2.10.5 Nilai Koefisien Modifikasi Respon

Nilai koefisien pada setiap jenis nilai koefisien modifikasi respon termuat pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.13 Tabel Nilai R,Cd, dan 0

(44)

Tabel 2.13 Tabel Nilai R,Cd, dan 0 (Lanjutan)

(45)

Tabel 2.1314 Tabel Nilai R,Cd, dan 0 (Lanjutan)

(46)

2.10.6 Parameter Spektrum Respon Periode Pendek

Parameter spektrum respons percepatan pada periode pendek (SMS) dan periode 1 detik (SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan dengan persamaan berikut:

SMS = Fa.SS SM1 = Fv.S1 Keterangan:

SS = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode pendek;

S1 = parameter respons spektral percepatan gempa MCER terpetakan untuk periode 1 detik.

(47)

2.10.7 Parameter Percepatan Spektral Desain

Parameter percepatan spektral desain untuk periode pendek SDS dan pada periode 1 detik, SD1, harus ditentukan dengan persamaan berikut:

SDS =SMS SD1 =SM1

2.10.8 Kategori Desain Seismik

Struktur harus ditetapkan memiliki suatu kategori desain seismik. Kategori desain seismik ditentukan berdasarkan tabel kategori desain seismik di bawah ini, dimana kategori desain seismik yang dialami merupakan nilai yang terberat dari kedua tabel tersebut.

Tabel 2.15 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode Pendek

Tabel 2.16 Kategori Desain Seismik Berdasarkan Parameter Respons Percepatan Pada Periode 1 Detik

2.10.9 Spektrum Respon Desain

Berikut ini terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam desain dalam desain respons spektrum, di antara lain:

1. Untuk periode yang lebih keil dari To, spektrum respons percepatan desain, Sa, harus diambil berdasarkan persaanberikut ini:

(48)

2. Untuk periode lebih besar dari atau sama dengan To dan lebih kecil dari atau sama dengan TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, sama dengan SDS.

3. Untuk perioda lebih besar dari TS, spektrum respons percepatan desain, Sa, diambil berdasarkan persamaan :

Ev = 0,2.SDS.D Dan

SDS = 2/3SMS SMS = Fa.SS Keterangan :

SDS = Parameter percepatan sprektum respons desain pada periode pendek

D = Pengaruh beban mati

Fa = Faktor amplifikasi getaran terkait percepatan pada getaran periode pendek

SMS = Parameter sprektum respons percepatan pada peeriode pendek

SS = Parameter respons sprektral percepatan gempa MCER

terpetakan untuk periode pendek

2.10.10 Menentuka Gaya Gempa Dasar (Base Shear)

Besarnya gaya gempa dasar dapat dihitung menggunakan persamaan berdasarkan SNI 1726:2019 pasal 7.8.1 yakni:

V=CsW Keterangan :

Cs = Koefisien respons seismik yang ditentukan W= berat seismik efektif

Berdasarkan SNI 1726:2019:70. Perhitungan koefisien respon seismik ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

Cs =

( )

Nilai Cs tersebut harus lebih besar dari Cs max yang nilainya sebesar

(49)

Apabila T<TL

Cs =

( ) Apabila T>TL

Cs =

( )

Nilai Cs tersebut harus lebih besar dari Cs min yang nilainya sebesar Cs=0,44SDSIe ≥0,01

Keterangan :

SDS = Parameter percepatan spektrum respons desain dalam rentang periode pendek

R = Faktor modifikasi respons Ie = Faktor keutamaan gempa 2.10.11 Periode Fundamental Pendekatan

Berdasarkan pada SNI:2019:72, periode fundamental pendekatan (Ta), dalam detik, harus ditentukan persamaan sebagai berikut:

Ta = Ctℎ Keterangan :

Hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), diatas dasar sampai tingkat tertinggi struktur, dan koefisien Ct dan x

Tabel 2.17 Nilai Parameter Periode Pendekatan Ct dan x

Tipe Struktur Ct X

Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul 100 persen gaya gempa yang disyaratkan dan tidak dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yang lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi jika dikenai gaya gempa:

Rangka baja pemikul momen 0,0724° 0,8

Rangka beton pemikul momen 0,0466° 0,9 Ragka baja dengan bresing eksentris 0,0731° 0,75 Rangka baja dengan bresing terkekang

terhadap tekuk

0,0731° 0,75 Semua sistem struktur lainnya 0,0488° 0,75 (Sumber SNI 1726:2019:72)

(50)

2.10.12 Distribusi Vertikal Gaya Gempa

Berdasarkan pada SNI 1726:2019:73, gaya gempa lateral (Fx), (kN) yang timbul di semua tingkat harus ditentukan dari persamaan berikut:

Fx = Cv x V Dan

Cvx =

Keterangan :

Cvx = Faktor distribusi vertikal

V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar struktur, (Kn)

Cv x wi dan wx = bagian berat seismik efektik total struktur (W) yang di tetapkan atau dikenakan pada tingkat i atau x

hi dan hx = eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:

1. k=1, untuk struktur yang mempunyai periode 0,5 detik atau kurang 2. k=2, untuk struktur yang mempunyai periode 2,5 detik atau lebih 3. k=2, atau harus diinterpolasilinar antara 1 dan 2, untuk struktur yang

mempunyai periode 0,5 dan 2,5 detik 2.10.13 Distribusi Horizontal Gaya Gempa

Berdasarkan pada SNI 1726:2019:73, geser tingkat desain di semua tingkat (Vx) (kN) harus ditentukan dari persamaan berikut :

Vx = ∑

Keterangan :

Fi adalah bagian dari geser dasar seismik (V) yang ditimbulkan di tingkat i, dinyatakan dalam kilo aweton (kN).

