8 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1.Diabetes Melitus
2.1.1. Tinjauan Umum Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelainan metabolisme heterogen yang ditandai dengan perubahan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein yang menyebabkan hiperglikemia akibat kelainan sekresi insulin, kerja insulin, maupun keduanya (Dian, Pambudi, & Pradini, 2017; Kerner & Bruckel, 2014; Sahil, Dhruv, N, Rajni,
& Shabnam, 2019). Tingginya kadar glukosa darah dapat menjadi faktor meningkatnya radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas merupakan salah satu faktor penyebab munculnya berbagai penyakit, misalnya kanker, jantung koroner, aterosklerosis, penuaan dini (Pradini et al., 2017), kerusakan ginjal, mata, pembuluh darah, dan saraf (Sahil et al., 2019). Diabetes melitus dapat diketahui dengan pemeriksaan kadar glukosa darah. Diabetes melitus ditetapkan apabila kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, glukosa darah dua jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl, atau glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl (Kerner & Bruckel, 2014;
RISKESDAS, 2019).
2.1.2. Klasifikasi dan Mekanisme Diabetes Melitus
Diabetes melitus terdiri dari diabetes melitus tipe I dan tipe II. Diabetes melitus tipe I disebabkan karena ketidakmampuan sel β pankreas menghasilkan insulin yang cukup untuk penyerapan glukosa, kekurangan insulin disebabkan karena reaksi autoimun yang mengganggu sel β pankreas (Ridho
& Febrina, 2016). Diabetes melitus tipe I atau yang disebut Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) disebabkan karena kerusakan dari sel beta di pankreas terutama oleh autoimun, sehingga tidak dapat memproduksi insulin dan ditandai dengan kurangnya kadar insulin plasma (Harijanto & Dewajanti, 2017).
Harijanto dan Dewajanti (2017) menambahkan, Diabetes melitus tipe I dapat berkembang menjadi tipe II karena faktor usia, obesitas dan kurang aktivitas fisik.
Kasus dari Diabetes melitus tipe I adalah sebanyak 10% dari kasus DM.
9
Diabetes melitus tipe II atau dikenal sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) lebih umum dialami oleh penderita DM, disebabkan karena berkurangnya sensitivitas terhadap insulin atau resistensi insulin (Harijanto
& Dewajanti, 2017; Ridho & Febrina, 2016). Resistensi insulin adalah kelainan pada reseptor insulin yang tidak adekuat untuk menstimulasi transport glukosa ke otot skeletal dan jaringan lemak, dan tidak adekuat dalam menekan produksi glukosa hati (Harijanto & Dewajanti, 2017). Resistensi ini dapat disebabkan oleh obesitas, kelebihan glukokortikoid atau hormon pertumbuhan, kehamilan yang menyebabkan diabetes gestasional, ataupun mutase (Harijanto & Dewajanti, 2017).
Harijanto dan Dewajanti (2017) menambahkan bahwa, penderita DM tipe II biasanya berusia di atas 30 tahun, serta apabila orang tua atau saudara kandung mempunyai riwayat diabetes melitus tipe II, maka akan meningkatkan faktor risiko mengalami DM tipe II. Diabetes mellitus tipe 2 paling banyak dijumpai dalam masyarakat. Diabetes tipe ini paling banyak muncul pada usia dewasa dan disebabkan karena kurangnya produksi insulin atau tidak efektifnya penggunaan insulin oleh tubuh. Sekitar 90% sampai dengan 95% dari kejadian diabetes diseluruh dunia adalah DM tipe 2 (Sormin & Tenrilemba, 2019). Mekanisme terjadinya diabetes tipe 2 diawali oleh faktor obesitas atau berat badan overweight.
