• Tidak ada hasil yang ditemukan

EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN GUNUNG LAWU, JAWA TENGAH DAN KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP AMONIUM. Oleh: DEDI SETIAWAN A

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN GUNUNG LAWU, JAWA TENGAH DAN KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP AMONIUM. Oleh: DEDI SETIAWAN A"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP AMONIUM

Oleh:

DEDI SETIAWAN A14051136

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

DEDI SETIAWAN. Ekstraksi Fraksi Nano dari Tuf Volkan Gunung Lawu, Jawa Tengah dan Karakterisasi Jerapannya terhadap Amonium (Dibimbing oleh UNTUNG SUDADI dan HERMANU WIJAYA).

Dalam proses penjernihan air tercemar hara penyebab eutrofikasi (P dan NH4),

pemanfaatan material nano alami sebagai flokulan dilaporkan lebih efektif, murah dan ramah lingkungan daripada bahan kimia sintetik (Yuan dan Wu, 2007). Indonesia kaya akan bahan tanah volkan yang banyak mengandung alofan dan imogolit yang memiliki sifat muatan bergantung-pH, reaktivitas kimia, luas permukaan dan kapasitas jerapan yang tinggi terhadap anion seperti P dan kation seperti NH4. Kedua mineral liat

aluminosilikat yang sebelumnya d ianggap amorf ini kini telah dibuktikan oleh Abidin (2003 dalam Sugiarti et al., 2010) bersifat kristalin dan berdimensi nano (<5 nm). Penelitian ini bertujuan: (1) mengeksplorasi, menyeleksi dan mengekstraksi fraksi nano dari bahan tuf volkan Jawa Tengah dan Jawa Barat, (2) mengetahui karakteristik jerapan dari fraksi nano terseleksi terhadap NH4, dan (3) mempelajari prospek pemanfaatannya

sebagai flokulan alami dalam proses pengolahan air (limbah) tercemar NH4.

Berdasarkan data formasi geologi, pada Febru ari 2010 dilakukan eksplorasi dan sampling tuf volkan di 15 titik yang tersebar dari Tawangmangu, Jawa Tengah hingga Bogor, Jawa Barat. Preparasi sampel, ekstraksi fraksi nano dan karakterisasi jerapan NH4 dilakukan di Lab. Kimia dan Kesuburan Tanah, DITSL, IPB pada Maret-Juli 2010.

Berdasarkan hasil uji dispersi, tuf volkan yang mengandung fraksi nano diseleksi dan diekstraksi dengan tahapan: pendispersian sampel dalam silinder 1-L pada pH-4 atau pH-10 yang di-ultrasonic [15 menit], sedimentasi [20 jam], p emisahan 10 cm larutan teratas [mengandung fraksi liat dan nano], flokulasi dengan NaCl, pendispersian kembali, pemisahan fraksi nano (yang tidak mengendap, berdimensi <0.2 µm) dari fraksi liat (yang mengendap, <2 µm) dengan sentrifugasi [3500 rpm; 15 menit], flokulasi dan pencucian kelebihan NaCl dengan membran dialisis, pelarutan dengan aquadest [250 cc] dan uji gravimetrik untuk penetapan kadar fraksi nano dan liat. Karakterisasi jerapan NH4 menurut metode isotermal Langmuir dilakukan dengan

penambahan deret larutan 0, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50 mg NH4/L. Konsentrasi NH4

dalam keseimbangan diukur dengan UV-Vis spektrofotometer pada λ 630 nm.

Dari 1 g tuf volkan G. Lawu, Jawa Tengah dapat diekstraksi 1.19 mg fraksi nano dan 1.95 mg fraksi liat bermuatan negatif secara sederhana dengan prinsip dispersi pada pH-10 dan flokulasi. Fraksi nano lebih efektif daripada fraksi liat dalam menjerap NH4

masing-masing dengan rataan 41-68% dan 12-20% dari konsentrasi NH4 larutan awal

dengan rentang hingga 16,67 mg NH4/L. Efektivitas penjerapan NH4 meningkat dengan

meningkatnya rasio fraksi: larutan atau bobot fraksi yang digunakan . Fraksi nano bermuatan negatif yang diekstraksi dari tuf volkan G. Lawu prospektif untuk dimanfaatkan sebagai flokulan alami dalam proses pengolahan air tercemar NH4.

(3)

DEDI SETIAWAN. Extraction of Nano Fraction from Volcanic Tuff of Mount Lawu , Central Java and Its Ammonium-adsorption Characterization (Under supervision of UNTUNG SUDADI and HERMANU WIJAYA).

In the process of purification of water contaminated with nutrients causing eutrophication (P and NH4), the use of natural nano materials as a flocculant was

reported to be more effective, cheaper and environmentally friendly than synthetic chemicals (Yuan and Wu, 2007). Indonesia is rich in volcanic soil material that contains allophane and imogolith that pose pH-dependent charge properties, high chemical reactivity, specific surface area and adsorption capacity of anions such as phosphate and cations such as amonium. Both clay minerals that were previously considered to be amorphous aluminosilicate has now been proved by Abidin (2003 in Sugiarti et al., 2010) as crystalline with nano dimension (<5 nm). This study was aimed at to: (1) explore, select and extract nano fraction of volcanic tuff materials from Central Java and West Java, (2) know the NH4-adsorption characteristics of the selected nano fraction,

and (3) study the prospects of the selected nano fraction to be used as a natural flocculant in NH4-contaminated (waste) water treatment processes.

Based on geological maps, in February 2010, exploration and sampling of the volcanic tuff materials were carried out in 15 points that spread from Tawangmangu, Central Java to Bogor, West Java. The nano fraction sample preparation, extraction and amonium-adsorption characterization were carried out in the Lab. Soil Chemistry and Soil Fertility, Dep. Soil Science and Land Resource, IPB in March -July 2010. Based on dispersion test, nano fraction containing volcanic tuffs were selected and extracted with the following steps: dispersion in a 1 L-cylinder at pH-4 or pH-10 placed in an ultrasonic apparatus [15 min], sedimentation [20 hours], separation of t he top 10 cm solution [containing nano and clay fractions], flocculation with NaCl, redispersion, separation of the nano fraction (which did not settled, <0.2 µm) from the clay fraction (which settled, <2 µm) by mean of centrifugation [3500 rpm, 15 min], flocculation and washing the excess NaCl using dialysis membrane, dilution with distilled water [250 cc] and gravimetrically determination of the amount of the nano and clay fractions. The Langmuir isothermal NH4-adsorption characterization was done by ad ding solutions

containing 0, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 and 50 mg NH4/L. Concentrations of NH4 at

equilibrium state was measured by UV-Vis spectrophotometer at λ 630 nm.

From 1 g volcanic tuff material of M. Lawu, Central Java, it could be extracted 1.19 mg of negatively-charged nano fraction and 1.95 mg of clay fraction only by applying a simple principle of dispersion at pH-10 and flocculation. The nano fraction was more effective than the clay one in NH4-adsorption with an average of 41-68% and

12-20%, respectively, of the initial NH4 concentration with a range up to 16.67 mg

NH4/L. The NH4-adsorption effectiveness increased with the increasing ratio of fraction:

solution or the weight of fraction used. The negatively -charged nano fraction derived from volcanic tuff of M. Lawu was prospective to be used as a natural flocculant in the process of NH4-contaminated water treatment.

(4)

EKSTRAKSI FRAKSI NANO DARI TUF VOLKAN

GUNUNG LAWU, JAWA TENGAH DAN

KARAKTERISASI JERAPANNYA TERHADAP AMONIUM

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

DEDI SETIAWAN A14051136

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Nama Mahasiswa : Dedi Setiawan Nomor Induk Mahasiswa : A14051136

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc. Ir. Hermanu Wijaya, M.Agr.Sc. NIP.19621020 198903 1 001 NIP.19640830 199003 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc. NIP.19621113 198703 1 003

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Haruai, Kec. Murung Pudak, Kab. Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan pada 5 Desember 1986. Penulis adalah anak kedua dari dua bersaudara pasangan Bapak Dadang Setiawan dan Ibu Rusmiana. Penulis memiliki satu orang kakak bernama Andri Gunawan.

Penulis menempuh pendidikan di TK Tunas Harapan Pertamina pada tahun 1992-1993. Kemudian melanjutkan pendidikan di SD Negeri Belimbing I Murung Pudak pada tahun 1993-1999 dan SLTP Negeri 1 Murung Pudak pada tahun 1999-2002. Selama di SLTP, penulis aktif sebagai Ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) selama satu periode kepengurusan, yaitu pada tahun 2000-2001. Penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Tanjung pada tahun 2002-2005 dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005.

Penulis menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) selama satu tahun sebelum diterima di Mayor Manajemen Sumberdaya Lahan , Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan pada tahun 2006. Selama masa kuliah, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu Tanah (HMIT) sebagai staf Divisi Penelitian dan Pengembangan selama satu periode kepengurusan, yaitu pada tahun 2006/2007. Pada tahun 2008, penulis cuti kuliah selama satu tahun karena sakit dan kembali melanjutkan kuliah pada tahun 2009.

(7)

Alhamdulillahirabbil alamin. Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan hidayah-Nya jualah penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam marilah kita haturkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Skripsi berjudul “Ekstraksi Fraksi Nano dari Tuf Volkan Gunung Lawu, Jawa Tengah serta Karakterisasi Jerapannya terhadap Amonium” ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir. Untung Sudadi, M.Sc., Pembimbing Akademik dan Pembimbing Skripsi I atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi, dan ilmu yang diajarkan kepada penulis selama menempuh pendidikan.

