• Tidak ada hasil yang ditemukan

Meningkatkan Tata Pemerintahan yang Baik di Pasar Kerja dengan memperkuat Tripartisme dan Dialog Sosial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Meningkatkan Tata Pemerintahan yang Baik di Pasar Kerja dengan memperkuat Tripartisme dan Dialog Sosial"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dalam mempersiapkan masukan ILO kepada Komite Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 12 seri paparan teknis singkat (Technical Briefing Notes-TBNs) telah disusun untuk memenuhi dua tujuan. Pertama, sebagai dokumen latar belakang tentang persoalan dan pilihan-pilihan kebijakan kunci yang sangat penting bagi pengentasan kemiskinan. Dan kedua, sebagai pondasi dalam penyusunan laporan komprehensif: "Terbebas dari Kemiskinan: Masukan ILO atas PRSP Indonesia".

Paparan teknis ini membahas: Meningkatkan Tata Pemerintahan yang Baik di Pasar Kerja dengan memperkuat Tripartisme dan Dialog Sosial. Tema-tema lain dalam seri paparan teknis singkat meliputi:

• Dimensi Ketenagakerjaan dalam Kebijakan Makro dan Sektoral

• Desentralisasi dan Pekerjaan yang Layak: Mengaitkannya dengan MDGs;

• Penciptaan Pekerjaan dan Pengembangan Usaha (Usaha Kecil, Menengah dan Ekonomi Lokal);

• Lapangan Kerja bagi Kaum Muda: Jalan Setapak dari Sekolah menuju Pekerjaan;

• Pembangunan Pedesaan: Akses, Ketenagakerjaan dan Peluang Meraih Pendapatan;

• Pengembangan Keterampilan untuk Pertumbuhan Ekonomi dan Kehidupan yang Berkelanjutan;

• Mempromosikan Deklarasi ILO mengenai Prinsip-prinsip dan Hak-hak Dasar di Tempat Kerja;

• Menghapuskan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerja Anak; • Perlidungan Sosial bagi Semua;

• Migrasi: Peluang dan Tantangan bagi Pengentasan Kemiskinan.

(3)

Pertama terbit tahun 2004

Publikasi Kantor Perburuhan Internasional dilindungi oleh Protokol 2 dari Konvensi Hak Cipta Dunia (Universal Copyright Convention). Walaupun begitu, kutipan singkat yang diambil dari publikasi tersebut dapat diperbanyak tanpa otorisasi dengan syarat agar menyebutkan sumbernya. Untuk mendapatkan hak perbanyakan dan penerjemahan, surat lamaran harus dialamatkan kepada Publications Bureau (Rights and Permissions), International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland. Kantor Perburuhan Internasional akan menyambut baik lamaran tersebut.

_______________________________________________________________________________ ILO

Seri Rekomendasi Kebijakan:

Kerja Layak dan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia, 2004

ISBN 92 2 015540 0

_______________________________________________________________________________ Sesuai dengan tata cara Perserikatan Bangsa Bangsa, pencantuman informasi dalam publikasi publikasi ILO beserta sajian bahan tulisan yang terdapat di dalamnya sama sekali tidak mencerminkan opini apapun dari Kantor Perburuhan Internasional (International Labour Office) mengenai informasi yang berkenaan dengan status hukum suatu negara, daerah atau wilayah atau kekuasaan negara tersebut, atau status hukum pihak pihak yang berwenang dari negara tersebut, atau yang berkenaan dengan penentuan batas batas negara tersebut.

Dalam publikasi publikasi ILO sebut, setiap opini yang berupa artikel, kajian dan bentuk kontribusi tertulis lainnya, yang telah diakui dan ditandatangani oleh masing masing penulisnya, sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing masing penulis tersebut. Pemuatan atau publikasi opini tersebut tidak kemudian dapat ditafsirkan bahwa Kantor Perburuhan Internasional menyetujui atau menyarankan opini tersebut.

