• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Jenis Wacana - Sahri Muhtarom BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "2. Jenis Wacana - Sahri Muhtarom BAB II"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Wacana

1. Pengertian Wacana

Wacana (discourse) adalah satuan bahasa terlengkap. Dalam hirarki gramatikal wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana ini direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku, novel, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 1982:179).

Menurut Stubbs (dalam Tarigan, 1993:25) wacana adalah organisasi bahasa di atas kalimat atau di atas klausa, dengan perkatan lain unit-unit linguistik yang lebih besar dari pada kalimat atau klausa seperti pertukaran-pertukaran percakapan atau teks-teks tertulis secara singkat apa yang disebut teks-teks bagi wacana adalah kalimat bagi ujaran (utterance). Deese (dalam Tarigan 1993:25) berpendapat bahwa wacana adalah seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk menghasilkan rasa perpaduan atau rasa kohesi bagi penyimak atau pembaca.

Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat dirangkum pengertian wacana itu adalah seperangkat proposisi yang berhubungan dan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar yang dinyatakan dalam karangan yang utuh (buku, novel, seri ensiklopedia, dan sebagainya), paragraf, kalimat atau kata yang dapat menghasikan rasa kepaduan bagi penyimak atau pembaca.

2. Jenis Wacana

(2)

yang dihadapi. Pemahaman ini sangat penting agar proses pengkajian, pendekatan dan teknik-teknik analisis wacana yang digunakan tidak keliru.

Jenis-jenis wacana berdasarkan pendapat Mulyana (2005:51-55) dapat diklasifikasikan menurut jumlah penutur, media penyampaian, dan berdasarkan sifatnya, sebagai berikut:

a. Berdasarkan jumlah penutur

Berdasarkan jumlah penuturnya, wacana dapat di kelompokan menjadi dua, pertama wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang, wacana dialog adalah wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Uraiannya sebagai berikut:

1) Wacana monolog

Wacana monolog adalah jenis wacana yang dituturkan oleh satu orang. Umumnya, wacana monolog tidak menghendaki dan menyediakan alokasi waktu terhadap respon pendengar atau pembacanya. Penuturannya bersifat satu arah, yaitu dari pihak penutur. Beberapa bentuk wacana monolog antara lain adalah pidato, pembacaan puisi, khotbah jumat, pembacaan berita, dan sebagainya.

2) WacanaDialog

Wacana dialog adalah wacana yang dituturkan oleh dua orang atau lebih. Jenis wacana ini biasanya berbentuk tulis ataupun lisan. Wacana dialog tulis memiliki bentuk yang sama dengan wacana drama (dialog skenario, dialog ketoprak, lawakan, dan sebagainya).

b. Berdasarkan Media Penyampaian

(3)

melalui tulisan, sedangkan wacana lisan adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Uraiannya sebagai berikut yaitu:

1) Wacana Tulis

Wacana tulis (Written discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan melalui tulisan. Sampai saat ini, tulisan masih merupakan media yang sangat efektif dan efisien untuk menyampaikan berbagai gagasan, wawasan, ilmu pengetahuan, atau apapun yang dapat mewakili kreativitas manusia. Wacana tulis sering dianggap sama dengan teks atau naskah. Di dalam kajian wacana, teks atau naskah kurang diperhatikan dan kedudukannya sering dianggap hanya berkaitan dengan huruf (grafem). Padahal, gambar, tabel, lukisan, dan ilustrasi lainnya juga menjadi bagian dari wacana tulis karena wacana dapat diwujudkan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh yang berisikan amanat yang lengkap Kridalaksana (1984: 208). Contoh: artikel, surat, novel, karya ilmiah, poster, dsb.

2) Wacana Lisan

Wacana lisan (Spoken discourse) adalah jenis wacana yang disampaikan secara lisan atau langsung dengan bahasa verbal. Jenis wacana ini sering disebut sebagai tuturan (Speech) atau ujaran (utterance). Sebagai contoh sebuah informasi yang disampaikan oleh pembawa berita melalui siaran radio.

c. Berdasarkan Sifat

(4)

1) Wacana Fiksi

Wacana fiksi adalah wacana yang bentuk dan isinya berorientasi pada imajinasi. Bahasanya menganut aliran konotatif, analogis, dan multiinterpertabel. Penampilan dan rasa bahasanya dikemas secara literal atau estetis (indah). Wacana fiksi dapat dipilih menjadi tiga jenis, yaitu:

a) Wacana Prosa

Wacana prosa adalah wacana yang disampaikan atau ditulis dalam bentuk cerita atau tulisan berupa prosa (gancaran). Wacana ini dapat berbentuk tulis atau lisan. Misalnya, novel cerita pendek, artikel, dan sebagainya.

b) Wacana Puisi

Wacana puisi merupakan jenis wacana yang dituturkan atau disampaikan dalam bentuk puisi. Wacana puisi bisa berbentuk lisan maupun tulisan. Wacana puisi juga disebut sebagai wacana sastra karena puisi salah satu jenis sastra. Di dalam wacana puisi terdapat wacana puisi puitik dan wacana puisi prosaik. Wacana puisi puitik merupakan wacana puisi yang gaya kebahasanya puitis, artinya dalam pemaknaan bahasanya pembaca memerlukan metode khusus dalam pemaknaan gaya bahasanya. Sedangkan wacana puisi prosaik merupakan wacana puisi yang gaya bahasanya mudah dimengerti karena berbentuk prosa.