2. Ir. Hermanu Wijaya, M.Agr.Sc., Pembimbing Skripsi II, atas bimbingan, kritik, saran, dan ilmu yang diajarkan kepada penulis selama penelitian.

3. Dr. Zaenal Abidin atas ide, saran, dan ilmu yang diberikan selama penelitian. 4. Dr. Ir. Dyah Tjahyandari, M.App.Sc. sebagai Penguji atas kritik dan sarannya. 5. Papa, Mama, Ka Andri, dan Euis Marlina atas kasih sayang, kesabaran,

semangat, dan motivasi yang diberikan.

6. Loly dan Sherlie sebagai rekan satu penelitian yang sudah berbagi di dalam suka dan duka, serta memberikan kritik, saran, ide, semangat, motivasi, dan kesabaran.

7. Rekan satu laboratorium: Rahardian, Dikas, Selly, Dena, Laras, Hafiz, Syifa, Lebe, Arin, Jesika, dan Silvia atas kebersamaan, semangat, dan motivasi yang diberikan.

8. Rekan MSL’42: Ikhsan, Bambang, Bobby, Andreas, Yugo, Dina, dan Icha. 9. Pak Ayang, Pak Dadi, Pak Kasmun, Pak Ade, Pak Soleh, Pak Sardjito, Pak

Koyo, Ibu Yani, Mbak Aninda, Mbak Desi, Mbak Iko, dan Mbak Hesti.

10.Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas bantuannya selama penulis menempuh pendidikan dan melakukan penelitian.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan juga bagi yang membacanya.

Bogor, Desember 2010

Penulis

(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Tujuan 2 TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi dan Material Nano 3

Mineral Liat 4

Asal Muatan Negatif pada Mineral Liat 4

Asal Muatan Positif pada Mineral Liat 5

Alofan sebagai Material Nano 5

Sifat Fisik dan Kimia Alofan 7

Tuf Volkan sebagai Sumber Material Nano Alami 8

Gunung Lawu 9

Amonium sebagai Pencemar Organik Ekosistem Perairan 10

BAHAN DAN METODE

Lingkup Penelitian 13

Waktu dan Tempat Penelitian 13

Bahan dan Alat 13

Metode Penelitian 14

Seleksi dan Ekstraksi Fraksi Nano 14

Preparasi Sampel Tuf Volkan 14

Seleksi Sampel Tuf Volkan berdasarkan Uji Dispersi 15

Ekstraksi Fraksi Nano dan Fraksi Liat 15

Karakterisasi Jerapan Amonium 17

(9)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Sampling Tuf Volkan 19

Seleksi dan Ekstraksi Fraksi Liat dan Fraksi Nano 20

Seleksi Berdasarkan Uji Dispersi 20

Ekstraksi berdasarkan Metode Gravimetrik 22

Karakterisasi Jerapan NH4 dari Fraksi Nano dan Fraksi Liat TV10a 22

Prospek Fraksi Nano dan Liat TV10a sebagai Flokulan Amonium 25

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 28

(10)

x

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Teks

1. Hasil Uji Dispersi terhadap Sampel Tuf Volkan pada pH-4 dan pH-10 20 2. Hasil Uji Gravimetrik Penetapan Kadar Fraksi Nano dalam 10 cc Larutan 23 3. Hasil Uji Gravimetrik Penetapan Kadar Fraksi Liat dalam 10 cc Larutan 24

Lampiran

1. Lokasi, Altitude, Koordinat Geografis dan Formasi Geologi Titik

Pengambilan Sampel Bahan Induk Tuf Volkan 31

2. Hasil Analisis Data Percobaan Jerapan NH4 pada Fraksi Liat dari

Sampel Tuf Volkan TV-10a 34

3. Hasil Analisis Data Percobaan Jerapan NH4 pada Fraksi Nano dari

Sampel Tuf Volkan TV-10a 35

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Preparasi Sampel Tuf Volkan 14

2. Seleksi Sampel Tuf Volkan berdasarkan Uji Dispersi 15

3. Ekstraksi Fraksi Nano dan Fraksi Liat 16

4. Hasil Sentrifugasi Pemisahan Fraksi Nano dari Fraksi Liat 16

5. Proses Membran Dialisis 17

6. Jerapan Isotermal Amonium pada Fraksi Liat dan Fraksi Nano

dari Tuf Volkan TV-10a dalam 1 mM CaCl2 24

Lampiran

1. Titik Lokasi Pengambilan Sampel Tuf Volkan di Jawa Tengah dan

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Limpasan dari lahan pertanian, rembesan air limbah dan efluen limbah cair industri maupun bahan kimia meracun berkontribusi terhadap pencemaran danau, sungai dan air tanah oleh nutrien (misalnya P), logam berat (misalnya Cd) dan kontaminan organik (misalnya polisiklik aromatik hidrokarbon, PAH). Kebutuhan akan air bersih dan meningkatnya kepedulian terhadap dampak negatif pencemaran terhadap kesehatan memicu pengembangan teknologi dan materi yang efektif dan efisien untuk pengendalian pencemaran dan pengolahan air (Yuan dan Wu, 2007).

Dalam proses penjernihan air tercemar nutrien penyebab eutrofikasi (P dan NH4), pemanfaatan material nano alami sebagai flokulan dilaporkan lebih efektif,

murah dan ramah lingkungan daripada bahan kimia sintetik (Yuan dan Wu, 2007). Hingga saat ini, sintesis material nano buatan masih sangat sulit dilakukan dan prosesnya mahal, sehingga eksplorasi material nano yang terbentuk secara alami sangat perlu dilakukan.

Indonesia kaya akan tanah berbahan induk abu atau tuf volkan yang banyak mengandung alofan dan imogolit dengan sifat dan ciri kimia yang spesifik, yaitu muatan bergantung-pH (variable charge) serta reaktivitas kimia, luas permukaan dan kapasitas jerapan yang tinggi terhadap anion seperti P dan kation seperti NH4.

Kedua mineral liat aluminosilikat yang sebelumnya dianggap amorf ini kini telah dibuktikan oleh Abidin (2003 dalam Sugiarti et al., 2010) memiliki struktur dasar kimia yang pasti, berbentuk bola-berlubang untuk alofan (nano-ball allophane, Ø 3-5 nm) dan tabung untuk imogolit (nano-tube imogolite, Ø 2 nm), sehingga keduanya dipastikan bersifat kristalin dan tergolong material berdimensi nano alami. Dengan demikian, material nano alami alofan dan imogolit dari alam Indonesia berpotensi untuk dieksplorasi, diekstraksi dan dimanfaatkan sebagai flokulan dalam proses penjernihan air (limbah) tercemar NH4.

(13)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan: (1) mengeksplorasi, menyeleksi dan mengekstraksi fraksi nano dari bahan induk tuf volkan Jawa Tengah dan Jawa Barat, (2) mengetahui karakteristik jerapan dari fraksi nano terseleksi (TV-10a, dari tuf volkan G. Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah, bermuatan negatif) terhadap amonium, dan (3) mempelajari prospek pemanfaatan fraksi nano terseleksi di bidang sanitasi lingkungan untuk pengolahan air (limbah) tercemar amonium.

(14)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Teknologi dan Material Nano

Geliat teknologi nano saat ini membawa perkembangan yang fantastis di bidang teknologi material. Para ahli teknologi nano berlomba-lomba mengembangkan material-material baru yang lebih kecil dan rinci daripada yang selama ini sudah ditemukan. Pada dasarnya, teknologi nano merupakan salah satu bidang sains. Bidang itu bertujuan mengawal atom dan molekul secara individu untuk, antara lain, membuat cip komputer dan piranti lain yang lebih kecil daripada yang dimungkinkan teknologi masa kini. Namun, dalam aplikasinya saat ini, teknologi tersebut ternyata telah merambah ke berbagai aspek.

Di bidang biologi, partikel-partikel cahaya berukuran nano diaplikasikan untuk bisa menembus tubuh manusia, hewan, atau tumbuhan dan menciptakan sistem pencitraan terhadap suatu partikel. Dalam dunia biokimia, para ahli berharap bisa mengembangkannya lebih jauh, yakni menjadikan atau menyebarkan virus sebagai kamera-nano untuk mendapatkan gambaran dan informasi yang akurat serta unik dari serangkaian proses dalam sel hidup. Hal itu juga bertujuan memperoleh data mengenai cara kerja virus. Informasi itu amat penting bagi perkembangan dunia pengobatan dan pertanian, apalagi saat ini di tengah-tengah gencarnya serangan berbagai virus yang berdampak buruk bagi kesehatan manusia. Dengan mengenal kerja virus diharapkan bisa lebih diketahui cara untuk menghambat atau menanggulangi serangannya terhadap manusia, hewan, atau tanaman (Anonim, 2006).

Material nano didefinisikan berdasarkan standar ukuran suatu materi, baik yang tersusun atas unsur organik maupun inorganik, pada tingkat satuan nanometer. Material nano didefinisikan memiliki dimensi <100 nm. Penelitian pada material nano sangat menarik karena dengan ukuran yang sudah mendekati ukuran suatu atom, maka sifat permukaan dan reaktivitas serta efisiensi dan efektivitas reaksi kimia yang melibatkan suatu material nano dapat dikaji lebih rinci dan lebih mendalam (Abidin, 2003 dalam Sugiarti et al., 2010).

