• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN STATUS GIZI IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARUSU KABUPATEN MAROS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "GAMBARAN STATUS GIZI IBU NIFAS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARUSU KABUPATEN MAROS"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN STATUS GIZI IBU NIFAS

DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS MARUSU

KABUPATEN MAROS

Zakaria1, Rosmini2, Retno Sri Lestari1

1

Jurusan Gizi, Politeknik Kesehatan Makassar

2

Ahli Gizi RSUD Daya, Kota Makassar

Abstract

Background: Maternal nutritional status will be associated with the performance of post-partum, quality and quantity of breast milk (ASI) that will affect the nutritional status of infants.

Objective : The purpose of this study was to determine the nutritional status of postpartum by body mass index (BMI), the status of a chronic energy malnutrition (CEM)) and anemia status.

Method : Descriptive research design with a sample of 72 postpartum maternal. Samples determined purposive sampling. Primary data includes anthropometric weight measured using scale seca brand stampede to the nearest 0.1 kg, and maternal height was measured using microtoice the nearest 0.1 cm. BMI status is determined based on the index weight (kg) divided by height (m)2. Upper arm circumference were measured using MUAC tape to the nearest 0.1 cm. Hemoglobin (Hb) was measured by using the cyanmethemoglobin method Hb 201+ Hemocue tool to determine the status of maternal anemia.

Result : The results obtained in general postpartum maternal aged 19-29 years as many as 52 mothers (72.2%), educated on average completed primary school and junior high school respectively 38 mothers (52.8%) and 18 mothers (25.8%). maternal generally do not work the formal and informal sector (housewife) of 71 mothers (98.6%). The nutritional status of the mother postpartum thin as much as 15.3 (15.3%), risk KEK 16 (22.2%) and the status of anemia by 30 (41.7%).

Conclusion : Most small thin postpartum maternal status and risk of chronic energy malnutrition respectively 15.3% and 22.2%. However, the status of anemia is relatively high at 41.7%.

Recomendation : It is expected to pay attention to the intake of food consumed each day mainly animal and vegetable food sources with the aim of maintaining good nutritional status. Education programs on proper breastfeeding and the need for supplementation program held in puerperal women in order to reduce the incidence of postpartum maternal anemia.

Keywords: nutritional status, maternal postpartum

LATAR BELAKANG

Status kesehatan dan gizi ibu dan bayi sebagai penentu kualitas sumber daya manusia, semakin jelas dengan adanya bukti bahwa status kesehatan dan gizi ibu pada masa prahamil, saat kehamilannya dan saat menyusui merupakan periode yang sangat

kritis. Sebagaimana dalam periode seribu hari, yaitu 270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif karena akibat yang ditimbulkan terhadap bayi pada masa ini akan bersifat permanen dan tidak dapat dikoreksi. Dampak tersebut tidak

(2)

hanya pada pertumbuhan fisik, tetapi juga pada perkembangan mental dan kecerdasannya, yang pada usia dewasa terlihat dari ukuran fisik yang tidak optimal serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya produktivitas ekonomi (Kemenkes, 2012a).

Sampai saat ini masalah gizi anak balita dan kesehatan pada ibu masih memerlukan perhatian yang lebih serius. Hal ini dapat dilihat dari masih tingginya Angka kematian Ibu (AKI), yaitu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, angka kematian Balita (AKB) sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup, anak balita gizi kurang (underweight) sebesar 17,9 persen dan pendek (stunting) sebesar 35,6 persen. Sementara target indikator MDGs 2015 terhadap AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup, AKB sebesar 23 per 1000 kelahiran hidup dan gizi kurang pada anak

balita sebesar 15 %

(Kemenppenas/Bappenas, 2010). Sedangkan target penurunan prevalensi anak balita pendek (stunting) pada RPJMN pada tahun 2014 adalah 32 persen.

