i Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh
Ni Made Tan Sudariyanti 069114098
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
ii
PERBEDAANBODY IMAGEANTARA REMAJA PUTRI SMA HOMOGEN DAN SMA HETEROGEN
Disusun oleh :
Ni Made Tan Sudariyanti
069114098
Telah disetujui oleh :
Dosen Pembimbing
iv
“Hidup adalah perjuangan dan keikhlasan. Perjuangan
yang tanpa mengenal menyerah dan ikhlas kepada Tuhan
Yang Maha Esa adalah kunci kesuksesan dalam hidup “
“Kekurangan dalam dirimu adalah kelebihan dalam dirimu.
Jangan kau bersedih apabila kau memiliki kekurangan
karena kekurangan dalam diri itulah yang akan selalu
v
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya dari karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah
Yogyakarta, 16 Februari 2011 Penulis
vi
Ni Made Tan Sudariyanti
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perbedaanbody imageantara remaja putri di lingkungan sekolah homogen dengan lingkungan sekolah heterogen. Hipotesis pada penelitian ini adalah ada perbedaanbody imageantara remaja putri di lingkungan sekolah homogen dengan lingkungan sekolah heterogen. Body imageremaja putri di sekolah homogen lebih positif dibandingkan dengan remaja putri di sekolah heterogen. Penelitian ini melibatkan 140 siswi yang terdiri dari 70 siswi SMA Santa Maria dan 70 siswi SMA Boda Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan skalaBody Imagedengan koefisien reliabilitas alpha sebesar 0,979. Hasil penelitian menghasilkan T sebesar 13,356 dan nilai P sebesar 0.00, hasil ini menunjukkan bahwa P < 0.05. Hal ini berarti ada perbedaan yang signifikan dalam body image antara remaja putri di lingkungan sekolah homogen dengan lingkungan sekolah heterogen.Body imageremaja putri di sekolah homogen lebih positif dibandingkan dengan remaja putri di sekolah heterogen. Mean teoritis pada siswi SMA Homogen sebesar 165 dan mean empiris 193,27. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar daripada mean teoritis sehingga dapat diartikan bahwa body imagesiswi SMA Homogen tergolong positif. Mean teoritis pada siswi SMA Homogen sebesar 165 dan mean empiris 148,36. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih kecil daripada mean teoritis sehingga dapat diartikan bahwa body image siswi SMA Heterogen tergolong negatif.
vii
Ni Made Tan Sudariyanti
ABSTRACT
The aim of this research was to know the difference body image of teenagers girl based on homogenity and heterogenity school. The hypothesis of this research is there is the difference body image of teenagers girl based on homogenity and heterogenity school. Body image of teenagers girl on homogenity school more positive than teenagers girl on heterogenity school. This research took 140 students that consist of 70 students of homogenity school and 70 students of heterogenity school. This research uses Body Image Scale with an alpha reability coefficient for 0,979. From the result of this research T was got 13,356 and P was 0,00. This result shows that p < 0,05. It’s mean that there is the significant difference body image of teenagers girl based on homogenity and heterogenity school. Body image of teenagers girl on homogenity school more positive than teenagers girl on heterogenity school. The theoritical mean of teenagers girl homogenity school was 165 and the empirical mean was 193,27. The result indicated that the empirical mean larger than the theoretical mean that’s mean body image’s teenagers of homogeneity school include positive. The theoritical mean of teenagers girl homogenity school was 165 and the empirical mean was 148,36. The result indicated that the empirical mean little than the theoretical mean that’s mean body image’s teenager of heterogeneity school include negative.
viii Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
NAMA : NI MADE TAN SUDARIYANTI
NIM : 069114098
adalah mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, memberikan skripsi saya yang berjudul :
“Perbedaan Body Image Antara Remaja Putri
Di Sekolah Homogen Denga Sekolah Heterogen”
Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan Kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mempublikasikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin saya atau memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan untuk digunakan dengan semestinya.
Yogyakarta, 16 Februari 2011 Penulis,
ix
Segala puji, hormat, dan syukur penulis persembahkan kepada Hyang Widhi atas segala berkat dan rahmat serta anugrahNya yang senantiasa penulis rasakan dari awal sampai akhir penulisan yang berjudul “ Perbedaan Body Image Antara Remaja Putri Sma Homogen Dan Sma Heterogen”. Skripsi ini dibuat dalam rangka memenuhi salahsatu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi pada Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa tanpa adanya motivasi, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, dalam kesempatan ini dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani, selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
2. Ibu Titik, M.Psi , selaku Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
x
Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
5. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis
6. Agnes Indar Etikawati dan M.M Nimas Eki S selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik yang membangun bagi penulis.
7. Mas Muji, Pak Gie, Mas Gandung, Bu Nanik dan Mas Doni yang sudah membantu penulis selama berada di Fakultas Psikologi
8. Sr. M. Cornelia OSF, S.AG selaku Kepala Sekolah SMA BODA Yogyakarta yang dengan ramah menerima dan memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMA BODA Yogyakarta.
9. selaku Kepala Sekolah SMA SANTA MARIA Yogyakarta yang dengan ramah menerima dan memberikan ijin kepada penulis untuk mengadakan penelitian di SMA SANTA MARIA Yogyakarta.
10. Bu Ning selaku pendamping BK di SMA BODA Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
11. Bu Setiti dan Bu Bekti selaku pendamping BK di SMA SANTA MARIA Yogyakarta yang telah membantu penulis dalam penelitian ini.
xi
14. Pak Lurah Desa Kadekrowo terima kasih atas bimbingan dan bantuan selama penulis KKN di desa Kadekrowo.
15. Bapak Suraji dan sekeluarga selaku bapak pondokan KKN 39 kelompok 38 yang telah memberikan kenangan dan menjadi keluarga kedua bagi penulis selama KKN di Kadekrowo
16. Anak-anak Mbebekan terima kasih atas bantuan dan kenangan yang tidak terlupakan selama penulis KKN di Kadekrowo
17. Bapak dan ibu beserta kakak tersayang terima kasih semangat, dukungan, doa restu dan kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis selama ini.
18. Jero terima kasih atas doa dan dukungannya kepada penulis selama ini.
19. I Komang Gedhe Sangastya Sambara (Papah Tersayang) terima kasih atas motivasinya, kesabaran untuk menunggu dan cinta dan kasih sayangnya selama ini kepada penulis.I love u n miss u so much my honey.
20. Tante, Mami, Jesy, Oki dan Hermin terima kasih atas kenangan yang tidak terlupakan, kebersamaan, motivasi dan dukungan selama masa-masa kuliah di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. I will miss u all my best friend.
xii di P2TKP.
23. Teman-teman Psikologi 2006 yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu terima kasih banyak atas kebersamaan dan kenangan selama ini.
24. Dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih untuk dukungan, doa dan kerja samanya selama ini.
Penulis percaya bahwa kasih dan kemurahan Tuhan selalu menyertai dan memberkati semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungannya dalam skripsi ini. Penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun akan penulis terima dengan senang hati. Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang membacanya
Yogyakarta, 16 Februari 2011 Penulis
xiii
HALAMAN JUDUL………... i
HALAMAN PERSETUJUAN………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……… iii
HALAMAN MOTTO……… iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……… v
ABSTRAK………... vi
ABSTRACT………... vii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH………... viii
KATA PENGANTAR……… ix
DAFTAR ISI………... xiii
DAFTAR TABEL………... xvii
DAFTAR LAMPIRAN……….. xviii
BAB I PENDAHULUAN………... 1
A. Latar Belakang………... 1
B. Rumusan Permasalahan………... 8
C. Tujuan Penelitian………... 8
D. Manfaat Penelitian………. 8
BAB II LANDASAN TEORI………. 9
A. Body Image... 9
xiv
B. Remaja Putri………. 21
1. Pengertian Remaja……… 21
2. Perkembangan Fisik Remaja Putri……… 21
3. Konsep Diri Remaja………. 23
4. Perkembangan Sosial Remaja……….. 29
5. Tugas Perkembangan Remaja Putri………. 31
C. Remaja Putri Di Sekolah Homogen dan Heterogen…………... 32
1. Remaja Putri Di Sekolah Homogen………... 32
2. Remaja Putri Di Sekolah Heterogen……… 34
D. PerbedaanBody Image Antara Remaja Putri Di Sekolah Homogen Dengan Sekolah Heterogen……….... 35
E. Hipotesis……….... 42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 43
A. Jenis Penelitian………. 43
B. Identifikasi Variabel Penelitian……….. 43
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian………... 43
D. Subjek Penelitian……….. 44
xv
2. Estimasi Reliabilitas ……….. 48
3. Uji Daya Beda Item ………... 48
4. Hasil Uji Skala……… 49
G. Teknik Analisa Data……….... 50
1. Uji Asumsi……….. 51
2. Uji Hipotesis………... 51
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……… 52
A. Pelaksanaan Penelitian………... 52
1. Perijinan Penelitian……… 52
2. Proses Penelitian……… 52
3. Data Demografi Subjek Penelitian……… 53
B. Hasil Penelitian………... 53
1. Uji Asumsi……….... 53
a. Uji Normalitas……… 53
b. Uji Homogenitas……… 52
2. Uji Hipotesis………... 54
3. Uji Tambahan……… 55
xvi
B. Saran……….... 62
DAFTAR PUSTAKA………... 64
xvii
xviii
LAMPIRAN I Estimasi Reliabilitas dan Uji Beda Item
1 A. Latar Belakang Masalah
Setiap individu mendambakan menjadi pribadi yang sehat. Hal ini dikarenakan individu-individu tersebut menganggap bahwa menjadi pribadi yang sehat dapat membawa mereka menuju kebahagiaan. Misalnya salah satu hal yang dapat membuat mereka merasa bahagia dengan menjadi pribadi yang sehat yaitu mereka mampu menunjukkan performance mereka yang baik dalam lingkungan masyarakat serta mampu berpikir secara realistis dan positif. Misalnya mampu berpikir realistis dan positif mengenai bentuk tubuhnya sehingga individu tersebut dapat menerima kondisi tubuhnya apa adanya. Individu tersebut dapat menerima hidungnya yang kurang mancung dan ukuran tubuhnya yang cenderung pendek. Individu tersebut juga merasa nyaman dengan bentuk tubuhnya dikarenakan mereka dapat menerima kelebihan dan kekurangan dalam dirinya yaitu penampilan tubuhnya (Riyanto, 2006).
perempuan-perempuan yang memiliki bentuk tubuh ideal dan proporsional yang dipakai oleh kaum kapitalisme untuk memasarkan produk-produk kecantikan (Melliana, 2006).
Body image yang ideal yang diciptakan oleh kaum kapitalisme cenderung akan sangat berpengaruh terhadap individu yang kurang mampu menerima keadaan tubuhnya apa adanya. Hal ini dapat membuat suatu masalah bagi diri mereka karena mereka tidak menerima kondisi tubuh apa adanya dan ingin memiliki body image yang ideal. Penelitian mengenaibody image dari Debra Lynn Stephens, Ronald Paul Hill, and Chnthia Hanson (1994) mengenai “ Mitos Kecantikan dan Konsumer Wanita : Kontroversi Peran Iklan”. Penelitian ini memaparkan kasus kontroversi peran iklan terhadap diet yang kronik, ketidaknyamanan terhadap tubuh dan gangguan makan pada wanita Amerika. Menurut Debra Lynn Stephens, Ronald Paul Hill, and Chinthia Hanson, penelitian ini sangat penting karena penelitian ini memaparkan secara nyata dan jelas mengenai kontroversi peran media massa terhadap konsep kecantikan pada wanita di Amerika. Para wanita di Amerika berasumsi bahwa mereka akan dikatakan cantik apabila memiliki tubuh yang proporsional seperti model-model yang ditampilkan oleh media massa yaitu memiliki tubuh yang langsing, tinggi dan hidung mancung. Hal ini dapat menimbulkan efek yaitu gangguan makan pada wanita di Amerika.
merupakan gangguan makan yang ditandai oleh adanya usaha untuk mempertahankan berat badan di bawah standard normal dan ketakutan yan mendalam akan bertambahnya berat badan (Nevid, Rathus dan Greene 2003).
Gangguan pola makan lainnya yang serupa dengan anoreksia, yaitu bulimia.
Bedanya, penderita bulimia cenderung senang mengkonsumsi makanan yang mereka sukai. Mereka makan berlebihan demi memuaskan keinginan mereka namun selanjutnya mereka akan memaksa semua makanan itu keluar lagi, yaitu dengan cara dimuntahkan kembali semua makanan yang telah dimakan.
Dengan demikian mereka dapat terhindar dari kegemukan tanpa perlu menahan diri mengkonsumsi makanan yang mereka sukai ( Santrock, 2002).
Penelitian lain mengenai body image adalah penelitian Victoria Seitz, Ph.D (2007) mengenai “The Impact of Media Spokeswomen and Peer Influence on Teen Girl’s Body Image : An Empirical Assessment” menjelaskan bahwa media massa dan teman sebaya berperan penting dalam pembentukan
Remaja putri sangat terpengaruh oleh teman sebaya karena mereka selalu membandingkan diri mereka sendiri dengan orang lain. Apabila bentuk tubuhnya tidak sesuai atau tidak sebagus dengan teman sebaya tersebut maka mereka akan malu dan kecewa sehingga mereka akan berusaha membentuk penampilan fisiknya sesuai dengan penampilan teman sebaya tersebut Heinberg and Thompson (dalam Seitz, 2007).
Selain itu, terdapat kasus mengenai operasi plastik yang terjadi pada tahun 2004, dikisahkan seorang remaja bernama Hilda yang saat itu berusia 18 tahun meninggal dunia setelah disuntik dengan cairan kolagen di sebuah salon Jakarta. Hilda telah melakukan dua kali suntikan untuk memperbesar buah dadanya kepada Hon Jun Tju yang menjadi pemilik salon tersebut. Suntikan yang pernah dilakukan selama dua kali oleh Hilda ternyata tidak menimbulkan reaksi apa-apa, sehingga Hilda mencoba melakukannya untuk yang ketiga kali. Namun pada suntikan yang ketiga, maut telah menjemput Hilda (Koespradono, 2008).
serta melakukan operasi plastik agar dapat membentuk tubuh yang ideal. Hal ini dapat dikatakan sebagai gejala yang berat karena remaja putri tersebut sudah benar-benar merubah bentuk tubuh yang asli tanpa memikirkan resiko yang dialami sehingga dapat membahayakan nyawa dan kesehatan mereka (Meliana, 2006).
Body image remaja putri dipengaruhi oleh budaya, media massa, keluarga, teman baik itu di lingkungan sekolah maupun lingkungan di luar sekolah (Melliana, 2006). Penelitian ini lebih menfokuskan pada lingkungan sekolah dalam pengaruhnya terhadap body image remaja putri. Hal ini dikarenakan sekolah merupakan lingkungan terdekat remaja dan sebagai salah satu tempat bagi remaja untuk menghabiskan waktu dan mengekspresikan diri karena sebagian besar aktivitasnya sehari-hari dilakukan di sekolah. Kolesnik (1976) menyatakan bahwa terdapat tipe sekolah berdasarkan komposisi jenis kelamin siswa yang menuntut ilmu di sekolah tersebut. Sekolah yang memiliki komposisi siswa putra dan siswi putri dalam satu sekolah disebut sekolah heterogen. Sekolah yang hanya memiliki komposisi siswa putra saja atau siswi putri saja dalam satu sekolah di sebut sekolah homogen.
tersebut juga melibatkan teman lawan jenis sehingga dapat menumbuhkan perasaan heteroseksual atau perasaan saling menyukai dengan teman lawan jenis dalam diri mereka. Ketertarikan remaja putri dengan teman lawan jenis dapat membuat remaja putri melakukan beberapa usaha untuk menarik perhatian teman lawan jenis. Salah satu usaha tersebut berkaitan dengan penampilan fisik (Hurlock, 1991). Hal ini dilakukan oleh remaja putri karena adanya asumsi bahwa daya tarik fisik sangat berperan penting dalam hubungan sosial, sehingga mereka yang menarik biasanya diperlakukan dengan lebih baik daripada mereka yang kurang menarik. Selain itu karena adanya pesan-pesan yang tersirat dalam iklan-iklan di televisi maupun di majalah. Pesan tersebut menyiratkan bahwa wanita yang memiliki tubuh ideal dan proporsional dapat membuat kaum laki-laki tertarik dan kagum terhadap dirinya (Melliana, 2006).
teman lawan jenis lain (Daradjat, 1974). Berdasarkan hasil surveyAmerican Society tahun 2004 terdapat 45.789 kasus remaja putri yang mengalami gangguan makan dan 74.233 kasus operasi plastik pada remaja putri di sekolah heterogen (Seizt, 2007). Remaja putri yang cenderung sensitif dan fokus berlebihan pada penampilan fisik karena mereka tidak nyaman dan tidak menerima penampilan fisiknya sehingga mengalami gangguan psikologis seperti perasaan malu, gelisah, tidak percaya diri dengan penampilan fisiknya yang kurang menarik, gangguan makanan dan operasi plastik (Melliana, 2006).
