• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PIKIR

HASIL Karakteristik Keluarga

Tabel 20 menunjukkan data deskriptif karakteristik keluarga. Secara umum, usia suami dan usia istri saat ini berada pada kategori dewasa muda (usia diatas 25 tahun) dengan perbedaan usia antara suami dan istri lebih dari empat tahun. Pada saat menikah, baik usia suami maupun istri telah melewati batas ideal untuk menikah namun masih ada diantaranya yang menikah muda maupun menikah pada usia yang telah dewasa. Lama pendidikan suami dan istri sudah melampaui wajib belajar Sembilan tahun dan menunjukkan pendidikan yang cukup baik pada keduanya. Pendapatan perkapita keluarga berada diatas Rp. 700.000.

Tabel 20 Sebaran nilai minimum, maksimum, rata-rata dan standar deviasi karakteristik keluarga

Karakteristik Keluarga

Minimum-Maksimum

Rata-rata ± Standar Deviasi

Usia suami (tahun) 19-53 31,9 ± 5,8 Usia istri (tahun) 20-42 27,2 ± 4,6 Jarak usia suami dan istri (tahun) (-7)-(22) 4,7 ± 4,4 Usia menikah suami (tahun)

Usia menikah istri (tahun)

14-49 16-36

26,2 ± 5,4 21,5 ± 3,7 Lama menikah (tahun) 2-25 5,7± 3,5 Lama pendidikan suami (tahun) 6-16 10,8 ± 2,2 Lama pendidikan istri (tahun) 4-16 10,1 ± 2,3 Pendapatan perkapita (Rp/bln) 90.000- 4.000.000 789.583 ± 496.162

Karakteristik Anak

Tabel 21 menunjukkan karakteristik anak yang meliputi usia anak, jenis kelamin dan keikutsertaan sekolah. Sekitar 47 persen anak yang diamati dalam penelitian ini berusia 49-67 bulan dan sisanya sekitar 54 persen berada pada rentang usia 36-48 bulan.

Tabel 21 Sebaran usia, jenis kelamin dan keikutsertaan pendidikan prasekolah anak Kategori Jumlah (n=120) % Usia (bulan) 36-48 bulan 64 53,3 49-67 bulan 56 46,7 Rata-rata ± std 47,9 ± 8,3

Min - maks 36-67 bulan

Jenis Kelamin Laki-laki 59 49,2 Perempuan 61 50,8 Keikutsertaan Sekolah Belum sekolah 82 68,3 Sekolah (PAUD/TK/TPA) 38 31,7

Jumlah anak yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak sekitar 51 persen dibandingkan laki-laki yang hampir mencapai 50 persen. Sebanyak 32 persen anak tercatat tengah menempuh pendidikan prasekolah sedangkan sisanya dinyatakan belum bersekolah.

Kesiapan Menikah Istri

Aspek kesiapan menikah ditinjau dari tujuh aspek yaitu aspek intelektual, sosial, emosi, moral, individu, finansial dan mental istri. Tabel 22 memperlihatkan bahwa secara keseluruhan istri telah memenuhi lebih dari 50 persen pernyataan kesiapan menikah. Apabila ditinjau per dimensi kesiapan menikah, terdapat beberapa dimensi yang pencapaiannya masih rendah (dibawah 50 persen) namun juga ada yang pencapaiannya sudah berada diatas 70 persen.

Pencapaian aspek kesiapan menikah istri yang tertinggi berada pada aspek kesiapan sosial (78 persen selanjutnya adalah kesiapan moral (75 persen), kesiapan individu (67 persen), kesiapan emosi (66 persen sedangkan dimensi yang pemenuhannya masih rendah adalah kesiapan finansial dan kesiapan intelektual. Hal ini menunjukkan bahwa secara finansial maupun intelektual masih belum dipersiapkan istri dengan baik sebelum menikah padahal keduanya merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya dibandingkan aspek kesiapan menikah lainnya.