c) Wacana Drama

(5)

2) Wacana Nonfiksi

Wacana nonfiksi atau wacana ilmiah. Jenis wacana ini disampaikan dengan pola dan cara-cara ilmiah yang dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya. Bahasa yang digunakan bersifat denotataif, lugas, dan jalas. Selain itu, wacana fiksi juga dikatakan wacana yang bersifat faktual dan yang terkandung di dalamnya adalah nyata. Misalnya laporan penelitian, buku materi perkuliahan, petunjuk mengoprasikan pesawat terbang, artikel, opini, resensi, berita di koran/ majalah, dan sebagainya.

d. Berdasarakan Tujuan

Wacana berdasarkan tujuan, menurut Keraf (1995:6) wacana dapat di golongkan menjadi lima yaitu :

1) Wacana Narasi

Istilah narasi berasal dari bahasa Inggris narration yang berarti cerita, karena wacana narasi sering ditafsirkan sebagai cerita yang bersifat menceritakan sutau peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa sehingga menimbulkan pengertian-pengertian yang merefleksikan interpretasi penulisnya. (Marwoto dkk, 1987:152).

2) Wacana Deskripsi

(6)

3) Wacana eksposisi

Wacana eksposisi adalah paparan yang memberikan mengupas atau menguraiakan sesuatu demi sesuatu penyuluhannya (penyampain informasi), dan penyuluhan tersebut tanpa diseratai desakan atau paksaan kepada pembacanya agar menerima suatu yang dipaparkan sebagai suatu yang besar (Marwoto dkk, 1987:170). Contoh: petunjuk cara melakukan teknik sablon, petunjuk cara melakukan penyemaian benih padi, dll.

4) Wacana Argumentasi

Wacana argumentasi adalah wacana yang isinya terdiri dari paparan alasan dan penyintetisan pendapat untuk membangun suatu kesimpulan. Pada wacana tersebut, aragumentasi digunakan untuk menyakinkan kebenaran pendapat, gagasan, atauapun konsepsi, suatu berdsarkan fenomena-fenomena keilmuan yang digunakan (Marwoto, dkk, 1987:174).

5) Wacana persuasi

Wacana persuasi adalah wacana yang berisi paparan berdaya bujuk, ataupun berdaya himbauan yang dapat membangkitkan ketergiuran pembacanya untuk meyakini dan menuruti himbauan, tuturan dalam persuasif berisi ajakan agar pendengar melakukan sesuatu yang diujarkannya (Marwoto, dkk, 1987:176).

B. Wacana Tulis

(7)

peneliti cari yaitu pada poster iklan kartu seluler, peneliti akan menganalisis berdasarkan media penyampaiannya yaitu wacana tulis, karena pada poster iklan kartu seluler terdapat tindak tutur yang mewakili penutur (produsen) untuk menyampaikan maksud tuturan kepada mitra tutur (konsumen).

C. Poster Iklan Kartu Seluler

1. Poster

Poster atau plakat adalah karya seni atau desain grafis yang memuat komposisi gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di dinding atau permukaan datar lainnya dengan sifat mencari perhatian mata sekuat mungkin. Karena itu poster biasanya dibuat dengan warna-warna kontras dan kuat. Perbedaan mendasar poster dengan media promosi lainnya adalah poster dibaca orang yang sedang bergerak, mungkin sedang berkendara atau berjalan kaki. Sedangkan brosur, booklet, flyer dirancang untuk dibaca secara khusus, mungkin duduk atau sekejap dengan berdiri. Karena itu poster harus dapat menarik perhatian pembacanya seketika, dan dalam hitungan detik, pesannya harus dimengerti. Poster digunakan untuk berbagai macam keperluan, tapi biasanya hanya menyangkut satu dari empat tujuan berikut ini:

1. Mengumumkan / memperkenalkan suatu acara 2. Mempromosikan layanan / jasa

3. Menjual suatu produk

4. Membentuk sikap atau pandangan (propaganda)

(8)

tempat tertentu. Sebuah poster harus didesain agar menggugah/ menarik perhatian khalayak terhadap suatu isu, sehingga dapat menyampaikan pesan secara tepat.

(http://blog.math.uny.ac.id/srimath08/)

2. Iklan

a. Pengertian Iklan

Iklan di sini disejajarkan dengan konsep advertising. Kata advertising berasal dari bahasa Latin ad-vere yang berarti menyampaikan pikiran dan gagasan kepada pihak lain (Klepper dalam Mulyana, 2005: 63). Sementara itu Springel (dalam Mulyana, 2005: 63) menyatakan bahwa advertising adalah setiap penyampaian informasi tentang barang atau jasa dengan menggunakan media nonpersonal yang dibayar.