Akan tetapi, hal ini berbeda dengan remaja putri di lingkungan sekolah homogen. Remaja putri di sekolah homogen cenderung tidak terlalu fokus pada penampilan fisik. Hal ini dikarenakan mereka cenderung lebih mementingkan prestasi akademik dan kompetisi meraih nilai tertinggi dibandingkan hal lain. Misalnya tidak terlalu fokus dan mementingkan penampilan fisik untuk menarik perhatian teman lawan jenis seperti yang terjadi pada remaja putri di sekolah heterogen (Hidayat,1984).
lingkungan sekolah yang heterogen apakah ada perbedaan body imageremaja putri dilihat dari lingkungan sekolah yang berbeda yaitu lingkungan sekolah yang homogen dengan lingkungan sekolah yang heterogen.
B. Rumusan Masalah
Apakah ada perbedaan body image antara remaja putri di lingkungan sekolah homogen dengan lingkungan sekolah heterogen ?
C. Tujuan Penelitian
Melihat perbedaan body image antara remaja putri di lingkungan sekolah homogen dengan lingkungan sekolah heterogen.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan perkembangan ilmu psikologi, khususnya psikologi perkembangan remaja putri mengenai perbedaanbody imageantara remaja putri di lingkungan sekolah homogen dengan lingkungan sekolah heterogen.
2. Manfaat Praktis
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Body Image
Pada dasarnya body image merupakan bagian dari konsep diri, karena body image dipengaruhi oleh pemikiran tentang tubuh ideal dan reaksi dari orang lain terhadap tubuhnya sehingga berpengaruh terhadap konsep diri seseorang (Hardy and Heyes, 1988). Konsep diri merupakan pandangan, penilaian, perasaan dan evaluasi terhadap dirinya. Konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu body image, self ideal, self esteem, self role, self identity (Sunaryo, 2004). Terdapat dua jenis konsep diri yaitu konsep diri negatif dan konsep diri positif (Calhoun and Acocella, 1993). 1. PengertianBody Image
Istilah body image pertama kali diperkenalkan oleh Paul Schilder pada tahun 1920. Definisi body image menurut Schilder adalah gambaran tubuh yang dimiliki oleh individu tentang penampilan tubuhnya. Pada tahun 1950, peneliti-peneliti lain tentang
body image memberikan suatu arti yang berbeda, termasuk di dalamnya tentang pandangan terhadap ketertarikan penampilan tubuh, penurunan berat badan, pandangan tentang sensasi tubuh (Grogan, 1999).
Body imagemenurut Grogan (1999) adalah pandangan individu, pikiran dan perasaannya tentang tubuh mereka sendiri. Hal yang sama
juga diungkapkan oleh Rickert (1996) mengenai body image, yaitu perasaaan, gambaran dan perilaku seseorang individu yang diasosiasikan dengan tubuh mereka.
Hal ini berbeda dengan yang diungkapkan oleh Grodner, Sara and De Young Sandra (2004). Body image menurut Grodner, Sara and De Young Sandra (2004) adalah persepsi yang kita punya mengenai tubuh kita, yang lebih sering idealnya dengan ide-ide, perasaan dan pengalaman tentang penampilan fisik atau menariknya tubuh kita. Definisi body image yang serupa juga diungkapkan oleh Bernabeo (2010), yaitu sebuah kumpulan ide-ide yang kompleks yang merepresentasikan perasaan dan keyakinan seseorang mengenai penampilan fisik mereka.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwabody image adalah gambaran seseorang terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan pandangan tentang tubuh, penilaian tentang tubuh serta emosi yang dibentuk oleh tubuh yang memberikan gambaran tentang tingkat kepuasan individu terhadap tubuhnya.
2. Aspek-AspekBody Image
a. Menurut Grogan (1999) bahwa body image memiliki beberapa elemen-elemen yaitu :
1) Elemen persepsi
2) Elemen pikiran
Penilaian tentang kemenarikan tubuh 3) Elemen perasaan
Emosi yang diasosiasikan dengan bentuk dan ukuran tubuh b. Menurut Rickert (1996) bahwa body image terdiri dari beberapa
komponen yaitu :
1) Komponen persepsi mengenai bentuk tubuh
Persepsi mengenai bentuk tubuhnya misalnya keyakinan memiliki ukuran yang besar daripada ukuran tubuh yang lain 2) Komponen subyektif
Kenyamanan terhadap bentuk tubuhnya, cemas dan konsen mengenai bentuk tubuh pada bagian-bagian spesifik tertentu 3) Komponen Perilaku
Menghindari situasi mengenai penyebab ketidaknyamanan atau kecemasanbody image
c. Menurut llene Morof Lubkin dan Pamala D. Larsen (2009) bahwa
body imageterdiri dari 3 komponen, yaitu : 1) Persepsi
Penilaian mengenai bentuk tubuh seseorang 2) Psikologis
3) Sosial
Komponen ini berkaitan dengan konteks budaya dalam menganalisa bentuk tubuhnya
d. Menurut Bernabeo (2010) bahwa body image terdiri dari dua komponen yaitu :
1) Evaluasi mengenaibody image
Evaluasi mengenai body image adalah seorang individu menganalisa bagaimana penampilan mereka misalnya berkaitan dengan kenyamanan atau ketidaknyamanan mereka terhadap tubuhnya.
2) Perasaan individu tersebut mengenai tubuhnya
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komponen
body image adalah persepsi, perasaan dan perilaku individu mengenai bentuk tubuhnya. Persepsi berkaitan dengan penilaian dan evaluasi individu mengenai bentuk tubuhnya. Selain itu, perasaan berkaitan dengan emosi yang dirasakan individu mengenai bentuk tubuhnya. Perilaku berkaitan dengan hal-hal yang dilakukan individu dalam menghadapi ketidaknyaman bentuk tubuh.
3. Faktor-Faktor yang MempengaruhiBody Image
a) Jenis kelamin
dibandingkan pria (Cash and Brown, 1989: Davison & McCabe, 2005). Wanita lebih sering berusaha untuk mengontrol berat badan dibandingkan dengan pria. Wanita cenderung tidak merasa puas dengan penampilan fisiknya (Papalian & Olds, 2003). Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak dialami pada remaja putri dibandingkan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri lebih cepat matang dibandingkan dengan remaja putra. Selain itu dikarenakan beberapa hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku remaja putri. Pada umumnya, remaja putri merasa prihatin akan bagian tubuh yang kelihatan lain dibandingkan remaja putra. Biasanya mereka melihat satu ciri fisik tertentu sebagai sangat kurang, tidak selaras proporsinya atau tidak sesuai dengan kelompoknya. Selain itu, mereka akan cenderung prihatin apabila mereka merasa penampilannya tidak ideal dan tidak menarik bagi remaja putra. Keprihatinan ini dikarenakan munculnya kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial (Hurlock, 1991).
b) Pola pikir
Misalnya individu tersebut akan selalu merasa tidak puas dengan tubuh mereka yang mungkin menurut orang lain sudah cukup baik (Melliana, 2006).
c) Kepribadian
Setiap individu pasti memiliki kepribadian, dan kepribadian setiap individu itu sendiri berbeda dengan individu yang lain. Kepribadian individu hasil dari pengaruh lingkungan dan hereditas. Cara seseorang berprilaku dan berpikir dicerminkan oleh kepribadian orang tersebut. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman. Misalnya individu tersebut memiliki kepribadian perfeksionis akan berbeda dengan individu yang tidak memiliki kepribadian perfeksionis dalam hal evaluasi mengenai penampilan fisik individu tersebut. Individu yang memiliki kepribadian perfeksionis memiliki standar yang tinggi mengenai penilaian dan evaluasi mengenai penampilan fisik mereka (Whilhem, 2006).
d) Budaya
jaman abad pertengahan. Pada abad pertengahan banyak dijumpai lukisan-lukisan yang berupa figur-figur perempuan bertubuh subur dengan perut, lengan, serta wajah yang berdaging dan berisi. Sebelum awal abad ini, bentuk tubuh perempuan yang ideal adalah bentuk tubuh yang gemuk dan memiliki lekukan-lekukan yang disimbolkan seperti perempuan rumahan.