Penyebutan nama perusahaan, produk dan proses yang bersifat komersil juga tidak berarti bahwa Kantor Perburuhan Internasional mengiklankan atau mendukung perusahaan, produk atau proses tersebut. Sebaliknya, tidak disebutnya suatu perusahaan, produk atau proses tertentu yang bersifat komersil juga tidak dapat dianggap sebagai tanda tidak adanya dukungan atau persetujuan dari Kantor Perburuhan Internasional. Publikasi publikasi ILO dapat diperoleh melalui penyalur penyalur buku utama atau melalui kantor kantor perwakilan ILO di berbagai negara atau langsung melalui Kantor Pusat ILO dengan alamat ILO Publications, International Labour Office, CH 1211 Geneva 22, Switzerland atau melalui Kantor ILO di Jakarta dengan alamat Menara Thamrin, Lantai 22, Jl. M.H. Thamrin Kav. 3, Jakarta 10250. Katalog atau daftar publikasi terbaru d a p a t d i m i n t a s e c a r a c u m a c u m a p a d a a l a m a t t e r s e b u t , a t a u m e l a l u i e mail:pubvente@ilo.org ; jakarta@ilo.org.

Kunjungi website kami:www.ilo.org/publns ; www.un.or.id/ilo, www.ilo-jakarta.or.id Dicetak diJakarta, Indonesia

(4)

Pemerintahan

yang baik

diperlukan

untuk

meningkatkan

daya saing dan

investasi di

Indonesia

MENINGKATKAN TATA

PEMERINTAHAN YANG BAIK

DI PASAR KERJA DENGAN

MEMPERKUAT TRIPARTISME

DAN DIALOG SOSIAL

Setelah krisis keuangan yang cukup berat, Indonesia berhasil memulihkan stabilitas makronya —inflasi menurun, nilai tukar menguat dan tingkat suku bunga menurun tajam. Selain itu, posisi anggaran negara berada pada jalur yang berkelanjutan, sistim perbankan telah stabil dan beberapa kemajuan telah dicapai dalam reformasi struktural. Dengan adanya landasan dasar untuk pemulihan ini, Indonesia harus mempercepat pertumbuhan agar dapat mengatasi tantangan untuk menurunkan tingkat kemiskinan dan mencapai Sasaran Pembangunan Milenium. Penciptaan iklim investasi yang lebih mantap penting artinya dalam rangka mencapai pertumbuhan ini. Kebijakan yang menyangkut iklim investasi —untuk menarik investor luar dan dalam negeri— akan meningkatkan daya saing Indonesia dan mengembangkan kebijakan untuk mendapatkan manfaat dari pertumbuhan negara-negara lain (terutama negara-negara pesaing utama seperti Cina, Vietnam, Filipina dan Thailand).

“Kami mendesak pemerintah untuk memberi prioritas pada praktek pemerintahan yang baik sebagai unsur penentu dalam strategi Indonesia mengatasi kemiskinan. Masalah-masalah tata pemerintahan yang belum dibenahi dengan baik akan menghambat masyarakat untuk mendapatkan peluang, keadilan, dan akses terhadap sumber daya penunjang kehidupan. Berbagai hambatan ini malah menciptakan dan melanggengkan kemiskinan. Tata pemerintahan yang lebih baik menjadi kunci dalam penyelesaian konflik, pertumbuhan dan pengentasan kemiskinan”1

2 Consultative Groups on Indonesia, Mid Year Review June 2002, Laporan oleh Kelompok Kerja Pengentasan Kemiskinan.

(5)

2 Studi yang baru-baru ini dilakukan SMERU menemukan bahwa tingkat pengangguran memburuk jika upah minimum dinaikkan. Setiap kenaikan upah minimum sebesar 10 persen, pekerjaan di sektor formal akan berkurang satu persen. Upah minimum pekerja di sektor formal telah bertambah 20 persen dalam nilai riil dibandingkan dengan posisi sebelum krisis pada 1997-1998. (Dilaporkan dalam the Economist Intellegence Unit Indonesia Country Report September 2003.

3 UNCTAD World Investment Report 2003

Walaupun ada kemajuan hingga saat ini, iklim investasi masih tetap kurang baik. Meskipun kondisi pasar uang mengalami kemajuan berarti, beberapa kasus hukum yang menyangkut sejumlah pejabat menjadi perhatian para pengamat berkaitan dengan lambatnya reformasi di bidang hukum. Komisi Anti Korupsi yang dibentuk baru-baru ini disambut baik, tetapi semua tergantung pada pelaksanaan di lapangan (demikian pula halnya dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Desentralisasi, yang secara keseluruhan telah berjalan cukup baik, juga telah menimbulkan masalah bagi perusahaan-perusahaan yang ada dan para calon investor karena adanya peraturan-peraturan baru dan peraturan-peraturan perpajakan yang saling bertentangan. Para investor juga makin banyak menyampaikan keluhan mereka tentang kerangka peraturan perburuhan serta tren kenaikan upah minimum.2 Serangan teroris baru-baru ini menambah keprihatinan terhadap keamanan dalam negeri. Ini semua berarti bahwa Pemerintah harus berupaya semaksimal mungkin untuk meningkatkan iklim investasi, meningkatkan daya saing Indonesia dan membangun prospek pertumbuhan sebagai langkah ke depan.