Iklan adalah sebuah karya kreatif yang selain menggunakan media audio visual, juga menggunakan media verbal. Untuk mencapai aspek pengingat verbal, manipulasi kata-kata dan ungkapan seringkali dilakukan secara leluasa sehingga dalam beberapa hal ada kecenderungan melanggar kaidah kebahasaan yang berlaku (Sugiyono, 2009).

(9)

Dari definisi iklan tersebut, dapat diambil kesimpulan bahwa iklan adalah penyampaian informasi kepada khalayak ramai tentang barang atau jasa yang ditawarkan melalui media massa atau media elektronik dengan menggunakan biaya sebagai pendukung yang di dalamnya mempunyai maksud membujuk, mendukung agar tertarik pada barang atau jasa yang ditawarkan.

b. Jenis-Jenis Iklan

Menurut pendapat Swasta (1996: 249-251) jenis-jenis iklan dibagi menjadi iklan barang, iklan kelembagaan, iklan nasional, regional, lokal, dan iklan pasar.

1. Iklan Barang (Product Advertising)

Dalam iklan produk, pemasang iklan menyatakan kepada pasar tentang produk yang ditawarkan. Iklan produk ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:

a. Primary Demand Advertising

Primary Demand Advertising merupakan iklan yang berusaha mendorong

permintaan suatu jenis produk secara keseluruhan, tanpa menyebutkan merk atau nama produsennya. Iklan ini berusaha menyampaikan produk secara keseluruhan tanpa menyertakan bentuk produk dan harga. Sebagai contoh iklan ini yaitu iklan rokok yang tidak menampilkan orang yang merokok, namun iklan ini hanya menyampaikan cita rasa sebuah produk rokok dengan perumpamaan.

b. Selective Demend Advertising

Selective Demend Advertising merupakan jenis iklan yang berusaha mendorong

(10)

Rata-rata iklan ini merupakan produk makanan, minuman, kendaraan bermotor, mobil, kebutuhan rumah tangga, dan lain-lain

2. Iklan Kelembagaan

Iklan kelembagaan mempunyai tujuan untuk meningkatkan citra perusahaan. Iklan ini bertujuan untuk mendukung secara materi sesuatu kegiatan, sehingga kegiatan tersebut dapat berlangsung secara terus menerus. Misalnya iklan rokok yang mensponsori kegiatan akademi olah raga, iklan rokok yang memberikan beasiswa berprestasi baik dibidang pendidikan maupun dibidang olah raga.

3. Iklan Nasional, Regional, dan Lokal

Iklan nasional merupakan iklan yang biasanya disponsori oleh produsen dengan distribusi secara nasional. Iklan ini hanya terdapat pada satu negara dan tidak ada di negara lain. Iklan ini bisa kita jumpai di media televisi, radio, koran, majalah, dan lain-lain. Sedangkan iklan regional adalah iklan yang hanya terbatas di daerah tertentu dari sebuah negara. Biasanya iklan ini berisikan iklan tentang produk yang hanya tersedia di suatu regional. Contoh: toko meubel, restoran, toko cendera mata, dan lain-lain yang diklankan di televisi regional dan koran daerah. Sementara iklan lokal merupakan iklan yang biasanya dilakukan oleh pengecer dan ditunjukkan kepada pasar lokal saja.

4. Iklan Pasar

(11)

c. Unsur Iklan

Pada umumnya struktur iklan terdiri atas beberapa unsur pokok yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu. Unsur pokok tersebut yaitu headline, subhead, caption, tagline, slogan (Wells dan Moriarty, 2008: 13).

1) Headline

Headline sering disebut sebagai judul, atau kepala tulisan, merupakan bagian terpenting dari sebuah iklan. Letaknya tidak selalu pada awal tulisan tetapi merupakan bagian pertama yang dibaca orang, karena tercetak besar dan tebal sehingga menarik perhatian pembaca. Fungsinya adalah untuk mengidentifikasi produk atau merk untuk kemudian mampu mengarahkan pembaca terhadap body copy. Yang disebut body copy yaitu uraian yang biasanya menyampaikan tiga jenis informasi, yaitu cara produk, kegunaan, dan kelebihan produk. Informasi ini juga bertujuan untuk mengarahkan tindakan nyata pada khalayaknya.

2) Subhead

Subhead merupakan sekat headline yang digunakan untuk memisahkan tipe yang tidak jelas ketika dipandang sepintas yang jumlahnya banyak sekali dalam blok percetakan yang besar, atau bisa dikatakan bahwa sebuah headline yang harus mengatakan sesuatu yang menarik dari produk yang ditawarkan kepada calon pembeli dengan suatu kalimat yang panjang, maka headline ini lazim diikuti oleh subhead.

3) Caption

(12)

4) Tagline

Tagline adalah bagian frasa pengingat yang digunakan pada bagian akhir dari iklan untuk meringkas dan memperjelas ide. Bagian ini bisa disebut sebagai bagian pengulangan dari inti sebuah iklan, hanya pada bagian ini berbentuk ringkas karena terdapat pada bagian akhir dari iklan dan hanya sebagai penjelas sebuah ide.