(15)

Mineral Liat

Mineral liat adalah mineral yang berukuran kurang dari 2 µ. Mineral liat dalam tanah terbentuk karena: (1) rekristalisasi (sintesis) dari senyawa-senyawa hasil pelapukan mineral primer atau (2) alterasi (perubahan) langsung dari mineral primer yang telah ada (misalnya mika menjadi illit). Mineral liat dalam tanah dapat dibedakan atas: (1) mineral liat Al-silikat, (2) oksida-oksida Fe dan Al, dan (3) mineral-mineral primer. Mineral liat Al-silikat dapat dibedakan atas: (1) mineral liat Al-silikat yang mempunyai bentuk kristal yang baik (kristalin) misalnya kaolinit, haloisit, montmorilonit, dan ilit; serta (2) mineral liat Al-silikat amorf.

Asal Muatan Negatif pada Mineral Liat

Adanya muatan negatif pada mineral liat silikat disebabkan oleh beberapa hal (Brady 1974):

1. Kelebihan muatan negatif pada ujung-ujung patahan kristal baik pada Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.

2. Disosiasi H+ dari gugus OH yang terdapat pada tepi atau ujung kristal. Pada pH rendah (masam) ion H menjadi mudah lepas sehingga muatan negatif meningkat. Keberadaan gugus OH pada tepi kristal atau pada bidang yang terbuka dapat menimbulkan muatan negatif. Khususnya pada pH tinggi, hidrogen dari hidroksil tersebut terurai sedikit dan permukaan liat menjadi bermuatan negatif yang berasal dari ion oksigen. Muatan negatif ini disebut muatan berubah-ubah atau muatan tergantung pH. Besaran dari muatan berubah-ubah ini beragam tergantung pH dan tipe koloid. Jenis muatan ini sangat penting pada liat tipe 1:1, liat oksida besi dan aluminium, dan koloid organik.

3. Substitusi isomorfik, yaitu penggantian kation dalam struktur kristal oleh kation lain yang mempunyai ukuran yang sama tetapi muatan (valensi) yang berbeda. Pada umumnya kation yang menggantikan mempunyai muatan yang lebih rendah daripada yang digantikan, misalnya Mg2+ atau Fe2+ menggantikan Al3+ dalam Al-oktahedron, atau Al3+ menggantikan Si4+ dalam Si-tetrahedron sehingga terjadi kelebihan muatan negatif pada liat. Proses ini dianggap

(16)

5

sebagai sumber utama muatan negatif dalam liat tipe 2:1. Muatan negatif yang dihasilkan dianggap sebagai muatan permanen, karena tidak berubah dengan berubahnya pH. Kemudahan terjadinya substitusi isomorfik tergantung pada ukuran dan valensi ion yang terlibat. Proses ini hanya terjadi antara ion-ion berukuran sebanding. Perbedaan dalam dimensi ion-ion-ion-ion yang saling berganti dilaporkan tidak lebih dari 15%, dan valensi ion-ion yang saling berganti seharusnya tidak berbeda lebih dari satu satuan (Paton, 1978).

Asal Muatan Positif pada Mineral Liat

Koloid tanah dapat juga menunjukkan muatan positif seperti halnya muatan negatif. Proton tidak hanya dapat terdisosiasi dari gugus OH yang terbuka, tetapi yang disebut belakangan dapat juga menjerap atau memperoleh proton. Proses ini, yang hanya penting pada media sangat masam, menghasilkan muatan positif. Ion-ion H+ dan OH-, yang menyebabkan timbulnya muatan permukaan, juga bertanggung jawab atas potensial permukaan listrik. Oleh karena itu, mereka disebut ion-ion penentu potensial.

Muatan positif memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran anion dan sangat penting dalam retensi fosfat. Muatan tersebut diperkirakan berasal dari protonasi atau penambahan ion H+ ke gugus hidroksil. Mekanisme ini tergantung pada pH dan valensi dari ion logam. Biasanya proses ini hanya berarti pada liat oksida Al dan Fe, tetapi hal ini kurang penting pada oksida Si (Tan, 1991).

Alofan sebagai Material Nano

Nano-ball allophane dan nano-tube imogolite adalah mineral aluminosilikat yang banyak ditemukan di tanah-tanah volkan sebagai hasil pelapukan dari abu volkan. Penelitian tentang nano-ball allophane dan nano-tube imogolite dapat dikatakan lambat sekali dibandingkan dengan material nano lainnya seperti carbon nano-ball dan carbon nano-tube. Kedua material terakhir ini baru ditemukan di era tahun 1985-1991. Namun, Robert Curl, Harold Kroto, dan Richard Smalley sudah mendapatkan hadiah Nobel di tahun 1996 di bidang kimia atas penemuan struktur carbon nano-ball (Henmi dan Wada, 1976).

(17)

Allophane dan imogolite sudah ditemukan lebih dari 40 tahun lalu, yaitu pada tahun 60-an. Namun, penelitian mendalam mengenai alofan masih jarang dilakukan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, seperti struktur kimianya yang masih sulit dianalisis menggunakan difraksi sinar-X (XRD) dan metode sintesisnya yang hanya bisa dilakukan pada konsentrasi rendah. Analisis XRD pada sample nano-ball allophane akan memberikan suatu difraktogram yang hampir tanpa atau tidak ada puncak. Sementara para ahli mineralogi liat dan kristalografi selalu menyatakan bahwa mineral liat harus memiliki suatu keteraturan dalam struktur kristalnya sehingga dapat dideteksi menggunakan XRD yang ditandai oleh adanya puncak-puncak pada difraktogramnya. Oleh karena itu, nano-ball allophane sebelum ini selalu didefinisikan oleh para ahli mineralogi liat dan kristalografi sebagai mineral yang tidak memiliki keteraturan atom dalam penyusunan struktur kristalnya atau dikenal sebagai mineral amorf (Henmi dan Wada, 1976).

Abidin (2003 dalam Sugiarti et al., 2010) membuktikan bahwa alofan adalah suatu mineral liat yang memiliki struktur kimia dan bukan mineral amorf dengan didapatkannya suatu keteraturan polyhedral untuk membuat struktur kimia yang bulat. Dengan ditemukannya keteraturan tersebut, struktur alofan dapat disusun menjadi berbagai macam diameter sebagai isomorfiknya. Abidin (2008 dalam Sugiarti et al., 2010) menunjukkan tiga isomorf dari nano-ball allophane dengan ukuran diameter 1.5, 3.0, dan 4.25 nm. Hasil pengamatan mikroskop elektron menunjukkan bawa diameter alofan adalah antara 3.0 sampai 5.0 nm (Henmi dan Wada, 1976). Lebih lanjut, ukuran dari isomorfik struktur nano-ball allophane yang ideal dan mirip dengan yang ditemukan di lingkungan alam adalah berdiameter 4.25 nm (Abidin et al., 2005). Dengan demikian, alofan dan imogolit tergolong sebagai material nano karena berukuran <100 nm.

Di samping memiliki bentuk yang sangat unik yaitu seperti bola, alofan merupakan mineral liat yang sempurna sebagai satu unit partikel. Dengan demikian telah dibuktikan bahwa alofan merupakan sebuah unit partikel dengan posisi atom-atom penyusun yang telah diketahui dengan jelas. Oleh karena itu, maka dilakukan pendefinisian baru pada nama allophane sebagai mineral liat yaitu Nano-Ball Allophane (Abidin, 2003 dalam Sugiarti et al., 2010). Penemuan

(18)

7

ini adalah yang pertama kali di dunia dan struktur kimia nano-ball allophone ini masih terus divalidasi dengan mengunakan simulasi perhitungan kimia (Abidin, 2008 dalam Sugiarti et al., 2010).

Sifat Fisik dan Kimia Alofan

Alofan merupakan mineral liat tanah yang paling reaktif karena mempunyai permukaan spesifik yang sangat luas dan mempunyai banyak gugus fungsional aktif (Farmer et al., 1983). Adanya alofan memberikan sifat-sifat unik pada Andisol. Hal ini karena alofan mempunyai muatan bervariasi (variable charge) yang besar, bersifat amfoter, KTK 20-50 cmol.kg-1, KTA 5-30 cmol.kg-1, struktur acak dan terbuka, serta dapat mengikat fosfat (Tan, 1992; van Ranst, 1995 Wada, 1989). Akibat kuatnya fiksasi fosfat oleh mineral ini, maka ketersediaan fosfat yang mudah larut pada Andisol akan berkurang.

Alofan yang mempunyai rasio molar Al/Si 2,0 telah diidentifikasi pada Andisol di Selandia Baru dan Jepang serta di tanah Podzol di Skotlandia (Parfit dan Henmi, 1982). Hasil identifikasi tersebut menjadi data dasar dalam menentukan pengelolaan Andisol di wilayah tersebut. Alofan termasuk kelompok aluminosilikat alam yang komponen utamanya terdiri dari Si, Al, dan H2O. Rasio

molekul Si/Al mineral ini 1/1 atau 2/1, serta mempunyai struktur mineral yang acak dan terbuka/berpori. Antara lembar tetrahedral dan oktahedral terdapat banyak daerah kosong sehingga molekul air dapat dengan mudah keluar masuk, dan anion seperti fosfat dan amonium dapat terjerap. Alofan mempunyai permukaan spesifik yang luasnya mencapai 1100 m2.g-1. Luas permukaan yang besar ini mengakibatkat sistem koloid tanah menjadi sangat reaktif sehingga pertukaran kation, anion, jerapan air, dan fiksasi menjadi lebih tinggi (Tan, 1992). Identifikasi alofan dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: (1) pengukuran pH setelah diperlakukan dengan pengekstrak kuat seperti NaF yang akan menghasilkan data kualitatif dan semi kuantitatif, (2) pengukuran retensi fosfat (Blakemore, 1987) yang menghasilkan data kualitatif, (3) pengukuran dengan DTA (Differential Thermal Analysis) yang mengungkapkan keberadaan alofan secara kualitatif, (4) penggunaan mikroskop elektron yang menghasilkan data kualitatif, (5) pemakaian larutan ammonium oksalat, DCB (Dithionite Citrate

(19)

Bicarbonate) dan asam pirofosfat yang dikenal sebagai selective dissolution untuk menghasilkan data kualitatif dan kuantitatif, serta (6) pemakaian spektroskopi inframerah yang menghasilkan data kualitatif.

