5 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Diabetes Melitus 2.1.1 Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus merupakan suatu gangguan metabolik yang ditandai dengan adanya hiperglikemia jika tidak adanya pengobatan. Secara patologis, penyakit diabetes melitus terjadi karena ketidakmampuan mensekresi insulin, gangguan kerja insulin ataupun keduanya serta gangguan pada metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Efek spesifik dari diabetes termasuk retinopati, nefropati dan neuropati komplikasi lainnya. Penderita diabetes juga berpotensi terkena penyakit lain termasuk jantung, penyakit arteri perifer dan serebrovaskuler, obesitas, katarak, disfungsi ereksi dan non alkohol. Mereka juga berpotensi terkena penyakit menular seperti tuberkulosis (World Health Organization, 2019).
Diabetes melitus adalah penyakit kronis yang berupa gangguan metabolik yang ditandai dengan kadar gula darah yang melebihi batas normal (Kementrian Kesehatan RI, 2020) . Diabetes melitus jika dibiarkan akan menyebabkan kerusakan banyak organ tubuh serta mengarah ke komplikasi seperti penyakit kardiovaskuler, kerusakan saraf, kerusakan ginjal dan penyakit mata namun apabila penatalaksanaan diabetes tepat dan tercapai komplikasi serius ini bisa ditunda bahkan dapat di cegah (IDF, 2019)
2.1.2 Etiologi Diabetes Melitus
Pada umumnya diabetes melitus disebabkan oleh kenaikan kadar gula darah karena kerusakan sel beta pankreas sehingga produksi insulin tidak ada sama sekali dan karena penurunan sekresi insulin yang rendah oleh kalenjar pankreas. Di bawah ini beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya diabetes melitus menurut (IDF, 2019) :
a. Sebab penyakit pankreas eksokrin, seperti pankreatitis, trauma infeksi, kanker pankreas dan pancreatectomy.
6
b. Sebab gangguan endokrin, yang menyebabkan kelebihan sekresi hormon yang menangkal insulin.
c. Sebab dari obat dan bahan kimia, yang menggangu sekresi insulin atau kerja insulin.
d. Sebab dari infeksi virus, yang berhubungan dengan penghancuran sel beta.
e. Gangguan sistem imunologis.
f. Sindrom genetik yang berhubungan dengan diabetes, seperti sindrom praderwili, sindrom down, ataksia friedreich.
2.1.3 Klasifikasi Diabetes Melitus
American diabetes association (ADA, 2018), mengklasifikasikan Diabetes Melitus (DM) sebagai berikut :
1. Diabetes Melitus tipe 1
Pada Diabetes Melitus Tipe 1 diduga berkaitan dengan faktor genetik, pada DM tipe ini disebabkan oleh reaksi dari autoimun yang mana sistem pertahanan tubuh menyerang sel beta pada pankreas sehingga akan berakibat tubuh tidak dapat memproduksi insulin yang dibutuhkan untuk mengatur kadar gula darah (ADA, 2018)
2. Diabetes Melitus tipe 2
Pada Diabetes Melitus tipe 2 sering terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat. Pada DM tipe ini penyebabnya dikarenakan menurunnya sekresi insulin sel beta secara progresif, Yang mana pada diabetes tipe 2 ini tubuh masih bisa memproduksi insulin namun resisten terhadap insulin itu sendiri sehingga insulin menjadi tidak efektif. Sehingga dalam keadaan tersebut menyebabkan kadar glukosa darah menjadi tinggi (ADA, 2018).
3. Diabetes Melitus Gestational
Diabetes gestational terjadi selama kehamilan yang diawali dengan intoleransi glukosa yang mana intoleransi tersebut di diagnosa pada trimester kedua dan trimester ketiga (ADA, 2018)
4. Diabetes Melitus tipe lain
7
Tipe diabetes ini disebabkan oleh penyebab lain seperti, sindrom diabetes monogenik (seperti diabetes neonatal atau diabetes yang dialami oleh bayi baru lahir), penyakit yang terjadi pada pankreas eksokrin seperti pankreasitis, fibrosis kistik dan diabetes yang disebabkan oleh obat-obatan dari bahan kimia seperti penggunaan glukokortikoid dalam pengobatan HIV/AIDS dan setelah transplantasi organ (ADA, 2018).
