• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Diabetes Melitus 2.1.1 Deinisi Diabetes Melitus

Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan tubuh tidak dapat melepaskan insulin secara adekuat, sehingga kadar glukosa didalam darah tinggi (Suryati, 2021).

Diabetes melitus atau penyakit kencing manis merupakan penyakit menahun yang dapat diderita seumur hidup (Neng Intan, Debbie Dahlia, 2022). Diabetes Melitus merupakan penyakit gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah melebihi batas normal. Penyakit ini ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah dimana terdapat penurunan melakukan kemampuan untuk merespon terhadap insulin maupun adanya penurunan pembentukan insulin oleh pankreas (Neng Intan,2022).

Diabetes memiliki 2 tipe yakni diabetes melitus tipe 1 yang merupakan hasil dari reaksi autoimun terhadap protein sel pulau pankreas, kemudian diabetes tipe 2 yangmana disebabkan oleh kombinasi faktor genetik yang berhubungan dengan gangguan sekresi insulin, resistensi insulin dan faktor lingkungan seperti obesitas, makan berlebihan, kurang makan, olahraga dan stres, serta penuaan (Chaudhary, 2018).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus

Berdasarkan dari kelas klinis (klasifikasi diabetes mellitus dibagi menjadi empat yaitu, DM tipe 1, hasil dari kehancuran sel β pankreas, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut, DM tipe 2, hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif yang menjadi latar belakang terjadinya resistensi insulin, Diabetes tipe spesifik lain, misalnya gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AID atau setelah transplantasi organ), dan gestational diabetes mellitus (Rahmasari, 2019).

(2)

Klasifikasi diabetes melitus berdasarkan etiologi menurut (PERKENI, 2019) adalah sebagai berikut :

a. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes melitus yang terjadi akibat kerusakan atau destruksi sel beta di pankreas. Kerusakan ini berakibat pada keadaan defisiensi insulin yang terjadi secara absolut. Penyebab dari kerusakan sel beta antara lain autoimun dan idiopatik.

b. Diabetes melitus tipe 2

Penyebab diabetes melitus tipe 2 seperti yang diketahui adalah resistensi insulin. Insulin dalam jumlah yang cukup tetapi tidak dapat bekerja secara optimal sehingga menyebabkan kadar gula darah tinggi didalam tubuh. Defisiensi insulin juga dapat terjadi secara relatif pada penderita diabetes melitus tipe 2 dan sangkan mungkin terjadi defisiensi insulin absolut.

c. Diabetes melitus tipe lain

Penyebab diabetes melitus tipe lain adalah bervariasi. Diabetes melitus tipe ini dapat disebabkan oleh defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati pankreas, obat, zat kimia, infeksi, kelainan imunologi, dan sindrom genetik lainnya yang berkaitan dengan diabetes melitus.

d. Diabetes melitus gestasional

Diabetes melitus yang terjadi setelah diagnosis pada trimester kedua atau ketiga pada masa kehamilan, yang dimana sebelum masa kehamilan tidak didapatkan diabetes melitus.

2.1.3 Etiologi Diabetes Mellitus

Menurut Decroli (2019), etiologi dari diabetes mellitus type 2 : a. Resistensi Insulin

Resistensi insulin adalah adanya konsentrasi insulin yang lebih tinggi dari normal yang dibutuhkan untuk mempertahankan normoglikemia.

Insulin tidak dapat bekerja secara optimal di sel otot. Lemak dan hati akibatnya memaksa pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak. Ketika produksi insulin oleh sel beta pankreas

(3)

tidak adekuat untuk digunakan dalam mengkompensasi peningkatan resistensi insulin, maka kadar glukosa darah akan meningkat.

b. Disfungsi Sel Beta Pankreas

Disfungsi sel beta pankreas terjadi akibat dari kombinasi faktor genetik dan faktor lingkungan. Beberapa teori yang menjelaskan bagaimana kerusakan sel beta mengalami kerusakan di antaranya teori glukotoksisitas (peningkatan glukosa yang menahun), lipotoksisitas (toksisitas sel akibat akumulasi abnormal lemak), dan penumpukan amiloid (fibril protein didalam tubuh).

c. Faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang juga memegang peranan penting dalam terjadinya penyakit DMT2 yaitu adanya obesitas, makan terlalu banyak, dan kurangnya aktivitas fisik. Penelitian terbaru telah meneliti adanya hubungan antara DMT2 dengan obesitas yang melibatkan sitokin proinflamasi yaitu tumor necrosis factor alfa (TNFa) dan interleukin-6 (IL-6), resistensi insulin, gangguan metabolisme asam lemak, proses selular seperti disfungsi mitokondria, dan stres retikulum endoplasma. Umumnya diabes mellitus disebabkan karena rusaknya sel-sel B pulau Langerhans pada pankreas yang bertugas menghasilkan insulin, oleh karena itu terjadilah kekurangan insulin.

(Eva Decroli, 2019).

2.1.4 Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus

Berkurangnya sekresi insulin dan gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein mengakibatkan komplikasi DM.

