• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri Dan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri Dan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK KELUARGA, KESIAPAN MENIKAH

ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK

USIA 3-5 TAHUN

NURLITA TSANIA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri dan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(3)

RINGKASAN

NURLITA TSANIA. Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri dan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun. Di bimbing oleh EUIS SUNARTI dan DIAH KRISNATUTI

Anak merupakan investasi suatu bangsa dan negara yang sangat penting. Menjamin tumbuh kembang anak secara optimal menjadi tugas utama orang tua dan harus dipersiapkan dengan baik bahkan semenjak sebelum menikah. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak diantaranya adalah kesiapan menikah kedua orang tua dan karakteristik keluarga. Dampak dari tidak siapnya pasangan ketika memasuki jenjang pernikahan berpengaruh besar terhadap kualitas anak. Kenyataannya banyak diantara pasangan yang hendak menikah yang belum mempersiapkan diri dengan baik untuk menjadi orang tua.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dan retrospective study. Penentuan lokasi dilakukan secara purposive di Kelurahan Ratu Jaya dan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung Kota Depok. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Maret – Juni 2014. Contoh dalam penelitian ini adalah ibu yang baru memiliki satu anak usia 3-5 tahun. Teknik sampling yang digunakan adalah stratified non-proportional random sampling sebanyak 120 orang.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata usia menikah istri dan suami masing-masing yaitu 21,52 tahun dan 26,22 tahun. Usia tersebut sudah melampaui batas ideal usia menikah. Idealnya usia menikah istri ternyata tidak diikuti dengan tingginya tingkat kesiapan menikah istri. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kesiapan menikah istri baru mencapai 64,9 persen. Kesiapan menikah istri yang menikah di usia dewasa lebih baik dibandingkan istri yang menikah muda. Usia anak dan lama pendidikan istri berhubungan positif dengan perkembangan anak. Di lain sisi, usia suami, jarak usia suami dan istri dan lama menikah berhubungan negatif dengan perkembangan anak. Hasil uji pengaruh menunjukkan bahwa jenis kelamin anak, usia anak dan kesiapan menikah berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Pengaruh negatif ditemui antara lama menikah dengan perkembangan anak. Rendahnya perkembangan anak pada istri yang menikah lebih lama berhubungan dengan rendahnya tingkat pendidikan istri dan pendapatan perkapita.

Penelitian ini memberikan implikasi kepada institusi pemberdayaan keluarga baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pemerhati keluarga maupun instansi pendidikan untuk turut serta mensosialisasikan pentingnya aspek kesiapan menikah, usia ideal menikah dan kesiapan menjadi orang tua bagi remaja dalam mengoptimalkan perkembangan anak di masa depan. Orang tua diharapkan lebih peduli terhadap aspek kesiapan menikah seperti intelektual, moral, sosial, emosi, finansial, individu dan mental yang penting dalam membimbing anak-anak remaja sebelum menikah. Selain itu, pemerintah diharapkan semakin mempermudah akses terhadap pendidikan karena pendidikan merupakan salah satu kunci penting atas penundaan usia perkawinan pada remaja.

(4)

SUMMARY

NURLITA TSANIA. Family Characteristics, Marital Readiness of Wife and Child Development Aged 3-5 Years. Supervised by EUIS SUNARTI and DIAH KRISNATUTI.

Child is one of very important investment for nation. Optimizing child development is the main task of the parents and must be prepared since even before marriage. Many factors influence child development such as marital readiness of parents and family characteristics. Unprepared marriage will impact not only for stability of marriage itself but also greatly affect the quality of children. However, unfortunately many of the couples hadn’t well prepared yet to be a parent before they got marriage.

The purpose of this study was to analyze family characteristics, marital readiness of wife and child development aged 3-5 years. Design of this study was a cross sectional and retrospective. Purposive is the way to determine the location. Location was determined in Ratu Jaya and Bojong Pondok Terong Subdistrict, Cipayung District, Depok. Data collection was conducted in March-June 2014. Sample of this study was mother whose only one child aged 3-5 years who married young and adults. Sampling technique used a non-proportional stratified random sampling of 120 people.

The results showed the average age of marriage both husband and wife was around 21,52 and 26,22 years. Those aged had passed the limit of ideal marriage age. Although both husband and wife had been married at an ideal age, data showed that the marital readiness of wife only reached around 64,9 percent. Marital readiness of wife who married in adulthood was better than wife who marriage at young. Age of child and length of maternal education were also

positively related to child development. On the other hand, husband’s age, age gap

between husband and wife and length of marriage were negatively related to child development. The regression analysis showed that sex of the child, age of children, marital readiness had a positive effect on child development. Negative effect was found between length of marriage and child development. Low of child development on wife with longer marriage was related to lack of level education and income per-capita.

This study provides implication for family empowerment institution such as government, NGO, family practitioner and educational institution to contribute in socialization of marital readiness, ideal age of marriage and parental readiness for adolescent in order to optimizing child development in the future. Parents need to be more aware about aspect of marital readiness such as intellectual, moral, social, emotional, financial, individual, and mental for teaching their adolescent before marriage. In addition, government is expected to provide an easier access for education because of education is one of the crucial key for delaying marriage in adolescent.

(5)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(6)

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

KARAKTERISTIK KELUARGA, KESIAPAN MENIKAH

ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK

USIA 3-5 TAHUN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(7)
(8)

Judul Tesis : Karakteristik Keluarga, Kesiapan Menikah Istri Dan Perkembangan Anak Usia 3-5 Tahun Nama Mahasiswa : Nurlita Tsania

Nomor Pokok : I251120121

Program Studi : Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof.Dr. Ir. Euis Sunarti, M.S Ketua

Dr. Ir. Diah Krisnatuti, M.S Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Keluarga dan Perkembangan Anak

Dr. Ir. Herien Puspitawati, MSc.,MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.Dahrul Syah, MScAgr.

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia serta rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah karakteristik keluarga, kesiapan menikah dan perkembangan anak usia 3-5 tahun.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Euis Sunarti, MS. dan Dr. Ir. Diah Krisnatuti MS selaku pembimbing tesis atas bimbingan, doa, motivasi dan arahan yang diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada suami tercinta atas segala dukungan moral, materil hingga segala pengertiannya selama penulis menyelesaikan tesis ini. Selain itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang dengan ikhlas menjaga cucu terkasih selama penulis berkuliah dan juga kepada kedua mertua yang selalu memberikan dukungan besar kepada penulis.

Tak lupa ucapan terima kasih pun penulis sampaikan untuk teman-teman seperjuangan BKKBN IKA 2012 yang selama lebih dari dua tahun ini telah berbagi suka maupun duka bersama. Semoga kita bisa lulus dengan baik dan memberikan yang terbaik untuk instansi BKKBN dan juga kepada teman-teman satu bimbingan Risda Rizkillah, Fitri Meliani, Fitri Apriliana Hakim yang telah saling bantu membantu agar supaya bisa lulus bersama. Sharing dan bantuan kalian sangat berarti. Akhir kata, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkan segala informasi yang terdapat didalamnya.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Keluarga... 4

Teori Struktural Fungsional ... 5

Teori Perkembangan ... 6

Kesiapan Menikah ... 7

Pendewasaan Usia Perkawinan... 9

Masa Kanak-kanak ... 10

Perkembangan Anak ... 10

Penelitian Terdahulu ... 13

KERANGKA PIKIR ... 16

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian... 18

Prosedur Pemilihan Contoh ... 18

Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 19

Pengolahan dan Analisis Data ... 20

DEFINISI OPERASIONAL ... 21

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA DAN DEWASA Pendahuluan ... 24

Metode Penelitian... 25

Hasil ... 27

Pembahasan ... 36

(11)

KESIAPAN MENIKAH ISTRI, KARAKTERISTIK KELUARGA DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA 3-5 TAHUN

Pendahuluan... 40

Metode Penelitian ... 42

Hasil ... 43

Pembahasan ... 50

Simpulan ... 53

PEMBAHASAN UMUM ... 53

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan ... 55

Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

LAMPIRAN ... 62

(12)

DAFTAR TABEL

1. Deskripsi kemampuan motorik anak usia 3-6 tahun ... 12

2. Penelitian terdahulu ... 14

3. Variabel, skala dan pengolahan data ... 19

4. Model regresi linier berganda ... 21

5. Sebaran rata-rata dan uji beda berdasarkan karakteristik keluarga ... 27

6. Sebaran contoh berdasarkan kehamilan di luar nikah ... 28

7. Sebaran contoh berdasarkan usia anak (bulan) ... 28

8. Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin anak ... 29

9. Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan menikah istri ... 29

10.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan intelektual istri ... 30