Asupan gizi yang tidak cukup, infeksi, dan pengasuhan yang tidak baik merupakan penyebab langsung gizi kurang pada bayi dan anak (UNICEF, 1999 dalam Bappenas, 2011). Hal ini berdampak tidak saja terhadap kekurangan gizi makro tetapi juga gizi mikro yang sangat perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Pemenuhan kebutuhan gizi bayi 0-6 bulan mutlak diperoleh melalui Air Susu Ibu (ASI) bagi bayi dengan ASI eksklusif (Butte at al, 2002; WHO, 2003; UU No. 36 Tahun 2009; PP N0. 33 Tahun 2012). Berdasarkan hal ini maka upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan dilakukan melalui perbaikan gizi ibu sebelum dan pada masa pemberian ASI eksklusif. World Bank (2006) mengemukakan bahwa upaya perbaikan gizi bayi 0-6 bulan didasarkan bahwa gizi kurang pada usia kurang dari 2 tahun akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kecerdasan, dan produktivitas; dimana dampak ini sebagian besar tidak dapat diperbaiki (irreversible).

Prevalensi anemia gizi besi pada ibu menyusui secarah menyeluruh belum diketahui tetapi diduga hampir sama dengan prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil dengan asumsi ibu hamil akan menjadi ibu menyusui dan tidak adanya program pemberian tablet besi pada ibu menyusui seperti pada ibu hamil. Helmayati S et al, (2007) menemukan prevalensi anemia pada ibu 6 bulan postpartum 31,65 %. Anemia yang

terjadi pada ibu menyusui akan berdampak terhadap kemampuan untuk memproduksi ASI yang cukup dimana cadangan atau jaringan ibu akan terpakai untuk memproduksi ASI sehingga ibu sangat beresiko terhadap terjadinya gizi kurang dan anemia yang lebih besar.

Salah satu alternatif memotong siklus hayati kekurangan gizi dan stunting adalah jatuh pada mata rantai status gizi dan kesehatan ibu menyusui yang merupakan faktor penentu kesehatan dan gizi bayi yang disusuinya. Oleh karena itu, penting sekali untuk mencegah kurang gizi pada masa laktasi yang dapat memperbaiki komposisi dan ukuran tubuh pada masa remaja dan dewasa kelak.

Puskesmas Marusu merupakan salah satu puskesmas di Kabupaten Maros dengan cakupan pemeberian ASI eksklusif yang rendah yaitu sekiatar 38,5,% dan tidak adanya data tentang status gizi ibu menyusui termasuk ibu nifas (Dinkes Kab. Maros, 2013). Untuk itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran status gizi ibu menyusui di wilayah Puskesmas Marusu.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan survei. Dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Marusu Kabupaten Maros pada bulan September 2013 sampai bulan Juni 2014. Sampel dalam penelitian ini adalah ibu nifas yang menyusui bayinya yang diambil secara purposive sampling sebanyak 71 ibu. Kriteria inklusi adalah ibu melahirkan secara normal dan bersedia menjadi sampel penelitian. Data primer yang dikumpulkan adalah sosial ekonomi keluarga menggunakan kuesioner, antropometri ibu nifas untuk menenukan status gizi ibu berdasarkan IMT dan status KEK. Berat badan ibu diukur menggunakan timbangan injak merek seca dan tinggi badan diukur menggunakan microtoice, lingkar lengan atas ibu diukur dengan menggunakan pita LILA, status anemia ibu ditentukan berdasarkan kadar haemoglobin ibu yang diukur dengan metode cyanmethemoglobin menggunakan alat Hemocue Hb 201+. Data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi disertai narasi.

(3)

HASIL

Tabel 1.

Karakteristik social ekonomi keluarga sampel

Karakteristik sosial ekonomi n %

Umur Ibu 16 – 18 tahun 19 – 29 tahun 30-49 tahun 5 52 15 6,9 72,2 20,8 Umur Bapak 19-29 tahun 30-49 tahun 39 33 54,2 45,8 Pendidikan Ibu Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tidak Tamat SMA Tamat SMA Perguruan Tinggi 3 38 18 2 10 1 4,2 52,8 25,0 2,8 13,9 1,4 Pendidikan Ayah