Tabel 22 Sebaran nilai rata-rata skor dan persentase aspek kesiapan menikah

Kesiapan Menikah Rata-rata %

Kesiapan intelektual 2,9 49,3 Kesiapan sosial 5,4 77,9 Kesiapan emosi 6,5 65,6 Kesiapan moral 8,3 75,1 Kesiapan individu 8,7 67,0 Kesiapan finansial 2,0 49,3 Kesiapan mental 2,1 69,0 Total 35,9 64,9

Tabel 23 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan finansial dan intelektual istri. Penelitian ini menunjukkan bahwa istri yang telah memiliki tabungan sebelum menikah tidak lebih dari 45 persen sisanya sekitar 57 persen menyatakan dirinya tidak memiliki tabungan sebelum menikah. Selain itu, tidak lebih dari 62 persen istri yang menyatakan bahwa mereka telah memiliki pengetahuan cara mengelola uang. Sisanya sebesar 38 persen menyatakan bahwa mereka belum memiliki pengetahuan cara mengelola uang sebelum menikah.

Selain masih rendahnya capaian kesiapan finansial istri, kesiapan intelektual istri juga dianggap masih rendah (pencapaian dibawah 50 persen). Hal ini ditunjukkan pada tabel 25 yang menyatakan bahwa masih sangat sedikit sekali (16 persen dari responden) yang mengikuti perkumpulan budaya sebelum mereka menikah. Selain itu, ada sebanyak 55 persen responden yang menyatakan tidak suka membaca buku ilmu pengetahuan dan mengikuti informasi perkembangan berita internasional sebelum menikah. Padahal kedua hal tersebut merupakan item penting untuk meningkatkan kesiapan intelektual responden sebelum menikah.

Tabel 23 Sebaran contoh berdasarkan item pernyataan kesiapan finansial dan kesiapan intelektual istri

Item pernyataan kesiapan finansial %

Memiliki pekerjaan tetap 66,7

Memiliki rumah sendiri 7,5

Memiliki tabungan 43,3

Memiliki investasi emas/perhiasan 60,8 Memiliki kendaraan sendiri 24,2 Memiliki pengetahuan cara mengelola keuangan 61,7 Memiliki jejaring yang banyak 87,5 Memiliki pendapatan sampingan 42,5

Item pernyataan kesiapan intelektual %

Memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk mendalami suatu hal

71,7 Mengikuti perkumpulan budaya sebagai upaya untuk

melestarikan budaya

15,8 Mencari berita untuk mendapatkan berita terbaru (melalui surat

kabar, televisi, internet)

87,5 Membaca buku mengenai ilmu pengetahuan 45,0 Saat ada peristiwa yang menggemparkan dunia, akan mengikuti

kejadian tersebut hingga selesai

45,0 Menyukai perkembangan dunia politik 30,8

Secara keseluruhan, sebaran contoh berdasarkan kategori kesiapan menikah (Tabel 24) menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen responden terkategori memiliki tingkat kesiapan menikah yang sedang (66 persen) dan tak lebih dari lima persen yang dinyatakan sudah memiliki tingkat kesiapan menikah yang tinggi.

Tabel 24 Sebaran berdasarkan kategori kesiapan menikah

Kesiapan Menikah Jumlah %

Rendah (0-60%) 36 30,0 Sedang (60-80%) 79 65,8 Tinggi (80-100%) 5 4,2 Rata-rata ± std 64,9 ± 9,5 Min – maks 39,9-84,7 Perkembangan Anak

Dimensi perkembangan anak yang diukur menggunakan instrumen Bina Keluarga Balita (BKB). Dimensi perkembangan yang pemenuhannya masih rendah pada kedua kelompok anak usia 36-48 bulan dan 48-67 bulan adalah dimensi kemandirian, masing-masing sekitar 71 persen dan 44 persen. Persentase pencapaian perkembangan tertinggi pun sama pada kedua kelompok anak usia 36-48 bulan dan 36-48-67 bulan yaitu pada dimensi sosial atau kemampuan bergaul (92 persen dan 94 persen). Hasil penelitian juga menunjukkan perbedaan nyata diantara kedua kelompok usia anak tersebut dimana perkembangan motorik dan kecerdasan anak usia 48-67 bulan lebih baik dibandingkan anak usia 36-48 bulan,

sedangkan untuk dimensi kemandirian, kelompok anak usia 36-48 bulan lebih baik dibandingkan anak usia 48-67 bulan (Tabel 25).