11.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan sosial istri ... 31

12.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan emosi istri ... 31

13.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan moral istri ... 32

14.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan individu istri ... 33

15.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan mental istri ... 34

16.Sebaran rata-rata capaian (%) kesiapan finansial istri ... 34

17.Sebaran contoh berdasarkan kategori kesiapan menikah ... 35

18.Sebaran rata-rata perkembangan anak menurut dimensi Perkembangan ... 35

19.Sebaran contoh berdasarkan perkembangan anak... 36

20.Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga ... 43

21.Sebaran usia, jenis kelamin dan keikutsertaan pendidikan prasekolah anak ... 43

22.Sebaran nilai rata-rata skor dan persentase aspek kesiapan menikah .... 44

23.Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan finansial dan kesiapan intelektual istri ... 45

24.Sebaran berdasarkan kategori kesiapan menikah ... 45

25.Sebaran rata-rata skor pencapaian perkembangan anak berdasarkan dimensi perkembangan anak ... 46

26.Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat perkembangan ... 46

27.Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesiapan menikah dan perkembangan anak... 47

28.Sebaran koefisien korelasi antara dimensi kesiapan menikah dan perkembangan anak ... 47

29.Sebaran koefisien regresi pengaruh kesiapan menikah terhadap perkembangan anak ... 48

30.Sebaran koefisien regresi pengaruh kesiapan menikah dan karakteritik keluarga terhadap perkembangan anak ... 49

(13)

DAFTAR GAMBAR

1. Perencanaan Keluarga ... 10

2. Kerangka pikir ... 17

3. Prosedur pemilihan contoh ... 18

DAFTAR LAMPIRAN 1. Gambaran lokasi penelitian ... 62

2. Peta lokasi penelitian... 63

3. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan suami ... 65

4. Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan istri ... 65

5. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan suami ... 65

6. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan istri ... 65

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Anak merupakan investasi suatu bangsa dan negara yang sangat penting. Menjamin tumbuh kembang anak secara optimal menjadi tugas utama orang tua dan harus dipersiapkan dengan baik bahkan semenjak sebelum menikah. Sunarti (2004) menyatakan bahwa kualitas anak adalah cermin kualitas bangsa dan cermin peradaban dunia. Indikator kesejahteraan suatu masyarakat atau suatu bangsa salah satunya bisa dilihat dari kualitas hidup anak. Hal senada juga disampaikan oleh Yudesti dan Prayitno (2013) yang menyatakan bahwa anak merupakan salah satu aset sumberdaya manusia di masa depan yang perlu mendapat perhatian khusus. Adanya peningkatan dan perbaikan kualitas hidup anak merupakan salah satu upaya yang penting bagi kelangsungan hidup suatu bangsa.

Masa-masa yang rentan dari kehidupan seseorang berada pada lima tahun pertama dalam kehidupannya yang merupakan pondasi bagi perkembangan selanjutnya. Anwar (2002) menyatakan apabila pada masa tersebut pertumbuhan dan perkembangan seorang anak berjalan secara optimal diharapkan pada masa dewasa akan tumbuh menjadi manusia yang berkualitas. Usia dini merupakan masa terjadinya kematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi (rangsangan) yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan potensi fisik (motorik), intelektual, emosional, sosial, bahasa, seni dan moral spiritual (Widhianawati 2011).

Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan anak diantaranya adalah kesiapan menikah kedua orang tua dan faktor karakteristik keluarga. Dampak dari tidak siapnya pasangan ketika memasuki jenjang pernikahan tidak hanya berdampak pada stabilitas perkawinan namun juga berpengaruh besar terhadap kualitas anak. Kenyataannya, banyak diantara pasangan yang hendak menikah lebih memfokuskan diri dalam persiapan hari pernikahan dibandingkan mempersiapkan diri menjadi orang tua. Ghalili et al. (2012) menunjukkan bahwa hanya sedikit dari remaja yang telah mendapat informasi yang cukup mengenai pernikahan dari keluarga maupun lingkungan mereka. Selain itu, tidak sedikit diantara laki-laki maupun wanita yang kurang menyadari perlunya persiapan yang matang sebelum menuju sebuah perkawinan (Maryati et al. 2007).

(15)

pada tahap ini pasangan butuh menyesuaikan diri satu sama lain (Williams et al. 2006).

Keutuhan perkawinan harus selalu dijaga, pasangan calon suami istri harus mempunyai bekal yang cukup agar siap dan mampu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga (Arjoso 1996), salah satunya adalah faktor usia. Keadaan perkawinan antara seseorang yang menikah dengan usia yang belum matang dengan seseorang yang usia sudah matang, akan menghasilkan kondisi rumah tangga yang berbeda. Emosi, pikiran dan perasaan seseorang di bawah usia masih labil, sehingga tidak bisa mensikapi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam rumah tangga dengan dewasa, melainkan dengan sikap yang lebih menonjolkan arogansi yaitu sifat yang mementingkan egonya masing-masing (Munir 2003). Dampak dari menikah dini lainnya adalah abortus, perceraian, tidak ada kesiapan untuk berkeluarga, tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan (Maryanti dan Septikasari 2009).

Perkawinan usia dini berdampak pada perkawinan itu sendiri dimana tingkat kemandirian dari pasangan tersebut masih rendah, masih rawan dan masih belum stabil sehingga dapat menyebabkan banyak terjadi perceraian. Oleh karena itu, dari perkawinan usia dini tersebut akan sulit untuk memperoleh keturunan yang berkualitas. Selain itu, jika dilihat dari segi kependudukan, perkawinan usia dini mempunyai tingkat fertilitas yang tinggi sehingga kurang mendukung pembangunan di bidang kependudukan (KPP dan PA 2012). Oleh karena itu, penelitian ini dianggap penting untuk dilakukan agar generasi muda, utamanya yang sedang mempersiapkan pernikahan dapat lebih memahami akan pentingnya kesiapan menikah dan karakteristik keluarga bagi perkembangan anak.

Perumusan Masalah

Di Indonesia, kecenderungan rata-rata usia menikah pertama selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) Tahun 2012 menunjukkan rata-rata usia kawin pertama pada kelompok wanita yang sudah menikah berusia 25-49 tahun adalah 20,1 tahun. Angka tersebut mengalami peningkatan dari data SDKI Tahun 2007 sebesar 19,8 tahun. Pendidikan menjadi salah satu indikator seorang wanita menunda menikah, rata-rata usia menikah pertama pada wanita usia 25-49 tahun yang berpendidikan tinggi adalah 22.9 tahun, lebih tua lima tahun dibandingkan yang tidak berpendidikan yaitu 17.2 tahun (SDKI 2012). Data tersebut menunjukkan bahwa generasi muda saat ini semakin menyadari bahwa pernikahan membutuhkan kesiapan yang matang sebelum akhirnya mereka memutuskan untuk menikah.

Fakta lainnya menunjukkan bahwa secara nasional, sebesar 1,62 persen anak perempuan berusia 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Sebagian kecil dari jumlah tersebut, 1,54 persen diantaranya berstatus kawin dan 0,08 persen berstatus cerai (cerai hidup dan cerai mati) (BPS 2011). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, karena dalam usia yang sangat muda anak-anak tersebut sudah mengalami perceraian baik cerai hidup maupun cerai mati (KPP dan PA 2012).

(16)

kasus (Badilag 2010). Sebagian besar masalah perceraian dipicu oleh adanya suami atau istri yang meninggalkan kewajiban (Sunarti et al. 2012). Selain tingginya tingkat perceraian, angka kelahiran bayi dari remaja perempuan justru mengalami peningkatan.

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan angka fertilitas remaja (ASFR) pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan. Angka rata-rata itu jauh lebih tinggi dibandingkan temuan SDKI 2007 yaitu 35 dari 1.000 kehamilan (SDKI 2012). Hal ini mengindikasikan bahwa pernikahan muda kemudian menyebabkan pasangan muda harus siap dengan tugas pengasuhan anak pertama yang tidak mudah padahal anak sangat membutuhkan peran orang tua untuk mengoptimalkan tumbuh kembang mereka. Oleh karena itu, pasangan harus memiliki cara yang disepakati bersama mengenai segala hal yang berhubungan dengan perencanaan yang berkaitan dengan anak dan cara pengasuhan (Fowers dan Olson 1989).

