• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK. Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

43

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG PERIZINAN PENDIRIAN KLINIK

2.1 Perizinan

2.1.1 Pengertian Perizinan

Dalam kamus hukum, izin (vergunning) diartikan sebagai;

“Overheidstoestemming door wet of verordening vereist gasteld voor tal van handeling waarop in het algemeen belang special toezicht vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschouwd”27

(perkenan/ izin yang berasal dari pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang di isyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya membutuhkan pengawasan khusus, yang tetapi pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang tidak diinginkan).28 Menurut Sjachran Basah, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang menerapkan peraturan dalam hal konkret berdasarkan prosedur dan persyaratan seperti ditetapkan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan.29 Menurut E. Utrecht mengatakan bahwa bilamana pembuat peraturan umum tidak melarang suatu perbuatan, tetapi masih juga memperkenankannya asal saja diadakan secara yang ditentukan untuk

27

S.JU.Fockema Andreae, 1951, Rechtsgeleerd Handwoordenboek, Tweede Druk, J.B. Wolter’ Uitgevers-maatshappij N.V., Groningen, h.311.

28

Ridwan HR, op.cit, h.54. 29

Sjachran Basah, 1995, Pencabutan Izin Salah Satu Sanksi Hukum Administrasi, Makalah Pada Penataran Hukum Administrasi dan Lingkungan di Fakultas Hukum Unair, Surabaya, h.1-2.

(2)

44

masing hal konkret, maka keputusan administrasi negara yang memperkenankan perbuatan tersebut bersifat suatu izin (vergunning).30

Menurut Bagir Manan menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang.31 Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, Izin dapat diartikan dalam pengertian luas dan pengertian sempit. Dalam pengertian luas, izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan Pemerintah, dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan larangan perundang-undangan. Dengan memberi izin, pemerintah mengizinkan pemohon untuk melakukan perbuatan yang sebenarnya dilarang. Izin memperkenankan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum harus mendapatkan pengawasan khusus atas hal tersebut.32

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M ten Berge, dalam pengertian sempit, izin adalah pengikatan aktifitas-aktifitas pada suatu peraturan. Izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat Undang-undang mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk, tercela dan tidak diinginkan Pemerintah sehingga Pemerintah dapat melakukan pengawasan. Hal

30

E. Utrecht, 1988, Pengantar Hukum Administrasi Negara Indonesia , Pustaka Tinta Mas, Surabaya, h.187.

31

Bagir Manan, 1995, Ketentuan-Ketentuan Mengenai Pengaturan Penyelenggaraan Hak Kemerdekaan Berkumpul Ditinjau Dari Perspektif UUD 1945, Makalah, Tidak Dipublikasikan, Jakarta, h.8.

32

N.M. Spelt dan J.BJ.M.ten Berge, 1993, Pengantar Hukum Perizinan, disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya, h.2-3.

(3)

45

pokok pada pengertian izin dalam pengartian sempit bahwa suatu perbuatan tidak diperbolehkan, kecuali diperbolehkan dengan tujuan agar dalam aturan-aturan yang bersangkutan dengan hal tersebut dapat dengan teliti diberikan batasan-batasan tertentu pada setiap kasus.33

Secara yuridis pengertian izin dan perizinan tertuang didalam Pasal 1 angka 8 dan 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pada Pasal 1 angka 8 ditegaskan bahwa “izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lain yang merupakan bukti legalitas, dinyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.” Pada Pasal 1 angka 9 menegaskan bahwa “Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/ kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.” Definisi izin dan perizinan didefinisikan sama dalam Pasal 1 angka 8 dan angka 9 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Perizinan Terpadu di Daerah.

