• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA, KEPRIBADIAN, DAN KINERJA MANAJER BANK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA, KEPRIBADIAN, DAN KINERJA MANAJER BANK"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Penelitian

ANALISIS HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA, KEPRIBADIAN,

DAN KINERJA MANAJER BANK

Oleh: Bambang Th. Teddy, SKM, M.Kes

Pendahuluan

Sebagaimana kita ketahui, kondisi perbankan kita dewasa ini mengalami permasalahan yang cukup berat akibat dari adanya krisis moneter dan krisis ekonomi yang berkepanjangan. Adanya permasalahan perbankan yang cukup berat tersebut telah membawa dampak terhadap dilikuidasinya beberapa puluh bank, direstrukturisasi dan digabungkannya sejumlah bank, serta diambil alihnya beberapa bank oleh pemerintah.

Pengambilalihan, restrukturisasi, dan penggabungan sejumlah bank yang diikuti dengan pemutusan hubungan kerja atau pengurangan sejumlah karyawan bank telah menambah kompleksitas permasalahan perbankan dewasa ini, sehingga diperkirakan akan meningkatkan beban kerja maupun permasalahan-permasalahan organisasi lainnya. Dampak permasalahan perbankan tersebut akan mempengaruhi kondisi psikologis para karyawan terutama pada pimpinannya, yang pada akhirnya akan dapat menimbulkan stres kerja bagi para pimpinan bank yang bersangkutan.

Stres kerja, oleh para ahli perilaku organisasi, telah dinyatakan sebagai agen penyebab dari berbagai masalah fisik, mental, bahkan output organisasi. Stres kerja tidak hanya berpengaruh terhadap individu, tetapi juga terhadap biaya organisasi dan industri. Banyak studi yang menghubungkan stres kerja dengan berbagai hal, misalnya stres kerja dihubungkan dengan kepuasan kerja, kesehatan mental, ketegangan, ketidak

hadiran, dan sering juga dihubungkan dengan kinerja.

Hubungan antara stres kerja dengan beberapa hal di atas (kecuali kinerja) relatif lebih jelas. Sebagai contoh, tingginya level stres kerja dipersepsikan berhubungan secara negatif dengan kepuasan kerja. Tingginya level stres kerja juga dipersepsikan berhubungan secara negatif dengan kesehatan mental, namun bagaimana hubungan tingkat stres kerja dengan kinerja masih mengandung persoalan, menurut Miner (1988), masih merupakan isu yang diperdebatkan.

Suatu hipotesis bentuk U terbalik telah lama diterima sebagai penjelasan mengenai hubungan antara stres kerja-kinerja. Namun demikian, beberapa studi terakhir tidak mendukung hipotesis tersebut. Miner (1988), telah berulang-ulang menemukan kinerja cenderung menurun dengan meningkatnya level stres.

Hal itu setidaknya juga didukung oleh Sullivan dan Bhagat (1992). Dalam studi mereka mengenai stres kerja (yang diukur dengan role ambiguity, role conflict, dan role overload) dan kinerja, pada umumnya ditemukan bahwa stres kerja berhubungan secara negatif dengan kinerja. Namun demikian, temuan Miner dan Sullivan & Bhagat tersebut perlu dikaji lebih lanjut agar lebih memperjelas fenomena yang ada, lebih-lebih jika dipertimbangkan adanya variabel moderator.

(2)

Dalam kaitannya dengan variabel moderator, beberapa studi telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang

dianggap dapat memperkuat/memperlemah pengaruh

stres kerja. Sebagai contoh, perbedaan karakter kepribadian individu dapat menyebabkan sebagian (beberapa) karyawan relatif tidak mengalami penderitaan atau kerentanan relatif lainnya terhadap pengaruh stres kerja. Kepribadian tipe B, misalnya, yang digambarkan sebagai person yang sabar, tidak ambisius, tidak kompetitif, cenderung lebih aman terhadap pengaruh stres dibanding dengan individu yang berkepribadian tipe A yang digambarkan sebagai pribadi yang ambisius, cepat tersinggung, selalu terburu-buru, dan sangat kompetitif sehingga mudah terkena stres.