Tuf Volkan sebagai Sumber Material Nano Alami

Letusan gunung berapi melontarkan berbagai bahan hamburan dari dalam bumi ke permukaan bumi dan udara. Endapan yang dihasilkan bertekstur klastika. Apabila bahan hamburan itu dihasilkan oleh letusan nonmagmatik, maka endapannya disebut endapan hidroklastika. Bahan hamburan yang langsung berasal dari magma (primary magmatic materials) disebut piroklas, sedangkan onggokan-onggokan piroklas di permukaan bumi disebut endapan piroklastika (pyroclastic deposits) dan setelah mengalami litifikasi menjadi batuan piroklastika (pyroclastic rocks) (Fischer dan Schmincke, 1984 dalam Bronto, 2001). Istilah pyroclast berasal dari kata pyro (bahasa yunani) yang berarti api atau clast yang berarti bahan hamburan butiran, fragmen, kepingan atau pecahan batuan. Oleh sebab itu, piroklas adalah fragmen pijar atau butiran yang mengeluarkan api (berpendar/membara) pada saat dilontarkan dari dalam bumi ke permukaan melalui kawah gunungapi. Terbentuknya api tersebut dikarenakan magma yang mempunyai temperatur tinggi (900-1200 oC) tiba-tiba dilontarkan ke permukaan bumi yang temperatur rata-ratanya kurang dari 35 oC.

Berdasarkan ukuran butirnya, bahan piroklastika dan hidroklastika dibagi menjadi: (1) bom volkanik atau blok volkanik (volcanic bomb atau volcanic block) yang berdiameter ≥64 mm, (2) lapili yang memiliki diameter 2-64 mm, dan (3) abu volkanik (volcanic ashes) yang berukuran ≤2 mm (Fischer dan Schmincke, 1984 dalam Bronto, 2001). Abu volkan yang jatuh ke permukaan dan memadat karena air membentuk batuan yang disebut tuf volkan (Anonim, 2008). Dari proses pelapukan bahan induk tuf volkan akan dihasilkan mineral liat aluminosilikat nano-ball allophane dan nano-tube imogolite. Dengan demikian, dari bahan tuf volkan yang sudah melapuk tetapi belum terlapuk lanjut akan dapat diekstraksi alofan dan imogolit, karena ukurannya yang berdimensi <5 nm dan sifat kimia permukaannya yang sangat reaktif, merupakan material nano alami.

(20)

9

Gunung Lawu

Gunung Lawu secara geomorfologis berada di zona tengah Jawa Tengah. Zona ini merupakan suatu depresi yang diisi oleh endapan vulkanik muda dan termasuk dalam deretan Gunungapi Kuarter dengan bentuk strato. Aktivitas gunungapi pada zona ini umumnya menghasilkan batuan berkomposisi andesitik sampai basaltik, baik berupa batuan lepas dalam bentuk remah-remah gunungapi berbutir halus sampai kasar (piroklastik), maupun batuan padu dalam bentuk aliran maupun kubah lava (Pannekoek, 1949).

Gunung Lawu memiliki ketinggian 3265 meter, dengan koordinat geografis 7.625o LS dan 111.192 BT. Tipe volcanonya adalah stratovolcano. Gunung Lawu terakhir meletus pada tahun 1885 (Anonim, 2006).

Batuan Gunung Lawu dapat dipisahkan menjadi batuan Gunungapi Lawu Tua (kompleks Jobolarangan) dan batuan Gunungapi Lawu Muda. Aliran lava yang bersumber dari beberapa kerucut tersebar di bagian badan Gunungapi Lawu Tua dan Gunungapi Lawu Muda.

Petrografi Kompleks Gunungapi Lawu Tua (Gunung Jobolarangan) adalah sebagai berikut: (a) Breksi Jobolarangan (Qvjb), tersusun atas breksi gunungapi, setempat bersisipan lava andesit. Umumnya menempati bagian puncak kompleks Gunungapi Lawu Tua, yaitu di Kabupaten Karanganyar bagian Selatan dan sedikit di bagian Timurlaut. Warna batuan kelabu kecoklatan, dan bila lapuk menjadi kemerahan, berada pada kemiringan lereng antara 30-50% dengan tebal lapisan mencapai puluhan meter. Kelompok ini disisipi lava andesit berwarna kelabu kehitaman. Contoh sisa breksi gunungapi yang dikelilingi endapan lahar adalah: Gunung Nguworak, Gunung Bulu, dan Gunung Kukusan di Baratlaut Gunungapi Lawu Tua; (b) Lava Sidoramping (Qvsl), berupa lava andesit. Lava ini bertekstur alir yang berasal dari kompleks Sidoramping, Gunung Puncakdalang, Gunung Kukusan dan Gunung Ngampiyungan, yang secara umum mengalir ke arah Barat. Warna dominan kelabu tua dan tersusun atas plagioklas, kuarsa dan felspar.

Petrografi Kompleks Gunungapi Lawu Muda adalah sebagai berikut: (a) Batuan Gunungapi Lawu (Qvl), terdiri atas tuf breksian dan breksi tufaan bersisipan lava andesit. Tuf breksian berwarna coklat kemerahan, umumnya lapuk dan berukuran 2-10 cm. Tersusun atas mineral andesit, kuarsa, felspar, kepingan

(21)

kaca gunungapi, batuapung, dan sedikit piroksin serta amfibol. Felspar sebagian berubah menjadi liat dan klorit, dengan tebal lapisan >2 meter. Breksi tufaan berwarna kelabu coklat, bila lapuk berwarna coklat kemerahan, memiliki ukuran antara 1-10 cm, dengan tebal lapisan >5 meter. Lava andesit berwarna kelabu, tersusun atas mineral plagioklas, felspar sedikit kuarsa dan mineral mafik. Umumnya berstruktur leleran dengan ketebalan lapisan sekitar 2 meter. Satuan batuan ini mempunyai persebaran luas, mulai dari kerucut, lereng, hingga kaki gunungapi; (b) Lava Condrodimuko (Qvcl) terdiri atas lava andesit berwarna kelabu tua, yang tersusun atas mineral andesit, kuarsa, felspar, sedikit hornblende, piroksin, dan mineral bijih. Leleran yang berasal dari kawah Condrodimuko ini mengalir ke arah Baratdaya. Bagian Baratlaut dibatasi oleh sesar turun yang memotong puncak Gunungapi Lawu, sementara aliran yang ke Selatan dibatasi oleh sesar Cemorosewu. Satuan batuan ini mengalir dari kawah Gunung Banyuurip dan menempati morfologi kerucut hingga lereng gunungapi; (c) Lava Anak Lawu (Qvcl) mempunyai karaktersitik seperti Lava Condrodimuko, yang keluar dari salah satu kerucut Lawu Muda di bagian Timurlaut, pada morfologi lereng gunungapi; (d) Lahar Lawu (Qlla) berupa endapan lahar, yang terdiri atas andesit, basalt, dan sedikit batuapung bercampur dengan pasir gunungapi, membentuk perbukitan rendah ataupun mengisi dataran kaki gunungapi. Agihan cukup luas mulai dari Kecamatan Karangpandan hingga batas bagian Barat Kabupaten Karanganyar, yang menempati morfologi kaki hingga dataran kaki gunungapi; (e) Batuan Terobosan Andesitis (Tma), dengan ukuran kristal antara 0,5-1 mm, tersusun atas mineral andesit, ortoklas, kuarsa, bijih, mikrolit plagioklas, dan silika. Sebagian besar felspar berubah menjadi klorit dan liat. Batuan terobosan ini (Gunung Bangun) terdapat pada tekuk lereng antara morfologi kaki dan dataran kaki di bagian Baratdaya (Santosa, 2006).

Amonium sebagai Pencemar Organik Ekosistem Perairan

Ekosistem perairan dapat tercemar oleh pencemar organik ketika terjadi kelebihan bahan organik yang berasal dari pupuk kandang ataupun limbah domestik. Peningkatan kadar bahan organik di perairan mengakibatkan peningkatan jumlah decomposer. Decomposer adalah makhluk hidup yang

(22)

11

berfungsi untuk menguraikan makhluk hidup yang telah mati, sehingga materi yang diuraikan dapat diserap oleh tumbuhan yang hidup disekitar daerah tersebut (Anonim, 2010). Decomposer ini akan tumbuh dengan cepat dan menggunakan banyak oksigen selama pertumbuhannya. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah oksigen sebagai akibat dari proses dekomposisi yang terjadi. Kurangnya oksigen dapat membunuh organisme perairan. Organisme perairan yang mati akan dipecah oleh decomposer yang mengakibatkan penurunan oksigen lebih lanjut.

Jenis pencemar organik yang dominan adalah amonium, nitrat dan fosfat. Kandungan amonium, nitrat dan fosfat yang tinggi mengakibatkan pertumbuhan berlebih dari tanaman air dan ganggang. Tanaman dan ganggang yang mati akan menjadi bahan organik di perairan. Peluruhan yang sangat besar dari biomassa tanaman akan menurunkan kandungan oksigen. Proses pertumbuhan tanaman air yang cepat diikuti oleh meningkatnya aktivitas decomposer dan menipisnya kandungan oksigen disebut eutrofikasi.