Kemudian perbedaan konsep mengenai body image yang ideal mengalami pergeseran pada tahun 1950, yaitu perempuan yang memiliki tubuh yang ideal dengan memiliki tubuh yang montok dan payudara yang besar. Sebagai contoh adalah aktris Marilyn Monroe yang dijadikan simbol seks dengan memiliki berat badan 67 kg dan tinggi 163 cm. Bentuk tubuhnya yang montok dengan payudara penuh dan pinggul yang besar menjadi inspirasi para perempuan. Lekuk tubuh Marilyn dianggap feminism dan memiliki daya tarik magis yang kuat untuk menarik perhatian lawan jenis.
tahun ini berupa rok mini yang memperlihatkan sepasang tungkai panjang dan ceking.
Akan tetapi, konsep tubuh yang kurus sebagai simbol kecantikan mengalami pergeseran pada tahun 1980. Pada tahun ini, tubuh yang langsing tapi atletis, tidak berlemak dan berpayudara kecil menjadi tubuh yang ideal dan simbol kecantikan bagi para perempuan. Hal ini dapat dilihat pada saat munculnya supermodel Elle MacPherson dengan tubuh langsing dan atletis sebagai simbol kecantikan pada tahun 1980.
Pada tahun abad 20an, konsep mengenai body image yang ideal yaitu perempuan yang memiliki tubuh yang langsing, perut datar, pinggul seksi, tinggi dan memiliki bentuk payudara yang besar. Hal ini dapat dilihat dari peragawati Cindy Crawford, Claudia Schiffer dan Christy Turlington sebagai pelopor simbol kecantikan saat ini (Grogan, 1999).
e) Media massa
Salah satu faktor lain yang mempengaruhi body image
para kaum pria. Para perempuan menjadikan model yang terdapat dalam majalah atau iklan di televisi sebagai standard atau ukuran kecantikan dengan memiliki tubuh yang ideal. Tubuh-tubuh yang ideal yang ditampilkan dalam majalah, film, televisi dan dunia periklanan adalah seorang figur wanita yang memiliki bentuk tubuh yang langsing, berkaki indah, paha, pinggang dan pinggul yang ramping, payudara yang cukup besar dan berkulit putih mulus (Melliana, 2006).
f) Faktor Orang tua
Body image merupakan hal yang dipelajari. Proses pembelajaran citra tubuh ini sering kali dibentuk lebih banyak oleh orang lain di luar individu sendiri, yaitu keluarga. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan orang yang terdekat selama masa perkembangan. Sejak dini ketika masih kanak-kanak dalam lingkungan keluarga, khususnya cara orang tua mendidik anak, dan di antara kawan-kawan sebaya. Tetapi proses belajar dalam keluarga dan pergaulan ini sesungguhnya hanyalah mencerminkan apa yang dipelajari dan diharapkan secara budaya.
yang mengagung-agungkan tubuh langsing dan indah, sehingga mereka menjadi khawatir kalau tubuh anak perempuannya berkembang tidak seperti yang dipromosikan oleh media massa (Melliana, 2006).
g) Faktor Teman Sebaya
Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Pada umumnya peralihan ini ditandai dengan kematangan seksual secara pesat pada awal masa remaja yang dikenal sebagai tahap pubertas. Remaja putri mengalami perubahan fisik dan munculnya perasaan tertarik dengan teman lawan jenis pada masa pubertas (Hurlock, 1991).
Remaja putri mulai disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan gambaran individual mengenai gambaran tubuh mereka. Akan tetapi, body image seseorang individu juga sangat dipengaruhi oleh teman sebaya baik itu dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Body imageyang ideal adalah remaja putri yang memiliki tubuh tinggi. langsing, kulit putih dan bentuk payudara besar (Meliana, 2006).
tidak menarik bagi remaja putra. Keprihatinan ini dikarenakan munculnya adanya reaksi sosial yang tinggi di sekolah heterogen. Reaksi sosial tersebut sering didapat dari teman-teman sebaya mengenai daya tarik fisik yang berperan penting dalam hubungan heteroseksual dalam sekolah heterogen (Zeits dalam Yuliastuti, 2006). Hubungan heteroseksual dimana adanya ketertarikan dengan teman lawan jenis sehingga terjalin hubungan yang matang dengan teman lawan jenis. Dalam hubungan heteroseksual, mereka yang memiliki penampilan menarik biasanya akan diperlakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan mereka yang penampilannya kurang menarik. Selain itu, mereka yang memiliki penampilan fisik menarik dapat menarik perhatian teman lawan jenis (Hurlock, 1991).
Tingkat kecemasan terhadap penampilan fisik yang ideal pada remaja putri di sekolah heterogen lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putri di sekolah homogen. Remaja putri di sekolah heterogen cenderung merasa resah ketika temannya yang memiliki jenis kelamin sama mampu menarik perhatian teman lawan jenis karena memiliki daya tarik fisik yang sangat menarik dibandingkan dengan dirinya (Yuliastuti, 2006).
putri di sekolah heterogen untuk mendapatkan teman lawan jenis. Persaingan remaja putri untuk mendapatkan perhatian teman lawan jenis di sekolah homogen cenderung rendah karena remaja putri tidak terkondisikan untuk mencari pasangan dilingkup sekolah yang muridnya memiliki jenis kelamin yang sama. Persaingan remaja putri di sekolah homogen cenderung persaingan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. (Lee dan Bryk dalam Wuryanjana, 2005).
h) Faktor psikologis
Pada dasarnya body image merupakan bagian dari konsep diri, karena body image dipengaruhi oleh pemikiran tentang tubuh ideal dan reaksi dari orang lain terhadap tubuhnya sehingga berpengaruh terhadap konsep diri seseorang (Hardy and Heyes, 1988). Dapat diartikan pula bahwa bila seseorang dapat menerima dirinya dengan baik maka dia memiliki pandangan positif terhadap dirinya, sedangkan individu yang tidak dapat menerima dirinya dengan baik, maka dia tidak dapat memandang dirinya secara positif. Body image merupakan bagian dari konsep diri. Hal itu sesuai dengan apa yang telah diungkapkan oleh Kihlstrom dan Cantor (Dalam Calhoun and Acocella, 1990) bahwa body image
diungkapkan oleh Hardy dan Heyes (1988) bahwa body image
merupakan konsep diri yang berkaitan dengan sifat fisik.
B. Remaja Putri
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin yaitu
adolescence (kata bendanya, adolesscentia yang berarti remaja yang tumbuh) atau tumbuh menjadi dewasa (Hurlock, 1991). Sedangkan istilah yang berbeda digunakan dalam bahasa inggris yaitupubertydan dalam bahasa Belanda yaitu pubertelt yang keduanya memiliki arti yang sama yaitu” tumbuh menjadi dewasa”. Di Indonesia sendiri istilah pubertas dan adolesensia dipakai dalam arti yang umum (Gunarsa dan Gunarsa, 1986).
Rata-rata usia remaja menurut Hurlock (1991) adalah 13 hingga 18 tahun untuk anak perempuan dan 14-18 tahun untuk anak laki-laki. 2. Perkembangan Fisik Remaja Putri
lebih panjang dan tinggi), mulai berfungsinya reproduksi yang ditandai dengan haid pada wanita dan mimpi basah pada laki-laki dan tanda-tanda seksual sekunder mulai tumbuh.
Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak dialami pada remaja putri dibandingkan remaja putra. Hal ini dikarenakan remaja putri lebih cepat matang dibandingkan dengan remaja putra. Selain itu dikarenakan beberapa hambatan sosial mulai ditekankan pada perilaku remaja putri. Pada umumnya, remaja putri merasa prihatin akan bagian tubuh yang kelihatan lain. Biasanya mereka melihat satu ciri fisik tertentu sebagai sangat kurang, tidak selaras proporsinya atau tidak sesuai dengan kelompoknya. Selain itu, mereka akan cenderung prihatin apabila mereka merasa penampilannya tidak ideal dan tidak menarik bagi remaja putra. Keprihatinan ini dikarenakan munculnya kesadaran bahwa daya tarik fisik berperan penting dalam hubungan sosial.
penting untuk menarik perhatian teman lawan jenis lain (Daradjat, 1974).
3. Konsep Diri Remaja a. Definisi Konsep Diri
Konsep diri adalah persepsi atau pandangan seseorang terhadap dirinya sendiri, yang terbentuk melalui pengalaman hidup dan interaksinya dengan lingkungan dan juga karena pengaruh dari orang-orang yang dianggap penting atau jadi panutan (Gunawan, 2006). Hal yang sama diungkapkan oleh Bowo (2009) bahwa konsep diri adalah suatu konsep mengenai diri individu itu sendiri yang meliputi bagaimana seseorang memandang, memikirkan dan menilai dirinya sehingga tindakan-tindakannya sesuai dengan konsep tentang dirinya tersebut.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan suatu pandangan, perasaan dan penilaian mengenai dirinya. b. Faktor-faktor Konsep Diri
Faktor-fakor yang mempengaruhi konsep diri remaja menurut Hurlock (1991) :
1) Usia Kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa akan mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat, yang diperlakukan seperti anak kecil akan merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga kurang dapat menyesuaikan diri.