Tabel 25 Sebaran rata-rata skor pencapaian perkembangan anak berdasarkan dimensi perkembangan anak

Dimensi Perkembangan Usia Anak

36-48 bulan (%) 48-67 bulan (%) P-value

Motorik 71,6 79,2 0,042*

Bahasa 86,9 81,6 0,095

Kecerdasan 72,7 85,1 0,001** Kemandirian 71,1 43,7 0,000**

Sosial 91,7 94,0 0,456

Perkembangan Anak Total 76,9 80,4 0,161

Tabel 26 menunjukkan tingkat perkembangan anak yang dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Secara keseluruhan rata-rata tingkat perkembangan anak dalam penelitian ini masih dibawah 80 persen. Tak lebih dari 44 persen anak usia 36-48 bulan dan sebanyak 50 persen anak usia 48-67 bulan tergolong memiliki tingkat perkembangan kategori tinggi. Hanya sebagian kecil yang tergolong memiliki tingkat perkembangan rendah.

Tabel 26 Sebaran anak berdasarkan kategori tingkat perkembangan anak

Kategori Perkembangan Anak Anak usia 36-48 bulan Anak usia 48-67 bulan Total % % % Rendah (0-60%) 9,4 8,9 9,2 Sedang (61-80%) 46,9 41,1 44,2 Tinggi (81-100%) 43,8 50,0 46,7 Rata-rata ± std 76,9 ±13,8 80,4 ± 1,4 78.5 ± 13,7 Minimum-Maksimum 28,6 -100 42,9 -100 28,6 -100

Hubungan antara karakteristik keluarga, kesiapan menikah, dan perkembangan anak

Beberapa variabel karakteristik keluarga dan karakteristik anak memiliki hubungan dengan perkembangan anak (Tabel 27). Berdasarkan hasil uji korelasi menunjukkan bahwa beberapa karakteristik keluarga berhubungan kuat dengan kesiapan menikah dan perkembangan anak. Usia anak (p<0,05) dan lama pendidikan istri (p<0,01) memiliki hubungan positif dengan perkembangan anak, sedangkan usia suami (p<0,05), jarak usia antara suami dan istri (p<0,05) dan lama menikah (p<0,01) diketahui memiliki hubungan negatif dengan perkembangan anak (Tabel 27). Selain itu, kesiapan menikah berhubungan positif dengan perkembangan anak dengan angka koefisien korelasi 0,383. Hal ini berarti, semakin tinggi tingkat kesiapan menikah istri maka semakin baik pula tingkat perkembangan anak. Usia menikah istri (p<0,01) dan lama pendidikan istri (p<0,05) berhubungan positif dengan kesiapan menikah istri.

Tabel 27 Sebaran koefisien korelasi antara karakteristik keluarga, karakteristik anak, kesiapan menikah dan perkembangan anak

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X1 1 X2 .664** 1 X3 .615** -.181* 1 X4 -.031 -.002 -.038 1 X5 .411** .617** -.110 -.005 1 X6 .810** .317** .731** -.028 -.202* 1 X7 .446** .676** -.126 .004 -.163 .585** 1 X8 -.195* -.047 -.207* .119 -.150 -.114 .080 1 X9 -.187* -.031 .213* .087 -.253** -.035 .202* .520** 1 X10 .132 -.113 -.055 -.055 -.223** .003 .069 .151 .273** 1 X11 -.009 .079 -.095 .021 -.100 .057 .196* .137 .215** .008 1 X12 -.196* -.071 -.182* .203* -.274** -.030 .173 .158 .270** .067 .383** 1 Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; **signifikan pada p<0.01