Tidak pernah sekolah Tidak tamat SD Tamat SD Tamat SMP Tidak Tamat SMA Tamat SMA Perguruan Tinggi 2 6 15 23 1 24 1 2,8 8,3 20,8 31,9 1,4 33,3 1,4 Pekerjaan Ayah

Pegawai negeri sipil (PNS) Karyawan swasta Pedagang Pengusaha Petani Buruh Lain-lain (ojek,sopir) 1 39 4 2 2 13 11 1,4 54,2 5,6 2,8 2,8 18,1 15,3 Pekerjaan ibu

Pegawai negeri sipil (PNS) IRT

1 71

1,4 98,6

Jumlah Anggota Keluar

3-4 orang 5-6 orang >7 orang 23 34 15 31,9 47,2 20,2

Jumlah Anak Balita

1 orang 2 orang 3 0rang 50 20 2 69,4 27,8 2,8 Pendapatan Keluarga < Rp. 1.000.000,- Rp. 1000.000 – Rp.2.000.000  Rp. 2.000.-000,- 18 47 7 25 65,3 9,7 Jumlah 72 100 Tabel 2.

Status gizi Ibu nifas di wilayah kerja Puskesmas Marusu

Status Gizi n %

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Kurus ( IMT < 18,5) Normal (18,5 ≤ IMT < 25) Gemuk ( IMT > 25) 11 48 13 15,3 66,7 18,1

Linkar Lengan Atas

Risiko KEK (LILA < 23,5 cm) Normal (LILA ≥ 23,5 cm) 16 56 22,2 77,8 Status Anemia Anemia (Hb < 11 mg/dl) Normal (Hb ≥ 11 mg/dl) 30 42 41,7 58,3 Jumlah 72 100,0

Wilayah Puskesmas Marusu berbatasan dengan ibu Kota Propinsi Sulawesi Selatan bagian utara , wilayah ini termasuk pengembangan kawasan industri Makassar. Sebanyak 72 sampel sukarelawan yang ikut berpartisipasi dalam penelitian ini. Tabel 1 dapat dilihat karakteristik sosial ekonomi terdiri dari jumlah anggota keluaga, umur ibu dan bapak, tingkat pendidikan ibu dan bapak, pekerjaan ibu dan bapak, pendapatan dan pengeluaran pangan keluarga, jumlah anggota keluarga dan jumlah anak balita. Pada Tabel 1 menunjukkan bahawa pada umumnya ibu nifas berumur 19-29 tahun (72,2%) dan umur ayah berkisar umur 19-49 tahun. Umur ibu dan ayah termasuk usia produktif baik untuk mendapatkan penghasilan maupun reproduksi menghasilkan keturunan.

Tingkat pendidikan keluarga sampel tergolong cukup karena pendidikan ayah rata-rata sudah berpendidikan Sekolah Lanjutan pertama (SMP) dan sekolah lanjutan atas (SMA) masing-masing 23 orang (31,9%) dan 24 orang (33,4%) yang lainnya berpendidikan sekolah dasar, namun masih ditemukan ayah yang tidak pernah sekolah. Pendidikan ibu sedikit lebih rendah di bawah ayah yaitu pada umumnya tamat sekolah dasar (SD) sebanyak 38 orang (52,8%) sebahagian kecil berpendidikan SMP dan SMA.

Pendapatan keluarga rata-rata berada pada upah minimum regional yaitu antara Rp.1000.000 – Rp.2.000.000,- sebesar 47 keluarga (65,3%). Pengeluaran pangan untuk keluarga masih tinggi yaitu sekitar 85,57 %, Sehingga keluarga sampel ini pada umumnya tergolong berpenghasilan rendah dan masuk kategori miskin.

Jumlah aggota keluarga pada umumnya 5-6 orang sebanyak 34 keluarga (47

(4)

%) dan jumlah anggota keluarga 3-4 orang sebanyak 23 keluarga (31,9). Tingginya jumlah anggota keluarga diduga karena ibu nifas yang menjadi sampel pada penelitian ini umumnya masih tinggal bersama orang tua. Umumnya keluarga mempunyai 1-2 anak.