Oleh karena itu, menarik untuk dikaji lebih lanjut mengenai stres kerja yang diperkirakan dialami oleh para pimpinan bank, khususnya yang berada di Propinsi Sumatera Utara untuk mengetahui sejauhmana tekanan-tekanan potensial yang terjadi di tempat kerja benar-benar menyebabkan stres kerja bagi para pemimpim bank tersebut serta sejauhmana dampaknya terhadap kinerjanya.

Karakteristik pekerjaan menyebabkan stres kerja memiliki banyak variasi dan dimensi. Dengan mempertimbangkan adanya pengaruh potensial dari adanya perubahan-perubahan organisasi dan struktur organisasi perbankan di Indonesia pada saat ini, dipilihlah empat dimensi variabel yang diadopsi dari model Miner (1998) dan Kreitner & Kinicki (1992). Keempat dimensi variabel tersebut, meliputi Role Overload, Role Conflict, Role Ambiguity dan Responsible for People. Sedangkan untuk Kinerja dipergunakan instrumen yang dikembangkan oleh Mahoney at all.

Penelitian ini menggunakan metode survai dengan unit analisis adalah pemimpin bank pada kantor cabang bank di Propinsi Sumatera Utara

yang meliputi Kota Medan, Kabupaten Deli Serdang, Kota Binjai, Kota Pematang Siantar dan Kota Sibolga.

Unit penelitian meliputi seluruh kantor cabang bank yang berstatus sebagai kantor cabang bank pemerintah maupun swasta.

Instrumen baku yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Stres Kerja. Keempat dimensi stres kerja (yaitu: work overload, role conflict, role ambiguity, dan responsibility for people) diukur dengan Stress Diagnostic Survey (SDS) karya Ivancevich dan Matteson (1963). Duapuluh lima butir pertanyaan yang diambil dari 40 butir pertanyaan pada SDS diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Uji validitas dan reliabilitas dilakukan terhadap 25 orang kepala cabang bank pembantu sebelum digunakan. Hasil uji tersebut menunjukkan butir-butir pertanyaan tersebut cukup valid dan handal untuk digunakan dalam penelitian. Masing-masing butir pertanyaan diukur dengan skala Likert tujuh poin. Angka 1 sampai dengan 7 merupakan jenjang skor setiap pertanyaan. Artinya, jika responden untuk suatu pertanyaan memilih jawaban angka 7, maka skor jawaban tersebut adalah 7. Jika untuk suatu pertanyaan yang lain memilih jawaban angka 1, maka skor untuk jawaban tersebut adalah 1 dan seterusnya. Sehingga, jika seorang responden menjawab keseluruhan pertanyaan (25 butir) yang diberikan, maka skor indeks berkisar antara 25 dan 175. Total skor untuk seluruh kategori stressor yang kurang dari 50 menunjukkan tingkat stres yang rendah; 50 sampai dengan 120 moderat; dan di atas 120 adalah tinggi.

2. Kinerja. Kinerja manajer diukur dengan menggunakan kuesioner self– rating yang dikembangkan oleh Mahoney dan kawan-kawan.

(3)

Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia

Vol. 1, No. 1, Edisi Juni 2005

Mahoney melihat kinerja manajer berdasarkan pada kemampuan manajer dalam melaksanakan tugas manajerialnya yang memliputi delapan bidang aktivitas manajemen dan satu pengukuran kinerja secara keseluruhan. Kedelapan bidang aktivitas tersebut meliputi: perencanaan, investigasi, pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, staffing, negosiasi, dan