X1= Usia Suami; X2= Usia Istri; X3= Jarak Usia Suami dan Istri; X4= Usia Anak; X5= Lama Menikah; X6= Usia menikah suami; X7= Usia menikah istri; X8=Lama Pendidikan Suami; X9= Lama Pendidikan Istri; X10= Pendapatan Perkapita; X11= Kesiapan Menikah, dan X12= Perkembangan Anak

Semakin baik tingkat kesiapan menikah istri maka perkembangan anak akan secara positif meningkat. Hasil uji hubungan yang khusus menguji per dimensi kesiapan menikah dengan perkembangan anak diperoleh hasil bahwa semakin tinggi tingkat kesiapan intelektual, sosial, individu dan finansial contoh maka akan semakin baik perkembangan anak (Tabel 28).

Tabel 28 Sebaran koefisien korelasi antara dimensi kesiapan menikah dan perkembangan anak X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X1 1 X2 -.019 1 X3 .029 .317** 1 X4 -.021 .202* .230* 1 X5 .345** .039 .12 .038 1 X6 .067 .092 .003 -.039 .171 1 X7 .230* -.008 -.018 -.034 .272** .082 1 X8 .309** .211** .124 .063 .251** .217** .115 1 Keterangan: * Signifikan pada p<0.05; **signifikan pada p<0.01

X1= Kesiapan Intelektual; X2= Kesiapan Sosial; X3= Kesiapan Emosi; X4= Kesiapan Moral; X5= Kesiapan Individu; X6= Kesiapan Finansial dan X7= Kesiapan mental

Pengaruh Karakteristik Keluarga, karakteristik anak dan dimensi kesiapan menikah terhadap perkembangan anak

Karakteristik keluarga, karakteristik anak dan kesiapan menikah memiliki pengaruh terhadap perkembangan anak. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan tiga model analisis. Model pertama menguji variabel utama kesiapan menikah terhadap perkembangan anak; model kedua menguji variabel utama kesiapan menikah dan karakteristik keluarga serta anak terhadap perkembangan anak; dan model ketiga menguji dimensi kesiapan menikah (tujuh aspek) dan karakteristik keluarga serta anak terhadap perkembangan anak.

Analisis model pertama (Tabel 29) menguji pengaruh kesiapan menikah terhadap perkembangan anak. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa kesiapan menikah berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Nilai adjusted R square yang diperoleh sebesar 14 persen dengan nilai beta 0,383. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 14 persen perkembangan anak dipengaruhi oleh kesiapan menikah, sisanya sebesar 86 persen dipengaruhi oleh variabel lainnya. Selanjutnya, setiap kenaikan satu satuan kesiapan menikah, perkembangan anak akan juga meningkat sebesar 0,383. Hal ini menegaskan bahwa semakin baik tingkat kesiapan menikah istri maka perkembangan anak pun akan semakin baik. Tabel 29 Sebaran koefisien regresi pengaruh kesiapan menikah terhadap

perkembangan anak Variabel Koefisien Tidak Terstandarisasi (B) Terstandarisasi ( ) Sig. Konstanta 42.871 0,000 Kesiapan Menikah 0,550 0,383 0,000** F 20,311 0,000 0,147 0,140 Sig R Square Adjusted R Square

Analisis regresi model kedua bertujuan untuk menguji pengaruh variabel utama kesiapan menikah dan karakteristik keluarga serta anak terhadap perkembangan anak. Hasil uji regresi menunjukkan nilai adjusted R square sebesar 27,5 persen (tabel 30). Hal ini memiliki arti bahwa sebesar 27,5 persen perkembangan anak dipengaruhi oleh kesiapan menikah dan karakteristik keluarga serta anak, sisanya sebesar 72,5 persen dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak diuji dalam penelitian ini.

