• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pare

2.1.1 Klasifikasi dan morfologi pare

Buah pare merupakan salah satu jenis buah yang telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dengan penyebaran yang cukup luas. Pare memiliki rasa pahit terutama pada daun dan buahnya, hal ini disebabkan karena kandungan zat sejenis glikosida yang disebut momordicin dan charantin. Meskipun memiliki rasa yang pahit buah ini cukup banyak diminati oleh masyarakat untuk dikonsumsi ataupun digunakan untuk mengobati beberapa penyakit seperti luka, demam, campak, hepatitis dan diabetes (Subahar, 2004).

Buah pare memiliki nama lain sesuai dengan sebutan bahasa dalam masing-masing bahasa yang digunakan di Indonesia. Contohnya paria (Makassar), popare (Manado), kepare (Ternate), papare (Halmahera), kambeh (Minangkabau) dan Paria (Batak Toba). Di beberapa negara buah ini juga memiliki nama sesuai dengan bahasa yang digunakan. Contohnya kǔguā (Mandarin), pavayka atau kappayka (Melayu), goya atau nigguri (Jepang) (Subahar, 2004).

Sistematika tumbuhan pare adalah sebagai berikut : (Subahar, 2004) Division Spermatophyta Subdivision Class Ordo Family Genus Spesies Angiospermae Dicotyledoneae Cucurbitales Cucurbitaceae Momordica Momordica charantia

Pare merupakan tanaman semak semusim yang dapat tumbuh di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah terlantar, tegalan, ataupun dapat ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar. Pare tumbuh menjalar atau merambat dengan sulur yang berbentuk spiral, daunnya berbentuk tunggal, berbulu, berbentuk lekuk, dan bertangkai sepanjang ± 10 cm serta bunganya berwarna kuning muda. Batang pare dapat mencapai panjang ± 5 cm dan berbentuk segilima. Memiliki buah menyerupai bulat telur memanjang dan berwarna hijau, kuning sampai jingga dengan rasa yang pahit (Suwarto, 2010). Permukaan buah

(2)

bintil dengan daging buah yang agak tebal dan di dalamnya terdapat sejumlah biji yang keras berwarna coklat kekuningan. Biji buah pare ini digunakan sebagai alat perbanyakan tanaman secara generatif.

Pare dapat tumbuh baik di daerah tropis sampai pada ketinggian 500 m/dpl, suhu antara 18°C - 24°C, kelembaban udara yang cukup tinggi antara 50% - 70% dan dengan curah hujan yang relatif rendah. Tanaman ini dapat tumbuh dengan subur sepanjang tahun dan tidak tergantung kepada musim. Tanah yang paling baik bagi pare adalah tanah lempung berpasir yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, aerasi, dan drainase yang baik (Kristiawan, 2011).

Gambar 2.1. Pare (Momordica charantia) (Joseph, 2013) 2.1.2 Kandungan dan khasiat buah pare

(3)

Bagian utama pare yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi adalah buahnya. Bagi para petani peluang pasar pare merupakan salah satu alternatif usaha tani yang dapat dijadikan sumber penghasilan dan peningkatan pendapatan. Akan tetapi bagi konsumen, buah pare selain dijadikan berbagai jenis masakan, juga mempunyai fungsi ganda sebagai tanaman obat. Kandungan gizi tiap 100 gram buah pare dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kandungan Gizi Tiap 100 gram Buah Pare (Kristiawan, 2011)

Nomor Zat Buah Pare

1. Air 91,2 g 2. Kalori 29 g 3. Protein 1,1 g 4. Lemak 1,1 g 5. Karbohidrat 0,5 g 6. Kalsium 45 mg 7. Zat Besi 1,4 mg 8. Fosfor 64 mg 9. Vitamin A 18 SI 10. Vitamin B 0,08 mg 11. Vitamin C 52 mg

Kandungan dalam buah pare yang berguna dalam penurunan gula darah adalah charantin dan polypeptide-P insulin (polipeptida yang mirip insulin) yang memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan banyak dipakai). Manfaat dari charantin ini adalah menstimulasi sel β kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glycogen di hati. Efek pare dalam menurunkan gula darah pada tikus diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin, sedangkan polypeptide-P insulin menurunkan kadar glukosa darah secara langsung (Pratama et al., 2011).