Secara historis, kekuatan perekonomian Indonesia telah menjadi tujuan yang menarik untuk investasi modal asing: pasar dalam negeri dan tenaga kerja yang besar, sumber daya alam yang melimpah, prasarana yang baik, serta lokasi yang menarik di antara beberapa jalur perdagangan penting di dunia. Namun demikian, arus investasi asing ke Indonesia tinggal kurang dari separuh dari yang pernah dicapai sebelum krisis. Investasi dalam negeri juga tetap rendah, yang menyebabkan pembentukan modal tetap bruto pada tahun 2003 masih tetap di bawah yang dicapai pada tahun 1997 (sumbangan foreign direct investment/FDI terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto menurun tajam dari 40,4 persen pada tahun 2000 menjadi 32,2% pada tahun 20023). Menurut Inward FDI

(6)

4 Ibid, ranked for 1999-2001: rasio sumbangan Indonesia dalam indeks arus investasi (FDI) global terhadap sumbangannya pada GDP. 5 Lihat IMD World Competitiveness Yearbook 2003

Performance Index terakhir dari UNCTAD4, Indonesia

berada di peringkat ke 138 (dari 196 negara). Dari segi persaingan, Indonesia mengalami penurunan dari urutan ke-25 pada tahun 2002 menjadi ke-28 pada tahun 2003 (dari 30 negara yang berpenduduk lebih dari 20 juta jiwa). Dalam tabel IMD World

Competitiveness itu, Cina berada pada urutan

ke-12, Korea Selatan ke-15 dan Filipina ke-22. Dan dari segi efisiensi usaha, yang meliputi variabel indeks komposit pasar kerja, Indonesia ditempatkan sebagai negara yang rendah tingkat efisiensi-nya di antara 59 negara yang dicakup dalam survai.5

Apa yang paling dibutuhkan untuk memulihkan kepercayaan pasar, meningkatkan daya saing dan mendukung investasi di Indonesia? Reformasi dalam sektor hukum dan peraturan perundang-undangan menjadi titik paling penting dalam strategi mencapai kemajuan berkelanjutan di bidang investasi. Upaya memperkuat Komisi Anti Korupsi yang baru dibentuk, perubahan atas undang-undang kepailitan, dan upaya terus-menerus untuk memperkuat pengadilan niaga merupakan prioritas khusus. Upaya berkelanjutan perlu ditempuh untuk memastikan bahwa desentralisasi tidak mengarah pada munculnya peraturan-peraturan yang tidak perlu, yang justru membuat para investor mundur dari niat mereka. Penanganan urusan pabean dan pajak, yang seringkali dilaporkan makin tidak transparan, makin sulit diprediksi, dan makin tidak

fair, telah membuat investasi menjadi kurang menarik. Suatu kebijakan pasar kerja yang menyeimbangkan antara konteks perlindungan hak-hak pekerja dan upaya mempertahankan pasar kerja yang fleksibel dalam konteks kebijakan hubungan industri yang baik juga penting artinya di tengah keprihatinan akhir-akhir ini sebagaimana yang sudah disuarakan. Hal-hal berikut ini juga membutuhkan komitmen pemerintah yang serius untuk menyelesaikannya yang pada gilirannya akan banyak mempengaruhi iklim investasi, yakni kebijakan hubungan industrial yang kuat yang menjadi komponen penting dan menjadi fokus dari Paparan Teknis Singkat ini.

(7)

UNSUR-UNSUR PEMERINTAHAN YANG BAIK 1. Partisipasi

Semua laki-laki dan perempuan harus mempunyai suara dalam pembuatan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga-lembaga perantara yang resmi yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi yang luas seperti itu dibangun atas dasar kebebasan berserikat dan kebebasan berbicara —yang berarti perlunya untuk sepenuhnya melaksanakan ketentuan Konvensi ILO 87— dan juga kemampuan untuk berpartisipasi secara konstruktif.

