• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN GUNUNG SALAK, JAWA BARAT DAN KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP FOSFAT SHERLIE OLIVIA PURBA A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN GUNUNG SALAK, JAWA BARAT DAN KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP FOSFAT SHERLIE OLIVIA PURBA A"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN

GUNUNG SALAK, JAWA BARAT DAN

KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP FOSFAT

SHERLIE OLIVIA PURBA

A14063439

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

RINGKASAN

SHERLIE OLIVIA PURBA. Ekstraksi Fraksi Nano dari Tuf Volkan Gunung Salak, Jawa Barat dan Karakterisasi Jerapannya terhadap Fosfat (Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan HERMANU WIJAYA).

Nanoscience dan nanotechnology saat ini berkembang sangat pesat. Pada 2003, Abidin (2003 dalam Sugiarti et al., 2010) menemukan struktur kimia bola-nano alofan dan tabung-bola-nano imogolit sehingga kedua mineral liat ini, yang sebelumnya dianggap amorf, kini diketahui bersifat kristalin dan berdimensi nano (<5 nm). Oleh karena itu, alofan dan imogolit yang bermuatan bergantung-pH ini memiliki luas permukaan spesifik dan kapasitas jerapan yang tinggi terhadap anion seperti P dan kation seperti NH4. Namun, publikasi riset mengenai potensi

alofan dan imogolit sebagai material nano alami dari tanah-tanah volkan Indonesia di bidang non-pertanian sulit ditemukan. Penelitian ini bertujuan: (1) mengeksplorasi, menyeleksi dan mengekstraksi fraksi nano dari bahan tuf volkan Jawa Tengah dan Jawa Barat, (2) mengetahui karakteristik jerapan fraksi nano terseleksi terhadap fosfat, dan (3) mempelajari prospek pemanfaatannya dalam proses pengolahan air (limbah) tercemar fosfat.

Berpedoman peta geologi, eksplorasi dan sampling tuf volkan dilakukan di 15 titik yang tersebar dari Tawangmangu, Jawa Tengah hingga Bogor, Jawa Barat pada Februari 2010. Preparasi sampel, ekstraksi fraksi nano dan karakterisasi jerapan P dilakukan di Lab. Kimia dan Kesuburan Tanah, DITSL, IPB pada Maret-Juli 2010. Berdasarkan hasil uji dispersi, tuf volkan yang mengandung fraksi nano diseleksi dan diekstraksi dengan tahapan: pendispersian sampel dalam silinder 1-L pada pH-4 atau pH-10 yang di-ultrasonic [15 menit], sedimentasi [20 jam], pemisahan 10 cm larutan teratas [mengandung fraksi liat dan nano], flokulasi dengan NaCl, pendispersian kembali, pemisahan fraksi nano (yang tidak mengendap, berdimensi <0.2 µm) dari fraksi liat (yang mengendap, <2 µm) dengan sentrifugasi [3500 rpm; 15 menit], flokulasi dan pencucian kelebihan NaCl dengan membran dialisis, pelarutan dengan aquadest [250 cc] dan uji gravimetrik untuk penetapan kadar fraksi nano dan liat. Karakterisasi jerapan P menurut metode isotermal Langmuir dilakukan dengan penambahan deret larutan 0, 0.5, 1, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50 mg P/L. Konsentrasi P dalam keseimbangan diukur dengan UV-Vis spektrofotometer pada λ 660 nm.

Dari 1 g tuf volkan G. Salak, Bogor, Jawa Barat dapat diekstraksi 0.71 mg fraksi nano dan 1.52 mg fraksi liat bermuatan positif secara sederhana dengan prinsip dispersi pada pH-4 dan flokulasi. Fraksi nano lebih efektif daripada fraksi liat dalam menjerap P masing-masing dengan rataan 27%-58% dan 15%-32% dari konsentrasi P larutan awal dengan rentang hingga 15,63 mg P/L. Efektivitas penjerapan P meningkat dengan meningkatnya rasio fraksi: larutan atau bobot fraksi yang digunakan. Fraksi nano bermuatan positif yang diekstraksi dari tuf volkan G. Salak prospektif untuk dimanfaatkan sebagai flokulan dalam pengolahan air (limbah) tercemar P.

(3)

SUMMARY

SHERLIE OLIVIA PURBA. Extraction of Nano Fraction from Volcanic Tuff of Mount Salak, West Java and Its Phosphate-adsorption Characterization (Under supervison of UNTUNG SUDADI and HERMANU WIJAYA).

Nanoscience and nanotechnology is currently growing very rapidly. In 2003, Abidin (2003 in Sugiarti et al.,2010) discovered the chemical structure of nanoball allophane and nanotube imogolith so that these two clay minerals, previously considered to be amorphous, are now known as crystalline with nano dimension (<5 nm). Therefore, these pH-dependent charged allophane and imogolith pose high specific surface area and adsorption capacity of anions such as P and cations such as NH4. However, research publication on the potential use of allophane and

imogolith from volcanic soils of Indonesia as natural nanomaterial in non-agricultural application is difficult to find. This study was aimed at to: (1) explore, select and extract nano fraction from volcanic tuff materials of Central Java and West Java, (2) know the phosphate adsorption characteristic of the selected nano fraction, and (3) study its usage prospects in phospahte contaminated (waste) water treatment process.

Based on geology maps, exploration and sampling of the volcanic tuff material was carried out in 15 points that spread from Tawangmangu, Central Java to Bogor, West Java, in February 2010. The nano fraction sample preparation, extraction and phosphate-adsorption characterization were carried out in the Lab. Soil Chemistry and Soil Fertility, Dep. Soil Science and Land Resource, IPB in March-July 2010. Based on dispersion test, nano fraction containing volcanic tuffs were selected and extracted with the following steps: dispersion in a 1 L-cylinder at pH-4 or pH-10 placed in an ultrasonic apparatus [15 min], sedimentation [20 hours], separation of the top 10 cm solution [containing nano and clay fractions], flocculation with NaCl, redispersion, separation of the nano fraction (which did not settled, <0.2 µm) from the clay fraction (which settled, <2 µm) by mean of centrifugation [3500 rpm, 15 min], flocculation and washing the excess NaCl using dialysis membrane, dilution with distilled water [250 cc] and gravi-metrically determination of the amount of the nano and clay fractions. The Langmuir isothermal P-adsorption characterization was done by adding solutions containing 0, 0.5, 1, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 and 50 mg P/L. The P concentration at equilibrium was measured by UV-Vis spectrophotometer at λ 660 nm.

From 1 g of volcanic tuff of M. Salak, Bogor, West Java, it could be extracted 0.71 mg positively charged nano fraction and 1.52 mg clay fraction only by applying the simple principle of dispersion at pH-4 and flocculation. The nano fraction was more effective than the clay one in adsorbing P with an average of 27-58% and 15-32%, respectively, of the initial P concentration with a range up to 15.63 mg P/L. The P adsorption effectiveness increased with the increasing ratio of fraction:solution or the weight of fraction used. The positively charged nano fraction extracted from volcanic tuff of M. Salak was found prospective to be used as a flocculant in P contaminated (waste) water treatment.

(4)

EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN

GUNUNG SALAK, JAWA BARAT DAN

KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP FOSFAT

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

SHERLIE OLIVIA PURBA

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2010

(5)

Judul Penelitian : Ekstraksi Fraksi Nano dari Tuf Volkan Gunung Salak, Jawa Barat dan Karakterisasi Jerapannya terhadap Fosfat Nama : Sherlie Olivia Purba

NIM : A14063439

Menyetujui, Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc.

Dosen Pembimbing II

Ir. Hermanu Wijaya, M.Agr.Sc. NIP. 19621020 198903 1 001 NIP. 19640830 199003 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr.Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Langsa, Kabupaten Aceh Timur pada 9 September 1988 dari ayahanda (Alm.) Binsar Purba dan ibunda Ritaria Sitompul. Penulis merupakan anak ke lima dari enam bersaudara.

Penulis lulus dari SD Negri 060868 Medan pada tahun 2000, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMPN 14 Medan. Tahun 2006 penulis lulus dari SMU Methodist-8 Medan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas segala rahmat dan karuniaNya maka penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departeman Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dari bulan Desember sampai Mei dengan judul Ekstraksi Fraksi Nano dari Tuf Volkan Gunung Salak, Jawa Barat dan Karakterisasi Jerapannya terhadap Fosfat.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc. dan Ir. Hermanu Wijaya, M.Agr.Sc. dan Dr. Ir. Dyah Tjahjandari, M.App.Sc. atas bimbingan dan saran-saran yang diberikan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen-dosen Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan, staf kependidikan dan laboran Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan atas semua bantuannya. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pranawita Karina dan Dedi Setiawan sebagai teman seperjuangan dalam penelitian ini, serta kepada Silvia Grahita, Jesika Monia, dan Joel Rivandi atas bantuan dan motivasi serta doanya untuk menyelesaikan penelitian ini serta teman-teman Manajemen Sumberdaya Lahan angkatan 43 atas motivasi dan keakrabannya.

Penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada almarhumah Mama tercinta dan keluargaku terkasih atas perhatian, motivasi, kasih sayang dan doanya. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, Desember 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR GAMBAR ix DAFTAR TABEL x DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Nanoteknologi dan Nanomaterial 3

Andisol 3

Tuf Volkan 5

Mineral Liat 6

Asal Muatan Negatif pada Mineral Liat 7

Asal Muatan Positif pada Mineral Liat 8

Alofan dan Imogolit sebagai Nanomaterial Alami 8

Fosfat sebagai Hara Tanah dan Pencemar Perairan 12

Pemanfaatan Mineral Liat sebagai Nanomaterial Penjerap Fosfat Perairan 13

BAHAN DAN METODE Lingkup Penelitian 15

Waktu dan Tempat Penelitian 15

Bahan dan Alat 15

Preparasi sampel dan ekstraksi fraksi nano 15

Percobaan jerapan fosfat 15

Metode Penelitian 16

Seleksi dan Ekstraksi Fraksi Nano 16

Preparasi Sampel Tuf Volkan 16

Seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi 17

(9)

Karakterisasi Jerapan Fosfat 19

HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Lokasi Sampling Tuf Volkan 21

Seleksi dan Ekstraksi Frasi Liat dan Fraksi Nano 22

Seleksi berdasarkan Uji dispersi 22

Ekstraksi berdasarkan Metode Gravimetrik 23

Karakterisasi Jerapan Fosfat dari Fraksi Nano dan Fraksi Liat TV-3 24

Prospek Pemanfaatan Fraksi Nano dan Liat TV-3 sebagai Flokulan Fosfat 26

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 27

Saran 28

DAFTAR PUSTAKA 29

LAMPIRAN 31

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil uji dispersi terhadap sampel tuf volkan pada pH-4 dan pH-10 22 2. Hasil uji gravimetrik penetapan kadar fraksi nano dalam 10 cc larutan 25 3. Hasil uji gravimetrik penetapan kadar fraksi liat dalam 10 cc larutan 25

Lampiran

Nomor Halaman

1. Lokasi, altitude, koordinat geografis dan formasi geologi titik pengambila n sampel bahan induk tuf volkan 32 2. Hasil analisis data percobaan jerapan P pada fraksi liat dari sampel tuf volkan

TV-3 35

3. Hasil analisis data percobaan jerapan P pada fraksi nano dari sampel tuf

volkan TV-3 36

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Struktur kimia nano-ball allophane 11 2. Preparasi sampel tuf volkan 16 3. Seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi 17 4. Ekstraksi fraksi nano dan fraksi liat 18 5. Hasil sentrifugasi pemisahan fraksi nano dari fraksi liat 18

6. Proses membran dialisis 19

7. Jerapan isotermal fosfat pada fraksi liat dan fraksi nano dari tuf volkan TV-3

(11)

Lampiran

Nomor Halaman

1. Titik lokasi pengambilan sampel tuf volkan di Jawa Tengah dan Jawa Barat(1.TV-1, 2. TV-2, 3. TV-3, 4. TV-4, 5. TV-5, 6. TV-9, 7. TV-10, 8. 11, 9. 12, 10. 13, 11. 14, 12. 15, 13. 16, 14.

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Nanoscience dan nanotechnology serta aplikasinya di berbagai bidang saat ini berkembang sangat pesat. Keduanya melibatkan material nano, yang didefinisikan berdasarkan standar ukuran materinya, yaitu pada tingkat <100 nm. Menurut Sugiarti et al. (2010), riset mengenai material nano sangat menarik karena dengan ukuran yang sudah mendekati suatu atom maka sifat permukaan, reaktivitas dan efektivitas reaksi kimianya dapat dikaji lebih mendalam.

Indonesia kaya akan tanah-tanah volkan yang banyak mengandung alofan dan imogolit sebagai hasil pelapukan bahan induk abu volkan atau tuf volkan (Fiantis et al., 2002; van Ranst et al., 2004). Hal ini sangat menarik karena kedua mineral liat aluminosilikat dengan struktur kimia yang berbeda ini mudah ditemukan di lingkungan yang sama. Pada 2003, Abidin (2003 dalam Sugiarti et al., 2010) menemukan struktur dasar kimia bola-nano alofan dan tabung-nano imogolit sehingga membuktikan bahwa keduanya bersifat kristalin dan bukan mineral amorf. Hasil pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bahwa bola-nano alofan berdiameter 3.0 - 5.0 nm (Henmi dan Wada, 1976). Lebih lanjut, Abidin et al. (2005) menunjukkan bahwa isomorf dari struktur bola-nano alofan yang ideal dan mirip dengan yang ditemukan di lingkungan alam berdiameter 4.25 nm, sehingga tergolong material nano alami.

Karena ukuran nanonya dan sifat kimia permukaannya yang khas, yaitu muatan bergantung-pH (variable charge) serta banyak mengandung Si- dan Al-aktif, maka alofan dan imogolit memiliki kapasitas jerapan yang tinggi terhadap anion seperti P dan kation seperti NH4. Namun, penelitian rinci mengenai

eksplorasi potensi material nano alami yang diekstraksi dari tanah-tanah volkan Indonesia di bidang non-pertanian, diantaranya sebagai flokulan pencemar inorganik maupun organik, dapat dikatakan belum pernah dipublikasikan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan: (1) mengeksplorasi, menyeleksi dan mengekstraksi fraksi nano dari bahan induk tuf volkan Jawa Tengah dan Jawa

(13)

2

Barat, (2) mengetahui karakteristik jerapan dari fraksi nano terseleksi (TV-3, dari tuf volkan G. Salak, Bogor, Jawa Barat, bermuatan positif) terhadap fosfat, dan (3) mempelajari prospek pemanfaatan fraksi nano terseleksi di bidang sanitasi lingkungan untuk pengolahan air (limbah) tercemar fosfat.

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Nanoteknologi dan Nanomaterial

Nanoteknologi adalah pengembangan teknologi dalam skala nano meter. Istilah “nanoteknologi” didefinisikan pertama kali oleh Norio Taniguchi, Profesor Universiti Sains Tokyo, pada tahun 1974 dalam kertas kerjanya “Mengenai Konsep Dasar Nanoteknologi” sebagai berikut: “Nanoteknologi terdiri atas pengolahan bahan-bahan melalui proses pemisahan, penyatuan, dan pencatatan bentuk oleh sebuah atom atau sebuah molekul”.

Nanomaterial didefinisikan berdasarkan standar ukuran suatu materi, baik yang tersusun dari unsur organik maupun inorganik, pada tingkat satuan nanometer. Nanomaterial didefinisikan memiliki dimensi <100 nm. Penelitian pada nanomaterial sangat menarik karena dengan ukuran yang sudah mendekati ukuran suatu atom, maka sifat permukaan dan reaktivitas serta efisiensi dan efektivitas reaksi kimia yang melibatkan suatu nanomaterial dapat dikaji lebih rinci dan lebih mendalam (Sugiarti et al., 2010).

Andisol

Tanah-tanah volkan biasanya ditemukan di wilayah volkan, terbentuk dari bahan-bahan volkan, yaitu abu volkan, batuan basaltik, batuan andesitik, serta horison-horison tanahnya memenuhi persyaratan sifat andik sesuai dengan “Taksonomi Tanah” (Soil Survey Staf, 1990). Andisol merupakan grup tanah yang menunjuk kepada tanah yang berkembang dari bahan-bahan volkanik. Nama internasionalnya secara umum yaitu Andosol (FAO, Peta Tanah Dunia) atau Andisol (Taksonomi Tanah, USDA) (FAO, 2008a).

Nama Ando Soil atau tanah Ando adalah nama yang pertama diajukan oleh ahli tanah Amerika Serikat di tahun 1947 untuk tanah-tanah di Jepang yang berwarna hitam (Tan, 1998). Istilah Ando diambil dari bahasa Jepang, Anshokudo, dimana an berarti gelap, shoku berarti berwarna, dan do berarti tanah (Simonson, 1979 dalam Tan, 1998). Jauh sebelum nama Andisol menjadi terkenal, di tahun 1937 tanah ini dikenal ahli Belanda di Indonesia dengan nama Zwarte Stofgrond

(15)

4

Andisol terdapat di seluruh wilayah volkanik bumi. Konsentrasinya secara besar ditemukan di sekitar pinggiran Pasifik, yaitu di pantai Barat Amerika Selatan, Amerika Tengah, Pegunungan Rocky, Alaska, Jepang, Kepulauan Filipina, Indonesia, Papua Nugini dan New Zealand. Andisol juga ditemukan di pulau-pulau di sekitar Pasifik, yaitu Fiji, Vanuatu, New Hebrides, New Caledonia, Samoa dan Hawai. Di Afrika, Andisol terdapat di sepanjang celah lembah, di Kenya, Rwanda dan Etiopia serta Madagaskar. Di Eropa, Andisol dijumpai di Italia, Perancis, Jerman dan Islandia. Total wilayah Andisol diduga sekitar 110 juta hektar atau kurang dari 1 persen jumlah permukaan lahan dunia. Lebih dari setengah wilayah ini berada di daerah tropis.

Andisol dicirikan dengan kehadiran salah satu dari horison „andik‟ atau horison „vitrik‟. Horison andik banyak mengandung „alofan‟ (dan mineral-mineral yang serupa) atau kompleks Al-Humus dimana horison vitrik mengandung „gelas volkan‟ yang berlimpah (FAO, 2008a).