Obesitas menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Sebelum diagnosis DMT2, sel β pankreas dapat memproduksi insulin secukupnya, akan tetapi insulin tidak dapat bekerja secara optimal pada sel otot, lemak, dan hati akibat resistensi insulin, sehingga kadar glukosa darah akan tetap meningkat, serta pada saatnya akan terjadi hiperglikemia kronik. Hiperglikemia kronik dapat merusak sel β pankreas dan memperburuk resistensi insulin, sehingga produksi insulin tidak adekuat atau tidak diproduksi sama sekali (Decroli, 2019).
2.1.3. Terapi Diabetes Melitus
Terapi diabetes melitus dapat dilakukan dengan cara terapi non-farmakologi (terapi diet dan olahraga), terapi farmakologi (terapi insulin), dan terapi obat hipoglikemik oral. Berikut penjelasan masing-masing terapi yang dapat dilakukan oleh penderita diabetes melitus :
10 2.1.3.1.Terapi non-farmakologi
a. Terapi diet
Penderita diabetes melitus sangat dianjurkan untuk melakukan diet. Terapi diet dilakukan oleh penderita diabetes dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menunda terjadinya komplikasi akut maupun kronis (Wulandari &
Martini, 2013). Pola diet diabetes melitus yang dikenal oleh masyarakat adalah 3J (Jumlah, Jadwal, Jenis), yaitu J1 adalah jumlah kalori yang diberikan harus habis, J2 adalah jadwal diet harus diikuti sesuai dengan intervalnya yaitu tiga jam, J3 adalah jenis makanan manis yang harus dihindari (Wulandari & Martini, 2013).
Apabila diet 3J tidak dilakukan, maka penderita dapat mengalami resiko komplikasi kronis 2,493 kali dari penderita diabetes melitus yang melaksanakan diet sesuai prinsip 3J (Wulandari & Martini, 2013).
b. Olahraga
Olahraga dapat dilakukan minimal 3-4 kali seminggu selama 20-30 menit.
Sebelum, selama, dan sesudah berolahraga, penderita diharuskan minum banyak cairan untuk menghindari terjadinya dehidrasi, serta tidak diperbolehkan melakukan olahraga apabila kadar gula darah tidak terkontrol (> 250 mg/dl) atau terdapat keton bodies dalam urine (Wulandari & Martini, 2013).
2.1.3.2.Terapi farmakologi (terapi insulin)
Terapi insulin wajib hukumnya bagi penderita diabetes melitus tipe I atau beberapa penderita diabetes melitus tipe II. Injeksi insulin menjadi keharusan karena hormon insulin pada penderita diabetes melitus tidak bisa dihasilkan atau tidak dapat digunakan dengan baik (Rismayanthi, 2010).
2.1.3.3.Terapi obat hipoglikemik oral
Pengobatan menggunakan obat hipoglikemik oral yang berhasil digunakan antara lain, (1) sulfonulire (gliburid dan gilpizid) berperan dalam merangsang pelepasan insulin endogen (2) metformin berfungsi dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan penekanan pelepasan glukosa hati (3) tiazolidinediones berperan untuk menurunkan kadar glukosa dan insulin dengan risiko hipoglikemia yang kecil dan (4) akarbosa, karbohidrat yang dikonsumsi akan mengalami penundaan dalam absorpsi, sehingga dapat membantu dalam menurunkan
11
peningkatan kadar glukosa postprandial pada penderita (Wulandari & Martini, 2013).
2.2.Semangka (Citrullus lanatus)
2.2.1. Tinjauan Umum Semangka (Citrullus lanatus)
Semangka adalah buah tropis yang termasuk ke dalam famili Cucurbitaceae.
Morfologi tanaman semangka memiliki ciri-ciri antara lain, tanamannya memiliki cabang panjang (pertumbuhan menjalar); memiliki batang berbentuk persegi, lunak atau sedikit berkayu, dan berambut halus; daun menyirip kecil, ujung meruncing, tepi bergelombang; bunga tunggal tidak sempurna dan berwarna kuning;
menghasilkan buah berbentuk bulat atau lonjong; memiliki kulit buah berwarna hijau muda hingga hijau tua dengan larik hijau tua; serta memiliki daging buah berwarna mencolok (Abu-Nasser & Abu-Naser, 2018; Saleh & Aidi, 2018).
