• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Civil Society dalam Perekonomian M

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Civil Society dalam Perekonomian M"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Peran Civil Society dalam Perkonomian Masyarakat Desa Oleh Dicky Dwi Ananta

Abstract

This papper discuss about the existence of civil society in the village. It’s existence turn out can bringing usefulness to society in village, one of this in economic sector. In this papper, author use case study from Catur Makaryo’s role in Karang Tengah Village, district of Imogiri, Bantul, Jogjakarta. Catur Makaryo as civil society become economic mover in this village with their effort in society micro bussines, including their inisiation to build tourism village. It’s effort are bringing Karang Tengah as gradual become advance village now. This is be evidenced with Karang Tengah’s achievement that gets top 10 the best nominator as tourism village from Ministry of Torism and Economic Creative, Republic of Indonesia in 2012.

Kata kunci: civil society, Catur Makaryo, perekonomian masyarakat.

Pendahuluan

Paradigma tentang desa yang selalu identik dengan keterbelakangan, miskin, dan kuno selayaknya mulai dihilangkan. Hal ini seiring dengan munculnya beberapa desa yang menjadi rising star dalam pembangunan. Desa yang penulis maksud dalam hal ini tentu merupakan desa dengan kategori maju. Umumnya desa tersebut berhasil mengembangkan pola perekonomiannya dengan mandiri melalui usaha pemberdayaan masyarakat yang efektif. Bahkan menurut penulis, hal ini bisa menjadi percontohan bagaimana pengembangan perekonomian masyarakat dapat berbasiskan pada pedesaan. Sebuah pola pembangunan dari bawah ke atas (bottom up).

Salah satu desa yang masuk pada kriteria di atas adalah Desa Karang Tengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Desa ini berhasil mengembangkan dirinya menjadi salah satu desa maju di Yogyakarta melalui berbagai usaha pengembangan perekonomian yang berbasiskan masyarakat, salah satunya melalui pariwisata. Pada tahun 2012 ini, Desa Karang Tengah berhasil meraih penghargaan dari Kementrian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sebagai 10 besar desa wisata di Indonesia. Penghargaan ini diperoleh karena Desa Karang Tengah dianggap berhasil mengembangkan kawasan penghijauan tanaman ulat sutera yang mampu memberdayakan masyarakat, dan memberikan lapangan pekerjaan bagi kemajuan perekonomian masyarakat setempat. (Dikutip dari http://jogja.antaranews.com/print/306019/desa-wisata-karangtengah-peroleh-penghargaan-dari-kemparekraf, diakses pada 1 Desember 2012)

(2)

dan termasuk dalam Impres Desa Tertinggal (IDT). Bahkan, desa ini menjadi salah satu dari tiga desa tertinggal di Kecamatan Imogiri, Bantul. (Ernayanti dan Novita, 1996: 7). Eksponen terbesar dari predikat desa tertinggal tersebut adalah kemiskinan. Menurut Effendi (seperti dikutip Ernayanti dan Novita, 1996: 3), dimensi kemiskinan ini terdiri dari dimensi ekonomi, politik, dan sosial budaya. Dimensi ekonomi berkaitan dengan kurangnya sumberdaya, terutama alam dan manusia. Dimensi politik menyangkut aksesibilitas seseorang atau sekelompok orang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama dalam keikutsertaan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan, dimensi sosial budaya menyangkut kekurangan jaringan sosial dan struktur yang mendukung untuk mendapatkan kesempatan agar produktivitas dapat meningkat. Ketiga hal tersebut terdapat dalam masyarakat Desa Karang Tengah sehingga berperan dalam menciptakan budaya kemiskinan di sana. Hal inilah yang menjadikan Desa Karang Tengah termasuk sebagai desa tertinggal.

Perubahan pesat yang dialami Desa Karang Tengah, dari desa yang berpredikat tertinggal menjadi desa maju tidaklah terjadi dengan sendirinya. Proses perubahan ini membutuhkan adanya sebab yang menjadi prasyarat perubahan itu terjadi. Dalam kasus Desa Karang Tengah, salah satu sebab perubahan menuju kemajuan itu muncul adalah terbentuknya perkumpulan masyarakat bernama Catur Makaryo. Hal tersebut dikarenakan Catur Makaryo memiliki peran besar dalam memberdayakan masyarakat dan menginisiasi terbentuknya desa wisata di Karang Tengah. Perkumpulan ini merupakan gabungan dari kelompok tani, kerajinan, kesenian, dan PT. Royal Silk yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan mengembangkan potensi desa yang ada. Berbagai usahanya tersebut, dengan perlahan namun pasti, dapat menggerakan perekonomian masyarakat di Desa Karang Tengah. Oleh karena itu, menarik untuk dilihat keberadaan Catur Makaryo saat ini, di satu sisi sebagai perkumpulan masyarakat, di sisi lain dapat mengembangkan perekonomian usaha mikro di Desa Karang Tengah. Hal inilah yang menjadi ketertarikan penulis untuk membahas Catur Makaryo dalam tulisan ini.

(3)

Catur Makaryo, yaitu kemandirian, keswadayaan, kesukarelaan, dan keswasembadaan. (Culla, 2006: 20). Oleh karena itu, perumusan masalah yang akan diangkat dalam Tulisan ini adalah terkait dengan Catur Makaryo yang sifatnya sebagai civil society dan usahanya dalam menggerakan perekonomian masyarakat di desa. Pertanyaan untuk permasalahan tersebut adalah bagaimana Catur Makaryo sebagai civil society berperan dalam menggerakan perekonomian masyarakat di Desa Karang Tengah.

Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana peran civil society menjadi penggerak perekonomian di tingkat desa, dalam hal ini Catur Makaryo. Selain itu, tulisan ini juga diarahkan untuk melihat perubahan yang terjadi di dalam masyarakat Desa Karang Tengah setelah Catur Makaryo hadir. Dengan penggambaran peran yang dijalankan Catur Makaryo dan hasil yang diperoleh masyarakat Desa Karang Tengah, diharapkan dapat memberikan inspirasi bagi desa yang lain untuk dapat mengembangkan potensi desanya melalui pemberdayaan masyarakat yang mandiri dan efektif. Selain hal tersebut, tulisan ini juga digunakan untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pemerintah dan Politik Desa.

Kerangka Konsep

Terdapat tiga konsep kunci yang akan digunakan dalam tulisan ini, yaitu civil society, pemberdayaan masyarakat dan perekonomian mikro masyarakat desa. Ketiga konsep tersebut digunakan untuk menjadi pisau analisa dalam membedah peran Catur Makaryo di Desa Karang Tengah.

(4)

Menurut Jean L Cohen dan Andrew Arato (seperti dikutip Culla, 2006: 18), civil society adalah wilayah interaksi sosial mencakup semua kelompok sosial paling dekat (khususnya rumah tangga), perkumpulan (terutama yang bersifat sukarela), gerakan kemasyarakatan, dan wadah-wadah komunikasi publik yang diciptakan melalui bentuk pengaturan dan memobilisasi diri secara independen, baik dalam hal kelembagaan maupun kegiatan. Dari uraian itu, civil society yang diartikan memiliki kekhasan dalam membangun kreativitas yaitu dengan berusaha mengatur dan memobilisasi diri sendiri tanpa melibatkan negara. Muhamad AS Hikam memberikan ciri khusus pada civil society, yaitu kehidupan sosial terorganisir yang bercirikan kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian tinggi saat berhadaan dengan negara, dan keterikatan norma-norma atau nilai-nilai hukum yang dipatuhi warganya. (Culla, 2006: 20)

Jika dilihat dari posisinya, civil society berada diantara masyarakat alami (natural society) dan masyarakat politik (political society). Masyarakat alami ini digambarkan sebagai masyarakat dalam konsep Thomas Hobbes, sedangkan masyarakat politik identik dengan negara. (Budiman, 1990: 9). Kondisi ini tentu memberikan hubungan yang unik antara civil society dengan negara dan aktor non-negara. Hubungan tersebut diwujudkan dalam, pertama, hubungan antara civil society dan negara dilihat sebagai dua entitas terpisah yang berhadapan secara dyadic. Kedua, civil society dan negara sebagai dua entitas yang terpisah, baik rasional maupun fungsional. Ketiga, civil society dan negara bukan sebagai entitas yang berhadapan. Keempat, domain civil society dari negara, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi terpisah. (Culla, 2006: 26-28). Kemudian, peranan dari civil society dalam gerakan masyarakat terbagi dalam tiga hal, antara lain, pertama, civil society sebagai kekuatan penyeimbang dalam mengontrol, mencegah, dan membendung dominasi serta manipulasai negara (masyarakat politik) maupun dunia usaha terhadap masyarakat (masyarakat ekonomi). Kedua, sebagai gerakan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilakukan dengan mengembangkan kapasitas kelembagaan, produktivitas, dan kemandirian masyarakat melalui pendidikan, pengorganisiran, dan pengerahan masyarakat. Ketiga, peran sebagai lembaga perantara yang menautkan hubungan masyarakat dengan pemerintah atau negara dan aktor non-negara, seperti dunia usaha dan lembaga pendanaan. (Culla, 2006: 31).

(5)

posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Konsep pemberdayaan ini harus memperhatikan posisi masyarakat. Dalam hal ini, pemberdayaan adalah mengubah posisi masyarakat yang tidak hanya sekedar sebagai obyek atau penerima manfaat pembangunan saja, tetapi mengubahnya menjadi subyek, yaitu kelompok yang berperan aktif dan mandiri dalam pembangunan. Sedangkan menurut Permendagri RI No. 7 tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Masyarakat adalah suatu strategi yang digunakan dalam pembangunan masyarakat sebagai upaya untuk mewujudkan kemampuan dan kemandirian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Tujuan besar dari pemberdayaan masyarakat adalah memandirikan dan memampukan masyarakat dari kemiskinan dan keterbelakangan. Dalam mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi untuk meraihnya. Menurut Cholisin terdapat dua strategi, yaitu strategi pertama, menciptakan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat dapat berkembang, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, dan melindungi masyarakat dari ketidakberdayaan. Strategi kedua, pembangunan perdesaan. Dalam hal ini lebih banyak strategi yang ditujukan untuk pemerintah. (Cholisin, Makalah, 2007: 2-4). Kemudian menurut J. Nasikun (seperti dikutip Cholisin, Makalah, 2007: 4-5), pemberdayaan masyarakat dapat menggunakan berbagai strategi, yaitu strategi Gotong Royong, adalah strategi pemberdayaan dengan menganggap masyarakat sebagai sistem sosial. Teknikal-professional adalah memecah permasalahan kelompok dengan mengubah norma, peranan dan prosedur baru. Strategi konflik, dengan mengorganisir kelompok miskin untuk meminta keadilan. Pembelotan kultural, pengubahan nilai secara individu untuk menuju gaya hidup baru. Sejalan dengan hal tersebut, MG Ana Budi Rahayu memberikan strategi lain. Menurutnya, pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan dengan tiga hal, yaitu peningkatan kapasitas sumber daya manusia, membangun kelembagaan masyarakat dan menyediakan fasilitas produksi (teknologi dan modal usaha). (Rahayu, www.binaswadaya.org/files/pemberdayaan-masyarakat-desa.pdf, diakses pada 1 Desember 2012)