2.1.2 Unsur-unsur Perizinan

Berdasarkan pengertian perizinan terdapat beberapa unsur-unsur dalam perizinan, seperti : pertama, instrument yuridis; kedua, peraturan

33 Ibid.

(4)

46

undangan; ketiga, organ pemerintah; keempat, peristiwa konkret; kelima, prosedur dan persyaratan.34

a. Instrument Yuridis

Tugas pemerintah dalam Negara hukum modern selain melakukan penjagaan keamanan dan menjaga ketertiban tetapi juga mengupayakan adanya kesejahteraan umum (bestuurzorg). Menjaga keamanan dan ketertiban merupakan sudah menjadi tugas pokok dan umum bagi pemerintah sampai saat ini, dan untuk melaksanakan tugas tersebut maka pemerintah dibekali dengan wewenang dalam bidang pengaturan yang melahirkan instrumen-instrumen yuridis dalam bentuk keputusan. Sesuai dengan sifat dari keputusan yaitu individual konkret, sehingga merupakan ujung tombak dari instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan,35 atau sebagai norma penutup dalam rangkaian norma hukum.36 Wujud dari keputusan adalah izin yang berdasarkan jenis-jenis keputusan, izin merupakan jenis keputusan yang bersifat konstitutif, yang berarti keputusan tersebut menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak ada bagi orang yang namanya di cantumkan dalam keputusan tersebut, atau “beschikkingen welke iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd

was”,37

(keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak

34

Ridwan HR, op.cit, h.201-202. 35

Sjachran Basah, op.cit, h.2. 36

Philipus M. Hadjon, et.al., 1993, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia, Gadjah Mada University Press,Yogyakarta, h.125.

(5)

47

dibolehkan).38 Izin disusun dengan ketentuan-ketentuan dan persyaratan yang berlaku bagi keputusan pada umumnya, merupakan instrumen yuridis berbentuk keputusan yang bersifat konstitutif, yang digunakan oleh pemerintah untuk menentukan peristiwa konkret.

b. Peraturan Perundang-undangan

Prinsip Negara hukum adalah wetmatigheid van bestuur atau pemerintahan harus berdasarkan peraturan perundang-undangan, yang berarti bahwa pemerintah dalam menjalankan fungsi pengaturan dan fungsi pelayanan harus didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.

Tindakan hukum pemerintah seperti pembuatan dan penerbitan keputusan izin, haruslah didasarkan atas wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau berdasarkan asas legalitas. Dalam penerbitan izin harus didasarkan atas wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, tanpa adanya wewenang tersebut maka penerbitan izin tersebut tidak sah.

Menurut Marcus Lukman, kewenangan pemerintah dalam bidang izin tersebut bersifat diskresionare power atau berupa kewenangan bebas, sehingga pemerintah diberi kewenangan untuk mempertimbangkan atas

37

C.J.N. Versteden, 1984, Inleiding Algemeen Bestuursrecht. Samsom H.D.Tjeenk Willink, Alphen aan den Rijn, h.69.

38

(6)

48

dasar inisiatif sendiri hal-hal yang berkaitan dengan izin, pertimbangan tersebut tentang :

1) Kondisi-kondisi apa yang memungkinkan suatu izin dapat diberikan kepada pemohon.

2) Bagaimana mempertimbangkan kondisi-kondisi tersebut.

3) Konsekuensi yuridis yang mungkin timbul akibat pemberian atau penolakan izin dikaitkan dengan pembatasan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

4) Prosedur apa yang harus diikuti atau dipersiapkan pada saat dan sesudah keputusan diberikan baik penerimaan maupun penolakan pemberian izin.39

c. Organ Pemerintah

Menurut Sjachran Basah, berdasarkan berbagai penelusuran penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui, bahwa dari administrasi negara tertinggi yaitu presiden sampai dengan administrasi Negara terendah seperti lurah berhak untuk memberikan izin, sehingga adanya keanekaragaman dalam pemberian izin sesuai dengan jabatan yang dijabatnya baik dalam tingkat pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.40

Menurut N.M. Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, bahwa keputusan yang memberikan izin haruslah diberikan oleh organ yang berwenang, dan hampir selalu yang terkait adalah organ pemerintah atau administrasi

39

Marcus Lukman, 1996, Eksistensi Peraturan Kebijaksanaan Dalam Bidang Perencanaan dan Pelaksanaan Rencana Pembangunan di Daerah serta Dampaknya terhadap Pembangunan Materi Hukum Tertulis Nasional, Disertasi, Universitas Padjadjaran, Bandung, h.189.