Buah semangka adalah buah yang digemari oleh masyarakat, karena memiliki kandungan air yang tinggi serta memiliki rasa yang manis. Kandungan air buah semangka sebesar 90% (Abu-Nasser & Abu-Naser, 2018).
Indonesia terdapat tiga jenis semangka antara yaitu, semangka lokal (semangka batu sengkaling, semangka bojonegoro, semangka hitam dari pasuruan, dan semangka sweet beauty), semangka hibrida berbiji (farmers giant, new dragon, south crimson, dan grand baby), dan semangka hibrida tanpa biji (quality, sky bell, orchid sweet, farmers wonderful, dan fengshan) (Kusumastuti, Sukarsa, & Widodo, 2017). Setiap varietas semangka memiliki rasa, ukuran, dan bentuk yang berbeda.
Buah semangka juga memiliki beberapa manfaat antara lain, untuk kesehatan jantung, anti kanker, menormalkan tekanan darah tinggi, meningkatkan kualitas tidur, penurunan berat badan (Abu-Nasser & Abu-Naser, 2018), menjaga kesehatan kulit, dan melancarkan pengeluaran urine (Ismayanti, Bahri, & Nurhaeni, 2013).
2.2.2. Senyawa Aktif Albedo Kulit Semangka
Buah semangka memiliki lapisan kulit yang tebal, berdaging, dan berwarna putih. Lapisan berdaging pada kulit semangka disebut dengan albedo. Menurut Amir dan Borang (2015), albedo adalah lapisan tengah (mesokarp) pada buah
12
semangka. Albedo buah semangka mengandung berbagai senyawa aktif yang dapat berperan dalam pengobatan. Senyawa-senyawa tersebut antara lain :
1. Citrulline
Citrulline menurut Rimando (dalam Niwanggalih et al., 2014) merupakan asam amino non-esensial yang berperan dalam metabolisme dan regulasi NO yang merupakan molekul bioaktif yang penting dalam kondisi fisiologis maupun patologis. Citrulline merupakan kunci dari siklus urea di hati dan ginjal, serta produk akhir dari metabolisme glutamin (Azizi et al., 2020). Kadar citrulline sangat tinggi ditemukan pada semangka, serta dapat ditemukan pula dalam jumlah kecil pada beberapa bahan alam lain seperti mentimun, labu, daun labu, dan coklat (Azizi et al., 2020).
Citrulline secara efektif melindungi DNA dan enzim metabolisme dari cedera oksidatif (Kusvuran, Dasgan, & Abak, 2013), penangkap radikal hidroksil yang efisien, serta antioksidan yang kuat (Davis et al., 2011). Kadar citrulline dalam albedo buah semangka mencapai 60% atau 24,4 mg/gr bobot kering (Rimando (Niwanggalih et al., 2014))
Citrulline merupakan golongan senyawa polar yang dapat larut pada pelarut polar (Ratu, Silabi, & Citroreksoko, 2016). Ratu et al. (2016), menambahkan bahwa kenaikan kadar citrulline berbanding lurus dengan tingkat kepolaran pelarut yang digunakan. Pelarut air merupakan senyawa yang paling polar dibandingkan dengan pelarut lainnya (Ningrum et al., 2019; Septiana & Asnani, 2012). Citrulline juga termasuk ke dalam golongan senyawa termostabil (tahan terhadap panas). Menurut Ratu, Himawan, dan Radhi (2016), pengujian terhadap kadar citrulline kulit buah blewah dengan pelarut air serta menggunakan tiga metode ekstraksi yang berbeda, antara lain maserasi, digesti, dan dekokta memberikan hasil yang berbeda nyata diantara ketiga metode ekstraksi. Berdasarkan data yang didapat, kadar citrulline pada ekstrak kulit blewah dengan metode dekokta lebih tinggi dibandingkan ekstrak lainnya (Ratu, Himawan, et al., 2016). Menurut Silabi (dalam Ratu, Himawan, et al., 2016), walaupun dengan proses pemanasan, masih terdapat kandungan senyawa citrulline.
