• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMAKAIAN AKSARA DALAM PENULISAN BAHASA MELAYU HINGGA BAHASA INDONESIA (THE USAGE OF LETTERS ON MALAY TO INDONESIAN LANGUAGE WRITING)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMAKAIAN AKSARA DALAM PENULISAN BAHASA MELAYU HINGGA BAHASA INDONESIA (THE USAGE OF LETTERS ON MALAY TO INDONESIAN LANGUAGE WRITING)"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

PEMAKAIAN AKSARA DALAM PENULISAN BAHASA MELAYU

HINGGA BAHASA INDONESIA

(

THE USAGE OF

LETTERS ON MALAY TO INDONESIAN LANGUAGE

WRITING

)

Akhmad Yazidi

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP, Universitas Pakuan, Jl. Pakuan Bogor, e-mail tasyrifin_karim@yahoo.co.id

Abstract

The Usage of Letters on Malay to Indonesian Language Writing. This paper discusses the history of the Indonesian language, literacy in the writing of a variety of languages, Malay letter in writing to the Indonesian language, and spelling in Indonesian. Of this section may conclude that in writing the history of written language or alphabet letters contained Paku, the letter Babylonian, Assyrian letters, letters of Ancient Persia; Pallawa, Kawi Letter used in Sanskrit; Arabic, Kanjiin Japanese and Chinese, letters, Jawi Premodern, Modern Java, Bali Modern: literacy Hanacaraka from Lampung, Rencong, Karo Batak, Bugis-Makassar as well;and Latin script. Indonesian language that comes from the Malay language has a long history, There are some developments pase formation of the Indonesian language, namely Old Malay, Malay Market, Higher Malay, and Bahasa Indonesian. Since the 5th century inscription has been found to be Yupa in Kutai in East Kalimantan with a script and inscription Pallawa Tarumanegara, and inscriptions in Old Malay inscriptions in a script that is Pallawa Towu Gutters, Cape Inscription Land, and the inscription Limestone City. In a later development after the Arabs came to trade missions and preaching, use Malay Arabic script known as Jawi letters, and beginning of the 20th century the concept put forward by the Ch. A. Dutch van Ophuysen applied linguists Latin letters into the Malay language. Ever seen on the spelling of force, then in the Indonesian language contained van Ophuysen Spelling, Spelling Republic, and Spelling Enhanced.

Keywords: letter of the alphabet, spelling, language

Abstrak

Pemakaian Aksara dalam Penulisan Bahasa Melayu hingga Bahasa Indonesia. Tulisan ini membahas tentang sejarah bahasa Indonesia, aksara dalam penulisan berbagai bahasa, aksara dalam penulisan bahasa Melayu hingga bahasa Indonesia, dan ejaan dalam bahasa Indonesia. Dari pembahasan ini dapat disimpulkan bahwa dalam sejarah tulisan atau aksara bahasa tulis terdapat huruf Paku, yaitu huruf Babylonia, huruf Assyiria, Huruf Persia Kuno; Pallawa, Huruf Kawi yang digunakan dalam bahasa Sanskerta; huruf Arab, huruf Kanji dalam bahasa Jepang dan Cina, huruf, Jawi Pramodern, Jawa Modern, Bali Modern; Aksara Hanacaraka dari Lampung, Rencong, Batak Karo, serta Bugis-Makassar; serta aksara Latin. Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu mempunyai sejarah yang cukup lama, Terdapat beberapa fase perkembangan terbentuknya bahasa Indonesia, yaitu bahasa Melayu Kuno, Melayu Pasar, Melayu Tinggi, dan Bahasa Indonesia. Sejak abad ke-5 sudah ditemukan prasasti berupa Yupa di Kutai Kalimantan Timur dengan aksara

(2)

Pallawa dan Prasasti Tarumanegara, kemudian prasasti dalam bahasa Melayu Kuno dalam aksara Pallawa, yaitu Prasasti Talang Towu, Prasasti Tanjung Tanah, dan Prasasti Kota Kapur. Dalam perkembangan kemudian setelah bangsa Arab datang dengan misi dagang dan dakwah, digunakan aksara Arab Melayu yang dikenal sebagai huruf Jawi, dan awal abad ke-20 atas konsep yang di kemukakan oleh Ch. A. van Ophuysen ahli bahasa Belanda diterapkan huruf Latin kedalam bahasa Melayu. Dilihat dari ejaan yang pernah berlaku, dalam bahasa Indonesia terdapat Ejaan van Ophuysen, Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi, dan Ejaan Yang Disempurnakan.