Pengontrolan kadar glukosa darah pada penderita diabetes dapat mencegah terjadinya komplikasi (Chatterjee dan Davies 2015, Allen dan Gupta 2019).

Komplikasi diabetes akan meningkatkan morbilitas dan kematian (Papatheodorou et al. 2016). Beberapa komplikasi penyakit akibat DM, di antaranya adalah penyakit kardiovaskular, gangguan ginjal, peradangan, dan obesitas. Studi epidemiologis menunjukkan bahwa jenis kelamin, usia, dan latar belakang etnis merupakan faktor penting dalam perkembangan

(4)

komplikasi DM. Penderita diabetes memiliki risiko komplikasi yang menyebabkan terjadinya kematian (Olokoba et al. 2012).

Secara umum komplikasi yang terjadi dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

(1) Komplikasi akut metabolik, berupa gangguan metabolit jangka pendek seperti hipoglikemia, ketoasidosis, dan hiperosmolar; dan (2) Komplikasi lanjut, komplikasi jangka panjang yang mengakibatkan makrovaskular (penyakit jantung koroner, penyakit pembuluh darah perifer dan stroke), mikrovaskular (nefropati, retinopati dan neuropati), dan gabungan makrovaskular dan mikrovaskular (diabetes kaki). Penyebab kematian pada orang tua penderita diabetes akibat degradasi makrovaskular lebih banyak dibandingkan dengan mikrovaskular (Mane et al. 2012, Pasquel dan Umpierrez 2014, Rhee dan Kim 2015, Asmat et al. 2016, Kabel et al. 2017, Goguen dan Gilbert 2018).

2.1.5 Faktor Resiko Diabetes Melittus

Menurut (Fatimah, 2015), Faktor lain yang terkait dari diabetes mellitus yaitu sebagai berikut :

a. Obesitas/Kegemukan

Adanya hubungan antara obesitas dengan kadar glukosa darah.

Jika derajat kegemukan dengan IMT >23 bisa menyebabkan peningkatan kadar glukosa darah menjadi 200mg.

b. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah pada hipertensi memiliki hubungan yang erat dengan tidak tepatnya penyimpanan garam dan air ataupun meningkatnya tekanan dari dalam tubuh pada sirkulasi pembulu darah perifer.

c. Riwayat Keluarga Diabetes Mellitus

Penderita diabetes mellitus diduga memiliki bakat diaetes karena gen resesif, sehingga penderita diabetes mellitus dianggap

(5)

memiliki gen diabetes. Hanya orang yang bersifat homozigot dengan gen resesif diabetes yang menderita diabetes mellitus.

d. Dislipedimia

Dislioedimia merupakan kondisi yang ditandai dengan adanya kenaikan kadar lemak darah (Trigliserida >250 mg/dl). Pada pasien diabetes sering ditemukan adanya hubungan antara kenaikan plasma insulin dengan rendahnya HDL (<35mg/dl).

e. Umur

Berdasarkan penelitian, usia terbanyak yang terkena diabetes mellitus adalah usia > 45 tahun.

f. Riwayat Persalinan

Riwayat persalinan yang berulang, melahirkan bayi yang cacat atau bayi yang memiliki berat badan > 4000 gram.

g. Faktor Genetik

Diabetes Mellitus type 2 berasal dari faktor genetik dan faktor mental. Penyakit ini sudah lama diduga memiliki hubungan dengan agregasi familial (masa yang menggumpal). Menurut penelitian bahwa risiko terjadinya DM tipe 2 akan meningkat dua sampai enam kali lipat apabila orang tua atau saudara kandung mengalami penyakit diabetes mellitus.

h. Alkohol dan Rokok

Peningkatan frekuensi diabetes mellitus 2 berhubungan dengan perubahan gaya hidup. Salah satunya perubahan yang dapat meningkatnya diabtes mellitus yaitu perubahan dari lingkungan tradisional ke lingkungan yang kebarat-baratan seperti perubahan-perubahan dalam mengkonsumsi alkohol dan rokok.

Alkohol akan meningkatnya tekanan darah dan mempersulit regulasi gula darah sehingga mengganggu metabolisme gula darah. Seseorang akan mengalami peningkatan tekanan darah bila mengkonsumsi etil alkohol lebih dari 60ml/hari yaitu setara dengan 100ml proof wiski, 240ml wine atau 720ml (Suryati, 2021).

(6)

