PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG DENGAN PERBANDINGAN SK SNI T-15-1991 DAN SK SNI 03-2002 (STUDY KASUS : ASRAMA RUMAH SAKIT UMUM SEMBIRING DELI TUA)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh
Ujian Sarjana Teknik Sipil oleh:
CITRA RAMADHANA 070 424 013
PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG DENGAN PERBANDINGAN SK SNI T-15-1991 DAN SK SNI 03-2002 (STUDY KASUS : ASRAMA RUMAH SAKIT UMUM SEMBIRING DELI TUA)
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas
dan Memenuhi Syarat untuk Menyelesaikan Pendidikan Sarjana Teknik Sipil
Citra Ramadhana NIM : 070424013
Dosen Pembimbing,
Ir. Syahril Dulman NIP. 130 702 136
Penguji I Penguji II Penguji II
Dr.Ir. Roesyanto MSc Nursyamsi ST,MT Ivan Indrawan ST
NIP:19510629 198411 1 001 NIP:19770623 200501 2 001 NIP:19761205 200604 1 001
Mengetahui / menyetujui, Koordinator PPE,
Ketua Departemen Teknik Sipil FT USU Departemen Teknik Sipil FT USU
Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan Ir. Faizal Ezeddin, MS
NIP. 19561224 198103 1 002 NIP. 19490713 198003 1 001
PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSION DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini. Shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad
Rasulullah SAW beserta keluarga dan sahabatnya, yang membawa kita dari zaman
jahiliyah kepada zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Penyusunan Tugas Akhir ini dengan judul “ Perencanaan Struktur Gedung Beton
Bertulang Dengan Perbandingan SK SNI T-15-1991 dan SK SNI 03-2002 (Study Kasus :
Asrama Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua)” ini disusun guna melengkapi syarat
untuk menyelesaikan jenjang pendidikan Program Strata Satu (S-1) di Universitas
Sumatera Utara.
Dalam penyusunan Tugas Akhir ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan saran
dari berbagai pihak, maka dari itu dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Syahril Dulman, selaku dosen pembimbing utama yang telah membimbing
penulis dalam penulisan Tugas Akhir ini;
2. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku Ketua Jurusan Teknik Sipil Universitas
Sumatera Utara;
3. Bapak Ir. Faizal Ezeddin, MS, selaku Koordinator Program Pendidikan Ekstension;
4. Bapak Dr.Ir. Roesyanto,MSc, Ibu Nursyamsi ST.MT, Ibu Rahmi Karolina ST.MT, dan
Bapak Ivan Indrawan ST selaku dosen pembanding dan penguji,
5. Seluruh Dosen dan pegawai Universitas Sumatera Utara khususnya Jurusan Teknik
6. Pimpinan dan seluruh Staff Konsultan Asrama RSU Sembiring Deli Tua, sebagai
pelaksana dan perencana yang telah memberi bimbingan kepada penulis;
7. Terima kasih yang teristimewa, penulis ucapkan kepada kedua orangtua tercinta, yang
telah mengasuh, mendidik, dan membesarkan serta selalu memberikan dukungan baik
moral, material, maupun do’a yang tak henti-hentinya, mereka mohonkan kepada Allah
SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Begitu juga kepada
keluarga yang telah memberikan seni kehidupan dan dukungan yang tiada
henti-hentinya kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini;
8. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada rekan-rekan mahasiswa dan teman-teman
yang memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini kemungkinan belum sempurna, untuk itu
penulis dengan tulus dan terbuka menerima kritikan dan saran yang bersifat membangun
demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata, sekali lagi penulis sampaikan terima kasih kepada pihak yang telah
banyak membantu dan semoga atas bimbingan serta bantuan moral dan material yang
penulis terima mendapat imbalan dari Allah SWT.
Medan, Juni 2010
Penulis,
ABSTRAK
PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG DENGAN PERBANDINGAN SK SNI T-15-1991 DAN SK SNI 03-2002 (STUDY KASUS : ASRAMA RUMAH SAKIT UMUM SEMBIRING DELI TUA)
Oleh : Citra Ramadhana (070424013)
Peraturan struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunan bukanlah hanya diperlakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan hanya merupakan buku pegangan pelaksanaan, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman di masa lalu. Suatu peraturan bangunan jadi pedoman pihak perencana untuk menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting, adalah aman. Baik dari perhitungan maupun teknik pelaksanaan struktur perlu diperhatikan demi kelancaran pelaksanaan, keefektifan, dan mutu yang dihasilkannya. Inilah yang mendorong penulis memilih topik pembahasan dalam tugas akhir ini. Pembahasan dititik beratkan pada konstruksi beton bertulang yaitu balok, kolom dan pondasi. Yang menjadi sampel dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah Gedung Asrama Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua.Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah membandingkan perhitungan antara SK SNI T-15-1991 dan SK SNI 03-2002. Dari perhitungan inilah maka akan didapat hasil yang menjadi pembanding terhadap kedua peraturan tersebut. Setelah dilakukan perhitungan ternyata didapat gaya-gaya dalam dan dimensi pada SK SNI 03-2002 lebih besar dibanding SK SNI T-15-199. Karena ada beberapa perubahan peraturan yang ditemukan antara peraturan SK SNI T-15-1991 dan SK SNI 03-2002. Dengan adanya perubahan pada peraturan yang lebih baru, diharapkan suatu bangunan akan dapat dibangun dengan tingkat keamanan konstruksi yang lebih tinggi.
Daftar Isi
Kata Pengantar ... i
Abstrak ... iii
Daftar Isi ... iv
Daftar Notasi ... vii
Daftar Gambar ... xi
Bab I PENDAHULUAN... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Pembatasan Masalah ... 3
1.4 Metodologi Penulisan ... 7
1.5 Sistematika Penulisan ... 7
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang ... 9
2.1.1 Umum ... 9
2.1.2 Perencanaan Kuat Batas ( Ultimite Strength Design) ... 10
2.1.2.a Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas(Ultimit) ... 12
2.1.2.b Keruntuhan Akibat Geser ... 16
2.1.2.c Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang ... 17
2.2 Perencanaan Balok Persegi ... 18
2.2.1 Metode Analisis dan Perencanaan ... 18
2.2.2 Kuat Lentur Penampang Balok Persegi ... 18
2.2.3 Kondisi Penulangan Seimbang ... 19
2.2.4 Persyaratan Kekuatan ... 22
2.2.5 Analisis Balok Terlentur Bertulangan Rangkap ... 22
2.3 Struktur Kolom ... 24
2.3.1 Umum ... 24
2.3.2 Hubungan Beban Aksial dan Momen... 25
2.3.4 Faktor Reduksi Kekuatan Untuk Kolom ... 30
2.4 Pondasi ... 31
2.4.1 Defenisi Pondasi Tiang ... 32
2.4.2 Pondasi Tiang Pancang Beton... 33
2.5 Peraturan dan Standar Perencanaan Struktur Berdasarkan SK SNI T-15-1991-03... 34
2.5.1 Perencanaan ... 34
2.5.2 Pembebanan ... 35
2.5.3 Cara Analisis ... 35
2.5.4 Perencanaan Tulangan Balok ... 36
2.5.5 Perencanaan Tulangan Kolom ... 44
2.6 Peraturan dan Standar Perencanaan Struktur Berdasarkan SK SNI 03-2847-2002 ... 46
2.6.1 Perencanaan ... 46
2.6.2 Pembebanan ... 46
2.6.3 Metode Analisis ... 47
2.6.4 Perencanaan Tulangan Balok... 48
2.6.5 Perencanaan Tulangan Kolom ... 56
Bab III METODOLOGI PENULISAN ... 59
3.1 Data Umum Proyek ... 59
3.2 Data Teknis Proyek ... 51
3.3 Metode Pengumpulan Data ... 61
Bab IV PERENCANAAN STRUKTUR ... 65
4.1 Umum ... 65
4.2 Data Perencanaan... 65
4.3 Analisa Pembebanan Vetikal ... 67
4.4 Analisa Pembebanan Horizontal ( Gempa) ... 70
4.4.1 Berdasarkan SNI T-15-1991 ... 70
4.4.2 Berdasarkan SNI 03-2002 ... 75
4.6 Perencanaan Plat Lantai ... 83
4.7 Perencanaan Dimensi Balok Berdasarkan SNI T-15-1991 ... 92
4.8 Perencanaan Dimensi Kolom Berdasarkan SNI T-15-1991……….…108
4.9 Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Dengan SNI T-15-1991………....121
4.10 Perencanaan Dimensi Balok Berdasarkan SNI 03-2002………..128
4.11 Perencanaan Dimensi Kolom Berdasarkan SNI 03-2002………....……145
4.12 Perencanaan Pondasi Tiang Pancang Dengan SNI 03-2002………163
4.13 Pembahasan………...170
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….……….172
5.1 Kesimpulan……….………172
5.2 Saran……….………...175
Daftar Notasi
As = Luas Penampang Tulangan Baja
A’ = Luas Tulangan Tekan
A = Luas Tulangan Tarik
b = Lebar Penampang Balok
h = Tinggi Penampang Balok
Ag = Luas Bruto penampang
Ec = Modulus Elastisitas Beton ( SNI 2002)
Es = Modulus Elastisitas Baja (SNI 2002)
e = Eksentrisitas
fy = Tegangan Luluh Baja
fc = Kuat Tekan Baja
ft = Kuat Tarik Belah
fr = Modulus Retak
Ig = Momen Inersia Tampang
Mcr = Momen Retak
Mu = Momen Ultimit
Mn = Momen Batas/Rencana
Pu = Beban Aksial Ultimit
Po = Beban Aksial Tanpa Eksentrisitas
Pn = Kuat Beban Aksial dengan Eksentrisitas tertetu
ε's = Regangan tekan baja
εy = Regangan luluh baja
fs = Tegangan Tekan baja
Ø = Faktor Reduksi
θ = Diameter Tulangan
π = Jari-jari Lingkaran
ρ = Rasio Penulangan
PK = Perlawanan penetrasi konus ( qC )
JP = Jlh perlawanan ( perlawanan ujung konus + selimut )
A = Interval pembacaan = 20 cm
B = Faktor alat = luas konus / luas torak = 10 cm
HL = Hambatan lekat
qc = Tahanan ujung
fs = Gesekan selimut
JHL = jumlah hambatan lekat ( Total Friction )
FR = Ratio gesekan
PK = Perlawanan penetrasi konus
fs = Gesekan selirnut
N = jumlah pukulan palu
Qult = Daya dukung ujung tiang
Qb = Daya dukung uiung tiang
qp = Tahanan Ujung.