Kata-kata kunci: aksara, ejaan, bahasa

PENDAHULUAN

Sumpah Pemuda hasil Kongres Pemuda Indonesia tanggal 28 Oktober 1928 berisi tiga deklarasi tentang nasionalisme Indonesia, yaitu satu bangsa, satu tanah air, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Kebermaknaan Sumpah Pemuda sebagai deklarasi atas kebangsaan, tanah air, dan bahasa, karena kita bangsa Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau (13 ribu lebih), banyak suku bangsa (652), beratus-ratus bahasa daerah (742), serta beragam keyakinan keagamaan.

Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu, namun bahasa Indonesia sangat berbeda dengan bahasa Melayu. Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia sangat banyak menyerap kosakata, baik bahasa asing maupun bahasa daerah. Hal ini pertanda akan vitalitas sifat bahasa Melayu, yaitu sifat yang sangat mudah menerima perkembangan baru dalam adaptasi untuk menjadi bahasa yang modern.

Bahasa asing yang kosakatanya diserap dalam bahasa Indonesia meliputi bahasa Sanskerta, India, Tamil, Portugis, Parsi, China, Jepang, Belanda, Jerman, Arab, dan Inggris, sedangkan dari bahasa daerah meliputi bahasa Jawa, Sunda, Batak, Minang, Palembang, Bugis, Banjar, bahasa dari Papua, bahasa dari Maluku, dan lain-lain.

Pada abad ke-19 dan abad ke-20 kita ketahui bahwa mulai dari bahasa Melayu hingga bahasa Indonesia paling tidak digunakan dua macam tulisan, yaitu huruf Arab Melayu yang dikenal dengan huruf Jawi dan abjad Latin. Sementara bahasa Melayu sudah digunakan sejak abad ke-5, maka pada masa-masa tersebut aksara apa yang digunakan? Tulisan ini mencoba membahas masalah tersebut sebagai sebuah kajian pustaka. Berdasarkan tema ini, permasalahan yang dibahas meliputi sejarah bahasa Indonesia, aksara dalam penulisan berbagai bahasa, aksara dalam penulisan bahasa Melayu hingga bahasa Indonesia, dan ejaan dalam bahasa Indonesia. PEMBAHASAN

Sejarah Bahasa Indonesia

Kongres II bahasa Indonesia tahun 1954 mengakui bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Dalam catatan bahwa bahasa Melayu memiliki sejarah yang cukup panjang. Dari batu bertulis yang ada, seperti Kedukan Bukit, Talang Tuwo, Kota Kapur, Karang Brahi, Gandasuli, Bogor, dan Pagaruyung, yang paling awal bertahun 683 M. Hal ini menunjukkan bahwa sejak abad ke-7 bahasa Melayu Kuno sudah ditemukan dalam tulisan dengan aksara Pallawa (Collins, 2009: 78; Adul, 1981: 1-3). Dari bukti ini dapat diduga bahwa secara lisan beberapa abad sebelumnya bahasa Melayu sudah digunakan masyarakat penuturnya.

Ada 4 tahapan bahasa Melayu menjadi bahasa nasional dan bahasa resmi negara. Pertama, bahasa Melayu adalah salah satu bahasa daerah di nusantara yang digunakan oleh masyarakat yang mendiami wilayah Riau di Sumatera. Ada 5 faktor yang mendorong

(3)

tersebarnya bahasa Melayu di nusantara. Bahasa Melayu adalah bahasa yang digunakan oleh kerajaan Sriwijaya sebagai salah satu kerajaan maritim di nusantara yang berpusat di Sumatera bagian Selatan dan Riau (Ophuysen, 1983). Kerajaan Sriwijaya pada masanya pernah menguasai wilayah yang cukup luas di nusantara, sehingga bahasa Melayu sebagai bahasa kerajaan menyebar seiring dengan meluasnya wilayah kerajaan Sriwijaya.

Faktor kedua, bahwa pusat kerajaan Sriwijaya merupakan wilayah pusat perdagangan internasional. Di wilayah ini merupakan pusat perdagangan, terjadi pertemuan antarpedagang di nusantara dengan pedagang yang datang dari luar. Pada pertemuan tersebut terjadi komunikasi dengan menggunakan bahasa Melayu sehingga secara tidak langsung para pedagang dari pelosok nusantara dan juga pedagang yang datang dari luar berkomunikasi dalam bahasa Melayu.