Lahirnya seorang anak tentu masalah akan bertambah pula. Pertama, masalah ekonomi, yang berarti bertambahnya pengeluaran yang harus pula diimbangi dengan pemasukan yang lebih besar, sedangkan sumber nafkah biasanya justru berkurang, karena istri mengurangi waktu bekerjanya demi mengurus anak. Keadaan juga mengalami perubahan, karena berubahnya jadwal harian dan perhatian yang tidak lagi sepenuhnya dicurahkan ke hubungan suami istri, melainkan kepada si bayi. Perubahan keadaan ini memerlukan pengertian dari suami dan istri (Gunarsa dan Gunarsa 2012). Hal ini menekankan pentingnya calon pasangan untuk mempersiapkan diri secara maksimal sebelum menikah agar mereka mampu menjalankan fungsi, peran dan tugasnya dalam keluarga dengan baik.

Kota Depok sebagai lokasi penelitian menunjukkan persentase umur perkawinan pertama yang cukup fluktuatif. Susenas 2003-2009 menunjukkan usia kawin pertama pada tahun 2003 adalah 25,48 tahun, lalu mengalami penurunan pada tahun 2008 yaitu 23,98 tahun dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan kembali menjadi 24,62 tahun. Perkembangan selama lima tahun terakhir menunjukkan bahwa perempuan di Kota Depok sudah mulai menunda perkawinan pertama mereka sampai usia yang lebih matang. Selain itu, angka perceraian Kota Depok pada tahun 2009 pun relatif cukup rendah yaitu 2,70 artinya tiap seratus orang perempuan umur 10-49 tahun yang pernah kawin ada sebanyak 2 orang yang berpisah karena perceraian. Fakta lain menunjukkan bahwa angka perceraian justru cenderung tinggi untuk perempuan pernah kawin pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 3,30. Diperkirakan, tingginya angka perceraian perempuan berumur muda tersebut karena ketidaksiapan mereka dalam menjalani perkawinan (BPS 2010).

Penelitian ini dilakukan didasarkan atas fenomena masih rendahnya kesiapan menikah dan kesiapan menjadi orang tua di Indonesia khususnya di Kota Depok. Kedua komponen tersebut sangat penting bagi keutuhan sebuah keluarga. Melihat fenomena diatas, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan permasalahan sebagai berikut:

(17)

2. Seberapa besar perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa?

3. Adakah pengaruh karakteristik keluarga dan kesiapan menikah istri terhadap perkembangan anak usia 3-5 tahun?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri, perkembangan anak usia 3-5 tahun.

Tujuan Khusus

Tujuan Penelitian ini secara khusus adalah untuk:

1. Menganalisis karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa

4. Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa

2. Menganalisis pengaruh karakteristik keluarga dan kesiapan menikah istri terhadap perkembangan anak usia 3-5 tahun

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat diantaranya yaitu: 1. Sebagai bahan sumbangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu

keluarga mengenai hubungan karakteristik keluarga dan kesiapan menikah terhadap perkembangan anak usia 3-5 tahun

2. Sebagai tambahan informasi baik untuk individu maupun untuk orang tua mengenai pentingnya kesiapan menikah agar memperoleh perkembangan anak yang optimal

3. Sebagai bahan pengembangan program pendewasaan usia perkawinan dan program sosialisasi stimulasi tumbuh kembang anak yang lebih baik lagi yang dilakukan oleh pemerintah atau instansi terkait.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Keluarga

(18)

yang maksimal. Klein dan White (1996) menyatakan keluarga menjadi beberapa pengertian diantaranya: (1) keluarga terbentuk hingga jangka waktu yang panjang dibandingkan kelompok sosial lainnya; (2) keluarga merupakan intergenerasi; (3) keluarga terdiri baik karena hubungan biologis namun juga karena legalisasi hukum (adopsi dsb); (4) faktor biologis dalam keluarga maupun adopsi anak secara legal di mata hukum merupakan aspek yang menghubungkan mereka kepada organisasi kekerabatan yang semakin besar.

Keluarga memiliki beberapa ciri khas dan juga tugas-tugas yang harus dipenuhi. Mattessich dan Hill (1987) dalam Zeitlin et al. (1995) menyatakan bahwa keluarga adalah kelompok yang berhubungan dengan kekerabatan, tempat tinggal ataupun kedekatan secara emosional dan menjadikan mereka kepada empat bentuk sistemik diantaranya saling ketergantungan satu sama lain (hubungan intim), memelihara batasan-batasan terseleksi, kemampuan untuk beradaptasi terhadap perubahan dan memelihara identitas mereka sepanjang waktu, serta melakukan beberapa tugas keluarga seperti pemeliharaan fisik, sosialisasi, edukasi, kontrol sosial dan perilaku seksual, memelihara moral dan motivasi keluarga untuk melakukan yang terbaik di dalam maupun diluar keluarga, akuisisi anggota keluarga yang dewasa dengan pembentukan formasi kemitraan seksual, dan melepas anggota keluarga yang remaja ketika beranjak dewasa.

Teori Struktural Fungsional

Perspektif teoritis struktural fungsional pada awalnya dikembangkan untuk menganalisis keadaan sosial kemasyarakatan secara umum. Para sosiolog generasi pertama pada akhir abad ke-18 dan kurun waktu abad ke-19, mulai memikirkan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan “bagaimana dan mengapa suatu masyarakat bisa ada?” “Faktor-faktor apa yang dapat mempersatukan masyarakat?”. Selain itu, ketidaksetujuan pada pemikir sosial abad ke-19 terhadap paham utilitarianism timbul, karena melihat kenyataan yang sebaliknya, dimana ketertiban sosial justru semakin kacau setelah faham utilitarianism semakin besar mewarnai kehidupan masyarakat. Kenyataan yang demikian telah membuka peluang timbulnya pemikiran baru tentang bagaimana tatanan masyarakat yang tertib dan harmonis dapat diwujudkan. Sehingga pendekatan struktural fungsional digunakan untuk menganalisis struktur sosial masyarakat. Pendekatan ini muncul bersamaan dengan semakin mapannya ilmu biologi, terutama yang berkaitan dengan struktur biologi kehidupan. Struktur biologi organisme hidup terdiri dari elemen-elemen yang saling terkait walaupun berbeda fungsi. Perbedaan fungsi-fungsi tersebut ternyata diperlukan, terutama untuk saling melengkapi agar suatu sistem kehidupan yang berkesinambungan dapat terwujud (Megawangi 1999).

(19)

dalam Megawangi (1999) menyatakan bahwa tanpa ada pembagian tugas yang jelas pada masing-masing aktor dengan status sosialnya, maka fungsi keluarga akan terganggu yang selanjutnya akan mempengaruhi sistem yang lebih besar lagi. Berikut ini prasyaratan struktural yang harus dipenuhi agar struktur keluarga sebagai sistem dapat berfungsi: (1) diferensiasi peran: harus ada alokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga; (2) alokasi solidaritas: distribusi relasi antaranggota keluarga menurut cinta, kekuatan dan intensitas hubungan; (3) alokasi ekonomi: distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan; (4) alokasi politik: distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggungjawab atas setiap tindakan keluarga; (5) alokasi integrasi dan ekspresi: distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga.

Teori Perkembangan

Teori perkembangan merupakan teori yang menjelaskan perubahan, baik yang terjadi pada individu atau kelompok. Individu, kelompok, dan masyarakat mengalami perkembangan melalui tahapan-tahapan yang terjadi sepanjang waktu. Menurut Klein & White (1996), ada beberapa asumsi dalam paradigma teori perkembangan, yaitu:

- Proses perkembangan merupakan proses yang tidak bisa dielakkan dan juga sangat penting dalam memahami keluarga. Keluarga dan individu mengalami perubahan dalam jangka waktu tertentu melalui serangkaian tahapan perkembangan yang sama dan menghadapi titik transisi dan tugas-tugas perkembangan serupa. Memahami keluarga harus mempertimbangkan tantangan yang dihadapi dalam setiap tahapnya, seberapa baik mereka menyelesaikannya dan seperti apa transisi ke tahap berikutnya.