2.1.6 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes melitus sering menyebabkan komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular. Komplikasi makrovaskular terutama didasari oleh karena adanya resistensi insulin, sedangkan komplikasi mikrovaskular lebih disebabkan oleh hiperglikemia kronik. Kerusakan vaskular ini diawali dengan terjadinya disfungsi endotel akibat proses glikosilasi dan stres oksidatif pada sel endotel. Disfungsi endotel memiliki peranan penting dalam mempertahankan homeostasis pembuluh darah. Untuk memfasilitasi hambatan fisik antara dinding pembuluh darah dengan lumen, endotel menyekresikan sejumlah mediator yang mengatur agregasi trombosit, koagulasi, fibrinolisis, dan tonus vaskular. Istilah disfungsi endotel mengacu pada kondisi dimana endotel kehilangan fungsi fisiologisnya seperti kecenderungan untuk meningkatkan vasodilatasi, fibrinolisis, dan antiagregasi. Sel endotel mensekresikan beberapa mediator yang dapat menyebabkan vasokontriksi seperti endotelin-a dan tromboksan A2, atau vasodilatasi seperti nitrik oksida (NO), prostasiklin, dan endotheliumderived hyperpolarizing factor. NO memiliki peranan utama pada vasodilatasi arteri. Pada pasien DMT2 disfungsi endotel hampir selalu ditemukan, karena hiperglikemia kronis memicu terjadinya gangguan produksi dan aktivitas NO, sedangkan endotel memiliki keterbatasan intrinsik untuk memperbaiki diri. Paparan sel endotel dengan kondisi hiperglikemia menyebabkan terjadinya proses apoptosis yang mengawali kerusakan tunika intima. Proses apoptosis ini terjadi melewati serangkaian proses yang kompleks yaitu teraktivasi jalur sinyal β-1 integrin, setelah aktivasi integrin, akan terinduksi peningkatan p38 mitogen- activated protein kinase (MAPK) dan c-Jun N-terminal (JNK) yang berujung pada apoptosis sel. Pada sel endotel yang telah mengalami apoptosis, akan terjadi pula aktivasi vascular endothelial- cadherin yang akan menyebabkan apoptosis sel-sel sekitar pada daerah yang rentan mengalami aterosklerosis (Eva Decroli, 2019).

(7)

2.1.7 Patofisiologi Diabetes Mellitus

Eva Decroli, (2019) resistensi insulin dan defek fungsi sel beta pankreas merupakan patofisiologi utama diabetes melitus tipe 2.

Resistensi insulin banyak terjadi pada orang-orang dengan berat badan berlebih atau obesitas. Kondisi ini mengakibatkan insulin tidak dapat bekerja secara optimal pada sel otot, hati, dan lemak yang mengakibatkan pankreas mengkompensasi untuk memproduksi insulin lebih banyak.

Ketika insulin yang diproduksi oleh sel beta pankreas tidak adekuat, maka kadar glukosa dalam darah akan meningkat dan terjadi hiperglikemia kronis. Hiperglikemia kronis yang terjadi terus menerus akan merusak sel beta pankreas dan memperburuk resistensi insulin.

ketika sel beta pankreas mengalami kerusakan dan tidak dapat memproduksi insulin yang adekuat,maka fungsi sel beta pankreas akan digantikan dengan jaringan amilod sehingga produksi insulin mengalami penurunan. Kondisi ini menyebabkan tubuh kekurangan insulin secara absolut.

2.1.8 Penanganan Diabetes Mellitus

Dalam mengobati pasien DMT2 tujuan yang harus dicapai adalah meningkatkan kualitas hidup pasien. Tujuan penatalaksanaan meliputi tujuan penatalaksanaan jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan penatalaksanaan jangka pendek adalah menghilangkan keluhan dan tanda DM, mempertahankan rasa nyaman, dan mencapai target pengendalian glukosa darah. Tujuan penatalaksanaan jangka panjang adalah untuk mencegah dan menghambat progresivitas komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler, serta neuropati diabetikum. Tujuan akhir pengelolaan DMT2 adalah menurunkan morbiditas dan mortalitas DM. Untuk mencapai tujuan tersebut, perlu penatalaksanaan diabetes secara lebih dini dan lebih cepat sehingga kadar glukosa darah puasa, glukosa darah setelah makan, glukosa darah, HbA1c, tekanan darah, berat badan dan profil lipid dapat dikendalikan. Hal ini dapat tercapai melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan

(8)

perubahan pola hidup, disamping terapi farmakologis (Eva Decroli, 2019).

a. Terapi Non Farmakologis

Dari awal, pada pengelolaan pasien DMT2 harus direncanakan terapi non farmakologis dan pertimbangan terapi farmakologis. Hal yang paling penting pada terapi non farmakologis adalah monitor sendiri kadar glukosa darah dan pendidikan berkelanjutan tentang penatalaksanaan diabetes pada pasien. Latihan jasmani secara teratur (3-4 kali seminggu selama 30 menit/kali), merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, dan berkebun harus tetap dilakukan.

Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan adalah berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti jalan kaki, bersepeda santai, joging (Eva Decroli, 2019).

b. Diet Diabetes

Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan penyandang diabetes. Cara yang paling umum digunakan adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori/kgBB ideal (BBI), ditambah atau dikurangi dengan beberapa faktor koreksi. Faktor koreksi ini meliputi jenis kelamin, umur, aktivitas, dan berat badan.

Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dilakukan dengan menggunakan rumus Brocca yang dimodifikasi yaitu:

Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanita di bawah 150 cm, rumus dimodifikasi menjadi :

Berat badan ideal = 90% x (TB dalam cm - 100) x 1 kg

Berat badan ideal (BBI) = (TB dalam cm - 100) x 1 kg.

(9)

Menurut dr. Eva Decroli(2019). Faktor-faktor yang menentukan kebutuhan antara lain :

 Jenis Kelamin

Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan kalori pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan pria sebesar 30 kal/kg BBI.

