• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Beban Gempa Statik Ekivalen

Metode statik ekivalen merupakan suatu cara analisis statik secara tiga dimensi linier. Sehubungan dengan sifat struktur bangunan gedung beraturan yang berperilaku sebagai struktur dua dimensi, sehingga respons dinamiknya ditentukan oleh respons ragam yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat dari beban gempa statik ekivalen. Rumus beban gempa lateral secara statik ekivalen dapat dilihat pada persamaan (2.1).

V z W

z F nW

1 j

j j

i i i

 (2.1)

Keterangan:

Fi = Beban gempa lateral lantai ke-i Wi = Berat lantai tingkat ke-i

Zi = Ketinggian lantai tingkat ke-i V = Beban geser dasar nominal

Nilai beban geser dasar nominal (V) pada persamaan di atas didapatkan dari perbandingan antara faktor keutamaan gedung, faktor respon gempa dan berat struktur total bangunan dengan faktor reduksi gempa.

Adapun Langkah perhitungan beban gempa statik ekivalen, yaitu sebagai berikut :

1. Klasifikasi Beban Gempa a. Beban gempa nominal

Nilai beban gempa nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu besarnya gempa rencana, tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait dan tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut.

t

1 W

R I V  C

(2.2)  

   

 

   

   

(2)

Keterangan:

V = Beban gempa nominal C1 = Nilai faktor respon gempa I = Faktor Keutamaan

Wt = Berat total struktur R = Faktor reduksi gempa

b. Beban gempa rencana

Beban gempa rencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10%.

2. Berat struktur total bangunan (Wt) a. Berat struktur setiap lantai (Wi) b. Berat struktur seluruh lantai (Wt)

3. Waktu getar (T)

a. Pembatasan waktu getar alami fundamental

Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi sesuai dengai persamaan (2.3) di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel 2.1.

ξ.n

T1 (2.3) Keterangan:

T1 = Waktu getar alami fundamental n = Jumlah tingkat gedung

ξ = Faktor pengali dari simpangan struktur bangunan gedung  

   

 

   

   

(3)

Tabel 2.1 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami struktur bangunan gedung

Wilayah Gempa ξ

1 2 3 4 5 6

0,2 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15 [ Sumber : SNI 03-1726-2002 hal 26 ]

4. Faktor keutamaan gedung (I)

Berbagai kategori gedung bergantung pada tingkat kepentingan gedung paska gempa, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan Faktor Keutamaan (I) pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan

Kategori gedung

Faktor Keutamaan

I1 I2 I

Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran

1,0 1,0 1,0

Monumen dan bangunan monumental 1,0 1,6 1,6 Gedung penting pasca gempa seperti

rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi.

1,4 1,0 1,4

Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun.

1,6 1,0 1,6

Cerobong, tangki di atas menara. 1,5 1,0 1,5 [ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 12 ]

5. Daktilitas struktur bangunan gedung (R)

Nilai-nilai faktor daktilitas maksimum μm yang dapat dikerahkan oleh sejumlah jenis sistem atau subsistem struktur bangunan gedung dari hasil berbagai penelitian, berikut nilai Rm yang bersangkutan. Untuk setiap sistem  

   

 

   

   

(4)

atau subsistem yang tercantum dalam Tabel 2.3 tentu dapat dipilih nilai μ yang lebih rendah dari nilai μm-nya.

Semakin rendah nilai μ yang dipilih semakin tinggi beban gempa yang akan diserap oleh struktur bangunan gedung tersebut, tetapi semakin sederhana (ringan) pendetailan yang diperlukan dalam hubungan-hubungan antar-unsur dari struktur tersebut. Untuk perancangan suatu struktur bangunan gedung nilai μ dapat dipilih sendiri oleh perencana atau pemilik gedung, asal memenuhi persamaan berikut :

m y

m μ

δ μ δ

1,4   (2.4) Keterangan:

μ = Faktor daktilitas struktur gedung.

μm = Nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan oleh suatu sistem atau subsistem struktur gedung.

δm = Simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan.

δ y = Simpangan struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat terjadinya pelelehan pertama.

Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total bangunan gedung

Sistem dan subsistem struktur bangunan gedung

Uraian sistem pemikul beban gempa μm Rm

pers .(5)

F

1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.

Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).

1. Dinding geser beton bertulang 2,7 4,5 2,8 2. Dinding penumpu dengan rangka baja

ringan dan beban gravitasi

1,8 2,8 2,2 3. Rangka bresing di mana bresingnya

memikul beban gravitasi

a. Baja 2,8 4,4 2,2

b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5

& 6)

1,8 2,8 2,2

2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap.

Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).

1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 4,3 7,0 2,8 2. Dinding geser beton bertulang 3,3 5,5 2,8 3. Rangka bresing biasa

a. Baja 3,6 5,6 2,2

b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5

& 6)

3,6 5,6 2,2 4. Rangka bresing konsentris khusus

a. Baja 4,1 6,4 2,2

 

   

 

   

   

(5)

Sistem dan subsistem struktur bangunan gedung

Uraian sistem pemikul beban gempa μm Rm pers

.(5) F

5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail

4,0 6,5 2,8 6. Dinding geser beton bertulang kantilever

daktail penuh

3,6 6,0 2,8 7. Dinding geser beton bertulanng kantilever

daktail parsial

3,3 5,5 2,8 3. Sistem rangka pemikul momen

( sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul rangka pemikul momen

1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK)

a. Baja 5,2 8,5 2,8

b. Beton bertulang 5,2 8,5 2,8

2. Rangka pemikul momen menengah beton (SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 & 6)

3,3 5,5 2,8 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB)

terutama melalui mekanisme lentur).

a. Baja 2,7 4,5 2,8

b. Beton bertulang 2,1 3,5 2,8

4.Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRPBMK)

4,0 6,5 2,8 Sistem ganda (Terdiri dari: 1)

rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi; 2) pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen.

Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah mampu memikkul sekurang- kurangnya 25% dari seluruh beban lateral; 3) kedua sistem harus direncanakan untuk memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi / sistem ganda)

1. Sistem struktur bangunan gedung kolom kantilever:

(Sistem struktur yang memanfaatkan kolom kantilever untuk beban lateral) 2. Sistem interaksi dinding geser

dengan rangka

3. Subsistem tunggal (Subsistem struktur bidang yang

membentuk struktur bangunan gedung secara keselururuhan)

1.Dinding geser

a.Beton bertulang dengan SRPMK beton bertulang

5,2 8,5 2,8 b. Beton bertulang dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMM beton

bertulang

4,0 6,5 2,8 2.RBE baja

a.Dengan SRPMK baja 5,2 8,5 2,8

b.Dengan SRPMB baja 2,6 4.2 2,8

4. Rangka bresing biasa

a. Baja dengan SRPMK baja 4,0 6,5 2,8

b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8 c. Beton bertulang dengan SRPMK beton

bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)

4,0 6,5 2,8 d. Beton bertulang dengan SRPMM beton

bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)

2,6 4,2 2,8 5. Rangka bresing konsentris khusus

a. Baja dengan SRPMK baja 4,6 7,5 2,8

b. Baja dengan SRPMB baja 2,6 4,2 2,8

Sistem struktur kolom kantilever 1,4 2,2 2 Beton bertulang menengah ( tidak untuk

wilayah 5 & 6)

3,4 5,5 2,8

1. Rangka terbuka baja 5,2 8,5 2,8

2. Rangka terbuka beton bertulang 5,2 8,5 2,8 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan

balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total)

3,3 5,5 2,8

4. Dinding geser beton bertulang barangkai daktail penuh

4,0 6,5 2,8 5. Dinding geser beton bertulang barangkai

daktail parsial.

3,3 5,5 2,8 [ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 16 ]

 

   

 

   

   

(6)

Tabel 2.4 Faktor daktilitas struktur gedung Taraf Kinerja Struktur

Gedung μ R

Elastik Penuh 1,0 1,6

Daktail Parsial

1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0

2,4 3,2 4,0 4,8 5,6 6,4 7,2 8,0

Daktail Penuh 5,3 8,5

[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal 15 ]

6. Jenis tanah dan perambatan gelombang gempa

Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Jenis-jenis Tanah dan Klasifikasinya Jenis tanah Kecepatan

rambat gelombang geser rerata, vs (m/det)

Nilai hasil Test Penetrasi Standar rerata

͞N

Kuat geser niralir rerata ͞Su (kPa)

Tanah Keras vs ≥ 350 ͞N ≥ 50 ͞Su ≥ 100

Tanah Sedang 175 ≤ vs < 350 ͞N 15 ≤ ͞N< 50 50 ≤ ͞Su < 100

Tanah Lunak vs < 75 ͞N < 15 ͞Su < 50

atau, semua jenis tanah lempung lunak dengan tebal total lebih dari 3 meter dengan PI > 20, wn ≥ 40% dan Su < 25 kPa

Tanah Khusus Diperlukan evaluasi khusus di setiap setiap lokasi [ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 18 ]

7. Wilayah gempa dan respon spektrum

Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah  

   

 

   

   

(7)

dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan paling tinggi.

Gambar 2.1 Peta zona wilayah gempa Indonesia [ Sumber : SNI 03-1726-2002]

Untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons Gempa Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Nilai faktor respon gempa (C) dapat diketahui berdasarkan wilayah gempa pada lokasi gedung yang akan dibangun, jenis tanah pada lokasi yang akan dibangun berdasarkan hasil uji SPT dan waktu getar empiris yang telah diperhitungkan sebelumnya.

Gambar 2.2 Respon spektrum gempa rencana untuk 6 wilayah gempa di Indonesia [ Sumber : SNI 03-1726-2002 ]

 

   

 

   

   

(8)

Gambar 2.2 Respon spektrum gempa rencana untuk 6 wilayah gempa di Indonesia (lanjutan)

[ Sumber : SNI 03-1726-2002 ]

8. Waktu getar alami fundamental

Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut:

n

1 i

i i n

1 i

2 i ,

1

d F g

d W 3

6 T

(2.5)

Keterangan:

Wi = Berat lantai tingkat ke-i

Fi = Beban gempa rencana lantai tingkat ke-i di = Simpangan horizontal lantai tingkat ke-i g = Percepatan gravitasi

 

   

 

   

   

(9)

2.2 Sambungan Baut

Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang yang biasa digunakan yaitu las, paku keling dan baut terutama baut mutu tinggi. Baut mutu tinggi menggeser penggunaan paku keling sebagai alat pengencang karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, seperti jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit, kemampuan menerima gaya yang lebih besar dan secara keseluruhan dapat menghemat biaya konstruksi. Selain mutu tinggi ada pula baut mutu normal A307 terbuat dari baja karbon rendah. Berikut Tabel 2.6 merupakan tipe-tipe baut dengan diameter, proof load dan kuat tarik minimumnya.

Tabel 2.6 Tipe Baut

Tipe Baut Diameter (mm) Proof Stress (MPa) Kuat Tarik min (MPa)

A307 6,35 – 104 - 60

A325 12,7 – 25,4 585 825

A490 12,7 – 38,1 825 1035

[ sumber : perencanaan struktur baja dengan metode LRFD ]

Tahanan Nominal Baut

Suatu baut yang memikul beban terfaktor (Ru), sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi :

Ru ≤ ϕ. Rn (2.6)

Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan ϕ adalah factor reduksi yang diambil sebesar 0,75. Besarnya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe sambungan.