Sebagai faktor ketiga bahwa Palembang sebagai pusat kerajaan Sriwijaya dengan rajanya Jayanasya menjadi pusat pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan, serta pusat keagamaan Budha pada sebuah perguruan tinggi dengan guru besar bernama Dharmapala (Adul, 1981: 2). Sebagai pusat pembelajaran agama Budha, membuat wilayah ini didatangi oleh para pembelajar agama Budha dari berbagai wilayah, termasuk yang berasal dari Cina, Champa, dan Kamboja dengan bahasa pengantar bahasa Melayu Kuno. Dalam kaitan ini, terjadilah persentuhan antara penutur bahasa Melayu dengan penutur yang berbahasa asing. Dalam kaitan ini, intensitas hubungan berbahasa sangat kuat sehingga berdampak terhadap penguasaan dan pemakaian bahasa Melayu.

Faktor keempat, letak geografis kerajaan Sriwijaya yang dekat dengan selat Melaka menjadi pintu masuk para pedagang dari dan ke nusantara sehingga frekuensi dan intensitas pertemuan dan komunikasi sangat tinggi di jalur tersebut. Faktor kelima adalah bahasa dan sastra Melayu. Bahasa Melayu memiliki sistem bahasa yang sangat sederhana, tidak mengenal tingkat kebahasaan, serta terbuka, sehingga mudah dipelajari, sedangkan dari segi kesusastraan, sastra Melayu sudah demikian tinggi yang berarti bahwa bahasa Melayu sudah mempunyai tradisi kesusastraan yang sudah sangat baik.

Kelima faktor di atas yang membuat bahasa Melayu tersebar dan digunakan di Nusantara ini dalam komunikasi antarsuku dan antarbangsa, bagi kepentingan perdagangan, kebudayaan, pendidikan, dan keagamaan. Dalam kondisi ini memposisikan bahasa Melayu tidak hanya sebagai bahasa daerah, tetapi sudah menjadi bahasa perantara ‘lingua franca’ dari berbagai suku dan bangsa yang berbeda bahasa di nusantara ini. Bahkan oleh Ophuysen (1983) disebutnya sebagai bahasa internasional.

Pendidikan sebagai bentuk politik etis dari pemerintah Hindia Belanda di nusantara dengan bahasa pengantar adalah bahasa daerah yang bersifat lokal, bahasa Melayu, dan bahasa Belanda. Pelaksanaan pendidikan ini yang dinikmati oleh rakyat di tanah air maupun oleh segelintir rakyat di Belanda menumbuhkan benih-benih nasionalisme di masyarakat. Tumbuh rasa hak azasi sebagai manusia yang harus merdeka dari penjajahan. Rasa nasionalisme ini berpadu dengan rasa anti penjajahan yang dilakukan oleh berbagai gerakan pemberontakan dan peperangan dengan berbagai tokohnya. Kristalisasi dari nasionalisme dan anti penjajahan ini dituangkan dalam satu deklarasi nasionalisme hasil Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 berupa Sumpah Pemuda.

(4)

Ketika pembahasan dalam Kongres Pemuda Indonesia dijelaskan bahwa tidak ada satu pun peserta dari para pemuda yang berasal dari semua daerah di nusantara ini yang keberatan dijadikannya bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan dan sebagai bahasa nasional Indonesia. Sumpah Pemuda dengan 3 deklarasi tersebut oleh A. Teeuw disebut sebagai pentasmiahan nama Indonesia bagi bangsa, tanah air, dan bahasa sehingga dengan peritiwa ini memposisikan bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan dan bahasa nasional bangsa Indonesia.