φ = sudut geser dalam tanah
c' = Kohesi
Q b = Daya dukung ujung tiang.
A p = Luas dasar ( Ujung ) Tiang.
qc = Tahanan konus pada ujung tiang.
Nq = Faktor daya dukung yang bergantung kepada sudut geser dalam ( φ' ).
f = Koefisien geser sepanjang badan tiang.
Qu = Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang.
qc =Tahanan ujung Sondir Perlawanan penetrasi Konus pada kedalaman yang
ditinjau )
A p = Luas Penampang Tiang.
Q uIjin = Kapasitas daya dukung ijin tiang pancang.
Kt = Keleling Tiang
K = Faktor panjang tekuk.
Ik = Panjang tekuk (panjang batang/tiang yang mengalami perlengkungan)
Ap = Luas Penampang Tiang.
3 = Faktor Keamanan untuk daya dukung tiang.
5 = Faktor Keamanan untuk gesekan pada selimut tiang.
qp = Tahanan Ujung Ultimate.
Ap = luas penampang tiang pancang ( m2 )
N1 = harga rata-rata dari dasar ke 10D ke atas
N2 = harga rata-rata dari dasar ke 4D ke bawah
Li = panjang lapisan tanah (m)
P = Bacaan manometer
Ap = luas penampang tiang
cu = kohesi undrained
α = koefisien adhesi antara tanah dan tiang
cu = kohesi undrained
P = keliling tiang
P = Gaya tekan pada kolom/tiang
Li = panjang lapisan tanah
Qijin = Daya dukung ijin tiang
qc = Luas penampang tiang
As = Luas selimut tiang
N = Nilai N-SPT pada ujung tiang
λ = Angka Kelangsingan
ω = Faktor tekuk (tergantung pada kelangsingan (λ)
τ = Kekuatan geser tanah
Daftar Gambar
Gambar 1.1 Potongan Melintang I-I ... 4
Gambar 1.2 Potongan Memanjang II-II ... 5
Gambar 1.3 Rencana Pembalokan Asrama RSU Sembiring ... 6
Gambar 2.1 Balok Yang Dibebani Sampai Runtuh ... 13
Gambar 2.2 Kurva Momen-Kelengkungan Balok ... 14
Gambar 2.3 Perilaku Keruntuh Balok ... 15
Gambar 2.4 Ciri-ciri Keruntuhan Penampang ... 16
Gambar 2.5 Balok Dengan Keruntuhan Geser ... 16
Gambar 2.6 Rasio Tulangan Memanjang dan kapasitas Geser ... 17
Gambar 2.7 Analisa Balok Persegi ... 19
Gambar 2.8 Keadaan Seimbang Regangan ... 21
Gambar 2.9 Analisa Balok Bertulang Rangkap ... 24
Gambar 2.10 Hubungan Beban Aksial-Momen Eksentris ... 26
Gambar 2.11 Kolom Memikul Beban Aksial ... 27
Gambar 2.15 Tiang Pancang Precest Reinforced Concrete Pile ... 34
Gambar 3.1 Denah Lokasi Proyek ... 60
Gambar 3.2 Skema Pelaksanaan Tugas Akhir... 63
Gambar 3.3 Asrama RSU Sembiring Deli Tua ... 64
Gambar 4.1 wilayah Gempa SK SNI 1991 ... 70
Gambar 4.2 Grafik Koefisien Gempa Dasar SK SNI 1991 ... 71
Gambar 4.3 Wilayah Gempa SK SNI 2002 ... 76
ABSTRAK
PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG DENGAN PERBANDINGAN SK SNI T-15-1991 DAN SK SNI 03-2002 (STUDY KASUS : ASRAMA RUMAH SAKIT UMUM SEMBIRING DELI TUA)
Oleh : Citra Ramadhana (070424013)
Peraturan struktur bangunan harus menetapkan syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Dengan demikian perlu disadari bahwa suatu peraturan bangunan bukanlah hanya diperlakukan sebagai petunjuk praktis yang disarankan untuk dilaksanakan, bukan hanya merupakan buku pegangan pelaksanaan, bukan pula dimaksudkan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan teknik, serta pengalaman-pengalaman di masa lalu. Suatu peraturan bangunan jadi pedoman pihak perencana untuk menghasilkan struktur bangunan yang ekonomis dan yang lebih penting, adalah aman. Baik dari perhitungan maupun teknik pelaksanaan struktur perlu diperhatikan demi kelancaran pelaksanaan, keefektifan, dan mutu yang dihasilkannya. Inilah yang mendorong penulis memilih topik pembahasan dalam tugas akhir ini. Pembahasan dititik beratkan pada konstruksi beton bertulang yaitu balok, kolom dan pondasi. Yang menjadi sampel dalam penyusunan Tugas Akhir ini adalah Gedung Asrama Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua.Tujuan dari penulisan Tugas Akhir ini adalah membandingkan perhitungan antara SK SNI T-15-1991 dan SK SNI 03-2002. Dari perhitungan inilah maka akan didapat hasil yang menjadi pembanding terhadap kedua peraturan tersebut. Setelah dilakukan perhitungan ternyata didapat gaya-gaya dalam dan dimensi pada SK SNI 03-2002 lebih besar dibanding SK SNI T-15-199. Karena ada beberapa perubahan peraturan yang ditemukan antara peraturan SK SNI T-15-1991 dan SK SNI 03-2002. Dengan adanya perubahan pada peraturan yang lebih baru, diharapkan suatu bangunan akan dapat dibangun dengan tingkat keamanan konstruksi yang lebih tinggi.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Peraturan dan standar persyaratan struktur bangunan pada hakikatnya ditujukan
untuk kesejahteraan dan keselamatan pengguna jasa konstruksi, untuk mencegah
korban manusia. Oleh karena itu, peraturan struktur bangunan harus menetapkan
syarat minimum yang berhubungan dengan segi keamanan. Dengan demikian perlu
disadari bahwa suatu peraturan bengunan bukanlah hanya diperlakukan sebagai
petunjuk praktis yang disarankan untuk menggantikan pengetahuan, pertimbangan
teknis, serta pengalaman-pengalaman di maa lalu. Suatu peraturan bangunan tidak
membebaskan tanggung jawab pihak perencana untuk mengasilkan struktur bangunan
yang ekonomis dan yang lebih penting adalah aman.
Di Indonesia peraturan atau pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
pelaksanaan bangunan beton bertulang telah beberapa kali mengalami perubahan dan
pembaruan, sejak Peraturan Beton Indonesia 1955 ( PBI 1955) kemudian PBI 1971,
Standar Tata Cara Penghitungan Struktur Beton Bertulang SK SNI T-15-1991-03 dan
yang terakhir adalah Standart Tata Cara Perhitungan Beton Bertulang Gedung SK SNI
03-2002. Pembaruan tersebut tidak lain ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam
upaya mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
khususnya yang berhubungan dengan beton bertulang.
Melalui penelitian-penelitian yang dilakukan, peraturan-peraturan beton yang ada
terus direvisi dengan harapan dapat memberikan suatu standar rancangan bangunan
yang semakin baik. Beberapa perubahan dapat ditemukan antara peraturan-peraturan
pelaksanaan pengerjaan beton, detail-detail konstruksi, dasar-dasar perhitungan dan
syarat-syarat umum konstruksi seperti faktor beban dan syarat kekuatan, dan beberapa
hal lainnya.
Dengan adanya peraturan-peraturan yang baru ini, diharapkan suatu bangunan
pada masa yang akan datang akan dapat dibangun dengan tingkat keamanan
konstruksi yang lebih tinggi serta juga dapat menekan biaya pembangunan hingga
semakin rendah dengan memanfaatkan sifat-sifat beton bertulang agar dapat bekerja
pada batas kemampuannya.