(6)

yang dilakukan merupakan jenis usaha mikro. Usaha mikro (UM) merupakan jenis usaha kecil yang umumnya informal, seperti petani kecil, usaha rumah tangga, dan pedagang. Menurut Robinson (seperti dikutip Kusmulyono, 2009: 134), UM adalah “economically active poor” (masyarakat miskin yang masih aktif secara ekonomi) yaitu masyarakat yang masih bekerja namun kekurangan pangan, masyarakat yang memiliki tabungan dengan peningkatan kecil dan masyarakat yang mampu untuk membayar pinjaman kecil dengan bunga yang memungkinkan dari lembaga kredit yang menyediakan sendiri keuangannya. Kemudian menurut UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, kriteria usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300 juta. Usaha Mikro ini dapat tersebar dalam berbagai sektor, antara lain, pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, perdagangan, hotel, restoran, industri pengolahan dan komunikasi, pertambangan, bangunan, listrik, gas dan air bersih, dan jasa keuangan. (Kusmulyono, 2009: 147). Jenis usaha mikro merupakan yang paling banyak di desa dan menyentuh masyarakat banyak dan riil.

Metode Penelitian

(7)

Penelitian di sini memang masih bersifat mini research karena merupakan turun lapangan (turlap) pertama bagi peneliti.

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan peneliti secara langsung di lapangan dengan wawancara mendalam, dokumen tentang Desa Karang Tengah dan Catur Makaryo. Sedangkan data sekunder didapatkan dari beberapa literatur dan penelitian sebelumnya yang juga mengulas Desa Karang Tengah. Salah satu sumber data sekunder tersebut adalah hasil penelitian Ernayanti dan Ita Novita tentang Budaya Kemiskinan di Desa Karang Tengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul tahun 1995. Data sekunder berikutnya didapatkan dari BPS Kabupaten Bantul. Studi literatur ini digunakan untuk menguatkan data primer yang didapatkan peneliti.

Peran Civil Society dalam Perekonomian Masyarakat Desa Profil Singkat Desa Karang Tengah

Desa Karang Tengah secara administratif berada di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Desa ini berada dalam jarak tempuh 2 kilometer dari Kecamatan Imogiri, 15 kilometer dari Kabupaten Bantul dan sekitar 25 kilometer dari Pemerintah Daerah Propinsi DI. Yogyakarta. Berdasarkan garis imajinernya, Desa Karang Tengah terletak antara 110º23 sampai 110º24 BT dan 7º56 sampai 7º57 LS. Desa ini berbatasan dengan Desa Girirejo di utara, Desa Mangunan di timur, Desa Srirejo di selatan, dan Desa Kebonagung di Barat.

(8)

Penduduk Desa Karang Tengah pada umumnya masih lulusan Sekolah Dasar dan Menengah. Hanya sedikit yang berpendidikan tinggi. Dan itu pun tidak sepenuhnya tersebar di seluruh pedukuhan. Secara umum, masyarakat di sana bermata pencaharian dengan bercocok tanam, pengrajin, PNS dan TNI/POLRI, pekerja bangunan, pencari barang bekas, buruh industri dan pedagang. Desa Karang Tengah berpenduduk 4610 jiwa. Terdiri dari 2278 laki-laki, dan 2332 perempuan. (BPS, 2012: 25).

Desa Karang Tengah memiliki beberapa potensi yang telah dikembangkan, antara lain, potensi alam, potensi kerajinan, potensi budaya dan seni, dan potensi kuliner. Potensi alam berkaitan dengan kondisi geografis dan topologis desa yang berada di perbukitan dan dataran. Wilayah perbukitan telah dikembangkan menjadi daerah agrowisata dengan bukit hijaunya. Dalam bukit tersebut terdapat dua potensi, yaitu potensi wisata dan pertanian. Perbukitan ini menjadi wilayah konservasi lingkungan dengan program penghijauannya. Selain itu, juga menjadi budidaya ulat sutera liar. Hal tersebut didukung dengan jenis tanaman yang dijadikan bahan konservasi lingkungan tadi yang menjadi habitat ulat sutera tersebut.

Potensi kerajinan terdiri dari beberapa pengrajin yang ada di Desa Karang Tengah, antara lain, kerajinan batik alam, kerajinan bubut, kerajinan rongko keris1, dan kerajinan anyam bambu. Potensi budaya dan seni tradisional, terdiri dari seni kerawitan, laras madya, gejog lesung, jathilan, campur sari, thek-thek, bergodod karangseto, mudho palupi, seni rodad, hadroh, dan sanggar seni laksita mas. Sedangkan potensi kuliner diisi oleh produsen makanan olahan khas Karang Tengah, yaitu bakpia ijo, kacang mede, sirup jambu mente, secang, markisa, dan sirsak, dan jamu. Segenap potensi tersebut dikembangkan oleh masyarakat desa Karang Tengah dengan cara menjadikan desa tersebut menjadi desa wisata.