representasi. Pengukuran mencakup poin 1 (jauh di atas rata-rata) sampai poin 7 (jauh di bawah rata-rata). Rata-rata di sini adalah kinerja rata-rata pimpinan cabang pada kantor bank yang sama. Artinya, jika seorang responden untuk salah satu bidang menganggap bahwa dirinya memiliki kinerja jauh di atas rata-rata kinerja pimpinan yang lain (dalam perusahaan yang sama), maka untuk bidang tersebut akan diberi nilai 1 (satu), atau jika seorang responden untuk salah satu bidang menganggap bahwa dirinya memiliki kinerja jauh di bawah rata-rata kinerja pimpinan yang lain, maka untuk bidang tersebut akan diberi nilai 7 (tujuh) dan seterusnya sehingga diperoleh nilai total kinerja pimpinan kantor cabang bank bersangkutan. Nilai tertinggi yang dapat dihasilkan dari penilaian kinerja ini adalah sebesar 9 (sembilan), sedangkan nilai terendah adalah 63 (enam puluh tiga). Nilai 9 menunjukkan bahwa kinerja pimpinan kantor cabang bank tersebut baik sekali, sedangkan nilai 63 menunjukkan kurang sekali.

3. Kepribadian. Tes kepribadian disusun berdasarkan tes yang dikembangkan oleh Bortner yang berupa Short Rating Scale dan tes yang dikembangkan oleh Goldberg. Kuesioner ini memberikan kesempatan kepada responden untuk menentukan apakah dia cenderung berkepribadian tipe A atau tipe B. Tes ini berupa skala, dimana masing-masing skala berisi

sepasang kata sifat atau frase yang dipisahkan oleh serangkaian angka-angka dari 1 sampai dengan 8. Masing-masing pasang pilihan tersebut menggambarkan dua jenis perilaku yang kontras misalnya, tidak kompetitif -sangat kompetitif, tidak pernah terburu-buru-selalu terburu-buru, dan seterusnya. Masing-masing responden dianggap memiliki salah satu titik (angka) di sepanjang garis antara kedua ekstrem tersebut. Oleh karena itu, mereka diminta untuk melingkari (memilih) salah satu angka yang mereka anggap menjadi miliknya di antara kedua ekstrem tersebut. Dari semua angka pilihan tersebut, kemudian dijumlah total. Dari angka total dapat diketahui apakah seseorang masuk dalam kategori berkepribadian tipe A atau berkepribadian tipe B. Secara garis besar pengkategorian nilai adalah, yang memperoleh angka kurang dari 106, masuk kategori berkepribadian tipe B dan yang memperoleh angka 106 atau lebih masuk kategori berkepribadian tipe A.

Dari data yang dikumpulkan, dilakukan analisis regresi sederhana, uji beda dua mean populasi, serta regresi hirarkis. Persamaan regresi sederhana digunakan untuk menguji hipotesis pertama yaitu, mengenai hubungan antara stres kerja dan kinerja. Uji beda dua mean populasi digunakan untuk menguji hipotesis ketiga yaitu, perbedaan tingkat stres kerja antara manajer yang berkepribadian tipe A dengan manajer yang berkepribadian tipe B. Model pertama diadopsi dari persamaan yang telah digunakan oleh Bumaali (1996), sedangkan model kedua diadopsi dari Mendenhal (1994). Kemudian, untuk hipotesis kedua yaitu, peran moderating variabel pada hubungan antara stres kerja-kinerja diuji dengan menggunakan analisis regresi hirarkis yang diadopsi dari Cohen

(4)

dan Cohen yang telah digunakan oleh Rahim (1996).

Hasil dan Pembahasan

Sebagaimana telah disebutkan di atas, dari data yang telah dikumpulkan dilakukan analisis regresi sederhana dan berganda serta uji beda dua mean populasi dengan bantuan program SPSS. Dari hasil pengujian hubungan stres kerja-kinerja dapat diketahui, besarnya hubungan antara variabel stres kerja dan kinerja yang dihitung dengan

koefisien korelasi adalah –0,459. Hal ini menunjukkan hubungan yang cukup kuat antara stres kerja dan kinerja. Hal ini berkaitan dengan permasalahan-permasalahan (Gbr 1):

1. Masalah Fisik Berkaitan Dengan Stres Level stres yang tinggi senantiasa ditemani oleh berbagai masalah kesehatan badan diantaranya ialah, tekanan darah tinggi, tingkat kolesterol yang tinggi, sakit jantung, bisul-bisul, sakit pada tulang, dan sakit kanker.