2. Supremasi hukum

Berbagai kerangka hukum harus bersifat adil dan diberlakukan tanpa memihak, terutama undang-undang tentang hak asasi manusia.

3. Transparansi

Transparansi berkembang dari arus informasi bebas. Semua proses, lembaga dan informasi langsung dapat diakses oleh mereka yang memerlukannya, dan ketersediaan informasi akan membantu mereka memahami dan melakukan pemantauan. Ini penting sekali untuk keberhasilan proses PRSP: informasi harus tersedia pada waktunya sehingga para mitra sosial (stakeholder) dapat berpartisipasi dan memberikan kontribusi sebagaimana mestinya.

4. Daya tanggap

Semua lembaga dan proses berusaha melayani para stakeholder.

5. Orientasi pada konsensus

Pemerintahan yang baik menengahi berbagai kepentingan untuk mencapai konsensus tentang apa yang paling dikehendaki oleh kelompok itu dan, dimana perlu, atas semua kebijakan dan prosedur. Ini menjadi tujuan utama dialog sosial dan suatu tantangan yang cukup penting untuk para mitra sosial mengingat basis keanggotaan mereka yang beragam.

6. Pemerataan

Laki-laki dan perempuan mempunyai peluang yang sama untuk meningkatkan atau mempertahankan kesejahteraan mereka dan

Apa yang

dimaksud dengan

tata pemerintahan

yang baik?

(8)

semua berhak atas suara melalui keanggotaan mereka dalam organisasi perwakilan, seperti serikat pekerja dan asosiasi pengusaha.

7. Efektivitas dan efisiensi

Semua proses dan lembaga menghasilkan sesuatu yang bisa memenuhi kebutuhan anggota dengan memanfaatkan semua sumber daya yang ada dengan sebaik-baiknya.

8. Tanggung jawab

Para pembuat keputusan di pemerintahan, sektor swasta dan organisasi masyarakat madani — termasuk serikat pekerja dan asosiasi pengusaha— bertanggung jawab kepada publik serta kepada para stakeholder kelembagaan. Tanggung jawab ini berbeda satu dengan lainnya tergantung pada organisasi dan apakah keputusan itu bersifat internal atau eksternal bagi suatu organisasi.

9. Visi strategis

Para pemimpin dan publik mempunyai perspektif yang luas dan berjangka-panjang tentang pemerintahan yang baik dan pengembangan manusia, bersama dengan pandangan tentang apa yang diperlukan untuk pengembangan seperti itu. Terdapat juga pemahaman atas kompleksitas historis, budaya dan sosial yang menjadi dasar perspektif itu.

Sumber: Disarikan dari “Good Governances for the People Involving the People Partnership for Gover-nance Reform”. Partnership for GoverGover-nance Reform Secretariat, UNDP Indonesia.

Dialog sosial memainkan peran penting dalam pencapaian tujuan ILO untuk meningkatkan peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif atas dasar kebebasan, kesetaraan, keamanan dan martabat. Dialog sosial sebagaimana didefinisikan oleh ILO mencakup semua jenis negosiasi, konsultasi atau sekedar pertukaran informasi antara, atau di antara sejumlah wakil pemerintah, pengusaha dan pekerja, tentang masalah-masalah yang menyangkut kepentingan bersama dalam masalah-masalah kebijakan ekonomi dan sosial. Ini dapat berwujud

Mengapa dialog

sosial menjadi

instrumen vital

untuk

peningkatan

pemerintahan

yang baik di

pasar kerja

5

(9)

proses tripartit, dengan pemerintah sebagai pihak resmi dalam dialog atau dapat berbentuk hubungan bipartit antara pekerja dan manajemen (atau serikat pekerja dan asosiasi pengusaha), dengan atau tanpa keterlibatan pemerintah. Konsultasi dapat dilaksanakan secara informal atau dilembagakan, dan seringkali sebagai gabungan antara keduanya. Ini dapat terbentuk pada tingkat pusat, daerah atau perusahaan. Bentuknya dapat berupa antar-profesi, sektor atau gabungan semua bentuk ini. Dalam banyak kasus, dialog sosial adalah suatu upaya membangun kepercayaan di antara para pihak yang berbeda kepentingannya dalam kegiatan ekonomi yang sama dan yang tidak memiliki akses informasi yang tidak seimbang (asimetris).