Profil Catur Makaryo

Catur Makaryo adalah kelompok masyarakat yang dibentuk dari gabungan kelompok tani, kelompok pengrajin, kelompok kesenian, dan PT. Royal Silk. Kelompok ini didirikan pada tahun 2009. Catur Makaryo memiliki arti sebagai empat pekerjaan, Catur (empat), Makaryo (Pekerjaan). Berdasarkan AD/ART, Catur Makaryo memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Desa Karang Tengah. Catur Makaryo membidangi beberapa sektor antara lain, sektor kelompok tani, kelompok pemandu wisata, kelompok

(9)

kerajinan, dan kelompok kesenian. Keberadaan PT. Royal Silk adalah untuk membantu mengelola budidaya ulat sutera liar. Keempat kelompok tersebut saling bekerja sama untuk mensukseskan tujuan dari Catur Makaryo tadi. Keanggotaan Catur Makaryo terdiri dari anggota masyarakat Desa Karang Tengah yang mendaftar sebagai anggota. Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sogiyanto (22 November 2012), saat ini jumlah anggota kelompok Catur Makaryo telah mencapai 200 KK.

Dalam rangka mencapai tujuannya, Catur Makaryo menyelenggarakan berbagai usaha, antara lain, pembentukan kelompok sadar wisata, pelatihan manajemen wisata, pelatihan bahasa asing, pelatihan keterampilan dan kerajinan, serta pelatihan budidaya pertanian dan perkebunan. Hal tersebut dilakukan dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia Desa Karang Tengah. Selain itu, Catur Makaryo juga aktif menjalin kerja sama dengan pemerintah melalui instansi terkait untuk menyelenggarakan workshop, pelatihan dan lokakarya untuk menambah keterampilan penduduk desa. Catur Makaryo juga mendorong aktif para pengrajin untuk mengikuti berbagai expo dan pameran, tidak hanya di Jogja saja, tetapi juga di luar kota seperti Jakarta.

Dalam melakukan usahanya, Catur Makaryo bekerja sama dengan pihak luar seperti BNI dalam mengusahakan modal untuk industri mikro di sana, juga dengan PT. Garuda Indonesia dalam bidang konservasi lingkungan. Catur Makaryo menginisiasi pengembangan desa wisata di Karang Tengah sejak tahun 2009. Hal ini dilakukan atas kesadaran untuk mengembangkan potensi desa. Segala bentuk usaha dari konservasi lingkungan, kerajinan, kesenian dan pertanian semua diarahkan menuju terbentuknya desa wisata Karang Tengah. Desa wisata diyakini kelompok tersebut akan dapat meningkatkan dan mensejahterakan masyarakat karena semua sektor pasti akan ikut tergerakkan.

(10)

Catur Makaryo sebagai Civil Society

Tesis penulis bahwa Catur Makaryo sebagai civil society di tingkat desa dalam Tulisan ini, di dukung oleh terdapatnya ciri, peranan, dan bentuk hubungan civil society dalam Catur Makaryo. Menurut Muhammad AS Hikam, civil society bercirikan kesukarelaan, keswasembadaan (self-generating), keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi saat berhadapan dengan negara, dan keterikatan dengan norma atau nilai hukum yang dipatuhi masyarakat. (Culla, 2006: 20). Hal tersebut dapat dilihat dalam Catur Makaryo.

Catur Makaryo didirikan oleh masyarakat Desa Karang Tengah atas sebuah reaksi dari kondisi Desa Karang Tengah yang dulunya termasuk dalam desa tertinggal dan terbelakang. Perkumpulan ini menghimpun masyarakat yang terpisah-pisah dalam berbagai kelompok secara sukarela. Hal ini didasari oleh sebuah tujuan bersama untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat Desa Karang Tengah. Dalam mendirikan perkumpulan tersebut, masyarakat menghimpun sendiri anggotanya secara mandiri. Tanpa adanya paksaan dari pihak desa ataupun dari pemerintah Kabupaten. Berdirinya Catur Makaryo memang tak lepas dari perkumpulan-perkumpulan berbagai kelompok masyarakat di Desa Karang Tengah sebelumnya. Perkumpulan itu terdiri dari beberapa kelompok tani, kerajinan dan kesenian yang berdiri sendiri-sendiri. Dengan latar belakang kondisi desa tadi, mereka kemudian menghimpun dan mengorganisir menjadi satu kelompok agar memiliki kemampuan yang lebih berdaya. Kehadiran Catur Makaryo kemudian juga terpisah dari pemerintah desa. Catur Makaryo berdiri sendiri di luar struktur pemerintahan desa. Mereka dapat berdiri sendiri tanpa harus bergantung pada pihak pemerintah, baik desa maupun pemerintah daerah.

(11)

dapat diturunkan kepada ahli waris. Hal ini semakin menjamin adanya kesinambungan dari keberadaan Catur Makaryo yang dilakukannya sendiri. Kemudian, ciri dari adanya keterikatan norma dan nilai hukum yang dipatuhi oleh masyarakat juga terdapat di dalam Catur Makaryo. Keberadaannya yang diterima masyarakat bahkan didukung, menjadi bukti tidak bertentangannya keberadaan Catur Makaryo degan nilai dan norma hukum di masyarakat Desa Karang Tengah. Hal itu juga didukung dengan adanya akta notaris pendirian Catur Makaryo yang menjadi legitimasi hukum atas eksistensi Catur Makaryo, yang berarti Catur Makaryo juga tidak bertentangan dengan hukum Republik Indonesia.

Jadi, terhimpunnya Catur Makaryo secara sukarela, terpisahnya dari struktur desa, ketidaktergantungannya dengan pemerintah, baik desa dan kabupaten, regenerasi secara mandiri, kemampuan berswadaya dalam mengelola usaha, dan tidak bertentangannya dengan nilai hukum dan norma masyarakat sesuai dengan ciri civil society menurut Muhammad AS Hikam di atas.