2. Masalah Psikologi Berkaitan dengan Stres

Paling tidak secara tidak langsung terdapat masalah psikologis penting yang muncul dari hubungan stres-kesehatan mental. Dari berbagai studi menunjukkan bahwa level stres yang tinggi senantiasa disertai oleh: kemarahan, kelelahan, depresi, nervous, cepat tersinggung, ketegangan, kebosanan, agresi antarpersonal, dan sikap per-musuhan. Tipe-tipe masalah psikologis dari stres tersebut pada gilirannya sangat relevan terutama untuk kinerja yang jelek, penghargaan diri yang rendah, ketidak mampuan untuk

berkonsentrasi dan mengambil keputusan, dan ketidakpuasan pekerjaan (job dissatisfaction). Dan pada gilirannya, outcomes dari stres tersebut dapat mempengaruhi biaya langsung organisasi.

3. Masalah Perilaku Berkaitan dengan Stres

Perilaku yang secara langsung dapat menemani level stres yang tinggi mencakup perilaku: kurang makan atau terlalu banyak makan, tidak bisa tidur, merokok dan minuman keras yang semakin meningkat, dan

penyalahgunaan obat-obatan berbahaya. Perilaku-perilaku akibat

stres level tinggi tersebut juga termanifestasi pada: kerja yang

(5)

Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia

Vol. 1, No. 1, Edisi Juni 2005

lambat, meningkatnya absensi, dan tingkat perputaran tenaga kerja yang tinggi.

Arah hubungan yang negatif menunjukkan semakin besar stres kerja akan membuat kinerja yang cenderung menurun. Demikian pula sebaliknya, semakin rendah stres kerja membuat kinerja cenderung meningkat. Hal ini sejalan dengan hasil studi Jamal pada tahun 1984 (dalam Sullivan dan Bhagat, 1992) yang menemukan hubungan linier negatif antara stres kerja dan kinerja. Demikian pula studinya yang lain pada

tahun 1985 pada perusahaan manufaktur berskala besar di Canada terhadap 227 manajer menengah dan 283 pekerja kerah biru, juga mendukung secara signifikan hubungan linier negatif antara stres dan kinerja.

Dari hasil perhitungan tingkat signifikansi, diketahui bahwa koefisien korelasi satu sisi dari output (diukur dari probabilitas) menghasilkan angka 0,001 (mendekati nol persen). Karena probabilitas berada jauh di bawah 0,05, maka korelasi antara kinerja dan stres

kerja sangat nyata. Ini berarti, bahwa tingkat stres kerja manajer bank berhubungan secara negatif dengan kinerja mereka.

Selanjutnya, sejauhmana hu-bungan stres kerja dan kinerja dapat dijelaskan dengan hasil regresi stres kerja-kinerja berikutnya. Dari perhitungan regresi ditemukan angka R square sebesar 0,211 yang merupakan hasil dari pengkuadratan koefisien korelasi, sehingga dapat disebut sebagai koefisien determinasi (Singarimbun & Effendi, 1995). Dengan demikian, angka

0,211 menunjukkan hanya sekitar 21,1 persen saja variabel kinerja para manajer bank di PROPINSI SUMATERA UTARA bisa dijelaskan oleh variabel stres kerja. Sedangkan sisanya sekitar 78,9 persen dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain, seperti kecakapan, keahlian, pengetahuan mengenai tugas, kesempatan, dan persepsi. Sebagaimana dijelaskan oleh suatu teori (John, 1996), kinerja pada situasi tertentu (given situation) dapat dipandang sebagai hasil dari interrelationship antara usaha, kemampuan, dan persepsi peran (role

(6)

perceptions) (lihat Gambar 2). usaha ini sedikit-banyak akan dipengaruhi oleh adanya stres kerja. Sedangkan faktor lainnya, seperti kemampuan, akan dipengaruhi oleh kecakapan, keahlian, pengetahuan, maupun adanya faktor kesempatan. Sedangkan faktor persepsi akan sangat tergantung pada kepribadian masing-masing individu. Hal inilah barangkali mengapa hanya 21,1 persen saja kinerja para manajer bank di PROPINSI SUMATERA UTARA dapat dijelaskan oleh faktor stres kerja.

