1) Staf pengajar dan peneliti Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura. E-mail: rudi.sugiono@gmail.com
OESMAN KETAPANG KALIMANTAN BARAT
Rudi S. Suyono1)Abstract
Kabupaten Ketapang has an airport that named the Rahadi Oesman Airport. This airport owning location situation which less profit for the development of service activities of air transportation in the future because its location residing in midst of Kabupaten Ketapang and also located reside in the nearby resident settlement. This condition generates the serious problem like noise resulted from aircraft sound whether in its takeoff or landing position that can endanger the resident near the airport location. Therefore it is required to be conducted a study to chosen the other; dissimilar location for the relocation of the airport. This study identify the criterion used in choosing the optimal airport location pursuant to technical aspect, aspect of operational and safety operate for the air transport environmental aspect and. In this study is selected three alternative locations that planned the new airport location, the locations are Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, and Desa Pesaguan. The survey conducted with the respondent amount as much 200 people. Analyze for the decision making of to use the method Process The Analytic Hierarchy (PHA), that is an model capable to coordinate entire problem of decision making to chosen one most optimal location. This assessment done by comparing a number of combinations from element exists in each hierarchy level. Assessment conducted by comparing component of pursuant to assessment scale. From result analyst obtained by pursuant to obtained technical criterion of most optimal alternative location is Desa Tempurukan with the percentage is equal to 35%, Desa Suka Bangun equal to 34% and Desa Pesagunan equal to 30%. Pursuant to criterion of operational and safety operate for the air transport obtained a most optimal alternative location is Desa Tempurukan with the percentage equal to 42%, Desa Suka Bangun equal to 38% and Desa Pesaguan equal to 20%. While pursuant to obtained environmental criterion of most optimal alternative location is Desa Tempurukan with the percentage equal to 58%, Desa Pesaguan equal to 25% and Desa Suka Bangun equal to 17%. So that the conclusion from the result got one most optimal new Ketapang Airport location is Desa Tempurukan.
Keywords: AHP, airport location, multi criterion analysis
1. PENDAHULUAN
Kabupaten Ketapang saat ini memiliki satu Bandar Udara yaitu Bandar Udara Rahadi Oesman yang terletak di Kota Ketapang. Kabupaten Ketapang merupa-kan kabupaten yang daerahnya mulai ber-kembang, ini dibuktikan bahwa pada saat
ini Kabupaten Ketapang telah dimekar-kan menjadi dua Kabupaten yaitu Kabu-paten Ketapang dan KabuKabu-paten Kayong Utara, sehingga keinginan setiap peme-rintahan daerah untuk memajukan dae-rahnya semakin besar. Seperti halnya kebutuhan masyarakat akan transportasi udara saat ini yang menyebabkan
sema-kin meningkatnya kebutuhan akan ang-kutan udara setiap tahunnya maka Bandar Udara Rahadi Oesman diharapkan harus mampu melayani penumpang yang datang maupun pergi di Kabupaten Ketapang, dan juga lebih dapat meningkatan kualitas, kuantitas dan kapasitas pesawat. Keunggulan menggunakan pesawat terbang adalah efisiensi waktu perjalanan yang dapat dilakukan dalam waktu singkat bila dibandingkan dengan transportasi darat, transportasi laut dan sungai. Untuk pelayanan jasa angkutan udara melalui Bandar Udara Rahadi Oesman yaitu dengan menggunakan pesawat Cassa dan ATR-42 dengan 3 kali penerbangan untuk rute penerbangan Pontianak – Ketapang memerlukan waktu tempuh penerbangan ± 55 menit sedangkan untuk rute penerbangan Ketapang – Pangkalan Bun – Semarang/Surabaya hanya memerlukan waktu tempuh penerbangan ± 40 menit (dari penerbangan Pangkalan Bun) dengan pesawat Cassa setiap hari kecuali hari minggu (1 kali penerbangan). Jika dibandingkan dengan menggunakan transportasi laut untuk rute Pontianak – Ketapang yang memerlukan waktu tempuh selama ± 6 jam dengan menggunakan kapal cepat (Exspress) setiap hari, dan untuk rute Semarang – Ketapang memerlukan waktu selama ± 24 jam dengan menggunakan kapal Pelni (KM. RORO) dua Minggu sekali. Dengan adanya kondisi seperti ini, tentunya efisien waktu lebih tinggi diberikan oleh transportasi udara melalui pesawat terbang dari pada melalui sarana transportasi laut.