40

Sjachran Basah, 1996, Sister Perizinan Sebagai Instrumen Pengendali Lingkungan, Makalah Pada Seminar Hukum Lingkungan, Diselenggarakan Oleh KLH bekerja sama dengan Legal Mandate Compliance end Enforcement Program dari BAPEDAL, Jakarta, h.189.

(7)

49

negara. Organ-organ pada tinggat pengusa nasional adalah menteri atau tingkat penguasa-penguasa daerah.41

Dalam penerbitan izin, pejabat yang berwenang sering membutuhkan waktu yang lama, seperti pengeluaran izin memakan waktu sampai berbulan-bulan dan banyak proses yang harus dipenuhi yang tidak hanya memakan waktu dan juga biaya, sedangkan dalam dunia usaha menuntuk kecepatan dalam pengeluaran izin.42 Untuk mengatasi hal tersebut maka sering dilakukan deregulasi, yaitu peniadaan berbagai peraturan perundang-undangan yang dianggap berlebihan. Peniadaan peraturan perundang-undangan yang berlebihan berarti mengurangi campur tangan pemerintah dalam kegiatan kemasyarakatan tertentu terutama dibidang ekonomi, sehingga deregulasi dapat juga di artikan sebagai debirokratisasi.43 Pelaksanaan deregulasi sangat sering ditemukan dalam pelaksanaan perizinan, namun harus ada batasan-batasan atau rambu-rambu yang ditetapkan oleh hukum.

Deregulasi dalam peraturan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk mempermudah dan mempercepat proses perizinan haruslah dilakukan dengan batasan-batasan yang ditentukan sesuai dengan aturan

41

N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op.cit, h.11. 42

Soehardjo, 1991, Hukum Administrasi Negara Pokok-Pokok Pengertian Serta Perkembangannya di Indonesia, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, h.25.

43

Bagir Manan, 1996, Bentuk-Bentuk Perbuatan Keperdataan yang Dapat Dilakukan Oleh Pemerintah Daerah, Majalah Ilmiah Universitas Padjadjaran, No.3, Vol.14, Bandung, h.33.

(8)

50

hukum. pelaksanaan deregulasi dan debirokratisasi dalam perizinan harus memperhatikan hal-hal berikut :

1) Jangan sampai menghilangkan esensi dari sistem perizinan itu sendiri, terutama dalam fungsinya sebagai pengarah kegiatan tertentu.

2) Deregulasi hanya diterapkan pada hal-hal yang bersifat teknis administratif dan financial.

3) Deregulasi dan debirokratisasi tidak menghilangkan hal-hal prinsip dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar perizinan.

4) Deregulasi dan debirokratisasi harus memerhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik (algemene beginselen van

behoorlijk bestuur).44

d. Peristiwa Konkret

Izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk keputusan, yang digunakan oleh pemerintah untuk menentukan peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret merupakan peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu, tempat tertentu, orang tertentu, dan fakta hukum tertentu. Peristiwa konkret yang beragam sejalan dengan beragamnya perkembangan masyarakat, sehingga izin pun memiliki berbagai keragaman. izin yang memiliki jenis beragam yang dibuat dalam proses yang dipengaruhi oleh kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasi instansi yang menerbitkannya. Berbagai jenis izin dan instansi pemberi izin dapat saja berubah-ubah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku terhadap izin tersebut, namun walaupun dapat

44

(9)

51

berubah-ubah izin akan tetap ada dan digunakan dalam setiap penyelenggaraan pemerintahan dan kemasyarakatan.

e. Prosedur dan Persyaratan

Dalam memperoleh izin harus menempuh beberapa prosedur tertentu yang ditetapkan oleh pemberi izin yang dalam hal ini adalah pemerintah. Pemohon izin selain harus memenuhi prosedur tertentu juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang berbeda-beda tergantung pada jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin yang telah ditetapkan oleh pemerintah secara sepihak.