Horison andik memiliki syarat sebagai berikut: 1. bobot jenis pada kapasitas lapang (tidak dikeringkan) kurang dari 0.9 kg dm-3, 2. mengandung 10% liat atau lebih dan nilai (Al + ½ Fe) 2% atau lebih (ekstraksi dengan Ammonium Oksalat), 3. retensi fosfat 70% atau lebih, 4. kandungan gelas volkan kurang dari 10%, dan 5. ketebalannya 30 cm atau lebih.

Horison vitrik memiliki ciri-ciri: (1). mengandung 10% atau lebih gelas volkan dan mineral utama lainnya, (2). memiliki bobot jenis <0.9 kg dm-3, Al + ½ Fe >0.4% (ekstraksi dengan Ammonium Oksalat) dan retensi fosfat >25%, serta 3. memiliki ketebalan 30 cm atau lebih (FAO, 2008b).

Andisol mempunyai bobot isi yang rendah, kandungan bahan organik, kapasitas menahan air, porositas dan kapasitas fiksasi fosfat yang tinggi, mengalami dehidrasi tak balik saat dikeringkan (Tan, 1998), afinitas yang tinggi terhadap bahan organik, dan muatannya bersifat bergantung pH. Andisol memiliki horison AC atau ABC dengan horison Ah yang gelap, tebalnya 20 sampai 50 cm (bisa lebih tipis atau tebal) di atas horison B coklat atau horison C. Warna epipedon dan horison penciri bawah dengan jelas berbeda; warna umumnya gelap di daerah humid yang lebih dingin daripada di daerah iklim tropis umumnya. Rata-rata kandungan bahan organik pada horison permukaan sekitar 8%, tetapi

(16)

5

pada profil yang paling gelap kadarnya bisa mencapai 30%. Horison permukaan sangat porous, mudah pecah dan memiliki struktur yang remah atau granular.

Banyaknya gelas volkan, mineral-mineral besi magnesium (olivin, piroksin, amfibol), feldspar dan kuarsa dalam fraksi debu dan pasir pada Andisol berbeda-beda dari satu tempat ke tempat lainnya. Komposisi mineral fraksi liat juga berubah-ubah sesuai dengan faktor pembentuknya, seperti „umur genetik‟ dari tanah, komposisi bahan induk, pH, regim kelembaban, ketebalan dari endapan abu, serta kandungan dan komposisi bahan organik. Fraksi liat Andisol mengandung mineral liat alofan dan imogolit, kompleks Al dan Fe humus bersama dengan opal silika. Pada Andisol dapat juga ditemukan mineral seperti ferihidrit, haloisit, kaolinit, gibsit dan berbagai mineral liat silikat berlapis tipe 2:1 dan 2:1:1 (FAO, 2008a).

Andisol merupakan tanah yang subur, meskipun fiksasi fosfat yang tinggi menjadi masalah. Tindakan-tindakan perbaikan untuk mengurangi efek ini (disebabkan Al aktif) termasuk aplikasi kapur, silika, bahan organik dan pupuk fosfat. Andisol di daerah tropis umumnya ditanami tebu, tembakau, kentang manis (toleran terhadap tingkat fosfat yang rendah), teh, sayuran, gandum dan buah-buahan. Andisol pada lereng yang curam paling baik tetap dalam keadaan berhutan (FAO, 2008a).

Tuf Volkan

Gunung api yang sedang meletus melontarkan berbagai bahan hamburan dari dalam bumi ke permukaan bumi dan udara. Endapan yang dihasilkan bertekstur klastika. Apabila bahan hamburan itu dihasilkan oleh letusan nonmagmatik, maka endapannya disebut endapan hidroklastika. Bahan hamburan yang langsung berasal dari magma (primary magmatic materials) disebut

piroklas, sedangkan onggokan-onggokan piroklas di permukaan bumi disebut

endapan piroklastika (pyroclastic deposits) dan setelah mengalami litifikasi menjadi batuan piroklastika (pyroclastic rocks) (Fischer dan Schmincke, 1984

dalam Bronto, 2001). Istilah pyroclast berasal dari kata pyro (bahasa Yunani) yang berarti api dan clast yang berarti bahan hamburan butiran, fragmen, kepingan atau pecahan batuan. Oleh sebab itu, piroklas adalah fragmen pijar atau

(17)

6

butiran yang mengeluarkan api (berpendar/membara) pada saat dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan melalui kawah gunungapi. Terbentuknya api tersebut dikarenakan magma yang mempunyai temperatur tinggi (900-1200 oC) tiba-tiba dilontarkan ke permukaan bumi yang temperatur rata-ratanya kurang dari 35 oC.

Berdasarkan ukuran butirnya, bahan piroklastika dan hidroklastika dibagi menjadi: (1) bom volkanik atau blok volkanik (volcanic bomb atau volcanic block) yang berukuran diameter ≥ 64 mm, (2) lapili yang memiliki diameter 2–64 mm, dan (3) abu volkanik (volcanic ashes) yang berukuran ≤ 2 mm (Fischer dan Schmincke, 1984 dalam Bronto, 2001). Abu volkan yang jatuh ke permukaan dan memadat karena air membentuk batuan yang disebut tuf volkan (Anonim, 2008).

Mineral fraksi pasir pada tuf volkan di sekitar Bogor mengandung mineral-mineral magnetit, kuarsa keruh, konkresi besi, hidrargilit, benda hancuran lain berupa lapukan, plagioklas intermedier (andesin), gelas volkan dan hiperstein, sedangkan pada fraksi beratnya dijumpai mineral magnetit, amfibol hijau, augit dan hiperstein (Kholik, 1984). Susunan mineral fraksi pasir ini menunjukkan bahwa tuf volkan tersebut bersusunan andesitik.

Mineral Liat

Koloid tanah adalah bahan mineral dan bahan organik tanah yang sangat halus sehingga mempunyai luas permukaan yang sangat tinggi persatuan berat (massa). Koloid berasal dari kata Yunani yang berarti seperti lem (glue like). Termasuk koloid tanah adalah liat (koloid anorganik) dan humus (koloid organik). Menurut Brady (1974), koloid berukuran kurang dari 1 µ, sehingga tidak semua fraksi liat (kurang dari 2 µ) termasuk koloid. Koloid tanah merupakan bagian tanah yang sangat aktif dalam reaksi-reaksi fisikokimia di dalam tanah.

Mineral liat adalah mineral yang berukuran kurang dari 2 µ. Mineral liat dalam tanah terbentuk karena: (1) rekristalisasi (sintesis) dari senyawa-senyawa hasil pelapukan mineral primer atau (2) alterasi (perubahan) langsung dari mineral primer yang telah ada (misalnya mika menjadi illit). Mineral liat dalam tanah dapat dibedakan atas: (1) mineral liat Al-silikat, (2) oksida-oksida Fe dan Al, dan (3) mineral-mineral primer. Mineral liat Al-silikat dapat dibedakan atas: (1) mineral liat Al-silikat yang mempunyai bentuk kristal yang baik (kristalin)

(18)

7

misalnya kaolinit, haloisit, montmorilonit, dan ilit; serta (2) mineral liat Al-silikat amorf.

Di Indonesia, kaolinit dan haloisit banyak ditemukan pada tanah-tanah merah (coklat) yaitu tanah-tanah yang umumnya berdrainase baik, sedangkan

montmorilonit ditemukan pada tanah-tanah yang mudah mengembang dan

mengerut dan pecah-pecah pada musim kering misalnya tanah Vertisol (Grumusol). Illit ditemukan pada tanah-tanah yang berasal dari bahan induk yang banyak mengandung mika dan belum mengalami pelapukan lanjut. Alofan banyak ditemukan pada tanah berasal dari abu gunung api seperti tanah Inceptisol.

Asal Muatan Negatif pada Mineral Liat

Adanya muatan negatif pada mineral liat silikat disebabkan oleh beberapa hal (Brady 1974):

1. Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.

2. Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal. Pada pH rendah (masam) ion H menjadi mudah lepas sehingga muatan negatif meningkat. Keberadaan gugus OH pada tepi kristal atau pada bidang yang terbuka dapat menimbulkan muatan negatif. Khususnya pada pH tinggi, hidrogen dari hidroksil tersebut terurai sedikit dan permukaan liat menjadi bermuatan negatif yang berasal dari ion oksigen. Muatan negatif ini disebut muatan berubah-ubah atau muatan tergantung pH. Besaran dari muatan berubah-ubah ini beragam tergantung pH dan tipe koloid. Jenis muatan ini sangat penting pada liat tipe 1:1, liat oksida besi dan aluminium, dan koloid organik.