- Keluarga di analisis pada berbagai tingkat. Keluarga terdiri pada tingkat analisa yang berbeda-beda. Pertama, keluarga ditinjau sebagai kelompok sosial. Kedua, keluarga ditinjau dari hubungan seperti hubungan suami istri, orangtua dan anak. Ketiga, keluarga ditinjau dari individunya sebagai anggota keluarga. Keluarga dapat dipandang sebagai homogenous agregat cluster yang terstrukturkan oleh kelas sosial dan etnis.

- Keluarga di pengaruhi oleh semua tingkat analisis. Keluarga dipengaruhi oleh berbagai tingkat analisa termasuk norma sosial dari masyarakat yang lebih luas dan norma sosial dari kelompok tertentu

- Keluarga merupakan kelompok semi-tertutup dan semipermeable. Keluarga memiliki batasan-batasan yang jelas biasanya ditandai secara spasial oleh lingkungan rumah atau tempa tinggal namun sesungguhnya batasan-batasn tersebut dapat diserapi oleh pengaruh dari masyarakat yang lebih luas.

- Waktu adalah multidimensional. Asumsi ini mengatakan bahwa “waktu” sesungguhnya tergantung dari cara mendefinisikan, memahaminya dan bahwa “waktu: bergerak ke depan dan tidak dapat kembali lagi.

(20)

task) sepanjang siklus kehidupan keluarga (Family Life Cycle). Tahapan perkembangan keluarga menurut Duvall dan Miller (1985) ada 8 tahap yaitu: (1) tahapan perkawinan (marriage couple); (2) tahapan mempunyai anak (childbearing); (3) tahapan anak berumur prasekolah; (4) tahapan anak berumur sekolah dasar; (5) tahapan anak berumur remaja; (6) tahapan anak lepas dari orang tua; (7) tahapan orang tua umur menengah; dan (8) tahapan orang tua umur manula.

Penelitian ini memiliki fokus pembahasan pada keluarga tahap tiga yaitu keluarga dengan anak berumur prasekolah namun ditinjau juga dari kesiapan kedua orang tua sebelum menikah. Pada fase ini, suami dan istri berbagi peran dan tugas untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya usia prasekolah. Mulai dipikirkan perencanaan keuangan untuk investasi anak dalam hal kesehatan dan pendidikan serta jaminan sosial anak. Pendidikan karakter sejak usia dini sudah menjadi keharusan bagi peran ayah dan ibu (Puspitawati 2012).

Kesiapan Menikah

Kesiapan menikah adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mengindikasikan persiapan penting apa saja yang dapat seseorang lihat sebelum mereka merasa siap untuk menikah. Teori horizon pernikahan menyatakan kesiapan menikah tidak hanya berarti seperti diatas namun juga mengenai keyakinan individu yang membuat mereka siap untuk menikah (Olson 2008).

Rapaport dalam Duvall dan Miller (1985) menyatakan kesiapan menikah adalah kemampuan individu untuk menyandang peran barunya, yaitu sebagai suami atau istri, dan berusaha untuk terlibat dalam pernikahannya serta mampu memasukkan pola-pola kepuasan yang diperolehnya sebelum menikah ke dalam kehidupan pernikahan. Kesiapan menikah merupakan keadaan siap atau bersedia dalam berhubungan dengan seorang pria atau wanita, siap menerima tanggung jawab sebagai seorang suami atau seorang istri, siap terlibat dalam hubungan seksual, siap mengatur keluarga dan siap mengasuh anak (Duvall dan Miller 1985).

Kesiapan Menikah adalah penting untuk dipelajari karena membentuk dasar dalam menentukan keputusan dengan siapa harus menikah, kapan harus menikah, mengapa menikah dan perilaku perkawinan nanti (Larson dan Lamont β005). Keadaan “kesiapan” seperti yang disebutkan Holman dan Li (1997) adalah suatu keadaan diluar persiapan tindakan yang membentuk dan mengarahkan tindakan. Oleh karena itu, kesiapan dapat digunakan untuk menjelaskan dan memperkirakan jenis khusus dari tindakan. Kesiapan menikah menurut Larson (1988) merupakan evaluasi subjektif dari kesiapan seseorang untuk mengambil tanggung jawab dan tantangan pernikahan. Kesiapan menikah adalah kemampuan seseorang untuk mengembangkan proses seleksi pasangan. Dengan demikian, kesiapan menikah adalah kunci indikator perilaku perkawinan dan waktu transisi dalam pernikahan.

(21)

keluarga dan menjadi penyangga bagi keluarga. Kesiapan dari segi fisiologis atau badaniah sangat diperlukan karena untuk melakukan tugas atau kewajiban dari perkawinan itu sendiri dibutuhkan kesiapan jasmani yang cukup matang dan sehat (Maryati et al. 2007). DeGenova (2008) memaparkan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan menikah pada individu, seperti usia saat menikah, level kedewasaan dari pasangan yang akan menikah, waktu menikah, motivasi untuk menikah, kesiapan untuk eksklusivitas seksual, emansipasi emosional dari orang tua, tingkat pendidikan dan pekerjaan.

Rapaport (1963) dalam Duvall dan Miller (1985) menyatakan seseorang dinyatakan siap untuk menikah apabila memenuhi kriteria diantaranya (1) memiliki kemampuan mengendalikan perasaan diri sendiri; (2) Memiliki kemampuan untuk berhubungan baik dengan orang banyak; (3) Bersedia dan mampu menjadi pasangan istimewa dalam hubungan seksual; (4) Bersedia untuk membina hubungan seksual yang intim; (5) Memiliki kelembutan dan kasih sayang kepada orang lain; (6) Sensitif terhadap kebutuhan dan perkembangan orang lain; (7) Dapat berkomunikasi secara bebas mengenai pemikiran, perasaan dan harapan; (8) Bersedia berbagi rencana dengan orang lain; (9) Bersedia menerima keterbatasan orang lain; (10) Realistik terhadap karakteritik orang lain; (11) Memiliki kapasitas yang baik dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan ekonomi; dan (12) Bersedia menjadi suami atau istri yang bertanggung jawab.

Perkawinan adalah suatu hal yang serius, sehingga memerlukan persiapan yang matang, khususnya dalam kematangan fisik dan kematangan mental. Pasangan calon suami istri harus mempunyai bekal yang cukup, agar siap dan mampu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga untuk menjaga keutuhan perkawinan (Arjoso 1996).

a) Kedewasaan Fisik

Berdasarkan agama, seorang wanita dianggap dewasa setelah mendapatkan menstruasi dan seorang pria dianggap dewasa pada waktu ia sudah mengalami ejakulasi. Selain itu, ilmu kedokteran juga membuktikan bahwa kehamilan dibawah usia 20 tahun adalah kehamilan dengan risiko tinggi dengan kemungkinan tingginya angka kematian, baik bagi bayi maupun bagi ibunya, sehingga dianjurkan agar kehamilan itu terjadi setelah seorang wanita berusia paling sedikit 20 tahun.

b)Kedewasaan Sosial

(22)

menikah pada usia 25-30 tahun. Persyaratan sosial buat seorang wanita tidak seberat persyaratan sosial untuk seorang pria. Setelah seorang wanita menikah dan hamil atau melahirkan, ia sudah berubah status menjadi seorang ibu. c) Kepribadian yang mantap

Kepribadian yang dewasa dan mantap merupakan faktor utama untuk mencapai suatu perkawinan yang bahagia. Kepribadian yang dewasa ditunjukkan oleh kemampuan seorang untuk menilai diri sendiri secara objektif, sehingga ia mengetahui kelebihan-kelebihan dan kekurangan-kekurangan, juga ia mempunyai citra yang benar tentang dirinya sendiri. Seseorang yang berkepribadian mantap akan memilih pasangan yang dianggap cocok betul dengan jalan hidupnya, bisa mengisi kekurangan-kekurangan dan dapat memberikan dorongan kearah cita-cita yang sudah ditetapkan. Pilihan pasangan yang didasarkan kepribadian yang mantap tidak mudah berubah dan perkawinan yang dibina dapat kekal abadi sampai akhir hayat. Perlu diketahui, bahwa pembentukan kepribadian seseorang sangat ditentukan oleh masa kanak-kanaknya, terutama pada usia di bawah lima tahun dan melalui proses perkembangan bertahun-tahun, sehingga pada usia remaja, kepribadiannya sudah nampak selanjutnya dimantapkan oleh pengalaman-pengalaman hidupnya.

Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP)

Program pendewasaan usia perkawinan adalah upaya untuk meningkatkan usia pada perkawinan pertama, sehingga mencapai usia minimal pada saat perkawinan yaitu usia 20 tahun bagi wanita dan 25 tahun bagi pria. PUP bukan sekedar menunda sampai usia tertentu saja tetapi mengusahakan agar kehamilan pertama pun terjadi pada usia yang cukup dewasa bahkan harus diusahakan apabila seseorang gagal mendewasakan usia perkawinannya, maka penundaan kelahiran anak pertama harus dilakukan.

Pendewasaan Usia Perkawinan merupakan bagian dari program keluarga berencana nasional. Program PUP memberikan dampak pada peningkatan umur kawin pertama yang pada giliriannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program pendewasaan usia perkawinan adalah memberikan pengertian dan kesadaran kepada remaja agar didalam merencanakan keluarga, mereka dapat mempertimbangkan berbagai aspek berkaitan dengan kehidupan berkeluarga, kesiapan fisik, mental, emosional, pendidikan, sosial, ekonomi serta menentukan jumlah dan jarak kelahiran. Tujuan PUP seperti ini berimplikasi pada perlunya peningkatan usia kawin yang lebih dewasa. Program PUP dalam program KB bertujuan meningkatkan usia kawin perempuan pada umur 21 tahun.

(23)

Gambar 1 Perencanaan Keluarga Masa Kanak-Kanak

Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan – saat dimana individu relatif tidak berdaya dan tergantung pada orang lain. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan, yakni kira-kira usia dua tahun sampai saat anak matang secara seksual, kira-kira tiga belas tahun untuk wanita dan empat belas tahun untuk pria. Periode awal masa kanak-kanak berlangsung dari usia dua sampai enam tahun dan periode akhir dari enam sampai tiba saatnya anak matang secara seksual. Sebagian orang tua menganggap awal masa kanak-kanak sebagai usia yang mengundang masalah atau usia sulit. Para pendidik menyebutnya sebagai usia prasekolah untuk membedakannya dari saat dimana anak dianggap cukup tua, baik secara fisik dan mental, untuk menghadapi tugas-tugas pada saat mereka mulai mengikuti pendidikan formal. Para ahli psikologi menyebutnya dengan usia kelompok, usia menjelajah, usia bertanya dan usia meniru serta usia kreatif (Hurlock 1980).

Gunarsa dan Gunarsa (2012) menyebut periode anak sekitar usia 3 tahun dan berjalan sampai kira-kira anak berumur 5 tahun sebagai masa krisis kedua. Sering kali, masa ini ditandai dengan sikap-sikap negatif, penentangan, atau dengan istilah bahasa Jerman, periode Trots-alter. Bagi ahli psikologi, masa ini dianggap sebagai masa krisis pertama. Pada masa ini, anak mulai memperlihatkan tingkah laku yang sungguh “mengesalkan” orang tua. Segala permintaan orang lain ditolaknya. Apabila anak disuruh makan, mandi bahkan berjabatan tangan atau memberi salam selalu dijawabnya dengan kata “tidak”. Anak berada dalam masa dimana ia sedang memperkembangkan diri untuk melepaskan diri dari orang tua. Masa krisis ini juga memerlukan pemikiran khusus orang tua karena mereka juga turut mengalami penambahan persoalan, baik sehubungan dengan bertambahnya anak maupun kelakuan sang anak.

Perkembangan Anak

Perkembangan merupakan sesuatu proses yang mula-mula global, massif, belum terpecah atau terperinci, dan kemudian semakin lama semakin banyak, berdiferensiasi dan terjadi integrasi yang hierarkis (Gunarsa 2008). Menurut Negel

20 THN 35 THN

Masa menunda perkawinan dan kehamilan

Masa menjarangkan kehamilan

(24)

(1957) dalam Gunarsa (2008), perkembangan merupakan pengertian dimana terdapat struktur yang terorganisasikan dan mempunyai fungsi-fungsi tertentu, dan karena itu bilamana terjadi perubahan struktur baik dalam organisasi maupun dalam bentuk, akan mengakibatkan perubahan fungsi.

Perkembangan (development) adalah pola perubahan yang dimulai sejak pembuahan, yang berlanjut sepanjang rentang hidup. Kebanyakan perkembangan melibatkan pertumbuhan, meskipun juga melibatkan penuaan. Saat ini, pandangan Barat mengenai anak-anak menyatakan bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang unik dan sangat hidup, yang meletakkan dasar penting bagi tahun-tahun dewasa dan jelas berbeda dari tahun-tahun-tahun-tahun dewasa tersebut. Masa kanak-kanak tidak lagi dilihat sebagai periode menunggu yang tidak nyaman di mana orang dewasa harus bertoleransi terhadap kebodohan anak-anak. Sebagai gantinya, kita melindungi anak dari tekanan dan tanggung jawab pekerjaan orang dewasa melalui hukum perburuhan anak (Santrock 2007).

Anak menjalani proses perkembangan dengan pengaruh lingkungan alam yang benar-benar asli maupun pengaruh lingkungan alam yang sudah diubah oleh lingkungan sosial, juga pengaruh linkungan sosial itu sendiri. Ia akan berkembang menjadi seorang manusia dewasa yang lebih tangkas dalam menghadapi dan mengatasi tuntutan lingkungan alam maupun lingkungan sosial. Proses ini meliputi penambahan ketangkasan, pengolahan dan pengamalan ilmu sepanjang masa hidupnya (Gunarsa dan Gunarsa 2012).

Menurut Depkes (2006) aspek-aspek perkembangan anak yang perlu dipantau diantaranya adalah:

1. Gerak kasar atau motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan pergerakan dan sikap tubuh melibatkan otot-otot besar seperti duduk, berdiri dan sebagainya

2. Gerak halus atau motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu dan dilakukan oleh otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi yang cermat seperti mengawasi sesuatu, menjimpit, menulis dan sebagainya

3. Kemampuan bicara dan bahasa adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, berbicara, berkomunikasi, mengikuti perintah, dan sebagainya

4. Sosialisasi dan kemandirian adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri anak (makan sendiri, membereskan mainan setelah selesai bermain), berpisah dengan ibu/pengasuh anak, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya dan sebagainya.

Anak usia prasekolah merupakan fase perkembangan individu sekitar 2-6 tahun, ketika anak mulai memiliki kesadaran tentang dirinya sebagai pria atau wanita, dapat mengatur diri dalam buang air (toilet training) dan mengenal beberapa hal yang dianggap berbahaya (mencelakakan dirinya). Berikut ini beberapa perkembangan anak usia prasekolah (Yusuf 2000):

1. Perkembangan Fisik

(25)

maupun kekuatannya memungkinkan anak untuk dapat lebih mengembangkan keterampilan fisiknya dan eksplorasi terhadap lingkungannya dengan tanpa bantuan dari orangtuanya. Perkembangan fisik anak sangat memerlukan gizi yang cukup, baik protein, vitamin, mineral dan karbohidrat. Perkembangan fisik anak ditandai juga dengan berkembangnya kemampuan dan keterampilan motorik, baik yang kasar maupun yang lembut. Kemampuan motorik tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:

Tabel 1 Deskripsi kemampuan motorik anak usia 3-6 tahun Usia Kemampuan Motorik

Menurut Piaget, perkembangan kognitif pada usia ini berada pada periode praoperasional,, yaitu tahapan dimana anak belum mampu menguasai operasi mental secara logis. Periode ini ditandai dengan berkembangya representasional atau “symbolic function” yaitu kemampuan menggunakan sesuatu untuk merepresentasikan (mewakili) sesuatu yang lain degan menggunakan symbol (kata-kata, gesture/bahasa gerak dan benda). Berikut beberapa perkembangan periode praoperasional: (1) mampu berpikir dengan menggunakan symbol; (2) berpikirnya masih dibatasi oleh persepsinya. Mereka meyakini apa yang dilihatnya, dan hanya terfokus kepada satu atribut/dimensi terhadap satu objek dalam waktu yang sama; (3) cara berpikirnya masih kaku tidak fleksibel. Cara berpikirnya terfokus kepada keadaan awal atau akhir dari suatu transformasi, bukan kepada transformasi itu sendiri yang mengantarai keadaan tersebut; (4) Anak sudah mulai mengerti dasar-dasar mengelompokkan sesuatu atas dasar satu dimensi, seperti atas kesamaan warna, bentuk dan ukuran.