 Umur

Untuk pasien usia di atas 40 tahun: kebutuhan kalori dikurangi 5% (untuk dekade antara 40 dan 59 tahun), dikurangi 10%

(untuk usia 60 s/d 69 tahun), dan dikurangi 20% (untuk usia di atas 70 tahun).Kebutuhan kalori pada wanita lebih kecil dibandingkan kebutuhan kalori pada pria. Kebutuhan kalori wanita sebesar 25 kal/kg BBI dan pria sebesar 30 kal/kg BBI.

 Aktivitas Fisik

Kebutuhan kalori dapat ditambah sesuai dengan intensitas aktivitas fisik. Penambahan 10% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dalam keaadaan istirahat total, penambahan 20% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik ringan, penambahan 30% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik sedang, dan penambahan 50% dari kebutuhan kalori basal diberikan pada pasien dengan aktivitas fisik sangat berat.

 Berat Badan

Pada pasien dengan obesitas, kebutuhan kalori dikurangi sekitar 2030% dari kebutuhan kalori basal (tergantung pada derajat obesitas yaitu apakah obes I atau obes II). Pada pasien dengan underweight, kebutuhan kalori ditambah sekitar 20-30% dari kebutuhan kalori basal (sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan BB).

Dari hasil perhitungan kalori total yang didapatkan dengan menggunakan rumus Brocca dan memperhitungkan faktor koreksi, kalori total ini dibagi dalam 3 porsi besar untuk waktu

(10)

makan utama yaitu makan pagi (20%), siang (30%), dan sore (25%), serta 2-3 porsi makanan ringan (1015%). Sisanya, dibagi untuk waktu makan selingan di antara tiga waktu makan utama tersebut. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sedapat mungkin perubahan porsi dan pola makan ini dilakukan sesuai dengan kebiasaan pasien sebelumnya. Untuk pasien diabetes yang mengidap penyakit lain, terapi nutrisi disesuaikan dengan penyakit penyertanya.

c. Komposisi Makanan

Persentase asupan karbohidrat yang dianjurkan untuk pasien DMT2 adalah sebesar 45-65% dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak yang dianjurkan adalah sekitar 20-25% dari kebutuhan kalori total.

Asupan lemak ini tidak diperkenankan melebihi 30% dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak jenuh yang dianjurkan adalah kurang 7 % dari kebutuhan kalori total. Persentase asupan lemak tidak jenuh ganda yang dianjurkan adalah kurang 10 % dari kebutuhan kalori total. Bahan makanan yang perlu dibatasi adalah bahan makanan yang banyak mengandung lemak jenuh dan lemak trans antara lain : daging berlemak dan susu penuh (whole milk). Anjuran konsumsi kolesterol adalah kurang 300 mg/hari. Persentase asupan protein yang dianjurkan adalah sebesar 10 – 20% dari kebutuhan kalori total. Sumber protein yang baik adalah seafood (ikan, udang, cumi, dll), daging tanpa lemak, ayam tanpa kulit, produk susu rendah lemak, kacang-kacangan, tahu, dan tempe. Pada pasien dengan PGD perlu penurunan asupan protein menjadi 0,8 g/kgBB perhari atau sekitar 10% dari dari kebutuhan kalori total. Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan anjuran asupan natrium untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau sama dengan 6-7 g (1 sendok teh) garam dapur. Pada pasien DMT2 dengan hipertensi, pembatasan asupan natrium diperlukan yaitu tidak lebih dari 2,4g garam dapur. Sumber natrium antara lain adalah garam dapur, vetsin, soda, dan bahan pengawet

(11)

seperti natrium benzoat dan natrium nitrit. Seperti halnya masyarakat umum penderita diabetes dianjurkan mengonsumsi cukup serat dari kacang-kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang tinggi serat, karena mengandung vitamin, mineral, serat, dan bahan lain yang baik untuk kesehatan. Anjuran konsumsi serat adalah sekitar 25 g/1000 kkal/hari. Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tak bergizi. Pemanis bergizi meliputi gula alkohol dan fruktosa. Gula alkohol antara lain isomalt, lactitol, maltitol, mannitol, sorbitol, dan xylitol. Dalam penggunaannya, pemanis bergizi perlu diperhitungkan kandungan kalorinya. Fruktosa tidak dianjurkan digunakan pada penyandang diabetes karena dapat mempengaruhi kadar lemak darah. Pemanis tak bergizi seperti aspartam, sakarin, acesulfame potassium, sukralose, dan neotame.

d. Diet Mediterania

Diet Mediterania adalah diet dengan pola makan nabati yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1960. Secara umum, diet nabati ini adalah diet dengan komposisi utama buah-buahan, sayuran, kacang kacangan, biji-bijian, sereal, dan gandum; minyak zaitun sebagai sumber utama lemak; produk susu, ikan dan unggas; dan daging merah dan anggur yang sedikit terutama saat makan. Diet mediterania dapat memperbaiki kontrol glikemik dan menurunkan faktor risiko kardiovaskular, termasuk tekanan darah sistolik, kolesterol total, kolesterol HDL, dan trigliserida pada DMT2. Diet mediterania menurunkan HbA , kadar glukosa darah puasa, dan 1c menunda kebutuhan untuk terapi obat antihiperglikemik.