Lokasi Bandara Rahadi Oesman Keta-pang memiliki letak lokasi yang kurang menguntungkan untuk pengembangan pelayanan jasa transportasi udara di masa yang akan datang. Hal ini dikarenakan lokasi Bandara Rahadi Oesman Ketapang berada di tengah-tengah kawasan kota Ketapang yang berada di dekat pemu-kiman penduduk, sehingga suara yang diakibatkan dari bunyi pesawat dapat menimbulkan kebisingan bagi penduduk, karena letaknya dekat dengan permu-kiman penduduk maka bila terjadi kesalahan pada saat take off maupun landing dapat membahayakan penduduk yang berada di sekitar bandara ini. Oleh karena itu, perlu dilakukannya pemindah-an lokasi Bpemindah-andar Udara Rahadi Oesmpemindah-an ke daerah yang lebih memungkinkan Bandara untuk dikembangkan lagi, sehingga Bandar Udara yang baru mampu meningkatkan pelayanan transportasi udara serta mampu melayani kebutuhan akan angkutan udara di Kabupaten Ketapang dan sekitarnya. Maksud pelaksanaan studi ini adalah melakukan kajian alternatif lokasi terpilih sebagai Bandar Udara di Kabupaten Ketapang. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah :
1 Mengidentifikasi kriteria-kriteria yang dapat dipakai dalam memilih lokasi bandar udara yang optimal berdasarkan aspek teknis, aspek operasional dan keselamatan operasi penerbangan dan aspek lingkungan. 2 Untuk mendapatkan lokasi bandar
(Rudi S. Suyono) sehingga bandar udara dapat
digunakan secara optimal.
Lokasi studi adalah tiga alternatif lokasi rencana pembangunan bandar udara baru di Kabupaten Ketapang, lokasi-lokasi tersebut adalah Desa Tempurukan, Desa Suka Bangun, dan Desa Pesaguan Kabupaten Ketapang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Hirarki Analitik (PHA) Proses Hirarki Analitik adalah suatu model yang luwes yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Kelebihan PHA ini adalah kemampuan-nya jika dihadapkan pada situasi yang kompleks atau berkerangka di mana data informasi statistik dari masalah yang dihadapi sedikit. Data yang ada hanya bersifat kualitatif yang didasarkan pada persepsi, pengalaman atau intuisi. Jadi, masalah tersebut dapat dirasakan dan diamati namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk dimodelkan secara kuantitatif.
Ada tiga prinsip dasar dalam Proses Hirarki Analitik, yaitu :
a. Menyusun hirarki ialah memecah persoalan menjadi unsur yang terpisah-pisah.
b. Penetapan Prioritas ialah menentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
c. Konsistensi Logis ialah menjamin bahwa semua elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsistensi sesuai dengan suatu kriteria yang logis.
2.2 Perbandingan Berpasangan Tahap terpenting dari Proses Hirarki Analitik adalah penilaian Perbandingan Pasangan. Penilaian ini dilakukan dengan membandingkan sejumlah kombinasi dari elemen yang ada pada setiap tingkat hirarki. Penialian dilakukan dengan membandingkan komponen-komponen berdasarkan skala penilaian (Saaty, 1993) seperti pada Tabel 1.
Untuk perbandingan ini, matrik merupakan bentuk yang disukai sebab disamping sederhana dan biasa dipakai, juga memberikan kerangka untuk pengujian konsistensi dan memberikan jalan untuk membuat segala perbandingan yang mungkin. Contoh bentuk matriks untuk perbandingan berpasangan terlihat pada Tabel 2. Dalam contoh diatas C adalah kriteria yang akan digunakan sebagai dasar perbandingan A1, A2, …, An adalah
elemen-elemen pada satu tingkat tepat dibawah C. Dalam matrik ini elemen A1 pada kolom paling kiri dibandingkan dengan elemen A1, A2, …, Pn pada baris
paling atas Selanjutnya hal yang sama dilakukan terhadap A2, dan seterusnya.
Untuk membandingkan elemen-elemen ini diajukan pertanyaan: seberapa kuat
elemen atau aktivitas memiliki,
mendominasi, mempengaruhi, memenuhi atau menguntungkan sifat tersebut dibandingkan. Untuk mengisi matrik banding berpasangan, digunakan bilangan untuk menggambarkan relative pentingnya suatu elemen atas elemen lainnya, berkenaan dengan suatu sifat atau kriteria.
2.3 Konsistensi
Dalam persoalan pengambilan keputusan penting untuk mengetahui betapa baiknya konsistensi pengambil keputusan. Semakin banyak faktor yang harus
Tabel 1. Perbandingan berpasangan antarvariabel Tingkat
kepentingan Definisi variabel Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Kedua elemen memberikan pengaruh yang sama pentingnya
3
Elemen yang satu sedikit lebih penting dibanding dengan elemen lainnya
Pengalaman dan pertimbangan sedikit memihak elemen satu dibanding yang lainnya
5
Elemen yang satu lebih esensial atau sangat penting dari elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian dengan kuat memihak elemen satu dibanding yang lainnya
7
Elemen yang satu lebih jelas penting dibandingkan elemen yang lainnya
Elemen yang satu dengan kuat disukai dan didominasinya tampak nyata dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting dibanding elemen yang lainnya
Bukti yang memihak elemen yang satu atas yang lain berada pada tingkat persetujuan tertinggi yang mungkin 2,4,6,8 Nilai-nilai tengah antara dua
penilaian yang berdekatan
Diperlukan kompromi antara dua pertimbangan
Kebalikan dari nilai
diatas
Jika untuk nilai aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i.