Sumber pencemar organik di perairan dapat berasal dari aktivitas pertanian dan rumah tangga. Aktivitas pertanian banyak menggunakan pupuk kimia yang bila berlebih akan tercuci ke sungai dan merusak ekosistem perairan serta kehidupan di dalamnya. Kelebihan pupuk dapat meningkatkan kadar amonium, nitrat dan fosfat di dalam air sehingga dapat mengakibatkan proses eutrofikasi. Ternak yang merumput di sekitar sumber air sering menghasilkan produk-produk limbah organik yang tercuci ke dalam air. Hal tersebut juga mengakibatkan kadar bahan organik di air meningkat sehingga kadar nitrogen dalam bentuk amonium atau nitrat meningkat pula dan juga mengakibatkan eutrofikasi.

Selain berasal dari pertanian, pencemar organik juga dapat berasal dari aktivitas rumah tangga atau domestik. Rembesan tinja dari tangki septik ke saluran air terdekat merupakan salah satu sumber pencemaran organik yang menyebabkan eutrofikasi (Anonim, 2006).

Permasalahan yang muncul berkaitan dengan sumber daya air adalah penurunan kualitas air pada beberapa sungai dan sumur. Secara fisik (parameter pH, jumlah zat padat terlarut/ Total Dissolved Solids, dan daya hantar listrik/DHL) sungai-sungai dan sumur yang ada di Indonesia masih dalam keadaan normal. Tetapi secara kimia dan biologi beberapa sungai dan sumur

(23)

terindikasi pencemaran berdasarkan kriteria baku mutu kualitas air (PP 82/2001). Parameter kimia yang terindikasi sebagai bahan pencemar sungai adalah amonium (NH4), fosfat (PO4), detergen (Methylene Blue Active Substance), logam terlarut

Mangan (Mn), Nitrit (NO2), Flourida (F), dan Besi (Fe).

Penyebab utama pencemaran sungai adalah kesadaran masyarakat yang masih rendah untuk menjaga kualitas perairan sungai. Kebiasaan membuang sampah rumah tangga dan tinja ke sungai-sungai masih saja berlanjut hingga kini. Akibatnya, kadar BOD (Biological Oxygen Demand) menjadi meningkat melebihi baku mutu air Kelas I dan Kelas II. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan aktivitas dekomposisi kandungan bahan organik yang tinggi dalam perairan. Aktivitas dekomposisi bahan organik selalu menghasilkan produk sampingan yang beberapa diantaranya bersifat negatif, seperti zat-zat yang berbau dan beracun. Contoh zat-zat tersebut adalah amoniak dan hidrogen sulfida. Jadi, nilai BOD yang tinggi berkorelasi dengan peningkatan jumlah amoniak dalam sungai. Sehingga nilai BOD yang tinggi menjadi indikator pencemaran sungai-sungai oleh limbah organik. Perairan dengan nilai BOD yang tinggi akan berpotensi mengganggu biota yang terdapat didalamnya bila kandungan oksigen terlarut (DO/dissolved oxygen) rendah (Anonim, 2006).

(24)

13

BAHAN DAN METODE

Lingkup Penelitian

Penelitian ini terdiri atas eksplorasi bahan induk tuf volkan, seleksi dan ekstraksi fraksi nano bermuatan dari bahan tuf volkan serta karakterisasi jerapannya terhadap amonium. Berpedoman pada peta geologi, sampel tuf volkan disampling di 15 titik yang tersebar dari Tawangmangu, Jawa Tengah hingga Bogor, Jawa Barat. Pemilihan tuf volkan dan bukannya tanah andisol sebagai bahan penelitian didasarkan pada pertimbangan untuk meminimalkan gangguan bahan organik dalam proses ekstraksi.

Waktu dan Tempat Penelitian

Eksplorasi dan pengambilan sampel tuf volkan dilakukan pada Februari 2010. Preparasi sampel, ekstraksi fraksi nano dan karakterisasi jerapannya terhadap amonium dilakukan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Institut Pertanian Bogor pada Maret hingga Juli 2010.

Bahan dan Alat

Preparasi sampel dan ekstraksi fraksi nano. Bahan yang digunakan meliputi sampel tuf volkan, aquadest, NaOH dan HCl teknis serta pH-paper. Alat yang digunakan meliputi mortar, ayakan, neraca analitik, tabung reaksi, magnetic stirrer, peralatan gelas, botol plastik, ultrasonic, sifon plastik, tabung/silinder 1-L, sentrifuse dan membran dialisis.

Percobaan Jerapan Amonium. Bahan yang digunakan meliputi fraksi nano dan faksi liat TV-10a, NaOH, HCl dan NaCl teknis, pH-paper, larutan NH4

[NH4Cl, CaCl2], Buffer Sitrat (8g NaOH, 20g Alkalin Sitrat [C6H5OH], 0.075g

Na-nitroprusida [Na2(Fe(CN)5)NO.2H2O] dan aquadest hingga 500cc), larutan

Fenolat (9.3833g NaOH, 13.7 g Na3C6H5O7 dan aquadest hingga 500cc) dan

larutan Na-Hipoklorit (105cc 5%NaOCl dan aquadest hingga 315cc), kertas saring dan aquadest. Alat yang digunakan meliputi peralatan gelas, botol plastik, neraca analitik dan spectrophotometer.

(25)

Metode Penelitian

Seleksi dan Ekstraksi Fraksi Nano

Seleksi fraksi nano dan liat didasarkan pada hasil uji dispersi pada kondisi pH-4 atau pH-10 dalam tabung reaksi. Sampel terseleksi kemudian diekstraksi pada silinder 1-L. Tahapan uji dispersi dan ekstraksi disajikan dalam bagan alir berikut:

Preparasi Sampel Tuf Volkan

Tahapan preparasi sampel tuf volkan untuk diseleksi dan diekstraksi fraksi nano dan fraksi liatnya disajikan pada Gambar 1.

[a] [b] [c]

Gambar 1. Preparasi sampel tuf volkan

Preparasi sampel tuf volkan diawali dengan kegiatan pengambilan sampel di lapang. Sampel dikeringudarakan selama satu minggu (Gambar 1 [a]), dihaluskan menggunakan mortar (Gambar 1 [b]) dan diayak (<2 mm) (Gambar 1[c]). Selanjutnya sampel ditetapkan kadar airnya secara gravimetrik.

Sampel tuf v olkan dikeringudarakan, diay ak (<2 mm) dan ditetapkan kadar airny a

Dimasukkan 5g ke tabung reaksi, dilarutkan (aq), didispersikan pada kondisi pH-4 atau pH-10, diultrasonic 15 menit

Sampel terdispersi diseleksi untuk diekstraksi fraksi nano

dan liatny a 10g sampel terseleksi dimasukkan ke tabung 1-L, dilarutkan (aq), didispersikan pada kondisi pH-4 atau pH-10, diultrasonic 15 menit Sedimentasi 20 jam. Pemisahan larutan 10 cm teratas dgn sifon, disimpan di gelas piala Flokulasi dgn NaCl. Redispersi pada kondisi

pH-4 atau pH-10

Sentrifugasi (3500 rpm, 15 menit); Larutan jernih dibuang; Endapan diredispersi pada pH-4 atau pH-10

Resentrifugasi; Lar. keruh dipisahkan (mengandung fr.nano);

Endapan diredispersi dan resentrifugasi

Larutan keruh (fr.nano) dan endapan (fr. liat) dipisahkan; Flokulasi; Membran dialisis (7 hari) Dilarutkan (aq, 250 cc).

(26)

15

Seleksi Sampel Tuf Volkan berdasarkan Uji Dispersi

Tahapan seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi disajikan pada

Gambar 2. Dengan menggunakan sendok, masing-masing ± 2,5 g dari 15 sampel tuf volkan berukuran <2 mm dimasukkan ke dua tabung reaksi (Gambar 2 [a]), kemudian dilarutkan dengan 20 cc aquadest (Gambar 2 [b]) dan diultrasonik selama 15 menit (Gambar 2 [c]). Selama diultrasonik, masing-masing larutan sampel dikondisikan pH-nya, yaitu pada pH-4 dengan menambahkan 1 cc HCl 33% yang diencerkan 70x dan pH-10 dengan menambahkan 2.5 cc 0,1 N NaOH. Kemudian dilakukan seleksi berdasarkan hasil pengamatan terjadinya dispersi pada jam setelah 1-jam (Gambar 2 [d]) dan 6-jam (Gambar 2 [e]).

[a] [b] [c]

[e] [d]

Gambar 2. Seleksi sampel tuf volkan berdasarkan uji dispersi

Ekstraksi Fraksi Nano dan Fraksi Liat

Tahapan ekstraksi fraksi nano dan fraksi liat dari sampel tuf volkan terseleksi, yaitu sampel yang terdispersi pada kondisi pH-4 atau pH-10, disajikan pada Gambar 3. Sebanyak 10 g sampel terseleksi dimasukkan ke dalam tabung silinder 1-L dan dilarutkan dengan 1000 cc aquadest (Gambar 3 [a]), kemudian dikondisikan pH-nya ke pH-4 dengan penambahan 4 cc HCl 33% yang diencerkan 50x atau ke pH-10 dengan penambahan 2.7 cc 1 N NaOH dan disedimentasikan selama 20 jam. Selanjutnya, 10-cm larutan teratas yang mengandung fraksi nano

(27)

dan fraksi liat diambil dengan menggunakan sifon (Gambar 3 [b]). Tahapan ini dilakukan beberapa kali hingga diperoleh larutan terdispersi 10-cm teratas dalam jumlah yang cukup. Kemudian, larutan diflokulasikan kembali menggunakan 200 cc 1 N NaCl dan larutan yang bening di atasnya dibuang (Gambar 3 [c]).