Pendirian Komisi Bacaan Rakyat tahun 1908 dan kemudian menjadi Balai Pustaka tahun 1917 sebagai lembaga pemerintah Hindia Belanda yang menerbitkan dan menyediakan bahan bacaan rakyat dalam berbagai sektor kehidupan dalam bahasa Melayu membuat berkembang dan tersebarnya bahasa Melayu di seluruh nusantara. Demikian pula terbitnya majalah Pujangga Baru oleh Sutan Takdir Alisjahbana dan kawan-kawan yang berwawasan nasionalisme dan kebudayaan modern memberi andil dalam perkembangan dan pertumbuhan bahasa Indonesia. Masa pendudukan Jepang di wilayah ini setelah Jepang mengalahkan Belanda merupakan masa yang amat berarti bagi perkembangan bahasa Indonesia. Jepang sebagai penguasa baru tidak ingin segala hal yang berbau Belanda, termasuk bahasa, Jepang ingin bahasa Jepang yang digunakan. Namun penguasaan bahasa tidak semudah menguasai suatu wilayah, penguasaan dan penggunaan bahasa memerlukan proses yang panjang. Dalam kondisi transisi ini maka pertimbangan yang sangat realistis adalah digunakannya bahasa pribumi, yaitu bahasa Melayu sehingga pada masa pendudukan Jepang ini bahasa Indonesia digunakan secara resmi sebagai bahasa pemerintahan dan pengajaran.

Perjuangan pergerakan kemerdekaan yang dilakukan oleh rakyat Indonesia baik perlawanan fisik berupa peperangan, maupun dalam bentuk politik, ditunjang pula oleh perkembangan dan kondisi wilayah Hindia Belanda di nusantara ini, kekalahan Belanda atas Jepang dan kemudian kekalahan Jepang atas sekutu, yang menyebabkan terjadinya kevakuman kekuasaan di wilayah Hindia Belanda ini. Kondisi ini dimanfaatkan oleh para penjuang untuk memproklamasikan diri menjadi negara dan bangsa yang merdeka dan berdaulat oleh Bapak Soekarno – Hatta atas nama rakyat Indonesia pada tangal 17 Agustus 1945. Sidang PPKI pada tangal 18 Agustus 1945 menetapkan UUD RI 1945 serta mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Muh. Hatta sebagai wakil presiden RI. Dalam UUD 1945 bab 15 pasal 36 ditetapkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.

Dengan demikian, dapat kita ketahui bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu sebagai salah satu bahasa daerah di nusantara ini, kemudian berkembang menjadi bahasa perantara ‘lingua franca’ antarmasyarakat. Kongres Pemuda Indonesia, 28 Oktober 1928 menetapkan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, bahasa nasional bangsa Indonesia. Setelah merdeka, bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa resmi negara.

Berkaitan dengan hal tersebut, Slametmulyana (Arifin dan Tasai, 2008: 8) mengemukakan bahwa dipilihnya bahasa Melayu sebagai bahasa nasional Indonesia karena 4 faktor, yaitu (1) bahasa Melayu sudah merupakan lingua franca di nusantara. (2) sistem bahasa Melayu sederhana sehingga mudah dipelajari. (3) suku Jawa, suku Sunda, dan suku lainnya dengan suka rela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, dan (4) bahasa Melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti luas. Di samping itu, Moeliono (1981: 44) mengemukakan bahwa bahasa Melayu bukan merupakan bahasa asing di nusantara. Bahasa Melayu merupakan bahasa dengan penutur yang sangat kecil (4,9%) sementara bahasa Jawa digunakan oleh penutur 47% dan bahasa Sunda digunakan oleh penutur 14.5% sehingga tidak ada perasaan kalah dan menang. Dalam hubungan

(5)

ini, Sutan Takdir Alisjahbana mengatakan sebagai mukjizat dan Sapardi Djoko Damono menganggap sebagai keajaiban.

Aksara dalam Penulisan Berbagai Bahasa

Adanya aksara yang digunakan dalam menuliskan sebuah bahasa merupakan tanda kemajuan dari masyarakat penutur bahasa tersebut. Hal itu karena tulisan merupakan perwujudan dari kehendak, keinginan, serta pemikiran dari penulisnya. Untuk bisa menulis, di samping memiliki pengetahuan tentang tulisan (aksara) sebagai lambang bahasa bunyi, juga diperlukan khazanah pengetahuan sehingga dapat dikatakan bahwa masyarakat yang memiliki tulisan adalah masyarakat yang berbudaya.

Secara umum, ada 3 kategori aksara yang digunakan sebagai lambang tulisan, yaitu dari kiri ke kanan seperti abjad Latin, dari kanan ke kiri seperti huruf Arab, dan dari atas ke bawah seperti huruf kanji dalam bahasa Jepang atau Cina. Untuk bahasa-bahasa di nusantara, dari sejumlah 742 bahasa, hanya beberapa bahasa yang memiliki lambang tulisan sendiri, seperti bahasa Aceh, Bali, Batak, Bugis, Jawa, Lampung, Madura, Makassar, dan Sunda, dan bahasa Indonesia dengan abjad Latin.