2.1.4 Diagnosa Diabetes Melitus
Dalam penegakkan diagnosa diabetes melitus adalah dengan melakukan pemeriksaan kadar gula darah. Pemeriksaan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus adalah dengan pemeriksaan secara enzimatik atau menggunakan bahan plasma darah vena. Menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2020), Terdapat 4 kriteria dalam penegakkan diagnosis diabetes melitus meliputi :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Pada pemeriksaan ini pasien berpuasa selama minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl. Pada pemeriksaan ini dilakukan 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl. Pada pemeriksaan ini biasanya terdapat keluhan klasik seperti, sering lapar dan haus, sering buang air kecil, berat badan menurun.
4. Pemeriksaan HbA1c ≥6,5%. Pada pemeriksaan ini menggunakan metode standar yang distandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standardization Program (NGSP).
Hasil pemeriksaan yang tidak memenuhi standar normal akan digolongkan menjadi kelompok prediabetes, antara lain terdiri dari Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT). Jika Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) terpenuhi apabila hasil pemeriksaan glukosa plasma 2 jam setelah tes toleransi glukosa oral yaitu pada antara 140-199 mg/dl dan glukosa plasma puasa <100 mg/dl. Sedangkan pada Gukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT) adalah terjadi ketika hasil dari pemeriksaan glukosa plasma puasa antara
8
100-125 mg/dl dan pemeriksaan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) glukosa plasma 2 jam <140 mg/dl (Kementrian Kesehatan RI, 2020)
2.1.5 Manifestasi Klinis Diabetes Melitus
Pada umumnya gejala yang dapat ditimbulkan oleh penyakit diabetes melitus diantaranya polidipsia (sering minum), polifagia (sering makan) poliuria (sering BAK), penglihatan kabur dan terjadi penurunan berat badan. Pada penderita diabetes melitus juga dapat memiliki gejala infeksi jamur pada genitalia.
Manifestasi klinis dari diabetes melitus yang paling parah adalah ketoasidosis atau keadaan hiperosmolar non ketotik yang dapat menyebabkan dehidrasi, koma dan tidak adanya pengobatan yang efektif bahkan kematian. Namun pada diabetes melitus tipe 2 gejala sering tidak parah atau mungkin tidak ada dikarenakan lambatnya hiperglikemia yang memburuk. Akibatnya tidak ada pengujian biokimia, dikarenakan hiperglikemia menyebabkan perubahan patologis dan fungsional yang muncul dalam waktu yang lama sebelum akhirnya diagnosis ditegakkan (World Health Organization, 2019).
2.1.6 Faktor Resiko Diabetes Melitus
Menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2020) , Faktor resiko diabetes melitus terdiri dari faktor yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah umur, jenis kelamin, ras atau suku, riwayat keluarga dengan diabetes melitus, riwayat ibu yang melahirkan bayi >4.000 gram dan riwayat bayi lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) atau <2.500 gram. Sedangkan faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah :
a. Berat badan lebih dan obesitas sentral/abdominal
Seseorang yang memiliki kelebihan berat badan maupun obesitas semakin lama akan menjadi kurang sensitif terhadap insulin (retensi insulin).
Dikarenakan lemak pada penderita yang memiliki berat badan lebih maupun obesitas akan meningkatkan pelepasan asam lemak bebas yang menyebabkan retensi insulin sehingga sel beta akan bekerja lebih keras dalam memproduksi insulin dan akan mengalami kelelahan sehingga tidak
9
mampu lagi untuk memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup akibatnya kadar gula darah menjadi naik.
b. Kurangnya aktivitas fisik
Kurangnya aktivitas fisik merupakan faktor risiko penyakit diabetes melitus. Ketika seseorang kurang dalam melakukan aktivitas fisik maka glikogen atau cadangan glukosa yang tersimpan pada otot akan menumpuk akibatnya gula darah akan naik
c. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko diabetes melitus karena memengaruhi sekresi insulin di pankreas yang akibatnya meningkatkan kadar gula darah.
d. Dislipidemia
Dislipidemia ditandai dengan kenaikan kadar trigliserida dan penurunan kadar HDL yang sering terjadi pada penderita diabetes melitus
e. Diet tidak sehat dan tidak seimbang (tinggi kalori)
Diet yang tidak sehat merupakan faktor risiko dari diabetes melitus karena sebagian besar penderita diabetes melitus diakibatkan oleh kebiasaan dari mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori namun nutrisi yang kurang.