2.2 Konsep Ulkus Diabetikum 2.2.1 Definisi Ulkus Diabetikum

Ulkus diabetikum merupakan komplikasi kronik dari diabetes mellitus sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas, serta kecacatan penderita diabetes. Ulkus diabetikum disebabkan oleh banyak faktor, termasuk deformitas, neuropati sensori, kondisi kulit yang tidak sehat dan infeksi. Ulkus diabetikum diawali dengan infeksi superficial pada kulit

(12)

penderita. Kadar glukosa darah yang tinggi menjadi tempat strategis perkembangan bakteri. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau (Khotimah Khusnul, 2019).

Ulkus dibetikum merupakan komplikasi dari penyakit diabetes mellitus (DM) yang berdampak pada keadaan fisik, psikologis, social dan ekonomi. Dampak terjadi pada fisik yang timbul berupa kelainan bentuk kaki, nyeri, dan infeksi kaki, bahkan dapat berpotensi amputasi, sedangkan permasalahan psikologis yang muncul dapat berupa gangguan kecemasan, ini dapat muncul disebabkan oleh penyembuhan ulkus yang dialami oleh penderita selama bertahun-tahun (priscilla, 2017).

2.2.2 Etiologi Ulkus Diabetikum

Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya ulkus diabetikum dibagi menjadi faktor endogen dan eksogen:

a. Faktor endogen: genetik metabolik, angeopati diabetik, neuropati diabetik.

b. Faktor eksogen: trauma, infeksi, obat. Faktor utama yang berperan timbulnya ulkus diabetikum adalah angiopati, neuropati, dan infeksi.

Adanya neuropati perifer akan menyebabkan hilang atau menurunnya trauma tanpa teras yang mengakibatkan terjadinya ulkus pada kaki gangguan motorik saja akan mengakibatkan terjadi atrofi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang menyebabkan ulserasi pada kaki pasien. Apabila sumbatan terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar maka penderita akan merasa sakit pada tungkainya sesudah ia berjalan pada jarak tertentu.

Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan asupan nutrisi, oksigen serta antibiotika sehingga menyebabkan terjadinya luka yang sukar sembuh (nurarif, 2018).

2.2.3 Tanda dan gejala Ulkus Diabetikum

Menurut Loviana (2017) tanda dan gejala ulkus diabetikum yaitu adanya eksudat atau cairan pada luka, dengan gejala kronik seperti kesemutan, kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum, rasa

(13)

kebas dikulit, kram, kelelahan, mudah mengantuk, pandangan mulai kabur, badan lemas, gigi mudah goyang dan mudah lepas.

2.2.4 Klasifikasi Ulkus Diabetikum

Ada beberapa klasifikasi derajat ulkus kaki diabetik dikenal saat ini seperti klasifikasi Wagner, University of Texas wound classification system (UT), dan PEDIS (Perfusion, Extent / size, Depth / tissue loss, Infection, Sensation). Klasifikasi Wagner banyak dipakai secara luas, menggambarkan derajat luas dan berat ulkus namun tidak menggambarkan keadaan iskemia dan pengobatan (Rina, 2016).

Tabel 2. 1 Klasifikasi Ulkus Diabetes Melitus

2.2.5 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum a. Debridemen

Debridement dilakukan pada semua luka kronis untuk menghilangkan luka di permukaan dan jaringan nekrotik. Hal ini untuk meningkatkan penyembuhan dengan meningkatkan produksi jaringan granulasi dan dapat di capai dengan pembedahan secara enzimatik, biologis dan autolitis . debridement bedah dilakukan dengan pisau bedah, metode ini lebih cepat serta efektif untuk menghilangkan hiperkreratosis dan jaringan mati (longnecker Dalam Enggawati, 2018)

(14)

b. Dressing

Dressing digunakan untuk menciptakan lingkungan luka yang lembab (kompres) dan mendukung penyembuhan luka. Dressing bukan pengganti debridement. Dressing melibatkan pemeliharaan lingkungan luka seimbang (tidak terlalu lembab dan tidak terlalu kering). Tenaga kesehatan harus menggunakan pembalut luka yang sesuai dengan penampilan klinis serta lokasi luka pasien (longnecker Dalam Enggawati, 2018).

c. Terapi Antibiotik

Pasien ulkus diabetikum ditemukan infeksi gabungan dari bakteri anerob maupun aerob, antibiotik yang dianjurkan harus sesuai dengan hasil kultur serta resistensi pasien terhadap antibiotik.