3. Substitusi isomorfik, yaitu penggantian kation dalam struktur kristal oleh kation lain yang mempunyai ukuran yang sama tetapi muatan (valensi) yang berbeda. Pada umunya kation yang menggantikan mempunyai muatan yang lebih rendah daripada yang digantikan, misalnya Mg2+ atau Fe2+ menggantikan Al3+ dalam Al-oktahedron, atau Al3+ menggantikan Si4+ dalam Si-tetrahedron sehingga terjadi kelebihan muatan negatif pada liat. Proses ini dianggap sebagai sumber utama muatan negatif dalam liat tipe 2:1. Muatan negatif yang

(19)

8

dihasilkan dianggap sebagai muatan permanen, karena tidak berubah dengan berubahnya pH. Kemudahan terjadinya substitusi isomorfik tergantung pada ukuran dan valensi ion yang terlibat. Proses ini hanya terjadi antara ion-ion berukuran sebanding. Perbedaan dalam dimensi ion-ion-ion-ion yang saling berganti dilaporkan tidak lebih dari 15%, dan valensi ion-ion yang saling berganti seharusnya tidak berbeda lebih dari satu satuan. (Paton, 1978)

Asal Muatan Positif pada Mineral Liat

Koloid tanah dapat juga menunjukkan muatan positif seperti halnya muatan negatif. Proton tidak hanya dapat terdisosiasi dari gugus OH yang terbuka, tetapi yang disebut belakangan dapat juga menjerap atau memperoleh proton. Proses ini, yang hanya penting pada media sangat masam, menghasilkan muatan positif. Ion-ion H+ dan OH-, yang menyebabkan timbulnya muatan permukaan, juga bertanggung jawab atas potensial permukaan listrik. Oleh karena itu, mereka disebut ion-ion penentu potensial.

Muatan positif memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran anion dan sangat penting dalam retensi fosfat. Muatan tersebut diperkirakan berasal dari protonasi atau penambahan ion H+ ke gugus hidroksil. Mekanisme ini tergantung pada pH dan valensi dari ion logam. Biasanya proses ini hanya berarti pada liat oksida Al dan Fe, tetapi hal ini kurang penting pada oksida Si.

Alofan dan Imogolit sebagai Nanomaterial Alami

Alofan merupakan mineral liat tanah yang paling reaktif karena mempunyai luas permukaan khas yang sangat luas dan mempunyai banyak gugus fungsional aktif . Adanya alofan memberikan sifat-sifat unik pada Andisol. Hal ini karena alofan mempunyai muatan bervariasi yang besar, bersifat amfoter, KTK 20 – 50 cmol.kg-1

, KTA 5 – 30 cmol.kg-1, struktur acak dan terbuka, serta dapat mengikat fosfat (Tan, 1992; van Ranst, 1995; Wada, 1989). Akibat kuatnya fiksasi fosfat oleh mineral ini, maka ketersediaan fosfat yang mudah larut akan berkurang. Pada Andisol hanya 10% dari pupuk P yang diberikan yang dapat digunakan tanaman akibat tingginya fiksasi fosfat. Tingginya persentase

(20)

9

kehilangan pupuk P merupakan masalah serius yang banyak dijumpai pada Andisol.

Alofan yang mempunyai Al/Si molar ratio 2,0 telah diidentifikasi pada Andisol di Selandia Baru dan Jepang serta di tanah Podzol di Skotlandia (Parfitt dan Hemni, 1982). Hasil identifikasi tersebut menjadi data dasar dalam menentukan pengelolaan Andisol di sana. Oleh karena itu, estimasi dan identifikasi alofan di Indonesia perlu dilakukan, agar manajemen dan produktifitas Andisol bisa optimal.

Alofan termasuk kelompok aluminosilikat alam dengan komponen utama yang terdiri atas Si, Al, dan H2O. Molekul rasio Si/Al mineral ini 1/1 atau 2/1,

serta mempunyai struktur mineral yang acak dan terbuka/berpori. Antara lembar tetrahedral dan oktahedral terdapat banyak daerah kosong sehingga molekul air dapat dengan mudah keluar masuk, dan anion seperti fosfat dan nitrat dapat terjerap. Alofan mempunyai luas permukaan spesifik yang mencapai 1100 m2.g-1. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkan sistem koloid tanah menjadi sangat reaktif sehingga pertukaran kation, anion, jerapan air, dan fiksasi menjadi lebih tinggi (Tan,1992).

Nano-bal allophone dan nano-tube imogolite adalah aluminosilikat yang

banyak ditemukan di tanah-tanah volkan sebagai hasil dari pelapukan abu volkan. Penelitian tentang nano-bal allophone dan nano-tube imogolite dapat dikatakan lambat dibandingkan dengan nanomaterial lainnya seperti carbon nano-ball dan

carbon nano-tube. Kedua material terakhir ini baru ditemukan di era tahun 1985-1991. Namun, Robert Curl, Harold Kroto dan Richard Smalley sudah mendapatkan hadiah Nobel di tahun 1996 di bidang kimia atas penemuan struktur

carbon nano-ball (Abidin, 2003 dalam Sugiarti et al., 2010).

Allophone dan imogolite sudah ditemukan lebih dari 40 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 60-an. Namun, penelitian mendalam mengenai keduanya masih jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, seperti struktur kimianya yang masih sulit dianalisis menggunakan difraksi sinar-X (XRD) dan metode sintesisnya yang hanya bisa dilakukan pada konsentrasi rendah. Analisis XRD pada sampel nano-ball allophone akan memberikan suatu difraktogram yang hampir tanpa atau tidak ada puncak. Sementara para ahli mineralogi liat dan

(21)

10

kristalografi selalu menyatakan bahwa mineral liat memiliki suatu keteraturan dalam struktur kristalnya sehingga dapat dideteksi menggunakan XRD yang ditandai oleh adanya puncak-puncak pada difraktogramnya. Oleh karena itu,

nano-ball allophone sebelum ini selalu didefinisikan oleh para ahli mineralogi liat dan kristalografi sebagai mineral yang tidak memiliki keteraturan atom dalam penyusunan struktur kristalnya atau dikenal sebagai mineral amorf.

Henmi Research Group dari Ehime University Japan telah lama melakukan penelitian tentang nano-ball allophone dan nano-ball imogolite yang sebagian besar menggunakan material yang diambil dari tanah. Berdasarkan data informasi spectra NMR untuk Si dan Al, gambar TEM dan reaksi serapan air, kation dan anion, Henmi menyimpulkan bahwa allophone memiliki dasar struktur kimia yang sama dengan nano-ball imogolite dan terdapat suatu keteraturan poyhedra pada strukturnya sehingga membentuk suatu bulatan. Allophone

memiliki beragam ratio mol Si/Al dengan kisaran nilai antara 0.6 sampai dengan 1.2. Hal ini disebabkan oleh faktor curah hujan dan suhu yang mempengaruhi laju pelarutan silikon dari suatu proses pelapukan batuan dasar di lingkungan pembentukannya. Namun demikian, Henmi menyatakan bahwa pada dasarnya

Allophane memiliki struktur dasar yang sama dengan imogolite. Yang

membedakan adalah asesoris silika yang terikat pada bagian lubang allophone

(Henmi dan Wada, 1976).

Abidin (2003 dalam Sugiarti et al., 2010) membuktikan bahwa allophane

adalah suatu mineral liat yang memiliki struktur kimia dan bukan mineral amorf dengan didapatkannya suatu keteraturan polihedra untuk membuat struktur kimia

allophane yang bulat. Dengan ditemukannya keteraturan tersebut, struktur

allophane dapat disusun menjadi berbagi macam diameter sebagai isomorfiknya.

Abidin (2008 dalam Sugiarti et al., 2010) menunjukkan tiga isomorphic dari

nano-ball allophane dengan ukuran diameter dari 1.5 nm, 3.0 nm dan 4.25 nm. hasil pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bahwa diameter allophane

adalah antara 3.0-5.0 nm (Henmi dan Wada, 1976). Lebih lanjut, hasil simulasi perhitungan teoretikal terhadap nilai densitas spesifiknya, volume bagian dalam struktur dan luas permukaannya menunjukkan bahwa ukuran dari isomorphic

(22)

11

struktur nano-ball allophone yang ideal mirip dengan yang ditemukan di lingkungan alam adalah berdiameter 4.25 nm (Abidin et al., 2005).

Disamping memiliki bentuk yang sangat unik yaitu berbentuk seperti bola,

allophane merupakan mineral liat yang sempurna sebagai satu unit partikel.

Dengan demikian telah dibuktikan bahwa allophane merupakan sebuah unit partikel dengan posisi atom-atom penyusun yang telah diketahui dengan jelas. Oleh karena itu, maka dilakukan pendefinisian baru pada nama allophane sebagai mineral liat yaitu nano-ball allophone (Abidin, 2003 dalam Sugiarti et al., 2010). Penemuan ini adalah yang pertama kali di dunia dan struktur kimia nano-ball allophone ini masih terus divalidasi. Pada Gambar 1 disajikan struktur kimia

nano-ball allophane.