Secara khusus, wadah utama untuk dialog sosial adalah komite bipartit dan tripartit. Undang-undang Ketenagakerjaan yang baru yaitu UU No. 13 tahun 2003 menyatakan bahwa semua perusahaan dengan lebih dari 50 pegawai wajib membentuk komite kerjasama bipartit yang berfungsi sebagai forum untuk komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam upaya memecahkan masalah ketenagakerjaan pada tingkat perusahaan. Namun pada kenyataannya, kebanyakan perusahaan tidak mempunyai komite ini dan di antara sebagian besar dari mereka yang mempunyai komite, komite itu tampaknya kurang efektif.6 Demikian pula, Dewan Tripartit Nasional perlu diperkuat melalui proses desentralisasi demikian pula halnya dengan komite tripartit tingkat daerah. Kondisi yang memungkinkan dialog sosial adalah sebagai berikut:

• Organisasi pekerja dan asosiasi pengusaha yang kuat, independen dengan kemampuan teknis dan akses ke informasi yang relevan untuk berpartisipasi dalam dialog sosial.

• Kemauan dan komitmen semua pihak untuk ikut serta dalam dialog sosial.

• Penghargaan atas hak-hak kebebasan berserikat dan mengadakan perundingan bersama yang sangat fundamental.

6 ILO/USDOL membuka diri untuk riset

6

(10)

Lembaga-lembaga dialog sosial seringkali tampak pada komposisi masing-masing. Lembaga-lembaga ini dapat berupa bipartit, tripartit atau “tripartit plus”. Para aktor kunci dalam tripartit adalah wakil-wakil pemerintah, pengusaha dan pekerja. Kadang-kadang, dan tergantung pada konteks nasional yang khusus, para mitra tripartit memilih membuka dialog bagi para pelaku lain yang di masyarakat yang terkait dalam upaya memperoleh perspektif yang lebih luas, untuk menyertakan berbagai pandangan dari para pelaku sosial lainnya dan untuk membangun konsensus yang lebih luas. Ada berbagai macam bentuk dialog sosial, mulai dari kegiatan sederhana saling bertukar-informasi, sampai bentuk konsultasi yang cukup luas. Berikut ini adalah pilihan dari bentuk dialog sosial yang paling umum dilihat.

Pertukaran-informasi adalah salah satu dari unsur yang paling mendasar dan penting untuk dialog sosial yang efektif. Dengan demikian, bentuk ini tidak mengandung diskusi atau tindakan nyata tentang berbagai masalah, namun ia merupakan bagian penting dari proses-proses dimana dialog dan keputusan diambil.

Konsultasi membentang lebih jauh dari sekedar pertukaran informasi dan memerlukan keterikatan para pihak melalui pertukaran pandangan yang pada gilirannya dapat berkembang menjadi dialog yang lebih mendalam.

Badan-badan tripartit dan bipartit dapat mengikat diri dalam negosiasi dan penyusunan perjanjian. Walaupun banyak di antara lembaga jenis ini memanfaatkan kesempatan berkonsultasi dan bertukar-informasi, beberapa darinya diberi kuasa untuk membuat kesepakatan yang mengikat. Lembaga-lembaga dialog sosial yang tidak diberi mandat demikian biasanya bertindak sebagai penasehat kepada menteri, anggota badan legislatif, dan pembuat kebijakan serta pembuat keputusan lainnya.

Perundingan bersama bukan hanya suatu bentuk dialog sosial yang terpadu dan paling banyak dikenal, melainkan dapat juga menjadi indikator mengenai kemampuan suatu negara untuk mengikat

7

Dukungan

kelembagaan yang

sesuai.

(11)

diri dalam tripartisme tingkat nasional. Para pihak dapat mengikat diri dalam perundingan bersama di tingkat perusahaan, sektor, wilayah dan nasional bahkan multinasional.

Tujuan utama dialog sosial itu sendiri adalah untuk meningkatkan pengembangan konsensus dan keterikatan secara demokratis antara para

stakeholder utama dalam hubungan kerja. Struktur

dan proses dialog sosial yang berhasil mempunyai potensi memecahkan masalah ekonomi dan sosial yang penting, mendorong dijalankannya pemerintahan yang baik, meningkatkan ketenangan dan stabilitas sosial dan industrial serta mendorong kemajuan ekonomi. Oleh karena itu, dialog sosial menjadi cara dan tujuan dalam upaya mengentaskan kemiskinan. Ini menjadi komponen penting dari proses partisipasi yang terkait dalam penyusunan PRSP yang mencakup semua masalah dan sarat makna, serta menjadi prinsip dasar yang menjadi landasan masyarakat yang terbuka, transparan dan demokratik.