2) Penampilan Diri
Penampilan diri yang berbeda membuat remaja rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan mengakibatkan perasaan rendah diri, sebaliknya daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang cirri kepribadian dan menambah dukungan sosial.
3) Hubungan Keluarga
dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.
4) Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik.
5) Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompoknya menilai namanya buruk atau bila mereka member julukan yang bernada cemoohan.
6) Teman Sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi konsep diri dalam 2 cara. Pertama-tama konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya dan kedua ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan cirri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok.
7) Kreativitas
Remaja yang sejak kanak-kanan didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam mengerjakan tugas-tugas akan mengembangkan perasaan dan identitas yang member pengaruh yang baik pada konsep diri.
8) Cita-cita
perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalan.
c. Komponen-komponen Konsep diri
Terdapat lima komponen konsep diri menurut Sunaryo 2004 : 1) Body image(Citra tubuh)
Citra tubuh adalah persepsi, pandangan dan evaluasi mengenai bentuk tubuh.
2) Self Ideal(Ideal diri)
Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku sesuai dengan standar perilaku. Ideal diri akan mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi.
3) Self Esteem(Harga diri)
Harga diri adalah penilaian terhadap hasil pencapaian yang ingin dicapai dengan menganalisis sejauh mana perilaku yang sesuai dengan ideal diri. Jika indiviu selalu sukses maka cenderung harga dirinya akan tinggi dan jika mengalami kegagalan cenderung harga dirinya rendah. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain.
4) Self Role( Peran diri)
5) Self Identity(Identitas diri)
Identitas diri adalah kesadaran akan dirinay sendiri yang bersumber dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.
d. Jenis-Jenis Konsep Diri
Konsep diri menurut Calhoun and Acocella (1993) dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
1) Konsep Diri Positif
Dasar dari konsep diri positif ini adalah kekaguman kepada dirinya sendiri, individu mau menerima dirinya sendiri dan itu lebih merupakan sesuatu yang rendah diri dan bukan sebgai sesuatu yang arogan dan mementingkan dirinya sendiri. Seseorang yang dengan konsep diri positif memiliki pengetahuan terhadap dirinya sendiri dengan cermat dan tidak terlalu kaku. Konsep diri yang positif adalah stabil dan bervariasi. Seseorang dengan konsep diri positif dapat menceritakan informasi yang negative tentang dirinya sebagus yang positif.
dirinya sendiri, bukan berarti dia tidak pernah kecewa terhadap dirinya sendiri atau gagal mengakui kegagalan sebagai suatu kegagalan. Seseorang yang mempunyai konsep diri positif mempunyai tujuan yang tepat dan realistik. Informasi yang baru mengenai dirinya bukan merupakan suatu ancaman dan tidak menimbulkan kekawatiran.
2) Konsep Diri Negatif
diri negatif bisa menyebabkan kecemasan dan bisa menjadi sesuatu yang mengancam dirinya.
Seseorang yang mempunyai konsep diri yang negative tidak mempunyai kategori mental yang dapat menghubungkan informasi yang bertentangan mengenai dirinya sehingga dia akan melindungi konsep dirinya secara kuat dengan mengubah atau mengingkari informasi baru tersebut. Konsep diri negatif ini juga bisa didefinisikan sebagai penilaian yang negatif tentang dirinya sendiri, individu tersebut tidak pernah cukup, seseorang yang mempunyai konsep diri negate mempunyai pengharapan yang terlalu kecil atau terlalu banyak.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri bisa dibedakan menjadi 2, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negative. Konsep diri positif merupakan pandangan seseorang mengenai dirinya sendiri yang baik dan menyenangnkan, sedangkan konsep diri negatif adalah pandangan seseorang mengenai dirinya negatif dan cenderung tidak menyenangkan. 4. Perkembangan Sosial Remaja
dengan dorongan-dorongan kreatif. Akibat dari konflik moral itu timbullah perasaan bersalah, menyesali dan menyalahkan diri sendiri dan perasaan rendah diri. Kalau proses ini berkepanjangan remaja yang bersangkutan akan terlibat dalam gejala neurotik, tetapi kalau ia bisa mengatasi tahap ini dengan baik, remaja yang bersangkutan akan masuk ketahap berikutnya dimana ia akan menjadi manusia yang produktif kreatif.
Integrasi antara kehendak dan kontrak-kehendak menjadi pribadi yang harmonis. Tahapan perkembangan dan konflik yang dikemumakan oleh Erikson menyebut fase remaja ini sebagai fase identitas lawan kekaburan peran. Individu pada tahap ini sudah ingin menonjolkan identitas dirinya, akan tetapi ia masih terperangkap oleh masih kaburnya peran dia dalam lingkungan asalnya. Kaburnya peran remaja dalam lingkungannya mengakibatkan remaja mulai membentuk kelompok-kelompok atau gang. Penggabungan diri dengan anggota kelompok yang lain sebenarnya merupakan usaha mencari nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencari nilai-nilai baru dan ingin berjuang mencapai nilai-nilai itu, sebab remaja mulai meragukan kewibawaan dan kebijaksanaan orang tua, norma-norma yang ada dan sebagainya (Mulyono, 1995).
5. Tugas Perkembangan Remaja Putri
perkembangan individu. Setiap individu diharapkan mampu untuk melaluinya agar sekiranya tidak mengalami kesulitan atau hambatan untuk memasuki tahap perkembangan berikutnya. Dalam masa perkembangan remaja putri memiliki suatu tugas perkembangan dan penyesuaian diri yang harus dilakukan yang terkait dengan perubahan, pertumbuhan dan perkembangan fisiknya. Hal tersebut dikarenakan remaja putri mengalami suatu pertumbuhan dan perkembangan fisik yang pesat dengan pencapaian kematangan seksual.
Tugas dan penyesuaian diri tersebut diantaranya adalah remaja putri mampu menerima kondisi fisik dan memanfaatkan tubuhnya secara efektif. Remaja putri diharapkan mampu untuk menentukan dan menerima peran jenis kelaminnya masing-masing maka remaja putri juga diharapkan mampu menerima hubungan yang lebih matang dengan teman-teman sebaya baik itu teman sejenis maupun yang berbeda jenis kelamin (Hurlock, 1991).
C. Remaja Putri Di Sekolah Homogen Dan Heterogen
komposisi siswa putra dan putri maka sekolah itu di sebut Heterogen (Coeducational school). Jika suatu sekolah hanya memiliki siswa putra atau putri saja maka sekolah ini bertipe homogeni atau sekolah yang sama jenis kelaminnya (Single Sex School).
Di Indonesia umumnya sekolah merupakan sekolah Heterogen, baik negeri maupun swasta. Sekolah Homogen di Indonesia diterapkan pada sekolah menengah baik tingkat pertama ataupun tingkat atas. Sekolah yang bertipe Homogen biasanya dikelola oleh pihak swasta yaitu dari yayasan keagamaan Islam dan Katholik/Kristen.
1. Remaja Putri di Sekolah Homogen
Sekolah homogen merupakan sekolah yang muridnya berjenis kelamin sama yaitu putri atau putra semua. Lee dan Bryk (Dalam Wuryanjana, 2003) menyebutkan bahwa sekolah homogen mempunyai sifat :
a. Kontak sosial kurang lengkap karena jenis keamin siswanya sama
b. Lebih berorientasi pada akademis sehingga banyak tugas dan ujian yang mendadak
c. Lebih bebas dalam bertingkah laku tetapi bertanggung jawab serta menuntut disiplin yang tinggi
Prestasi remaja putri di sekolah homogen cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan di sekolah heterogen. Selain itu, remaja putri di sekolah homogen cenderung lebih mementingkan kompetisi meraih nilai tertinggi dan berprestasi dengan teman-temannya daripada hal lain. Misalnya tidak terlalu mementingkan penampilan fisik untuk menarik perhatian teman lawan jenis seperti yang terjadi pada remaja putri di sekolah heterogen (Hidayat, 1984).