3. Perkembangan Emosional

(26)

4. Perkembangan Bahasa

Perkembangan bahasa anak usia prasekolah dapat diklasifikasikan ke dalam dua tahap yaitu sebagai berikut:

Masa ketiga (2.0-2,6) yang bercirikan:

a. Anak sudah mulai bisa menyusun kalimat tunggal yang sempurna b. Anak sudah mampu memahami tentang perbandingan

c. Anak banyak menanyakan nama dan tempat: apa, dimana dan dari mana d. Anak sudah banyak menggunakan kata-kata yang berawalan dan yang

berakhiran

Masa Keempat (2,6-6,0) yang bercirikan:

a. Anak sudah dapat menggunakan kalimat majemuk beserta anak kalimatnya

b. Tingkat berpikir anak sudah lebih maju, anak banyak menanyakan soal waktu-sebab akibat melalui pertanyaan-pertanyaan: kapan, kemana, mengapa dan bagaimana

5. Perkembangan Sosial

Pada usia prasekolah (terutama mulai usia empat tahun), perkembangan social anak sudah tampak jelas, karena mereka sudah mulai aktif berhubungan dengan teman sebayanya. Tanda-tanda perkembangan social pada tahap ini adalah: (1) anak mulai mengetahui aturan-aturan, baik di lingkungan keluarga maupun dalam lingkungan bermain; (2) sedikit demi sedikit anak sudah mulai tunduk pada peraturan; (3) anak mulai menyadari hak atau kepentingan orang lain dan (4) anak mulai dapat bermain bersama anak-anak lain atau teman sebaya. 6. Perkembangan Moral

Pada masa ini, anak sudah memiliki dasar tentang sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya (orangtua, saudara dan teman sebaya). Melalui pengalaman berinteraksi dengan orang lain, anak belajar memahami tentang kegiatan atau perilaku mana yang baik/boleh/diterima/disetujui atau buruk/tidak boleh/ditolak/tidak disetujui. Berdasarkan pemahamannya itu, maka pada masa ini anak harus dilatih atau dibiasakan mengenai bagaimana dia harus bertingkah laku.

Penelitian Terdahulu

(27)

Tabel 2 Penelitian terdahulu

Tahun Penulis Judul Hasil

Perkembangan Anak

2012 Dewanggi et al. Pengasuhan Orang Tua dan Kemandirian Anak

2011 Hastuti et al. Kualitas lingkungan pengasuhan dan 2009 Hastuti Stimulasi Psikososial

Pada Anak Kelompok 2010 Hastuti et al. Nilai Anak, Stimulasi

Psikososial, dan

(28)

Kesiapan Menikah

2012 Sunarti et al. Kesiapan Menikah dan Pemenuhan Tugas 2012 Ghalili et al. Marriage Readiness

Criteria among young

(29)

KERANGKA PIKIR

Perkembangan anak memiliki beberapa dimensi diantaranya dimensi perkembangan motorik (motorik kasar dan halus), bahasa (aktif dan pasif), kecerdasan (kognitif), kemandirian (kemampuan menolong diri sendiri) dan kemampuan bergaul (sosialisasi). Keseluruhan aspek perkembangan anak tersebut memerlukan stimulasi yang baik dari kedua orang tua dan seluruh anggota keluarga. Perkembangan anak usia dibawah lima tahun menjadi sangat krusial karena masa-masa ini merupakan masa rentan dimana saat tersebut menjadi pondasi bagi perkembangan anak selanjutnya. Karakteristik keluarga dan kesiapan menikah kedua orang tua menjadi dua hal yang penting untuk turut serta mengoptimalkan perkembangan anak usia 3-5 tahun.

Karakteristik keluarga seperti usia suami, usia istri, jarak usia antara suami dan istri, pendidikan orang tua, pendapatan perkapita dan lama menikah berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hal ini mengindikasikan bahwa setiap pasangan harus memiliki kesiapan yang matang dalam berbagai aspek sebelum memasuki jenjang pernikahan baik dari segi usia, pendidikan maupun pekerjaan. Tujuannya tidak hanya agar memperoleh stabilitas perkawinan namun juga agar mampu menghasilkan dan mengasuh anak-anak agar tumbuh dan berkembang dengan optimal.

Kesiapan menikah merupakan kemampuan seorang individu dalam menghadapi peran dan fungsi baru yang berbeda dalam sebuah pernikahan. Kesiapan menikah menjadi indikator penting bagi kesuksesan sebuah keluarga. Kesiapan menikah meliputi beberapa aspek penting yang akan sangat mempengaruhi perkembangan anak diantaranya adalah aspek kesiapan intelektual, kesiapan moral, kesiapan sosial, kesiapan emosi, kesiapan individu, kesiapan finansial dan kesiapan mental.

Kesiapan intelektual meliputi kesiapan untuk senantiasa mencari berbagai ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan pribadi maupun keluarga. Kesiapan moral meliputi berbagai aspek karakter yang dimiliki seseorang ketika menghadapi berbagai masalah dalam kehidupan. Kesiapan individu terkait kesiapan secara pribadi dalam berbagai hal termasuk masalah kesiapan sebagai orang tua, sebagai pencari nafkah, sebagai individu yang sehat hingga sebagai individu yang mandiri. Kesiapan finansial meliputi berbagai hal spesifik terkait manajemen keuangan seperti memiliki pekerjaan yang tetap, tabungan yang cukup hingga pengetahuan yang baik dalam hal manajemen keuangan.

(30)

Keterangan:

Variabel yang diteliti Variabel yang tidak diteliti Kesiapan Menikah Istri:

 Kesiapan Intelektual  Kesiapan Moral  Kesiapan Sosial  Kesiapan Emosi  Kesiapan Individu  Kesiapan finansial  Kesiapan Mental

Sekolah

 Jenis Kelamin Anak

Karakteristik Keluarga:  Pendapatan Perkapita  Lama Menikah  Jarak Usia Suami dan

Istri

 Usia Suami dan istri  Lama pendidikan  Pekerjaan

PERKEMBANGAN ANAK

 Motorik  Bahasa  Kognitif  Kemandirian  Kemampuan

bergaul Pengasuhan

Pemenuhan Tugas Keluarga:

 Tugas

Perkembangan  Tugas Krisis Usia Menikah Istri dan Suami

(31)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu dan retrospective study, yaitu penggalian informasi di masa lalu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kelurahan Ratu Jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2014.

Prosedur Pemilihan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga utuh yang baru memiliki anak pertama usia 3-5 tahun dengan ibu yang menikah muda dan dewasa. Responden penelitian ini adalah: (1) Ibu (istri) yang menikah usia muda dan yang menikah usia dewasa; (2) Baru memiliki anak pertama usia 3-5 tahun; (3) Berasal dari keluarga lengkap (utuh) dan (4) Bersedia dijadikan contoh.

Responden tinggal di kawasan kelurahan Bojong Pondok Terong dan Ratu Jaya, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Pada kelurahan Bojong Pondok Terong dipilih 9 RW, sedangkan kelurahan Ratu Jaya di pilih 7 RW secara purposive. Pemilihan RW tersebut didasarkan atas data jumlah keluarga muda terbanyak yang diperoleh berdasarkan Data Kependudukan Kelurahan.

Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 120 orang. Pengambilan contoh dilakukan secara stratified nonproportional random sampling dengan membedakan dua strata contoh yang menikah muda dan dewasa dengan masing-masing kelompok berjumlah 60 orang. Pembedaan ini didasarkan usia ideal bagi wanita untuk menikah pada program Pendewasaan Usia Perkawinan. Adapun cara pengambilan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3:

Gambar 3 Prosedur pemilihan contoh KOTA DEPOK

KECAMATAN CIPAYUNG

Kelurahan Bojong Pondok Terong (9 RW)

Kelurahan Ratu Jaya (7 RW)

Muda = 61 Dewasa = 221

Muda = 59 Dewasa = 118

Muda = 30 Dewasa = 30

Muda = 30 Dewasa = 30

Purposive Purposive

(32)

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Variabel, skala dan pengolahan data dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Variabel, skala dan pengolahan data

Variabel Jenis Data Pengolahan Data

(33)

1. Karakteristik keluarga dan karakteristik anak

2. Kesiapan menikah istri yang terdiri dari tujuh aspek yaitu kesiapan intelektual, kesiapan emosi, moral, individu, finansial, mental dan sosial. Kuesioner ini merupakan hasil modifikasi Sunarti et al. (2012) yang diperoleh dari Duvall (1971) dan Scott (1965).