Tabel 2. Contoh matriks perbandingan berpasangan C A1 A2 … An A1 1 A2 1 … 1 An 1
(Rudi S. Suyono) dipertimbangkan, semakin sukar untuk
mempertahankan konsistensi, ditambah lagi adanya intuisi dan faktor-faktor lain yang membuat orang mungkin menyimpang dari kekonsistensian. Meskipun demikian sampai kadar tertentu perlu diperoleh hasil-hasil yang valid dalam dunia nyata. Saaty mengaju-kan indeks konsistensi untuk mengukur seberapa besar konsistensi pengambil keputusan dalam membandingkan elemen-elemen dalam matrik penilaian. Selanjutnya indeks konsisten ditransfer sesuai dengan orde atau ukuran matrik menjadi suatu rasio konsistensi. Rasio konsistensi harus ≤ 10%, jika tidak pertimbangan yang telah dibuat mungkin akan acak dan perlu diperbaiki.
2.3.1 Formula Matematis
Misalnya matrik banding berpasangan Proses Hirarki Analitik dengan n baris dan n kolom adalah :
n n nai
an
ai
ai
...
...
1dengan aij = 1/aij dan semua aij > 0.
Kemudian Pi adalah prioritas untuk
faktor ke-i. Jumlah tiap kolom matriks dan kalikan tiap jumlah dengan Pi yang
bersesuaian. Jumlahkan n perkalian ini dan nyatakan hasilnya dengan
maks.Rumus selengkapnya adalah :
n i n n n i n i maksP
ai
P
ai
P
ai
1 1 2 2 1 1 1...
(1)Jika matrik konsisten maka λmaks = n.
Indeks konsistensi (Consistenscy Indeks, CI) adalah
1
n
n
CI
maks (2)Dari rumus ini berarti harus diperoleh
λmaks ≥ n untuk matriks banding
berpasangan. Selanjutnya, CI
dibandingkan dengan indeks konsistensi random (Random Index, RI) yang bersesuaian dengan Tabel 3.
Random Indeks (RI) merupakan indeks konsistensi matrik random dengan skala penilaian 1 sampai 9 bersama entri-entri kebalikannya. Perlu diperhatikan bahwa matrik berorde 1 dan 2 adalah konistensi sehingga rumus CI (RI) tidak berlaku.
Tabel 3. Indeks random untuk orde matriks
Ukuran matriks Random indeks
1 0 2 0 3 0,58 4 0,9 5 1,12 6 1,24 7 1,32 8 1,41 9 1,45 10 1,49 11 1,51 12 1,54
Perbandingan antara CI dan RI untuk suatu matriks didefinisikan sebagai Rasio Konsistensi (CR).
CR = CI / RI (3)
Menurut Saaty hasil penilaian yang diterima matrik yang mempunyai perbandingan konsistensi ≤ 0,10 maka hasil penilaian dapat diterima atau dipertanggungjawabkan. Jika tidak maka pengambilan keputusan harus meninjau ulang masalah dan merevisi matriks banding berpasangan.
2.3.2 Pengujian Konsistensi Hirarki Setelah dilakukan perhitungan untuk matriks, selanjutnya perlu diuji apakah yang telah dibuat konsistensi. Total CI
dari suatu hirarki diperoleh dengan jalan melakukan pembobotan tiap CI dengan prioritas elemen yang berkaitan dengan faktor-faktor yang sedang dibandingkan, dan kemudian menjumlahkan seluruh hasilnya. Dasar untuk menguji konsistensi dari suatu level hirarki adalah mengetahui hasil konsistensi indeks dan vektor eigen dari suatu matriks banding berpasangan pada tingkat hirarki tertentu. Rumus lengkapnya adalah sebagai berikut :
CH = CI1 + (EV1) (CI2) (4)
CH
= RI1 + (EV1) (RI2) (5)CRH = CH /
CH
(6)di mana
CRH: rasio konsistensi hirarki
CH : konsistensi hirarki terhadap indeks konsistensi dari matrik banding berpasangan
CH
: konsistensi hirarki terhadap indeksGambar 1. Diagram alir analisis data
Mulai
Model Keputusan
Penilaian Elemen Model
Data Matriks Berbanding Berpasangan
Perhitungan Bobot Parsial
Pengujian Konsistensi Penilaian 0,1 Sintesis Model Pengujian Konsistensi Hirarki 0,1 Selesai Ya Ya Ti d ak Ti d ak
(Rudi S. Suyono) random dari matrik banding
berpasangan
CI1 : indeks konsistensi dari matrik
banding berpsangan dari hirarki level kedua, dalam bentuk vektor kolom
CI2 : indeks konsistensi dari matrik
banding berpasangan dari hirarki level kedua, dalam bentuk vektor kolom
EV1 : vektor eigen dari matrik banding
berpasangan dari hirarki level
RI1 : indeks random dari orde matrik
banding berpasangan pada level 1
RI2 : indeks random dari orde matrik
banding berpasangan pada level 2 dalam bentuk vektor kolom.