Gambar 1. Struktur kimia nano-ball allophane

Struktur dasar nano-ball allophane ini adalah sama dengan struktur dasar

nano-ball imogolite, yaitu terdiri atas lapisan gibsit (bagian luar) dan lapisan

ortosilika (bagian dalam). Lapisan bagian luar nano-ball allophane yang tersusun oleh lapisan gibsit (Al-OH-Al) relatif tidak reaktif dan menjadi penyangga kestabilan struktur nano-ball allophane itu sendiri. Lapisan gibsit ini terhubung dengan lapisan ortosilika melalui tiga ikatan Si-O-Al pada bagian tengah kosong

gibsit dan menghasilkan satu gugus silanol (Si-OH). Pada struktur kimia

nano-ball allophane ini terdapat enam buah lubang yang memang harus terbentuk

(23)

12

berjumlah 6 ini sebelumnya diprediksi melalui percobaan serapan fospat pada berbagai jenis sampel allophane (Parfitt dan Henmi, 1980). Bagian lubang pada

nano-ball allophane memiliki diameter berkisar antara 0.3-0.5 nm dan terdapat gugus fungsional seperti gugus silanol (Si-OH) dan gugus aluminol (Al-OH). Bagian lubang dan dalam nano-ball allophane memiliki rektivitas kimia yang tinggi dan memegang peran penting pada reaksi kimianya.

Berdasarkan hasil kajian eksperimental, nano-ball allophane memiliki sifat permukaan yang khas yaitu muatan yang bervariasi (variable charge) berdasarkan nilai pH kondisinya. Hal ini dikarenakan pada struktur allophane

terdapat gugus silanol dan gugus aluminol (Elsheik et al., 2008). Pada pH tinggi (6-10), nano-ball allophane memiliki muatan negatif yang berasal dari deprotonisasi gugus silanol sehingga kation dan logam berat mudah terikat, sedangkan pada pH rendah (4-6), nano-ball allophane memiliki muatan positif dari protonasi pada gugus aluminol sehingga anion dan ligan mudah terikat. Abidin et al.,(2008 dalam Sugiarti et al., 2010) menunjukkan sifat permukaan

nano-ball allophane dengan simulasi perhitungan kimia yang menunjukkan

adanya perpindahan atom H pada struktur kimianya. Simulasi pada pH netral menunjukkan atom H yang terikat pada gugus silanol dan gugus aluminol dari

nano-ball allophane mudah mengalami perpindahan antar kedua gugus tersebut.

Ketika kondisi kesetimbangan ini diganggu dengan mengubah nilai pH sistem, maka atom H yang terikat pada gugus silanol atau gugus aluminol menjadi tidak stabil dan mudah terdeprotonasi atau terprotonisasi.

Nano-ball allophane memiliki luas permukaan berkisar antara 1000-1200

m² setiap gramnya, sedangkan nano-ball imogolite memiliki luas permukaan berkisar antara 1100-1300 m² setiap gramnya. Dibandingkan dengan mineral liat lainnya seperti montmorilonite, nilai ini lebih besar 3 sampai 4 kali lipatnya.

Fosfat sebagai Hara Tanah dan Pencemar Perairan

Fosfat memiliki peran besar dalam kimia tanah dan telah banyak dipelajari. Akan tetapi, status P dalam tanah sulit didefinisikan karena mudah berinteraksi dengan banyak padatan organik maupun inorganik, serapan/ pemanfaatan yang menerus oleh tanah dan mikrob, penambahan

(24)

terus-13

menerus dari dekomposisi bahan organik, bentuknya yang beragam dalam tanah baik inorganik dan organik, dan kecepatan reaksi yang lambat. Hanya fospat yang merupakan bentuk fosfor yang stabil dalam keadaan oksidatif, dan bentuk spesies ionnya dalam tanah tergantung pada pH.

Pada kondisi masam, P dominan dalam bentuk H2PO4- dan pada kondisi

alkalin dalam bentuk HPO42-. Segera setelah diberikan, pupuk P akan dijerap kuat

oleh tanah dan pada akhirnya difiksasi atau diendapkan sehingga menjadi tidak larut/ tidak tersedia bagi tanaman, kecuali pada tanah bertekstur sangat kasar. Fiksasi P terjadi pada semua tanah, terutama yang banyak mengandung Al-, Fe-hidrokioksida amorf ataupun alofan.

Di banyak bagian dunia, limpasan dari lahan pertanian, pembuangan limbah domestik dan limbah industri, serta kecelakaan tumpahan bahan kimia beracun berkontribusi bagi pencemaran danau, sungai, dan air tanah oleh ion hara (misalnya, fosfor), logam berat (misalnya, kadmium) dan kontaminan organik (misalnya, polisiklik aromatik hidrokarbon). Permintaan air bersih dan meningkatnya kesadaran akan efek samping pencemaran pada kesehatan manusia dan ekosistem mendorong pengembangan teknologi dan bahan yang efektif dan terjangkau untuk pengendalian pencemaran dan pengolahan air.

Pemanfaatan Mineral Liat sebagai Nanomaterial Penjerap Fosfat Perairan Karena ketersediaannya yang melimpah di dalam tanah dan sedimen, liat telah lama digunakan sebagai flokulan dan absorben partikel tersuspensi dan senyawa beracun dalam air. Penggunaan liat dan mineral liat (secara alami atau setelah modifikasi kimia permukaannya) untuk pengolahan air telah banyak diselidiki selama tiga dekade terakhir. Contoh aplikasi tersebut adalah remediasi pencemaran minyak dari air, konstruksi lapisan tanah liat (clay-liners), pencegahan pelindihan leachates organik dari situs pembuangan sampah, inaktivasi logam berat serta pemulihan limbah kaya-nitrogen.

Mineral liat memiliki partikel primer dengan setidaknya satu dimensinya berskala nanometer, sehingga dianggap sebagai nano material geologis atau pedologis. Lapisan dasar smektit memiliki dimensi ratusan nanometer panjang dan lebarnya dan ketebalan sekitar 1 nm. Unit partikel dari alofan terdiri atas

(25)

14

nanoballs aluminosilikat berongga dengan diameter luar 3,5-5.0 nm, dan tabung imogolit berdiameter 2 nm. Karena ukuran partikel yang kecil dan dengan luas permukaan spesifik (eksternal dan internal) mencapai beberapa ratus m2/g, mineral liat allophane dapat dimanfaatkan untuk memflokulasi fosfat dari larutan serta meremediasi perairan eutrofik (Yuan dan Wu, 2007).

Penerapan allophane pada penanganan air yang tercemar oleh ion fluorida telah dilakukan oleh Kaufhold et al. (2009). Hasil eksperimen tersebut menunjukkan bahwa allophane memilki prospek lebih baik untuk diterapkan sebagai penjerap ion fluoride bila dibandingkan dengan zeolit alam (clinoptilolite), goethite, ataupun viscogel (R). Bila dibandingkan dengan material komersil penjerap fluorida seperti Fluorolith, daya serap allophane sedikit lebih rendah. Namun demikian, kemudahan mendapatkan allophane dari lingkungan tanah memungkinkan allophane memiliki nilai lebih dibandingkan Fluorith.

(26)

15

BAHAN DAN METODE

Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri atas eksplorasi bahan induk tuf volkan, seleksi dan ekstraksi fraksi nano bermuatan dari bahan tuf volkan serta karakterisasi jerapannya terhadap fosfat. Berpedoman pada peta geologi, sampel tuf volkan disampling di 15 titik yang tersebar dari Tawangmangu, Jawa Tengah hingga Bogor, Jawa Barat. Pemilihan tuf volkan dan bukannya tanah andisol sebagai bahan penelitian didasarkan pada pertimbangan untuk meminimalkan gangguan bahan organik dalam proses ekstraksi.

Waktu dan Tempat Penelitian

Eksplorasi dan pengambilan sampel tuf volkan dilakukan pada Februari 2010. Preparasi sampel, ekstraksi fraksi nano dan karakterisasi jerapannya terhadap fosfat dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor pada Maret hingga Juli 2010.

Bahan dan Alat

Preparasi sampel dan ekstraksi fraksi nano. Bahan yang digunakan

meliputi sampel tuf volkan, aquadest, NaOH dan HCl teknis serta pH-paper. Alat yang digunakan meliputi mortar, ayakan, neraca analitik, tabung reaksi, magnetic stirrer, peralatan gelas, botol plastik, ultrasonic, sifon plastik, tabung/silinder 1-L, sentrifuse dan membran dialisis.

Percobaan Jerapan Fosfat. Bahan yang digunakan meliputi fraksi nano

dan faksi liat terekstrak, NaOH, HCl dan NaCl teknis, pH-paper, larutan P (KH2PO4), larutan pereaksi P pekat ((NH4)6Mo7O24.4H2O, K(SbO)C4H4O6, ),

larutan pereaksi pewarna P, CaCl2, kertas saring, dan aquadest. Alat yang

digunakan meliputi peralatan gelas, botol plastik, neraca analitik dan spectrophotometer.

(27)

16

Metode Penelitian

Seleksi dan Ekstraksi Fraksi Nano

Seleksi fraksi nano dan liat didasarkan pada hasil uji dispersi pada kondisi pH-4 atau pH-10 dalam tabung reaksi. Sampel terseleksi kemudian diekstraksi pada silinder 1-L. Tahapan uji dispersi dan ekstraksi disajikan dalam bagan alir berikut:

Preparasi Sampel Tuf Volkan

Tahapan preparasi sampel tuf volkan untuk diseleksi dan diekstraksi fraksi nano dan fraksi liatnya disajikan pada Gambar 2.