Dari analisis regresi hirarkis, ditemukan bahwa stres kerja, kepribadian, dan interaksi stres kerja-kepribadian masuk ke dalam persamaan regresi. Ini menunjukkan, bahwa pengaruh utama dari stres kerja dan kepribadian pada kinerja serta moderating effect dari kepribadian terhadap hubungan stres kerja-kinerja manajer bank adalah signifikan. Variabel-variabel tersebut (stres kerja, kepribadian, dan interaksi stres kerja-kepribadian) secara bersama-sama (Rahim, 1996) menjelaskan sekitar 17 persen variabel kinerja manajer (ditunjukkan oleh delta R square). Dengan demikian, hasil ini mendukung suatu hipotesa bahwa kepribadian memberikan kontribusi terhadap hubungan stres kerja-kinerja, sehingga hubungan antara stres kerja-kinerja para manajer bank di PROPINSI SUMATERA UTARA akan menjadi lebih kuat atau menjadi lebih lemah. Ini dapat dipahami, karena tingkat stres yang tinggi akan memiliki kemungkinan untuk menjadi lebih tinggi bila menimpa pada individu dengan pola kepribadian tipe A, yaitu kepribadian yang digambarkan sebagai serba ingin cepat, tidak sabar, selalu agresif, dan sikap bermusuhan, sehingga sangat rentan terhadap stres kerja.

Tingkat stres yang tinggi akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikologis seseorang dan pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja yang semakin menurun. Dengan demikian, kepribadian tipe A pada dasarnya akan

memperkuat tingkat stres seseorang dan pada gilirannya akan menurunkan kinerja orang yang bersangkutan.

Kondisi itu akan berbeda jika yang terkena adalah individu dengan kepribadian tipe B, yaitu individu yang digambarkan sebagai pribadi penyabar, tidak terburu-buru, tidak kompetitif, kurang agresif (Luthans, 1995), sehingga bisa mengurangi tingkat tekanan stres kerja yang terjadi. Tingkat stres yang tidak terlalu tinggi yang terjadi pada individu berkepribadian tipe B tersebut pada gilirannya akan mempengaruhi kinerja yang relatif lebih stabil. Robbins (dalam Suadi, 1994),menyatakan bahwa timbul-tidaknya stres pada seseorang yang diakibatkan oleh adanya Stressors ditentukan oleh:

(1).persepsi seseorang terhadap suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi (2).pengalaman seseorang

(3).dukungan sosial, (4).locus of control, dan (5).jenis kepribadian.

Perbedaan kondisi stres kerja antara individu berkepribadian tipe A dengantipe B tersebut didukung oleh hasil pengujian hipotesis tiga.

Dari hasil perhitungan statistik uji beda dua mean populasi menunjukkan harga uji statistik Z=2,20 adalah lebih besar dari nilai kritis Z0,05 = 1,645. Artinya, bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara stres kerja manajer yang berkepribadian tipe A dengan manajer dengan kepribadian tipe B, yaitu tingkat stres kerja manajer dengan kepribadian tipe A lebih tinggi dibanding dengan tingkat stres kerja manajer dengan kepribadian tipe B.

Temuan ini sejalan dengan temuan Ho (1995) mengenai perbedaan antara individu tipe A dan tipe B terhadap tingkat stres. Ho menemukan bahwa individu tipe A rata-rata mengalami tingkat stres yang lebih tinggi (3,7) dibanding dengan individu tipe B (3,0). Hal ini menurut Johns (1996), disebabkan individu tipe A senantiasa memendam reaksi

(7)

Jurnal Mutiara Kesehatan Indonesia

Vol. 1, No. 1, Edisi Juni 2005

bermusuhan dan tertekan rasa amarah, ditambah lagi adanya perasaan sinisme yang berlebihan serta tidak adanya kepercayaan kepada orang lain. Bila faktor-faktor tersebut dominan pada diri individu tipe A, maka kemungkinan munculnya stres kerja akan menjadi besar.