3. METODOLOGI
3.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini pada dasarnya merupakan perpaduan dua dasar, yaitu survey kuisioner (questionaire survey) dan survey wawancara (interview survey). Dimana lembar kuisioner langsung dibawa oleh tenaga survey (surveyor) kepada setiap responden sehingga diharapkan dapat lebih memperjelas maksud yang dikandung dalam kuisioner tersebut, selain itu surveyor juga bertindak sebagai pewawancara.
Pelaksanaan survey di Kota Ketapang dilakukan wawancara pada masyarakat setempat dan juga pada instansi terkait yaitu pada Kantor Bappeda Ketapang, Dinas Perhubungan Ketapang dan Departemen Perhubungan Bandar Udara Rahadi Oesman. Para responden yang
menjadi target wawancara dalam pelaksanaan survey ini terdiri dari berbagai golongan masyarakat yaitu pelajar, mahasiswa, pegawai negeri maupun pegawai swasta, pedagang dan masyarakat umum. Hal ini didasarkan bahwa jika nantinya dibangun Bandar Udara Ketapang para responden maupun masyarakat Kabupaten Ketapang sendiri adalah sebagai pengguna bandar udara tersebut.
3.2 Jumlah Sampel
Jumlah sampel yang diperlukan untuk penelitian ditentukan oleh tiga hal, yaitu pertama seberapa besar tingkat kepercayaan terhadap hasil yang akan diperoleh (confidence level), kedua nilai standar deviasi yang diperoleh melalui penaksiran rataan sampel, dan ketiga dipengaruhi oleh beberapa penyimpangan (galat) yang diperkenankan, yaitu kesalahan atau perbedaan antara rataan yang diperoleh dari sampel dan rataan sesungguhnya (populasi). Menurut (Wapole, 1974), besarnya jumlah sampel minimum dapat diperoleh dari persamaan: 2
x
zs
n
di mana n : jumlah sampelz : standar kesalahan yang dapat diterima (Acceptable Standard Error)
s : standar devisiasi (deviation standard)
x - : Acceptable Sampling Error = 0,05 nilai rata-rata sampel.
Untuk mengetahui jumlah sampel minimum ini telah dilakukan survey pendahuluan (pilot survey) dengan jumlah sampel minimal sebanyak 30 buah sampel (responden). Rekapitulasi hasil survey pendahuluan untuk mencari jumlah sampel minimum terlihat pada Tabel 4.
Selanjutnya perhitungan jumlah sampel minimum adalah sebagai berikut:
Xrata-rata =
Fi
Xi
Fi
.
= 30 000 . 500 . 36 = 1.216.666,667s =
((
)
)
1
1
2 i rata rata iX
F
X
n
=
(
4
.
685
.
416
.
666
.
666
,
670
)
1
30
1
= 401.952,848Standar kesalahan yang dapat diterima (acceptable standard error) atau ‘z’
dapat ditentukan dengan asumsi tingkat kepercayaan (level of convidence) sebesar 95% sehingga dengan mengguna-kan tabel diperoleh nilai z = 1,96. Standar kesalahan yang dapat diterima : (x – ) = 0,05 rata-rata
= 0,05 1.216.666,667 = 60.833,333.
Sehingga didapat jumlah sampel minimum:
n
=
2
x
zs
=
260.833,333
8
401.952,84
x
1,96
= 167,72.Berdasarkan perhitungan diatas diperoleh jumlah sampel minimum sebanyak 168 responden oleh karena itu dalam studi ini akan menggunakan sampel sebanyak 200 responden.