3. Perkembangan anak diukur menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB) milik BKKBN yang dibagi kedalam dua kategori usia yaitu usia 3-4 tahun dan 4-5 tahun. Instrumen yang digunakan dalam Bina Keluarga dan Balita dikembangkan oleh para psikolog dari berbagai instrumen yang sudah ada seperti Bayley, Vineland dll. Instrumen ini menjadi lebih praktis untuk diaplikasikan dalam pemantauan tumbuh kembang balita sekalipun bukan kader (Sunarti 2009).

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara terlebih dahulu dilakukan proses editing, coding, scoring, entering, cleaning dan analyzing. Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang mudah dibaca dan diinterpretasikan. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak. Secara keseluruhan, kategori pengelompokkan untuk kesiapan menikah, dan perkembangan anak dibedakan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Capaian rata-rata skor kesiapan menikah dan perkembangan anak didapatkan dari rumus yang disajikan berikut ini: Y = X – nilai minimum x 100

Nilai Maksimum – nilai minimum Keterangan:

Y = Skor dalam persen;

X = Skor yang diperoleh untuk setiap contoh

2. Analisis uji beda menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa.

(34)

Tabel 4 Model regresi linier berganda Variabel

dependen

Model Equation Perkembangan

Anak

Y1 Y2 Y3

= α + 1X1+ε

= α + 1X1+ 2X2 + 3X3+ 4X4 + 5X5+ 6X6+ 7X7 + 8X8+ 9X9+ 1D1+ 2D2+ 3D3+ 4D4 + ε

= α + 1X1a + 1X1b+ 1X1c + 1X1d + 1X1e + 1X1f + 1X1g + 2X2+ 3X3 + 4X4 + 5X5 + 6X6 + 7X7 + 8X8+ 9X9+ 1D1+ 2D2+ 3D3+ 4D4+ε

Keterangan:

Y1 = Perkembangan Anak 1-9 = Koefisien regresi

X1 = Kesiapan Menikah

X1a = Kesiapan Intelektual

X1b = Kesiapan Sosial

X1c = Kesiapan Emosi

X1d = Kesiapan Moral

X1e = Kesiapan Individu

X1f = Kesiapan Finansial

X1g = Kesiapan Mental

X2 = Usia Suami (tahun)

X3 = Usia Istri (tahun)

X4 = Lama Pendidikan Suami (tahun)

X5 = Lama Pendidikan Istri (tahun)

X6 = Lama pernikahan (tahun)

X7 = Usia anak (bulan)

X8 = Jarak Usia Suami dan Istri (tahun)

X9 = Pendapatan per kapita (rupiah) 1-4 = Koefisien dummy

D1 = Jenis kelamin anak (0= l; 1= p)

D2 = Keikutsertaan Sekolah Anak (0= belum/tidak sekolah; 1= sekolah)

D3 = Usia menikah Istri (0=dibawah β1 tahun; 1= ≥β1 tahun)

D4 = Usia menikah Suami (0=dibawah β5 tahun; 1= ≥β5 tahun)

ε = Galat

DEFINISI OPERASIONAL

Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh keluarga responden seperti usia, lama menikah, jarak usia suami dan istri, pendapatan perkapita, pendidikan dsb.

Karakteristik anak adalah ciri khas yang dimiliki oleh anak pada keluarga responden seperti usia anak, keikutsertaan sekolah anak maupun jenis kelamin.

Pendapatan per kapita adalah jumlah uang per bulan yang diterima ayah atau ibu sebagai upah bekerja dan kemudian dibagi jumlah anggota keluarga. Lama menikah adalah waktu yang dijalani oleh pasangan suami istri semenjak

(35)

Lama pendidikan adalah waktu yang ditempuh oleh seseorang dalam mengeyam pendidikan dimulai dari tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat pendidikan akhir yang pernah ditempuh.

Pekerjaan adalah aktivitas yang dilakukan seseorang baik terikat maupun tidak terikat oleh waktu yang disebabkan tuntutan pekerjaan yang menghasilkan upah atau tidak dalam setiap harian, mingguan dan bulanan. Usia menikah muda (istri) adalah usia menikah istri yang masih dibawah 21

tahun berdasarkan batas ideal menikah menurut program Pendewasaan Usia Perkawinan

Usia menikah dewasa (istri) adalah usia menikah istri yang sudah diatas sama dengan 21 tahun berdasarkan batas ideal menikah menurut program Pendewasaan Usia Perkawinan

Jarak usia suami dan istri adalah jarak usia antara suami dan istri yang diperoleh melalui perhitungan usia suami dikurangi usia istri

Kehamilan di luar nikah adalah kehamilan yang terjadi sebelum sepasang suami istri menikah secara resmi menurut hukum negara.

Kesiapan menikah adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang individu yang akan menikah yang terdiri atas pemenuhan tugas perkembangannya sebagai remaja dan lainnya yang dapat membantunya dalam kehidupan berkeluarga nantinya. Kesiapan menikah diukur melalui kesiapan emosi, sosial, moral, intelektual, dan kesiapan lainnya (individu, finansial, dan mental

Kesiapan emosi adalah potensi diri untuk merasakan, menggunakan, mengkomunikasikan, mengendalikan, mengidentifikasi apa yang dirasakan dalam dirinya.

Kesiapan sosial adalah kemampuan untuk bergaul (sosialisasi) atau berhubungan dengan orangtua maupun orang lain di sekitarnya.

Kesiapan moral adalah kemampuan seseorang dalam membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang benar dan salah yang menjadi nilai dalam diri manusia

Kesiapan finansial adalah kesiapan seseorang menyiapkan diri terkait keuangan sebelum menikah seperti memiliki pekerjaan tetap, tabungan, perhiasan ataupun kendaraan dan mengerti cara mengelola uang dengan baik

Kesiapan intelektual adalah kemampuan daya tangkap, daya pikir, dan daya ingat serta memecahkan masalah

Kesiapan mental adalah kemampuan seseorang dalam menyiapkan diri untuk menghadapi situasi yang tidak dikehendaki pasca menikah atau siap siaga terhadap risiko (antisipasi)

Kesiapan individu adalah kemampuan seseorang untuk meningkatkan potensi individu yang ada dalam dirinya guna kepentingan berkeluarga seperti memiliki pengetahuan tentang perkembangan anak, pengelolaan keuangan maupun menjaga kesehatan

(36)

KESIAPAN MENIKAH ISTRI DAN PERKEMBANGAN ANAK PADA KELUARGA DENGAN ISTRI YANG MENIKAH MUDA

DAN DEWASA

Marital Readiness Of Wife And Child Development Aged 3-5 Years Within Family Whose Wife Married At Young And Adult

Nurlita Tsania, Euis Sunarti, Diah Krisnatuti

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa. Desain penelitian yang digunakan adalah retrospective study dan cross sectional pada 120 contoh dari keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa yang baru memiliki anak pertama berusia 3-5 tahun. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan nyata pada beberapa karakteristik keluarga seperti jarak usia antara suami dan istri dan kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Satu dari empat wanita yang menikah muda memiliki riwayat kehamilan di luar nikah. Tingkat kesiapan menikah pada istri yang menikah muda lebih rendah dibandingkan dengan kesiapan menikah istri yang menikah di usia dewasa. Perbedaan nyata tersebut terdapat pada dimensi kesiapan sosial, emosi dan moral. Perkembangan anak tidak berbeda nyata antara kedua kelompok, namun secara keseluruhan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda terkategori sedang dan pada keluarga dengan istri yang menikah dewasa terkategori baik. Berdasarkan penelitian ini diharapkan institusi pemberdayaan keluarga lebih gencar dalam mensosialisasikan aspek kesiapan menikah, usia ideal menikah, kesehatan reproduksi remaja, dan perkembangan anak kepada para remaja ditingkat sekolah menengah atas maupun perguruan tinggi.

Kata kunci: kesiapan menikah, perkembangan anak, menikah muda ABSTRACT

(37)

high categorized. According to this study is expected to family empowerment institution to be more frequent in socialization ascpect of marital readiness, ideal age of marriage, reproduction health, and child development for adolcesent in senior high school and university.