Karena itu pemilihan antibiotik ini pertama harus diberikan antibiotik golongan spectrum luas agar infeksinya tidak bertambah parah. Pemberian antibiotik harus berdasarkan tingkat keparahan infeksi untuk mencegah terjadinya resistensi selama terapi (longnecker Dalam Enggawati, 2018)

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan (FOKUS) 2.3.1 Pengkajian

Pengkajian merupaka langkah utama dan dasar utama dari proses keperawatan yang mempunyai dua kegiatan pokok, yaitu:

a. Pengumpulan data

Pengumpulan data yang akurat dan sistematis akan membantu dalam menentukan status kesehatan dan pola pertahanan penderita, mengidentifikasikan , kekuatan dan kebutuhan penderita yang dapat di peroleh melalui anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium serta pemeriksaan penunjang lainnya.

1) Identitas Pasien

Meliputi nama, kelamin, agama , pendidikan, umur, jenis, pekerjaan, alamat, suku bangsa, status perkawinan, nomor register, tanggal masuk rumahsakit dan diagnosa medis.

(15)

2) Keluhan Utama

Keluhan rasa kesemutan pada ekstremitas bawah/ tungkai bawah, sensivitas yang menurun, terdapat luka yang tidak kunjung sembuh dan rbau, terdapat nyeri pada luka.

3) Riwayat Kesehatan Sekarang

Berisikan kapan luka terjadi, penyebab adanya luka serta upaya yang telah dilakukan untuk mengatasinya.

4) Riwayat Kesehatan Terdahulu

Riwayat penyakit DM atau penyakit lainnya yang berkaitan dengan defisiensi insulin seperti penyakit pancreas. Adanya obesitas maupun arterosklerosis, riwayat penyakit jantung, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.

5) Riwayat Kesehatan Keluarga

Genogram keluarga biasanya ada salah satu anggota keluarga yang juga menderita Diabetes atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin seperti jantung, hipertensi.

6) Riwayat Psikososial

Meliputi informasi mengenai kebiasaan, emosi dan perasaan yang dialami penderita sehubung dengan penyakit serta tanggapan keluarga terhadap penyakit penderita.

b. Pemeriksaan fisik

1) Status kesehatan umum

Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bicara, TB, BB, dan tanda-tanda vital.

2) Kepala dan leher

Mengkaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran di area leher, telinga terkadang berdenging, apakah ada gangguan pendengaran, lidah terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah goyang, gusi sering bengkak atau berdarah, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lensa mata keruh.

(16)

3) Sistem integumen

penunurunan turgor kulit, adanya luka atau warna hitam pada bekas luka, kelembaban dan suhu kulit di area sekitar ulkus dan gangrene, kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.

4) Sistem pernapasan

Apakah ada sesak napas, sputum, batuk, dan nyeri dada. Pada pasien Diabetes mudah terjadi infeksi.

5) Sistem kardiovaskular

Perfusi jaringan menurun, nadi periver melemah atau menurun, bradikardi/takikardi, hipertensi/hipotensi, aritmia, kardiomegalis.

6) Sistem gastrointestinal

Adanya polifagi, mual, polidipsi, muntah, diare, konstipasi, dehidrasi, perubahan BB, perubahan lingkar abdomen, obesitas.

7) Sistem urinaria

Poliuri, inkontinensia urin, retensi urin, rasa panas atau sakit saat berkemih.

8) Sistem muskuluskleletal

Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahan TB, mudah lelah, lemah dan nyeri, adanya gangrene di ekstrmitas bawah.

9) Sistem neurologis

Terjadi penurunan sensoris, letargi, paresthesia, mengantuk, kacau mental, reflek lambat dan disorientasi.

c. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan adalah:

1) Pemeriksaan darah

Pemeriksaan darah: Gula Darah Sewaktu lebih dari 200mg/dL, gula darah puasa lebih dari 120mg/dL dan dua jam post prandial lebih dari 200mg/dL.

2) Urin

Pada pemeriksaan didapat adanya glukosa dalam urin. Pemeriksaan dilakukan dengan cara benedict (reduksi). Hasil dapat dilihat

(17)

melalui perubahan warna pada urin: hijau(+), kuning(++), merah(+++), dan merah bata(++++).

3) Kultur pus

Untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat pada luka dan memberikan antibiotic yang sesuai dengan jenis kuman.

2.3.2 Diagnosa Keperawatan (SDKI)

Diagnosa Keperawatan Post Debridemen :

1. Resiko Hipotermia Perioperatif d.d Prosedur Pembedahan (D.0141)

2. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (mis. Prosedur operasi) (D.0077)

3. Neusea b.d Efek Agen Farmakologis (D.0076) 4. Resiko Infeksi d.d Efek Prosedur Invasif (D.0142)

5. Gangguan Integritas Kulit b.d Faktor Elektris (elektrodiatermi) (D.0129)

Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi penderita Diabetus Militus menurut (Nurarif, Amin Huda & Kusuma, 2015) dan (PPNI, 2017).

a. Nyeri Akut b.d Agen pencedera fisiologis (D.0077)

Definisi : pengalaman sesnsorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintesitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab : Agen pencedera fisiologis (mis. Inflamasi, iskemia, neoplasma)

Gejala dan Tanda Mayor : Subjek : Mengeluh nyeri

Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, fruekensi nadi meningkat, sulit tidur.

Gejala dan Tanda Minor Subjektif : Tidak tersedia

(18)

Objektif : Tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaphoresis.