Tabel 4. Rekapitulasi pendapatan per bulan responden hasil survey pendahuluan Pendapatan per bulan Xi Fi Fi Xi (Xi – Xrata-rata)2 (Xi – X)2 Fi
< 500.000 375.000 2 750.000 708.402.777.777,778 1.416.805.555.555,560 500.000 – 750.000 625.000 3 1.875.000 350.069.444.444,445 1.050.208.333.333,330 750.000 – 1.000.000 875.000 3 2.625.000 116.736.111.111,111 350.208.333.333,333 1.000.000 – 1.250.000 1.125.000 6 6.750.000 8.402.777.777,778 50.416.666.666,667 1.250.000 – 1.500.000 1.375.000 6 8.250.000 25.069.444.444,444 150.416.666.666,667 > 1.500.000 1.625.000 10 16.250.000 166.736.111.111,111 1.667.361.111.111,110 Jumlah 30 36.500.000 1.375.416.666.666,670 4.685.416.666.666,670
(Rudi S. Suyono) 3.3 Variabel Kriteria dan Sub
Kriteria dalam PHA
Variabel yang digunakan dalam penyusunan kuesioner pemilihan lokasi bandara terbaik dengan metode PHA ini menggunakan tiga kriteria yaitu kriteria teknis, kriteria operasional dan kesela-matan operasi penerbangan dan kriteria lingkungan. Masing-masing kriteria ini memiliki beberapa subkriteria. Kriteria teknis memiliki subkriteria (a) kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan geologi, (b) jarak bandar udara dengan pusat kota, (c) Aksesibilitas dari dan ke bandar udara, (d) tersedianya infrastruk-tur penunjang ke bandar udara, (e) ketersediaan lahan untuk pengembangan bandar udara, (f) kesesuaian dengan RTRW. Kriteria operasional dan kesela-matan operasi penerbangan memiliki subkriteria (a) jarak dengan bandara ter-dekat, (b) kawasan keselamatan operasi penerbangan, (c) kondisi meteorologi. Kriteria lingkungan memiliki subkriteria (a) kondisi tingkat perubahan alam yang akan terjadi, (b) kawasan perairan di se-kitar bandar udara, (c) kawasan pariwisata di sekitar lokasi bandar udara, (d) dam-pak terhadap penduduk sekitar lokasi.
4. PAPARAN DATA HASIL SURVEY
4.1 Rekapitulasi Karakteristik Responden
Dari rekapitulasi hasil survey terhadap responden berdasarkan jenis pekerjaan diperoleh hasil persentase terbesar adalah
pegawai negeri sipil dan urutan kedua adalah swasta. Tabel 5 adalah hasil lengkap rekapitulasi responden berdasar-kan jenis perkerjaan.
Rekapitulasi hasil survey terhadap responden berdasarkan tingkat pendapatan diperoleh hasil persentase terbesar adalah responden yang memiliki pendapatan lebih besar dari Rp. 1.500.000,-. Tabel 6 adalah hasil lengkap rekapitulasi responden berdasarkan tingkat pendapatan.
Tabel 5. Rekapitulasi responden berdasarkan jenis pekerjaan
Jenis Pekerjaan Jumlah (Orang) Presentase (%) PNS 106 53 Swasta 56 28 ABRI 4 2 Pelajar/ mahasiswa 6 3 Pedagang 18 9 Lain-lain 10 5 Jumlah 200 100
Tabel 6. Rekapitulasi responden berda-sarkan tingkat pendapatan
Penghasilan/ bulan Jumlah (Orang) Presen-tase (%) < Rp. 500.000 16 8 < Rp 500.000 – Rp 750.000 4 2 < Rp750.000–Rp1.000.000 14 7 < Rp1.000.000–Rp1.250.000 14 7 < Rp1.250.000–Rp1.500.000 18 9 < Rp 1.500.000 134 67 Jumlah 200 100
Berdasarkan hasil survey terhadap letak lokasi badara baru, Desa Tempurukan memperoleh persentase terbesar diikuti oleh Desa Sukabangun dan Desa Pesaguan. Hasil lengkap rekapitulasi responden terhadap lokasi bandara baru dapat dilihat pada Tabel 7.
4.2 Alternatif Lokasi Bandara Baru Adapun alternatif lokasi bandara baru adalah Kecamatan Muara Pawan Desa Tempurukan, Kecamatan Delta Pawan Desa Suka Bangun, dan Kecamatan Matan Hilir Selatan Desa Pesaguan. Alternatif-alternatif lokasi ini diperoleh dengan memperhatikan aspek teknis, aspek operasional dan keselamatan operasi penerbangan, aspek lingkungan dan dengan mempertimbangkan bahwa kecamatan-kecamatan tersebut merupa-kan daerah yang berdekatan dan memiliki aksesibilitas yang baik dengan Kota Ketapang. Adapun lokasi ketiga alternatif tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. 4.2.1 Lokasi Alternatif I
Lokasi alternatif I (Gambar 3) ini adalah Kecamatan Muara Pawan Desa Tempurukan. Dipilihnya Kecamatan
Muara Pawan sebagai salah satu alternatif lokasi pengembangan bandar udara di Kabupaten Ketapang antara lain dikarenakan:
1. Kecamatan Muara Pawan merupakan daerah yang dekat dengan pusat kota sehingga memiliki akses yang cukup baik dari dan ke Kota Ketapang. 2. Kecamatan Muara Pawan sangat
strategis karena memiliki akses yang menghubungkan kabupaten lainnya yaitu Kabupaten Kayong Utara. 3. Ditinjau dari ketersediaan lahan untuk
pengembangan bandar udara, daerah
Tabel 7. Rekapitulasi responden terhadap lokasi bandara baru
Letak Lokasi Bandara Jumlah (Orang) Presentase (%)
Kecamatan Muara Pawan (Desa Tempurukan) 134 67
Kecamatan Delta Pawan (Desa Suka Bangun) 46 23
Kecamatan Matan Hilir Selatan (Desa Pesaguan) 20 10
Jumlah 200 100
Gambar 2. Alternatif lokasi bandar udara baru
(Rudi S. Suyono)
Muara Pawan memungkinkan untuk berkembang, dimana lokasi bandar udara tersebut tidak berdekatan dengan pemukiman penduduk sehingga terjadinya pengembangan bandar udara tidak mengganggu pemukiman penduduk.