[a] [b] [c]

Gambar 2. Preparasi sampel tuf volkan

Preparasi sampel tuf volkan diawali dengan kegiatan pengambilan sampel di lapang. Sampel dikeringudarakan selama satu minggu (Gambar 2 [a]), dihaluskan menggunakan mortar (Gambar 2 [b]) dan diayak (<2 mm) (Gambar 2 [c]). Selanjutnya sampel ditetapkan kadar airnya secara gravimetrik.

Sampel tuf v olkan dikeringudarakan, diay ak (<2 mm) dan ditetapkan kadar airny a

Dimasukkan 5g ke tabung reaksi, dilarutkan (aq), didispersikan pada kondisi pH-4 atau pH-10, diultrasonic 15 menit

Sampel terdispersi diseleksi untuk diekstraksi fraksi nano

dan liatny a 10g sampel terseleksi dimasukkan ke tabung 1-L, dilarutkan (aq), didispersikan pada kondisi pH-4 atau pH-10, diultrasonic 15 menit Sedimentasi 20 jam. Pemisahan larutan 10 cm teratas dgn sifon, disimpan di gelas piala Flokulasi dgn NaCl. Redispersi pada kondisi

pH-4 atau pH-10

Sentrifugasi (3500 rpm, 15 menit); Larutan jernih dibuang; Endapan diredispersi pada pH-4 atau pH-10

Resentrifugasi; Lar. keruh dipisahkan (mengandung fr.nano);

Endapan diredispersi dan resentrifugasi

Larutan keruh (fr.nano) dan endapan (fr. liat) dipisahkan; Flokulasi; Membran dialisis (7 hari) Dilarutkan (aq, 250 cc).

(28)

17

Seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi

Tahapan seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi disajikan pada Gambar 3. Dengan menggunakan sendok, masing-masing ± 2,5 g dari 15 sampel tuf volkan berukuran <2 mm dimasukkan ke dua tabung reaksi (Gambar 3 [a]), kemudian dilarutkan dengan 20 cc aquadest (Gambar 3 [b]) dan diultrasonik selama 15 menit (Gambar 3 [c]). Selama diultrasonik, masing-masing larutan sampel dikondisikan pH-nya, yaitu pada pH-4 dengan menambahkan 1 cc HCl 33% yang diencerkan 70x dan pH-10 dengan menambahkan 2.5 cc 0,1 N NaOH. Kemudian dilakukan seleksi berdasarkan hasil pengamatan terjadinya dispersi pada jam setelah 1-jam (Gambar 3 [d]) dan 6-jam (Gambar 3 [e]).

[a] [b] [c]

[e] [d]

Gambar 3. Seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi

Ekstraksi Fraksi Nano dan Fraksi Liat

Tahapan ekstraksi fraksi nano dan fraksi liat dari sampel tuf volkan terseleksi, yaitu sampel yang terdispersi pada kondisi pH-4 atau pH-10, disajikan pada Gambar 4. Sebanyak 10 g sampel terseleksi dimasukkan ke dalam tabung silinder 1-L dan dilarutkan dengan 1000 cc aquadest (Gambar 4 [a]), kemudian dikondisikan pH-nya ke pH-4 dengan penambahan 4 cc HCl 33% yang diencerkan 50x atau ke pH-10 dengan penambahan 2.7 cc 1 N NaOH dan disedimentasikan selama 20 jam. Selanjutnya, 10-cm larutan teratas yang mengandung fraksi nano

(29)

18

dan fraksi liat diambil dengan menggunakan sifon (Gambar 4 [b]). Tahapan ini dilakukan beberapa kali hingga diperoleh larutan terdispersi 10-cm teratas dalam jumlah yang cukup. Kemudian, larutan diflokulasikan kembali menggunakan 200 cc 1 N NaCl dan larutan yang bening di atasnya dibuang (Gambar 4 [c]).

[a] [b] [c] Gambar 4. Ekstraksi fraksi nano dan fraksi liat

[a] [b] [c] [d]

Gambar 5. Hasil sentrifugasi pemisahan fraksi nano dari fraksi liat

Hasil flokulasi dibagi menjadi 4 bagian, dimasukkan ke tabung polietilen, disamakan volumenya dengan menambahkan aquadest dan dikondisikan kembali pH-nya ke pH-4atau pH-10 (Gambar 5 [a]). Setelah itu, larutan disentrifugasi pada 3500 rpm selama 15 menit. Hasil sentrifugasi pertama, yang bening dan mengandung kelebihan NaCl dari tahapan flokulasi, dibuang (Gambar 5 [b]). Selanjutnya, dilakukan lagi penambahan aquadest sehingga diperoleh 4 tabung dengan volume yang sama, dikondisikan kembali pH-nya ke pH-4 atau pH-10 dan disentrifugasi kembali pada 3500 rpm selama 15 menit beberapa kali [3 sampai 4 kali] (Gambar 5 [c]). Hasil sentrifugasi yang keruh adalah fraksi nano (<2nm), sedangkan yang mengendap adalah fraksi liat (>2nm).

(30)

19

[a] [b] [c] Gambar 6. Proses membran dialisis

Baik fraksi nano maupun fraksi liat masing-masing ditampung ke dalam gelas piala (Gambar 6 [a]) dan dimasukkan ke dalam membran dialisis dan direndam dalam aquadest selama 1 minggu (Gambar 6 [b]) untuk menghilangkan kelebihan NaCl. Setelah 1 minggu, sampel fraksi nano dan fraksi liat masing-masing dikeluarkan dari membran dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 250ml hingga tanda tera (Gambar 6 [c]) untuk selanjutnya ditetapkan kadarnya (bobot per satuan volume) secara gravimetrik.

Karakterisasi Jerapan Fosfat

Percobaan jerapan fosfat dilakukan menurut metode isotermal Langmuir. Konsentrasi deret larutan P yang ditambahkan meliputi 0, 0.5, 1, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50 mg P/L yang dibuat dari larutan baku 100 mg P/L (428.125 mg KH2PO4.H2O/L). Konsentrasi P dalam keseimbangan diukur secara

spektro-fotometri menggunakan pereaksi P pekat dan pereaksi pewarna P menurut metode Murphy dan Riley. Pereaksi P pekat dibuat sebanyak 500 cc yang terdiri dari 3 g (NH4)6Mo7O24.4H2O, 35 cc H2SO4, dan 0,06925 g K(SbO)C4H4O6.0,5H2O, lalu

ditera dengan aquadest. Pereaksi pewarna P dibuat dari 100 cc pereaksi P pekat ditambah 0,530 g Asam Askorbat (Vitamin C). Tahapan percobaan diilustrasikan dalam bagan alir berikut:

(31)

20

Masing-masing 10 cc lar. fraksi nano/liat dipipet ke caw an porselin untuk

ditetapkan kadarny a secara grav imetrik

Masing-masing 10 cc larutan fraksi nano/liat

dipipet ke 10 tabung reaksi (duplo)

Ditambahkan 5 cc deret larutan P (0, 0.5, 1, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 & 50 mg P/L) Ditambahkan 1 cc 1.0 mM CaCl2 Ekuilibrasi 3x 24 jam; Dikocok 2x sehari menggunakan magnetic stirrer Disaring menggunakan kertas saring Aliquot dipisahkan 5 cc aliquat dipipet ke tabung reaksi; 5 cc larutan P standar (0, 1, 2, 3, 4 & 5 mg P/L) dipipet ke tabung reaksi

Ditambahkan 2cc pereaksi pewarna P; Dikocok menggunakan magnetic stirrer Ukur konsentrasi P menggunakan spectrophotometer; Analisis data jerapan P

(32)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Sampling Tuf Volkan

Deskripsi lokasi sampling tuf volkan, meliputi lokasi titik pengambilan sampel, altitude, koordinat geografis dan formasi geologi, disajikan pada Lampiran 1.Peta lokasi sampling disajikan pada Lampiran 2.

Lampiran 1 menunjukkan bahwa lokasi sampling meliputi area dengan tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk abu volkan. Lokasi sampling meliputi 15 titik yang tersebar dari Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah hingga Bogor, Jawa Barat, dari altitude 212 sampai 1116 m dpl. Berdasarkan informasi dari Peta Geologi, bahan induk tanah berasal dari formasi kuarter (Qv, Qa, Ql dan Qm), kecuali pada titik sampling TV-15 di Semin, Wonosari, Jawa Tengah yang berbahan induk dari formasi tersier (Tmo). Secara umum, dari arah Timur ke Barat, batuan induk mengikuti sekuen bersusunan basaltik-andesitik-tuf. Menurut Tan (1964), bahan induk tanah-tanah di lokasi yang disampling dari arah Timur ke Barat berubah dari tipe basa ke masam. Lebih lanjut, Whitford (1975 dalam van Ranst et al., 2004) juga menyatakan bahwa bahan induk tanah di Pulau Jawa berevolusi menjadi bertipe semakin masam dari arah Timur ke Barat. Secara lebih spesifik, hasil penelitian van Ranst et al. (2004) menunjukkan bahwa bahan induk tanah-tanah yang berkembang dari abu volkan di Jawa Timur bersifat basa (calc-alkaline basaltic ash), sedangkan ke arah Barat bersifat lebih masam, yaitu tipe basalt-andesitic ash (Jawa Tengah) dan andesitic-tuffaceous ash (Jawa Barat). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim (suhu dan curah hujan) dan lingkungan pencucian yang semakin hebat ke arah Jawa Barat lebih mendukung pembentukan dan perkembangan mineral-mineral aluminosilikat sebagai hasil dari proses pelapukan bahan induk abu volkan. Di antara mineral liat yang terbentuk tersebut adalah Alofan dan Imogolit yang kini telah diketahui bersifat kristalin dan memiliki ukuran pada tingkat nano (<5 nm) (Abidin, 2003

dalam Sugiarti et al., 2010). Dengan demikian, dari sampel tuf volkan yang diambil di Bogor dan Jawa Barat diharapkan diperoleh fraksi nano yang lebih banyak dengan tingkat kristalisasi yang lebih sempurna daripada dari sampel yang diambil di Jawa Tengah.