5) Slogan

Slogan adalah kampanye produk yang berulang-ulang dengan tujuan sebagai pengingat dan penjelas ide. Slogan dapat digunakan dalam bentuk sajak dan konstruksi paralel (pengulangan struktur kalimat atau frasa). Karena di dalam slogan konsumen mendapatkan sebuah kesan dari produk tertentu. Contoh iklan rokok: djarum 76 ”yang penting hepi”.

d. Fungsi Iklan

Menurut Swasta (1996: 246-249) ada lima fungsi iklan yaitu: memberikan informasi, membujuk dan mempengaruhi, memberikan kesan, memuaskan keinginan, dan merupakan alat komunikasi.

1) Memberikan Informasi

Iklan dapat memberikan informasi lebih banyak mengenai harga barang ataupun informasi barang lainnya yang mempunyai kegunaan bagi konsumen. Tanpa informasi orang tidak akan banyak mengetahui tentang suatu barang.

2) Membujuk dan Mempengaruhi

(13)

Dalam hal ini, iklan bisa membandingkan produk satu dengan yang lain tanpa menyebut merek dengan tujuan agar suatu pruduk benar akan kualitasnya.

3) Memberikan Kesan (Image)

Iklan akan membuat orang mempunyai kesan tertentu tentang apa yang dilakukan. Dalam hal ini, pemasangan iklan selalu diusahakan dengan sebaik-baiknya. Misalnya dengan menggunakan warna, ilustrasi dan bentuk yang menarik. Sering kali pembelian sebuah barang tidak dilakukan secara rasional atau memperhatikan nilai ekonomisnya tetapi lebih terdorong untuk memperhatikan atau meningkatkan gengsi.

4) Memuaskan Keinginan

Sebelum membeli produk kadang-kadang orang ingin terlebih dahulu mengetahui tentang keunggulan dari produk tersebut, dan harga pada suatu alat yang dipakai untuk mencapai tujuan. Tujuan itu sendiri berupa pertukaran yang saling menguntungkan dan memuaskan. Kualitas dari suatu produk bisa membuat konsumen terpikat untuk berlangganan mengkonsumsi/ menggunakan suatu produk dalam kurun waktu yang lama.

5) Merupakan Alat Komunikasi

(14)

3. Kartu Seluler

Menurut Moeliono (Peny.) (2005: 510) kartu adalah kertas tebal, berbentuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan sama dengan karcis). Adapun selular (cellular) adalah sistem komunikasi jarak jauh tanpa kabel atau selular adalah bentuk komunikasi modern yang ditujukan untuk menggantikan telepon rumah yang masih menggunakan kabel. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan kartu selular adalah kartu yang digunakan untuk berkomunikasi lewat telepon genggam tanpa menggunakan kabel.

D. Pragmatik

Bidang pragmatik dalam linguistik dewasa ini mulai mendapat perhatian para peneliti dan pakar bahasa Indonesia. Pragmatik cenderung mengkaji fungsi ujaran atau fungsi bahasa dari pada bentuk atau strukturnya. Dengan kata lain, pragmatik lebih cenderung ke fungsionalisme dari pada formalisme. Menurut Levinson (dalam Djajasudarna, 2006:4) pragmatik adalah studi terhadap semua hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatikalisasikan atau ditandai (terlukisan) di dalam struktur suatu bahasa.

(15)

Bahasa merupakan suatu sistem tanda. Sebagai salah satu sistem tanda, bahasa merupakan sistem makna yang membentuk budaya manusia. Sistem makna ini berkaitan dengan struktur sosial masyarakat. Kata-kata atau secara lebih luas bahasa yang digunakan oleh manusia memperoleh maknanya dari aktivitas-aktivitas yang merupakan kegiatan sosial dengan perantara-perantara dan tujuan-tujuan yang bersifat sosial juga (Halliday & hasan dalam wijana, 1996:5).

Pragmatik sebagai suatu cabang semiotik, ilmu tentang tanda sebenarnya telah dikemukakan sebelumnya oleh seorang filsuf yang bernama Charles Moris (dalam Schiffrin, 2007: 269). Beliau mengidentifikasikan tiga cara untuk mempelajari tanda-tanda: sintaksis adalah studi tentang hubungan formal antara tanda-tanda yang satu dengan yang lain, semantik adalah studi tentang bagaimana tanda-tanda tersebut dihubungkan dengan objek-objek yang dirujuknya atau yang dapat dirujuknya, pragmatik adalah studi tentang hubungan tanda-tanda dengan interpreter. Dengan demikian, pragmatik adalah studi tentang bagaimana interpreter menggunakan atau mengikutsertakan pemakai tanda atau penerima tanda pada saat memaparkan (pengontruksian dari interpretan) tanda itu sendiri.

Dari berbagai pengertian pragmatik di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud pragmatik adalah salah satu cabang ilmu bahasa yang mempelajari bahasa secara eksternal yaitu antara bahasa dan konteks situasi yang meliputi partisipan, tindakan partisipasi (baik tindak verbal maupun nonverbal), dan dampak-dampak tidak tutur yang diwujudkan dengan bentuk-bentuk perubahan yang timbul akibat tindakan partisipan.