 

   

 

   

   

(10)

Tahanan Geser Baut

Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi persamaan :

Rn = m. r1. fub. Ab (2.7)

Dengan : r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r1 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser fub adalah kuat tarik baut (MPa)

Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir m adalah jumlah bidang geser

Tahanan Tarik Baut

Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung menurut : Rn = 0,75 . fub

. Ab (2.8)

Dengan : fub

adalah kuat tarik baut (MPa)

Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir

Tahanan Tumpu Baut

Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi persamaan :

Rn = 2,4. fu. db.. tp (2.9)

Dengan : fu adalah kuat tarik putus terendah dati baut atau pelat db adalah diameter baut pada daerah tak berulir tp adalah tebal pelat

2.3 Analisis Kapasitas Struktur Balok 2.2.1 Analisis Balok Tulangan Ganda

Penampang bertulang rangkap mempunyai tulangan tarik dan tulangan tekan. Dalam analisis dan desain elemen struktur balok yang mempunyai tulangan tekan As’,penampangnya secara teoritis dibagi menjadi dua bagian sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.3.

 

   

 

   

   

(11)

Gambar 2.3 Diagram regangan tegangan pada balok tulangan ganda h = tinggi balok [ mm ]

b = lebar balok [ mm ] c = garis netral [ mm ] εc = regangan beton [ 0,003 ] ε s= regangan baja tulangan tarik εs ’ = regangan baja tulangan tekan C c = gaya tekan beton [ N ]

Cs ’ = gaya tekan baja tulangan tekan [ N ] T s = gaya tarik baja tulangan [ N ]

d = tinggi effektif balok,ditentukan dari serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tarik [ mm ]

d’ = jarak serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tekan [mm]

As = luas tulangan tarik [ mm2 ] As’= luas tulangan tekan [ mm2 ]

a = tinggi blok tegangan persegi ekivalen [ mm ] = β1.c

Mn = momen nominal penampang [ Nmm ]

(i)regangan (ii)tegangan  

   

 

   

   

(12)

Dengan mengasumsikan tulangan tarik dan tekan sudah leleh, maka : fs = fy ɛ > ɛ

fs ’ = fy ɛ ′≥ ɛ

Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram (iii) tegangan H = 0

Cc + Cs’ = Ts (2.10)

0,85.fc’.a.b + As’.fs ’ = As.fs (2.11)

0,85.fc’.a.b + As’.fs ’ = As.fy (2.12)

a =

, . . (2.13)

c = (2.14)

kontrol terhadap asumsi di atas bahwa fs = fy ɛ = ɛ fs ’ = fy ɛ ′ = ɛ Dari diagram regangan

ɛ = ɛ ′

ɛ ′ = ( )ɛ (2.15)

= 0,003 ( )  ɛ = sudah leleh

= −

=( ). (2.16)

Bila kedua asumsi di atas benar, maka besarnya momen nominal (Mn)

Mn = Cc . − + Cs’ (d-d’) (2.17)

dan Mu < ⱷ Mn

Bila tulangan tekan belum leleh, sedangkan tulangan tarik sudah leleh, maka harus ada koreksi terhadap garis netral atau nilai a, karena tegangan tulangan tekan tidak sama denggan tegangan leleh, sehingga besarnya nilai :  

   

 

   

   

(13)

fs ≠ f, atau ɛ ′ ≠ ɛ

Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram (iii) tegangan H = 0

Cc + Cs’ = Ts (2.18)

0,85.fc’.a.b + As’.fs ’ = As . fy (2.19) fs ’ = ɛ ′. E , dengan nilai Es = 200000 Mpa (2.20)

ɛ = ɛ ′

ɛ ′= ( ). ɛ , dengan nilai c = (2.21)

=

. ɛ (2.22)

= 1 − . . ɛ (2.23)

= . . ɛ (2.24)

= . . 0,003 (2.25)

fs = ɛ ′. E (2.26)

= . .0,003.200000

= 600 a

.

a (2.27)

Dengan mensubtitusikan persamaan di atas (fs’) ke dalam persamaan = 0, maka

Keseimbangan gaya horizontal ∑ = 0

Cc + Cs’ = Ts (2.28)

0,85.fc’.a.b + As’. fs ’ = As . fy (2.29) 0,85.fc’.a.b + As . 600 .

a = As . fy , mengalikan pers. Dengan nilai a

0,85. fc’.b.a2 + As’.600.a – As’.600. 1.d = As.fy.a (2.30) 0,85. fc’.b.a2+ (As’.600 – As.fy) a – As’.600. 1.d = 0 (2.31) a1 dan a2 akan didapatkan hasilnya

 

   

 

   

   

(14)

Besarnya momen nominal yang terjadi (Mn) adalah :

= − + ′( − ′) (2.32)

= 0,85 − + ( − ) (2.33) Kekuatan momen rencana ∅ harus lebih besar atau sama dengan momen luar rencana , jadi:

≤ ∅ (2.34)

Kontrol daktilitas (rasio penulangan)

 Rasio penulangan minimum ( min)

min =

atau min = , , (2.35)

diambil nilai terbesar dari kedua nilai tersebut

 Rasio penulangan minimum ( max)

Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan,bagian ρb

untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75

= 0,75 , + ′ (2.36)

Untuk menentukan rasio penulangan seimbang ( )

= , + (2.37)

Dengan catatan, bila :

fs’< fy, maka digunakan nilai fs’ fs’ ≥ fy, maka digunakan nilai fy

2.2.2 Gaya Geser Pada Balok

Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh karena geser lentur sangat berbeda dengan keruntuhan yang disebabkan olen lentur (momen). Balok dengan keruntuhan geser, pada umumnya tidak adanya peringatan terlebih dahulu. Untuk perilaku kegagalan getas ini, perlu direncanakan penampang yang cukup kuat untuk memikul gaya geser yang terjadi.

 

   

 

   

   

(15)

Gaya geser yang terjadi akan dipikul secara bersama-sama antar beton dan tulangan geser. Tulangan geser yang diperlukan untuk memikul gaya geser terdapat dua jenis yaitu :

a. Sengkang vertikal b. Sengkang miring.