[a] [b] [c]

Gambar 3. Ekstraksi fraksi nano dan fraksi liat

[a] [b] [c] [d]

Gambar 4. Hasil sentrifugasi pemisahan fraksi nano dari fraksi liat

Hasil flokulasi dibagi menjadi 4 bagian, dimasukkan ke tabung polietilen, disamakan volumenya dengan menambahkan aquadest dan dikondisikan kembali pH-nya ke pH-4 atau pH-10 (Gambar 4 [a]). Setelah itu, larutan disentrifugasi pada 3500 rpm selama 15 menit. Hasil sentrifugasi pertama, yang bening dan mengandung kelebihan NaCl dari tahapan flokulasi, dibuang (Gambar 4 [b]). Selanjutnya, dilakukan lagi penambahan aquadest sehingga diperoleh 4 tabung dengan volume yang sama, dikondisikan kembali pH-nya ke pH-4 atau pH-10 dan disentrifugasi kembali pada 3500 rpm selama 15 menit beberapa kali [3 sampai 4 kali] (Gambar 4 [c]). Hasil sentrifugasi yang keruh adalah fraksi nano (<0.2µm), sedangkan yang mengendap adalah fraksi liat (>0.2µm).

(28)

17

[a] [b] [c]

Gambar 5. Proses membran dialisis

Baik fraksi nano maupun fraksi liat masing-masing ditampung ke dalam gelas piala (Gambar 5 [a]) dan dimasukkan ke dalam membran dialisis dan direndam dalam aquadest selama 1 minggu (Gambar 5 [b]) untuk menghilangkan kelebihan NaCl. Setelah 1 minggu, sampel fraksi nano dan fraksi liat masing-masing dikeluarkan dari membran dan dilarutkan dengan aquadest dalam labu takar 250 ml hingga tanda tera (Gambar 5 [c]) untuk selanjutnya ditetapkan kadarnya (bobot per satuan volume) secara gravimetrik.

Karakterisasi Jerapan Amonium. Percobaan jerapan amonium dilakukan menurut metode isotermal Langmuir. Konsentrasi deret larutan NH4 yang

ditambahkan meliputi 0, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 dan 50 mg NH4/L yang dibuat dari

larutan baku 100 mg NH4/L. Konsentrasi NH4 dalam keseimbangan diukur secara

spektrofotometri menggunakan pereaksi Buffer Sitrat, Larutan Fenolat dan Larutan Na-Hipoklorit. Tahapan percobaan diilustrasikan dalam bagan alir berikut:

Masing-masing 10 cc lar. fraksi nano/liat dipipet ke caw an porselin untuk

ditetapkan kadarny a secara grav imetrik

Masing-masing 10 cc larutan fraksi nano/liat

dipipet ke 10 tabung reaksi (duplo)

Ditambahkan 5 cc deret larutan NH4 (0, 2.5, 5, 10, 20, 30, 40 & 50 mg NH4/L) dalam background 1.0 mM CaCl2 Ekuilibrasi 3x 24 jam; Dikocok 2x sehari menggunakan magnetic stirrer Disaring menggunakan kertas saring Aliquot dipisahkan 2 cc aliquot dipipet ke tabung reaksi; 2 cc larutan NH4 standar (0, 1, 2, 3, 4, 5 mg NH4/L)

dipipet ke tabung reaksi

Ditambahkan

4 cc Buffer Sitrat 4 cc Lar. Fenolat & 4 cc Lar. Na-Hipoklorit Dikocok menggunakan magnetic stirrer; Diamkan 30 menit Ukur konsentrasi NH4 menggunakan spectrophotometer; Analisis data jerapan NH4

(29)

Pereaksi Buffer Sitrat dibuat sebanyak 500 cc dari 8 g NaOH, 20 g Alkalin Sitrat, 0.075 g Na Nitroprusida dan ditambah aquadest hingga tanda tera. Pereaksi Fenolat dibuat sebanyak 500 cc dari 9.3833 g NaOH, 13.7 g Fenol dan ditambah aquadest hingga tanda tera. Pereaksi Natrium Hipoklorit dibuat sebanyak 315 cc dari 105 cc NaOCl 5% dan 210 cc aquadest.

(30)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Lokasi Sampling Tuf Volkan

Deskripsi lokasi sampling tuf volkan, meliputi lokasi titik pengambilan sampel, altitude, koordinat geografis dan formasi geologi, disajikan pada

Lampiran 1.Peta lokasi sampling disajikan pada Lampiran 2.

Lampiran 1 menunjukkan bahwa lokasi sampling meliputi area dengan tanah-tanah yang berkembang dari bahan induk abu volkan. Lokasi sampling meliputi 15 titik yang tersebar dari Tawangmangu, Karanganyar, Jawa Tengah hingga Bogor, Jawa Barat, dari altitude 212 sampai 1116 m dpl. Berdasarkan informasi dari Peta Geologi, bahan induk tanah berasal dari formasi kuarter (Qv, Qa, Ql dan Qm), kecuali pada titik sampling TV-15 di Semin, Wonosari, Jawa Tengah yang berbahan induk dari formasi tersier (Tmo). Secara umum, dari arah Timur ke Barat, batuan induk mengikuti sekuen bersusunan basaltik-andesitik-tuf. Menurut Tan (1964), bahan induk tanah-tanah di lokasi yang disampling dari arah Timur ke Barat berubah dari tipe basa ke masam. Lebih lanjut, Whitford (1975 dalam van Ranst et al., 2004) juga menyatakan bahwa bahan induk tanah di Pulau Jawa berevolusi menjadi bertipe semakin masam dari arah Timur ke Barat. Secara lebih spesifik, hasil penelitian van Ranst et al. (2004) menunjukkan bahwa bahan induk tanah-tanah yang berkembang dari abu volkan di Jawa Timur bersifat basa (calc-alkaline basaltic ash), sedangkan ke arah Barat bersifat lebih masam, yaitu tipe basalt-andesitic ash (Jawa Tengah) dan andesitic-tuffaceous ash (Jawa Barat). Hal ini menunjukkan bahwa kondisi iklim (suhu dan curah hujan) dan lingkungan pencucian yang semakin hebat ke arah Jawa Barat lebih mendukung pembentukan dan perkembangan mineral-mineral aluminosilikat sebagai hasil dari proses pelapukan bahan induk abu volkan. Di antara mineral liat yang terbentuk tersebut adalah Alofan dan Imogolit yang kini telah diketahui bersifat kristalin dan memiliki ukuran pada tingkat nano (<5 nm) (Abidin, 2003 dalam Sugiarti et al., 2010). Dengan demikian, dari sampel tuf volkan yang diambil di Bogor dan Jawa Barat diharapkan diperoleh fraksi nano yang lebih banyak dengan tingkat kristalisasi yang lebih sempurna daripada sampel yang diambil di Jawa Tengah.

(31)

Seleksi dan Ekstraksi Fraksi Liat dan Fraksi Nano

Seleksi berdasarkan Uji dispersi

Hasil uji dispersi dalam tabung reaksi dengan mengkondisikan sampel pada pH-4 dan pH-10 sebagai metode untuk menyeleksi sampel yang mengandung fraksi liat dan fraksi nano disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil uji dispersi terhadap sampel tuf volkan pada pH-4 dan pH-10

No Sampel pH-4 pH-10 No. Sampel pH-4 pH-10

1 TV-1 (120-160) 11 TV-11   2 TV-1 (160-200) 12 TV-12   3 TV-1 (200-240) 13 TV-13 4 TV-2  14 TV-14   5 TV-3 15 TV-15 6 TV-4   16 TV-16   7 TV-5  17 TV-17   8 TV-9   18 TV-18a 9 TV-10a  19 TV-18b  10 TV-10b  

Keterangan : √ terdispersi , tidak terdispersi

Sampel tuf volkan yang terdispersi pada pH-4 adalah 1(120-160), TV-1(160-200), TV-1(200-240), TV-3 dan TV-18b, sedangkan sampel tuf volkan

yang terdispersi pada pH-10 adalah TV-2, TV-5, TV-10a, TV-13 dan TV-15.

Sampel tuf volkan TV-18a terdispersi baik pada pH-4 maupun pH-10.

Sampel yang terdispersi pada pH-4 atau pH-10 menunjukkan adanya fraksi liat dan fraksi nano yang memiliki muatan variable atau muatan bergantung-pH. Pada pH- 4, larutan dikondisikan mengandung H+ dalam konsentrasi berlebih sehingga terjadi gaya tolak-menolak dengan fraksi liat dan fraksi nano yang bermuatan dominan positif. Sebaliknya, pada pH-10 larutan mengandung OH -berlebih sehingga terjadi gaya tolak-menolak dengan fraksi liat dan fraksi nano yang bermuatan dominan negatif. Terbentuknya muatan positif adalah akibat mekanisme protonisasi (penambahan H+) pada gugus fungsional silanol (–Si-OH0.5- +H+→ –Si-OH20.5+) dan aluminol (–Al-OH0.5- +H+ → –Al-OH20.5+),

sedangkan terbentuknya muatan negatif adalah akibat mekanisme deprotonisasi (penambahan OH-) pada gugus fungsional silanol (–Si-OH0.5- +OH- → –Si-O

(32)

1.5-21

+H2O) dan aluminol (–Al-OH0.5- +OH- → –Al-O1.5- +H2O → –Al-O1.5-) pada

struktur mineral aluminosilikat fraksi liat dan nano seperti yang terjadi pada Alofan dan Imogolit (Tan, 1991; Elsheikh et al., 2008).