Penutup

Studi ini pada umumnya masih mendukung berbagai asumsi yang berkembang selama ini (terutama 2 dekade terakhir) mengenai hubungan stres kerja-kinerja serta variabel moderator kepribadian. Artinya, stres kerja yang dialami oleh para manajer bank di Propinsi Sumatera Utara beserta efek-efek yang menyertainya pada dasarnya sama dengan apa yang dialami oleh masyarakat lainnya seperti, misalnya, studi Jamal di Canada atau studi Ho di Singapura.

Untuk itu, barangkali masih relevan mempelajari berbagai kiat yang ditawarkan oleh berbagai ahli psikologi dalam rangka mengelola stres kerja agar lebih bermanfaat bagi perkembangan baik individu yang mengalami stres maupun bagi organisasi.

Namun demikian, hal itu tidaklah bersifat final. Artinya, suatu kajian yang terus-menerus secara mendalam tetap diperlukan guna mengantisipasi perubahan perilaku individu di tempat kerja yang semakin kompleks sebagai efek dari lingkungan kerja dan peralatan kerja yang semakin canggih yang seringkali kurang memanusiakan

manusia yang bertindak sebagai subyek dan obyek dari suatu kegiatan organisasi.

Referensi

Ho, J. T. S. (1995). The Singapore executive: Stress, personality and wellbeing. Journal of Management Development, Vol. 14, No.4. Johns, G. (1996). Organizational

Behavior. 4th editions. New York: HarperCollins.

Kreitner, R., & Kinicki, A. (1992). Organizatinal behavior. Second Editions. Boston: Richard D. Irwin, Inc.

Luthans, F. (1995). Organizational Behavior. Fifth Editions. Singapore: McGraw-Hill Inc.

Miner, J. B. (1998). Organizational behavior: Performance and productivity. New York: Random House Inc.

Rahim, A. (1996). Stres, strain, and their moderators: An empirical comparison of entrepreneurs and managers. Journal of Small Business Management. January. Singarimbun, M., & Effendi, S. (Ed).

(1995). Metode penelitian survai. Jakarta: LP3ES.

Sullivan, S. E., & Bhagat, R. S. (1992). Organizational stress, job satisfaction and job performnace: Where do we go from here?Journal of Management. Vol. 18, No.2.

Referensi

Dokumen terkait

Kendaraan Dinas / Operasional Pembelian Ban Pengadaan Ban Untuk Mobil Pengangkut Sampah Rp 862.200.000 SIUP Pengadaan Suku Cadang 60 Hari Kalender. Dinas Kebersihan dan

 Students are able to conduct analysis for abnormal shape to the normal form that refers to the normalization rules based design modeling diagram E-R to be converted into a

alamat emailPIC/ HRD badan usaha. 7) Badan usaha melakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan melalui Bank dengan menggunakan virtual account. 8) BPJS Kesehatan wajib

Dalam rencana aksi energi terdapat 5 issue yaitu: akses energi dan jasa energi modern, efisiensi energi, energi terbarukan, teknologi bahan bakar fosil yang

Selain itu, keluarga sebagai masyarakat, juga disebut sebagai masyarakat patembayan (gameinscahft), yaitu masyarakat yang sifat diantara para anggotanya homogen.

Aturan yang sudah sama adalah : metode akuntansi penggabungan, pencatatan investasi, penyusutan asset, penilaian persediaan, akuntansi kemungkinan kerugian, pajak yang

6- Keputusan Rckror uni'ersiras Ncgeri yogyakarta Nomor ig tahun 20 t.ntung p"ng.:ngtutui' ;;iu; Fakultas Matematika dau IInlu pengetahuan Alam Universitas Negeri

Yang dimaksud dengan asas "tanggung jawab" adalah bahwa Pemerintah Daerah mempunyai tanggung jawab pengelolaan sampah dalam. mewujudkan hak masyarakat terhadap