2.2 Diabetes Melitus

Kelenjar endokrin pankreas tersusun atas pulau langerhans yang merupakan cluster yang tersebar di sepanjang kelenjar eksokrin pankreas. Unit endokrin yang disebut sebagai pulau langerhans memiliki tiga macam sel, yaitu sel α, sel β dan sel delta. Adapun fungsi dari ketiga

(4)

masing-masing sel tersebut adalah sel-sel α memproduksi glukagon, sel-sel β memproduksi insulin sedangkan sel-sel delta memproduksi 14 hormon somatostatin.

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sel β pulau langerhans dalam kelenjar pankreas, sehingga hormon insulin disekresikan hanya dalam jumlah yang sedikit, bahkan tidak sama sekali (Price dan Wilson, 2005). Dengan berkurangnya insulin akan memicu terjadinya hiperglikemia, sehingga glukosa dalam darah tidak dapat dimanfaatkan oleh sel yang kemudian akan memicu proses glukogenesis.

Ismail (2008) mengungkapkan ada beberapa faktor yang dapat dianggap sebagai etiologi terjadinya diabetes melitus, yaitu: 1) Kelainan pada sel β pulau langerhans, berkisar dari hilangnya sel β sampai pada kegagalan sel β untuk melepas insulin; 2) Faktor – faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel β, antara lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan karbohidrat yang diproses secara berlebihan, obesitas, dan kehamilan; 3) Gangguan sistem imunitas, sistem ini dapat dilakukan oleh autoimunitas yang disertai dengan pembentukan sel – sel antibodi antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel β oleh virus serta 4) Kelainan insulin, pada pasien obesitas, terjadi gangguan kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin yang terdapat pada membran sel yang responsif terhadap insulin.

Gejala klasik yang umum terjadi pada penderita diabetes melitus adalah polidipsia (rasa haus berlebihan) yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh untuk mengatasi dehidrasi akibat terjadinya poliuria (sering buang air kecil). Karena adanya defisiensi glukosa intrasel, maka tubuh akan merangsang saraf sehingga nafsu makan meningkat dan menimbulkan polifagia (pemasukan makanan yang berlebihan). Akan tetapi, walaupun terjadi peningkatan jumlah makanan yang masuk ke dalam tubuh, berat tubuh tetap menurun secara progresif akibat adanya efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein. Sintesis trigliserida menurun saat lipolisis meningkat sehingga terjadi mobilisasi asam lemak berlebih dari simpanan trigliserida. Peningkatan asam lemak dalam darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif (Santoso, 2001).

Diabetes melitus dapat diklasifikasikan dalam tiga bentuk, yaitu : 1) diabetes melitus tipe I atau insulin dependent diabetes melitus (IDDM) atau dikenal sebagai diabetes melitus yang tergantung pada insulin. Pada IDDM pankreas tidak mampu menghasilkan insulin karena

7

(5)