Geser tingkat desai gempa (Vx) (kN) harus di distribusikan pada berbagai elemen vertikal sistem penahan gaya gempa di tingkat yang ditinjau berdasarkan pada kekakuan lateral relatif elemen penahan ertikal dan diafragma.

(51)

2.11 Kontrol Stabilitas Bangunan Akibat Pengaruh Gaya Gempa 2.11.1 Simpangan Antar Tingkat

Menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.6, gaya gempa akan menghasilkan suatu simpangan struktur dalam arah lateral, sehingga dalam perencanaan struktur harus diperiksa simpangan antar lantai (story drift) agar stabilitas struktur dan kenyamanan dalam penggunaan bangunan terjamin.

Dalam menentukan besarnya simpangan antar lantai desain, perhitungan harus dihitung berdasarkan perbedaan simpangan pada lantai atas dan lantai bawah yang ditinjau. Defleksi pusat massa di tingkat x (δx) dihitung menggunakan persamaan berikut:

Keterangan :

Cd = faktor pembesaran defleksi

xe = defleksi pada lantai yang ditinjau akibat adanya gaya gempa lateral Ie = faktor keutamaan struktur

Gambar 2.15 Skema Deformasi Portal Akibat Gaya Gempa

(52)

2.11.2 Simpangan Izin Antar Tingkat

Simpangan antar tingkat desain, tidak boleh melebihi simpangan izin yang diisyaratkan sesuai SNI 1726:2019 pasal 7.12.1 yakni seperti yang termuat pada tabel berikut

Tabel 2.18 Simpangan Izin Antar Tingkat

Untuk sistem penahan gaya gempa yang berupa rangka momen (moment frame) yang dirancang untuk kategori desain seismik D, E, F besarnya simpangan yang diizinkan tidak bole melebihi a/ yang mana berlaku untuk seluruh tingkat, untuk  diambil secara konservasi sebesar 1,3.

2.11.3 Efek P-delta

Dalam perencanaan bangunan bertingkat tinggi, pergerakan lateral kolom yang disebabkan oleh pengaruh beban aksial dan defleksi horizontal dapat menimbulkan momen sekunder yang terjadi pada balok dan kolom, serta dapat memberi tambahan terhadap besarnya simpangan antar lantai. Pengaruh itulah yang disebut sebagai efek P-delta, untuk stabilitas struktur juga harus diperiksa akibat dari efek P-delta ini.

Pengaruh P-delta pada geser dan momen tingkat tidak perlu dihitung apabila koefisien stabilitas nilainya kurang dari 0,1 yang mana harus dihitung melalui persamaan yang diisyaratkan pada SNI 1726:2019 pasal 7.8.7 berikut.

Keterangan:

Px = beban desain vertikal total di atas tingkat x tak terfaktor

(53)

 = simpangan antar lantai desain (mm) Ie = faktor keutamaan gempa

Vx = gaya geser akibat gempa pada tingkat x dan x-1 (KN) hxs = tinggi tingkat dibawah tingkat x (mm)

Cd = faktor pembesaran defleksi

Selain itu nilai koefisien stabilitas bangunan diisyaratkan untuk tidak maksimumnya yang dihitung menurut SNI 1726:2019 pasal 7.8.7 seperti berikut:

Keterangan :

max = koefisien stabilitas maksimum

b = rasio keruntuhan geser terhadap kapasitas gesernya, secara konservatif, nilainya diambil 1,0

Cd = faktor pembesaran defleksi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggambarkan secara sistematis dan komprehensif tentang strategi STAINU Temanggung dalam membendung dinamika Islamofobia melalui penguatan kurikulum

Perusahaan-perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk yang dibutuhkan wisatawan selama dalam

Pengendalian pra analitik adalah serangkaian kegiatan laboratorium saat pelayanan dimulai pada pasien berupa penerimaan pasien, pengambilan spesimen, pelabelan

Di dalam Teori Relativitas Umum, untuk mendapatkan persamaan medan Einstein dapat diperoleh dengan beberapa cara, di antaranya dengan metode tensor klasik, yaitu

Adapun hasil penelitian menunjukan bahwa 1 penetapan harga eceran tertinggi untuk pupuk bersubsidi di Kota Malang dasarkan pada alasan bahwa pupuk merupakan komoditas penting

Berbagai penelitian mengenai keampuhan model pembelajaran Problem Based Learning dan Discovery Learning, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi dan Mia Christy

maka orang tua perlu menerapkan pola asuh yang tepat, sehingga anak memiliki karakter.. positif, kepribadian yang tangguh, dan menjadikan karakter-karakter tersebut

Karakteristik wanita usia subur yang terkait dengan PMS adalah faktor umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan PMS adalah mereka yang