Perencanaann penampang akibat geser lentur harus harus didasarkan pada :

≥ (2.38)

Keterangan :

φ =Faktor reduksi kekuatan

Vn= Kuat geser nominal penampang

Vu= Kuat geser terfaktor penampang yang ditinjau

Perhitungan Nilai Gaya Geser

Untuk perhitungan nilai gaya geser dapat dihitung dari persamaan berikut :

R r

l

R Vug

L Mn

Vu Mn

Untuk nilai geser di tumpuan diambil gaya geser yang maksimum diantara nilai Vu di atas kemudian dibandingkan lagi dengan nilai Vu akibat gempa yang sudah dikali dua beban rencana sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.10 (3(2)) dan diambil nilai yang paling besar.

Besarnya kuat geser nominal penampang dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut:

= + (2.41)

Keterangan :

Vn = Kuat geser nominal penampang

Vc = Kuat geser nominal yang didapat dari beton

Vs = Kuat geser nominal yang didapat dari tulangan sengkang

L r

l

L Vug

L Mn

Vu Mn  

 (2.39)

(2.40)  

   

 

   

   

(16)

Kuat Geser yang Ditahan Beton

Sesuai dengan peraturan bahwa kuat geser yang ditahan oleh beton sebesar :

a. Untuk komponen struktur yang dibebani oleh geser dan lentur.

= √ ′ (2.42)

Tetapi tidak boleh lebih besar dari pada 0,3 dan tidak boleh diambil melebihi 1,0. Dimana Mu merupakan momen terfaktor yang terjadi.

b. Untuk komponen yang dibebani gaya tekan aksial

= 1 +

,

√ ′ (2.43)

Kuat Geser yang Ditahan Sengkang

Besarnya kuat geser yang ditahan oleh tulangan sengkang sebagai berikut :

Tulangan sengkang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur :

= (2.44)

Keterangan :

Vs = Kuat geser akibat tulangan sengkang (N) Av = Luas tulangan geser untuk dua kaki fy = Tegangan leleh baja tulangan (Mpa) d = Tinggi efektif balok (mm)

S = Jarak antar tulangan sengkang (mm)

Namun nilai Vs harus tidak boleh lebih besar dari .

 

   

 

   

   

(17)

2.4 Analisis Kapasitas Struktur Kolom

2.3.1 Analisis kapasitas Lentur dan Aksial kolom

Diagram interaksi merupakan suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara gaya aksial nominal dengan momen nominal atau eksentrisitas e kolom, sehingga dapat diketahui batas wilayah aman kolom terhadap kombinasi beban aksial dan momen.

Diagram interaksi yang biasa dikenal adalah diagram interaksi yang menggambarkan hubungan antara:

 dan

dan e

1/ dan e

Hubungan antara gaya aksial nominal dengan momen atau eksentrisitas dapat ditentukan dalam beberapa kondisi berikut:

a. Beban tekan aksial konsentris

Dengan memperhitungkan luas tulangan dengan luas total yang berada pada penampang kolom , maka gaya total atau kuat tekan nominal pada penampang kolom adalah sebagai berikut:

= + (2.45)

= 0,85 − + (2.46) Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0 b. Beban tarik aksial konsentris

Pada kondisi ini, seluruh penampang kolom menerima tegangan tarik sehingga kontribusi beton dalam menahan beban tarik dapat diabaikan, gaya dalam hanya disumbangkan oleh tulangan, sehingga gaya total atau kuat tarik nominal pada penampang adalah:

= (2.47) Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0  

   

 

   

   

(18)

c. Kondisi regangan berimbang (balanced)

Gambar 2.4 Diagram regangan tegangan penampang kolom pada kondisi berimbang

Pada kondisi berimbang, letak garis netral diukur dari sisi tekan beton terluar, dihitung menggunakan persamaan berikut:

= = 0,003

0,003 + (2.48) dan regangan pada baja terluar adalah:

= −

0,003 (2.49) Tegangan pada baja tulangan :

untuk, | | < → = . (2.50)

untuk, | | ≥ → = (2.51) Gaya internal pada baja tulangan :

= . (2.52) Resultan gaya internal baja tulangan :

= (2.53) Momen akibat gaya internal baja tulangan :

M = F b

2− d (2.54)

0,85

1

g.n

Pusat berat plastis P

(i)regangan (ii)tegangan  

   

 

   

   

(19)

Momen akibat gaya internal baja tulangan:

M = M (2.55) Gaya internal pada beton tekan C :

C = 0,85 f. h. β . c (2.56) Momen akibat gaya internal tekan beton terluar M :

M = C (d − β . c)

2 (2.57) Gaya aksial pada kondisi berimbang:

P = C + C (2.58) Momen nominal pada kondisi berimbang:

M = M + M (2.59) Perhitungan eksentrisitas yang terjadi:

e =M

P (2.60) d. Pada kondisi tekan dominan

Pada kondisi tekan dominan perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan nilai = ∞ dengan ketentuan nilai c pada kondisi tekan dominan lebih besar dari nilai c pada kondisi berimbang >

(Gambar2.5). Perhitungan pada kondisi tekan dominan dengan nilai

= ∞. Tahapan perhitungan seperti analisis pada kondisi berimbang.

Gambar 2.5 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tekan dominan

0,85

1

g.n Pusat berat plastis P

(i)regangan (ii)tegangan  

   

 

   

   

(20)

e. Pada kondisi tarik dominan

Gambar 2.6 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tarik dominan

Seperti halnya perhitungan pada kondisi tekan dominan, pada kondisi tarik dominanpun perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan nilai = ∞ dengan ketentuan nilai c pada kondisi tarik dominan lebih kecil dari nilai c pada kondisi berimbang ( < berimbang). Perhitungan pada kondisi tarik dominan dengan nilai = ∞. Tahapan perhitungan seperti analisis pada kondisi berimbang.