Lama menikah berpengaruh negatif dengan perkembangan anak dengan nilai beta -0,286. Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama pernikahan kedua orang tua, perkembangan anak justru semakin menurun. Setiap naik satu kesatuan lama menikah kedua orang tua, perkembangan anak justru menurun sebesar 0,259. Jenis kelamin anak berpengaruh positif dengan perkembangan anak. Hal ini berarti anak yang berjenis kelamin perempuan memiliki perkembangan yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki.

Hasil uji regresi model ketiga menunjukkan nilai Adjusted R Square sebesar 0,284. Angka ini berarti sebesar 28,4 persen perkembangan anak dapat dijelaskan oleh karakteristik keluarga, karakterisik anak dan dimensi kesiapan menikah. Sisanya sebesar 71,6 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Terdapat perbedaan hasil pada model kedua dengan ketiga, pengaruh usia anak terhadap perkembangan anak yang awalnya tidak muncul di model kedua, kemudian muncul pada model ketiga. Selebihnya, secara konsisten variabel jenis kelamin anak, lama menikah, dan kesiapan menikah (kesiapan intelektual dan kesiapan individu) berpengaruh terhadap perkembangan anak (Tabel 31).

Tabel 30 Sebaran koefisien regresi pengaruh kesiapan menikah dan karakteritik keluarga terhadap perkembangan anak

Variabel Koefisien Tidak Terstandarisasi (B) Terstandarisasi ( ) Sig. Konstanta Karakteristik anak 33,850 0,032 Keikutsertaan sekolah (0=tidak sekolah; 1=sekolah) 2,659 0,091 0,320

Usia anak (bulan) 0,280 0,170 0,060 Jenis kelamin

(0=laki-laki;1=perempuan)

Karakteristik keluarga

6,428 0,236 0,005**

Usia istri (tahun) 0,134 0,045 0,787 Jarak usia suami dan istri

(tahun)

-0,230 -0,074 0,521 Lama menikah (tahun) -1,133 -0,286 0,047* Pendapatan perkapita

(Rp/bln)

9,690E-7 0,035 0,687 Lama pendidikan suami

(tahun)

Lama pendidikan istri (tahun) -0,353 0,688 -0,058 0,117 0,536 0,240

Kesiapan menikah istri Usia menikah

0,437 0,305 0,000** Usia menikah istri (0=<21

tahun; 1=≥β1 tahun) Usia Menikah suami(0=<25 tahun; 1=≥β5 tahun) 1,312 3,457 0,048 -0,118 0,725 0,345 F 4,757 0,000 0,348 0,275 Sig R Square Adjusted R Square

Kesiapan menikah (kesiapan intelektual dan kesiapan individu) memiliki pengaruh positif terhadap perkembangan anak. Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat kesiapan menikah istri, utamanya dalam aspek kesiapan intelektual dan kesiapan individu maka perkembangan anak pun akan semakin baik. Sementara itu, hasil uji regresi pada model ini juga menunjukkan variabel jenis kelamin, usia anak dan lama pernikahan yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Jenis kelamin dan usia anak memiliki pengaruh positif signifikan terhadap perkembangan anak. Artinya anak yang berjenis kelamin perempuan memiliki perkembangan yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki usia 3-5 tahun. Semakin meningkat usia anak maka perkembangan anak akan semakin baik. Pengaruh negatif ditemukan antara lama pernikahan dengan perkembangan anak dengan nilai beta -0,326. Hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan lama menikah maka perkembangan anak akan menurun sebesar 0,326.