hancurnya sel-sel β pulau langerhans. Dengan tingginya konsentrasi glukosa dalam darah, maka akan muncul glukosuria dan ekskresi ini akan disertai dengan pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan (diuresis osmotik) sehingga pasien akan mengalami poliuria dan polidipsia. Defesiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akan muncul gejala polifagia. Akibat yang lain yaitu terjadinya proses glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan glukogeonesis tanpa hambatan sehingga efeknya berupa pemecahan lemak dan terjadi peningkatan keton yang dapat mengganggu keseimbangan asam basa dan mengarah terjadinya ketoasidosis (Corwin, 2000); 2) diabetes melitus tipe II atau non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) atau yang dikenal sebagai diabetes melitus yang tidak tergantung pada insulin. Terdapat dua masalah utama pada NIDDM yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan berkaitan pada reseptor dan meskipun kadar insulin tinggi dalam darah tetap saja glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel sehingga sel akan kekurangan glukosa. Mekanisme inilah yang dikatakan sebagai resistensi insulin. Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah terbentuknya glukosa dalam darah yang berlebihan maka harus terdapat peningkatan jumlah insulin yang disekresikan. Namun demikian jika sel β pulau langerhans tidak mampu mengimbanginya maka kadar glukosa akan meningkat dan terjadilah NIDDM (Corwin, 2000) dan 3) diabetes melitus gestasional atau gestational diabetes melitus (GDM), jenis diabetes ini terjadi akibat kenaikan kadar gula darah pada masa kehamilan. Wanita hamil yang belum pernah mengalami diabetes sebelumnya namun memiliki kadar gula yang tinggi ketika hamil dikatakan menderita diabetes gestational. Namun ketika sesaat setelah melahirkan diabetes ini akan hilang, hanya saja akan berdampak buruk terhadap bayinya.

2.3 Streptozotocin (STZ)

Menurut Szkudelski (2001), streptozotocin memiliki rumus kimia (2-deoxy-2(3-(methyl-3-nitrosoureido)-D-glucopyranose)) disintesis oleh jamur Streptomycetes acrhomogenes dan sering digunakan untuk menginduksi hewan coba IDDM dan NIDDM karena dapat merusak sel β pulau langerhans (Pathak et al., 2008). Sel β pulau langerhans pada hewan coba yang diinduksi streptozotocin mengalami kerusakan dan dapat menyebabkan tubuh tidak bisa menghasilkan insulin sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat. Sifat diabetogenik streptozotocin memiliki mekanisme kerja yang diduga melalui kerusakan DNA dalam sel-sel β

(6)

pulau langerhans sebagai akibat adanya proses alkilasi DNA. Kerusakan DNA juga diakibatkan oleh aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dihasilkan dari Nitric Oxide (NO) yang bersumber dari streptozotocin. Dalam mitokondria, NO akan meningkatkan aktivitas xanthin oksidase dan menurunkan konsumsi yang berdampak pada produksi ATP yang berakibat pada kerusakan DNA (Elsner et al., 2000). Studi literatur tentang efek streptozotocin, menyatakan injeksi 24-100 mg/kg bb (M.-P. Lu et al,. 2007) dapat menimbulkan efek diabetogenik.

Gambar 2.2. Struktur kimia streptozotocin (Nugroho, 2006)

2.4 Kloroform

Kloroform (CHCL

3) memiliki sifat tidak mudah terbakar, sangat mudah menguap, memiliki rasa yang manis dan bau yang khas. Kloroform dapat digunakan sebagai pelarut untuk lemak, minyak, karet, alkaloid, lilin, gutta percha, resin dan sebagai cleansing agent. Kloroform berbahaya bila dihirup pada dosis tinggi karena dapat menyebabkan hipotensi, gangguan pernafasan dan miokardial dan bahkan kematian (Merck, 1999).

Kloroform mendidih pada suhu 61,7oC dan larut dengan mudah pada etanol dan eter tetapi tidak dapat bercampur dengan air. Kloroform dihasilkan dengan mereaksikan klorin dengan etanol dan dengan mereduksi karbon tetraklorida (CCl

4). Kloroform dahulu 10

(7)

dimanfaatkan sebagai obat bius saat proses pembedahan namun saat ini sudah digantikan dengan bahan yang lebih tidak beracun, obat bius yang lebih aman yaitu eter. Secara kimia, kloroform digunakan sebagai pelarut lemak, alkaloid, iodin dan bahan lainnya. Ketika kloroform terbuka di udara dan terkena sinar matahari maka kloroform akan berubah menjadi gas yang beracun (Delvia, 2006).