Pada lokasi sampling yang sama di Sukajadi, Bogor diperoleh TV-1 dan TV-2 yang terdispersi pada kondisi yang berbeda. Hal ini menunjukkan bahwa sampel tuf volkan TV-1 telah mengalami pelapukan pada tingkat lebih lanjut sehingga lingkungan pelapukannya bersifat lebih masam dan oleh karenanya terbentuk muatan yang lebih dominan positif. Sebaliknya, sampel tuf volkan TV-2 belum mengalami tingkat pelapukan yang lanjut sehingga lingkungan pelapukannya bersifat lebih basa dan oleh karenanya terbentuk muatan yang lebih dominan negatif. Kondisi sampel tuf volkan TV-2 di lapang lebih segar dan kasar karena masih bercampur dengan batu apung (pomice) dan bahan tras berwarna abu-abu, sedangkan sampel tuf volkan TV-1 lebih halus dan berwarna kuning kemerahan.

Bahan induk tuf volkan TV-3 terlapukkan pada kondisi iklim dengan curah hujan dan lingkungan pencucian yang lebih intensif dibandingkan TV-10a.

Akibatnya, lingkungan pelapukan TV-3 lebih masam dan menghasilkan fraksi nano dan liat yang lebih dominan bermuatan positif, sedangkan lingkungan pelapukan TV-10a lebih basa dan menghasilkan fraksi nano dan liat yang lebih dominan bermuatan negatif. Hal ini sesuai dengan formasi geologi bahan induk tuf volkan TV-3 yang bersusunan breksi tufaan dan umumnya telah sangat melapuk, sedangkan bahan induk tuf volkan TV-10a relatif masih kasar, terdiri

atas campuran tuf yang halus dan dan breksi yang lebih kasar.

Pada titik sampling tuf volkan TV-18 diperoleh dua lapisan, yaitu TV-18a

dan TV-18b di bawahnya. Bahan induk tuf volkan TV-18a terdispersi pada pH-4

dan pH-10, sedangkan TV-18b hanya terdispersi pada pH-4. Artinya, muatan

dominan tuf volkan TV-18a dan TV-18b berbeda. Hal ini mungkin disebabkan tuf

volkan TV-18a dan TV-18b berasal dari abu volkan hasil erupsi G. Talagabodas

dari erupsi yang tidak bersamaan. Erupsi terdahulu mengakibatkan terbentuknya tuf volkan TV-18b dan erupsi selanjutnya yang lebih muda mengakibatkan

terbentuknya tuf volkan TV-18a. Akibatnya, tuf volkan TV-18b telah mengalami

(33)

oleh karenanya membentuk fraksi nano dan liat yang lebih dominan bermuatan positif, sedangkan tuf volkan TV-18a membentuk fraksi nano dan liat yang

bermuatan positif dan negatif karena masih relatif lebih segar atau belum mengalami pelapukan lanjut.

Sampel yang terdispersi pada pH-4 [1(120-160), 1(160-200), TV-1(200-240), TV-3, TV-18a, dan TV-18b] dan pada pH-10 [TV-2, TV-5, TV-10a,

TV-13, TV-15, dan TV-18a] selanjutnya diseleksi untuk diekstraksi fraksi nanonya.

Ekstraksi berdasarkan Metode Gravimetrik

Tabel 2 menunjukkan bahwa dari sampel tuf volkan yang terseleksi pada kondisi pH-4 dapat diekstraksi fraksi nano bermuatan positif sejumlah 0.24 - 1.31 mg/g tuf volkan, sedangkan pada kondisi pH-10 diperoleh fraksi nano bermuatan negatif sejumlah 0.98 - 2.48 mg/g tuf volkan. Dari sampel tuf volkan yang terseleksi pada kondisi pH-4 juga terekstraksi fraksi liat bermuatan positif sejumlah 0.52 - 1.63 mg/g tuf volkan, sedangkan pada kondisi pH-10 diperoleh fraksi liat bermuatan negatif sejumlah 1.64 - 15.90 mg/g tuf volkan (Tabel 3).

Berdasarkan hasil ekstraksi fraksi nano yang tertinggi dan pertimbangan kemudahan kondisi pengambilan sampel di lapangan, maka dipilih fraksi nano dari sampel TV-18b dan TV-3 pH-4 untuk percobaan jerapan terhadap P dan fraksi nano dari sampel TV-10a pH-10 untuk percobaan jerapan terhadap NH4.

Untuk perbandingan, dilakukan juga percobaan jerapan P terhadap fraksi liat dari sampel tuf volkan TV-18b dan TV-3, serta percobaan jerapan NH4 terhadap fraksi

liat dari sampel tuf volkan TV10a.

Karakterisasi Jerapan Amonium dari Fraksi Nano dan Fraksi Liat TV-10a Dari 52.45 g BKM sampel tuf volkan TV-10a dengan kadar air 14.41% dapat diekstraksi 2.5 mg fraksi nano atau 1.19 mg fraksi nano/g bahan tuf volkan dan 4.1 mg fraksi liat atau 1.95 mg fraksi liat/g bahan tuf volkan (Tabel 2 dan 3). Pada Lampiran 3 dan 4 masing-masing disajikan hasil analisis data percobaan jerapan NH4 menurut metode isotermal Langmuir pada fraksi liat dan fraksi nano

(34)

23

Bahan induk tuf volkan TV-10a bersusunan utama tufa andesitik. Hal ini menunjukkan sifat masam, sehingga lebih berpotensi mengandung fraksi liat dan nano yang bermuatan negatif. Hasil uji dispersi menunjukkan bahwa ketika dijenuhi oleh H+ (pH-4), sampel TV-10a tidak terdispersi namun terdispersi sempurna pada kondisi pH-10. Artinya, fraksi liat dan nano TV-10a lebih dominan bermuatan negatif sehingga lebih berpotensi menjerap amonium.

Berdasarkan hasil kajian eksperimental, nano-ball allophane memiliki sifat permukaan yang khas yaitu muatan yang bervariasi (variable charge) berdasarkan nilai pH kondisinya. Hal ini dikarenakan pada struktur allophane terdapat gugus silanol dan aluminol (Elsheikh et al., 2008). Pada pH rendah (4-6), nano-ball allophane memiliki muatan positif dari protonasi pada gugus aluminol sehingga anion dan ligand mudah terikat, sedangkan pada pH tinggi (6-10), nano-ball allophane memiliki muatan negatif yang berasal dari deprotonisasi gugus silanol sehingga kation seperti NH4+ dan logam berat mudah terikat.

Tabel 2 Hasil uji gravimetrik penetapan kadar fraksi nano dalam 10 cc larutan

Sampel Berat cawan (g) Berat cawan + fraksi nano (g) Berat cawan + fraksi nano (105 oC) (g) Berat fraksi nano (mg) Kadar air sampel tuf volkan (% ) Berat tuf volkan yang diekstraksi (g) Berat fraksi nano/ sampel tuf volkan (mg/g sampel) pH 4 TV 3 20.2716 30.1534 20.2747 3.1 28.7039 108.7768 0.71 TV 18b 19.0549 29.0073 19.0575 2.6 20.9922 49.5900 1.31 TV 1 (200-240) 19.1908 29.0694 19.1929 2.1 15.5986 121.1088 0.43 TV 1 (120-160) 14.3750 24.2293 14.3770 2.0 23.8406 113.0485 0.44 TV 1 (160-200) 15.8932 25.7619 15.8952 2.0 11.1263 125.9828 0.40 TV 18a 19.4677 29.3118 19.4689 1.2 12.3754 124.5824 0.24 pH 10 TV 18a 21.3147 31.2531 21.3200 5.3 12.3754 53.3925 2.48 TV 15 18.3537 28.4394 18.3570 3.3 35.2565 44.3602 1.86 TV 10a 20.4288 30.3941 20.4313 2.5 14.4061 52.4447 1.19 TV 2 20.8362 30.6613 20.8386 2.4 9.9397 54.5754 1.10 TV 5 21.3054 31.1479 21.3075 2.1 12.5023 53.3322 0.98 TV 13 20.8642 30.7368 20.8662 2.0 20.7452 49.6914 1.01

(35)

Tabel 3 Hasil uji gravimetrik penetapan kadar fraksi liat dalam 10 cc larutan Sampel Berat cawan (g) Berat cawan + fraksi liat (g) Berat cawan + fraksi liat (105 oC) (g) Berat fraksi liat (mg) Kadar air sampel tuf volkan (% ) Berat tuf volkan yang diekstraksi (g) Berat fraksi liat/ sampel tuf volkan (mg/g sampel) pH 4 TV 3 20.4260 30.3660 20.4326 6.6 28.7039 108.7768 1.52 TV 18b 19.0507 28.9800 19.0523 1.6 20.9922 49.5900 0.81 TV 1 (200-240) 19.1876 29.1416 19.1942 6.6 15.5986 121.1088 1.36 TV 1 (120-160) 21.3027 31.2019 21.309 6.3 23.8406 113.0485 1.39 TV 1 (160-200) 18.3509 28.3209 18.3591 8.2 11.1263 125.9828 1.63 TV 18a 21.3113 31.2738 21.3139 2.6 12.3754 124.5824 0.52 pH 10 TV 18a 15.8898 25.8658 15.8933 3.5 12.3754 53.3925 1.64 TV 15 14.3718 24.3476 14.3814 9.6 35.2565 44.3602 5.41 TV 10a 19.4623 29.5949 19.5035 4.1 14.4061 52.4447 1.95 TV 2 20.2684 30.2235 20.3031 34.7 9.9397 54.5754 15.90 TV 5 20.8336 30.7876 20.84 6.4 12.5023 53.3322 3.00 TV 13 20.8605 30.7716 20.8717 11.2 20.7452 49.6914 5.63 0.00 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 70.00 0.0 1.0 2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 9.0 10.0 11.0 12.0 Konsentrasi NH4 dalam kesetimbangan (mg/L)

N H 4 T e re ra p (m g/ g)

Fraksi Nano TV10a Fraksi Liat TV10a

Gambar 6. Jerapan isotermal amonium pada fraksi liat dan fraksi nano dari tuf volkan TV-10a dalam 1 mM CaCl2

(36)

25

Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada konsentrasi keseimbangan yang sama (C, sumbu X Gambar 6), jerapan amonium (NH4+) per satuan berat

yang sama (x/m, sumbu Y Gambar 6) pada fraksi nano TV-10a lebih tinggi dibandingkan fraksi liat. Perbedaan kapasitas jerapan amonium tersebut meningkat dengan meningkatnya C (konsentrasi NH4+ dalam keseimbangan).