4. Kondisi struktur tanah tergolong baik dan layak untuk digunakan sebagai lokasi bandar udara.
5. Aksesibilitas jalan akses untuk keluar masuk ke daerah tersebut juga tersedia.
6. Ketebalan kabut didaerah ini tergolong rendah sehingga sangat logis untuk pembangunan suatu bandar udara di Ketapang.
Kecamatan Muara Pawan memiliki luas daerah 61.060 Ha atau sekitar 1,93% dari luas Kabupaten Ketapang sehingga sangat memungkinkan adanya lahan pembangunan serta lahan pengembangan bandar udara. Kecamatan Muara Pawan terletak ± 25 Km dari kota Ketapang. Jalan utama ruas Ketapang – Muara
Pawan berupa jalan Kabupaten dengan fungsi arteri primer dan memiliki kondisi jalan sedang sampai baik dengan perkerasan aspal. Kondisi topografi pada Kecamatan Muara Pawan adalah relatif datar sampai berbukit-bukit. Luas wilayah datar sebesar 49.850 Ha sedangkan luas wilayah berbukitnya hanya sebesar 2.800 Ha. Struktur tanah Kecamatan Muara Pawan mempunyai daya dukung tanah dasar (nilai CBR) lapangan rata-rata adalah 3,45% sehingga dapat dikatakan kondisi struktur tanah adalah tanah keras dan layak untuk dibangun bandar udara.
4.2.2 Lokasi Alternatif II
Lokasi alternatif II (Gambar 4) ini berada pada wilayah Kecamatan Delta Pawan Desa Suka Bangun. Secara fungsional, identifikasi alternatif lokasi bandara nantinya tidak saja akan memberikan dampak terhadap wilayah desa tersebut tetapi juga akan mempengaruhi sistem pergerakan kota secara umum. Kecamat-an Delta PawKecamat-an memiliki struktur tKecamat-anah
yang baik dan cukup layak untuk dipilih sebagai salah satu alternatif lokasi bandar udara di Ketapang. Disamping itu aksesi-bilitas keluar masuk daerah ini juga terse-dia berikut infrastrukturnya. Kendala yang ada di Kecamatan Delta Pawan yaitu daerah pemukiman yang cukup besar, karena dilihat dari kawasan keselamatan operasi penerbangan daerah pemukiman merupakan termasuk obstacle.
Kecamatan Delta Pawan dengan luas daerah 7.400 Ha atau persentasenya terhadap Luas Kabupaten Ketapang sebesar 0,23%. Kecamatan Delta Pawan sendiri terletak ± 7,1 Km dari Kota Ketapang. Kondisi topografi pada Keca-matan Delta Pawan yaitu mempunyai struktur tanah dengan nilai CBR lapangan rata-rata adalah 7,76%. Hal ini berarti struktur tanah di Kecamatan Delta Pawan termasuk tanah keras.
4.2.3 Lokasi Alternatif III
Lokasi alternatif III (Gambar 5) berada pada Kecamatan Matan Hilir Selatan
Desa Pesaguan. Dengan melihat pola aliran barang dari atau menuju Kecamatan Matan Hilir Selatan, dapat dipahami bahwa pengembangan kegiatan ekonomi tidak terlepas dari adanya keterkaitan dengan potensi dan kepentingan pengembangan wilayah yang lebih luas termasuk pedesaan sekitar kota, oleh karena itu kemajuan dan perkembangan daerah ini perlu ditingkatkan. Salah satu cara untuk menunjang kemajuan perkembangan daerah adalah adanya sarana transportasi seperti dibangunnya bandar udara. Bila ditinjau dari ketersediaan lahan, lokasi ini memungkinkan untuk berkembang karena memiliki lahan yang relatif luas untuk dibangunnya sebagai suatu bandar udara. Dari segi struktur tanah, kondisi tanahnya baik dan layak untuk dibangun suatu bandar udara.
Kecamatan Matan Hilir Selatan dengan luas daerah 1.813 km2 atau sebesar 5,74% dari keseluruhan luas Kabupaten Ketapang dan terletak ± 30 km dari kota Ketapang. Kecamatan Matan Hilir
(Rudi S. Suyono)
Selatan mempunyai nilai CBR lapangan rata-rata adalah 9,05%, yang berarti kondisi struktur tanah merupakan tanah keras.