E. Hubungan Wacana dan Pragmatik

(16)

dengan pragmatik. Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan konteks. Dalam yang selalu berhubungan, yakni sintaktis, semantik, dan pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur, semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun makna antar hubungan (pertimbangan makna leksikal dan makna gramatikal), dan pragmatik yang berhubungan dengan hasil ujaran (pembicara, pendengar, dan penulis, pembaca) (Djajasudarma, 2006: 54).

Keunggulan wacana dapat dipertimbangkan melalui hubungan lain gramatikal, semantik, dan leksikal. Pragmatik mencakup deitik (misalnya, sebutan kehormatan atau honorifiks), praduga (presuppositioan), dan tindak tutur (speech acts). Berdasarkan unsur-unsur itu, pragmatik mengkaji unsur makna ujaran yang tidak dapat dijelaskan melalui referensi langsung pada pengungkapkan ujaran.

Menurut Djajasudarma (2006:54) pragmatik mencakup studi interaksi antara pengetahuan kebahasaan dan unsur pengetahuan tentang dunia yang dimiliki oleh pendengar atau pembaca. Studi ini melibatkan unsur interpretatif yang mengarah pada studi tentang keseluruhan pengetahuan dan keyakinan akan koteks. Konteks merupakan ciri atau gambaran yang berfokous pada budaya dan linguistik yang sesuai dengan ujaran yang dihasilkan dan iterpretasinya. Beberapa ciri atau gambaran konteks adalah adanya pengetahuan tentang: norma (norma pembicara dan kaidah sosial), dan setatus (konsep-konsep status sosial), ruang dan waktu, tingkat formalitas, media (sarana), tema, wilayah bahasa.

Mulyana (2005:79) berpendapat bahwa pendekatan pragmatik terhadap wacana perlu mempertimbangkan faktor-faktor nonverbal seperti :

1. Para lingual (intonasi, nada, pelan, keras),

(17)

3. Proksemik (jarak yang diambil oleh para penutur),

4. Kronesik (penggunan dan strukturisasi waktu dalam interaksi).

Disamping itu yang mempelajari pragmatik mencakup empat hal yaitu: (1) dieksis, (2) praanggapan , (3) tindak tutur, dan (4) implikatur. Dibawah ini akan dijelaskan masalah tindak tutur, dimana penulis hanya membatasi penelitian ini tentang tindak tutur.

F. Aspek-Aspek Pragmatik

Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin dikomunikasikan oleh penutur sebuah tuturan, Leech (dalam Wijana, 1996:10) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Antara lain:

a. Penutur dan Lawan Tutur

Mencakup penulis dan pembaca bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulis. Aspek-aspek yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban dsb.

b. Konteks Tuturan

(18)

c. Tujuan Tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam ini bentuk-bentuk tuturan yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama. Atau sebaliknya, berbagai maksud dapat diutarakan dengan tuturan sama. Didalam pragmatik berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada tujuan (goal oriented activities).

d. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas

Ini akan terjadi bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang abstrak, seperti kalimat pada studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik, dsb. Pragmatik berhubungan dengan tindakan verbal yang terjadi dalam situasi tertentu dalam hubungan ini pragmatik menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkrit dibandingkan dengan tata bahasa.

e. Tuturan sebagai Produk Verbal

Tuturan yang digunakan didalam rangka pragmatik seperti yang dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak verbal. Dalam hal ini ada perbedaan antara kalimat (sentence) dengan tuturan (utturance). Keberhasilan komunikasi selain ditentukan oleh persamaan bahasa, juga ditentukan oleh persamaan pengetahuan mengenai konteks yang melingkupi selama komunikasi berlangsung. Aspek-aspek tersebut sangat berpengaruh pada keefektifan ujaran. Jadi tuturan yang digunakan pragmatik merupakan tindak tutur. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.

G. Kajian Tindak Tutur

(19)

Istilah mengenai tidak tutur mula-mula diperkenalkan oleh J.L. Austin 1956, seorang guru besar di Universitas Harvard. Tindak tutur merupakan hal yang fenomena dalam masalah yang luas yang lebih dikenal dengan istilah pragmatik. Dalam pragmatik tindak tutur menelaah makna menurut penafsiran pendengar.

Searle (dalam Rohmadi, 2004:29) mengatakan tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, pertanyaan, perintah atau yang lainnya. Tindak tutur (speech art) adalah gejala individual yang bersifat psikologi dan keberlangsungan ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu (Chaer, 2007: 49). Beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah aktivitas tindakan dengan menuturkan sesuatu. Misalnya, tindakan mengusir dapat dilakukan dengan tuturan "sudah jam sembilan Mas". Maksud tuturan ini adalah tindakan mengusir bukan menunjukkan waktu.