Menurut Culla (2003: 31), peranan civil society terbagi dalam tiga hal, yaitu sebagai pengontrol, pencegah, dan pembendung dominasi dan manipulasi negara dan dunia usaha, sebagai pemberdaya masyarakat, dan sebagai lembaga perantara antara masyarakat dengan pemerintah atau non-pemerintah. Dalam kasus Desa Karang Tengah, Catur Makaryo memiliki peranan sebagai pemberdaya masyarakat dan lembaga perantara. Poin utama dari pemberdayaan masyarakat adalah menjadikan masyarakat mandiri, swadaya, dan kuat posisi tawarnya dengan menjadikannya sebagai subyek pembangunan. Pemberdayaan masyarakat ini terwujud dalam bentuk pelatihan-pelatihan, pengembangkan konsep desa wisata, adanya koperasi simpan pinjam di tingkat desa, dan pengembangan produksi usaha mikro di masyarakat.

(12)

Sebagai civil society, Catur Makaryo memiliki hubungan yang khas dengan pihak pemerintah atau negara. Hal ini merupakan implikasi dari posisinya yang berada diantara masyarakat alami (nature society) dan negara (political society). Dalam hal ini, Catur Makaryo memiliki hubungan yang sifatnya tidak berhadapan dengan pemerintah. Catur Makaryo dan pemerintah saling mendukung dalam kegiatannya guna memajukan kehidupan masyarakat Desa Karang Tengah. Hal ini disebabkan oleh, salah satunya, karena pemerintah desa yang tidak mendominasi, dan memanipulasi masyarakat dengan cara yang menyimpang. Dengan bahasa lain, pemerintah desa tidak bersifat represif kepada masyarakat. Sehingga, terbentuknya Catur Makaryo bukanlah sebagai bentuk perlawanan atas pemerintah desa. Bentuk hubungan ini juga dapat dilihat dari sebab kemunculan Catur Makaryo, yaitu karena keprihatinnya atas kondisi tertinggalnya Desa Karang Tengah dan tekadnya untuk menciptakan masyarakat desa yang sejahtera, ini sejalan dengan pemerintah Desa Karang Tengah. Oleh karena itu, Catur Makaryo tidak head to head dengan pemerintah. Salah satu contoh bentuk hubungan seperti itu adalah adanya pameran yang diselenggarakan pemerintah desa bekerja sama dengan Catur Makaryo. Acara tersebut bertujuan untuk mempromosikan desa wisata Karang Tengah kepada pemerintah, pengusaha dan masyarakat luas tentang potensi desa yang ada. Hal ini tentu menguntungkan kedua pihak, dimana pemerintah desa terbantu dengan program pemberdayaan masyarakatnya oleh keberadaan Catur Makaryo, di sisi lain Catur Makaryo dapat kesempatan mengembangkan potensi dan sayapnya.

Beberapa hal di atas menjadi bukti bahwa Catur Makaryo merupakan sebuah civil society di tingkat desa. Lantas sebagai civil society apa yang dilakukan Catur Makaryo dalam menggerakan perekonomian masyarakat di Desa Karang Tengah?

Peran Catur Makaryo dalam Usaha Mikro

(13)

perekonomian masyarakat. Kondisi ini diharapkan akan memperbaiki kualitas kehidupan masyarakat Desa Karang Tengah.

Penggerakan usaha mikro oleh Catur Makaryo dilakukan dengan pola pemberdayaan masyarakat. Sesuai dengan pengertian Sutoro Eko tadi bahwa pemberdayaan masyarakat adalah proses mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat posisi tawar menawar masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan-kekuatan penekan di segala bidang dan sektor kehidupan. Catur Makaryo dalam hal ini berusaha memandirikan masyarakat desa dan menjadikannya memiliki posisi tawar yang kuat dengan cara memperkuat basis ekonomi mikro mereka. Sehingga, masyarakat yang dulunya terbelakang dan miskin dapat berdaya kembali. Usaha tersebut dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

a. Pelatihan Masyarakat

Pelatihan ini digunakan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat di berbagai bidang, diantaranya pertanian, kerajinan, kesenian dan kepariwisataan. Dalam penyelenggaraannya dilakukan secara mandiri maupun dengan bekerja sama dengan institusi terkait lainnya, seperti Perguruan Tinggi, Pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat. Di bidang pertanian, pelatihan ini ditujukan untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian, termasuk pengolahan pasca panen. Hal ini juga sangat mendukung dalam industri rumahan di bidang pengolahan makanan. Hasil panen dari sektor pertanian seperti jambu mede dan buahnya selain dikelola dengan konvensional dapat diolah menjadi berbagai produk, seperti kripik, abon dan sirup. Keterampilan ini didapatkan dari hasil pelatihan-pelatihan tersebut.

Di bidang kerajinan, pelatihan dari Catur Makaryo berguna dalam mengembangkan kemampuan pengrajin dalam memberikan inovasi baru dalam produknya. Selain itu, pelatihan ini juga berdampak pada kemampuan marketing produk kerajinan mereka. Hal ini misalnya dalam kerajinan batik alami. Kemampuan inovasi dalam membatik dengan bahan alam di dapatkan pengrajin di sana melalui program pelatihan tersebut. Ini akhirnya yang menjadi nilai lebih dari kerajinan batik di Desa Karang Tengah.