Menurut Soehino, syarat-syarat dalam izin bersifat konstitutif dan

kondisional. Bersifat konstitutif, karena ditentukannya suatu perbuatan

atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam pemberian izin ditentukan perbuatan konkret, dan apabila tidak dipenuhi maka akan dikenakan sanksi. Bersifat kondisional, karena penilaian tersebut baru dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.45

Penentuan prosedur dan persyaratan perizinan ditentukan oleh pemerintah secara sepihak, namum pemerintah tidak dapat menentukannya secara sewenang-wenang, tetapi harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dari izin tersebut. pemerintah dalam menentukan prosedur dan persyaratan perizinan tidak dapat melampaui

45

(10)

52

batas tujuan yang hendak dicapai oleh peraturan hukum yang menjadi dasar perizinan tersebut.46

2.1.3 Fungsi dan Tujuan Perizinan

Izin merupakan instrumen yuridis yang sangat penting, dikarenakan melalui izin pemerintah dapat mengontrol masyarakat untuk mengikuti apa yang diinginkan oleh pemerintah demi mencapai suatu tujuan. Izin sebagai instrumen hukum memiliki fungsi sebagai perekayasa, pengarah, dan perancang masyarakat adil dan makmur dapat terwujud. Dalam izin terkandung peryaratan-persyaratan yang merupakan sebuah pengendali untuk pemohon izin dalam memfungsikan izin tersebut.47 Izin dapat difungsikan sebagai instrumen pengendali dan instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, hal tersebut dilakukan melalui persyaratan-peryaratan dari izin tersebut dan melaksanakan yang diamanat oleh alenia keempat dari Pembukaan UUD 1945. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakan dalam fungsi menertibkan masyarakat.48 Menertibkan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yaitu melalui izin, dengan adanya persyaratan-persyaratan dalam permohonan izin makan pemerintah dapat mengontrol dan menertibkan masyarakat.

46

Ibid., h.98. 47

Sjachran Basah II, op.cit, h.3. 48

Prajudi Atmosudirdjo, 1981, Hukum Administrasi Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, h.23.

(11)

53

Tujuan perizinan sangat dipengaruhi oleh kenyataan konkret, sehingga tujuan dari perizinan dapat berbeda-beda dan beragam sesuai dengan bagaimana kenyataan konkret yang ada. Secara umum tujuan dari perizinan adalah sebagai berikut.

a. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan).

b. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).

c. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monumen-monumen).

d. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin menghuni di daerah padat penduduk).

e. Pengarahan, dengan menyeleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet”, di mana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu).49

2.1.4 Bentuk Dan Isi Perizinan

Dilihat dari sifatnya, izin merupakan keputusan yang dimuat dalam bentuk tertulis. Sebagai keputusan tertulis, Secara umum didalam izin memuat hal sebagai berikut.50

a. Organ Yang Berwenang

Dalam setiap izin organ yang berwenang sangat penting di dalam suatu izin. Pada umumnya organ yang berwenang dalam suatu izin dapat dilihat dalam kepala surat dan juga penandatanganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin. Pada umumnya organ yang paling

49

N.M.Spelt dan J.B.J.M. ten Berge, op.cit, h. 4-5. 50

(12)

54

berwenang dalam bidang izin adalah organ pemerintah, sehingga apabila didalam suatu undang-undang tidak dinyatakan dengan jelas organ mana dari lapisan pemerintah tertentu yang memiliki wewenang untuk itu, tetapi hanya menyatakan secara umum bahwa “haminte” yang berwenang, maka yang dimaksud adalah wali haminte dengan anggota pengurus harian. Dalam undang-undang untuk mencegah keraguan maka selalu dicantumkan ketentuan definisi.

b. Yang Diamanatkan

Izin lahir setelah dimohonkan oleh para pihak yang berkepentingan untuk izin tersebut, sehingga izin di tujukan kepada pihak yang berkepentingan. Pihak yang berkepentingan tersebut dapat seperti perseorangan atau badan hukum. Pemerintah sebagai pemberi izin juga tetap memperhitungkan keberadaaan pihak ketiga yang mungkin memiliki keterkaitan dengan penggunaan izin tersebut.

c. Diktum

Demi menjaminnya kepastian hukum maka keputusan yang memuat izin harus menguraikan secara jelas untuk apa izin tersebut diberikan. Dalam uraian tersebut dijelaskan mengenai akibat-akibat hukum yang ditimbulkan yang disebut dengan diktum. Diktum juga harus berisi mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dituju oleh keputusan tersebut.