f. Kondisi prediabetes
Ditandai dengan toleransi glukosa terganggu (TGT 140-199 mg/dl) atau gula darah puasa terganggu (GDPT <140 mg/dl) (Kementrian Kesehatan RI, 2020).
g. Merokok
Perokok aktif memiliki resiko lebih tinggi terkena diabetes melitus dibandingkan dengan yang tidak merokok. Nikotin pada rokok memengaruhi sekresi insulin akibatnya terjadi penumpukan glukosa dalam darah.
2.1.7 Penatalaksanaan Diabetes Melitus
Menurut (Soelistijo et al, 2019), penatalaksanaan diabetes melitus dimulai dengan menerapkan pola hidup sehat bersamaan dengan tindakan farmakologis dengan obat anti hiperglikemia secara oral maupun suntikan. Obat anti hiperglikemia secara oral dapat diberikan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi. Pada keadaan darurat misalnya stress berat, ketoasidosis, berat badan
10
yang turun dengan cepat, atau adanya ketonuria segera rujuk ke pelayanan kesehatan sekunder atau tersier. Penting juga untuk memberikan pengetahuan pemantauan mandiri, tanda dan gejala diabetes melitus. Adapun tujuan penatalaksanaan pada diabetes melitus adalah untuk meningkatkan kualitas hidup pada penderita meliputi :
a. Tujuan jangka pendek : menghilangkan keluhan diabetes melitus, memperbaiki kualitas hidup penderita dan mengurangi resiko komplikasi akut.
b. Tujuan jangka panjang : mencegah dan menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati.
c. Tujuan akhir penatalaksanaan adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus.
Untuk mencapai tujuan penatalaksanaan diabetes melitus perlu dilakukan pengontrolan glukosa darah, tekanan darah dan profil lipid melalui penggelolaan pasien secara komperehensif.
2.2 Konsep pola hidup sehat 2.2.1 Definisi Sehat
Menurut (WHO, 2013) sehat merupakan keadaan dinamis fisik, mental dan kesejahteraan. Sehat lebih dari sekedar keadaan tidak adanya penyakit atau kecacatan. Sehat mencakup dimensi fisik kognitif, emosional dan sosial yang dipegaruhi oleh berbagai faktor biomedis, psikologis, sosial, ekonomi dan faktor lingkungan yang berhubungan dengan seseorang pada cara dan waktu yang berbeda. Sehat adalah hal yang terpenting tentang manusia serta tergantung bagaimana manusia menciptakan sehat dalam konteks kehidupan sehari-hari mereka.
2.2.2 Pola Hidup Sehat
Pola hidup sehat merupakan suatu kebiasaan menjalani hidup yang sehat guna meningkatkan status kesehatan maupun usaha dalam menurunkan resiko terkena suatu penyakit. Pola hidup sehat dapat dilakukan dengan menerapkan pola makan yang sehat, melakukan aktivitas fisik, dan menjaga lingkungan tetap sehat
11
serta menghindari pola hidup yang tidak sehat seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol serta kebiasaan makan yang tidak sehat (Cahyani dkk, 2020). Menurut FAO dan (World Health Organization, 2020) . Pola makan yang sehat adalah untuk mencapai kesehatan yang optimal dan pengembangan semua individu serta berfungsi untuk kesejahteraan fisik, mental dan sosial di semua tahap generasi sekarang maupun generasi yang akan datang dan untuk mencegah semua bentuk malnutrisi serta mengurangi resiko terkena penyakit. Komposisi pola makan yang sehat tergantung pada kebutuhan setiap individu misalnya usia, jenis kelamin, gaya hidup, tingkat aktivitas fisik, kebudayaan dan makanan yang tersedia (The World Health Organization, 2018)
Menurut (Rahmawati dkk, 2020), Pola hidup sehat ialah suatu gaya hidup dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu misalnya dari makanan dan olahraga. Dengan menerapkan pola hidup sehat kita dapat memperoleh manfaat seperti tidur lebih berkualitas, pikiran menjadi positif, mencegah dari berbagai macam penyakit, membuat tubuh menjadi lebih semangat dalam bekerja maupun melakukan aktivitas sehari-hari dan membuat penampilan menjadi lebih segar serta meningkatkan rasa percaya diri.