(14)

meningkatkan kapasitas masyarakat. (Rahayu, www.binaswadaya.org/files/pemberdayaan-masyarakat-desa.pdf, diakses 1 Desember 2012) Hal ini merupakan modal awal dalam menuju pembangunan masyarakat yang sesungguhnya, yaitu dengan menjadikan masyarakat sebagai subyek.

b. Perantara Modal Usaha

Setelah mengembangkan kapasitas sumber daya manusia, maka tantangan berikutnya adalah mengembangkan sektor usaha mikronya. Namun, terdapat penghambat klasik dalam usaha mikro di Desa Karang Tengah, yaitu adanya kesulitan dalam permodalan. Untuk mengatasi hal tersebut, Catur Makaryo kemudian menjalin kerja sama dengan BNI 46 untuk menyediakan modal bagi usaha mikro di Desa Karang Tengah.

Dalam menjalankannya, usaha yang dilakukan Catur Makaryo ini seperti apa yang dilakukan Grameen Bank di Bangladesh. Bank yang dimotori oleh Muhammad Yunus ini menyediakan pinjaman kepada kelompok, sebuah mekanisme yang utamanya mengizinkan peminjam miskin bertindak sebagai penjamin satu sama lain. Perjanjian pinjaman melibatkan kelompok, bukanlah individu. Kelompok ini terbentuk secara sukarela, kemudian pinjaman dari lembaga funding tersebut disalurkan ke individu-individu dalam kelompok. Dengan ini diharapkan setiap anggota saling mendukung bila mengalami kesulitan. Hal ini dilakukan karena pinjaman akan tetap berlanjut jika pinjaman itu dikembalikan tepat waktu. Jika seseorang gagal bayar, maka hal tersebut akan berdampak kepada kelompok secara keseluruhan. Kelompok tersebut tidak akan menerima lagi pinjaman pada periode berikutnya. Hal ini akan menciptakan budaya membayar secara tepat waktu dan mendorong masyarakat untuk produktif. Sistem ini dinamakan tanggung renteng.

(15)

merupakan bagian dari strategi pemberdayaan masyarakat melalui penciptaan iklim yang kondusif bagi perkembangan potensi masyarakat dan penguatan potensi di masyarakat. (cholisin, Tulisan, 2007: 2-3) Selain itu, upaya Catur Makaryo tersebut juga merupakan strategi pemberdayaan masyarakat menurut MG Ana Budi Rahayu, yaitu memberikan fasilitas produksi. (Rahayu, www.binaswadaya.org/files/pemberdayaan-masyarakat-desa.pdf, diakses 1 Desember 2012). Inilah program kedua yang dilakukan Catur Makaryo dalam mengembangkan usaha mikro di Desa Karang Tengah.

c. Konservasi Lingkungan dan Budidaya Ulat Sutera

Konservasi lingkungan dapat dikatakan sebagai usaha pemberdayaan masyarakat dalam menggerakan usaha mikro dikarenakan atas tiga hal, yaitu sebagai cikal bakal desa wisata, peningkatan produktivitas pertanian, dan budidaya ulat sutera. Usaha ini sebenarnya telah dilakukan masyarakat sejak tahun 1985, namun baru berkembang pesat sejak bekerja sama dengan PT. Garuda Indonesia pada tahun 2005. Cikal bakal terbentuknya desa wisata di Karang Tengah diawali oleh kesepakatan antara Sultan Hamengkubuwono IX dengan PT Garuda dimana setiap turis dari Jepang diwajibkan menyumbangkan satu pohon di perbukitan Desa Karang Tengah. Hal ini dikarenakan kondisi bukit yang saat itu sangat tandus. Setelah terbentuknya Catur Makaryo, pengelolaan program tersebut dialihkan kepadanya. Dalam hal ini, turis kemudian tidak hanya menyumbangkan saja tapi juga ikut dalam menanamnya. Ini kemudian menjadikan bukit di Karang Tengah menjadi hijau dan menjadi tempat jujugan turis Jepang. Konservasi lingkungan ini juga semakin menggeliat saat BNI kemudian juga ikut menyumbangkan 10.000 bibit jambu mente pada tahun 2009.

(16)

Ditanaminya bukit di Desa Karang Tengah dengan jambu mente ternyata juga membawa berkah bagi petani di sana. Hal ini dikarenakan tumbuhan tersebut menjadi habitat alami ulat sutera liar. Dengan kondisi tersebut, petani kemudian dapat menjadi pengrajin kokon.2 Bergabungnya PT. Royal Silk dalam Catur Makaryo juga di dasarkan atas pertimbangan ini. PT. Royal Silk membantu masyarakat dalam mengelola ulat sutera liar. Perusahaan ini milik Gusti Pembayun (Putri Sultan Hamengkubuwono IX) yang kemudian membeli dan menampung ulat sutera dari petani di desa tersebut. Gusti Pembayun ini menjadi tokoh yang berperan besar dalam mengembangkan konservasi lingkungan dan budidaya ulat sutera. Salah satunya dalam membuka jaringan dengan PT. Garuda dan menganjurkan adanya penanaman pohon jambu mente. Ulat sutera yang telah dipanen tadi kemudian dijadikan kokon oleh petani. Setelah menjadi kokon, mereka kemudian menjualnya ke Catur Makaryo. Dari Catur Makaryo, kokon yang telah terkumpul tersebut kemudian dijual ke PT. Royal Silk dalam jumlah besar. PT. Royal Silk yang kemudian mengolah kokon tersebut menjadi kain sutera. PT. Royal Silk ini juga yang membantu publikasi dan membuka jaringan ke dunia internasional, salah satunya Jepang.