Efektivitas struktur tripartit ILO tergantung pada kekuatan dan kemampuan para konstituen, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (DEPNAKERTRAS), asosiasi pengusaha (APINDO) dan berbagai serikat pekerja (Federasi Serikat Pekerja). Kekuatan dan kelemahan relatif dari organisasi-organisasi ini didokumentasikan dengan baik dan bukan menjadi tujuan dari Paparan Teknis Singkat ini untuk menilainya. Namun demikian, dapat dipastikan bahwa kedua mitra sosial ini menghadapi tantangan organisasi dan kelembagaan sebagai akibat proses demokratisasi dan desentralisasi yang membawa transformasi bagi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir ini. Dapat dipastikan juga bahwa Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 dan Undang-undang Serikat Pekerja/ Serikat Buruh No. 21 tahun 2000 menyajikan banyak peluang untuk penguatan kerangka bagi hubungan industrial di Indonesia.7 Yang disebut terakhir mewajibkan Indonesia—menurut Konvensi 87 dan aturan sebelumnya—untuk menyediakan kerangka hukum yang berkaitan dengan upah, jaminan sosial,

Tantangan

dialog sosial di

Indonesia dan

apa artinya bagi

peningkatan

investasi dan

persaingan, serta

pengentasan

kemiskinan.

7 Lihat, sebagai contoh, Peggy Kelly

“Meningkatkan program untuk Memperkuat Dialog Sosial, ILO, Januari 2002.

(12)

keselamatan dan kesehatan kerja, jam kerja dan cuti. Ini juga mengatur hubungan industrial dan merinci prosedur tentang cara menangani kesepakatan kerja bersama dan peraturan perusahaan.

Walaupun ada kepatuhan pada kebijakan hubungan industrial Pancasila, dasar yang sebenarnya melandasi kebijakan hubungan industrial sebelum tahun 1998 lebih banyak diatur oleh birokrasi, kurang transparan dan kurang terbuka serta cenderung otokratik dan kadang-kadang bersifat menekan. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi banyak kemajuan, dan fakta bahwa Indonesia telah meratifikasi konvensi-konvensi inti ILO (negara pertama di Asia yang melakukannya) menjadi dasar yang kokoh untuk memperkuat dialog sosial dan pemerintahan yang baik dalam pasar kerja. Namun demikian, telah tersebar banyak publikasi negatif tentang Indonesia, sejumlah media pada beberapa tahun terakhir memberitakan banyak perusahaan keluar atau mengancam untuk keluar dari Indonesia karena negeri ini tidak lagi dilihat sebagai tempat yang baik untuk berbisnis.

Pemberitaan media ini menyebut kenaikan upah buruh, masalah perselisihan dan ketidak-pastian lingkungan hubungan industrial membuat para investor berpikir-pikir untuk berbisnis di Indonesia.8 Namun demikian, fakta dan apa yang dilihat sebagai fakta tidak harus selalu sama. Misalnya, secara keseluruhan, tidak ada bukti yang memperkuat kesan bahwa sengketa-sengketa perburuhan makin meningkat (data resmi menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1998-2002, jumlah pemogokan yang terjadi lebih sedikit dibandingkan periode 1993-19979). Demikian pula, tidak ada kepastian bahwa kenaikan upah minimum telah membuat Indonesia kurang mampu bersaing dengan negara-negara tetangganya. Namun demikian, adalah kenyataan bahwa upah minimum di Indonesia masih berada di bawah Filipina dan Thailand dan agak lebih tinggi dibandingkan Vietnam, dan bila dibandingkan dengan GNP per kapita —suatu indikator kasar untuk produktivitas— upah minimum yang ditetapkan Indonesia 8 Patrick Quinn, “Freedom of Association and Collective Bargaining: A Study of Indonesia Experience 1998-2003”, ILO Declaration Working Paper 2003.