Semua peraturan dan pedoman standar yang mengatur perencanaan dan
pelaksanaan beton bertulang ditertibkan oleh Departemen Pekerjaan Umum Republik,
Indonesia dan diberlakukan sebagai peraturan standar resmi. Dengan sendirinya
apabila suatu dokumen mencantumkan sebagai peraturan resmi yang harus diikuti,
maka sesuai dengan prosedur yang berlaku peraturan tersebut berkekuatan hukum
dalam mengendalikan perencanaan dan pelaksanaan bangunan beton bertulang
lengkap dengan segala yang diberlakukan.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah untuk membandingkan hasil
perencanaan struktur beton bertulang yang direncanakan dengan mengacu pada
peraturan beton SKSNI T-15-1991 dengan yang direncanakan mengacu pada
peraturan beton SKSNI 03-2002 yang merupakan peraturan beton yang terbaru di
Indonesia.
Sebagai model struktur bangunan yang ditinjau dalam penulisan tugas akhir
ini adalah gedung Asrama Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua. Gedung ini
I.3 Pembatasan Masalah
Yang menjadi batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :
1. Model struktur bangunan yang ditinjau adalah bangunan bertingkat dari gedung
Asrama Rumah Sakit Umum Sembiring Deli Tua.
2. Gambar denah, dan gambar kerja terlampirkan.
3. Komponen struktur yang dibandingkan hanyalah beton bertulang antara lain balok,
kolom, plat dan pondasi
4. Besaran yang dibandingakan hanya mengenai dimensi dan penulangan balok,
kolom, plat dan pondasi.
5. Analisa yang digunakan adalah SKSNI T-15-1991 dan SKSNI 03-2002, seperti
formula kombinasi pembebanan (beban hidup, beban mati, dan gempa), serta
perhitungan pendimensian.
6. Perletakkan struktur gedung adalah jepit-jepit.
7. Beberapa parameter-parameter lain ada yang diasumsikan oleh penulis.
8. Perhitungan ditinjau pada salah satu portal yang dapat mewakili pembebanan dari
5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 5.00 4.00
4.00 4.00 4.00
4.00 4.00 4.00
I.4 Metodologi Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah literature dan study
kasus yaitu dengan mengumpulkan data-data dan referensi dari buku serta data-data proyek
yang diperlukan yang berhubungan dengan pembahasan pada tugas akhir ini serta
masukan-masukan dari dosen pembimbing. Untuk analisa struktur dalam menghitung
gaya-gaya dalam yang terjadi pada struktur dilakukan dengan bantuan program komputer
yaitu SAP2000 ( Structure Analysis Program ) untuk mempercepat perhitungan.
1.6 Sistematika Penulisan
Sistematika pembahasan bertujuan untuk memberiksn gambaran secara garis besar isi
setiap bab yang dibahas pada Tugas Akhir ini, sistematika pembahasan Tugas Akhir ini
adalah :
Bab I Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang, pembatasan masalah, tujuan, metode penulisan, dan
sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi uraian tentang konsep perencanaan struktur bangunan secara teoritis,
antara lain : plat lantai, balok, kolom, dan pondasi.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi data umum dan data teknis proyek, metode pengumpulan data, dan
Bab IV Perencanaan Struktur
Bab ini beisi perhitungan dan analisa perencanaan struktur dimulai dari
pembebanan hingga perencanaan dimensi dan penulangan balok, kolom, dan pondasi, yang
disesuaikan dengan SK SNI T-15-1991 dan SK SNI 03-2002
Bab V Kesimpulan Dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang dapat diambil dari seluruh penyusunan Tugas akhir
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Perencanaan Struktur Beton Bertulang
2.1.1 Umum
Ada dua metode yang umum digunakan untuk perencanaan struktur beton bertulang
, yaitu metode beban kerja (working stress design) dan metode kekuatan batas (ultimate
strength design). Metode beban kerja sangat popular pada masa lampau, yaitu sekitar awal
sampai pertengahan abad 19. Penelitian mengenai metode kekuatan batas mulai banyak
dilakukan pada tahun 1950-an. Sedangkan di Indonesia mulai diperkenalkan metode
kekuatan batas pada tahun 1955 dengan peraturan atau pedoman standar yang mengatur
perencanaan dan palaksanaan bangunan beton bertulang yaitu Peraturan Beton Indonesia
1955 (PBI 1955) kemudian PBI 1971.
Pada Peraturan Beton Indonesia 1971( PBI 1971) metode kuat batas diperkenalkan
sebagai metode alternative (masih mengandalkan metode beban kerja). Kemudian mulai
1991 dengan dikeluarkannya peraturan SK SNI T-15-1991-03 tentang “Tata Cara
Perhitungan Struktur Beton Bertulang Untuk Bangunan Gedung” telah mengacu pada kuat
batas yang merujuk pada peraturan perencanaan struktur beton Amerika (ACI 318M-83).
Pembaharuan tersebut tentunya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan dalam upaya
mengimbangi pesatnya laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya
yang berkaitan dengan beton ataupun struktur beton bertulang. Sedangkan yang edisi yang
terbaru yaitu SK SNI 03-2847-2002 mengacu pada ketentuan dan persyaratan dari Uniform
318-02 untuk mendisain dan pendetailan struktur dengan beberapa modifikasi. Menurut
Uniform building Code (UBC 1997) beberapa perubahan sudah mencerminkan hasil
observasi perilaku struktur oleh kejadian gempa Northridge di California pada tahun 1994
dan kejadian gempa Hyogoken-Nanbu di Kobe Jepang pada tahun 1995
Dalam tugas akhir akan digunakan metode kuat batas sebagai perencanaan struktur
beton bertulang. Karena metode kuat batas (ultimate strength design) di peraturan SNI
T-15-1991-03 dan SK SNI 03-2847-2002 sebagai metode utama dalam perencanaan struktur
beton bertulang, Sedangkan metode beban kerja (working stress design) sebagai metode
alternatif.
2.1.2 Perencanaan Kuat Batas ( Ultimite Strength Design)
Penampang struktur direncanakan dengan mempertimbangkan kondisi regangan
in-elastis saat mencapai kondisi batasnya (kondisi struktur yang stabil sesaat sebelum runtuh).
Beban yang menimbulkan kondisi seperti itu disebut beban batas (ultimate). Untuk
mencari beban batas untuk setiap struktur sangat variatif sekali, sehingga dibuat
kesepakatan bahwa beban batas adalah sama dengan kombinasi beban layan dikalikan
faktor beban yang ditentukan.
Dalam menentukan beban batas, aksi redistribusi momen negatif dapat dimasukkan
sebagai hasil dari aksi nonlinear yang ada antara gaya dan deformasi penampang batang
pada pembebanan maksimum, dimana pada kondisi tersebut struktur mengalami deformasi
akibat pelelehan tulangan maupun terjadi retak-retak pada bagian beton tarik.
Beberapa alasan digunakannya metode kuat batas (ultimate strength design) sebagai
• Struktur beton bersifat in-elastis saat beban maksimum, sehingga teori elastis tidak
dapat secara akurat menghitung kekuatan batasnya. Untuk struktur yang direncanakan
dengan metode beban kerja (working stress design) maka faktor beban (beban
atas/beban kerja) tidak diketahui dan dapat bervariasi dari struktur yang lainnya.
• Faktor keamanan dalam bentuk faktor beban lebih rasional, yaitu faktor beban rendah
untuk struktur dengan pembebanan yang pasti, sedangkan faktor beban tinggi untuk
pembebanan yang fluaktif (berubah-berubah).
• Kurva tegangan-regangan beton adalah non liner dan tergantung dari waktu, misal
regangan rangkak (creep) akibat tegangan yang konstan dapat beberapa kali lipat dari
regangan elastis awal. Oleh karena itu nilai rasio modulus ( yang digunakan
dapat menyimpang dari kondisi sebenarnya. Regangan rangkak dapat memberikan
redistribusi tegangan yang lumayan besar pada penampang struktur beton, artinya
tegangan sebenarnya yang terjadi pada struktur tersebut bisa berbeda dengan tegangan
yang diambil dalam perencanaan. Contoh, tulangan baja desak pada kolom beton dapat
mencapai leleh selama pembebanan tetap, meskipun kondisi tersebut tidak terlihat pada
saat direncanakan dengan metode beban kerja yang memakai nilai modular ratio
sebelum creep. Metode perencanaan kuat batas tidak memerlukan rasio modulus.
• Metode perencanaan kuat batas memanfaatkan kekuatan yang dihasilkan dari distribusi
tegangan yang lebih efisien yang memungkinkan oleh adanya regangan in-elastis.
Sebagai contoh, penggunanaan tulangan desak pada penampang dengan tulangan ganda
dapat menghasilkan momen kapasitas yang lebih besar karena pada tulangan desaknya
dapat didaya gunakan sampai mencapai tegangan leleh pada beban batasnya,
sedangkan dengan teori elastis tambahan tulangan desak tidak terlalu terpengaruh
• Metode perencanaan kuat batas menghasilkan penampang struktur beton yang lebih
efisien jika digunakan tulangan baja mutu tinggi dan tinggi balok yang rendah dapat
digunakan tanpa perlu tulangan desak.