Ibu kebanyakan tidak bekerja sehingga perolehan penghasilan pada umumnya bersumber dari ayah, pekerjaan bapak cukup bervariasi tetapi bila dihubungkan dengan perolehan penghasilan maka jenis pekerjaan ayah ini merupakan pekerjaan dengan penghasilan relatif rendah. Jenis pekerjaan pada kedua kelompok ini seperti karyawan swasta, kerja di pabrik, buruh bangunan dan tani, dagangan campuran, sayuran keliling, ikan, sopir/ojek. Pekerjaan bapak ini masih lebih banyak mengandalkan kekuatan fisik sehingga membutuhkan energi yang lebih besar. Tingginya jumlah ayah yang bekerja sebagai karyawan swasta dan buruh disebabkan karena wilayah penelitian ini dekat dengan kawasan industri Kota Makassar.

Status gizi ibu nifas di nilai berdasarkan indeks massa tubuh (IMT), lingkar lengan atas (LILA) dan status anemi sebagaimana disajikan pada Tabel 2. Status gizi ibu nifas berdasarkan IMT pada umumnya normal (18,5 ≥ IMT < 25) yaitu sebesar 48 ibu (66,7 %), sementara yang kurus sebanyak 11 ibu (15,3%) terdapat 13 ibu yang gemuk. Sedangkan ibu yang berisiko kurang energi kronik (KEK) sebesar 16 ibu nifas (22,2 %) dan normal sebanyak 56 ibu nifas (77,8%). Namun demikian ternyata ibu nifas didapatkan sebesar 30 ibu nifas (41,7%) yang masuk kategori anemia dengan kadar Hb < 11 mg/dl, selebihnya adalah normal.

PEMBAHASAN

Masa nifas (postpartum) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa ini berlangsung selama 6-8 minggu (Saifuddin et al, 2002). Status gizi periode nifas sangat diperlukan karena merupakan masa kritis baik bagi ibu maupun bagi bayi yang dilahirkannya. Ibu setelah melahirkan (nifas) secara fisiologis membutuhkan zat gizi yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita biasa (Supariasa dkk, 2002).

Menurut Atmarita (2005), status gizi ibu dapat diketahui dengan menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian menunjukkan ibu nifas yang berstatus gizi kurus (IMT<18,5) sebanyak 15,3 %. Prosentasi ibu nifas pada penelitian ini menunjukkan lebih

rendah dibandingkan dengan prosentasi status gizi ibu menyusui yang dilaporkan oleh penelitan Nadimin (2010) yaitu 62,9 % ibu menyusi yang berstatus gizi kurus di Puskesmas Moncobalang Kabupaten Gowa. Ibu nifas dengan status gizi kurus pada jangka panjang akan menghasilkan air susu ibu (ASI) yang berkualitas kurang pula, sebagai makanan utama dan yang terbaik bagi pemenuhan kebutuhan zat gizi bayinya hingga berumur 6 bulan. Menurut Nadimin (2010) status gizi ibu menyusui berhubungan dengan pola makan dan pendapatan keluarga.

Ibu nifas yang sedang menyusui memerlukan tambahan kalori, protein, vitamin dan mineral untuk produksi ASI, mengeluarkan ASI dan melindungi tubuh ibu. Kuantitas dan vareasi komposisi ASI yang dihasilkan antara lain dipengaruhi oleh makanan ibu sehari-hari. Ibu menyusui dengan gizi optimal dengan penambahan konsumsi zat-zat makanan sesuai kebutuhan akan menghasilkan ASI yang bermutu dengan jumlah yang cukup menjamin pertumbuhan dan perkembangan bayi.