Tindak tutur adalah suatu kalimat yang diproduksikan oleh seseorang dengan melihat pada situasi dalam berlangsungnya komunikasi yang dapat berbentuk pertanyaan, pernyataan, ataupun perintah.

b. Bentuk-Bentuk Tindak Tutur

Searle (dalam Wijana, 1996: 17) mengemukakan bahwa bahasa secara pragmatik setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan penutur yakni:

1) Tindak Lokusi

(20)

adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti berkata atau tindak tutur dalam berbentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer, 2007: 53). Tindak lokusi yang merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakana (Yule, 2006: 83). Tindak lokusi adalah tindak tutur yang relatif paling mudah untuk diidentifikasi karena pengidentifikasiannya cenderung dapat dilakukan tanpa rnenyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur (Wijana, 1996: 18). Menurut Rohmadi (2004:30) menjelaskan bahwa tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu. Makna lokusi:

a. Lokusi Pernyataan/ Informasi

Tipe pernyataan ini juga merupakan lokusi, yakni menyatakan sesuatu kepada pendengar. Lokusi dalam tipe ini merupakan lokusi tidak langsung, karena hanya merupakan berita, agar pendengar percaya dengan hal yang dituturkan oleh pembicara. Bentuk pernyataan ini mempunyai ciri intonasi netral dan tidak ada suatu bagian yang lebih dipentingkan dari yang lain. Lokusi pernyataan/ informasi dinyatakan dengan kalimat.

b. Lokusi Perintah

Bentuk perintah mengandung ciri utama bahwa tipe ini merupakan cara untuk mengungkapkan lokusi yang bersifat perintah dan larangan.

Ciri-ciri bentuk perintah:

1) intonasi keras (terutama perintah biasa dan larangan),

2) kata kerja vang mendukung isi perintah itu biasanya merupakan kata dasar.

c. Lokusi Pertanyaan

(21)

hina pendengar dengan jalan memberikan kesempatan untuk menyatakan persetujuanya atau penolakan atas pernyataan pembicara. Fungsi bentuk tanya adalah mengemukakan pernyataan dan permintaan, tetapi keduanya merupakan jenis permintaan. Perbedaan keduanya adalah pernyataan meminta tindakan verbal dan permintaan meminta tindakan nonverbal.

Ciri-ciri pertanyaan:

1) Intonasi yang digunakan adalah intonasi tanya, 2) Sering mempergunakan kata tanya,

3) Dapat pula mempergunakan partikel tanya - kah.

2) Tindak Ilokusi

Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang mengandung maksud dan fungsi atau daya ujar. Tindak tutur ilokusi dapat diidentifikasi sebagai tindak tutur yang berfungsi untuk menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu (Wijana, 1996: 18). Ilokusi disebut sebagai the act of doing something. Menurut Rohmadi (2004: 31) adalah tindak tutur vang berfungsi untuk mengatakan atau menginformasikan sesuatu dan dipergunakan untuk melakukan sesuatu.

Ilokusi mempunyai kekuatan yaitu sifat atau ujaran yang diucapkan oleh pembicara dengan intonasi dalam konteks tertentu, sehingga pendengar mengenal kembali yang dikerjakan oleh pembicara, ketika pembicara mengucapkan sesuatu. Oleh sebab itu, tindak ilokusi mempunyai kategori ilokusi. Menurut Searle (dalam Rohmadi, 2004: 32) kategori ilokusi dibedakan menjadi lima jenis, yaitu:

(22)

b) Direktif, ialah tindak tutur yang dilakukan oleh penuturnya dengan maksud agar mitra tutur melakukan tindakan yang disebut dalam ujaran itu, misalnya: menyuruh, memohon, menyarankan, dan menantang.

c) Ekspresif, ialah tindak tutur yang dilakukan dengan maksud agar ujarannya yang diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan dalam ujaran itu, misalnya:memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, dan mengeluh.

d) Komisif, ialah tindak tutur yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan segala hal yang disebutkan dalam ujarannya, misal: berjanji, bersumpah, atau mengancam.

e) Deklarasi, ialah tindak tutur yang dilakukan si penutur dengan maksud untuk

menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru, misalnya: memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, dan memaafkan.

Ilokusi adalah sebuah tuturan selain berfungsi untuk mengatakan atau informasikan sesuatu, dapat dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Menurut Ibrahim (2004: 16-43) menyebutkan macam-macam tindak tutur ilokusi meliputi:

a) Ilokusi konstatif (conatatives)

Secara umum konstatif merupakan ekspresi kepercayaan yang dibarengi dengan maksud sehingga mitra tutur membentuk atau memegang kepercayaan yang serupa. Konstatif yang ditemukan oleh Ibrahim (2004: 16) yaitu sebagai berikut:

(1) Asertif (assertives): (menyatakan, mengemukakan, menyampaikan, mengklaim, menolak, menunjukkan, mempertahankan, menyampaikan, mengatakan).

(23)

(4) Deskriptif (descriptives): menilai, menghargai, mengkategorikan, mengkarakterisasikan, mengklarifikasikan, mendeskripsikan, mendiagnosa, mengevaluasi, mengidentifikasi, memotret, merangking.

(5) Askriptif (asckriptives): menyatukan, mengatribusikan, memprediksi.

(6) Informatif (informatives): menasehati, mengumumkan, menginformasikan, menekankan, melaporkan, menunjukkan, menceritakan.