(33)

22

Seleksi dan Ekstraksi Frasi Liat dan Fraksi Nano

Seleksi berdasarkan Uji dispersi

Hasil uji dispersi dalam tabung reaksi dengan mengkondisikan sampel pada pH-4 dan pH-10 sebagai metode untuk menyeleksi sampel yang mengandung fraksi liat dan fraksi nano disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji dispersi terhadap sampel tuf volkan pada pH-4 dan pH-10

No Sampel pH-4 pH-10 No. Sampel pH-4 pH-10

1 TV-1 (120-160)  11 TV-11   2 TV-1 (160-200)  12 TV-12   3 TV-1 (200-240)  13 TV-13  4 TV-2  14 TV-14   5 TV-3  15 TV-15  6 TV-4   16 TV-16   7 TV-5  17 TV-17   8 TV-9   18 TV-18A 9 TV-10A  19 TV-18B  10 TV-10B  

Keterangan : √ terdispersi , tidak terdispersi

Sampel yang terdispersi pada pH-4 atau pH-10 menunjukkan adanya fraksi liat dan fraksi nano yang memiliki muatan variable atau muatan bergantung-pH. Pada pH- 4, larutan dikondisikan mengandung H+ dalam konsentrasi berlebih sehingga terjadi gaya tolak-menolak dengan fraksi liat dan fraksi nano yang bermuatan dominan positif. Sebaliknya, pada pH-10 larutan mengandung OH -berlebih sehingga terjadi gaya tolak-menolak dengan fraksi liat dan fraksi nano yang bermuatan dominan negatif. Terbentuknya muatan positif adalah akibat mekanisme protonisasi (penambahan H+) pada gugus fungsional silanol (–Si-OH0.5- +H+→ –Si-OH20.5+) dan aluminol (–Al-OH0.5- +H+ → –Al-OH20.5+),

sedangkan terbentuknya muatan negatif adalah akibat mekanisme deprotonisasi (penambahan OH-) pada gugus fungsional silanol (–Si-OH0.5- +OH- → –Si-O 1.5-+H2O) dan aluminol (–Al-OH0.5- +OH- → –Al-O1.5- +H2O → –Al-O1.5-) pada

struktur mineral aluminosilikat fraksi liat dan nano seperti yang terjadi pada Alofan dan Imogolit (Tan, 1991; Elsheikh et al., 2008). Sampel yang terdispersi pada pH-4 [TV-1(120-160), TV-1(160-200), TV-1(200-240), TV-3, TV-18a, dan

(34)

23

TV-18b] dan pada pH-10 [TV-2, TV-5, TV-10a, TV-13, TV-15, dan TV-18a] selanjutnya diseleksi untuk diekstraksi fraksi nanonya.

Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa terdapat beberapa sampel tuf volkan yang walaupun berasal dari lokasi sampling yang sama tetapi terdispersi pada kondisi pH yang berbeda sehingga menunjukkan muatan dominan yang berbeda pula. Sebagai contoh adalah sampel TV-18a dan TV-18b. Kedua sampel ini berasal dari lokasi yang sama tetapi pada lapisan yang berbeda. Sampel TV-18a terdispersi pada pH-4 dan pH-10, sedangkan TV-18b terdispersi hanya pada pH-4, sehingga TV-18a memiliki muatan positif maupun negatif, sedangkan TV-18b bermuatan dominan positif saja. Hal ini menunjukkan kondisi lingkungan pelapukan TV-18b yang lebih masam yang memungkinkan terjadinya pelapukan pada tingkat yang lebih lanjut sehingga menghasilkan muatan yang lebih dominan positif. Sebaliknya pada TV-18a, munculnya muatan positif dan negatif menunjukkan tingkat pelapukan dari material tuf volkan yang berbeda yang berasal dari lapisan abu volkan hasil erupsi yang lebih muda. Dengan lain perkataan, TV-18a belum mengalami pelapukan lanjut sehingga dimungkinkan memiliki muatan positif dan negatif.

Tabel 1 juga menunjukkan pengaruh dari lokasi terhadap dominansi

muatan yang muncul pada fraksi nano dan liatnya. Sebagai contoh, sampel TV-3 terdispersi pada pH-4, sedangkan TV-10a terdispersi pada pH-10. Lokasi sampling 3 di G. Salak, Bogor, Jawa Barat, sedangkan lokasi sampling TV-10a di G. Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah. Semakin ke arah barat Pulau Jawa, kondisi iklim pelapukan semakin intensif sehingga memungkinkan terjadinya pelapukan yang lebih lanjut pada TV-3 dibandingkan pada TV-10a. Akibatnya, TV-3 memiliki muatan dominan positif karena lingkungan pelapukan yang lebih masam, sedangkan TV-10a memiliki muatan dominan negatif karena lingkungan pelapukan yang lebih basa.

Ekstraksi berdasarkan Metode Gravimetrik

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari sampel tuf volkan yang terseleksi pada kondisi pH-4 dapat diekstraksi fraksi nano bermuatan positif sejumlah 0.24 - 1.31 mg/g tuf volkan, sedangkan pada kondisi pH-10 diperoleh fraksi nano bermuatan

(35)

24

negatif sejumlah 0.98 - 2.48 mg/g tuf volkan. Dari sampel tuf volkan yang terseleksi pada kondisi pH-4 juga terekstraksi fraksi liat bermuatan positif sejumlah 0.52 - 1.63 mg/g tuf volkan, sedangkan pada kondisi pH-10 diperoleh fraksi liat bermuatan negatif sejumlah 1.64 - 15.90 mg/g tuf volkan (Tabel 3).

Berdasarkan hasil ekstraksi fraksi nano yang tertinggi dan pertimbangan kemudahan kondisi pengambilan sampel di lapangan, maka dipilih fraksi nano dari sampel TV-18b dan TV-3 pH-4 untuk percobaan jerapan terhadap fosfat dan fraksi nano dari sampel TV-10a pH-10 untuk percobaan jerapan terhadap amonium. Untuk perbandingan, dilakukan juga percobaan jerapan P dan NH4

masing- masing terhadap fraksi liat dari sampel TV-18b, TV-3, dan TV10a.

Karakterisasi Jerapan Fosfat dari Fraksi Nano dan Fraksi Liat TV-3

Dari 108.78 g BKM sampel tuf volkan TV-3 dengan kadar air 28.70% dapat diekstraksi 3.1 mg fraksi nano atau 0.71 mg fraksi nano/g bahan tuf volkan dan 6.6 mg fraksi liat atau 1.52 mg fraksi liat/g bahan tuf volkan (Tabel 2 dan 3). Pada Lampiran 3 dan 4 masing-masing disajikan hasil analisis data percobaan jerapan P menurut metode isotermal Langmuir pada fraksi liat dan fraksi nano TV-3 dan keduanya diilustrasikan pada Gambar 7.

Bahan induk tuf volkan TV-3 bersusunan tufa andesitik (van Ranst et al. 2004). Hal ini menunjukkan bahwa tuf volkan TV-3 bersifat lebih masam, sehingga berpotensi mengandung lebih banyak fraksi liat dan nano yang bermuatan positif. Hasil uji dispersi menunjukkan bahwa ketika dijenuhi oleh H+ (pH-4), sampel TV-3 terdispersi sempurna dan tidak terdispersi pada pH-10. Artinya, fraksi liat dan nano TV-3 dominan bermuatan positif sehingga berpotensi menjerap fosfat.