d. Pemberi Kredit Mikro

Sebagai sebuah civil society yang berusaha menggerakan perekonomian mikro, Catur Makaryo juga menjadi lembaga perkreditan mikro di tingkat desa dengan mewujudkan koperasi simpan pinjam. Koperasi ini melayani simpan pinjam dalam kapasitas yang kecil. Maksimal peminjaman di koperasi ini adalah Rp. 3 juta per orang. Koperasi ini menurut Sogiyanto (Ketua Catur Makaryo) berusaha menghadirkan pinjaman yang berbunga kecil untuk membantu keluarga atau individu yang membutuhkan pinjaman dalam mengatasi kesulitan ekonomi sehari-hari. Koperasi ini hanya melayani anggota Catur Makaryo saja. Keberadaan koperasi ini sangat membantu masyarakat. Hal ini dikarenakan proses untuk mendapatkan layanan keuangannya tidak sarat aturan, sederhana, dan cepat. Hal ini yang menjadi keunggulan koperasi ini. Menurut Kusmulyono (2009: 151), koperasi jenis ini memang sangat merakyat karena sesuai dengan ritme kehidupan masyarakat sehari-hari. Selain itu, juga membantu penyaluran kredit dalam sektor yang kecil.

Modal awal dari koperasi ini didapatkan dari pinjaman BNI sebesar Rp. 100 juta. Kemudian, dikembangkan dengan adanya simpan pinjam di masyarakat. Bunga dari pinjaman tersebut kemudian diputar lagi untuk menjadi modal koperasi ini kembali. Selain itu, modal koperasi juga didapatkan dari keuntungan segala usaha yang dilakukan Catur Makaryo. Hal ini

(17)

misalnya laba dari penjualan kokon tadi. Catur Makaryo membeli kokon dari petani sebesar Rp. 60.000, kemudian dijual ke PT. Royal Silk sebesar Rp. 70.000. Keuntungan Rp. 10.000 ini akan masuk dalam kas Catur Makaryo yang kemudian digunakan menjadi modal koperasi tersebut. Proses ini juga berlaku dalam usaha lain.

Adanya koperasi ini dalam Catur Makaryo sesuai dengan strategi pemberdayaannya Cholisin dalam melindungi masyarakat dari ketidakberdayaan karena kesulitan faktor ekonomi dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu koperasi juga sesuai dengan konsep pemberdayaan menurut J. Nasikun (seperti dikutip Cholisin, Tulisan, 2007: 2-5) dengan pola gotong royongnya. Hal ini dikarenakan pola utama dari koperasi yang bertumpu pada proses gotong royong di masyarakat.

e. Penginisiasi Desa Wisata

Desa wisata merupakan konsep pemberdayaan masyarakat yang diajukan oleh Catur Makaryo untuk menggerakan seluruh sektor usaha mikro di Desa Karang Tengah. Hal ini dikarenakan dengan konsep tersebut, seluruh potensi desa akan muncul dan dapat digunakan dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Bergeraknya sektor pariwisata akan mendorong bergeraknya sektor pertanian karena basis pariwisata di sana adalah agribisnis. Sektor kesenian juga akan tergerakkan dengan adanya turis yang berkunjung. Produk hasil kerajinan baik barang dan makanan juga akan terpasarkan karena adanya kedatangan para turis ke sana. Asumsi ini yang melatar belakangi Catur Makaryo berani menggerakan potensi desa di sektor pariwisata.

Selain hal di atas, sektor pariwisata juga akan membuat desa ini semakin memiliki nama di Nasional dan Internasional. Untuk melaksanakan hal itu, Catur Makaryo membentuk sebuah kelompok sadar wisata yang bertugas khusus dalam mengelola desa wisata Karang Tengah. Kelompok ini kemudian yang mengkonsep dan membuka jaringan kepada pihak luar. Hasilnya positif dengan adanya bantuan dari pemerintah pusat dalam bentuk PNPM Pariwisata di tahun 2010. Dengan bantuan tersebut, Catur Makaryo berusaha mengembangkan potensi yang ada, termasuk menyiapkan sarana penunjang seperti home stay dan show room.

(18)

program tersebut bertujuan untuk menarik wisatawan agar berkunjung ke Desa Karang Tengah. Target yang dicanangkan oleh Pargiyanto (Kabag. Kesra Desa dan salah satu pendiri Catur Makaryo) adalah terwujudnya 1000 wisatawan setiap tahun. Dan akhirnya, berdasarkan keterangan Bapak Pargiyanto (23 November 2012), target tersebut tercapai di tahun ini. Segala pencapaian tersebut kemudian diapresiasi oleh Pemerintah dengan adanya penghargaan sebagai nominasi sepuluh besar Desa Wisata dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif.

Kesimpulan dan Saran

Keberadaan Catur Makaryo di Desa Karang Tengah ini merupakan wujud eksistensi dari adanya civil society di tingkat desa. Sebagai civil society dengan segala ciri, peranan dan hubungannya dengan pihak pemerintah dan non-pemerintah, Catur Makaryo mampu memberdayakan masyarakat dalam rangka menggerakan usaha mikro di Desa Karang Tengah.

Bentuk pemberdayaaan masyarakat yang digunakan oleh Catur Makaryo dalam menggerakan usaha mikro di desa tersebut dibagi dalam beberapa bentuk, antara lain (a) menyelenggarakan pelatihan bagi masyarakat, (b) menyediakan modal untuk usaha mikro melalui kerjasama dengan pihak lain, (c) Konservasi lingkungan dan budidaya ulat sutera liar, (d) mendirikan koperasi simpan pinjam sebagai lembaga kredit mikro, dan (e) menginisiasi terwujudnya desa wisata Karang Tengah.