Pada konsentrasi C 6.53 mg NH4+/L, fraksi nano menjerap 63.79 mg NH4+/g dan

pada konsentrasi C 10.5 mg NH4+/L fraksi liat menjerap 24.32 mg NH4+/g. Hal

ini menunjukkan tingkat kristalisasi fraksi nano yang telah sempurna dan ukuran partikel dari fraksi nano yang lebih halus sehingga memiliki kapasitas jerapan terhadap NH4+ yang lebih tinggi daripada fraksi liat. Bola-nano alofan dan

tabung-nano imogolit masing-masing memiliki luas permukaan 1000-1200 dan 1100-1300 m2/g. Dibandingkan luas permukaan monmorilonit, nilai-nilai ini lebih besar 3-4 kali lipat.

Prospek Fraksi Nano dan Liat TV-10a sebagai Flokulan Amonium

Pada rasio fraksi nano: larutan dan fraksi liat: larutan sebesar 1g: 6000 cc, hasil analisis data percobaan ini menunjukkan bahwa fraksi nano dan fraksi liat TV-10a dapat menurunkan konsentrasi NH4 rata-rata masing-masing sebesar

41.25% dan 11.93% dari konsentrasi awal dalam larutan dengan rentang hingga 16.67 mg NH4/L. Dengan rentang konsentrasi awal yang sama (hingga 16.67 mg

NH4/L), pada rasio fraksi: larutan yang lebih tinggi, yaitu 1g: 3641 cc, fraksi nano

dan fraksi liat TV-10a dapat menurunkan konsentrasi NH4 rata-rata

masing-masing sebesar 67.98% dan 19.66%.

Hal di atas menunjukkan bahwa: (1) fraksi nano TV-10a lebih efektif daripada fraksi liatnya dalam menjerap NH4 dan (2) efektivitas penjerapan NH4

meningkat dengan meningkatnya rasio fraksi: larutan dari 1g: 6000 cc ke 1g: 3641 cc atau meningkatnya bobot fraksi yang digunakan dari 2.5 mg: hingga 4.1 mg: 15 cc. Hal pertama berkaitan dengan luas permukaan spesifik (luas permukaan per satuan bobot) dari fraksi nano yang lebih tinggi daripada fraksi liat karena ukuran diameter efektif fraksi nano yang lebih kecil (<100 nm) daripada fraksi liat (<2 μm). Hal kedua berkaitan dengan peningkatan efektivitas reaksi penjerapan akibat meningkatnya peluang kontak antara fraksi nano atau liat TV-10a dengan ion

(37)

amonium (NH4+). Hasil ini menunjukkan bahwa fraksi nano bermuatan negatif

yang diekstraksi dari tuf volkan TV-10a dari G. Lawu prospektif untuk dimanfaatkan di bidang sanitasi lingkungan sebagai flokulan dalam proses pengolahan air (limbah) tercemar amonium. Endapan yang akan terbentuk sebagai hasil proses flokulasi akan dapat dimanfaatkan sebagai pupuk N.

(38)

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Dari bahan tuf volkan TV-10a G. Lawu, Karanganyar, Jawa Tengah dapat diekstraksi fraksi nano dan fraksi liat bermuatan negatif secara sederhana dengan prinsip dispersi dan flokulasi pada kondisi sistem basa (pH-10).

2. Dari 52.45 g BKM sampel tuf volkan TV-10a dapat diekstraksi 2.5 mg fraksi nano atau 1.19 mg fraksi nano/g bahan tuf volkan (0.119%) dan 4.1 mg fraksi liat atau 1.95 mg fraksi liat/g bahan tuf volkan (0.195%).

3. Fraksi nano TV-10a lebih efektif daripada fraksi liatnya dalam menjerap amonium masing-masing dengan rataan sebesar 41.25% - 67.98% dan 11.93% - 19.66% dari konsentrasi awal dalam larutan dengan rentang hingga 16.67 mg NH4/L.

4. Efektivitas penjerapan amonium meningkat dengan meningkatnya rasio fraksi: larutan dari 1 g: 6000 cc ke 1g: 3641 cc atau dengan meningkatnya bobot fraksi nano atau liat TV-10a yang digunakan, yaitu dari 2.5 mg: ke 4.1 mg: 15 cc.

5. Fraksi nano bermuatan negatif yang diekstraksi dari tuf volkan TV-10a dari G. Lawu prospektif untuk dimanfaatkan sebagai flokulan dalam proses pengolahan air (limbah) tercemar amonium.

Saran

Penelitian lebih lanjut yang dapat disarankan antara lain: (1) melanjutkan ekplorasi tuf volkan pada area volkanik di Jawa Barat (G. Gede, G. Pangrango, G. Halimun dan G. Krakatau) dan pulau Sumatera (sepanjang Bukit Barisan), (2) melakukan analisis kadar dan identifikasi berdasarkan difraktogram spektral dari mineral liat yang terkandung dalam tuf volkan yang terseleksi, (3) melakukan percobaan jerapan NH4 dengan konsentrasi larutan NH4 awal dan kadar fraksi

nano yang lebih tinggi, dan (4) mengaplikasikan fraksi nano terekstraksi sebagai flokulan dalam pengolahan air (limbah) tercemar NH4.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin Z, Matsue N, Henmi T. 2005. Molecular orbital analysis on the dissolution of nano-ball allophone under alkaline condition. Clay Science 13:1-6.

Anonim. 2006. Air. http://ntbprov.net. [18 September 2010]

Anonim. 2006. Global Volcanism Program. Smithsonian Institution. http://id.wikipedia.org. [15 November 2010]

Anonim. 2006. Polusi Air. http://www.nano.lipi.go.id. [18 September 2010] Anonim. 2006. Water Pollution. Missouri Botanical Garden. http://www.

mbgnet.net/fresh/pollute.htm. [18 September 2010]

Anonim. 2008. Volcanic Erupton. http://library.thinkquest.org/17457/volcanoes/ erupt.php. [18 September 2010]

Anonim. 2010. Amonia. http://id.wikipedia.org/wiki/Amonia.[20 September 2010]

Anonim. 2010. Decomposer. http://id.shvoong.com.[19 Desember 2010]

Blakemore LC, Scarle PL, and Daly BK. 1987. Soil Bureau Laboratory Methods for Chemical Analysis of Soil. New Zealand Soil mBureau. Soil rep. 10 A. DSIRO. New Zealand.

Brady NC. 1974. The Nature and Properties of Soils. 8th ed. MacMillan Publ. Co. Inc. New York.

Bronto S. 2001. Volkanologi. Buku Teks Bahan Ajar untuk Mahasiswa Ilmu Kebumian Khususnya Geologi. Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta. Yogyakarta.

Elsheikh MA, Abidin Z, Matsue N, Henmi T. 2008. Competitive adsorption of oxalate and phosphate on allophane at low concentration. Clay Sci. 13(6):213-222.

Farmer VC, Russell JD and Smith BFL. 1983. Extraction of inorganic forms of translocated Al, Fe and Si in a podzol Bs horizon. J. Soil Sci. 34 : 571 – 576.

Henmi T, Wada K. 1976. Morphology and composition of allophane. American Mineralogist 61:379-390.

Gambar

Gambar  1. Preparasi sampel tuf volkan
Gambar  2 .  Dengan  menggunakan  sendok,  masing-masing  ±  2,5  g  dari  15  sampel
Gambar  3. Ekstraksi fraksi nano dan fraksi liat
Gambar  5. Proses membran dialisis
+3

Referensi

Dokumen terkait

Sulsel Tahun 2013-2018 I-2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan Rencana.. Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019,

Secara luas, manfaat daripada penelitian ini untuk membantu investor yang terlibat langsung sebagai pelaku pasar modal dalam pengambilan keputusan investasi yang

[r]

Berdasarkan table 8 dapat dijelaskan bahwa nilai signifikasi F sebesar 0,000 &lt; 0,05, dengan demikian persamaan semua variabel partisipasi penyusunan anggaran,

6) Rencana kerja Pembangunan Desa yang selanjutnya disebut RKP Desa adalah, dokumen perencanaan untuk periode 1 ( satu ) tahun yang merupakan penjabaran dari RPJM Desa

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari analisa data menunjukkan bahwa akhir minggu rata-rata volume penjualan lebih tinggi yaitu 36 perawatan dibandingkan pada hari

Didalam memimpin suatu perusahaan harus adanya tolak ukur yang dilihat dalam kepemimpinan. Bagaimana cara memimpin didalam suatu badan organisasi yang baik agar dapat

Peneliti tertarik melakukan penelitian tersebut karena penampilan fisik merupakan hal yang sangat penting bagi remaja putri dan kasus-kasus yang pada remaja putri yang berkaitan