Ukuran lingkar lengan atas (LILA) berhubungan dengan IMT, hasil penelitian ini menunjukan sebesar 22,2 % yang lebih tinggi dibanding dengan status gizi berdasarkan IMT pada penelitian ini. Risiko KEK ibu nifas ini lebih tingggi dari hasil penelitian Irawati A (2009) yaitu sebesar 15,9 %. LILA sudah digunakan secara umum untuk mengidentifikasi wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu menyusui yang beresiko kurang energi kronik (KEK). Departemen kesehatan menetapkan bahwa wanita usia subur berisiko KEK adalah bila ukuran LILA < 23,5 cm (Depkes, 2003). Pada ibu nifas dan menyusui yang berisiko KEK mencerminkan tidak tersedianya simpanan lemak tubuh untuk produksi ASI, dan untuk menyusui bayinya dengan optimal ibu akan mengorbankan status gizi dirinya (WHO, 2002). Menurut Irawati 2009, faktor yang berhubungan dengan risiko KEK pada ibu nifas menyusui adalah pola menyusui predominan, paritas ≤ 2 kali dan konsumsi energi dan zat gizi makro (karbohidrat, protein dan lemak < dibawah 80 % AKG.

Selanjutnya bahwa status gizi ibu nifas berdasarkan kadar haemoglobin dalam darah diperoleh sebesar 33 ibu (41,7%) ibu nifas anemia (Hb < 11 g/dL), pada umumnya termasuk kategori anemia ringan. Namun prevalensi animia tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan prevalensi anemia pada WUS berkisar 24,5 % hasil riskesdas 2007.

(5)

Tingginya prevalensi anemia pada penelitian ini diduga ibu belum pulih dari melahirkan yang mengeluarkan darah pada saat melahirkan. Selain dari pada itu menurut Setiayani (2013) kejadian anemia pada ibu menyusui dipengaruhi oleh asupan ibu dan ketidakpatuhan dalam mengkonsumsi suplemen tablet tambah darah dari tenaga kesehatan selama hamil dan masa nifas. Selain itu belum ada program pemerintah berkaitan dengan suplementasi tablet tambah darah untuk ibu menyusui pada enam bulan pertama. Pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang akan terpenuhi jika tidak ada kekurangan zat besi dan cadangan simpanan masih cukup. Apabila terjadi kekurangan zat besi secara terus menerus akan mengurangi bahkan menghabiskan cadangan zat besi yang kemudian hari akan berefek pada kejadian anemia defisiensi zat besi (Adhisti, A. 2011).

Status anemia ibu nifas (41,7 %) pada penelitian ini lebih rendah dari pada penelitan Sutiayani (2013) pada ibu menyusui 0-6 bulan yaitu 60,78%. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status bayi usia 0-6 bulan. Tidak adanya hubungan antara kejadian anemia pada ibu menyusui dengan status gizi bayi disebabkan karena hasil pengukuran hemoglobin paling rendah 8,6 mg/dL dengan rata-rata 11,75 mg/dL, dimana rata-rata tersebut masuk dalam kategori anemia ringan, hal yang sama dalam penelitian ini yaitu pada umumnya ibu nifas masuk kategori anemia ringan. Anemia ringan pada ibu menyusui hanya berpengaruh pada kualitas ASI, sedangkan untuk anemia (<8 mg/dL) akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas ASI (WHO, 2001). Keadaan Anemia ringan tidak mempunyai gejala yang tampak tetapi dalam jangka panjang akan berefek pada anemia berat dan akan menurunkan keadaan status gizi bayi secara bertahap sampai usia 2 tahun selama bayi masih mendapatkan ASI (IDAI, 2011).

KESIMPULAN

Sebagian kecil ibu nifas berstatus gizi kurus dan berisiko kurang energi kronik (KEK) masing-masing 15,3 % dan 22,2 %. Akan tetapi status anemia relatif tinggi yaitu sebesar 41,7 %.

SARAN

Diharpakan untuk memperhatikan asupan makanan yang dikonsumsi setiap

harinya terutma sumber pangan hewani dan sayuran dengan tujuan menjaga status gizi yang baik dan memperbaiki status anemia. Program penyuluhan tentang pemberian ASI yang tepat dan perlunaya diadakan program suplementasi pada ibu nifas agar mengurangi tingkat kejadian anemia pada ibu nifas.

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., Susirah S, dan Moesijanti S, 2011. Gizi Seimbang Dalam Daur Kehidupan.