(7) Konfirmatif (comfirmatives): menilai, mengevaluasi, menyimpulkan, mengkonfirmasi, mendiagnosa, menemukan, memutuskan,

memvalidasi, membuktikan.

(8) Konsesif (consessives): mengakui, menyetujui, membolehkan, mengizinkan, menganugrahi, memiliki.

(9) Retraktif (retractives): membenarkan, menolak, menyangkal, membantah, menyanggah, menarik kembali.

(10) Asentif (asentives): menerima, menyepakati, menyetujui, menolak.

(11) Dissentif (dissentives): membedakan, menidaksepakati, menidaksetujui, menolak.

(12) Disputatif (disputative.s): keberatan, memprotes, mempertanyakan. (13) Responsif (responsives): menjawab, membahas, merespon.

(14) Sugestif (sugestives): menerka, menebak, menyarankan.

(15) Suppositif (suppossitives): mengasumsikan, memperkirakan, berteori.

b) Direktif

(24)

(1) Reqeustives: meminta, mengemis, memohon, menekan, mengundang, mendoa, mengajak, mendorong.

(2) Question: bertanya, menginterogasi,

(3) Requirements: memerintah, menghendaki, menuntut, mengarahkan. (4) Probilitives: melarang, membatasi.

(5) Permissives: menyetujui, membolehkan, memperkenankan, memaafkan, mengabulkan.

(6) Advisories: menasehati, memeringatkan, menyarankan, menyusulkan.

c) Komisif

Merupakan tindak kewajiban seseorang atau menolak untuk mewajibkan seseorang agar rnelakukan sesuatu yang dispesifikasikan dalam isi proposisinya, yang bisa juga menspesifikasi kondisi-kondisi tempat isi itu dilakukan atau tidak dilakukan.

Ada dua komisif (comssives) yaitu: (1) Promises: mengizikan

(2) Offers: menawarkan, mengusulkan

d) Ilokusi Acknowledgment

Acknowledgments mengekspresikan perasaan tertentu kepada mitra tutur, baik yang berupa rutinitas maupun yang rumit. Macam-macam:

(1) Appoligize : permintaan maaf

(2) Condole : mengucapkan belasungkawa (3) Congratulate: mengucapkan selamat (4) Greet: mengucapkan salam

(25)

(6) Bid : mengharap (7) Accept: penerimaan (8) Reject: menolak

Penulis mengunakan gabungan teori yang ada pada Searle (dalam Rohmadi, 2004:32) dengan Ibrahim yaitu diantaranya: Representatif, Direktif, Komisif, Ekspresif, Konstatif, dan acknowledgment.

a) Representatif

Tindak tutur representatif adalah tindak tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang di ujarkannya. Jenis tindak tutur ini sering juga disebut juga tindak tutur asertif. Adapun yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini adalah tuturan-tuturan menyatakan, menuntut, mengakui, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan, memberikan kesaksian, berspekulasi dan sebagainya.

b) Direktif

Tindak tutur direktif sering juga disebut dengan tindak tutur impositif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar mitra tutur melakukan tindakan yang di sebutkan di dalam tuturan itu. Adapun yang termasuk ke dalam jenis tindak tutur ini antara lain memaksa, mengajak, meminta, mendorong, menasehati, bertanya, memaafkan, menyuruh, menagih, mendesak, memohon, menyarankan, memerintah, memberikan aba-aba, dan menantang.

c) Komisif

(26)

d) Ekspresif

Tindak tutur ekspresif adalah tindak tutur yang dimaksudkan penuturnya agar ujarannya diartikan sebagai evaluasi tentang hal yang disebutkan didalam tuturan itu. Tuturan-tuturan memuji, mengucapkan terima kasih, mengkritik, mengeluh, menyalahkan, mengucapkan selamat, dan menyanjung termasuk. kedalam jenis tindak tutur ekspresif.

e) Konstatif

Tindak tutur konstatif adalah ekspresi kepercayaan seseorang yang dilakukan oleh penutur agar mitra tutur percaya tentang maksud yang dikatakan. Seperti; menyatakan, memprediksi, melaporkan, mengidentifikasi, menyatukan, menginformasi, mengkonfirmasi, menyetujui, menolak, menerima, membedakan, mempertanyakan, menjawab, menyarankan, dan memperkirakan. Tindak tutur acknowledgments tidak digunakan dalam penelitian ini.

3) Tindak Perlokusi

Wijana (1996: 19) menjelaskan bahwa tindak perlokusi adalah efek bagi yang mendengarkan. Perlokusi menurut Chaer (2007: 53) adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik dari orang lain. Sedangkan menurut Leech (1993:323) menyebutkan bentuk-bentuk tindak perlokusi sebagai berikut:

(1) bring to learn that (membuat / tahu bahwa), (2) persuade (membujuk),

(27)

(6) frighten (menakuti), (7) a muse (menyenangkan),

(8) get h to do (membuat t melakukan sesuatu), (9) inspire (mengilhami),

(10)impress (mengesankan),

(11)distact (mengalihkan perhatian),

(12)get h to think about (membuat t berpikir tentang), (13)relieve tenson (melegakan),

(14)embarrass (mempermalukan),

c. Jenis Tindak Tutur

Jenis tindak tutur dapat diikhtisarkan, bahwa tindak tutur dalam bahasa Indonesia terdapat delapan macam jenis tindakan yang dapat berlangsung dalam komunikasi. Wijana (1996: 29-35) menyebutkan sebagai berikut:

1) Tindak Tutur Langsung

Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (declaratif), kalimat tanya (introgrative), dan kalimat perintah (imperatif). Secara konvensional kalimat berita (declaratif) digunakan untuk memberikan sesuatu

(informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, kalimat perintah untuk

menyatakan perintah, menyuruh atau mengajak, atau permohonan. Contoh: “Saya yang membawa kertas itu.”