2.3.2 Hubungan-hubungan gaya pada diagram interaksi

 Hubungan gaya aksial dan momen nominal

Gambar 2.7 Grafik daerah aman pada diagram interaksi

0,85

1

g.n

Pusat berat plastis P

(i)regangan (ii)tegangan  

   

 

   

   

(21)

Daerah aman dinyatakan dalam daerah I, II, III, dan IV. Daerah I dan II menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tekan dominan , sedangkan daerah III dan IV menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tarik dominan. Daerah IV menyatakan kombinasi beban dengan beban aksial tarik. Daerah I adalah daerah yang menyatakan beban kolom dengan eksentrisitas kecil. Kondisi aman pada daerah I dibatasi dengan nilai beban aksial sebesar:

. = 0,85 , untuk kolom dengan pengikat spiral (2.61)

. = 0,80 , untuk kolom dengan pengikat sengkang (2.62) Pembatasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengamanan, dengan mengingat bahwa pada keadaan yang sesungguhnya sangat sulit untuk mengkondisikan suatu beban aksial betul-betul bekerja secara konsentris.

Perhitungan kapasitas penampang elemen struktur kolom menggunakan bantuan perangkat lunak SP Column. Data yang diperlukan untuk dapat melakukan proses running meliputi jumlah Serta diameter tulangan yang digunakan, mutu beton, dan mutu baja. Proses penggunaannya tergolong sederhana, cukup dengan memasukkan data tersebut dalam waktu yang singkat dapat dihasilkan sebuah diagram interaksi yang menunjukan aman tidaknya kolom yang direncanakan.

Untuk langkah analisis kapasitas penampang kolom menggunakan SP Column dapat dilihat pada Lampiran 3.

 

   

 

   

   

(22)

2.3.3 Analisis geser kolom

a. Perhitungan gaya geser rencana kolom akibat Mn kolom

Gambar 2.8 Perencanaan geser kolom berdasarkan momen plastis kolom

Perhitungan gaya geser rencana kolom yang diakibatkan oleh momen plastis Mn kolom dengan melihat Gambar 2.8, sehingga dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

. = . = +

(2.63) b. Perhitungan gaya geser rencana

Gambar 2.9 Perencanaan geser kolom berdasarkan momen plastis balok

.

.

. 2 . 2

.2

.2

.1 2

.1

Lt.a Lt.b

1

a b

3

Pu Mn1

Vu.t

Pu Vu.t

Mn2

ln . = . = +

Mn.t2

Mn.b2 Mn1.2b

Mn1.2a

Mn1.1a

Mn1.1b

 

   

 

   

   

(23)

Namun, harga kolom tidak perlu lebih besar dari akumulasi balok-balok yang merangka pada kolom tersebut. Sehingga digunakan dari akumulasi balok yang didistribusikan pada kolom, dengan perhitungan menggunakan persamaan berikut :

. =

+

( . + . ) (2.64)

. =

+

( . + . ) (2.65)

dan nilai gaya geser renca akibat balok, dihitung menggunakan persamaan berikut :

. = . = . + .

.

(2.66) c. Kontrol gaya geser rencana

Nilai gaya geser rencana tidak boleh lebih kecil dari nilai gaya geser ultimite yang terjadi .

> (2.67) d. Kapasitas geser yang diberikan oleh beton

Sesuai SNI-03-2847-2002 bahwa nilai pada sepanjang bentang menganggap = 0, bila :

< /20 (2.68) e. Perhitungan kapasitas geser yang diberikan beton

Apabila ketentuan mengenai kontrol nilai tidak terpenuhi, maka nilai dihitung menggunakan persamaan berikut :

Apabila pada kolom terjadi gaya aksial tekan terfaktor dihitung dengan :

= 1 +

14 6 . (2.69)  

   

 

   

   

(24)

Apabila pada kolom terjadi gaya aksial tarik terfaktor dihitung dengan :

= 1 +0,3

6 . (2.70) f. Perhitungan kapasitas geser akibat sengkang terpasang

Perhitungan kapasitas geser yang diberikan oleh sengkang adalah sebagai berikut :

=

(2.71) Apabila pengaruh puntir dapat diabaikan, tulangan geser yang dihitung menggunakan persamaan diatas minimum harus memiliki luas sebesar:

=75

200 ≥ 1

3 (2.72) g. Perhitungan kuat geser kolom eksisting

Perhitungan kuat geser kolom eksisting dihitung menggunakan persamaan berikut:

= ( + ) ≥ (2.73)

2.5 Analisis Perkuatan Elemen Struktur Balok menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP)

2.5.1 Perkuatan Menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP)

Prinsip dari perkuatan menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) pada dasarnya sama seperti penambahan pelat baja pada struktur, sehingga penambahan dilakukan pada bagian tarik dari struktur.

FRP dapat digunakan untuk perkuatan lentur, maupun untuk perkuatan geser pada balok. Aplikasi pemasangan FRP pada balok dilakukan dengan cara merekatkan bahan FRP pada serat tarik balok beton tersebut dengan menggunakan epoxy resin.

 

   

 

   

   

(25)

2.5.2 Faktor Reduksi Kekuatan

Faktor reduksi kekuatan diberikan dalam persamaan (2.74) hingga (2.103) sesuai dalam ACI Commitee 440,2002 adalah sebagai berikut :

= 0,9 untuk ≥ 0,005 (2.74)

= 0,7 +0,20 ( − )

0,005 − untuk < < 0,005 (2.75)

= 0,7 untuk ≤ (2.76)

2.5.3 Perkuatan Lentur Balok Menggunakan FRP

Kapasitas lentur balok didasarkan pada kekuatan batas ultimit, yang ditentukan oleh batasan kuat tekan beton dan tegangan leleh baja tulangan serta tegangan efektif Fiber Reinforced Polymer (FRP).

Gambar 2.10 Diagram regangan tegangan perkuatan lentur balok

a. Perhitungan properti FRP

Perhitungan properti FRP meliputi perhitungan luas penampang FRP yang digunakan, perhitungan mengacu pada ACI Committee 440.