• Metode perencanaan kuat batas dapat digunakan untuk mengakses daktilitas struktur di
luar batas elastisnya. Hal tersebut penting untuk memasukkan pengaruh redistribusi
momen dalam perencanaan terhadap beban gravitasi, perencanaan tahan gempa dan
perencanaan terhadap beban ledak (blasting).
2.1.2.a Keruntuhan Lentur Akibat Kondisi Batas (Ultimite)
Menurut catatan sejarah sebenarnya perencanaan kuat batas adalah yang pertama
digunakan dalam perencanaan struktur beton. Itu dapat dimengerti karena beban atau
momen batas (Ultimite) dapat dicari secara langsung berdasarkan percobaan uji beban
tanpa perlu mengetahui besaran atau distribusi tegangan internal pada penampang struktur
yang diuji.
Untuk menjelaskan definisi atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan
kuat batas atau kuat ultimate, maka akan ditinjau struktur balok beton bertulang yang
diberi beban terpusat secara bertahap sampai runtuh (tidak kuat menerima tambahan beban
lagi).
Keruntuhan yang akan ditinjau adalah lentur. Agar dapat diperoleh suatu
keruntuhan lentur murni maka digunakan konfigurasi dua buah beban terpusat yang
diletakkan simetris sehingga ditengah bentang struktur tersebut hanya timbul momen lentur
Gambar 2.1 Balok yang dibebani sampai runtuh
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Penampang ditengah diberi sensor-sensor regangan untuk mengetahui tegangan
yang terjadi. Beban diberikan secara bertahap dan dapat dilakukan pencatatan lendutan
ditengah bentang sehingga dapat diperoleh kurva hubungan momen dan kelengkungan
untuk setiap tahapan beban sampai beban maksimum sebelum balok tersebut runtuh.
Dari kurva Momen-Kelengkungan Balok terlihat bahwa sebelum runtuh, tulangan
baja leleh terlebih dahulu (titik D). Jika beban terus ditingkatkan, meskipun besarnya
peningkatan relatif kecil akan tetapi lendutan yang terjadi cukup besar dibanding tulangan
leleh. Akhirnya pada suatu titik tertentu beton desak mengalami rusak (pecah atau spalling)
sedemikian sehingga jika beban dan akhirnya runtuh. Beban batas/maksimum yang masih
dapat dipikul oleh balok dengan beban tetap berada pada kondisi keseimbangan disebut
Gambar 2.2 Kurva Momen – Kelengkungan Balok
(Sumber : MacGregor, Perencanaan Struktur Beton Bertulang)
Keruntuhan yang didahului oleh lendutan atau deformasi yang besar seperti yang
diperlihatkan pada balok diatas disebut keruntuhan yang bersifat daktail. Sifat seperti itu
dapat dijadikan peringatan dini mengenai kemungkinan akan adanya keruntuhan sehingga
pengguna struktur bangunan mempunyai waktu untuk menghindari struktur tersebut
sebelum benar-benar runtuh, dengan demikian jatuhnya korban jiwa dapat dihindari.
Keruntuhan akibat lentur yang terjadi pada balok ternyata tidak semua berperilaku
sama seperti yang diperlihatkan pada balok uji yang dibahas. Hal itu tergantung dari
banyak atau sedikitnya jumlah tulangan tarik yang ditempatkan pada penampang balok.
Keruntuhan lentur tersebut dapat terjadi dalam tiga cara yang berbeda:
• Keruntuhan Tarik, terjadi bila jumlah tulangan baja relatif sedikit sehingga tulangan
tersebut akan leleh terlebih dahulu sebelum betonnya pecah, yaitu apabila regangan
baja (εs) lebih besar dari regangan beton (εy). Penampang seperti itu disebut penampang
uji yaitu daktail (terjadinya deformasi yang besar sebelum runtuh ). Semua balok yang
direncanakan sesuai peraturan diharapkan berperilaku seperti itu.
• Keruntuhan Tekan, karena jumlah tulangan baja relatif banyak maka keruntuhan
dimulai dari beton sedangkan tulangan bajanya masih elastis, yaitu apabila regangan
baja (εs) lebih kecil dari regangan beton(εy). Penampang seperti itu disebut penampang
over-reinforced, sifat keruntuhannya adalah getas (non-daktail). Suatu kondisi yang
berbahaya karena penggunaan bangunan tidak melihat adanya deformasi yang besar
yang dapat dijadikan pertanda bilamana struktur tersebut mau runtuh sehingga tidak
ada kesempatan untuk menghindarinya terlabih dahulu.
• Keruntuhan Balans, jika baja dan beton tepat mencapai kuat batasnya, yaitu apabila
regangan baja (εs) sama besar dengan regangan beton (εy). Jumlah penulangan yang
menyebabkan keruntuhan balans dapat dijadikan acuan untuk menentukan apakah
tulangan relatif sedikit atau tidak, sehingga sifat keruntuhan daktail atau sebaliknya.
Gambar 2.3 Perilaku Keruntuhan Balok
Gambar 2.4 Ciri-Ciri Keruntuhan Penampang
(Sumber:Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
2.1.2.b Keruntuhan Akibat Geser
Keruntuhan akibat geser pada pembebanan balok, diketahui bahwa transfer beban
ketumpuan melampaui mekanisme momen lentur dan gaya geser yang terjadi secara
bersamaan. Pola keruntuhan (retak) yang terjadi akibat kedua mekanisme tersebut terlihat
berbeda (lihat Gambar 2.4) dari komponen tegangan utama yang terjadi.
Gambar 2.5 Balok dengan Keruntuhan Geser
Bagian yang menerima lentur dan geser, materialnya mengalami tegangan utama
biaksial dengan orientasi diagonal, sehingga retaknya pun terbentuk diagonal pada daerah
yang mengalami tegangan tarik. Perhatikan pada daerah lentur murni, retak yang terjadi
cenderung berorientasi vertikal. Keruntuhan balok akibat geser (akibat tegangan biaksial)
bersifat getas dan terjadinya tiba-tiba. Berbeda dengan keruntuhan lentur yang bersifat
daktail, didahului dengan timbulnya lendutan besar yang dapat digunakan sebagai
“pertanda”. Oleh karena itu, dalam perencanaan struktur, semua elemen harus didesain
sedemikian agar kekuatan gesernya lebih besar dari yang diperlukan sehingga dapat
dijamin bahwa keruntuhan lentur akan terjadi lebih dahulu.
2.1.2.c Pengaruh Keruntuhan Geser Terhadap Jumlah Tulangan Memanjang
Dari gambar terlihat bahwa balok mempunyai rasio tulangan memanjang yang kecil
akan runtuh pada tegangan geser yang rendah. Dan juga memperlihatkan bahwa
pengurangan kapasitas geser diakibatkan oleh bertambahnya lebar retak, sehingga bidang
temu (interface) transfer geser juga berkurang. Hal yang sama juga berlaku jika lentur (
retak vertikal) semakin panjang sehingga mengurangi bidang temu gaya tekan.
Gambar 2.6 Rasio Tulangan Memanjang dan Kapasitas Geser
Gambar di atas juga membandingkan pengaruh jumlah tulangan memanjang dari
sejumlah rumus empiris. Kapasitas lentur ditunjukkan juga untuk berbagai mutu tulangan
memanjang. Kurva diatas juga mengikuti fakta yang umum dikenal bahwa keruntuhan
lentur akan dominan dibanding keruntuhan geser untuk balok dengan rasio bentang geser
terhadap tinggi, a/d > 5 dengan jumlah tulangan memanjang yang rendah (ρ < 1%), yang
dipasang konstan sepanjang balok.
2.2 Perencanaan Balok Persegi
2.2.1 Metode Analisis dan Perencanaan
Perencanaan komponen struktur beton dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak
timbul retak berlebihan pada penampang sewaktu mendukung beban kerja dan masih
mempunyai cukup keamanan serta cadangan kekuatan untuk menahan beban dan tegangan
lebih lanjut tanpa mengalami runtuh. Timbulnya tegangan-tegangan lentur akibat
terjadinya momen karena beban luar, dan tegangan tersebut merupakan faktor yang
menentukan dalam menetapkan dimensi geometris penampang komponen struktur. Proses
perencanaan atau analisis umumnya dimulai dengan memenuhi persyaratan terhadap
lentur, kemudian baru segi-segi lainnya, seperti kapasitas geser, defleksi retak, dan panjang
penyaluran, dianalisis sehingga keseluruhannya memenuhi syarat.
2.2.2 Kuat Lentur Penampang Balok Persegi
Distribusi tegangan beton tekan pada penampang bentuknya setara dengan kurva
tegangan-tegangan beton tekan. Pada suatu komposisi tertentu balok menahan beban
sedemikian rupa hingga regangan tekan lentur balok maksimum mencapai 0,003
sedangkan tegangan tarik baja tulangan mencapai tegangan luluh fy. Apabila hal demikian
terjadi, penampang dinamakan mencapai keseimbangan regangan atau disebut penampang
bahwa untuk suatu komposisi beton dengan jumlah baja tertentu akan memberikan
keadaan hancur tertentu pula.