2.2.3 Komponen yang Mempengaruhi Pola Hidup Sehat
Beberapa faktor yang mempengaruhi pola hidup sehat meliputi : 1. Pola Kebersihan Diri (Personal Higiene)
Kebersihan diri merupakan kebutuhan dasar yang meliputi mandi, perawatan mulut, perawatan mata, hidung, telinga, perawatan rambut, perawatan kulit, perawatan kaki, perawatan kuku (Pereira, 2018) .Menurut (Hidayat, 2010) menjaga kebersihan diri (personal hygiene) dilaksanakan dengan menjaga kebersihan tubuh seperti mandi, mengosok gigi, mencuci pakaian dan memakai pakaian yang bersih.
2. Pola Makan
Pola makan merupakan gambaran mengenai pengaturan jenis makanan, jumlah makanan yang akan dikonsumsi serta frekuensi makan yang dilakukan setiap hari oleh seseorang. Menurut (Hariyani, 2011) Pola
12
makan merupakan karakteristik dari kegiatan yang berulang kali dilakukan oleh individu atau setiap orang dalam memenuhi kebutuhan makanan.
3. Pola Aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan faktor yang penting dalam menentukan apakah seseorang dapat memelihara berat badan, menurunkan berat badan yang berlebih serta mempertahankan dan menurunkan berat badan.
Melakukan aktivitas fisik lebih baik daripada tidak melakukan aktivitas sama sekali, pada orang dewasa yang melakukan aktivitas fisik sedang hingga berat mendapatkan keuntungan beberapa manfaat kesehatan. (Early et al, 2013)
4. Pola Berfikir
Menurut (Ardana and Anwar, 2019), Pola berfikir merupakan cara berpikir yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang sehingga pada akhirnya akan menentukan level keberhasilan hidupnya. Seseorang dianjurkan untuk selalu berpikir secara positif. Berpikir positif merupakan kemampuan dalam menilai sesuatu dari sisi positif. Dengan berpikir positif akan membawa banyak keuntungan bagi kesehatan tubuh. Seseorang yang berpikir positif akan melihat sesuatu dengan pengetahuan bahwa akan ada yang baik dan yang buruk datang dalam kehidupan.
5. Pola Istirahat dan Tidur
Salah satu pola hidup sehat yang dapat dilakukan oleh setiap individu adalah dengan memperhatikan pola istirahat dengan baik serta memperhatikan pola tidur yang cukup. Pola istirahat dan tidur yang cukup dapat mempengaruhi kesehatan pada setiap individu secara optimal.
Secara umum, istirahat merupakan suatu keadaan yang tenang, santai serta tanpa tekanan emosional dan tanpa perasaan gelisah. Sedangkan tidur merupakan keadaan dimana seseorang tidak sadarkan diri atau reaksi seseorang terhadap lingkungan menurun dan dapat dibangunkan kembali dengan rangsangan yang cukup (Haswita & Sulistyowati, 2017)
6. Pemeriksaan Kesehatan Secara Rutin
Pemeriksaan kesehatan secara rutin penting dilakukan dalam melakukan pola hidup sehat. Pemeriksaan kesehatan secara rutin sebagai
13
upaya dalam pencegahan suatu penyakit yang dilakukan pada setiap individu usia 15 tahun ke atas yang bertujuan untuk mengenali faktor resiko perilaku yang dapat menyebabkan suatu penyakit (Kemenkes RI, 2017).
2.2.4 Pola Hidup Sehat Pada Penderita Diabetes Melitus 1. Pengaturan Pola Makan
Pengaturan pola makan pada penderita diabetes melitus sangat penting dengan tetap menyesuaikan kebutuhan kalori yang dibutuhkan oleh penderita diabetes melitus agar penderita diabetes melitus memiliki berat badan yang ideal serta gula darah dapat terkontrol dengan baik. Pengaturan pola makan pada penderita diabetes melitus (DM) meliputi kandungan dari makanan yang akan dikonsumsi, kuantitas makanan yang akan dikonsumsi serta waktu asupan makanan (Kementrian Kesehatan RI, 2020) . Pengaturan tersebut dapat di sebut juga dengan 3J yaitu :
1) Tepat Jumlah
Jumlah makanan yang akan dikonsumsi harus disesuaikan dengan BB yang memadai serta jumlah energi yang dianjurkan adalah dengan memperhatikan komposisi yang seimbang antara karbohidrat, lemak dan protein sesuai dengan kecukupan gizi.