Keywords: marital readiness, child development, early marriage

PENDAHULUAN

Sebesar 1,62 persen anak perempuan berusia 10-17 tahun di Indonesia berstatus kawin dan pernah kawin. Sebagian kecil dari jumlah tersebut, 1,54 persen diantaranya berstatus kawin dan 0,08 persen berstatus cerai (cerai hidup dan cerai mati) (BPS 2011). Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, karena dalam usia yang sangat muda anak-anak tersebut sudah mengalami perceraian baik cerai hidup maupun cerai mati (KPP dan PA 2012). Selain itu, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menyebutkan angka fertilitas remaja pada kelompok usia 15-19 tahun mencapai 48 dari 1.000 kehamilan. Angka rata-rata itu jauh lebih tinggi dibandingkan temuan SDKI 2007 yaitu 35 dari 1.000 kehamilan. Hal ini mengindikasikan bahwa jumlah anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang masih berusia muda justru meningkat.

Keutuhan perkawinan harus selalu dijaga, pasangan calon suami istri harus mempunyai bekal yang cukup agar siap dan mampu menghadapi segala kemungkinan yang terjadi dalam kehidupan berumah tangga (Arjoso 1996), salah satunya adalah faktor usia. Keadaan perkawinan antara seseorang yang menikah pada usia yang belum matang dengan seseorang yang usia sudah matang, akan menghasilkan kondisi rumah tangga yang berbeda. Emosi, pikiran dan perasaan seseorang di bawah usia masih labil, sehingga tidak bisa mensikapi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam rumah tangga dengan dewasa, melainkan dengan sikap yang lebih menonjolkan arogansi yaitu sifat yang mementingkan egonya masing-masing. Dampak dari menikah dini lainnya adalah akan sulit memperoleh keturunan yang berkualitas, abortus, perceraian, tidak ada kesiapan untuk berkeluarga, tingginya angka kematian bayi dan ibu melahirkan (Maryanti dan Septikasari 2009; Munir 2003; KPP dan PA 2012).

(38)

Penelitian yang mengkaji dampak pernikahan dini terhadap perkembangan anak sudah cukup banyak dilakukan di Negara-negara berkembang. Sekalipun demikian, penelitian ini mencoba untuk mengkaji perbedaan tingkat kesiapan menikah istri dan perkembangan anak pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa di wilayah perkotaan yang masih cukup jarang dikaji. Wilayah perkotaan yang identik dengan kemajuan di bidang pendidikan, ekonomi dan sosial nyatanya berdasarkan SDKI (2012) menunjukkan peningkatan jumlah wanita menikah berusia 15-19 tahun menjadi 32 persen dari 26 persen pada tahun 2007. Hal ini berbanding terbalik dengan yang terjadi di pedesaan, dimana pada tahun 2012 angka pernikahan dini menurun menjadi 58 persen dibandingkan lima tahun sebelumnya yang mencapai angka 61 persen. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan di Kota Depok, Jawa Barat yang menunjukkan tingginya angka perceraian pada kelompok wanita usia umur 20-24 tahun yaitu sebesar 3,30. Diperkirakan, tingginya angka perceraian perempuan berumur muda tersebut karena ketidaksiapan mereka dalam menjalani perkawinan (BPS 2010).

TUJUAN PENELITIAN

Menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, kesiapan menikah istri dan perkembangan anak usia 3-5 tahun pada keluarga dengan istri yang menikah muda dan dewasa.

MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran akan tingkat kesiapan menikah istri yang menikah muda dan dewasa di wilayah perkotaan. Penelitian ini dapat dijadikan landasan agar program sosialisasi pendewasaan usia perkawinan lebih detail meningkatkan aspek kesiapan menikah yang relatif masih rendah di beberapa wilayah. Selain itu, remaja juga bisa belajar untuk semakin mantap mempersiapkan diri sebelum memutuskan untuk menikah karena konsekuensi menikah tanpa persiapan akan berdampak juga pada perkembangan anak. Sebagai orang tua juga diharapkan semakin peka akan aspek-aspek yang perlu diajarkan kepada buah hati agar semakin siap ketika berencana akan menikah.

METODE PENELITIAN

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah kombinasi antara cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan hanya pada satu waktu dan retrospective study, yaitu penggalian informasi di masa lalu. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yaitu di Kelurahan Ratu Jaya dan Kelurahan Bojong Pondok Terong, Kecamatan Cipayung, Kota Depok. Pengumpulan data primer dilakukan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2014.

Teknik Penarikan Contoh

(39)

(1) keluarga dengan istri yang menikah usia muda (2) keluarga dengan istri yang menikah usia dewasa

Responden Penelitian ini adalah ibu. Responden tinggal di kawasan kelurahan Bojong Pondok Terong dan Ratu Jaya, Kecamatan Cipayung. Pada kelurahan Bojong Pondok Terong dipilih 9 RW, sedangkan kelurahan Ratu Jaya di pilih 7 RW secara purposive. Pemilihan RW tersebut didasarkan atas data jumlah keluarga muda terbanyak yang diperoleh berdasarkan Data Kependudukan Kelurahan. Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 120 keluarga. Pengambilan contoh dilakukan secara stratified nonproportional random sampling dengan membedakan dua strata contoh yang menikah muda dan dewasa dengan masing-masing kelompok berjumlah 60 orang. Pembedaan ini didasarkan usia ideal bagi wanita menikah program Pendewasaan Usia Perkawinan BKKBN. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi data kependudukan dan data monografi lokasi penelitian yang diperoleh dari Kantor Kelurahan dan Kecamatan setempat. Data primer diperoleh melalui hasil wawancara dengan menggunakan alat bantu berupa kuesioner yang meliputi karakteristik sosial-demografi keluarga (usia menikah, usia dan tingkat pendidikan, lama menikah, lama pacaran dan kehamilan di luar nikah) dan karakteristik ekonomi keluarga (pekerjaan dan pendapatan); kesiapan menikah istri; dan perkembangan anak (motorik kasar, motorik halus, bahasa pasif, bahasa aktif, kognitif, kemandirian dan kemampuan sosial).

Kesiapan menikah terdiri dari tujuh aspek yaitu kesiapan intelektual, moral, emosi, sosial, individu, finansial, dan mental. Instrumen ini merupakan hasil modifikasi Sunarti et al. (2012) yang dikembangkan dari indikator Personal Value Scale (Scott 1965) untuk kesiapan intelektual; Goleman (2007) untuk kesiapan emosi dan sosial; dan Rapaport dalam Duvall (1971) untuk indikator kesiapan individu, finansial dan mental. Instrumen yang digunakan untuk mengukur kesiapan menikah telah reliable dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,671. Perkembangan anak diukur dengan menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB) dari BKKBN dengan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,813.

Pengolahan dan Analisis Data

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menjelaskan karakteristik keluarga (usia suami istri, usia menikah suami dan istri, jarak usia antara suami dan istri, lama menikah, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan perkapita), karakteristik anak (jenis kelamin dan usia anak), kesiapan menikah istri dan perkembangan anak.

Gambar

Gambar 2 Kerangka Pikir Karakteristik Keluarga, Kesiapan  Menikah  Istri dan Perkembangan
Gambar 3  Prosedur pemilihan contoh
Tabel 3  Variabel, skala dan pengolahan data
Tabel 4  Model regresi linier berganda
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perkembangan responden sebagian besar normal terdiri dari perkembangan motorik kasar 84,6%, motorik halus 84,6%, perkembangan social 100%, perkembangan bahasa 92,3%

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan perkembangan motorik kasar dan motorik halus anak usia 3 – 5 tahun di play group Traju

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar pada anak dengan penyakit jantung

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perkembangan personal sosial, motorik halus, bahasa, dan motorik kasar pada anak dengan penyakit jantung

menumbuhkan aspek sosial-emosional hubungan dengan seusianya, meningkatkan keterampilan motorik halus dan kasar dan koordinasi, dan meningkatkan perkembangan kognitif,

hubungan antara pengasuhan anak ditempat penitipan dengan perkembangan anak, baik mulai dari per aspek perkembangan (personal sosial, motorik halus, bahasa dan

Stimulasi perkembangan dapat dilakukan dalam 4 aspek perkembangan yaitu stimulasi pada area motorik halus, motorik kasar, bicara dan bahasa, serta sosialisasi dan

Dengan demikian ibu akan memberikan ASI pada anak sejak dini dan perkembangan anak motorik halus, motorik kasar, bahasa, dan sosial juga dapat berkembang seoptimal mungkin Dengan