Kondisi Klinis Terkait : Sindrom coroner akut

b. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Hiperglikemi (D.0009) Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu metabolism tubuh.

Penyebab : Hiperglikemia Gejala dan Tanda Mayor : Subyektif : Tidak tersedia

Obyektif : pengisian kapiler > 3 detik, nadi perifeer menurun, akral teraba dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun.

Gejala dan Tanda Minor :

Subyektif : Parastesia, nyeri ekstremitas

Obyektif : Edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle brachial <0.90, bruit femoralis.

Kondisi Klinis Terkait : Diabetes Mellitus.

c. Ansietas b.d Krisis Situasional (D.0080)

Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap obyek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

Penyebab : Krisis situasional Gejala dan Tanda Mayor :

Subyektif : merasa bingung, merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi, sulit berkonsentrasi

Obyektif : tampak gelisah, tampak tegang, sulit tidur.

Gejala dan Tanda Minor :

Subyektif : mengeluh pusing, anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya

Obyektif : fruekensi napas meningkat, fruekensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat, diaphoresis, tremor,

(19)

muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering berkemih, berorientasi pada masa lalu.

Kondisi klinis terkait : Penyakit kronis progresif

d. Gangguan Mobilitas Fisik b.d Kekakuan Sendi (D.0054) Definisi : Keterbatasan dalam gerakan fisik dari satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.

Penyebab : Kekakuan sendi Gejala dan Tanda Mayor :

Subyektif : mengeluh sulit menggerakkan ekstremitas Obyektif : kekuatan otot menurun, rentang gerak menurun Gejala dan Tanda Minor :

Subyektif : nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakkan, merasa cemas saat bergerak

Obyektif : sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan terbatas, fisik lemah

e. Gangguan Integritas Kulit b.d Perubahan Sirkulasi (D.0129)

Definisi : Kerusakan kulit (dermis dana tau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dana tau ligament)

Penyebab : Perubahan sirkulasi Gejala dan Tanda Mayor : Subyektif : Tidak tersedia

Obyektif : Kerusakan jaringan dana tau lapisan kulit Gejala dan Tanda Minor :

Subyektif : Tidak tersedia

Obyektif : Nyeri, pendarahan, kemerahan, hematoma Kondisi klinis terkait: Diabetes mellitus

f. Gangguan Pola Tidur b.d Kurangnya Kontrol Tidur (D.0055)

Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat factor eksternal.

(20)

Penyebab : Kurangnya kontrol tidur Gejala dan Tanda Mayor :

Subyektif : mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga, mengeluh tidak puas tidur, mengeluh pola tidur berubah, mengeluh istirahat tidak cukup

Obyektif : tidak tersedia Gejala dan Tanda Minor :

Subyektif : mengeluh kemampuan beraktivitas menurun Obyektif : Tidak tersedia

Kondisi klinis terkait: Kecemasan

g. Resiko Hipovolemia d.d Kehilangan Cairan Secara Aktif (D.0034)

Definisi : Beresiko mengalami penurunan volume cairan intravaskuler, interstitial, dana atau intraseluler.

Faktor Resiko : Kehilangan cairan seacara aktif h. Resiko Syok d.d Hipotensi (D.0039)

Definisi : Beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang mengancam jiwa

Faktor Resiko : Hipotensi

i. Resiko Hipotermia Perioperatif d.d Prosedur Pembedahan (D.0141)

Definisi : bersiko mengalami penurunan suhu tubuh dibawah 36 celcius secara tiba tiba yang terjadi satu jam sebelum pembedahan hingga 24 jam setelah pembedahan.

Faktor Resiko : prosedur pembedahan, suhu lingkungan rendah

Kondisi Klinis Terkait : tindakan pembedahan

j. Nyeri Akut b.d Agen Pencedera Fisik (mis. Prosedur operasi) (D.0077)

Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan

(21)

onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.

Penyebab : Agen pencedera fisik (mis. Prosedur operasi) Gejala dan Tanda Mayor :

Subyektif : mengeluh nyeri

Obyektif : tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, fruekensi nadi meningkat, sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor :

Obyektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah Kondisi klinis terkait : kondisi pembedahan.

k. Neusea b.d Efek Agen Farmakologis (D.0076)

Definisi : perasaan tidak nyaman pada bagian belakang tenggorok atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah.

Penyebab : efek agen farmakologis Gejala dan Tanda Mayor :

Subyektif : mengeluh mual, merasa ingin muntah, Gejala dan Tanda Minor :

Subyektif : merasa asam di mulut, sering menelan Obyektif : saliva meningkat, pucat.

l. Resiko Infeksi d.d Efek Prosedur Invasif (D.0142)

Definisi : beresiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.