Gambar 1

(6)

Dari gambar 1 di atas bisa diketahui abjad dari berbagai bahasa berupa huruf Paku dari Huruf Babylonia, Huruf Asyyiria, dan Huruf Persia Kuno; Huruf Sanskerta Bahasa India Kuno, Huruf Arab, Huruf Tionghoa, Huruf Jepang berupa Huruf Kata-kana, sedangkan pada Gambar 2 di bawah ini adalah Abjad Latin.

Gambar 2 ABJAD LATIN

Tanda Bunyi Tanda Bunyi Tanda Bunyi

A a A J j Je S s Es B b Be K k Ka T t Te C c Ce L l El U u U D d De M m Em V v Fe E e E N n En W w We F f Ef O o O X x Eks G g Ge P p Pe Y y Ye H h Ha Q q Qi Z z Ze I i I R r Er Gambar 3

AKSARA PALLAWA-KAWI, AKSARA DAERAH DAN AKSARA HANACARAKA

Dari gambar 3 di atas bisa kita ketahui aksara Pallawa-Kawi terdiri atas aksara Pallawa, Huruf Kawi Awal, Kawi Akhir I, Bali Kuno, dan Sunda Kuno, Aksara Daerah terdiri atas Kawi Akhir II, Jawa Pramodern, Jawa Moderen, dan Bali Modern, Aksara Hanacaraka terdiri atas Aksara Lampung, Aksara Rencong, Aksara Batak Karo, dan Aksara Bugis-Makassar.

Aksara-aksara Dalam Penulisan Bahasa Melayu Hingga Bahasa Indonesia Gambar 4

(7)

Dari gambar 4 di atas dapat kita ketahui alur perkembangan aksara dalam penulisan bahasa di nusantara. Pada prasasti pertama bertahun sekitar 400 M berupa Yupa di Kutai Kalimantan Timur dalam bahasa Sanskerta menggunakan aksara Pallawa serta prasasti Tarumanegara di Jawa Barat bertahun 450 M dianggap sebagai Pallawa Awal. Kemudian prasasti batu Talang Tuwo Sumatera bertahun 684 M berbahasa Melayu Kuno dan prasasti Batu Canggal, Jawa Tengah bertahun 730 M yang dianggap sebagai Pallawa Akhir.

Pada pertengahan abad ke-8 terdapat prasasti Batu Dinoyo, Jawa Tengah, Lempeng Tembaga Taji, Jawa Tengah bertahun 901 dan Maklumat Mpu Senduk, Jawa Timur sudah masuk dalam aksara Kawi Awal sebagai perubahan dari aksara Pallawa Akhir. Kemudian pada prasasti Kentongan Perunggu, Jawa Timur bertahun 1229 serta Lempeng Tembaga Waringin Pitu, Jawa Timur bertahun 1447 sebagai aksara Kawi Akhir.

Pada tahapan berikutnya, mulai abad ke-13, setelah masuknya pedagang dari bangsa Arab dengan misi dagang dan dakwah Islam terdapat pengaruh terhadap penulisan bahasa Melayu dengan menggunakan aksara Arab Melayu yang dikenal dengan huruf Jawi setelah orang Melayu memeluk agama Islam. Penggunaan huruf Jawi dalam bahasa Melayu sangat luas, seiring dengan pesatnya perkembangan sastra Melayu. Kemudian setelah datangnya bangsa Eropa, khususnya bangsa Belanda dengan misi dagang dan kolonialisme serta dengan alasan politis dan pragmatis, atas gagasan Ch. A. van Ophuysen, seorang ahli bahasa Belanda, diterapkan aksara Latin ke dalam bahasa Melayu mulai tahun 1901.

Ejaan dalam Bahasa Melayu Hingga Bahasa Indonesia Gambar 5

(8)

Transliterasi tulisan Jawi ke dalam huruf Latin:

ANJURAN KEPADA RAKYAT Untuk Menambah Bahan-Bahan Pakaian

“Bagaimana pentingnya pakaian untuk manusia, rasanya tidak perlu kita terangkan lagi. Masing2 orang mengakuinya dan merasakan sendiri-sendiri.