2. Remaja Putri di Sekolah Heterogen
Heterogen dimengerti sebagai sistem pendidikan yang di dalamnya terdapat murid yang terdiri dari dua jenis kelamin, yaitu pria dan wanita (Kolesnik, 1976). Menurut Kolesnik (1976) lingkungan sekolah heterogen pada dasarnya adalah lingkungan sekolah siswa-siswinya yang terdiri dari pria dan wanita. Selain itu, suasana di lingkungan sekolah menunjukkan bahwa siswa-siswi dari sekolah menganggap sekolah mereka sebagai tempat yang menyenangkan. Siswa di sekolah heterogen lebih menekankan tiga hal, yaitu :
a. Persahabatan dengan teman sebaya
b. Hubungan yang positif antara guru dengan siswa c. Hubungan yang normal antara siswa pria dan wanita
kelamin sama namun dengan teman lawan jenis. Dalam hal ini, remaja tidak lagi menaruh minat pada teman-teman yang memiliki jenis kelamin sama. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh remaja putri tidak hanya sebatas dengan teman yang memiliki jenis kelamin sama dalam lingkungan sekolah heterogen, melainkan melibatkan teman lawan jenis sehingga dapat menumbuhkan perasaan heteroseksual atau perasaan saling menyukai dengan teman lawan jenis dalam diri mereka (Hurlock, 1991).
D. Perbedaan Body Image Antara Remaja Putri Di Sekolah Homogen Dengan Sekolah Heterogen
Body image merupakan gambaran seseorang terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan pandangan tentang tubuh, penilaian tentang tubuh serta emosi yang dibentuk oleh tubuh yang memberikan gambaran tentang tingkat kepuasaan individu terhadap tubuhnya. Body image ideal adalah perempuan yang memiliki tubuh yang seksi, tinggi, langsing, bentuk payudara yang besar dan kencang, perut datar serta hidung yang mancung.
konsep diri yang berkaitan fisik negatif, maka mereka cenderung kurang bisa menerima penampilan fisik apa adanya, cemas, malu dan tidak percaya diri apabila penampilan fisinya tidak ideal. Hal ini berbeda dengan individu yang memiliki konsep diri berkaitan dengan fisik positif, maka mereka cenderung menerima penampilan fisik apa adanya dan nyaman dengan penampilan fisik mereka.
Body image dipengaruhi oleh jenis kelamin, pola pikir, kepribadian, budaya, media massa, orang tua dan teman sebaya baik itu di lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah (Melliana, 2006).
Sekolah merupakan lingkungan terdekat remaja dan sebagai salah satu tempat bagi remaja untuk menghabiskan waktu dan mengekspresikan diri karena sebagian besar aktivitasnya sehari-hari dilakukan di sekolah bersama dengan teman-temannya. Sekolah terdiri dari dua tipe yaitu sekolah homogen dan sekolah heterogen. Sekolah homogen adalah sekolah yang muridnya berjenis kelamin sama yaitu putra saja atau putri saja. Sekolah yang muridnya berjenis kelamin berbeda yaitu pria dan wanita adalah sekolah heterogen (Kolesnik (1976).
dengan teman lawan jenis pada masa pubertas Pada umumnya pengaruh masa puber lebih banyak dialami pada remaja putri dibandingkan remaja putra. Remaja putri mulai disibukkan dengan tubuh mereka dan mengembangkan gambaran individual mengenai gambaran tubuh mereka (Hurlock, 1991). Akan tetapi, body image seseorang individu juga sangat dipengaruhi oleh teman sebaya baik itu dilingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah. Body image yang ideal adalah remaja putri yang memiliki tubuh tinggi. langsing, kulit putih dan bentuk payudara besar (Meliana, 2006).
Dalam lingkungan sekolah heterogen, remaja putri menjalin relasi tidak hanya sebatas dengan teman yang memiliki jenis kelamin sama namun dengan teman lawan jenis. Berbeda dengan sekolah homogen, dimana remaja putri menjalin relasi dengan teman yang memiliki jenis kelamin sama. Remaja putri di sekolah heterogen memiliki frekuensi yang tinggi dalam berelasi dengan teman lawan jenis dibandingkan dengan remaja putri di sekolah homogen. Frekuensi berelasi dengan teman lawan jenis di sekolah homogen cenderung rendah. Frekuensi yang tinggi akan memunculkan adanya hubungan heteroseksual terhadap teman lawan jenis. Hubungan heteroseksual dimana adanya ketertarikan dengan teman lawan jenis sehingga terjalin hubungan yang matang dengan teman lawan jenis (Hurlock, 1991).
putri di sekolah homogen. Reaksi sosial tersebut sering didapat dari teman-teman sebaya mengenai daya tarik fisik yang berperan penting dalam hubungan heteroseksual di sekolah heterogen. Apabila mereka merasa penampilannya tidak ideal dan tidak menarik bagi remaja putra maka dapat menyebabkan sedih dan prihatin terhadap penampilan fisik (Zeits dalam Yuliastuti, 2006).
Remaja putri di sekolah heterogen berusaha tampil lebih baik untuk mendapatkan perhatian remaja putra karena daya tarik fisik sangat penting bagi remaja putri di sekolah heterogen (Yuliastuti, 2006). Hal ini dikarenakan remaja putri yang memiliki penampilan menarik biasanya akan diperlakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan mereka yang penampilannya kurang menarik. Selain itu, mereka yang memiliki penampilan fisik menarik juga dapat menarik perhatian teman lawan jenis (Hurlock, 1991).
Tingkat kecemasan terhadap penampilan fisik yang ideal pada remaja putri di sekolah heterogen lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putri di sekolah homogen. Mereka merasa resah ketika temannya yang memiliki jenis kelamin sama mampu menarik perhatian teman lawan jenis karena memiliki daya tarik fisik yang sangat menarik dibandingkan dengan dirinya (Yuliastuti, 2006).
remaja putri di sekolah homogen cenderung persaingan untuk mendapatkan nilai yang tinggi. (Lee dan Bryk dalam Wuryanjana, 2005).
Remaja putri di sekolah heterogen memiliki evaluasi yang tinggi terhadap penampilan fisik mereka dibandingkan dengan remaja putri di sekolah homogeny (Thompson dalam Yuliastuti, 2006). Hal ini dikarenakan ada reaksi sosial dari teman lawan jenis mengenai daya tarik fisik yang tinggi dan daya tarik fisik tersebut sangat penting bagi mereka. Selain itu, adanya persaingan dalam mendapatkan perhatian teman lawan jenis dimana remaja putri yang memiliki penampilan fisik menarik dapat menarik perhatian teman lawan jenis dibandingkan yang tidak menarik.
Bagan 1
Body imagenegatif Body imagepositif
Sekolah homogen Sekolah heterogen
Frekuensi berelasi dengan teman lawan jenis tinggi
Frekuensi berelasi dengan teman lawan jenis rendah
- Muncul relasi heteroseksual dengan teman lawan jenis di sekolah
- Daya tarik fisik sangat dipentingkan
- Persaingan meraih pasangan tinggi
- Reaksi sosial terhadap daya tarik fisik tinggi
- Kurangnya muncul relasi heteroseksual
- Daya tarik fisik tidak terlalu dipentingkan
- Persaingan meraih pasangan rendah - Reaksi sosial terhadap daya tarik fisik
rendah
Cenderung terlalu fokus pada penampilan fisik untuk menarik
teman lawan jenis
Remaja Putri
Cenderung tidak terlalu fokus pada penampilan fisik untuk menarik teman lawan jenis
Lebih sensitif terhadap penampilan fisik
Kurang sensitif terhadap penampilan fisik Evaluasi terhadap penampilan fisik
tinggi
E. HIPOTESIS
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian yang bersifat komparatif yaitu penelitian yang berupaya mencari ada tidaknya perbedaan antara dua kelompok (Suryabrata, 1999). Penelitian ini bermaksud untuk mencari ada tidaknya perbedaan body image remaja putri di sekolah homogen dengan sekolah heterogen.
B. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel Tergantung:body image
2. Variabel Bebas : jenis sekolah yaitu jenis sekolah homogen dan heterogen
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Body image
Gambaran seseorang terhadap bagian-bagian tubuhnya maupun penampilan fisik secara keseluruhan berdasarkan pandangan tentang tubuh, penilaian tentang tubuh serta emosi yang dibentuk oleh tubuh yang memberikan gambaran tentang tingkat kepuasaan individu terhadap tubuhnya.
Body image diukur dengan menggunakan Skala Body Image yang dibuat oleh peneliti dengan menggunakan teori Grogan (1999). Skor yang tinggi menunjukkan bahwa subjek memiliki body image yang
positif, sebaliknya skor rendah menunjukkan bahwa subjek memiliki
body imageyang negatif.