5. ANALISIS DATA
Analisis metode PHA dilakukan terhadap hasil jawaban responden dari kuesioner yang telah diberikan, pembahasan terha-dap hasil analisis terha-dapat dilihat berikut ini. 5.1 Analisis Bobot terhadap
Subkriteria
Hasil analisa bobot untuk untuk masing-masing sub kriteria pada kriteria Teknis, kriteria Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan dan kriteria Ling-kungan dengan metode Proses Hirarki Analitik (PHA) dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria teknis, untuk kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan geologi mendapat
persentase yang paling besar yaitu sebesar 41%. Untuk jarak bandar udara dengan pusat kota yaitu sebesar 18%. Untuk aksesibilitas dari dan ke bandar udara persentasenya sebesar 21%. Kemudian tersedianya infrastruktur penunjang bandar udara persentasenya sebesar 7%. Serta ketersedian lahan untuk pengembangan bandar udara memiliki persentase sebesar 10%. Sedangkan untuk kesesuaian dengan RTRW persentasenya sebesar 4%. Hal ini berarti kondisi topografi, struktur tanah, hidrologi dan geologi merupakan aspek yang paling penting dalam pemilihan lokasi bandar udara karena kriteria ini sangat berpengaruh dalam pembangunan kontruksi bandar udara serta keselamatan penerbangan.
Berdasarkan hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan, didapat jarak dengan bandara terdekat hanya berpersentase 10%. Kemudian kawasan keselamatan operasi
an memiliki persentase terbesar yaitu 51%, sedangkan kondisi meteorologi mendapat persentase sebesar 39%. Dengan demikian kriteria kawasan keselamatan operasi penerbangan merupakan aspek terpenting, hal ini dikarenakan kriteria ini sangat menyangkut tentang keamanan maupun kelancaran operasi penerbangan pada bandar udara.
Hasil perhitungan dengan metode PHA untuk kriteria lingkungan adalah untuk tingkat perubahan alam yang terjadi persentasenya sebesar 26%, untuk kondisi perairan di sekitar kawasan bandar udara berpersentase sebesar 12%. Kriteria yang lainnya yaitu kawasan pariwisata di sekitar lokasi bandar udara memiliki persentase sebesar 7%. Sedangkan
persentase terbesar didapat pada dampak terhadap penduduk sekitar lokasi bandara yaitu sebesar 56%. Dengan demikian dalam pemilihan lokasi bandar udara sangat penting untuk memperhatikan kriteria ini, karena suatu lokasi bandar udara harus mempunyai dampak yang sangat kecil atau bahkan tidak mempunyai dampak terhadap penduduk sekitarnya terutama dampak negatif. Dampak yang sering terjadi adalah kebisingan serta polusi lingkungan. 5.2 Analisis Bobot terhadap
Alternatif Lokasi
Hasil analisis bobot untuk masing-masing alternatif lokasi bandara terhadap subkri-teria dapat dijelaskan pada Tabel 9-11.
Tabel 8. Hasil analisis bobot untuk setiap kriteria
No Kriteria Subkriteria Bobot
1 Teknis
Kondisi Topografi, Struktur Tanah, Hidrologi dan Geologi 0,41 Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota 0,18 Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara 0,21 Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke Bandar Udara 0,07 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Bandar Udara 0,10
Kesesuaian dengan RTRW 0,04 2 Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan
Jarak dengan Bandara Terdekat 0,10
Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan 0,51
Kondisi Meteorologi 0,39
3 Lingkungan
Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Terjadi 0,26 Kondisi Perairan di Sekitar Kawasan Bandar Udara 0,12 Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar Udara 0,07 Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi 0,56
(Rudi S. Suyono)
5.3 Nilai Pembobotan Masing-Masing Alternatif Lokasi Bandar Udara
Untuk mendapatkan lokasi optimal bandar udara dari ketiga alternatif lokasi bandar udara, maka perlu dicari persentase rata-rata dari ketiga alternatif lokasi tersebut dengan cara menjumlahkan bobot setiap kriteria pada masing-masing alternatif lokasi kemudian dirata-ratakan.
Sebagai contoh perhitungan untuk subkriteria teknis lokasi Tempurukan adalah sebagai berikut:
1. Kondisi Topografi, struktur tanah, hidologi dan geologi = 0,09.
2. Jarak bandar udara dengan pusat kota = 0,39.
3. Aksesibilitas dari dan ke bandar udara = 0,44.
4. Tersedianya infrastruktur penunjang ke bandar udara = 0,26.
Tabel 9. Hasil analisis bobot pada subkriteria teknis
No Subkriteria Alternatif lokasi Bobot
1 Kondisi Topografi, Struktur Tanah, Hidrologi dan Geologi
Tempurukan 0,09
Suka Bangun 0,24
Pesaguan 0,67
2 Jarak Bandar Udara dengan Pusat Kota
Tempurukan 0,39
Suka Bangun 0,51
Pesaguan 0,10
3 Aksesibilitas dari dan ke Bandar Udara
Tempurukan 0,44
Suka Bangun 0,49
Pesaguan 0,08
4 Tersedianya Infrastruktur Penunjang ke Bandar Udara
Tempurukan 0,26
Suka Bangun 0,63
Pesaguan 0,11
5 Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Bandar Udara
Tempurukan 0,48 Suka Bangun 0,11 Pesaguan 0,41 6 Kesesuaian dengan RTRW Tempurukan 0,47 Suka Bangun 0,07 Pesaguan 0,47
5. Ketersediaan lahan untuk pengem-bangan bandar udara = 0,48.
6. Kesesuaian dengan RTRW = 0,47 Jumlah = 0,09+0,39+0,44+0,26+0,48+0,47 = 2,13. Rata-rata = 2,13 / 6 = 0,35. Persentase = 0,35 100% = 35%.