Adhisti, A. 2011. Hubungan Status Antropometri dan Asupan Gizi dengan Kadar Hb dan Feritin pada Remaja Putri. Skripsi. Semarang: Badan Penerbit Unipersitas Dipenogor. Semarang. Atmarita. 2005. Nutrition Problems in

Indonesia, in Integrated International Seminar and Workshop on Lifestyle – Related Diseases. Yogyakarta, 19-20 March. Gajah Mada University, Yogyakarta.

Bappenas. 2010. Laporan Pencapai Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia 2010. Kementerian Perencanaan Pembangunanan Nasional. Jakarta Bappenas. 2011. Rencana Aksi Nasional

Pangan dan Gizi 2011-2015.

Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional. Jakarta Butte. N.F, Lopez. A, Garza. C. 2002. Nutritent

Acadequacy of Exclsive Breasfeeding for The Term Infant During The First Six Months of Live. Dalam WHO. 2003. Community Based Strategies Breastfeeding Promotion and Support in Developing Countries.

Depkes. 2003. Gizi dalam Angka. Depkes RI, Jakarta

Dinkes, 2013. Laporan Tahunan Subdin KIA Dinkes Kab. Maros.

Helmyati S, Haman H, dan Wiryatum L. 2007. Kejadian Anemia pada Bayi Usia 6 Bulan yang Berhubungan dengan Sosial Ekonomi Keluarga dan Usia Pemberian Makanan Pendamping ASI. Berita Kedokteran Masyarakat, Vol 23, No.1 : 35-40

IDAI. 2011. Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik Jilid I. Badan penerbit IDAI. Jakarta

Irawati A., 2009. Faktor Determinan Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Ibu Menyusui di Indinesia. Puslitbang Gizi dan Makanan. PGM 2009. 32(2): 82:93.

(6)

Nadimin, dkk (2010). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan status gizi ibu menyusui di wilayah Kerja Puskesmas Moncobalang Kabupaten Gowa. Medai Gizi Pangan, Vol.IX, Edisi 1, Januari – Juni 2010.

Saifuddin, A.B.,et al. (2002). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sutiayani, L., 2013. Hubungan Kejadian Anemia pada Ibu Menyusui dengan Status Gizi Bayi Usia 0-6 bulan. Artikel Penelitian. Program Studi Ilmu Gizi FK Undip. Semarang.

UNICEF. 1999. Strategy for Improved Nutrition of Children and Women in Developing Countries. dalam Asian Development

Review Volume 17 No 1,2 1999. Asian Development Bank.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tetnag Kesehatan. Jakarta.

http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/Berita4/1.uu36 -09-kesehatan.pdf. Diakses 3 Februari 2012

WHO. 2002. The Optimal Duration of Exclusive Breasfeeding: Result of a

WHO Systemaic Review.

WWW.WHO.int/nut/int-pr-2001/en/note-2001-htm. diakses, Februari 2015. WHO, UNICEF, UNU. 2001. Iron deficiency

anaemia: assessment, prevention and control, a guide for programme managers. Geneva, World Health Organization.

Referensi

Dokumen terkait

  Keywords: pengetahuan, sikap, nutrisi pada masa menyusui, status gizi kurang. 

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan status gizi ibu hamil dengan kejadian anemia di Puskesmas Gatak Kabupaten

antara status gizi dengan kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja. Puskesmas Pedan Klaten dengan pengukuran BB/TB pada kasus

Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara pola makan dengan status gizi ibu menyusui di Puskesmas Moncobalang Kabupaten Gowa.. Artinya

Yang berarti tidak terdapat hubungan antara anemia dengan status gizi pada ibu hamil di Wilayah Kerja Puskesmas Kamonji Kota Palu.. Saran dalam penelitian agar

menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan status gizi normal (gizi baik) lebih banyak pada bayi yang diberi ASI secara Ekslusif (100%), sedangkan proporsi bayi

HUBUNGAN STATUS GIZI IBU HAMIL DENGAN KEJADIAN ANEMIA DI POLI KIA PUSKESMAS KEBONG KABUPATENi. SINTANG KALIMANTAN

menunjukkan bahwa proporsi bayi dengan status gizi normal (gizi baik) lebih banyak pada bayi yang diberi ASI secara Ekslusif (100%), sedangkan proporsi bayi