Dalam masa damai, bahan2 pakaian itu tidak sukarlah kita dapat, terutama bahan2 yang datang dari luar tanah Jawa. Tetapi pada masa sekarang yaitu masa yang maha genting ini dengan sendirinya menjadi sukar terdapatnya bahan2 ter- sebut. Ini semua disebabkan tipu muslihat pemerintah Hindia Belanda dahulu. Sekalipun tanah Jawa ini terhitung tanah yang makmur, tetapi bahan2 pakaian itu sengaja didatangkan dari luar negeri supaya ditanah Jawa sendiri rakyat kita tinggal bodoh. Tanah yang tidak bisa menghasilkan apa2 untuk keperluanya sendiri. Oleh karena itu sekarang ini kita masing2 bisa merasakan kesukaran mendatangkan bahan2 pakaian itu.

Mengingat hal itu pemerintah Bala Tentara Dai Nipon telah menganjurkan kepada rakyat seluruhnya untuk menambah bahan pakaian itu baik buat keperluan di garis depan maupun di garis belakang.

Sambutan Jawa Hookoo Kai tentang meringankan kesukaran pakaian itu sangat menggembirakan kita. Pengumpulan bahan-bahan lama dari orang2 yang mampu buat dibagi-bagikan kepada orang2 miskin kini sedang berjalan dengan giat.

Tetapi kita mengerti bahwa hanya dengan pembagian seperti itu rakyat kita seluruhnya belum tertolong sama sekali. Di samping usaha tersebut perlulah seluruh rakyat Asia Timur Raya umumnya dan penduduk tanah Jawa khususnya berdaya upaya membantu usaha pemerintah Bala Tentara Dai Nipon itu.

Penduduk tanah Jawa harus berusaha sekuat2nya supaya bisa memenuhi kebutuhan sendiri.”

Gambar 10 adalah contoh teks bahasa Melayu/Indonesia dengan menggunakan huruf Arab Melayu yang disebut huruf Jawi. Tulisan ini menggunakan huruf Arab tetapi dilafalkan dalam bahasa Melayu/Indonesia. Permasalahan dalam huruf Jawi, pertama bahwa huruf Arab bersifat sillabi berupa konsonan sedang vokal menggunakan harakat (fathah, kasrah, dan dhommah). Dengan cara ini, vokal hanya terdapat dalam tiga bunyi, yaitu a, i, dan u,sementaravokal dalam bahasa Melayu atau Indonesia adalah a, i, u, o, e, serta diftong ai, au, dan oi. Bunyi p dan f tidak berbeda, untuk bunyi ng, ny, dan c menggunakan lambang tambahan dari huruf Arab.

Gambar 11 (di bawah) adalah contoh teks bahasa Melayu/Indonesia dengan abjad Latin yang dirancang oleh Ch. A. van Ophuysen, ahli bahasa Belanda, sebagai awal penerapan abjad Latin yang dikenal dengan Ejaan van Ophuysen, dan mulai berlaku sejak tahun 1901. Ciri ejaan van Ophuysen ini adalah penggunaan oe untuk u, dj untuk j, tj untuk c, nj untuk ny, sj untuk sy, ng, penggunaan dua titik (..) di atas akhiran i, pemberian garis (-) di atas e sebagai pembeda antara dua fonem dalam lambang yang sama (misalnya pada kata mereka), penggunaan (‘) sebagai tanda hamzah dan ‘ain, serta angka 2 untuk pengulangan.

(9)

Gambar 6

Naskah Aksara Latin dalam Ejaan Ch. A. van Ophuysen

Gambar 6 adalah contoh teks bahasa Indonesia dalam Ejaan Republik sebagai pengganti Ejaan van Ophuysen yang berlaku sejak tahun 1947. Ejaan ini dinamai ejaan Republik dan juga dikenal ejaan Suwandi, Menteri Pendidikan dan Pengajaran waktu itu. Ciri ejaan Republik sebagai perubahan dari van Ophuysen adalah mengganti e dengan u, menghapus penggunaan dua titik (..) di atas akhiran i, menghapus penggunaan garis (-) di atas e sebagai pembeda antara dua fonem dalam lambang yang sama (misalnya pada kata mereka), serta mengganti (‘) untuk hamzah dan ‘ain dengan k, misalnya rakyat dan bapak (Lubis, 1952: 227).