Faktor Resiko : efek prosedur invasif Kondisi Klinis Terkait : tindakan invasif.

m. Gangguan Integritas Kulit b.d Faktor Elektris (elektrodiatermi) (D.0129)

Definisi : kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, otot, tendon, tulang, kartilagao, kapsul sendi dan/atau ligamen)

Penyebab : factor elektris (elektrodiatermi) Gejala dan Tanda Mayor :

Obyektif : kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit

(22)

Gejala dan Tanda Minor : Obyektif : nyeri

2.3.3 Luaran Keperawatan (SLKI)

Tabel 2. 2 Luaran Keperawatan (SLKI)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka termoregulasi pasien membaik dengan kriteria hasil (L.14134) :

a. Menggigil menurun b. Kulit merah menurun c. Suhu tubuh membaik

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka tingkat nyeri menurun dengan kriteria hasil (L.08066) :

a. Keluhan nyeri cukup menurun b. Sikap protektif menurun c. Gelisah menurun

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka tingkat nausea pasien menurun dengan kriteria hasil (L.14125) :

a. Keluhan mual menurun

b. Perasaan ingin muntah menurun

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka tingkat infeksi menurun dengan kriteria hasil (L.14137) :

a. Kemerahan menurun b. Nyeri menurun

c. Drainase purulen menurun d. Slough menurun

e. Kadar sel darah putih membaik

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka integritas kulit dan jaringan meningkat dengan kriteria hasil (L.14125) :

a. Elastisitas meningkat

b. Kerusakan jaringan menurun c. Nyeri menurun

d. Kemerahan menurun

(23)

Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam, maka tingkat cidera menurun dengan kriteria hasil (L.14136) :

a. Toleransi aktivitas meningkat b. Luka menurun

c. Tekanan darah membaik d. Pola napas membaik

2.3.4 Intervensi Keperawatan (SIKI)

Tabel 2. 3 Intervensi Keperawatan (SIKI)

Manajemen Hipotermia (I. 14507) a. Monitor suhu tubuh

b. Identifikasi penyebab hipotermia

c. Monitor tanda dan gejala akibat hipotermia d. Sediakan lingkungan yang hangat

e. Lakukan penghangatan pasif (mis. Selimut, pakaian tebal)

f. Lakukan penghangatan aktif eksternal (mis. Kompres hangat, selimut hangat)

g. Anjurkan makan/minum air hangat Manajemen Nyeri (1.08238)

a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

b. Identifikasi skala nyeri

c. Identifikasi respon nyeri non verbal

d. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri

e. Monitor terapi komplementer yang sudah diberikan f. Monitor efek samping penggunaan analgetik

g. Berikan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis.terapi kompres dingin/ hangat)

h. Kontrol lingkungan yang memperberat ras nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, dan kebisingan)

i. Jelaskan penyebab,periode, dan pemicu nyeri j. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat

(24)

k. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri l. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

Manajemen Mual (1.03117)

a. Identifikasi factor penyebab mual b. Identifikasi factor penyebab muntah c. Monitor keseimbangan cairan dan eletrolit

d. Monitor mual (mis. Fruekensi, durasi, tingkat keparahan) e. Monitor asupan nutrisi dan kalori

f. Berikan makanan dalam jumlah kecil g. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup Pencegahan infeksi (1.14539)

a. monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik b. Batasi jumlah pengunjung

c. Berikan perawatan kulit pada area edema

d. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan lingkungan pasien

e. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi f. Jelaskan tanda dan gejala infeksi

g. Ajarkan mencuci tangan dengan benar

h. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi i. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi

j. Anjurkan meningkatkan asupan cairan k. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu Perawatan Luka (1.14564)

a. Monitor karakterisktik luka b. Monitor tanda tanda infeksi c. Bersihkan dengan cairan NaCl

d. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan

e. Pertahankan teknik steril saat melakukan perawatan luka f. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi protein dan kalori g. Kolaborasi pemberian antibiotic, bila perlu

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan IMT dengan Kadar Gula Darah Penderita DM Tipe 2 Diabetes melitus terjadi pada orang yang memiliki status gizi gemuk atau tidak gemuk.. Namun sebagian besar DM tipe 2

Pada pasien diabetes melitus tipe 2 yang obesitas, terjadi ketidakpekaan atau resisten terhadap insulin pada sel-sel jaringan tubuh dan otot, sehingga gula tidak dapat masuk ke

Diabetes melitus (DM) tipe 1 merupakan penyakit akibat destruksi autoimun yang merusak sel beta pankreas secara progresif. Destruksi itu berlangsung dalam waktu

Faktor usia atau umur pada penderita Diabetes Melittus tipe 2 mengalami perubahan fisiologi yang drastis, Diabetes Melitus tipe 2 biasanya sering muncul setelah

Resistensi insulin pada penderita diabetes melitus tipe 2 disertai dengan penurunan reaksi sel yang terjadi mengakibatkan insulin menjadi tidak efektif untuk

Pada diabetes melitus tipe I terdapat destruksi dari sel-sel-ß pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dan glukosa

Diabetes melitus (DM) tipe 1 merupakan penyakit akibat destruksi autoimun yang merusak sel beta pankreas secara progresif. Destruksi itu berlangsung dalam waktu

Patofisiologi Hiperglikemia yang disebabkan isensitivitas seluler terhadap insulin disebut Diabetes Melitus Tipe II, selain itu terjadi efek sekresi insulin ketidakmampuan pankreas