(36)

25

Tabel 2 Hasil uji gravimetrik penetapan kadar fraksi nano dalam 10 cc larutan

Sampel Berat cawan (g) Berat cawan + fraksi nano (g) Berat cawan + fraksi nano (105 oC) (g) Berat fraksi nano (mg) Kadar air sampel tuf volkan (% ) Berat tuf volkan yang diekstraksi (g) Berat fraksi nano/ sampel tuf volkan (mg/g sampel) pH 4 TV 3 20.2716 30.1534 20.2747 3.1 28.7039 108.7768 0.71 TV 18b 19.0549 29.0073 19.0575 2.6 20.9922 49.5900 1.31 TV 1 (200-240) 19.1908 29.0694 19.1929 2.1 15.5986 121.1088 0.43 TV 1 (120-160) 14.3750 24.2293 14.3770 2.0 23.8406 113.0485 0.44 TV 1 (160-200) 15.8932 25.7619 15.8952 2.0 11.1263 125.9828 0.40 TV 18a 19.4677 29.3118 19.4689 1.2 12.3754 124.5824 0.24 pH 10 TV 18a 21.3147 31.2531 21.3200 5.3 12.3754 53.3925 2.48 TV 15 18.3537 28.4394 18.3570 3.3 35.2565 44.3602 1.86 TV 10a 20.4288 30.3941 20.4313 2.5 14.4061 52.4447 1.19 TV 2 20.8362 30.6613 20.8386 2.4 9.9397 54.5754 1.10 TV 5 21.3054 31.1479 21.3075 2.1 12.5023 53.3322 0.98 TV 13 20.8642 30.7368 20.8662 2.0 20.7452 49.6914 1.01

Tabel 3 Hasil uji gravimetrik penetapan kadar fraksi liat dalam 10 cc larutan

Sampel Berat cawan (g) Berat cawan + fraksi liat (g) Berat cawan + fraksi liat (105 oC) (g) Berat fraksi liat (mg) Kadar air sampel tuf volkan (% ) Berat tuf volkan yang diekstraksi (g) Berat fraksi liat/ sampel tuf volkan (mg/g sampel) pH 4 TV 3 20.4260 30.3660 20.4326 6.6 28.7039 108.7768 1.52 TV 18b 19.0507 28.9800 19.0523 1.6 20.9922 49.5900 0.81 TV 1 (200-240) 19.1876 29.1416 19.1942 6.6 15.5986 121.1088 1.36 TV 1 (120-160) 21.3027 31.2019 21.309 6.3 23.8406 113.0485 1.39 TV 1 (160-200) 18.3509 28.3209 18.3591 8.2 11.1263 125.9828 1.63 TV 18a 21.3113 31.2738 21.3139 2.6 12.3754 124.5824 0.52 pH 10 TV 18a 15.8898 25.8658 15.8933 3.5 12.3754 53.3925 1.64 TV 15 14.3718 24.3476 14.3814 9.6 35.2565 44.3602 5.41 TV 10a 19.4623 29.5949 19.5035 4.1 14.4061 52.4447 1.95 TV 2 20.2684 30.2235 20.3031 34.7 9.9397 54.5754 15.90 TV 5 20.8336 30.7876 20.84 6.4 12.5023 53.3322 3.00 TV 13 20.8605 30.7716 20.8717 11.2 20.7452 49.6914 5.63

(37)

26

Jerapan spesifik terhadap P merupakan penggabungan dari anion P sebagai ligan koordinasi dari Al- atau Fe-aktif (Parfitt, 1978). Sifat reaksi pertukaran ligan tersebut adalah sbb.: (1) anion P bereaksi dengan Si-, Al- atau Fe- aktif membentuk ikatan kovalen, (2) reaksi jerapan tersebut tidak sepenuhnya bersifat dapat-balik dan menyebabkan anion terjerap sulit untuk dilepas kembali, (3) kapasitas jerapan anion lebih kuat dibandingkan jumlah muatan positif pada gugus

silanol (Si-OH), aluminol (Al-OH) dan ferrol (Fe-OH) yang terprotonisasi (Shoji

et al., 1993). 0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00 50.00 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 4.5 5.0 5.5 6.0 6.5 7.0 7.5 Konsentrasi P dalam kesetimbangan (mg/L)

P te re ra p ( m g/ g) Fraksi Nano TV3 Fraksi Liat TV3

Gambar 7. Jerapan isotermal fosfat pada fraksi liat dan fraksi nano dari

tuf volkan TV-3 dalam 1 mM CaCl2

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada konsentrasi keseimbangan yang sama (C, sumbu X Gambar 3), jerapan fosfat (PO4-3 ) per satuan berat yang

sama (x/m, sumbu Y Gambar 3) pada fraksi nano TV-3 lebih tinggi dibandingkan fraksi liat, khususnya mulai pada nilai C >4.0 mg/L. Perbedaan kapasitas jerapan fosfat tersebut meningkat dengan meningkatnya C. Pada konsentrasi C 7.04 mg/L, fraksi nano menjerap 44.54 mg P/g dan pada konsentrasi C 6.77 mg/L fraksi liat menjerap 21.76 mg P/g. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat kristalisasi fraksi nano yang telah sempurna dan ukuran fraksi nano yang lebih halus sehingga

(38)

27

memiliki kapasitas jerapan P yang lebih tinggi daripada fraksi liat. Bola-nano alofan dan tabung-nano imogolit masing-masing memiliki luas permukaan 1000-1200 dan 1100-1300 m2/g. Dibandingkan luas permukaan monmorilonit, nilai-nilai ini lebih besar 3-4 kali lipat.

Prospek Pemanfaatan Fraksi Nano dan Liat TV-3 sebagai Flokulan Fosfat Pada rasio fraksi nano: larutan dan fraksi liat: larutan sebesar 1g: 5161 cc (Tabel lampiran 3), hasil analisis data percobaan ini menunjukkan bahwa fraksi nano dan fraksi liat TV-3 dapat menurunkan konsentrasi P rata-rata masing-masing sebesar 31.71% dan 14.89% dari konsentrasi awal dalam larutan dengan rentang hingga 15,63 mg P/L. Dengan rentang konsentrasi awal yang sama (hingga 15,63 mg P/L), pada rasio fraksi: larutan yang lebih tinggi, yaitu 1g: 2424 cc, fraksi nano dan fraksi liat TV-3 dapat menurunkan konsentrasi P rata-rata masing- masing sebesar 58.25% dan 27.36% (Tabel lampiran 4).

Hal di atas menunjukkan bahwa: (1) fraksi nano TV-3 lebih efektif daripada fraksi liatnya dalam menjerap P dan (2) efektivitas penjerapan P meningkat dengan meningkatnya rasio fraksi: larutan dari 1g: 5161 cc ke 1g: 2424 cc atau meningkatnya bobot fraksi yang digunakan dari 3.1 mg: hingga 6.6 mg: 16 cc. Hal pertama berkaitan dengan luas permukaan spesifik (luas permukaan per satuan bobot) dari fraksi nano yang lebih tinggi daripada fraksi liat karena ukuran diameter efektif fraksi nano yang lebih kecil (<100 nm) daripada fraksi liat (<2 μm). Hal kedua berkaitan dengan peningkatan efektivitas reaksi penjerapan akibat meningkatnya peluang kontak antara fraksi nano atau liat TV-3 dengan ion fosfat (PO43-). Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi nano bermuatan positif yang

diekstraksi dari tuv volkan TV-3 dari G. Salak prospektif untuk dimanfaatkan di bidang sanitasi lingkungan sebagai flokulan dalam proses pengolahan air (limbah) tercemar fosfat. Endapan yang akan terbentuk sebagai hasil proses flokulasi akan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk P.

(39)

28

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari bahan tuf volkan TV-3 G. Salak, Bogor, Jawa Barat dapat diekstraksi fraksi nano dan fraksi liat bermuatan positif secara sederhana dengan prinsip dispersi dan flokulasi pada kondisi sistem masam (pH 4).

2. Dari 108.78 g BKM sampel tuf volkan TV-3 dapat diekstraksi 3.1 mg fraksi nano atau 0.71 mg fraksi nano/g bahan tuf volkan (0.071%) dan 6.6 mg fraksi liat atau 1.52 mg fraksi liat/g bahan tuf volkan (0.152%).

3. Fraksi nano TV-3 lebih efektif daripada fraksi liatnya dalam menjerap fosfat masing-masing dengan rataan sebesar 27.36% - 58.25% dan 14.89% - 31.71% dari konsentrasi awal dalam larutan dengan rentang hingga 15,63 mg P/L. 4. Efektivitas penjerapan fosfat meningkat dengan meningkatnya rasio fraksi:

larutan dari 1 g: 5161 cc ke 1g : 2424 cc atau dengan meningkatnya bobot fraksi nano atau liat TV-3 yang digunakan, yaitu dari 3.1 mg: ke 6.6 mg: 16 cc. 5. Fraksi nano bermuatan positif yang diekstraksi dari tuf volkan TV-3 dari G.

Salak prospektif untuk dimanfaatkan sebagai flokulan dalam proses pengolahan air (limbah) tercemar fosfat.

Saran

Penelitian lebih lanjut yang dapat disarankan antara lain: (1) melanjutkan ekplorasi tuf volkan pada area volkanik di Jawa Barat (G. Gede, G. Pangrango, G. Halimun dan G. Krakatau) dan pulau Sumatera (sepanjang Bukit Barisan), (2) melakukan analisis kadar dan identifikasi berdasarkan difraktogram spektral dari mineral liat yang terkandung dalam tuf volkan yang terseleksi, (3) melakukan percobaan jerapan P dengan konsentrasi larutan P awal dan kadar fraksi nano yang lebih tinggi, dan (4) mengaplikasikan fraksi nano terekstraksi sebagai flokulan dalam pengolahan air (limbah) tercemar fosfat.

Gambar

Gambar  1. Struktur kimia nano-ball allophane
Gambar  2. Preparasi sampel tuf volkan
Gambar  3. Seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi
Gambar  5.  Hasil sentrifugasi pemisahan fraksi nano dari fraksi liat
+3

Referensi

Dokumen terkait