(13)

55

d. Ketentuan-Ketentuan, Pembatasan-pembatasan, dan Syarat-syarat

Dalam keputusan terutama yang memuat mengenai izin, pada umumnya mengandung ketentuan-keetentuan, pembatasan-pembatasan, dan juga syarat-syarat (voorschriften, beperkingen, en voorwaarden). Ketentuan-ketentuan pada izin banyak terdapat dalam praktek Hukum Administrasi Negara, misalnya dalam undang-undang gangguan ditunjuk ketentuan-ketentuan seperti berikut.

1) Ketentuan-ketentuan tujuan (dengan maksud mewujudkan tujuan-tujuan tertentu, seperti mencegah pengotoran tanah).

2) Ketentuan-ketentuan sarana (kewajiban menggunakan sarana tertentu).

3) Ketentuan-ketentuan instruksi (kewajiban bagi pemegang izin untuk memberi instruksi-instruksi tertulis kepada personel dalam lembaga).

4) Ketentuan-ketentuan ukur dan pendaftaran (pengukuran untuk menilai kadar bahaya dan gangguan).

Dalam pembuatan keputusan khususnya yang memuat izin dimasukan pembatasan-pembatasan. Pembatasan-pembatasan dalam izin member kemungkinan untuk secara praktis melingkari lebih lanjut tindakan yang dibolehkan. Pembatasan tersebut dibentuk dengan menunjuk batas-batas dalam waktu, tempat, atau dengan cara lain. Syarat

(14)

56

dalam keputusan yang memuat izin akibat-akibat hukum tertentu digantungkan pada timbulnya suatu peristiwa di kemudian hari yang belum pasti. Dalam keputusan yang memuat izin juga dapat dimuat syarat-syarat penghapusan dan juga syarat-syarat penangguhan.

e. Pemberian Alasan

Pemberian alasan di dalam perizinan memuat beberapa hal penting seperti, penyebutan ketentuan undang-undang, pertimbangan-pertimbangan hukum, dan penetapan fakta.51 Penyebutan ketentuan undang-undang berguna sebagai aspek penting dalam menilai keputusan mengenai perizinan yang digunakan oleh para pihak terkait seperti organ pemerintah dan para pihak yang berkepentingan. Pertimbangan-pertimbangan hukum lahir dari interprestasi organ pemerintah terhadap ketentuan undang-undang, yang berperan bagi organ pemerintah untuk dapat memberikan keputusan mengenai ditolak atau diterimanya permohonan izin. Penetapan fakta merupakan interprestasi yang digunakan oleh organ pemerintah, yang tidak hanya melihat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku tetapi juga melihat fakta-fakta yang ada.

f. Pemberitahuan-Pemberitahuan Tambahan

Pemberitahuan tambahan merupakan aspek penting dalam suatu perizinan, karena dalam pemberitahuan tambahan tersebut jelaskan

51

(15)

57

mengenai akibai-akibat dari pelanggaran izin seperti sanksi-sanksi dari ketidaktaatan. Pemberitahuan tambahan juga dapat berisikan mengenai petunjuk-petunjuk bagaimana cara yang tepat untuk mengajukan permohonan-permohonan berikutnya atau dapat juga berisikan informasi umum dari organ pemerintah mengenai kebijakan-kebijakan pada saat ini maupun kemudian hari. Pemberitahuan-pemberitahuan tambahan dapat digolongkan dalam pertimbangan yang berlebihan, yang pada dasarnya terlepas dari diktum yang merupakan inti dari keputusan, sehingga secara formal seseorang tidak dapat menggugat bagian pemberitahuan tambahan pada hakim administrasi.

2.2 Klinik

2.2.1 Pengertian Klinik

Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 1 angka 7 menjelaskan bahwa, “Fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat”. Klinik merupakan salah satu dari fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dalam Pasal 1 angka 9 menyatakan bahwa “Sarana pelayanan kesehatan adalah tempat penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan yang dapat digunakan untuk

(16)

58

praktik kedokteran atau kedokteran gigi”. Klinik juga dikatagorikan sebagai sarana kesehatan, karena klinik menyelenggarakan upaya kesehatan kepada masyarakat.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang klinik, secara jelas dalam Pasal 1 angka 1 menyatakan bahwa “ Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik”.