2) Tepat Jenis
Penderita diabetes melitus (DM) sangat penting untuk mengetahui jenis makanan yang akan dikonsumsi baik makanan yang dianjurkan maupun makanan yang sebaiknya dihindari pada penderita diabetes melitus. Makanan yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus yaitu, makanan pokok, sayuran, buah-buahan serta susu. Sedangkan makanan yang tidak dianjurkan atau sebaiknya dihindari pada pasien diabetes melitus adalah makanan yang manis, berlemak serta mengandung pengawet (Kementrian Kesehatan RI, 2020).
3) Tepat Jadwal
Jadwal makan merupakan hal yang penting dalam mengontrol glukosa darah. Penderita diabetes melitus (DM) dianjurkan untuk
14
mengonsumsi makanan lebih sering namun dengan porsi yang secukupnya. Jadwal makan yang dianjurkan pada penderita diabetes melitus terdiri dari 3 kali makan utama dan disertai 3 kali makan selingan namun dengan porsi kecil dengan jarak antara makan 2-3 jam.
(Handayani dkk, 2016) 2. Aktivitas Fisik
Menurut (Kementrian Kesehatan RI, 2020) Salah satu pola hidup sehat yang dapat dilakukan pada penderita diabetes melitus adalah melakukan aktivitas fisik. Aktivitas fisik pada penderita diabetes melitus dapat dilakukan dengan menyesuaikan kondisi dari penderita diabetes melitus. Aktivitas fisik yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes melitus idealnya dilakukan dengan durasi minimal 30 menit/hari atau 150 menit/minggu dengan intensitas sedang (50%-70% maximum heart rate). Penderita diabetes melitus dapat melakukan aktivitas fisik seperti senam diabetes dan berjalan santai.
3. Berfikir Positif
Pada individu yang menderita diabetes melitus (DM) akan mengalami banyak perubahan dalam hidupnya mulai dari perubahan dalam pola makan, pola aktivitasnya, pola istirahatnya, harus patuh terhadap pengobatan dan lain sebagainya. Perubahan hidup tersebut akan berpengaruh pada beberapa reaksi psikologis dimana pasien yang divonis menderita diabetes melitus akan terdoktrin bahwa penyakitnya akan menganggu aktivitas sehari-hari. Reaksi yang muncul diantaranya seperti, stress, kecemasan dan lain sebagainya.
Penderita diebetes melitus dianjurkan untuk selalu berpikir positif dikarenakan dengan berpikir positif dapat mempengaruhi tingkah laku seseorang yang menderita diabetes melitus untuk mengatur pola hidup yang sehat guna meningkatkan status kesehatan (Saifunurmazah, 2013).
4. Istirahat Dan Tidur Yang Cukup
Pola hidup sehat pada penderita diabetes melitus selain memperhatikan pola makan, pola aktivitas fisik dan berpikir positif, istirahat dan tidur merupakan hal yang mempengaruhi pola hidup sehat pada penderita
15
diabetes melitus. Istirahat tidur yang kurang akan memicu meningkatnya gula darah dikarenakan kurangnya intensitas jam tidur akan meningkatkan hormon yang memicu nafsu makan menjadi meningkat akibatnya penderita diabetes melitus akan menjadi mudah lapar kemudian memakan makanan yang berkalori tinggi sehingga akan menyebabkan gula dalam darah meningkat (Syaf dkk, 2017)
5. Pemeriksaan Gula Darah
Pemeriksaan gula darah pada pasien diabetes melitus penting dilakukan secara berkala. Setiap 6 bulan sekali penderita diabetes melitus dinilai atau dievaluasi pengobatan serta gaya hidupnya guna mengontrol kepatuhan pola hidup pasien diabetes melitus terhadap modifikasi pola hidup.
Dengan melakukan pemeriksaan secara rutin, diharapkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus menjadi lebih terkontrol dan lebih terkendali (Kementrian Kesehatan RI, 2020).