Segala upaya yang dilakukan Catur Makaryo dalam mengembangkan usaha mikro di Desa Karang Tengah merupakan wujud tanggung jawab civil society di tingkat desa untuk mengembangkan perekonomian masyarakat desa. Perekonomian masyarakat desa yang dimaksud adalah sebuah sistem perekonomian yang berbasiskan dan berorientasikan pada kemakmuran masyarakat. Dalam hal ini senada dengan perekonomian kerakyatan dalam paradigma Bung Hatta, yaitu sebuah sistem perekonomian yang melembagakan kedaulatan ekonomi rakyat. Semua itu dengan tujuan mengutamakan kemakmuran masyarakat atau rakyat secara umum, di atas kemakmuran perseorangan.

(19)

sekaligus menjadi saran dan kritik terhadap pola pembangunan saat ini yang masih banyak bersifat top down.

Pola organisasi dari Catur Makaryo yang bersifat mandiri dengan mengorganisir beberapa kelompok usaha masyarakat dalam suatu usaha bersama terbukti efektif. Sehingga hal ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat desa lain untuk mulai membuat kelompok masyarakat lintas sektoral ekonomi. Dengan berorganisasi, kekuatan masyarakat dapat lebih kuat dan lebih berdaya dalam menghadapai kehidupan. Hal ini dapat mendukung proses pemberdayaan masyarakat di tingkat desa. Dengan meorganisir dirinya sendiri, masyarakat desa dapat melepaskan ketergantungannya kepada pemerintah dalam memajukan kehidupannya sehingga usaha memajukan kesejahteraan dapat diinisiasi sendiri oleh kelompok masyarakat, walaupun sebenarnya hal ini merupakan kewajiban pemerintah. Hal ini perlu dilakukan karena memang menjadi kenyataan jika pemerintah saat ini belum mampu memberdayakan masyarakatnya dengan baik, khususnya di tingkat Desa. Maka, usaha masyarakat yang terorganisir sangat penting dilakukan demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat Desa yang egaliter.

“Dalam pasal 33 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dan di bawah pimpinan atau pemilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran orang perseorang…” (Penjelasan Pasal 33 UUD 1945)

Daftar Pustaka Buku dan Tulisan

Badan Pusat Statistik. Kecamatan Imogiri dalam Angka. Bantul: Koordinator Statistik Kecamatan Imogiri. 2012.

(20)

Budiman, Arif. State and Civil society in Indonesia. Victoria: Monash University Press. 1990. Cholisin. Pemberdayaan Masyarakat. Tulisan di sampaikan pada Gladi Manajemen

Pemerintahan Desa bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 di Lingkungan Kabupaten Sleman, 19-20 Desember 2011.

Culla, Adi Suryadi. Rekonstruksi Civil society:Wacana dan Aksi Ornop di Indonesia. Jakarta: LP3ES. 2006.

Ernayanti dan Ita Novita. Budaya Kemiskinan di Desa Tertinggal di Yogyakarta: Kasus Desa Karang Tengah, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul. Jakarta: CV.Bupara Nugraha. 1996. Kusmulyono, B.S. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha. Bogor: IPB Press. 2009.

Peraturan Perundang-Undangan

Republik Indonesia. UU No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah. 2008 Republik Indonesia. Permendagri RI No. 7 tahun 2007 tentang Kader Pemberdayaan

Masyarakat. 2007 Internet

Desa Wisata Karang Tengah berhasil Peroleh Penghargaan dari Kemparekraf. Diunduh dari

http://jogja.antaranews.com/print/306019/desa-wisata-karangtengah-peroleh-penghargaan-dari-kemparekraf, diakses pada 1 Desember 2012 pukul 14.45

Rahayu, MG Ana Budi. Pembangunan Perekonomian Nasional melalui Pemberdayaan

Masyarakat Desa. Diunduh dari www.binaswadaya.org/files/pemberdayaan-masyarakat-desa.pdf, diakses pada 1 Desember 2012 pukul 14.13

Sumber Wawancara

H. Sogiyanto, Ketua Catur Makaryo, kediaman H. Sogiyanto, 22 November 2012 pukul 16.00 WIB

Referensi

Dokumen terkait

(1) Pusat Kepatuhan Internal Kepabeanan dan Cukai mempunyai tugas menyiapkan perumusan kebijakan, standardisasi dan bimbingan teknis, dan evaluasi pelaksanaan

Dalam penelitian ini menggunakan model pendekatan discovery learning , dengan menggunakan rancangan penelitian yang berbasis Penelitian Tindakan Kelas (PTK).

Dalam hal pembelian Unit Penyertaan KISI EQUITY FUND dilakukan oleh Pemegang Unit Penyertaan secara berkala sesuai dengan ketentuan butir 13.3 Prospektus, maka Formulir

agian baratdaya Kalimantan tersusun atas kerak yang stabil (Kapur Awal) sebagai bagian dari Lempeng Asia Tenggara meliputi baratdaya Kalimantan, Laut Jawa bagian

Investasi dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo adalah aset keuangan non-derivatif dengan pembayaran tetap atau telah ditentukan dan jatuh temponya telah

Mencermati ukuran koloni karang batu yang menyebar disepanjang pantai Pulau Nusalaut lebih didominasi oleh marga Porites terutama jenis Porites lutea yang dijumpai di seluruh

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya, tiada daya dan upaya melainkan atas izin-Nya sehingga dapat

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas larvasida ekstrak metanol buah pare (Momordica charantia L.) terhadap larva Aedes aegypti dan