Tabel 31 Sebaran koefisien regresi pengaruh karakteristik keluarga dan dimensi kesiapan menikah terhadap perkembangan anak

Variabel Koefisien Tidak Terstandarisasi (B) Terstandarisasi ( ) Sig. Konstanta Karakteristik anak 30,951 0,063 Keikutsertaan sekolah (0=tidak sekolah; 1=sekolah) 3,255 0,111 0,232

Usia anak (bulan) 0,302 0,183 0,045* Jenis kelamin

(0=laki-laki;1=perempuan)

Karakteristik keluarga

6,622 0,243 0,005**

Usia istri (tahun) 0,184 0,062 0,713 Jarak usia suami dan

istri (tahun)

-0,223 -0,072 0,541 Lama menikah (tahun) -1,290 -0,326 0,025* Pendapatan perkapita

(Rp/bln)

1,181E-6 0,043 0,625 Lama pendidikan suami

(tahun)

Lama pendidikan istri (tahun) Kesiapan menikah -0,416 0,510 -0,069 0,087 0,468 0,393 Kesiapan intelektual Kesiapan sosial Kesiapan emosi Kesiapan moral Kesiapan individu Kesiapan finansial Kesiapan mental Usia menikah 0,117 0,126 0,064 0,011 0,161 0,033 0,013 0,197 0,156 0,066 0,012 0,192 0,051 -0,030 0,027* 0,085 0,443 0,890 0,032* 0,553 0,727 Usia menikah istri

(0=<β1 tahun; 1=≥β1 tahun) Usia Menikah suami(0=<25 tahun; 1=≥β5 tahun) 0,460 3,021 0,017 -0,109 0,905 0,391 F 3,628 0,000 0,393 0,284 Sig R Square Adjusted R Square

Keterangan: *signifikan pada p<0.05, **signifikan pada p<0.01

PEMBAHASAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kesiapan menikah istri dan karakteristik keluarga terhadap perkembangan anak. Secara umum, hasil penelitian menunjukkan pengaruh yang kuat antara kesiapan menikah istri dan karakteristik keluarga terhadap perkembangan anak. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa tingkat kesiapan menikah istri masih relatif rendah khususnya kesiapan finansial dan kesiapan intelektual. Sebagian besar istri belum mempersiapkan diri dalam hal finansial seperti menabung, memiliki perhiasan atau investasi lainnya hingga mencari ilmu terkait pengelolaan uang sebelum menikah. Padahal, kesiapan finansial menjadi indikator penting kesuksesan pernikahan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sunarti et al. (2012) yang menyatakan bahwa dimensi kesiapan menikah istri yang pemenuhannya masih rendah adalah kesiapan finansial. Kesiapan finansial hanya dipenuhi kurang dari 50 persen istri.

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa masalah ekonomi (suami belum memiliki pekerjaan, di-PHK, atau suami meninggalkan kewajiban) menjadi dominasi penyebab perceraian yang terjadi di Indonesia (Mahayanti 2013; Pujiastuti dan Lestari 2008; Harris 2012; Muhammad 2009). Banyak keluarga yang mengalami kesulitan untuk mengatasi ketidakstabilan ekonomi (Abanyam 2013; Olson dan Defrain 2002; Sandstrom dan Huerta 2013). Memiliki pendapatan yang rendah pada awal-awal kehidupan anak menjadi prediktor yang kuat terhadap rendahnya kognisi anak dibandingkan anak pada keluarga dengan pendapatan yang lebih baik. Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi perkembangan anak sejak dini (Sandstrom dan Huerta 2013). Motif ekonomi menyebabkan istri mengajukan gugat cerai kepada suami. Kesiapan finansial istri pada prinsipnya dapat membantu keluarga ketika menghadapi masalah terkait ekonomi keluarga, ketika suami tengah mengalami masalah dalam pemenuhan nafkah maka istri yang sudah siap secara finansial dapat membantu perekonomian keluarga sementara suami berusaha mencari pekerjaan lainnya. Sinergitas antara suami dan istri sangat diperlukan dalam pernikahan. Puspitawati (2012) menekankan pentingnya kemitraan gender (antara suami dan istri) dengan saling mengerti, saling menyayangi dengan komitmen dan dedikasi tinggi membentuk dan membangun keluarga sampai hari tua. Apabila ada konflik, maka selalu dicari cara pemecahan masalah bersama dengan mengedepankan tujuan keutuhan bersama keluarga.

Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin lama pendidikan istri maka semakin baik tingkat kesiapan menikah dan perkembangan anak. Meningkatkan pendidikan pada perempuan dapat menunda pernikahan hingga usia yang lebih dewasa sehingga seiring waktu wanita bisa mempersiapkan diri dengan baik sebelum memutuskan untuk menikah. Beberapa hasil penelitian menunjukkan istri yang menikah di usia muda cenderung berpendidikan rendah sehingga belum mempersiapkan diri dengan baik ketika memasuki jenjang pernikahan (Erulkar 2013; Mulyana dan Ridwan 2009; Nasrin dan Rahman 2012).

Pendidikan tidak hanya berguna untuk menyempurnakan tingkat kesiapan menikah perempuan namun juga bermanfaat dalam mengoptimalkan tumbuh kembang anak. Hal ini dikarenakan intelektualitas seorang ibu sangat penting dalam pengasuhan anak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu berhubungan positif dengan perkembangan anak. Sejalan dengan penelitian ini, Rahmaulina dan Hastuti (2008) menyatakan semakin tinggi pengetahuan ibu mengenai gizi dan tumbuh kembang anak maka perkembangan kognitif anak semakin baik pula. Berbagai penelitian lain juga menunjukkan bahwa lama pendidikan ibu memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan kognitif, bahasa,

sosial emosi dan perkembangan anak secara keseluruhan (Hastuti et al. 2010; Hastuti et al. 2011; Latifah et al. 2009; Ardila et al. 2005).

Uji korelasi selanjutnya menunjukkan semakin muda usia suami maka perkembangan anak semakin baik. Hal ini dapat disebabkan karena keterlibatan suami yang berusia muda dalam pengasuhan anak kemungkinan lebih besar dibandingkan ayah yang berusia lebih tua. Selain itu, hasil uji korelasi menunjukkan bahwa semakin tua usia suami, lama pendidikan suami lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa suami yang lebih muda memiliki tingkat pendidikan yang lebih baik sehingga dapat mengasuh anak dengan lebih baik dibandingkan yang berpendidikan rendah. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan sangat baik bagi perkembangan anak. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa ayah yang terlibat dalam pengasuhan dan kegiatan bermain dengan anak usia balita memiliki anak-anak dengan skor IQ yang tinggi, kapasitas bahasa, kognitif, kemampuan bergaul, kemampuan sosial dan perilaku yang baik (Pruett 2000; Howard et al. 2006; Pougnet E et al. 2011; Kato et al. 2002; Allen dan Daly 2007).

Berdasarkan hasil analisis regresi dengan menggunakan tiga model, diperoleh hasil yang menguatkan bahwa jenis kelamin anak, lama menikah dan kesiapan menikah (kesiapan intelektual dan kesiapan individu) berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hanya pada model regresi ketiga yang memunculkan pengaruh positif usia anak terhadap perkembangan anak. Variabel yang terkait dengan karakteristik anak adalah jenis kelamin dan usia anak. Anak perempuan memiliki perkembangan yang lebih baik dibandingkan anak laki-laki. Hal ini sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh jenis kelamin terhadap perkembangan motorik, fisik, emosi maupun intelektualitas anak (Cho, Holditch-Davis dan Miles 2010; Preuschoff 2006 dalam Puspitawati 2012). Usia anak berpengaruh positif terhadap perkembangan anak. Semakin bertambah usia anak, maka perkembangannya semakin baik juga. Penelitian ini sejalan dengan berbagai penelitian yang menunjukkan hasil serupa bahwa usia anak berpengaruh positif terhadap kemandirian, perkembangan sosial emosi serta perkembangan motorik dan kognitif anak (Dewanggi et al. 2012; Hastuti et al. 2011; Hastuti 2009)