13 2. Pektin
Pektin adalah serat larut dalam air yang tidak dapat di cerna oleh tubuh manusia dan hanya akan mengalami fermentasi oleh mikroflora usus (Dianasari & Fajrin, 2015; Lattimer & Haub, 2010). Pektin termasuk ke dalam polisakarida kompleks penyusun dinding sel tumbuhan. Pektin adalah polisakarida kompleks yang tersusun dari unit asam D-galakturonat yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) (Alhassan, G, U, S, & Victor, 2016; Dhaneswari, Sula, Ulima, & Andriana, 2015;
Lattimer & Haub, 2010). Albedo kulit semangka mengandung pektin sebesar 21,03% (Nuraeni, I., Sustriawan, B., dan Proverawati, 2019).
3. Flavonoid
Flavonoid adalah senyawa fenol alam yang banyak ditemukan hampir pada semua tumbuhan serta memiliki aktivitas antioksidan (Neldawati, Ratnawulan, &
Gusnedi, 2013). Aktivitas antioksidan flavonoid disebabkan oleh penangkapan radikal bebas dengan donor atom hidrogen dari gugus hidroksil flavonoid (Neldawati et al., 2013). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Johnson et al.
(2012), kandungan flavonoid pada kulit buah semangka segar sebesar 8,71±0,01 mg/100gr serta 2,63±0,02 mg/100gr pada kulit buah semangka kering.
Senyawa flavonoid termasuk ke dalam senyawa polar yang dapat larut pada pelarut polar (Kemit et al., 2016). Pelarut yang bersifat polar diantaranya adalah methanol, etanol, aseton, dan air (Kemit et al., 2016). Menurut Ningrum et al.
(2019); Septiana dan Asnani (2012), air adalah pelarut yang paling polar dibandingkan dengan pelarut lainnya. Air merupakan pelarut yang bersifat sangat polar yang memiliki konstanta dielektrik 80,10 sehingga dapat mengekstrak fenol dengan baik, sedangkan methanol merupakan pelarut yang bersifat polar yang memiliki konstanta dielektrik 30, sehingga kemampuannya untuk mengekstrak senyawa fenol lebih kecil (Novita, Sulaiman, & Yura, 2016).
4. Saponin
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang memiliki sifat layaknya sabun, karena saponin dapat terdeteksi keberadaannya jika mampu membentuk busa ketika dikocok dalam air (Zahro & Agustini, 2013). Menurut Cahyanto dan Supriyatna (2013), saponin dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah.
14
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh T et al. (2012), kulit semangka mengandung saponin 1,24±0,02 mg/100gr pada semangka segar dan 2,93±0,03 mg/100gr pada semangka kering. Saponin bersifat polar sehingga dapat larut pada pelarut polar seperti air (Agustina, Nurhamidah, & Handayani, 2017).
2.3.Mekanisme Senyawa Aktif Albedo Kulit Semangka dalam Menurunkan Glukosa Darah
Berikut ini adalah mekanisme senyawa-senyawa aktif yang terkandung di dalam albedo semangka dalam menurunkan kadar glukosa darah :
1. Citrulline
Citrulline berperan sebagai prekusor pembentukan NO (Nitric Oxide). NO memiliki keterlibatan langsung dalam regulasi sekresi insulin yang menyebabkan depolarisasi membrane serta meningkatkan konsentrasi Ca2+ intraseluler (Newsholme et al., 2010). Citrulline menyintesis arginine yang berperan menginduksi peningkatan NO endotelial. NO yang berada di dalam sel dapat menimbulkan retensi K+ dalam sel, sehingga depolarisasi membran terjadi, sehingga akan membuka Ca2+ channel, akibatnya Ca2+ influx meningkat, maka terjadilah sekresi insulin, selanjutnya merangsang glikogenesis di hepar sehingga dapat menurunkan kadar glukosa darah (Amir & Borang, 2015; Nur et al., 2016;
Sugiyanta & As’ari, 2013).