(10)

Gambar 7

(11)

Gambar 8

Naskah Aksara Latin dalam Ejaan yang Disempurnakan

Gambar 8 adalah contoh teks bahasa Indonesia dalam Ejaan yang Disempurnakan sebagai pengganti Ejaan Republik yang berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1972. Salah satu ketentuan dalam ejaan ini adalah penggunaan huruf c untuk tj, j untuk dj, kh untuk ch, ny untuk nj, sy untuk sj, menghapus penggunaan angka 2 untuk pengulangan tetapi ditulis ulang, serta pemisahan penulisan kata depan di dan ke pada kata yang diikuti sebagai pembeda dengan awalan di- dan ke-.

KESIMPULAN

Sebagai penutup tulisan ini beberapa kesimpulan dapat diambil. Aksara bahasa tulis terdapat huruf Paku, yaitu huruf Babylonia, huruf Assyiria, huruf Persia Kuno; huruf Pallawa, huruf Kawi yang digunakan dalam bahasa Sanskerta; huruf Arab, huruf Kanji dalam bahasa Jepang dan Cina, huruf Jawi Pramodern, Jawa Modern, Bali Modern; Aksara Hanacaraka dari Lampung, Rencong, Batak Karo, dan Bugis-Makassar; serta aksara Latin.

Bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu mempunyai sejarah yang cukup lama, Terdapat beberapa pase perkembangan terbentuknya bahasa Indonesia, yaitu bahasa Melayu Kuno, Melayu Pasar, Melayu Tinggi, dan Bahasa Indonesia. Sejak abad ke-5, sudah ditemukan prasasti berupa Yupa di Kutai Kalimantan Timur dengan aksara Pallawa dan Prasasti

(12)

Tarumanegara, kemudian prasasti dalam bahasa Melayu Kuno dalam aksara Pallawa, yaitu Prasasti Talang Towu, Prasasti Tanjung Tanah, dan Prasasti Kota Kapur.

Dalam perkembangan kemudian setelah bangsa Arab datang, digunakan aksara Arab Melayu yang dikenal huruf Jawi. Awal abad ke-20, atas konsep yang di kemukakan oleh Ch. A. van Ophuysen, ahli bahasa Belanda, diterapkan huruf Latin ke dalam bahasa Melayu. Dilihat pada ejaan yang pernah berlaku, dalam bahasa Indonesia terdapat Ejaan van Ophuysen, Ejaan Republik atau Ejaan Suwandi, dan Ejaan Yang Disempurnakan.

(13)

DAFTAR RUJUKAN

Adul, M. Asfandi. 1981. Bahasa Indonesia Baku dan Fungsi Guru dalam Pembinaan Bahasa Indonesia. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Arifin, E. Zainal dan Tasai, S. Amran. 2008. Cermat Berbahasa Indonesia Untuk PT. Jakarta: Akademika Pressindo.

Collins, James T. 2009. Bahasa Sanskerta dan Bahasa Melayu. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, serta EcoleFrancaise d’Extreme-Orient.

Lubis, Madong. 1952. Paramasastra Lanjut. Amsterdam-Jakarta: NV W.Versluys. Moeliono, Anton M. 1981. Pengembangan dan Pembinaan Bahasa: Ancangan Alternatif di dalam Perencanaan Bahasa. Jakarta: Djambatan.

Gambar

Gambar 2  ABJAD LATIN

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian tindakan olahraga (PTO) yang telah dilaksanakan oleh peneliti disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode drill dapat meningkatkan

KI 3 : Memahami, menerapkan, menganalisis pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan , teknologi, seni, budaya

Peneliti Apa manfaat yang di dapat siswa pada saat pelajaran PPKn. dengan

[r]

Untuk mencapai pelayanan umum yang prima kepada masyarakat, maka perlu melakukan Updating Sistem Informasi Satu Pintu yang telah berjalan pada Badan Perizinan dan Penanaman Modal

Berdasarkan pertimbangan diatas maka bejana paling cocok digunakan bejana silinder horizontal Berdasarkan pertimbangan diatas maka bejana paling cocok digunakan bejana

Hasil investasi yang diperoleh dari saham TLKM selama tahun 2015 dengan menggunakan metode RSI dapat dilihat dalam tabel berikut ini;..

Dalam melakukan penilaian risiko tersebut, auditor mempertimbangkan pengendalian internal yang relevan dengan penyusunan dan penyajian wajar laporan keuangan entitas untuk