Gambar 2.7 Analisis Balok Persegi
(Sumber:Wiryanto Dewobroto, Analisis dan Desain Penampang Beton Bertulang)
Berdasarkan anggapan-anggapan tersebut, dapat dilakukan pengujian regangan,
tegangan, dan gaya-gaya yang timbul pada penampang balok yang berkerja menahan
momen batas, yaitu momen akibat beban luar yang timbul tepat pada saat terjadi hancur.
Momen ini mencerminkan kekuatan dan dimasa lalu disebut sebagai kuat lentur ultimit
balok. Kuat lentur suatu balok beton tersedia karena berlangsungnya suatu mekanisme
tegangan-tegangan dalam yang timbul didalam balok yang pada keadaan tertentu dapat
diwakili oleh gaya-gaya dalam.
2.2.3 Kondisi Penulangan Seimbang
Meskipun rumus lenturan tidak berlaku lagi dalam metode perencanaan kekuatan
akan tetapi prinsip-prinsip dasar teori lentur masih digunakan pada analisis penampang.
Untuk letak garis netral tertentu, perbandingan antara regangan baja dengan regangan
beton maksimum dapat ditetapkan berdasarkan distribusi tegangan linear. Sedangkan letak
garis netral tergantung pada jumlah tulangan baja tarik yang dipasang dalam suatu
cukup agar dapat tercapai keseimbangan gaya-gaya, dimana resultan tegangan tekan
seimbang dengan resultan tegangan tarik (ΣH=0).
Apabila penampang tersebut luas tulangan baja tariknya ditambah, kedalaman
balok tegangan beton akan bertambah pula dan oleh karenanya letak garis netral akan
bergeser kebawah lagi. Apabila jumlah tulangan baja tarik sedemikian sehingga letak garis
netral pada posisi dimana akan terjadi secara bersamaan regangan luluh pada baja tarik dan
regangan beton tekan maksimum 0,003, maka penampang tersebut bertulangan seimbang.
Kondisi keseimbangan regangan menempati posisi penting karena merupakan pembatas
antara dua keadaan penampang balok beton bertulang yang berbeda cara hancurnya.
Apabila penampang balok beton bertulang mengandung jumlah tulangan baja tarik
banyak dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan, penampang balok
demikian disebut bertulangan lebih (over-reinforced). Berlebihnya tulangan baja tarik
mengakibatkan garis netral bergeser kebawah. Hal yang demikian pada gilirannya akan
berakibat beton mendahului mencapai regangan maksimum 0,003 sebelum tulangan baja
tariknya luluh. Apabila penampang balok tersebut dibebani momen yang lebih besar lagi,
yang berarti regangannya akan semakin besar sehingga kemampuan regangan beton
terlampaui, maka akan berlangsung keruntuhan dengan beton hancur secara mendadak
Gambar 2.8 Keadaan Seimbang Regangan
(Sumber: Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
Sedangkan apabila suatu penampang balok beton bertulang mengandung jumlah
tulangan tarik kurang dari yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan regangan,
penampang demikian disebut bertulangan kurang (under-reinfoced). Letak garis netral
akan lebih naik sedikit dari pada keadaan seimbang, dan tulangan baja tarik akan
mendahului mencapai regangan luluhnya (tegangan luluhnya) sebelum beton mencapai
regangan maksimum 0,003. Pada tingkat keadaan ini, bertambahnya beban akan
mengakibatkan tulangan baja memanjang cukup banyak sesuai dengan perilaku bahan
baja, dan berarti bahwa regangan beton maupun baja terus bertambah tetapi gaya tarik
yang bekerja pada tulangan baja tidak bertambah besar. Dengan demikian berdasarkan
keseimbangan gaya-gaya horizontal ΣH = 0,gaya tekan beton tidak mungkin bertambah
sedangkan tegangan tekannya terus meningkat berusaha mengimbangi beban, sehingga
mengakibatkan luas daerah tekan beton pada penampang menyusut (berkurang) yang
berarti posisi garis netral akan berubah bergerak naik. Proses tersebut diatas terus berlanjut
sampai suatu daerah beton berkurang tidak mampu lagi menahan gaya tekan dan hancur
sebagi efek sekunder. Cara hancur demikian yang sangat dipengaruhi oleh peristiwa
meluluhnya tulangan baja tarik berlangsung meningkat secara bertahap. Segera setelah
awal kehancuran. Meskipun tulangan baja berperilaku daktail (liat), tidak akan tertarik
lepas dari beton sekalipun pada waktu terjadi kehancuran.
2.2.4 Persyaratan Kekuatan
Penerapan faktor keamanan dalam struktur bangunan disatu pihak bertujuan untuk
mengendalikan kemungkinan terjadinya runtuh yang membahayakan bagi penghuni, dilain
pihak harus juga mempehitungkan faktor ekonomi bangunan. Sehingga untuk
mendapatkan faktor keamanan yang sesuai, perlu ditetapkan menggunakan pembatasan
rasio penulangan balok cenderung berlebihan. Meskipun hal demikian tidak sesuai dengan
filosofi peraturan yang diberlakukan sekarang, bagaimanapun balok-balok tersebut
nyatanya sampai saat ini digunakan dan bekerja, sehingga analisis kapasitas momennya
secara rasional dilakukan hanya memperhitungkan tulangan baja tarik 0,75 ρb. Atau
dengan kata lain, pendekatan dilakukan dengan mengabaikan kekuatan baja diluar jumlah
75% dari jumlah tulangan tarik yang diperlukan untuk mencapai keadaan seimbang.
2.2.5 Analisis Balok Terlentur Bertulangan Rangkap
Pada lapangan, kita lihat bahwa suatu balok yang bertulangan tunggal jarang
dijumpai dilapangan. Hal ini disebabkan karena pada perencanaan suatu bangunan, gaya
gempa yang arahnya bolak-balik juga diperhitungkan. Sehingga bidang momen pada suatu
bentang kadang biasa bernilai positif maupun negatif. Sehingga balok bertulangan rangkap.
Penulangan rangkap juga dapat memperbesar momen tahanan pada balok. Apabila
suatu penampang dikehendaki untuk menopang beban yang lebih besar dari kapasitasnya,
sedangkan dilain pihak sering kali pertimbangan teknis pelaksanaan dan arsitektural
Hal ini dapat dilakukan dengan penambahan tulangan tarik hingga melebihi batas
nilai ρ maksimum bersamaan dengan penambahan bahan baja didaerah tekan penampang
balok. Hasilnya adalah balok dengan penulangan rangkap dimana tulangan baja tarik
dipasang didaerah tarik dan tulangan tekan didaerah tekan. Pada keadaan demikian berarti
tulangan baja tekan bermanfaat untuk memperbesar kekuatan balok.
Akan tetapi dari berbagai penggunaan tulangan tekan dengan tujuan peningkatan
kuat lentur suatu penampang terbukti merupakan cara yang kurang efisien terutama dari
segi ekonomi baja tulangan dan pelaksanaannya dibandingkan dengan manfaat yang
dicapai. Dengan usaha mempertahankan dimensi balok tetap kecil pada umumnya akan
mengundang masalah lendutan dan perlunya menambah jumlah tulangan geser pada daerah
tumpuan, sehingga akan memperumit pelaksanaan pemasangannya. Penambahan
penulangan tekan dengan tujuan utama untuk memperbesar kuat lentur penampang
umumnya jarang dilakukan kecuali apabila sangat terpaksa.
Dalam analisis balok bertulangan rangkap akan dijumpai dua jenis kondisi yang
umum. Yang pertama yaitu bahwa tulangan tekan luluh bersamaan dengan luluhnya
tulangan tarik saat beton mencapai regangan maksimum 0,003. Sedangkan kondisi kedua
yaitu dimana tulangan tekan masih belum luluh saat tulangan tarik telah luluh bersama
dengan tercapainya regangan 0,003 oleh beton.
Jika regangan tekan baja tekan (ε’s) sama atau lebih besar dari regangan luluhnya
(fy), maka sebagai batas maksimum tegangan tekan baja tekan diambil sama dengan
tegangan luluhnya (fy). Sedangkan apabila regangan tekan baja yang terjadi kurang dari
regangan luluhnya, maka tegangan tekan baja adalah f’s = f’s.Es, dimana Es adalah
modulus elastisitas baja. Tercapainya masing-masing keadaan (kondisi) tersebut
Gambar 2.9 Analisia Balok Bertulangan Rangkap
(Sumber: Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
2.3 Struktur Kolom
2.3.1 Umum
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya menyangga beban
aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak ditompang paling tidak tiga kali
dimensi lateral terkecil. Sedangkan komponen struktur yang menahan beban aksial vertikal
dengan rasio bagian tinggi dengan dimensi lateral terkecil kurang dari tiga dinamakan
pedestal.