9 Ibid

9

(13)

tampaknya tidak berbeda jauh dengan beberapa pesaingnya.10 Perlu diingat juga bahwa agak sulit membicarakan aturan tunggal upah minimum di Indonesia karena sebagai bagian dari proses desentralisasi, tanggung jawab menetapkan upah minimum telah diserahkan ke pemerintah propinsi dan kabupaten/kota. Ketimbang menyebut “masalah pasar kerja”, tampaknya yang lebih menjadi keprihatinan bagi kebanyakan perusahaan dan investor adalah ketidak-pastian, masalah keamanan dan korupsi.

Statistik resmi menunjukkan bahwa 27,3 juta orang Indonesia bekerja di sektor formal (dari 98 juta angkatan kerja) tetapi adalah salah bila mengatakan bahwa dialog sosial yang baik hanya menguntungkan sejumlah kecil dari mereka yang mempunyai hubungan kerja formal karena —di antara alasan-alasan lain— mereka yang mempunyai hubungan kerja formal cenderung mempunyai banyak tanggungan keluarga, yang berarti “multiplier effects (efek ganda)” yang signifikan dari semua kebijakan yang menyangkut pasar kerja formal. Sifat alami yang sulit digambarkan dari pasar kerja di negara-negara berpenghasilan rendah memiliki implikasi bahwa manfaat moneter yang diperoleh pekerja yang terorganisasi kemungkinan akan diteruskan kepada yang lainnya melalui, misalnya, kiriman uang ke daerah pedesaan, modal untuk kegiatan usaha mikro, pemberian subsidi dari anggota-anggota keluarga besar, investasi dalam modal sosial, dsb. Bila dampak yang lebih luas seperti ini diperhitungkan, dapat dikemukakan argumentasi bahwa suatu komponen yang seringkali tidak ada dalam strategi pengentasan kemiskinan adalah pengaturan pasar kerja. Sebenarnya, faktor utama yang membedakan antara negara-negara yang berhasil mengentaskan kemiskinan dan negara-negara yang tidak berhasil dalam hal ini adalah pengaturan (governance) pasar kerja. Dengan demikian, investasi dalam dialog sosial menjadi unsur utama dalam meningkatkan proses perubahan kelembagaan untuk meningkatkan kinerja pasar kerja dan dengan demikian menghasilkan pertumbuhan yang memihak pada kaum miskin.

10 World Bank Brief for Consultative Group on Indonesia:“Mainitaining Stability, Deepening Reforms”, Jan 2003.

(14)

Pandangan konvensional (The Conventional

Wisdom) yang mengatakan bahwa dialog sosial

(dan, bila diperluas, Standar Inti Perburuhan) cenderung menaikkan biaya tenaga kerja (lebih tinggi dari produktivitas) dan secara otomatis menurunkan daya saing, tidak dilandasi bukti-bukti. Dalam soal “Standar Utama Perburuhan, suatu studi yang baru-baru ini dilaksanakan menyimpulkan bahwa tidak ada bukti yang kuat yang mendukung pandangan konvensional bahwa investor asing lebih menghendaki negara-negara dengan standar perburuhan yang lebih rendah, dan bukti-bukti statistik malah menunjukkan kenyataan yang sebaliknya.11

Lebih dari itu, dikemukakan argumentasi bahwa PRSP Indonesia perlu menekankan pada pentingnya peningkatan investasi dan persaingan melalui hubungan industrial yang kuat karena dengan memperkuat dialog sosial dan tripartisme, Pemerintah akan:

• Membantu meningkatkan stabilitas sosial dan ekonomi (investor asing sangat mengutamakan kondisi yang dapat diprediksi dan stabil karena keduanya memperkecil risiko)

• Membuat pasar bekerja lebih baik dengan meningkatkan transparansi, arus informasi dan

check and balances kelembagaan

• Mengurangi pemborosan keterampilan dan kemampuan karena terjadinya gangguan, besarnya arus keluar masuk tenaga kerja (labour

turn-over) dan diskriminasi di tempat kerja

• Meningkatkan pembentukan modal manusia dengan mengeliminasi bentuk-bentuk tekanan pada pekerja (buruh anak, buruh kerja paksa, dan sebagainya.

Selain itu, bila hubungan industrial yang kuat membantu menghapus diskriminasi di tempat kerja, ini akan dapat menciptakan peluang-peluang baru untuk kelompok-kelompok yang terpinggirkan — termasuk perempuan dan penduduk asli— sehingga meningkatkan partisipasi pasar kerja secara keseluruhan.