Perhitungan luas penampang FRP yang digunakan dihitung menggunakan persamaan berikut :

= (2.77) Dimana, n adalah jumlah lapis FRP yang digunakan

h d

d’

gn c

h-c d-c

b Ɛfe Ɛbi

Ɛs

Ɛs ‘

Ɛcu = 0,003

a

fs

As

Ffe = Ef Ɛfe

C1

Cc

Ts

Tfe = AfEf Ɛfe

Fs’

0,85Fc’

½ a

½ a

Af = ntfcf

(a) penampang (b) Distribusi regangan

(c) Distribusi teg. ekivalen

(d) Kopel gaya

 

   

 

   

   

(26)

b. Perhitungan tegangan FRP

Tegangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut :

= . (2.78)

c. Perhitungan regangan disain FRP

Regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut :

= . (2.79)

d. Perhitungan rasio FRP terhadap penampang balok

Perhitungan rasio FRP dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

= (2.80)

e. Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP

Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP dihitung dengan persamaan berikut:

= (ℎ − )

(2.81) dimana ,

= + + 2 +

+ (2.109)

= 3 + ( − ) (2.82) adalah asumsi momen yang terjadi pada saat dilakukan perkuatan menggunakan FRP dan c sebagai asumsi awal digunakan 0,2d .

 

   

 

   

   

(27)

f. Perhitungan koefisien ikatan FRP dengan beton

Perhitungan koefisien ikatan FRP dihitung menggunakan persamaan berikut:

Untuk ≤ 180000 digunakan persamaan sebagai berikut:

= 1

60 1 −

360000 ≤ 0,9 (2.83)

Untuk > 180000 digunakan persamaan sebagai berikut:

= 1

60

90000

≤ 0,9 (2.84) Dimana adalah jumlah lapis FRP yang digunakan dikali tebal FRP dikalikan modulus elastisitas FRP yang digunakan.

g. Perhitungan regangan efektif FRP

Perhitungan regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:

= 0,003 ℎ −

− ≤ (2.85) Dimana terdapat batasan bahwa regangan efektif FRP harus kurang dari atau sama dengan koefisien ikatan FRP dikalikan dengan regangan desain FRP.

h. Perhitungan regangan tulangan tarik

Perhitungan regangan tulangan tarik baja setelah dilakukan perkuatan menggunakan FRP, sehingga perhitungan regangan tulangan tarik dihitung berdasarkan persamaan berikut:

= + . −

ℎ − (2.86)  

   

 

   

   

(28)

i. Kontrol asumsi nilai c

Asumsi nilai c diperiksa menggunakan persamaan berikut:

= . + . − .

. . . (2.87) Persamaan di atas digunakan karena balok eksisting menggunakan tulangan ganda. Apabila nilai c asumsi ≠ c hasil kontrol, maka perhitungan dapat diulang kembali hingga asumsi nilai c ≅ nilai c hasil kontrol.

j. Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan FRP Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan FRP dihitung menggunakan persamaan (2.88). Kontribusi dari FRP masih perlu dikalikan dengan faktor reduksi sebesar = 0,85.

= −

2 + ( − ) + ℎ −

2 (2.88)

2.5.4 Perkuatan Geser Balok

Kuat geser nominal merupakan gabungan kontribusi beton , tulangan geser dan pemasangan FRP . Sehingga perhitungan kapasitas geser balok dihitung menggunakan persamaan (2.89) sesuai ACI Committee 440.

= + + (2.89) adalah kuat geser yang diberikan FRP dan telah direduksi sebesar . Sedangkan nilai diperoleh dari persamaan (2.90):

Gambar 2.11 Variasi pemasangan FRP untuk perkuatan geser

(a) (b) (c)

 

   

 

   

   

(29)

Gambar 2.12 Ilustrasi variabel dimensi pada perkuatan geser

dimana :

= (sin + cos )

(2.90) adalah luas FRP, adalah tinggi FRP yang dipasang untuk perkuatan geser dan adalah jarak antar FRP yang dipasang untuk perkuatan geser.

= 2 (2.91)

= (2.92) Dimana regangan efektir FRP yang dipasang pada keempat sisi untuk perencanaan geser, dihitung menggunakan persamaan berikut :

≤ 0,75 (2.93) Keterangan:

= 0,75

= 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran FRP pada keliling penampang tersebut atau keempat sisinya (Gambar 2.11).

= 0,85 untuk pemasangan U-wrap atau tiga sisi (Gambar 2.11).

2.6 Analisis Perkuatan Elemen Struktur Kolom menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP)

2.6.1 Perkuatan Elemen Struktur Kolom

Sistem perkuatan menggunakan FRP dapat digunakan untuk meningkatkan kapasitas tekan aksial dengan cara memberikan efek kekangan (confined) menggunakan FRP (ACI Commitee 440, 2002).

(a) (b) (c)  

   

 

   

   

(30)

Kekangan pada kolom dilakukan secara melintang terhadap sumbu longitudinal kolom. Dalam kasus ini serat melingkar FRP mirip dengan sengkang konvensional. Balutan FRP memberikan kekangan pasif pada kolom. Sehingga rekatan antara FRP dengan beton sangatlah penting. Kuat tekan beton terkekang dapat dihitung menggunakan persamaan (2.95).

Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung kapasitas tekan aksial kolom yang terkekang oleh FRP dapat dihitung menggunakan persamaan berikut sesuai (ACI Commitee 440,2002) :

Untuk kolom persegi dengan sengkang digunakan persamaan berikut :

= 0,8 0,85 − + (2.94) ѱ adalah faktor reduksi tambahan dengan nilai = 0,95 (ACI Commitee 440,2002) dan kuat tekan beton terkekang dihitung menggunakan persamaan berikut :

= 2,25 1 + 7,9 − 2 − 1,25 (2.95)

dimana adalah tekanan lateral akibat laminasi FRP yang dihitung menggunakan persamaan berikut :

= 2 =

2 (2.96) Jika pemasangan FRP pada kolom ditujukan untuk mengalami kombinasi aksial dan geser, sehingga regangan FRP harus dibatasi berdasarkan kriteria pada persamaan berikut :

= 0,004 ≤ 0,75 (2.97) Untuk rasio perkuatan menggunakan FRP pada penampang persegi dan persegi panjang, dihitung menggunakan persamaan berikut :

=2 ( + ℎ)

(2.98) dan faktor efisiensi untuk penampang persegi dan persegi panjang harus ditentukan berdasarkan geometri, aspek rasio dan konfigurasi baja tulangan.