Dalam memberikan pelayanan kesehatan pada suatu fasilitas pelayanan kesehatan atau Klinik dilakukan oleh tenaga kesehatan. Pada Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan pada Pasal 1 angka 6 menjelaskan bahwa, “Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan”.

2.2.2 Jenis Klinik

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang klinik, membedakan jenis klinik berdasarkan atas jenis pelayanannya yaitu Klinik Pratama dan Klinik Utama. Klinik Pratama merupakan jenis klinik yang memberikan pelayanan medik dasar yang mencakup pelayanan umum dan khusus. Klinik Utama merupakan jenis klinik yang memberikan pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan pelayanan medik spesialistik. Dari kedua jenis klinik tersebut, klinik pratama dan klinik utama dalam memberikan

(17)

59

pelayanan kesehatan dapat mengkhususkan kepada bidang tertentu berdasarkan disiplin ilmu atau sistem organ tertentu.

2.2.3 Pengaturan Klinik Di Indonesia

Secara umum pengaturan mengenai klinik di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dimana klinik dalam undang-undang kesehatan ini digolongkan kedalam fasilitas pelayanan kesehatan. Pengaturan mengenai fasilitas pelayanan kesehatan dalam Undang-undang Kesehatan dituangkan dalam Pasal 30 – Pasal 35, yang pada pokoknya mengatur mengenai pembagian fasilitas pelayanan kesehatan menurut jenis pelayanannya, kewajiban dari fasilitas pelayanan kesehatan, kompetensi dari manajemen kesehatan, dan hak dari pemerintah daerah dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Dalam Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik kedokteran juga mengatur mengenai klinik, namun dalam Undang-undang Praktik Kedokteran ini klinik disebut sebagi Sarana Pelayanan Kesehatan. Dalam Undang-undang ini pengaturan mengenai sarana pelayanan kesehatan lebih di ditekankan kepada kaitan antara sarana pelayanan kesehatan dengan dokter dan dokter gigi sebagai pemberi pelayanan kesehatan.

Pengaturan secara lebih khusus mengenai Klinik diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik. Dalam peraturan menteri ini sudah lebih mengkhusus karena tidak lagi menyebut secara umum sebagai fasilitas pelayanan kesehatan atau sarana pelayanan kesehatan namun sudah secara jelas menyebut sebagai klinik. Secara umum dalam

(18)

60

Peraturan Menteri Kesehatan tentang Klinik ini mengatur mengenai, ketentuan umum, jenis klinik, persyaratan klinik, perizinan, penyelenggaraan, pembinaan dan pengawasan, dan ketentuan peralihan.

Referensi

Dokumen terkait

Pada hasil percobaan kita dapat melihat bahwa gambar puncak gelombang output lebih jelas terlihat dan lebih beraturan dari gambar gelombang output pada saat nilai

kondisi lahan, topografi, kesuburan dan ketersedian saluran irigasi yang dimiliki. Semakin luas dan semakin strategis lokasi lahan, maka pajak akan lebih

jumlah peserta 40 (empat puluh) orang atau lebih, jumlah panitia yang dapat diberikan honorarium paling tinggi 10% (sepuluh persen) dari jumlah peserta dengan

DIKLAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SERTIFIKASI JP2UPD 08 2005 360 S-1 IAIN RADEN PATAH PALEMBANG MAGISTER MANAJEMEN STIE NEGARA BELITANG OKU SUMSEL 1992 2014 S-1 S-2 48 THN DARI

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis diberi kemudahan, kesabaran, kekuatan serta

Darussalam. Pengkisah merupakan saksi yang telah bekerja sebagai kepala sekolah Pondok Pesantren Sekolah Darussalam. Dari pemaparannya ketika diwawancarai, terlihat

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Todaro (2006) bahwa pada negara berkembang seperti Indonesia, baik secara nasional maupun pada tingkat

Data yang dianalisis diambil dari nilai pretest dan postest siswa.Hasil penelitian mendapatkan hasil bahwa proses pemecahan masalah siswa pada materi