Citrulline adalah produk akhir dari metabolisme glutamin. Glutamin adalah prekusor ornithine yang dapat diubah menjadi citrulline oleh usus. Citrulline dapat digunakan dalam sintesis arginine dan NO (Azizi et al., 2020). Sintesis arginine endogen dari citrulline terjadi ketika citrulline dilepaskan dari usus kecil ke dalam sirkulasi dan diekstraksi oleh ginjal. Arginine akhirnya dikonversi menjadi NO oleh endotel nitrat oksida sintase (eNOS) dan kofaktor eNOS (Azizi et al., 2020).
Citrulline dapat mempengaruhi sensitivitas insulin dengan mengaktifkan substrat reseptor insulin 1 (IRS1), dan penghambatan fosforilasi serin 1101 (Azizi et al., 2020). Ketika insulin berikatan dengan reseptornya, tirosin dalam IRS terfosforilasi, yang mengarah ke aktivasi Phosphoinositide 3-kinase (PI3K) dan selanjutnya fosforilasi Akt. Akt adalah faktor utama dalam jalur pensinyalan insulin dan regulasi metabolisme glukosa (Azizi et al., 2020).
15
Studi menunjukkan bahwa homeostasis NO terganggu pada obesitas, dan bioavailabilitas NO berkurang pada subjek obesitas dan diabetes. Peningkatan reactive oxygen species (ROS); khususnya superoksida (O2-), tidak hanya mengurangi sintesis NO, tetapi juga mengurangi bioavailabilitas NO dengan menghasilkan peroxynitrite (ONOO-) (Azizi et al., 2020).
2. Pektin
Mekanisme penurunan kadar glukosa darah oleh pektin adalah memperpanjang waktu pengosongan lambung, memperpendek waktu transit usus, menghambat kerja enzim α amilase, membentuk larutan kental, mengikat glukosa, dan mengikat air (Dianasari & Fajrin, 2015).
Pektin memiliki kemampuan untuk menahan air dan membentuk gel dalam saluran pencernaan, sehingga pektin dapat menunda pengosongan makanan dari lambung serta dapat menahan difusi glukosa dari saluran cerna ke dalam pembuluh darah, akibatnya dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa darah yang berlebihan (Dianasari & Fajrin, 2015; Lianah, Lianah., Tyas, D A., Armanda, D T,.
dan Setyawati, 2018).
3. Flavonoid
Flavonoid berfungsi dalam meningkatkan aktivitas antioksidan, memperbaiki sensitifitas reseptor insulin, dan meregenerasi sel-sel β pankreas yang rusak sehingga defisiensi insulin dapat diatasi (Togubu et al., 2013). (Lamahado, Sabang, dan Mustapa (2017), menambahkan flavonoid memiliki peran dalam mengubah karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat diserap oleh usus dengan mekanisme penghambatan enzim-enzim penting (enzim α amilase dan enzim α glukosidase) yang berperan dalam pemecahan.
4. Saponin
Mekanisme saponin yang berperan sebagai antihiperglikemik adalah dengan cara, (a) mencegah pengambilan glukosa dari brush border di usus halus (Kurniawaty
& Lestari, 2016), (b) meregenerasi pankreas sehingga terjadi peningkatan jumlah sel β pankreas dan pulau Langerhans, sehingga terjadi peningkatan sekresi insulin (Indrawati, Yuliet, & Ihwan, 2015), (c) saponin yang bergabung dengan
16
membrane sel membentuk struktur yang lebih permeabel, sehingga dapat menghambat absorpsi molekul yang lebih kecil yang cepat diserap, misalnya glukosa (Fiana & Oktaria, 2016).