11 David Kucera, “Effects of Labor Standards on Labor Costs and FDI Flows”, International Institute for Labour Studies.

(15)

Pemerintah Indonesia telah mengembangkan proses yang melibatkan dan mengikutsertakan banyak pihak untuk memperkuat pengembangan PRSP dan diharapkan hal itu akan berlanjut sampai tahap akhir penyusunan PRSP dan, setelah itu diwujudkan dalam pelaksanaan. Serikat-serikat pekerja, asosiasi pengusaha (APINDO) dan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) bersama Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi sama-sama mempunyai peranan penting.

Pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah langkah besar dalam memberlakukan undang-undang untuk memperkuat kebijakan hubungan industrial yang sehat dan telah meratifikasi semua standar peraturan perburuhan serta Konvensi 144 tentang Konsultasi Tripartit. Ada dasar yang kuat untuk mengintegrasikan dialog sosial ke dalam strategi pengentasan kemiskinan dan dengan demikian menggalakkan suatu lingkungan yang lebih baik untuk menarik investasi dan mempertajam persaingan di bidang ekonomi.

Dalam konteks PRSP, ILO mendesak Pemerintah untuk:

1. Memperkuat Dewan Tripartit Nasional dengan memastikan bahwa lembaga ini akan menjadi perwakilan para pihak yang terlibat (sesuai dengan rumusan yang disepakati pada akhir tahun 2002 di mana keterwakilan akan diperluas yang mencakup serikat pekerja di luar KSPI/FSPI) sekaligus bekerja secara reguler dengan mandat yang jelas. Komite-komite tripartit juga berfungsi di tingkat propinsi dan kabupaten dan sesuai dengan kebijakan desentralisasi Indonesia, penting artinya struktur tripartit di tingkat propinsi dan kabupaten.

2. Melaksanakan reformasi perburuhan yang sudah berjalan dan yang diusulkan, Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 memerlukan peraturan pelaksanaannya seperti Keputusan Presiden dan peraturan yang lain. Lebih banyak lagi pekerjaan yang diperlukan untuk mengembangkan infrastruktur untuk mediasi, konsiliasi dan arbitrasi sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Undang-undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. Pemantauan pelaksanaan dan dampak dari undang-undang

Rekomendasi

kebijakan

(16)

baru penting artinya untuk dapat menilai sampai sejauh mana dukungan atas perluasan standar perburuhan dan meningkatkan lingkungan hubungan industrial.

3. Memasukkan sejumlah indikator untuk mengukur berapa luas dan dalamnya partisipasi dalam soal penyusunan PRSP dan dalam pelaksanaannya. Semua ini perlu dipadukan ke dalam mekanisme/ metodologi yang ditentukan untuk memantau dan mengevaluasi seluruh proses pelaksanaan.

Referensi

Dokumen terkait

Manajemen untuk pengelolaan sampah di negara-negara maju diungkapkan oleh Tchobanoglous dalam Ananta (1989:7), Merupakan gabungan dari kegiatan pengontrolan jumlah

Belum adanya aplikasi Web berbasis SMS Gateway yang dapat membantu tata usaha untuk proses input data siswa dan membantu siswa peserta didik dalam menerima informasi yang

Multimedia merupakan media periklanan yang unik dan sangat kuat karena mengandung elemen penglihatan, video dan suara yang dapat dikombinasikan dengan strategi

Sedangkan organisasi proyek merupakan suatu sistem yang melibatkan banyak pihak yang bekerja sama dalam melaksanakan serangkaian kegiatan.Oleh karena itu unsur-unsur yang

Bank Negara Indonesia (BBNI) memproyeksikan target pertumbuhan kredit pada tahun 2016 akan mencapai di kisaran 15%-17% atau lebih tinggi dari proyeksi pertumbuhan industri yang

Pembangunan perumahan di Kecamatan Kasihan terus mengalami peningkatan sehingga dibutuhkan suatu perencanaan, terutama dari aspek lokasi karena berkaitan dengan masalah keruangan

Beberapa faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh peneliti yaitu faktor latihan fisik pada subjek penelitian seperti olahraga yang dapat meningkatkan atensi

bahwa dalam rangka pengelolaan hutan yang tepat dan sesuai dengan kondisi hutan tropika dengan keragaman tanaman hutan dan budaya masyarakat desa hutan dan