Faktor lain yang juga memiliki pengaruh adalah lama menikah. Istri yang menikah lebih lama memiliki anak dengan perkembangan yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena berbagai hal diantaranya faktor pendidikan dan pendapatan perkapita. Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa istri yang menikah lebih lama tercatat memiliki lama pendidikan dan pendapatan perkapita yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan anak yang rendah pada istri yang menikah lebih lama berhubungan dengan pendidikan istri dan pendapatan perkapita yang juga rendah. Sebagaimana pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa pendidikan istri berpengaruh kuat terhadap perkembangan anak. Selain itu, pendapatan memiliki pengaruh kuat terhadap perkembangan anak (Hastuti et al 2010; Latifah et al 2009). Pendapatan yang rendah pada awal-awal kehidupan anak menjadi prediktor yang kuat terhadap rendahnya kognisi anak dibandingkan anak pada keluarga dengan pendapatan yang lebih baik. Ketidakstabilan ekonomi mempengaruhi perkembangan anak sejak dini (Sandstrom dan Huerta 2013). Oleh karena itu, peningkatan pendidikan dan perbaikan pendapatan keluarga harus terus diupayakan untuk menjamin tumbuh kembang anak yang optimal.

Berdasarkan penelitian ini usia menikah istri ternyata tidak berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan anak. Hal ini bertentangan dengan hipotesis dalam penelitian ini yaitu semakin dewasa usia menikah istri maka perkembangan anak akan semakin baik. Tidak adanya pengaruh signifikan antara usia menikah istri dengan perkembangan anak sejalan dengan penelitian Gueorgueiva et al. (2001) yaitu anak-anak dari ibu yang masih muda (remaja) mengalami lebih banyak masalah selama menempuh pendidikan di Taman Kanak-Kanak, namun ketika variabel lain dimasukkan dalam analisis seperti pendidikan ibu, status pernikahan, tingkat kemiskinan dan ras, maka pengaruh tersebut menghilang. Hal ini mengindikasikan bahwa masalah yang timbul pada anak-anak dari ibu yang remaja bukan disebabkan oleh usia ibu yang masih muda namun dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiodemografi lainnya juga. Hal sebaliknya menunjukkan bahwa ibu yang lebih dewasa secara konsisten mempengaruhi perkembangan pendidikan anak.

Penelitian ini memberikan implikasi kepada institusi pemberdayaan keluarga baik itu pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, pemerhati keluarga maupun instansi pendidikan untuk turut serta mensosialisasikan pentingnya aspek kesiapan menikah, usia ideal menikah dan kesiapan menjadi orang tua bagi remaja dalam mengoptimalkan perkembangan anak di masa yang akan datang. Orang tua juga diharapkan dapat lebih peduli terhadap aspek kesiapan menikah seperti intelektual, moral, sosial, emosi, finansial, individu dan mental yang penting dalam membimbing anak-anak remaja mereka sebelum menikah.

SIMPULAN

Rata-rata usia menikah istri (21,5 tahun) dan suami (26,2 tahun) telah melampaui batas ideal. Kesiapan menikah istri secara umum termasuk dalam kategori sedang, namun untuk dimensi kesiapan finansial dan intelektual masih tergolong rendah.Usia anak dan lama pendidikan istri memiliki hubungan positif dengan perkembangan anak sedangkan usia suami, jarak usia antara suami dan istri, dan lama menikah memiliki hubungan negatif dengan perkembangan anak. Selain itu, usia menikah istri dan lama pendidikan istri berhubungan positif dengan kesiapan menikah istri.

Perkembangan anak dipengaruhi positif oleh usia anak, jenis kelamin dan kesiapan menikah (kesiapan individu dan kesiapan intelektual) namun pengaruh negatif ditemukan antara lama menikah dengan perkembangan anak. Istri yang menikah lebih lama memiliki perkembangan anak yang lebih rendah. Perkembangan anak yang rendah berhubungan dengan rendahnya pendidikan istri dan pendapatan perkapita keluarga pada istri yang menikah lebih lama.