2.4.Tinjauan Umum Sumber Belajar 2.4.1. Manfaat Sumber Belajar
Menurut Ikhsan, Sulaiman, dan Ruslan (2017), manfaat sumber belajar antara lain memberikan pengalaman belajar yang nyata dan langsung dengan menampilkan sesuatu yang tidak mungkin diadakan, dilihat, dan dikunjungi secara langsung, menambah dan memperluas cakrawala pengetahuan yang ada di dalam kelas, memberikan motivasi positif untuk belajar, berpikir kritis, serta berkembang lebih jauh, menyajikan informasi yang lebih akurat dan terbaru.
2.4.2. Syarat Pemanfaatan Hasil Penelitian sebagai Sumber Belajar
Menurut Tauryska (2014), proses dan hasil penelitian biologi dapat dikembangkan sebagai sumber belajar biologi apabila hasil penelitian tersebut sesuai dengan kurikulum pendidikan pada jenjang pendidikan tertentu. Menurut Suhardi (dalam Tauryska, 2014), hasil penelitian dapat dijadikan sebagai sumber belajar apabila memenuhi persyaratan yang meliputi, kejelasan potensi, kejelasan sasaran, kesesuaian dengan tujuan belajar, kejelasan informasi yang diungkap, kejelasan pedoman eksplorasi dan kejelasan perolehan (kognitif, afektif, psikomotorik).
17 2.5.Kerangka Konseptual
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Albedo Kulit Semangka (Citrullus lanatus)
Mengandung Senyawa Aktif :
Citrulline (24,4 mg/g): sebagai prekusor pembentukan NO (Nitric Oxide). NO di dalam sel menyebabkan
timbulnya retensi K+, sehingga menimbulkan depolarisasi membran yang kemudian akan
membuka Ca2+
channel, akibatnya Ca2+ influx meningkat, maka terjadilah sekresi insulin (Amir &
Borang, 2015; Nur et al., 2016; Sugiyanta &
As’ari, 2013)., mengaktifkan substrat reseptor insulin 1
(IRS1), dan
penghambatan
fosforilasi serin 1101 (Azizi et al., 2020).
Pektin (21,03%):
memperpanjan
g waktu
pengosongan lambung, memperpende k waktu transit usus,
menghambat kerja enzim α amilase, membentuk larutan kental, mengikat glukosa, dan mengikat air (Dianasari &
Fajrin, 2015).
Flavonoid (8,71±0,01 mg/100gr):
meningkatkan aktivitas enzim antioksidan, meregenerasi sel- sel β pankreas yang rusak, memperbaiki sensitifitas reseptor insulin (Togubu et al., 2013),
menghambat enzim –enzim (α amilase dan α glucosidase) yang berperan dalam pemecahan karbohidrat menjadi monosakarida yang dapat diserap
oleh usus
Lamahado, Sabang, &
Mustapa (2017)
Saponin (1,24±0,02 mg/100gr):
mencegah pengambilan glukosa dari brush border di usus halus, meregenerasi pankreas sehingga terjadi peningkatan jumlah sel β pankreas dan pulau Langerhans
(Indrawati et al., 2015), saponin dengan membrane sel membentuk struktur yang lebih permeabel, sehingga dapat menghambat absorpsi molekul zat gizi yang ukurannya lebih kecil yang cepat diserap, misalnya glukosa (Fiana & Oktaria, 2016).
Penurunan Kadar Glukosa Darah Diabetes Melitus
Pengobatan Alami
Sumber Belajar
18 2.6.Hipotesis
Berdasarkan hasil kajian teoritis maka dapat disusun hipotesis yaitu :
ada pengaruh berbagai dosis infusa albedo kulit semangka (Citrullus lanatus) terhadap kadar glukosa darah tikus jantan (Rattus norvegicus) hiperglikemia.