Kalimat tersebut merupakan tindak tutur langsung, karena merupakan kalimat berita.

2) Tindak Tutur Tidak Langsung (indirect speech act)

(28)

sembilan ya mas, pantas saja udara sudah terasa dingin”. Pada tuturan tersebut penutur tidak menyuruh langsung untuk pulang, namun hanya menyatakan bahwa sudah jam sembilan dan udara mulai dingin.

3) Tindak Tutur Literal (literal speech act)

Tindak tutur literal adalah tindak tutur yang maksudnya sama dengan makna kata-kata yang menyusunnya. Artinya apa yang diucapkan oleh si penutur maknanya sama, tidak berlainan dengan apa yang diucapkan. Sebagai contoh lihat kalimat dibawah ini:

“Wajah gadis itu sangat cantik.”

jika diutarakan dengan maksud untuk memuji atau mengagumi kecantikan wanita yang dibicarakan, maka kalimat itu merupakan tindak tutur literal.

4) Tindak Tutur Tidak Literal (nonliteral speech act)

Tindak tutur tidak literal adalah tindak tutur yang maksudnya tidak sama dengan atau berlawanan dengan makna kata-kata yang menyusunnya.

Misalnya: “Suaramu bagus” (tapi kamu tidak usah menyanyi).

Penutur bermaksud mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek, yaitu dengan mengatakan “Tak usah menyanyi”. Tindak tutur pada kalimat (2) merupakan tindak tutur tak literal.

5) Tindak Tutur Langsung Literal (direct literal speech act)

(29)

Contoh:

1. Tuliskan berita itu!

2. Dian anak yang nakal.

3. Di mana kambingmu kamu jual din?

6) Tindak Tutur Tidak Langsung Literal (indirect literal speech act)

Tindak tutur tidak langsung literal adalah tindak tutur yang diungkapkan dengan modus kalimat yang tidak sesuai dengan maksud penutur. Dalam tindak tutur ini maksud memerintah diutarakan dengan kalimat berita atau kalimat tanya.

Misalnya : “ Piringnya kotor semua ”. Kalimat itu jika diucapkan seorang ibu kepada anaknya bukan saja menginformasikan, tetapi sekaligus menyuruh untuk mencucinya.

7) Tindak Tutur Langsung Tidak Literal (direct nonliteral speech act)

Tindak tutur langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat yang sesuai dengan maksud tuturan, tetapi kata-kata yang menyusunnya tidak memiliki makna yang sama maksud penuturnya.

Misalnya : “ Suaramu bagus, kok ”. Penuturnya sebenarnya ingin mengatakan bahwa suara lawan tuturnya jelek.

8) Tindak Tutur Tidak Langsung Tidak Literal (indirect nonliteral speech act)

Tindak tutur tidak langsung tidak literal adalah tindak tutur yang diutarakan dengan modus kalimat dan makna kalimat yang tidak sesuai dengan maksud yang hendak diutarakan.

Gambar

gambar dan huruf di atas kertas berukuran besar. Pengaplikasiannya dengan ditempel di
gambar, sejak makin banyaknya visual sejenis yang membingungkan. Peran sebuah

Referensi

Dokumen terkait

Bahasa figuratif merupakan bahasa yang digunakan pedendang atau penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengung-

Simpulan merupakan kata-kata yang menyatakan hasil dari sesuatu yang telah disampaikan atau dibahas sebelumnya. Dari hasil analisis wacana berita harian Kendari Pos edisi

Diabetes memiliki 2 tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan hasil dari reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, kemudian diabetes tipe 2

Simpulan merupakan kata-kata yang menyatakan hasil dari sesuatu yang telah disampaikan atau dibahas sebelumnya. Dari hasil analisis wacana berita harian Kendari Pos edisi

Etika peserta didik merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan dalam proses pembelajaran baik secara langsung maupun tidak langsung, Al- ghazali mengemukakan ada

Bahasa figuratif merupakan bahasa yang digunakan pedendang atau penyair untuk menyatakan sesuatu dengan cara yang tidak biasa, yakni secara tidak langsung mengung-

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa wacana argumentasi merupakan jenis wacana yang isinya berusaha mempengaruhi sikap dan pendapat pembaca atau pendengar dengan

Diener (2007) juga menyatakan bahwa satisfaction with life merupakan bentuk nyata dari happiness atau kebahagiaan dimana kebahagiaan tersebut merupakan sesuatu yang