Sebagai bagian dari kerangka bangunan dengan fungsi dan peran seperti tersebut,
kolom menempati posisi penting di dalam sistem struktur bangunan. Kegagalan kolom
akan berakibat langsung pada runtuhnya komponen struktur lain yang berhubungan
dngannya, atau bahkan merupakan batas runtuh totaol keseluruhan struktur bangunan. Pada
umumnya kegagalan atau keruntuhan komponen tekan tidak diawali dengan tanda
Oleh karena itu, dalam merncanakan struktur kolom harus memperhitungkan secara
cermat dengan memberikan cadangan lebih tinggi dari pada untuk komponen struktur
lainnya. Selanjutnya, karena penggunaan di dalam praktek umumnya kolom tidak selalu
bertugas menahanbeban aksial vertikal, defenisi kolom diperluasdengan mencakup juga
tugas menahan kombinasi beban aksial dan momen lentur. Atau dengan kata lain, kolom
harus diperhitungkan untuk menyangga beban aksial tekan dengan eksentrisitas tertentu.
Secara garis besar ada tiga jenis kolom bertulang, yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom beton
yang ditulangi dengan batang tulangan memanjang, yang pada jarak spasi tertentu diikat
dengan pengikat sengkang ke arah lateral, sedemikian rupa hingga penulangan
keseluruhan membentuk kerangka.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama hanya saja
sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral yang dililitkan
keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat pada arah
memanjang dngan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa diberi batang
tulangan pokok memanjang.
2.3.2 Hubungan Beban Aksial dan Momen
Kesepadanan statika antara beban aksial eksentrisitas dengan kombinasi beban aksial
momen dapat dilihat pada gambar.
Gambar 2.10. Hubungan Beban Aksial-Momen-Eksentrisitas
(dikutip dari buku Istimawan Dipohusodo, Struktur Beton Bertulang)
Apabila gaya dari beban Pu bekerja pada penampang kolom berjarak e terhadap sumbu
seperti terlihat pada gambar, akibat yang ditimbulkan akan sama dengan apabila suatu
pasangan yang terdiri dari gaya beban aksial Pu pada sumbu dan momen, Mu = Pu.e,
bekrja serentak bersama-sama tampak pada gambar 2.3. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa apabila suatu pasangan momen rencana terfaktor Mu, dan beban
rencana terfaktor Pu bekerja bersama-sama pada suatu komponen struktur tekan,
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut :
e = Pu Mu
Untuk suatu penampang tertentu, hubungan tersebut di atas bernilai konstatan dan
memberikan variasi kombinasi beban lentur dan beban aksial dalam banyak cara. Apabila
dikehendaki eksentrisitas yang semakin besar, beban aksial Pu harus berkurang sampai
suatu nilai sedemikian rupa sehinggakolom tetap mampu menopang kedua beban, beban
aksial Pu dan momen Pu.e. Sudah barang tentu, besar atau jumlah pengurangan Pu yang
Tergantung kepada besarnya momen M, relatif terhadap beban aksial Pu, redapat
beberapa cara dimana suatu tampang akan hancur. Gambar menunjukan suatu kolom yang
memikul suatu beban aksial Pu ddengan letak eksentrisitas yang berbeda-beda hingga dari
tidak bereksentrisitas hingga memiliki sksentrisitas yang sangat besar hingga beban Pu
dapat diabaikan. Kehancuran pada kolom diasumsikan terjadi ketika regangan tekan
mencapai 0,003.
Gambar 2.11 Kolom Memikul Beban Aksial
(Dikutip dari buku McCormac,C Jack, Design of Reinforced Concrete)
Berikut ini adalah sedikit penjelasan terhadap gambar :
a. Beban aksial besar tanpa momen. Dalam situasi ini, kehancuran akan terjadi dengan
hancurnya beton dengan seluruh tulangan dalam kolom berada dalam kondisi uluh
akibat tekan.
b. Beban aksial besar dengan momen kecil sedemikian seluruh tampang masih berada
dalam keadaan tertekan. Ketika suatu kolom diberikan momen lentur yang kecil (dimana
eksentrisitas kecil), seluruh kolom akan dalam keadaan tertekan tetapi tekanan akan
mencapai 0,85f’c dan kehancuran akan terjadi dengan hancurnya beton dengan seluruh
tulangan dalam keadaan tertekan.
c. Beban aksial dengan momen yang lebih besar dari pada keadaan (b) sedemikian
sehingga tegangan tarik mulai muncul pada salah satu sisi kolom. Jika eksentris
meningkat terus, tegangan tarik akan mulai terjadi pada salah satu sisi kolom dan
tulangan baja pada sisi itu akan tertarik tetapi masih belum meluluh. Sedangkan pada
sisi lainnya, tulangan baja akan dalam keadaan tertekan. Kehancuran akan terjadi
dengan hancurnya beton pada sisi yang tertekan.
d. Kondisi pembebanan seimbang. Seiring dengan semakin bertambahnya eksentrisitas,
suatu kondisi akan tercapai dimana tulangan baja pada daerah tarik akan mencapai
tegangan luluhnya pada saat beton pada sisi lainnya mencapai tekanan maksimumnya
sebesar 0,85f’c. Kondisi ini dinamakan kondisi pembebanan seimbang.
e. Momen besar dengan beban aksial kecil. Jika eksentrisitas terus ditambahkan,
kehancuran akan ditentukan oleh luluhnya tulangan tarik pada kolom.
f. Momen besar tanpa beban aksial. Untuk kondisi ini, kehancuran akan terjadi seperti yang
terjadi pada balok.
Dengan demikian kekuatan suatu penampang kolom dapat diperhitungkan terhadap
banyak kemungkinan kombinasi beban aksial dan momen. Kuat lentur penampang koom
dapat direncanakan untuk beberapa kemungkinan kuat beban aksial yang berbeda, dengan
masing-masing mempunyai pasangan kuat momen tersendiri.
2.3.3 Penampang Kolom Bertulang Seimbang
Dalam praktek perencanaan kolom pada umumnya digunakan penulangan simetris,
mencegah kesalahan atau kekeliruan penempatan tulangan yang dipasang. Penulangan
simetris juga diperlukan apabila ada kemungkinan terjadinya gaya bolak-balik pada
struktur misalnya karena arah gaya angin atau gempa. Seperti diketahui, kuat beban aksial
sentris nominal atau teoritisuntuk suatu penampang kolom pada hakekatnya adalah
merupakan penjumlahan kontribusi kuat beton (Ag-Ast)0,85 fc’ dan kuat tulangan baja
Ast.fy.
Luas penampang tulangan tulangan baja Ast adalah jumlah seluruh tulangan pokok
memanjang. Karena yang bekerja adalah beban sentris, dianggap keseluruhan penampang
termasuk tulangan pokok memanjang menahan gaya desak secara merata. Dengan
sendirinya pada penampang seperti ini tidak terdapat garis netral yang memisahkan daerah
tarik dan daerah tekan. Apabila beban aksial tekan bekerja eksentrisitas pada sumbu kolom
barulah timbul tegangan yang tidak merata pada penampang, bahkan pada nilai
eksentrisitas tertentu dapat mengkibatkan timbulnya tegangan tarik. Dengan demikian
penampang kolom terbagi menjadi daerah tekan dan tarik, demikian pula tugas penulangan
baja dibedakan sebagai tulangan baja tekan (As’) yang dipasang di daerah tekan dan
tulangan baja tarik (As) yang dipasang di daerah tarik.
Berdasarkan regangan yang terjadi pada batang tulangan baja, awal kehancuran atau
keruntuhan penampang kolom dapat dibedakan menjadi dua kondisi, yaitu :
1. Kehancuran karena tarik, diawali dengan lulunya batang tulangan tarik.
2. Kehancuran krena tekan diawali dengan hancurnya beton tekan.
Jumlah tulangan baja tarik sedemikian sehingga letak garis netral tepat pada posisi
saat mana akan terjadi secara bersamaam regangan luluh pada tulangan baja tarik dan
regangan beton desak maksimum 0,003. Kondisi keseimbangan regangan tersebut
kolom beton bertulang yang berbeda dalam cara hancurnya, yaitu hancur karena tarik dan
hancur karena tekan dengan demikian kondisi regangan keseimbangan regangan
merupakan indikator yang sangat berguna dalam menentukan cara hancurnya. Setiap
penampang kolom akan seimbang pada suatu beban Pb tertentu dikombinasikan dengan
eksentrisitas eb tertentu. Maka pada penulangan baj berlainan akan diperoleh beban
seimbang berdasarkan keseimbangan regangan yang berlainan pula, meskipun untuk
penampang kolom beton yang sama.
2.3.4 Faktor Reduksi Kekuatan Untuk Kolom
Persyaratan pembatasan tulangan untuk komponen struktur yang dibebani kombinasi
lentur dan aksial tekan. Persyaratan tersebut selaras dengan konsep datilitas komponen
struktur yang menahan lentur dengan beban aksial kecil, dimana dikehendaki agar
keruntuhan diawali dengan meluluhnya batang tulangan tarik terlebih dahulu.