 

   

 

   

   

(31)

Persamaan (2.99) digunakan untuk menentukan faktor efisiensi (ACI Commitee 440,2002), dimana r adalah jari-jari tepi kolom.

= 1 −( − 2 ) + (ℎ − 2 )

3 ℎ (1 − ) (2.99) efek kekangan dari balutan FRP harus diabaikan untuk penampang persegi panjang dengan aspek rasio /ℎ melebihi 1,5 atau dimensi tampak b atau h melebihi 36 in (900 mm) , kecuali hasil pengujian dapat membuktikan efektivitas tersebut (ACI Commitee 440, 2002).

Dimana adalah rasio tulangan longitudinal kolom yang terkekang dapat dihitung menggunakan persamaan berikut :

= (2.100)

2.6.2 Detail Perkuatan Menggunakan FRP

Sesuai ACI Committee 440 bahwa detail pemasangan FRP untuk perkuatan struktur tergantung pada geometri struktur, kekuatan dan kualitas substrat, dan tingkat beban yang harus ditopang oleh lembaran FRP.

Banyaknya kegagalan rekatan antara FRP dengan beton dapat dihindari dengan mengikuti panduan detail pemasangan FRP seperti berikut :

1. Balutan FRP tidak boleh dihentikan pada sudut penampang (Gambar 2.13).

2. Menyediakan radius pada sudut terluar minimum 13 mm pada FRP yang dipasang melingkar (dibalukan).

3. Pemberhentian balutan FRP harus menyediakan tumpang-tindih (overlap) sejarak x (Gambar 2.13).

untuk balok menerus pemberhentian pemasangan FRP untuk perkuatan lentur harus diteruskan sejarak x minimum 6” atau 150 mm (Gambar 2.14a) dari inflection point. Jika pemasangan FRP lebih dari satu lapis maka panjang penyaluran untuk FRP pada lapis terluar diteruskan sejarak x minimum 6” atau 150 mm dari inflection point dan panjang penyaluran lapis  

   

 

   

   

(32)

berikutnya sejarak x minimum 6” atau 150 mm dari ujung pemutusan FRP pada lapis terluar begitu pun kumulatif hingga lapis terdalam (Gambar 2.14b).

Gambar 2.13 Detail panjang penyaluaran FRP yang dipasang dengan cara dililitkan (dibalutkan)

Gambar 2.14 Panjang penyaluran FRP perkuatan lentur pada balok menerus (a) bidang momen balok

(b) pemasangan FRP satu lapis (c) pemasangan FRP dua lapis

Sebagai contoh jika pemasangan FRP diperlukan sebanyak tiga lapis maka jarak pemberhentian FRP pada lapisan terdalam minimum 18” atau 460 mm dari inflection point. Untuk lapis kedua dipasang sejarak 12” atau 300 mm

Kolom

Lapisan FRP

x

Lapisan FRP Perkuatan Geser balok

x

(a) (b)

Inflection Point Mu¯

Mu⁺

(a)

(b)

(c)

x x

x x

x x x x

x x x x

FRP

FRP

 

   

 

   

   

(33)

dari inflection point dan lapis terluar sejarak 6” atau 150 mm dari inflection point.

2.7 Rancangan Anggaran Biaya

Rencana anggaran biaya (RAB) adalah banyaknya biaya yang dibutuhkan baik upah maupun bahan dalam sebuah perkerjaan proyek konstruksi, baik rumah, gedung, jembatan, jalan, bandara, pelabuhan dan lain-lain. RAB sangat dibutuhkan dalam sebuah proyek konstruksi agar proyek dapat berjalan dengan efisien karena dana yang cukup.

Ada 4 langkah dalam menghitung rencana anggaran biaya antara lain 1. Menghitung volume pekerjaan

Menghitung semua item pekerjaan. Mulai dari pekerjaan persiapan yang meliputi pekerjaan pematangan lahan sampai pekerjaan finishing. Volume pekerjaan bisa dalam satuan meter kubik, meter persegi, dan juga meter panjang tergantung dengan item pekerjaan.

2. Menghitung Analisis harga satuan

Menghitung Analisis setiap item pekerjaan. Dalam menghitung Analisis harga satuan ini, memacu pada aturan SNI yang berkaitan dengan perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan.

Setelah itu mengalikan dengan harga upah.

3. Menghitung RAB

Menghitung RAB (Rencana Anggaran Biaya) dengan cara mengalikan volume pekerjaan dengan Analisis harga satuan.

4. Membuat rekapitulasi biaya

Menjumlahkan semua item pekerjaan mulai dari pekerjaan persiapan, pekerjaan tanah, pekerjaan pondasi, pekerjaan dinding hingga pekerjaan finishing.

Sehingga didapatkan estimasi biaya dari proyek tersebut untuk menghitung setiap  

   

 

   

   

(34)

bobot pekerjaan, maka diperlukan sebuah acuan/indeks yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.

Informasi Yang Dibutuhkan :

Untuk membuat rencana anggaran biaya konstruksi diperlukan input data sebagai berikut :

 Gambar rencana , gambar potongan , detail

 Spesifikasi dan rencana kerja

 Harga satuan material, harga satuan peralatan, harga satuan upah

 Informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga satuan material, harga satuan peralatan dan harga satuan upah

2.8 Work Breakdown Structure (WBS)

Work breakdown structure adalah menjabarkan lingkup proyek konstruksi yang umum disebut WBS. WBS merupakan suatu cara untuk membagi-bagi pekerjaan suatu proyek kosntruksi dan mempunyai sifat hirarkis dan logic, yaitu makin lama makin terinci dengan lingkup yang juga mengecil, menjadi divisi- divisi dan sub divisi pckerjaan sampai pada bagian terkccil yang disebut dengan paket pekerjaan. Sedangkan kompleksibilitasnya makin berkurang sampai akhirnya dianggap cukup terinci tetapi masih dapat dikelola dengan baik.