Menurut Grogan (1999) bahwabody image memiliki beberapa elemen-elemen yaitu :
a. Elemen persepsi
Pandangan tentang ukuran tubuh b. Elemen pikiran
Penilaian tentang kemenarikan tubuh c. Elemen perasaan
Emosi yang diasosiasikan dengan bentuk dan ukuran tubuh 2. Jenis Sekolah
Jenis sekolah ada dua yaitu sekolah homogen dan sekolah heterogen. Remaja putri yang bersekolah di lingkungan homogen muridnya berjenis kelamin sama yaitu putri saja dan remaja putri yang bersekolah di lingkungan heterogen muridnya berbeda jenis kelamin yaitu pria dan wanita.
D. Subjek Penelitian
1. Remaja putri
2. Usia 13-18 tahun yang merupakan rentang usia dalam masa remaja (Hurlock, 1991).
3. Berstatus sebagai siswi yang bersekolah di SMA Heterogen dan bersekolah di SMA Homogen
E. Metode Dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data menggunakan skala yaitu Skala Body Image. Skala Body Image ini disusun dan dikembangkan sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada komponen persepsi, pikiran dan perasaan. Berdasarkan aspek-aspek tersebut, selanjutnya peneliti menyusun 90 butir pernyataan yang terdiri 45 butir pernyataan favorable dan 45 butir pernyataan unfavorable. Pernyataan-pernyataan tersebut dapat dilihat pada table berikut :
Tabel 1
Tabel Spesifikasi Item-item SkalaBody Image
Skala tersebut disusun berdasarkan metode rating yang dijumlahkan (Summated Rating) dengan menggunakan Skala Likert, yaitu metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai skalanya (Azwar, 2003). Dengan metode ini subjek diminta untuk merespon item-item yang dirumuskan secara
favorabledan secaraunfavorable.
Skala Body Image disajikan dalam pernyataan-pernyataan
favorable dan unfavorable. Subjek diminta memilih salah satu dari lima alternative jawaban, yaitu “Sangat Setuju”, “Setuju”, “Sangat Tidak Setuju” dan “Tidak Setuju”. Subjek bebas memilih salah satu dari lima alternatif jawaban yang sesuai dengan diri subjek yang sebenarnya. Peneliti tidak menyertakan alternative jawaban N (Netral) atau jawaban tengah, hal ini dimaksudkan agar subjek penelitian tidak memiliki kecenderungan untuk memilih jawaban tengah (central tendency effect)
Penilaian subjek untuk pernyataan positif(favorable) : Tabel 2
Skor Butir-butirFavorableSkalaBody Image
Respon Skor
Sangat Setuju (SS) 4
Setuju (S) 3
Tidak Setuju (TS) 2
Semakin tinggi skor subjek, maka semakin positifbody imagepada subjek. Sebaliknya, semakin rendah, maka semakin negatif body image
pada subjek.
Penilaian subjek untuk pernyataan negatif (unfavorable) dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 3
Skor Butir-butirUnfavorableSkalaBody Image
Respon Skor
Sangat Setuju (SS) 1
Setuju (S) 2
Tidak Setuju (TS) 3
Sangat Tidak Setuju (STS) 4
Skor yang rendah menunjukkan subjek memiliki body imageyang negatif. Sebaliknya, skor yang tinggi menunjukkan subjek memiliki
body imageyang positif. F. UJI SKALA
1. Estimasi Validitas
dosen pembimbing yaitu dengan mengadakan evaluasi, guna memeriksa kualitas aitem sebagai dasar untuk seleksi (Azwar, 2003). 2. Estimasi Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil ukur. Taraf reliabilitas dapat diartikan sebagai taraf sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan konsistensi hasil pengukuran yang diperlihatkan dalam ketepatan dan ketelitian hasil. Reliabilitas dicari dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach. Pendekatan ini memiliki nilai praktis dan efisiensi yang tinggi, karena hanya dengan dilakukan satu kali percobaan pada satu kelompok subjek (Azwar,2003). Nilai reliabilitas dianggap memuaskan apabila mendekati 0,900.
3. Uji Daya Beda Item
4. Hasil Uji Skala : a. Uji Reliabilitas
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan SPSS for windows versi 15, Skala Body Image memiliki koefisien Alpha Cronbach sebesar 0,979. Hasil koefisien alpha Skala Body Image menunjukkan bahwa skala tersebut reliabel.
b. Uji Daya Beda Item
Peneliti melakukan uji coba Skala Body Image dengan melibatkan 72 siswi-siswi Kelas X SMA Boda dan SMA Santa Maria Yogyakarta. Setelah data terkumpul, Skala Body Image
Tabel 4
Tabel SkalaBody ImageSebelum dan Sesudah Uji Coba
No item yang dipertahankan No item yang gugur Aspek
Favorable Unfavorable Favorable Unfavorable
Afeksi 5,24,36,37,58,62,63,
Tabel 5 berikut ini menunjukkan spesifikasi item setelah dilakukan penelitian uji coba :
Tabel 5
Tabel SkalaBody ImageSesudah Uji Coba
Aspek No ItemFavorable No ItemUnfavorable Total Afeksi 4,10,17,23,34,39,43,47,52,5
G. Uji Asumsi
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui normal tidaknya sebaran data skala body image. Jika p > 0,05 maka sebaran skor dinyatakan normal. Sebaliknya jika p< 0,05 maka sebaran skor dinyatakan tidak normal. Uji Normalitas dilakukan dengan One Sample Kolmogorof Smirnovdengan menggunakan programSPSS 15 For Windows.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah varians dari sampel yang akan diuji mempunyai varians yang sama atau tidak. Uji homogenitas variansi dilakukan dengan menggunakan programSPSS 15 For Windows yaitu melalui Leven’s Test For Equality of Variance. Apabila nilai probabilitasnya lebih besar dari 0,05 (p>0,05) maka kedua jenis sekolah mempunyai varians yang sama dan jika nilai probabilitasnya kurang dari 0,05 (p<0,05) maka kedua jenis sekolah mempunyai varians yang tidak sama
H. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan body image
remaja putrid sekolah homogen dengan sekolah heterogen. Pengujian hipotesis penelitian menggunakan uji t teknik Independent Sample t-test
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian 1. Perijinan Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan ijin pada pihak SMA Santa Maria dan SMA Boda. Peneliti melengkapi berkas permohonan ijin dengan membawa contoh alat ukur yang akan digunakan untuk penelitian, proposal penelitian dan surat keterangan penelitian dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Penelitian yang akan dilaksanakan mencakup pelaksanaan uji coba alat ukur dan pengumpulan data penelitian.
2. Proses Penelitian
Pengambilan data penelitian dilakukan di dua sekolah yaitu SMA Santa Maria sebagai data sekolah homogen yang dilaksanakan pada tanggal 6-10 April 2010 dengan jumlah subyek 70 siswi kelas XI dan SMA Boda sebagai data sekolah heterogen yang dilaksanakan pada tanggal 6-8 April 2010 dengan jumlah subyek 70 siswi kelas XI.
Peneliti membagikan 140 eksemplar pada subyek dan skala kembali dengan jumlah yang sama pada peneliti.
3. Data Demografi Subjek Penelitian
Usia subjek dalam penelitian ini berkisar antara 16-17 tahun. Subjek yang berusia 17 tahun sebanyak 89 atau sebesar 63,57 %. Jumlah subjek yang berusia 16 tahun sebanyak 51 atau sebesar 36,43%.
Berikut ini merupakan tabel data demografi subjek penelitian berdasarkan usia :
Tabel 6
Data Usia Subjek Penelitian
Usia Jumlah Persentase
16 tahun 51 36,43 %
17 tahun 89 63,57 %
Jumlah 140 100 %
B. Hasil Penelitian : 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan dengan menggunakan program
SPSS 15 For Windowsdan hasilnya adalah sebagai berikut :
> 0,05. Dengan demikian sebaran skor pada siswi SMA Homogen dinyatakan normal.
2. Nilai probabilitas pada siswi SMA Heterogen, nilai probabilitasnya adalah 0,297. Sehingga p > 0,05 atau 0,297 > 0,05 dan dengan demikian sebaran skor pada siswi SMA Heterogen dinyatakan normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan dengan SPSS 15 For Windows.
Nilai probabilitas pada penelitian ini sebesar 0,259. Artinya bahwa nilai probabilitas tersebut lebih besar dari 0,05 (0,259 > 0,05). Maka, data yang digunakan dalam penelitian ini memiliki varians yang sama dan berasal dari populasi yang sama.
2. Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan setelah melakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Penghitungan uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan Independent Sample T-Test dengan bantuan program
SPSS 15.0 for Windows. Hipotesis dalam penelitian ini menyatakan bahwa body image siswi SMA Homogen lebih positif dibandingkan dengan siswi SMA Heterogen.
menghasilkan mean sebesar 193,27 dan siswi SMA Heterogen sebesar 148,36. Berdasarkan hasil uji hipotesis dan tabel Uji-t di atas tampak bahwa t hitung sebesar 13,356, sedangkan nilai p diperoleh angka sebesar 0,000. Karena p < 0,05 maka dinyatakan signifikan.
Pada tabel skor rata-rata siswi SMA Homogen dan siswi SMA Heterogen terlihat bahwa skor rata-rata siswa perempuan lebih tinggi dari skor rata-rata siswi SMA Heterogen. Hal ini berarti bahwa siswi SMA Homogen memiliki body image yang lebih positif dibandingkan dengan siswi SMA Heterogen. Oleh sebab itu, hipotesis dalam penelitian ini terbukti.
3. Uji Tambahan
Uji tambahan dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimanakah tingkat body image siswi SMA homogen dan siswi SMA Heterogen yakni dengan membandingkan antara mean empiris siswi SMA Homogen dengan mean teoritis dan mean empiris siswi SMA Heterogen dengan mean teoritis (MT). Jika ME > MT, maka memiliki body image yang positif. Untuk mengetahui besar MT digunakan rumus sebagai berikut :
MT = (skor terendah x jumlah item) + (skor tertinggi x jumlah item)
2
MT = (1x66)+(4x66) 2
Sedangkan berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh Mean Empiris Siswi SMA Homogen dan Siswi SMA Heterogen (ME), sebagai berikut :
Tabel 7
Data Mean Empiris Sekolah Homogen dan Heterogen
SMA N Mean Std. Deviation
Std. Error Mean Homogen 70 193.27 21.363 2.553 Sum
Heterogen 70 148.36 18.308 2.188
Nilai P pada siswi SMA Homogen sebesar 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara mean empiris dan mean teoritis pada siswi SMA Homogen. Mean teoritis merupakan rata-rata skor pada alat ukur penelitian, sedangkan mean empiris merupakan rata-rata skor data hasil penelitian. Mean teoritis pada siswi SMA Homogen sebesar 165 dan mean empiris 193,27. Hal tersebut menunjukkan bahwa mean empiris lebih besar daripada mean teoritis sehingga dapat diartikan bahwa body image siswi SMA Homogen tergolong positif.
teoritis sehingga dapat diartikan bahwa body image siswi SMA Heterogen tergolong negatif.
C. Pembahasan :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan body image antara remaja putri di sekolah homogen dengan sekolah heterogen. Dari analisis data yang telah dilakukan, terdapat nilai t hitung sebesar 13,356, sedangkan nilai probabilitas diperoleh angka sebesar 0,000. Nilai tersebut menunjukkan bahwa terdapat perbedaan body image yang signifikan antara remaja putri di sekolah homogen dengan sekolah heterogen. Body image remaja putri di sekolah homogen lebih positif dibandingkan dengan remaja putri di sekolah heterogen.
Remaja putri di sekolah heterogen ingin menunjukkan penampilan yang lebih baik sehingga remaja tersebut memperoleh perhatian dari teman lawan jenis. Hal ini dikarenakan penampilan fisik yang menarik sangatlah penting bagi remaja putri di sekolah heterogen sehingga remaja putri yang memiliki penampilan menarik biasanya akan diperlakukan dengan lebih baik dibandingkan dengan mereka yang penampilannya kurang menarik. Selain itu, mereka yang mempunyai penampilan fisik menarik juga dapat menarik perhatian teman lawan jenis (Yuliastuti, 2006).
Terdapat persaingan yang tinggi antara remaja-remaja putri di sekolah heterogen agar dapat perhatian teman lawan jenis (Lee dan Bryk dalam Wuryanjana, 2005). Remaja putri yang merasa penampilan fisiknya kurang menarik dan kurang ideal bagi teman sebaya terutama teman lawan jenis akan menyebabkan keprihatinan dalam diri mereka terhadap penampilan fisiknya. Adanya tingkat kecemasan yang tinggi pada remaja putri di sekolah heterogen akan dapat membuat mereka merasa cemas dan resah apabila penampilan fisik mereka kurang menarik dan tidak dapat perhatian dari teman lawan jenis (Yuliastuti, 2006).
Remaja putri yang cenderung terlalu fokus pada penampilan fisik akan dapat menyebabkan mereka cenderung sensitif berlebihan pada penampilan fisik sehinggabody imagemereka negatif.
Remaja putri di sekolah heterogen yang mempunyai body image
negatif cenderung akan mengalami gangguan-gangguan psikologis. Gangguan-gangguan psikologis tersebut dapat berupa gangguan psikologis ringan dan berat. Gangguan psikologis ringan yaitu remaja putri mengalami perasaan malu, gelisah, cemas dan tidak percaya diri apabila penampilan fisik tidak ideal dan tidak menarik. Di, sisi lain gangguan psikologis berat adalah remaja putri tersebut mengalami gangguan makan dan melakukan operasi plastik (Meliana, 2006).
Remaja putri di sekolah homogen memiliki body image yang lebih positif daripada remaja putri di sekolah heterogen. Hal ini dikarenakan frekuensi berelasi dengan teman lawan jenis cenderung rendah maka reaksi sosial yang diperoleh terhadap penampilan fisik mereka cenderung rendah. Remaja putri di sekolah homogen cenderung lebih mementingkan prestasi akademik dibandingkan hal lain. Salah satu hal tersebut berkaitan dengan penampilan fisik (Hidayat, 1984).
Remaja putri di sekolah homogen yang memiliki evaluasi terhadap penampilan fisik cenderung rendah karena rendahnya pengaruh reaksi sosial terhadap penampilan fisik, kurangnya persaingan untuk mendapatkan perhatian teman lawan jenis dan daya tarik penampilan fisik kurang dipentingkan. Evaluasi yang rendah terhadap penampilan fisik akan dapat membuat remaja putri cenderung tidak terlalu fokus dengan penampilan fisik mereka. Remaja putri cenderung kurang sensitif dengan penampilan fisiknya karena mereka tidak terlalu fokus terhadap penampilan fisinya sehinggabody imagemereka positif.
Secara umum siswi di SMA Santa Maria sebagai sekolah homogen memiliki body image yang positif. Hal ini karena didukung adanya beberapa kegiatan di SMA Santa Maria yang dapat membentuk body image yang positif dalam diri siswi-siswi tersebut. Kegiatan-kegiatan tersebut diadakan dalam kelas bimbingan dan konseling. Kegiatan-kegiatan tersebut berupa pemberian materi, evaluasi dan sharing, audiovisual dan permainan. Salah satu contoh dalam pemberian materi mengenai pribadi sosial, yaitu berupa mengenal dan memahami dunia remaja, mengenal diri sendiri baik itu kelemahan dan kelebihan serta mengenal dan memahami mengenai masalah-masalah yang sering dialami oleh remaja terutama remaja putri dan solusi untuk menghadapi permasalahan-permasalahan tersebut.
lingkungan secara positif serta mampu mengambil keputusan sesuai dengan keadaan dirinya serta mengenal dan menerima diri apa adanya. Salah satu contoh mengenai penerimaan remaja putri apa adanya adalah menerima penampilan fisik apa adanya. Oleh karena itu, siswi-siswi di SMA Santa Maria sebagai sekolah homogen memiliki body image yang positif karena didukung dengan adanya kegiatan-kegiatan di dalam kelas bimbingan dan konseling yang dapat membantu siswi-siswi tersebut untuk dapat menerima penampilan fisik apa adanya (Prayitno dkk dalam Luddin, 1997).
Secara umum siswi di SMA Boda sebagai sekolah heterogen memiliki body image yang negatif. Hal ini dikarenakan dari pihak SMA Boda belum ada kegiatan-kegiatan yang dapat membantu siswi-siswi tersebut untuk membentuk body image menjadi lebih positif. Di samping itu, pelaksanaan bimbingan dan konseling di dalam kelas ditiadakan karena berdasarkan kebijakan sekolah terhadap surat keputusan dari Dinas Pendidikan mengenai pembagian rata 24 jam untuk semua mata pelajaran guna sertifikasi guru sehingga kelas bimbingan dan konseling ditiadakan.