Sejalan dengan hal tersebut, untuk komponen dengan beban kecil diiinkan untuk
memperbesar faktor reduksi kekuatannya, lebih besar dari nilai yang digunakan bila
komponen yang bersangkutan hanya menahan beban aksial tekan sentris. Seperti diketahui,
untuk komponen yang menahan lenturan murni, tanpa beban aksial, digunakan faktor
reduksi kekuatan Ø = 0,80. Sedangkan pada pembahasan kolom saat ini digunakan faktor
reduksi kekuatan Ø = 0,80 untuk kolom dengan sengkang.
Namun seperti diketahui, kolom yang dibebani eksentrisitas akan menahan beban
aksial maupun momen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk kasus di mana kolom
menahan beban aksial kecil tetapi pasangan momennya besar dapat diberlakukan seperti
2.4 Pondasi
Setiap bangunan sipil seperti gedung, jembatan, jalan raya, terowongan, menara,
dam/tanggul dan sebagainya harus mempunyai pondasi yang dapat mendukungnya. Istilah
pondasi digunakan dalam teknik sipil untuk mendefenisikan suatu konstruksi bangunan
yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan di atasnya
(upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Untuk itu, pondasi
bangunan harus diperhitungkan agar dapat menjamin kestabilan bangunan terhadap berat
sendiri, beban – beban yang bekerja, gaya – gaya luar seperti tekanan angin, gempa bumi
dan lain – lain. Di samping itu, tidak boleh terjadi penurunan melebihi batas yang
diijinkan.
Berdasarkan Struktur Beton Bertulang, pondasi berfungsi untuk :
1. Mendistribusikan dan memindahkan beban – beban yang bekerja pada struktur
bangunan di atasnya ke lapisan tanah dasar yang mendukung struktur tersebut;
2. Mengatasi penurunan yang berlebihan dan penurunan tidak sama pada struktur;
3. Memberi kesetabilan pada struktur dalam memikul beban horizontal akibat angin,
gempa dan lain – lain.
Pondasi bangunan biasanya dibedakan atas dua bagian yaitu pondasi dangkal (shallow
foundation) dan pondasi dalam (deep foundation), tergantung dari letak tanah kerasnya dan
perbandingan kedalaman dengan lebar pondasi. Pondasi dangkal kedalamannya kurang
atau sama dengan lebar pondasi (D ≤ B) dan dapat digunakan jika lapisan tanah kerasnya
terlekat dekat dengan permukaan tanah. Sedangkan pondasi dalam digunakan jika lapisan
tanah keras berada jauh dari permukaan tanah.
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwasanya pondasi dibedakan atas dua bagian yaitu
yaitu pondasi telapak, pondasi cakar ayam, pondasi sarang laba – laba, pondasi gasing,
pondasi grid dan pondasi hypaar (pondasi berbentuk parabola – hyperbola). Sedangkan
pondasi dalam terdiri dari pondasi sumuran, pondasi tiang dan pondasi kaison. Pada
laporan Tugas Akhir ini, Penulis memfokuskan pembahasan terhadap pondasi tiang.
2.4.1 Defenisi Pondasi Tiang
Pondasi tiang adalah suatu konstruksi pondasi yang mampu menahan gaya
vertikal ke sumbu tiang dengan cara menyerap lenturan. Pondasi tiang dibuat menjadi satu
kesatuan yang monolit dengan menyatukan pangkal tiang yang terdapat di bawah
konstruksi dengan tumpuan pondasi.
Pondasi tiang digunakan untuk suatu bangunan yang tanah dasar di bawah
bangunan tersebut tidak mempunyai daya dukung (bearing capacity) yang cukup untuk
memikul berat bangunan dan beban yang diterimanya atau apabila tanah pendukung yang
mempunyai daya dukung yang cukup letaknya sangat dalam. Pondasi tiang ini berfungsi
untuk menyalurkan beban – beban yang diterimanya dari konstruksi di atasnya kelapisan
tanah yang lebih dalam.
Teknik pemasangan pondasi tiang dapat dilakukan dengan pemancangan tiang –
tiang baja/beton pracetak atau dengan membuat tiang – tiang beton bertulang yang
langsung dicor di tempat (cast in place), yang sebelumnya telah dibuatkan lubang terlebih
dahulu.
Pada umumnya pondasi tiang ditempatkan tegak lurus (vertikal) di dalam tanah,
tetapi apabila diperlukan dapat dibuat miring agar dapat menahan gaya – gaya horizontal.
Sudut kemiringan yang dicapai tergantung dari alat yang digunakan serta disesuaikan pula
2.4.2 Pondasi Tiang Pancang Beton
Dalam Tugas Akhir ini penulis hanya membahas tentang pondasi precast
reinforced concrete pile. Precast reinforced concrete pile adalah tiang pancang dari beton
bertulang yang dicetak dan dicor dalam acuan beton (bekisting), kemudian setelah cukup
kuat atau keras lalu diangkat dan dipancangkan. Tiang pancang beton ini dapat memikul
beban lebih besar dari 50 ton untuk setiap tiang, tetapi tergantung pada dimensinya.
Penampang precast reinforced concrete pile dapat berupa lingkaran, segi empat dan segi
delapan.
Keuntungan pemakaian precast reinforced concrete pile yaitu :
1) Precast reinforced concrete pile mempunyai tegangan tekan yang besar tergantung pada
mutu beton yang digunakan;
2) Dapat diperhitungkan baik sebagai end bearing pile ataupun friction pile;
3) Tahan lama dan tahan terhadap pengaruh air ataupun bahan – bahan korosif asal beton
dekingnya cukup tebal untuk melindungi tulangannya;
4) Karena tidak berpengaruh oleh muka air tanah maka tidak memerlukan galian tanah
yang banyak untuk poernya.
Kerugian pemakaian precast reinforced concrete pile :
1) Karena berat sendirinya besar maka biaya pengangkutannya akan mahal, oleh karena itu
precast reinforced concrete pile dibuat di tempat pekerjaan;
2) Tiang pancang beton ini baru dipancang apabila sudah cukup keras hal ini berarti
memerlukan waktu yang lama untuk menuggu sampai tiang pancang beton ini bisa
digunakan;
3) Bila memerlukan pemotongan, maka pelaksanaannya akan lebih sulit dan membutuhkan
4) Bila panjang tiang kurang dan karena panjang tiang tergantung pada alat pancang (pile
driving) yang tersedia, maka akan sukar untuk melakukan penyambungan dan
memerlukan alat penyambung khusus;
5) Apabila dipancang di sungai atau di laut tiang akan bekerja sebagai kolom terhadap
beban vertikal dan dalam hal ini akan ada tekuk sedangkan terhadap beban horizontal
akan bekerja sebagai cantilever.
Gambar 2. 12. Tiang Pancang Precast Reinforced Concrete Pile
2.5 Peraturan dan Standar Perencanaan Struktur Berdasarkan SKSNI T-15-1991-03
2.5.1 Perencanaan
Perencanaan komponen struktur beton bertulang harus memenuhi ketentuan
sebagai berikut:
1. Semua komponen struktur harus diproposikan untuk mendapatkan kekuatan yang
cukup sesuai dengan ketentuan yang ada, dengan menggunakan faktor beban dan
faktor reduksi kekuatan ø yang ditentukan dalam pasal 3.2.
2. Khusus untuk komponen struktur beton bertulang non-prategang, komponen
struktur boleh direncanakan dengan menggunakan beban kerja dan tegangan izin
2.5.2 Pembebanan
Prosedur dan asumsi dalam perencanaan serta besarnya beban rencana harus
mengikuti ketentuan berikut:
1. Ketentuan mengenai perencanaan dalam tata cara ini didasarkan pada asumsi
bahwa struktur yang ditinjau harus direncanakan untuk menahan semua beban yang
mungkin bekerja padanya.
2. Beban kerja harus diperhitungkan berdasarkan SNI 1727-1989 F tentang Tata Cara
Perencanaan Pembebanan Untuk Rumah dan Gedung.
3. Dalam perencanaan terhadap beban angin dan gempa, seluruh bagian struktur yang
membentuk kesatuan harus direncanakan untuk menahan beban lateral total.
4. Perhatian dan pertimbangan harus diberikan terhadap pengaruh dari gaya akibat
pratekan, beban keran, vibrasi, kejut, susut, perubahan suhu, rangkak, perbedaan
penurunan dari bagian tumpuan bangunan, dan beban khusus lainnya yang
mungkin bekerja.
2.5.3 Cara Analisis
Analisis komponen struktur harus mengikuti ketentua berikut:
1. Semua komponen struktur dari rangka atau konstruksi menerus harus direncanakan
terhadap pengaruh maksimum dari beban terfaktor yang dihitung sesuai dengan
analisis teori elastis, kecuali bagian yang telah dimodifikasi menurut ketentuan
Ayat 3.1.4 Asumsi penyederhanaan yang tercantum dalam Ayat 3.1.6 hingga 3.1.9
2. Kecuali untuk beton pratekan, metoda analisis pendekatan untuk kerangka boleh
digunakan untuk bangunan dengan tipe struktur, bentang, dan tinggi tingkat yang
umum.