 Hirarkis mengandung pengertian bahwa pembagian pada WBS harus dimulai dari pekerjaan yang bersifat umum ke pekerjaan yang bcrsifat khusus, atau dengan kata lain dari pekerjaan yang cakupannya lebih luas ke pekerjaan yang cakupannya lebih kecil

 Logis berarti pembagian pekerjaan tersebut harus mengikuti alur pelaksanaan pekerjaan yang umum sehingga memungkinkan pelaksanaan dapat bcrjalan dcngan lancar. Hal tersebut juga akan memudahkan penyusunan jadwal kegiatan.

Pada tahap perencanaan WBS juga digunakan sebagai langkah awal untuk perhitungan rencana anggaran biaya. rencana memulai dengan mencari informasi  

   

 

   

   

(35)

yang dibutuhkan pada tahap-tahap awal proyek. makin lama kebutuhan informasi ini akan meningkat sesuai dengan berkembangnya suatu proyek. Suatu proyek akan dipecah menjadi beberapa bagian dan seterusnya menjadi sub-bagian. Pada tiap tahap perancangan perencana harus memisahkan bagian-bagian dari rencana proyek. Misalkan pada awal desain lingkup pekerjaan secara umum dapat dilihat.

Selanjutnya detail lebih lanjut. Sehingga tiap bagian dapat dibagi menjadi komponen yang lebih rinci. Memecah lingkup proyek dan menyusun kembali komponennya dengan mengikuti struktur hirarki tertentu.

Struktur WBS menyerupai gambar piramida di mana sebagai level satu yaitu posisi puncak mengidentilikasikan proyek sccara keseluruhan, Selanjutnya level 2 dibagi berdasarkan kriteria tertentu seperti bidang keahlian, lokasi pekerjaan, atau urutan pelaksanaan pekerjaan. Demikian level-level di bawahnya disebut level 3, level 4 dan seterusnya sampai pada level terkecil yang disebut paket pekerjaan yang disebut work package (WP).

1. Pembagian pekerjaan dalam WBS dapat dibedakan atas dasar kriteria :

 Bidang keahlian pckcrjaan.

 Lokasi pekerjaan.

 Urut-urutan pekerjaan .

 Dan lain-lain.

2. Paket kerja/ Work Package terkecil memenuhi sifat-sifat:

 Masih dapat dikelola dengan baik

 Dapat direncanakan jadwal pelaksanaan dan jadwal anggarannya

 Mudah diukur kemajuan pelaksanaan serta pemakaian biayanya

 Dapat dikaji kualitas kerja dan hasil akhirnya

 Jika diintegrasikan dengan WBS lainnya akan menjadi lingkup proyek secara keseluruhan.

 

   

 

   

   

(36)

Fungsi WBS :

1. WBS digunakan sebagai kerangka pembagian kerja untuk pelaksanaan proyek,

2. WBS juga dapat digunaan untuk sarana perencanaan, pemantauan dan pengendalian.

3. Dengan membagi lingkup proyek menjadi sejumlah paket kerja berarti dengan WBS memungkinkan mengisolasi suatu resiko hanya pada satu item WBS yang bersangkutan.

2.9 Time Schedulle

Time schedule adalah rencana alokasi waktu untuk menyelesaikan masing- masing item pekerjaan proyek yang secara keseluruhan adalah rentang waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan sebuah proyek.

Time schedule dapat dibuat dalam bentuk : 1. Kurva S.

2. Bar chart.

Tujuan dan manfaat pembuatan time schedule antara lain :

 Pedoman waktu untuk pengadaan sumber daya manusia yang dibutuhkan.

 Pedoman waktu untuk pendatangan material sesuai dengan item pekerjaan yang akan dilaksanakan.

 Pedoman waktu untuk pengadaan alat-alat kerja.

 Tolak ukur pencapaian target waktu pelaksanaan pekerjaan.

 Acuan untuk memulai dan mengakhiri sebuah kontrak kerja proyek konstruksi.

 Pedoman pencapaian progress pekerjaan setiap waktu tertentu.

 Pedoman untuk mengukur suatu nilai investasi.

 

   

 

   

   

Gambar

Tabel 2.1 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami  struktur bangunan gedung
Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan  faktor tahanan lebih total bangunan gedung
Tabel 2.4 Faktor daktilitas struktur gedung  Taraf Kinerja Struktur
Gambar 2.1 Peta zona wilayah gempa Indonesia [ Sumber : SNI 03-1726-2002]
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jumlah Bertambah / (Berkurang) Keterangan Rp Anggaran

Berdasarkan hasil penelitian uji efektivitas eksrtak etanol rimpang lengkuas (Alpinia galanga L) terhadap pertumbuhan jamur Trichophyton rubrum penyebab infeksi

Perusahaan-perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa yang masing-masing bekerja sama menghasilkan produk yang dibutuhkan wisatawan selama dalam

1) Tidak terdapat pengaruh positif yang signifikan variabel pelatihan terhadap kinerja karyawan pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Malang. 2) Terdapat

Jadilah dirimu sebagaimana yang kau inginkan.. Suamiku dan Anak-anaku tersayang.. Perbedaan kemandirian belajar Biologi siswa antara Problem Based Learning dengan

Penelitian ini menggambarkan secara sistematis dan komprehensif tentang strategi STAINU Temanggung dalam membendung dinamika Islamofobia melalui penguatan kurikulum

Pernyataan-pernyataan informan tersebut tanpa variasi jawaban dan mengandung nilai responsibilitas yang sesuai dengan kata kunci yaitu informan menjadikan agama