2.5 Kerangka Konsep

Diabetes melitus merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan terjadinya kerusakan pada sel β pulau langerhans dalam kelenjar pankreas, sehingga hormon insulin disekresikan hanya dalam jumlah yang sedikit, bahkan tidak sama sekali. Semakin majunya ekonomi masyarakat, maka masyarakat semakin banyak mengkonsumsi makanan yang mengandung karbohidrat tinggi. Disamping itu, dengan kesibukan yang ada akan memberikan sedikit waktu yang dimiliki untuk berolahraga. Dengan keadaan demikian akan berpotensi memicu timbulnya penyakit diabetes melitus.

Saat ini jumlah penderita diabetes setiap tahunnya bertambah. Dengan harga obat-obatan sintetis yang cukup mahal dan terkadang dapat menimbukan efek samping yang tidak diharapkan, masyarakat cenderung memilih menggunakan obat herbal. Oleh karena itu, para peneliti mencoba mencari obat penurun glukosa darah yang berasal dari alam (tumbuhan dan hewan) guna menemukan cara pengobatan alternatif yang lebih murah dan aman. Salah satu tanaman herbal yang digunakan adalah buah pare.

Pare merupakan salah satu jenis tanaman yang potensial untuk dikembangkan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai tanaman pangan dan bahan obat tradisional. Efek buah pare dalam menurunkan gula darah pada hewan coba bekerja dengan cara mencegah usus untuk menyerap gula yang dikonsumsi. Selain itu diduga buah pare memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea (obat antidiabetes paling tua dan telah banyak dipakai). Obat jenis ini menstimulasi sel β pulau langerhans tubuh memproduksi insulin lebih banyak, serta meningkatkan deposit cadangan gula glycogen di hati. Efek buah pare dalam menurunkan gula darah pada tikus putih diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin (Helmina, 2002). Hal ini disebabkan peranan steroid saponin yang dikenal sebagai karantin, peptida menyerupai insulin dan alkaloid yang terdapat di dalam buah pare (Gsianturi, 2002).

(8)

Dalam penelitian ini digunakan buah pare untuk melihat pengaruh penggunaan partisi kloroform ekstrak buah pare dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih hiperglikemia.

Gambar 2.3. Kerangka Konsep

2.6 Hipotesis

Hipotesis yang dapat diajukan adalah pemberian partisi kloroform ekstrak buah pare berpengaruh dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus putih hiperglikemia.

Diabetes Melitus

Obat Herbal Obat Sintetik

(mahal dan memiliki efek) samping

Pare

Ekstrak Kasar Partisi Kloroform

Gambar

Gambar 2.1. Pare (Momordica charantia) (Joseph, 2013)  2.1.2  Kandungan dan khasiat buah pare
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Tiap 100 gram Buah Pare (Kristiawan, 2011)
Gambar 2.2. Struktur kimia streptozotocin (Nugroho, 2006)
Gambar 2.3. Kerangka Konsep

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pemberian obat dan terapi dapat diberikan dengan berbagi cara disesuaikan dengan kondisi pasien, diantaranya : pemberian obat kulit, mata dan telinga, terapi

Berpijak pada permasalahan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui sikap waria di Surabaya terhadap pemberitaan fatwa MUI haramkan perubahan jenis kelamin di media

Namun demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa Pityrosporum ovale lebih banyak tumbuh pada media Sabouraud Dektrose Agar olive oil yang ditambahkan dengan air

Pemeriksaan dilakukan terhadap data yang telah diperoleh pada lembar pengamatan work sampling dengan melakukan observasi dan melalui proses pengumpulan data seperti

Kesimpulan dari hasil penelitian adalah manajemen pembelajaran berbasis kewirausahaan di SMK Negeri 1 Medan dilakukan dengan baik dan berjalan sesuai dengan apa

Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini berkaitan dengan ada atau tidak pengaruh signifikan dari variabel bebas belanja pemerintah di sektor kesehatan (GH)

Hal ini berarti bahwa 33,8% variabel manajemen laba dapat dijelaskan oleh variabel- variabel independen yaitu auditor big four , leverage , growth , nilai absolut dari total

Untuk meraih pangsa pasar yang besar, akibat persaingan yang ketat maka pelayanan yang baik dari karyawan merupakan salah satu strategi yang dapat digunakan, namun hal ini