3. Bila pada proses analisis kerangka tidak digunakan metoda yang lebih akurat, cara
pendekatan untuk momen dan geser berikut boleh digunakan untuk merencana
balok menerus dan pelat satu arah (penukangan pelat hanya direncanakan untuk
menahan tegangan lentur dalam satu arah), asalkan ketentuan berikut dipenuhi:
1. minimum harus ada dua bentang.
2. Panjang bentang lebih kurang sama, dengan ketentuan bahwa bentang yang
lebih besar dari dua bentang yang bersebelahan perbedaannya tidak melebihi 20
persen dari bentang yang pendek.
3. Beban yang bekerja merupakan beban terbagi rata.
4. Beban hidup per unit tidak melebihi tiga kali beban mati per unit, dan
5. Komponen strukturnya prismatis.
2.5.4 Perencanaan Tulangan Balok
Adapun langkah-langkah perencanaan balok dengan menggunakan metode
kekuatan batas (ultimate design) adalah sebagai berikut:
A. Menentukan Jenis Penulangan
1. Kuat Rencana
Menurut SK SNI T-15-1991-03 kombinasi itu adalah sebagai berikut:
U = 1.2 D + 1.6 L
2. Jika ketahanan struktur terhadap beban angin W harus diperhitungkan dalam
perencanaan, maka pengaruh kombinasi beban D, L, dan W berikut harus
dipelajari untuk menentukan nilai U yang terbesar:
U = 0.75 (1.2 D + 1.6 DL + 1.6 W),
Atau kondisi beban hidup yang penuh dan kosong sebagai berikut:
U = 0.9 D + 1.3 W
3. Jika ketahanan struktur terhadap beban gempa E harus diperhitungkan maka
nilai U diambil:
U = 1.05 + (D + LR ± E) atau,
U = 0.9 (D ± E)
Lr adalah beban hidup dengan reduksi.
2. Balok Bertulangan Tarik
Rumus kekuatan balok beton bertulang penampang persegi bertulangan tarik, yaitu:
MR = ND. Z = Ø . NT . Z
ND = resultante gaya tekan dalam
ND = resultante gaya tarik dalam
Keterangan:
Dengan menggunakan rumus tersebut dapat dilakukan usaha penyederhanaan dengan cara
mengembangkan besaran tertentu sedemikian rupa sehingga dapat disusun dalam sebagai
berikut:
Kemudian ditetapkan nilai:
ω =
Masukkan dalam ungkapan MR:
MR = Ø.(0,85.fc’)(b).
Dari persamaan diatas didapat bilangan k sebagai berikut:
K = fc’ . ω(1-0,95 ω)
Langkah-langkah perhitungan tulangan balok persegi terlentur bertulangan tarik sebagai
a. Ubahlah momen atau yang bekerja menjadi beban atau momen rencana (Wu atau
Mu), termasuk beban sendiri.
b. Berdasarkan h yang diketahui, perkirakan d dengan menggunakan hubungan d = h
– 80 mm, dan kemudian hitunglah k yang diperlukan memakai persamaan:
K = 2 . . db
Mu φ
Dari tabel A-8 sampai A-37 (Struktur Beton Bertulang : Istimawan Dipohusodo), didapat
rasio penulangan:
c. Hitung As yang diperlukan( As = ρ.b.d).
d. Tentukan jumlah batang tulang yang akan dipasang, dipilih dari tabel A-4 Apendiks
halaman 458 (lihat buku Struktur Beton Bertulang karangan Istimawan
Dipohusodo) dengan memperhitungkan apakah tulangan dapat dipasang satu lapis
didalam balok. Periksa ulang tinggi efektif aktual balok dan bandingkan dengan
efektif yang dipakai untuk perhitungan. Apabila tinggi efektif aktual lebih tinggi
dari tinggi dari efektif yang diperhitungkan berarti hasil rancangan agak konservatif
(berada dalam keadaan aman).
e. Buatlah sketsa hasil rancangan.
3. Perencanaan Balok Bertulang Rangkap
Apabila penghematan menunjukkan bahwa penampang balok persegi bertulangan
tarik saja tidak kuat menahan beban tertentu ,dan ukurannya tidak memungkinkan untuk
Langkah-langkah perencanaan balok bertulangan rangkap adalah sebagai berikut:
Ukuran penampang balok sudah ditentukan.
a. Anggapan bahwa d = h – 100 mm.
b. Menghitung momen rencana total Mu.
c. Dilakukan pemeriksaan apakah benar-benar perlu balok bertulang rangkap. Dari
tabel A indeks, diperoleh k maksimum untuk digunakan menghitung MR balok
bertulangan baja tarik. MR maksimum = φ. b . d² . k
Apabila MR ≤ dari Mu rencanakan balok bertulangan rangkap dan apabila MR ≥ dari Mu
maka balok direncanakan sebagai balok bertulngan tarik saja.
Apabila harus direncanakan sebagai balok bertulangan rangkap, maka
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
a. Menghitung ratio penulangan pasangan kopel gaya tekan dan tulangan baja
tarik.
) . 75 , 0 ( 90 , 0 ) (
90 ,
0 ρ maks ρb
ρ= =
Nilai ρ tersebut digunakan untuk mencari k dalam tabel.
b. Menentukan kapasitas momen dari pasangan kopel gaya beton tekan dan
tulangan baja tarik. MR =φ. db. 2 . Menghitung tulangan baja tarik yang
diperlukan untuk pasangan kopel gaya tekan beton dan gaya tarik baja As1
perlu = ρ . b . d.
c. Menghitung selisih momen, atau momen yang harus ditahan oleh pasangan
MR2 = Mu – MR1
d. Dengan berdasarkan pada pasangan kopel gaya tulangan baja tekan dan tarik
tambahan, hitung gaya tekan pada tulangan yang diperlukan.
)
e. Dengan ND2 = As’. Fs’ sedemikian rupa sehingga As’ sehingga dapat
ditentukan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan mempergunakan letek garis
dan pasangan gaya beton tekan dan tulangan baja tarik kemudian memeriksa
tulangan εs’ pada tulangan tekan, sedangkan nilai εγ didapat dari tabel.
b
Apabila εs’ ≥ εγ, tulangan baja telah meluluh pada momen ultimit dan fs’ = fy, sedangkan
apabila εs’ ≤ εγ, hitunglah fs’ = εs’. Es dan digunakan tegangan tersebut untuk langkah
berikutnya.
g. Menghitung As2 perlu
As2 perlu = fy
As fs'. '
h. Menghitung jumlah luas tulangan baja tarik total yang diperlukan, As = As1 +
i. Memilih batang tulangan baja tekan As’.
j. Memilih batang tulangan baja tarik (As). periksa lebar balok dengan
mengusahakan agar tulangan dapat dipasang dalam satu lapis saja.
k. Berikan sketsa rancangan.
B. Perencanaan Tulangan Geser Balok
Adapun langkah-langkah perencanaan tulangan geser adalah sebagai berikut:
a. Hitung nilai geser berdasarkan diagram geser Vu untuk bentang bersih.
b. Tentukan apakah dibutuhkan tulangan sengkang atau tidak, SK SNI T-15-1991-03
pasal 3.4.5 ayat 5 menetapkan apabila nilai Vu > ½φ Vc diperlukan pemasangan
sengkang apabila diperlukan sengkang hitung Vs=Vu −Vc φ
c. Tentukan bagian dari bentangan yang memerlukan tulangan sengkang.
d. Pilih ikuran diameter batang tulangan sengkang.
e. Tentukan jarak spasi sengkang maksimum sesuai dengan syarat SK SNI
T-15-1991-03, yaitu:
1. Jarak spasi dari pusat kepusat antar sengkang tidak boleh lebih dari ½ d atau
600 mm, diambil yang lebih kecil (SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.4.5ayat 4.1).
2. Apabila Vs melebihi nilai (1/3 fc') bw. d, jarak spasi sengkang tidak boleh
3. Jarak spasi antar sengkang sama untuk suatu kelompok jarak dan peningkatan
jarak antar satu kelompok dengan kelompok yang lainnya tidak lebih dari 20
mm.
4. Sengkang yang paling tepi dipasang pada jarak ± ½ s dari tumpuan, diman s
adalah spasi sengkang yang diperlukan didaerah tersebut dengan maksud
mempertimbangkan keserasian pemasangan keseluruhan bentang.
5. Pada umumnya jarak spasi sengkang diambil tidak kurang dari 100 mm.
6. Luas geser beton pada daerah sendi plastis = 0 dan kuat geser beton diluar sendi
plastis, Vc = 1/6 ( fc .'.bd ) (SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.14.7 ayat 2.1).
7. Pada lokasi yang berpotensial sendi plastis, pasi maksimum tulangan geser
tidak lebih dari nilai dibawah ini (SK SNI T-15-1991-03 pasal 3.14.3 ayat 3.2).
i. d/4
ii. 8 diameter tulangan
iii. 24 diameter tulangan
f. Hitung kebutuhan jarak sasi sengkang berdasarkan kekuatan yang mampu
disumbangkan oleh penulangan.
Vs d fy Av
S= . .
g. Tentukan pola dan tata letak sengkang secara keseluruhan dan buatlah sketsa