Tabel 10. Hasil analisis bobot pada subkriteria operasional dan keselamatan operasi penerbangan
No Subkriteria Alternatif Lokasi Bobot
1 Jarak dengan Bandara Terdekat
Tempurukan 0,27
Suka Bangun 0,67
Pesaguan 0,06
2 Kawasan Keselamatan Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,49 Suka Bangun 0,08 Pesaguan 0,44 3 Kondisi Meteorologi Tempurukan 0,51 Suka Bangun 0,39 Pesaguan 0,10
Tabel 11. Hasil analisis bobot pada subkriteria lingkungan
No Sub Kriteria Alternatif Lokasi Bobot
1 Kondisi Tingkat Perubahan Alam yang Akan Terjadi
Tempurukan 0,66
Suka Bangun 0,19
Pesaguan 0,16
2 Kawasan Perairan di Sekitar Bandar Udara
Tempurukan 0,33
Suka Bangun 0,33
Pesaguan 0,33
3 Kawasan Pariwisata di Sekitar Lokasi Bandar Udara
Tempurukan 0,67
Suka Bangun 0,09
Pesaguan 0,24
4 Dampak Terhadap Penduduk Sekitar Lokasi
Tempurukan 0,64
Suka Bangun 0,07
(Rudi S. Suyono)
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Berdasarkan hasil análisis pada tabel tersebut diperoleh bahwa alternatif lokasi Desa Tempurukan memiliki bobot tertinggi untuk setiap kriteria análisis yaitu dengan bobot 0,35 untuk kriteria teknis, 0,42 untuk kriteria operasional dan KKOP serta 0,58 untuk kriteria lingkungan.
6. SIMPULAN
Dari hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh simpulan, bahwa:
a) Berdasarkan Kriteria Teknis diperoleh alternatif lokasi yang paling optimal adalah Desa Tempurkan dengan per-sentase sebesar 35%. Kemudian Desa Suka Bangun mendapat persentase sebesar 34% dan Desa Pesaguan persentasenya sebesar 30%.
b) Berdasarkan Kriteria Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan
diperoleh alternatif lokasi yang paling optimal adalah Desa Tempurukan de-ngan persentase sebesar 42%. Kemu-dian Desa Suka Bangun mendapat persentase sebesar 38% dan Desa Pe-saguan persentasenya sebesar 20%. c) Berdasarkan Kriteria
Lingkungandi-peroleh alternatif lokasi yang paling optimal adalah Desa Tempurukan de-ngan persentase sebesar 58%. Kemu-dian Desa Pesaguan mendapat per-sentase sebesar 25% dan Desa Suka Bangun persentasenya sebesar 17%. d) Berdasarkan nilai pembobotan dari
ketiga kriteria yang digunakan seba-gai variabel dalam metode PHA untuk menentukan lokasi bandara terbaik diperoleh bahwa lokasi Desa Tempu-rukan memiliki bobot/persentase pemilihan yang tertinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi Desa Tempurukan merupakan lokasi terbaik dari ketiga alternatif lokasi bandara baru yang dianalisa dalam studi ini.
Tabel 12. Rekapitulasi pembobotan maing-masing alternatif lokasi bandar udara
No Kriteria Alternatif lokasi Bobot
1 Teknis
Tempurukan 0,35
Suka Bangun 0,34
Pesaguan 0,30
2 Operasional dan Keselamatan Operasi Penerbangan
Tempurukan 0,42 Suka Bangun 0,38 Pesaguan 0,20 3 Lingkungan Tempurukan 0,58 Suka Bangun 0,17 Pesaguan 0,25
Daftar Pustaka
Badan Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan Daerah. 2005.
Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kabupaten Ketapang
Tahun 2006-2016. Pemerintah
Kabupaten Ketapang.
Ben-Akiva, M. & Steven L. R. 1985.
Discrete Choice Analysis : Theory
and Application To Travel
Demand. Cambridge, MA: MIT
Press.
Saaty, Thomas L. 1993. Proses Hirarki
Analitik Untuk Pengambilan
Keputusan Dalam Situasi Yang Kompleks. PT. Pustaka Binaman Pressindo.
Saaty, Thomas L. 1994. Fundamentals Of Decision Making and Priority
Theory With The Analytic
Hierarchy Process. Pittsburgh, USA.